efikasi insektisida perlakuan benih terhadap …digilib.unila.ac.id/54571/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFIKASI INSEKTISIDA PERLAKUAN BENIH
TERHADAP Spodoptera litura PADA TANAMAN
JAGUNG DITINGKAT RUMAH KACA
(Skripsi)
Oleh
FEBE ATALIA TAMBUNAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EFIKASI INSEKTISIDA PERLAKUAN BENIH
TERHADAP Spodoptera litura PADA TANAMAN
JAGUNG DI TINGKAT RUMAH KACA
Oleh
FEBE ATALIA TAMBUNAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa bahan aktif
insektisida perlakuan benih jagung terhadap mortalitas Spodoptera litura.
Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Ulat uji Spodoptera litura diperoleh dari jagung petani di Natar, Lampung Selatan
dan diperbanyak di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan. Penelitian yang
berlangsung Desember 2017 – Juli 2018, ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Satuan percobaan adalah
20 ulat yang diinfestasikan pada 20 tanaman jagung. Variabel pengamatan yaitu
mortalitas ulat uji dan intensitas kerusakan tanaman dan data yang diperoleh
dianalisis ragam (ANARA) dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida tiametoksam 350 FS dengan
dosis 400 ml/100 kg benih jagung dan campuran insektisida tiametoksam 350 FS
dengan A17960A 600 FS dengan dosis 400+72 ml/100 kg benih jagung lebih
cepat membunuh ulat Spodoptera litura daripada insektisida perlakuan benih
lainnya. Campuran insektisida tiametoksam 350 FS dengan A17960A 600 FS
Febe Atalia Tambunan
dengan dosis 400+72 ml/100 kg benih, insektisida A1908A 480 FS dengan dosis
300 ml/100 kg benih jagung, insektisida karbosulfan 25 ST dengan dosis 2000
ml/100 kg benih jagung, insektisida fipronil 500 FS dengan dosis 60 ml/100 kg
benih jagung lebih efektif menurunkan intensitas kerusakan tanaman daripada
insektisida perlakuan benih lainnya.
Kata Kunci : insektisida, jagung, perlakuan benih, Spodoptera litura
EFIKASI INSEKTISIDA PERLAKUAN BENIH
TERHADAP Spodoptera litura PADA TANAMAN
JAGUNG DITINGKAT RUMAH KACA
Oleh
FEBE ATALIA TAMBUNAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sigotom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli
Utara Sumatera Utara, pada tanggal 03 Juni 1996. Penulis merupakan putri
pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Herbin Tambunan dan Ibu Ngesti
Rahayu. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri nomor
174583 Sigotom Julu tahun 2008; Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3
Pangaribuan tahun 2011; Sekolah Menegah Atas di SMA HKBP 1 Tarutung tahun
2014.
Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis telah melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2017 di Desa Bina Karya Buana, Kecamatan
Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun yang sama penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) pada tahun 2017 di PD Jaya Mandiri Farm,
Desa Cikahuripan Lembang Bandung Barat. Selain aktif dalam perkuliahan,
penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Mikrobiologi Pertanian,
Bioekologi Hama Tumbuhan dan Biologi Pertanian pada tahun 2017, mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan tahun 2018. Penulis pernah aktif menjadi anggota bidang
usaha dalam organisasi Koperasi Mahasiswa (Kopma) Unila pada tahun 2015-
2017. Penulis juga pernah menjadi Sekretaris Bendahara Umum Persekutuan
Oikumene Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian (POMPERTA) Unila pada
tahun 2017-2018.
Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya ini sebagai tanda terimakasihku
kepada
Kedua orangtuaku
Bapak Herbin Tambunan dan Mama Ngesti Rahayu
sebagai wujud bakti, cinta dan terimakasihku, yang telah mencurahkan seluruh
kasih sayang, nasihat, kesabaran, perhatian, motivasi, kerjakeras dengan tulus
telah membesarkan, mendidik, dan mendoakanku. Tuhan Yesus Memberkati.
Kedua adikku tersayang, Sergius Natanael Tambunan dan Wesley Abinoam
Tambunan.
Serta Almamater kebanggan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
“Karena masa depan sungguh ada,
dan harapanmu tidak akan hilang”.
(Amsal 23:18)
“Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN,
Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya,
dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah,
peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam
hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang
kaulakukan dan dalam segala yang kautuju”.
(1 Raja-raja 2 : 3)
“Teruslah mengejar mimpimu dan orang lain tidak perlu tahu
prosesmu, serta buktikan hasil terbaikmu sehingga cemoohan
itu berubah menjadi tepuk tangan”.
(Febe)
SANWACANA
Puji syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugerah, curahan kasih-Nya, karunia, ilmu serta memberikan
kemudahan dan kelancaran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Efikasi Insektisida Perlakuan Benih terhadap Spodoptera litura
pada Tanaman Jagung di Tingkat Rumah Kaca”.
Di dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk, bimbingan, dan
saran berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
4. Dr. Ir. I Gede Swibawa, M. S., selaku pembimbing utama atas bimbingan,
saran, motivasi, serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
5. Ir. Agus Muhammad Hariri, M. P., selaku pembimbing kedua atas bimbingan,
saran, motivasi, serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
6. Dr. Yuyun Fitriana, S. P, M. P., selaku pembahas atas bimbingan, saran,
motivasi, serta kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
7. Radix Suharjo, S. P., M. Agr., Ph. D., yang telah memberikan motivasi,
arahan dan masukan selama penulis melakukan penelitian sampai penulis
dapat menyelesaikan skripsi.
8. Ivayani, S. P, M. P., dan Ir. Indriyati., selaku dosen pembimbing akademik
atas bimbingan, saran, nasihat, dan dukungan yang selalu diberikan kepada
penulis selama masa kuliah di Universitas Lampung.
9. Kedua orangtuaku Bapak Herbin Tambunan dan Mama Ngesti Rahayu yang
telah memberikan dukungan, doa, motivasi, cinta kasih serta bantuan moril
dan material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan dan skripsi ini dengan baik.
10. Kedua adikku tersayang Sergius Natanael Tambunan dan Wesley Abinoam
Tambunan, atas segala cinta kasih, doa dan dukungannya.
11. Sahabat serta partner penelitianku Lita, Lily, Diah, Diana, Maharani, Hani L,
Iska, Tia, dan Maya atas bantuan, kerjasama, semangat, dukungan serta
pertemanannya selama penelitian dan perkuliahan
12. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Hani A,
Devita, Mei, Maruf, Indah, bang Sem, Mba Erika, dan Mba Ika atas bantuan,
kerjasama, semangat, dukungan serta pertemanannya selama penelitian
13. Saudara/i sepelayananku di Persekutuan Oikumene Mahasiswa Kristen
(POMPERTA), Lily, Nico, Rina, Kevin, Hera, Septiana, Tamara, Wahyu,
Natha, Virgin, Okta, Elisa, Fajar, Eben, dan Arianto, atas doa dan
semangatnya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
menjalankan dan penulisan skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran membangun
sangat diharapkan.
Bandar Lampung, 30 Oktober 2018
Penulis
Febe Atalia Tambunan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 4
1.4 Hipotesis .................................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Tanaman Jagung ........................................................................................ 6
2.2 Spodoptera litura ....................................................................................... 7
2.2.1 Taksonomi Spodoptera litura ........................................................... 8
2.2.2 Bioekologi Spodoptera litura ........................................................... 8
2.2.2.1 Telur ..................................................................................... 9
2.2.2.2 Larva ................................................................................... 9
2.2.2.3 Pupa .................................................................................... 10
2.2.2.4 Imago .................................................................................. 11
2.2.3 Gejala serangan ............................................................................... 12
2.3 Insektisida .................................................................................................. 12
2.3.1 Golongan insektisida berdasarkan cara kerjanya ............................ 13
2.3.2 Insektisida sebagai perlakuan benih jagung .................................... 13
2.3.3 Jenis insektisida sebagai perlakuan benih ....................................... 14
2.3.4.1 Tiametoksam ....................................................................... 14
2.3.4.2 Imidakloprit ........................................................................ 15
2.3.4.3 Karbosulfan ......................................................................... 15
2.3.4.4 Fipronil ................................................................................ 16
III. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 17
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 19
xv
3.4.1 Persiapan Spodoptera litura sebagai ulat uji .......................... 20
3.4.1.1 Pengambilan Spodoptera litura ........................................... 20
3.4.1.2 Perbanyakan massal ulat Spodoptera litura ......................... 20
3.4.2 Persiapan Tanam ............................................................................ 22
3.4.3 Infestasi ulat uji pada tanaman ....................................................... 24
3.5 Pengamatan ................................................................................................ 24
3.5.1 Pengamatan Mortalitas ulat uji ...................................................... 24
3.5.2 Pengamatan tingkat kerusakan tanaman ........................................ 26
3.6 Analisis Data .............................................................................................. 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 29
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 29
4.1.1 Mortalitas Spodoptera litura ........................................................ .. 29
4.1.2 Intensitas kerusakan tanaman jagung akibat Spodoptera litura ..... 32
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 34
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 37
5.1 Simpulan .................................................................................................... 37
5.2 Saran .......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................ 41
Tabel 6-24 ...................................................................................................... 44-53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kode insektisida dan dosis perlakuan dalam percobaan ............................... 18
2. Blangko pengamatan mortalitas ulat Spodoptera litura ............................... 25
3. Blangko pengamatan kerusakan tanaman ..................................................... 27
4. Mortalitas ulat uji 2-21 hsi pada tanaman jagung yang diberi perlakuan
benih dengan berbagai jenis insektisida........................................................ 31
5. Intensitas kerusakan tanaman jagung terserang S. litura yang diberi
insektisida perlakuan benih ........................................................................... 34
6. Data persentase mortalitas ulat S. litura sebelum dikoreksi dengan Rumus
Abbot ........................................................................................................... 45
7. Data persentase mortalitas ulat S. litura setelah dikoreksi dengan Abbot ... 46
8. Rata-rata persentase mortalitas S. litura pada pengamatan 2 hsi ................ 47
Analisis ragam mortalitas ulat S. litura pada pengamatan 2 hsi ............... 47
9. Rata-rata persentase mortalitas S. litura pada pengamatan 7 hsi ............... 47
10. Analisis ragam mortalitas ulat S. litura pada pengamatan 7 hsi
(transformasi √(x+0,5)) .............................................................................. 48
11. Rata-rata persentase mortalitas S. litura pada pengamatan 14 hsi ................ 48
12. Analisis ragam mortalitas ulat S. litura pada pengamatan 14 hsi
(transformasi √(x+0,5)) ............................................................................... 48
13. Rata-rata persentase mortalitas S. litura pada pengamatan 21 hsi ................ 49
14. Analisis ragam mortalitas ulat S. litura pada pengamatan 21 hsi (transformasi
√(x+0,5)) ...................................................................................................... 49
xvii
15. Data persentase intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat
S. litura ...................................................................................................... 50
16. Rata-rata persentase intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat
S. litura pada pengamatan 2 hsi .................................................................... 51
17. Analisis ragam intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat S. litura
pada pengamatan 2 hsi (transformasi √(x+0,5)) ......................................... 51
18. Rata-rata persentase intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat
S. litura pada pengamatan 7 hsi ................................................................... 51
19. Analisis ragam intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat S. litura
pada pengamatan 7 hsi (transformasi √(x+0,5)) ......................................... 52
20. Rata-rata persentase intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat
S. litura pada pengamatan 14 hsi .................................................................. 52
21. Analisis ragam intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat S. litura
pada pengamatan 14 hsi (transformasi √(x+0,5)) ....................................... 52
22. Rata-rata persentase kerusakan tanaman jagung akibat ulat S. litura pada
pengamatan 21 hsi ....................................................................................... 53
23. Analisis ragam intensitas kerusakan tanaman jagung akibat ulat S. litura
pada pengamatan 21 hsi (transformasi √(x+0,5)) ....................................... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Telur Spodoptera litura .............................................................................. 9
2. Larva S. litura; A. Instar 5; B. Instar 1, 2, 3, 4, dan 5 ................................ 10
3. A. Pra pupa; B. Pupa .................................................................................. 11
4. A. Imago jantan; B. Imago betina ............................................................. 11
5. Gejala serangan ulat S. litura ..................................................................... 12
6. Tata letak unit-unit percobaan uji efikasi insektisida perlakuan benih
di rumah kaca ............................................................................................. 19
7. Rak tempat rearing ulat S. litura ............................................................... 21
8. Tempat pemberian pakan pada imago S. litura .......................................... 22
9. Sketsa wadah penanaman benih jagung ..................................................... 23
10. Kerusakan tanaman jagung akibat serangan ulat S. litura ;
A. Skor 0 (tidak rusak); B. Skor 1 (gejala rusak 1-20%); C. Skor 2
(gejala rusak 21-40%); D. Skor 3 (gejala rusak 41-60%); E. Skor 4
(gejala rusak 61-80%); F. Skor 5 (gejala rusak 81-100%) ........................ 27
11. Kontrol; A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ........................... 42
12. Perlakuan A17960A 600 FS dengan dosis 60 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji .......................................... 42
13. Perlakuan A17960A 600 FS dengan dosis 120 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ........................................... 42
14. Perlakuan A17960A 600 FS dengan dosis 180 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ........................................... 42
xix
15. Perlakuan A17960A 600 FS dengan dosis 240 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ........................................... 43
16. Perlakuan A17960A 600 FS dengan dosis 60 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji .......................................... 43
17. Perlakuan tiametoksam 350 FS + A17960A 600 FS dengan dosis
400+72 ml/100 kg benih jagung; A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas
ulat uji ....................................................................................................... 43
18. Perlakuan A1908A 480 FS dengan dosis 300 ml/100 kg benih jagung;
A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ........................................... 43
19. Perlakuan Imidakloprit 350 FS dengan dosis 400 ml/100 kg benih
jagung; A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji .............................. 44
20. Perlakuan karbosulfan 25 ST dengan dosis 2000 ml/100 kg benih
jagung; A. Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji .............................. 44
21. Perlakuan Fipronil 500 FS dengan dosis 60 ml/100 kg benih jagung A.
Intensitas kerusakan; B. Mortalitas ulat uji ................................................ 44
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting yang kandungan
karbohidrat, gizi dan seratnya tinggi. Karena kandungan nutrisinya tinggi, maka
jagung digunakan sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai
bahan makanan pokok, jagung juga digunakan sebagai bahan olahan minyak
goreng, tepung maizena, etanol, asam organik, dan industri pakan ternak. Oleh
karena itu, kebutuhan jagung di Indonesia terus meningkat (Surtikanti, 2011).
Produksi jagung di Indonesia terus meningkat pada beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), produksi jagung pada tahun 2014
sebesar 19.008.426 ton dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 19611704 ton.
Di Indonesia kebutuhan pakan ternak rata-rata mencapai 950.000 ton per bulan
yang terdiri dari 700.000 untuk industri pakan dan 250.000 untuk peternak
mandiri. Adapun produksi jagung tercatat meningkat signifikan dari 19,6 juta ton
pada tahun 2015 menjadi 23,5 juta ton pada tahun 2016. Sementara itu, untuk
tahun 2017 diprediksi produksi mencapai 27,9 juta ton.
2
Jagung merupakan komoditas strategis yang produksi nasionalnya perlu
ditingkatkan. Namun demikian, usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia
dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya adalah serangan hama.
Dalam budidaya jagung terdapat beberapa jenis hama berstatus penting,
diantaranya lalat bibit (Atherigona sp.), ulat tanah (Agrotis sp.), ulat grayak
(Spodoptera litura), lundi/uret (Phylophaga helleri), penggerek batang jagung
(Ostrinia furnacalis) dan penggerek tongkol jagung (Helioverpa armigera) .
Permasalahan ulat grayak (S. litura) belakangan cukup serius karena menyerang
pertanaman jagung ketika masih stadium bibit (Surtikanti, 2011).
Ulat S. litura tergolong hama yang bersifat polifag yaitu mempunyai kisaran inang
yang luas. Menurut Syukur dan Aziz (2013), ulat grayak menyebabkan kerusakan
tanaman berkisar 5-80 %. Pada serangan berat, larva instar 1 dan 2 menyerang
serentak secara berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis daun
bagian atas, sehingga daun tampak transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja.
Larva instar 3 sampai instar 5 memakan seluruh bagian helai daun muda tetapi
tidak makan tulang daun yang tua. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini
sangat merugikan, yaitu menurunkan kualitas dan kuantitas produksi, bahkan
dapat menyebabkan gagal panen.
Pengendalian hama pada tanaman jagung dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida sintetik. Menurut Djojosumarto (2000) aplikasi insektisida dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara aplikasi insektisida adalah
melalui perlakuan benih (seed treatment).
3
Pertumbuhan awal tanaman jagung sangat peka terhadap serangan hama.
Serangan hama seperti ulat S. litura mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung,
bahkan tanaman dapat mati dan habis dimakan ulat. Oleh karena itu, diperlukan
treatment khusus terhadap benih jagung yang akan ditanam yaitu pemberian
insektisida untuk mengendalikan hama S. litura pada tanaman yang baru tumbuh.
Perlakuan dengan insektisida dapat dilakukan pada benih yang belum ditanam.
Aplikasi insektisida pada benih dapat mengurangi resiko terhadap pencemaran
lingkungan karena jumlah yang digunakan sangat kecil. Selain itu, perlakuan
benih jagung dengan insektisida dapat bersifat langsung pada target, sehingga
dapat meminimalkan terbunuhnya organisme non target.
Sampai saat ini belum tersedia informasi atau hasil penelitian yang menerangkan
tentang kemampuan beberapa jenis insektisida perlakuan benih jagung terhadap
mortalitas ulat Spodoptera litura. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
tentang efikasi insektisida perlakuan benih terhadap S. litura pada tanaman
jagung.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa bahan aktif
insektisida perlakuan benih jagung terhadap mortalitas Spodoptera litura.
4
1.3 Kerangka Pemikiran
Dalam budidaya tanaman jagung terdapat beberapa kendala yang dapat membuat
tanaman jagung tidak berkembang dengan baik yaitu adanya serangan hama.
Beberapa jenis hama menyerang tanaman jagung sejak fase bibit sampai fase
generatif. Salah satu jenis hama penting yang menyerang tanaman jagung adalah
Spodoptera litura.
Salah satu cara pengendalian hama tanaman jagung adalah penggunaan
insektisida, yang dapat membunuh hama. Pengendalian hama dengan insektisida
dapat dilakukan melalui penyemprotan maupun perlakuan benih (seed treatment).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan insektisida
efektif mengendalikan hama. Perlakuan benih dengan insektisida berbahan aktif
imidakloprit mampu menurunkan populasi wereng kapas (Amrasca biguttula).
Penelitian ini membuktikan bahwa perlakuan benih dengan insektisida imidaklorit
dengan dosis 2 gram per kg benih mampu menekan kerusakan tanaman kapas
hingga berumur 70 hst. Kerusakan tanaman kapas varietas kanesia pada umur 70-
85 hst hanya sekitar 10% (Sunarto dan Nurindah, 2011).
Selain itu Mohally (1987) juga melaporkan perlakuan benih dengan insektisida
berbahan aktif karbosulfan efektif menurunkan tingkat serangan lalat kacang
(Agromyza phaseoli). Perlakuan benih dengan insektisida berbahan aktif
karbosulfan sebanyak 2,5 gram per kg benih, nyata mampu mencegah serangan
lalat kacang sampai jauh lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrolnya.
5
Dalam penelitian ini persentase bibit tanaman yang mati pada kontrol sekitar
21,31% lebih tinggi daripada yang diberi perlakuan benih sekitar 0,64%.
Insektisida yang dapat digunakan sebagai perlakuan benih banyak jenisnya.
Perbedaan keefektifan beberapa jenis insektisida perlakuan benih diperkirakan
akan terjadi pada insektisida perlakuan benih jagung yang diujikan terhadap ulat
S. litura.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, dapat diajukan hipotesis:
1. Beberapa bahan aktif insektisida yang diaplikasikan sebagai perlakuan benih
jagung nyata berpengaruh menimbulkan mortalitas ulat S. litura.
2. Beberapa bahan aktif insektisida mengakibatkan tingkat mortalitas S. litura
yang berbeda-beda.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Menurut USDA (2016), tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Order : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk jenis tanaman semusim (annual). Susunan tubuh
(morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah.
Perakaran tanaman jagung terdiri atas empat macam akar , yaitu akar utama, akar
cabang, akar lateral, dan akar rambut. Batang jagung tidak bercabang, berbentuk
silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul
tunas yang akan berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung
varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm (Dinariani et al.,
2014).
7
Beberapa jenis hama berstatus penting pada tanaman jagung. Lalat bibit
(Atherigona sp.), ulat tanah (Agrotis sp.), lundi atau uret (Phyllophaga helleri),
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), ulat grayak (Spodoptera litura),
dan wereng jagung (Peregrinus maydis) termasuk hama penting pada tanaman
jagung. Lalat bibit menyerang semenjak tanaman tumbuh sampai berumur sekitar
satu bulan. Pada serangan berat, tanaman jagung dapat menjadi layu ataupun mati
dan jika tidak mati pertumbuhannya terhambat. Lundi atau uret menyerang
tanaman jagung di bagian perakaran, sehingga mengakibatkan tanaman menjadi
layu dan dapat rebah atau mati. Ulat grayak menyerang tanaman jagung muda
sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat mematikan
tanaman. Serangan berat pada pertanaman dapat mengakibatkan tinggal tulang-
tulang daun saja. Sedangkan, wereng jagung dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, kerdil, layu, dan kering (hopper burn) (Surtikanti, 2011).
2.2 Spodoptera litura
Hama S. litura (ulat grayak) bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang
cukup luas, sehingga agak sulit dikendalikan. Kisaran inang S. litura yang luas
meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang dan jagung. S. litura
menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu memakan daun tanaman
yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan pada fase generatif dengan
memakan polong–polong muda (Lestari et al., 2013).
Kehilangan hasil akibat serangan hama S. litura dapat mencapai 80%, bahkan
puso jika tidak dikendalikan. Ulat grayak berada di bawah permukaan tanah
8
ketika siang hari dan aktif memakan tajuk tumbuhan pada malam hari.
Serangannya dapat sangat hebat sehingga dalam waktu semalam dapat
menghabiskan suatu pertanaman, oleh sebab itu dikenal sebagai ulat tentara
(Hendrival et al., 2013).
2.2.1 Taksonomi Spodoptera litura
Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisio : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.
2.2.2 Bioekologi Spodoptera litura
Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa siklus hidup S. litura mulai dari telur
sampai imago sekitar 29-35 hari. Umur telur mulai dari peletakkan oleh imago
sampai menetas menjadi larva sekitar 3-4 hari. Larva S. litura terdiri dari 6 instar.
Instar 1 berumur sekitar 2-3 hari, instar 2 sekitar 2-4 hari, instar 3 sekitar 2-5 hari,
instar 4 sekitar 2-6 hari, instar 5 sekitar 4-7 hari, dan instar 6 pada masa pra pupa
2-3 hari. Periode masa pupa ±10 hari. Periode imago sampai bertelur sekitar 5-6
hari.
9
2.2.2.1 Telur
Menurut Kalshoven (1981), seekor ngengat betina S. litura mampu bertelur 1000
– 2000 butir. Setiap kelompok telur terdiri dari 100 – 300 butir. S. litura
meletakkan kelompok- kelompok telur yang ditutupi bulu-bulu halus berwarna
merah sawo pada permukaan bawah daun. Telur berbentuk hampir bulat dengan
bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), diameter telur sekitar
0,3 mm (Gambar 1). Pada saat akan menetas telur akan berubah warna menjadi
kehitam-hitaman. Telur umumnya menetas pada pagi hari. Telur akan menetas
sekitar 4 hari dalam kondisi hangat atau sampai dengan 11 hari jika musim dingin.
Gambar 1. Telur S. litura
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
2.2.2.2 Larva
Larva yang baru menetas akan berada di tempat telur diletakkan dan hidup
berkelompok, beberapa hari setelah itu larva akan mulai menyebar dan hidup
sendiri-sendiri. Larva instar awal menyebar ke bagian pucuk-pucuk tanaman dan
membuat lubang gerekan pada daun. Larva instar 1 biasanya berwarna hijau
muda. Perpindahan larva instar 1 dan instar 2 dibantu tiupan angin dan benang
pintal untuk berayun.
10
B 5
4 3
2 1
Larva mengalami perubahan warna sesuai dengan perubahan instar yang di
alaminya. Pada instar 2 warna tubuh berubah menjadi hijau tua, dan kepala
berwarna coklat muda. Larva instar 3 hidup di permukaan bawah atau atas daun
dan sangat aktif bergerak untuk mencari makan. Pada instar 3 larva berwarna
hijau tua serta terdapat kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen
abdomen keempat dan kesepuluh. Selanjutnya pada instar 4 warnanya menjadi
hijau kehitam-hitaman pada bagian abdomen, pada abdomen terdapat garis hitam
yang melintang. Pada saat larva memasuki instar 5 warnanya berubah menjadi
coklat muda, terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis
punggung gelap memanjang. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis berwarna
kuning (Gambar 2) (Kalshoven,1981).
Gambar 2. Larva S. litura; A. Instar 5; B. Instar 1, 2, 3, 4, dan 5
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
2.2.2.3 Pupa
Pada fase pra pupa larva menjadi tidak aktif. Pada fase pra pupa, ukuran larva
menjadi semakin kecil dan berwarna sangat gelap (Gambar 3). Pupa berada dalam
tanah dengan ke dalaman 0-3 cm. Pupa S. litura berwarna coklat kemerahan dan
panjangnya 18-20 mm dan serta beratnya berkisar 0,341 gram per pupa (Gambar
A
11
A B
A B
4). Masa stadium pra pupa 2-3 hari dan masa stadium pupa ± 10 hari (Kalshoven,
1981).
Gambar 3. A. Pra pupa; B. pupa S. litura
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
2.2.2.4 Imago
Imago S. litura sering disebut sebagai ngengat hantu. Sayap ngengat bagian
depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan
dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5
km. Sayap imago jantan lebih terang dan memiliki abdomen yang lebih
mengerucut, sedangkan imago betina memiliki sayap yang lebih gelap dan ujung
abdomen tidak mengerucut (Gambar 4). Ukuran panjang ngengat jantan sekiat 17
mm dan ngengat betina sekitar 15,7 mm, dengan rentang sayap berkisar 28-30 cm
(Yarnisah, 2010).
Gambar 4. A. Imago jantan; B. Imago betina
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
A B
A B
12
2.2.3 Gejala serangan
Ulat S. litura muncul di pertanaman setelah 7 – 30 hst. Ulat grayak aktif makan
pada malam hari, larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara
serentak dan berkelompok. Ulat ini meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis
daun, daun tampak transparan dan meninggalkan tulang daun (Gambar 5). Larva
instar lanjut merusak tulang daun dan buah. Pada serangan berat dapat membuat
tanaman gundul. Serangan pada tanaman muda dapat menghambat pertumbuhan
tanaman bahkan dapat mematikan tanaman (Surtikanti, 2011).
Gambar 5. Gejala serangan ulat S. litura pada tanaman jagung
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
2.3 Insektisida
Insektisida merupakan bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk
membunuh serangga. Sampai saat ini, petani pada umumnya menggunakan
insektisida sintetik untuk mengendalikan hama tanaman, dengan asumsi bahwa
insektisida sintetik lebih efektif dan cepat dalam mengendalikan organisme
pengganggu tanaman. Cara kerja insektisida melumpuhkan serangga berbeda
antara satu jenis insektisida dengan jenis insektisida lainnya (Hasibuan, 2012).
13
2.3.1 Golongan insektisida berdasarkan cara kerjanya
Menurut Djojosumarto (2000
), berdasarkan cara kerja atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,
insektisida dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) Insektisida sistemik diserap
oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar, batang atau daun. 2) Insektisida
nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran
tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar
tanaman. 3) Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat
diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke
bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya
kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam
jaringan tanaman.
2.3.2 Insektisida sebagai perlakuan benih jagung
Perlakuan benih merupakan istilah umum untuk metode aplikasi pestisida, yakni
ketika pestisida dicampurkan pada benih yang akan ditanam. Sasaran fisik aplikasi
pestisida ini adalah benih dan perhitungan takaran umumnya berdasarkan dosis
penggunaan untuk setiap kg benih (g/kg). Terdapat beberapa tujuan perlakuan
benih, diantaranya (Djojosumarto, 2000) :
1. Melindungi benih agar tidak terkontaminasi oleh hama atau patogen yang
mungkin terbawa. Beberapa jenis patogen dan hama tanaman bisa terbawa dan
ditularkan lewat benih. Perlakuan benih berfungsi sebagai pencegah hama dan
patogen benih (seed sterilant).
14
2. Melindungi benih yang baru ditanam agar tidak rusak oleh OPT pengganggu
(semut, anjing tanah dan hama perusak benih lainnya). Dalam hal ini,
perlakuan benih berfungsi sebagai pelindung benih (seed protectant).
3. Melindungi tanaman muda agar tidak sakit atau diserang oleh hama ketika
fase kecambah dan tanaman muda (seedling protectant).
Prosessing benih setelah panen biasanya akan diberikan perlakuan (seed
treatment) untuk berbagai tujuan. Perlakuan benih dapat dilakukan dengan
pengaplikasian berbagai jenis insektisida. Pada umumnya tujuan perlakuan benih
dengan insektisida adalah perlindungan terhadap benih ketika muncul di
permukaan tanah atau pada awal perkecambahan dari serangan hama, misalnya
ulat S. Litura (Djojosumarto, 2000).
2.3.3 Jenis insektisida sebagai pelakuan benih
Salah satu cara penggolongan insektisida adalah berdasarkan sifat kimianya.
Senyawa kimia yang diaplikasikan dalam penggolongan insektisida bahan
aktifnya (active ingredient), yaitu bahan kimia yang mempunyai efek racun
(toksik).
2.3.3.1 Tiametoksam
Insektisida berbahan aktif tiametoksam adalah formulasi baru yang mudah
diaplikasikan, lebih mudah larut dalam air, mudah meresap, dan melindungi benih
lebih merata. Tiametoksam termasuk pestisida golongan neonikotinoid. Masuknya
15
bahan aktif tiametoksam ke dalam jaringan tanaman akan efektif melindungi
tanaman dari serangan hama melalui gangguan pada nicotinic acetyl choline
receptor pada serangga. Tiametoksam merupakan insektisida sistemik serta
pengatur tumbuh tanaman. Rumus kimia dari Tiametoksam adalah
C8H10ClN5O3S. Setelah dijuji coba, LD50 pada tikus sekitar 1.56 mg/kg (Syngenta,
2006).
2.3.3.2 Imidakloprit
Imidakloprit merupakan insektisida sistemik dan translaminar yang bekerja
sebagai racun kontak dan racun perut. Insektisida ini diabsorbsi oleh daun dan
akar, serta ditransportasikan secara akropetal (ke bagian atas). Imidakloprit
bersifat non-teratogenik dan non-mutagenik. LD50 pada tikus sekitar 450 mg/kg.
Rumus kimia dari imidakloprit adalah C9H10ClN5O2. Nama kimia imidakloprit
yaitu 1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-ylideneamine.
Imidakloprit jauh lebih beracun bagi serangga dan invertebrata lainnya daripada
mamalia dan burung karena insektisida ini mengikat lebih baik ke reseptor sel
saraf serangga daripada mamalia (Sunarto dan Nurindah, 2011).
2.3.3.3 Karbosulfan
Menurut Mohally (1987), insektisida dengan bahan aktif karbosulfan merupakan
insektisida karbamat, yang bekerja sebagai racun lambung dan kontak sistemik.
Cara karbamat dalam mematikan serangga adalah melalui penghambatan aktivitas
enzim pada sistem saraf. Dalam tubuh serangga, karbosulfan diubah menjadi
16
karbofuran yang merupakan racun sistemik. Nama kimia Karbosulfan adalah 2,3-
dihidro-2,2-dimetilbenzofuran-7-yl (dibutylaminothio) metilkarbamat, sedangkan
rumus kimianya adalah C20H32N203S. Dermal LD50 pada kelinci > 2.000 mg/kg
dan oral LD50 pada tikus 90-250 mg/kg.
2.3.3.4 Fipronil
Nama lain fipronil adalah fluocyanobenpyrazol. Adapun rumus kimia fipronil
adalah C12H4Cl2F6N4OS. Secara fisik, produk yang mengandung fipronil yang
digunakan berwarna merah muda. Fipronil merupakan racun saraf yang bekerja
dengan cara memblokir saluran klorida. Serangga hama yang sudah resisten
terhadap piretroid,siklodien, organofosfat, dan karbamat bisa dipecahkan oleh
senyawa ini (Sunarto dan Nurindah, 2011).
Fipronil bersifat racun kontak dan racun perut dan umumnya digolongkan ke
dalam racun non-sistemik, meskipun juga memperlihatkan sifat sistemik pada
beberapa tanaman sehingga mungkin diaplikasikan lewat tanah atau sebagai
perlakuan benih. LD50 dermal (24 jam) pada tikus 97 mg/kg (Sunarto dan
Nurindah, 2011).
17
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Ulat Spodoptera litura sebagai hama uji diperoleh dari kebun jagung milik petani
di Sinarjati, Hajimena, Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Ulat diperbanyak
(mass rearing) di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan. Penelitian ini
dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2017 – Juli 2018.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah hama uji ulat Spodoptera
litura sejumlah 660 ekor, hasil perbanyakan di laboratorium. Sebelum
diperbanyak ulat diperoleh dari kebun jagung milik petani di Sinarjati, Hajimena,
Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Media pasir dan zeolite, nutrisi A dan B
mix, daun jarak kepyar, benih jagung yang diberi perlakuan benih dengan
insektisida berbahan aktif tiametoksam, imidakloprit, fipronil, karbosulfan, kertas
label, lakban, tusuk gigi, air, kain kasa, botol aqua 1,5 liter, dan tisu.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples sedang dengan tinggi
15,5 cm dan diameter toples 14 cm, kertas saring, penggaris, pinset, handsprayer,
18
wadah penampung botol yang terbuat dari karton dan berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 35x 40 cm, gunting, dan cutter.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang meliputi 11
perlakuan dan setiap perlakuan terdapat 3 kelompok. Pengelompokan berdasarkan
waktu infestasi hama uji. Percobaan dilakukan di rumah kaca pada keadaan
lingkungan yang seragam. Insektisida diaplikasikan sebagai perlakuan benih pada
tanaman jagung. Satuan percobaan adalah 20 ulat yang diinfestasikan pada 20
tanaman jagung, setiap tanaman diinfestasi dengan 1 ulat. Perlakuan dalam
penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kode nama dan dosis insektisida perlakuan benih yang dicobakan
Kode Nama Insektisida Dosis
I0 - -
I1 A17960A 600FS 60 ml/100 kg
I2 A17960A 600FS 120 ml/100 kg
I3 A17960A 600FS 180 ml/100 kg
I4 A17960A 600FS 240 ml/100 kg
I5 Tiametoksam 350 FS 400 ml/100 kg
I6 Tiametoksam 350 FS + A17960A 600 FS 400+72 ml/ 100 kg
I7 A1908A 480 FS 300 ml/100 kg
I8 Imidakloprit 350 FS 400 ml/100 kg
I9 Karbosulfan 25 ST 2000 ml/100 kg
I10 Fipronil 500 FS 60 ml/100 kg
19
Percobaan menggunakan 3 ulangan (kelompok) yaitu waktu infestasi ulat uji.
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan mortalitas hama uji dan intesitas
kerusakan tanaman. Tata letak satuan percobaan disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Tata letak satuan percobaan uji efikasi insektisida perlakuan benih di
rumah kaca
Keterangan:
I0 = kontrol/tanpa insektisida
I1 = Bahan aktif A17960A 600FS dengan dosis 60 ml/100 kg benih jagung
I2 = Bahan aktif A17960A 600FS dengan dosis 120 ml/100 kg benih jagung
I3 = Bahan aktif A17960A 600FS dengan dosis 180 ml/100 kg benih jagung
I4 = Bahan aktif A17960A 600FS dengan dosis 240 ml/100 kg benih jagung
I5 = Bahan aktif tiametoksam 350 FS dengan dosis 400 ml/100 kg benih jagung
I6 = Bahan aktif tiametoksam 350 FS + A17960A 600 FS dengan dosis 400+72
ml/100 kg benih jagung
I7 = Bahan aktif A1908A 480 FS dengan dosis 300 ml/100 kg benih jagung
I8 = Bahan aktif imidakloprit 350 FS dengan dosis 400 ml/100 kg benih jagung;
I9 = Bahan aktif karbosulfan 25 ST dengan dosis 2000 ml/100 kg benih jagung;
I10 = Bahan aktif fipronil 500 FS dengan dosis 60 ml/100 kg benih jagung.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama, persiapan Spodoptera litura
sebagai hama uji percobaan. Tahap ini meliputi kegiatan pengambilan S. litura
Blok II
Blok I
Blok III
20
secara manual dan mass rearing di laboratorium. Kedua, penanaman tanaman
jagung pada media yang telah disiapkan. Tahap terakhir yaitu pengujian serta
pengamatan tanaman jagung yang telah diberi perlakuan benih dengan insektisida
sesuai perlakuan.
3.4.1 Persiapan Spodoptera litura sebagai ulat uji
Dalam tahapan persiapan hama uji dilakukan dengan pengambilan hama uji di
lapangan, selanjutnya dipelihara di laboratorium untuk memperoleh hama uji
dalam jumlah banyak dan seragam.
3.4.1.1 Pengambilan Spodoptera litura
S. litura diperoleh dari pengambilan pada tanaman jagung berumur 7-14 hst di
kebun jagung milik petani di Sinarjati, Hajimena, Natar, Kabupaten Lampung
Selatan. S. litura yang telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam toples
rearing. Dalam penelitian ini dibutuhkan ulat uji instar 3 sekitar 660 ekor , yang
diperoleh dari hasil perbanyakan massal (mass rearing) di Laboratorium Ilmu
Hama Tumbuhan.
3.4.1.2 Perbanyakan massal ulat Spodoptera litura
Ulat S. litura dipelihara di dalam toples berukuran sedang dengan tinggi 15,5 cm
dan diameter toples 14 cm. Tutup toples diganti kain kasa yang diikat karet
gelang. Satu toples diisi dengan 5-10 ekor ulat.
21
Pakan ulat dalam pemeliharaan ini berupa daun jarak kepyar. Sebelum diberikan
pada ulat, daun jarak kepyar dicuci terlebih dahulu pada air mengalir. Selanjutnya
daun jarak kepyar dilap dengan tisu sampai kering, setiap toples berisi ulat diberi
sekiar 5-10 helai daun. Toples disusun dan ditempatkan pada rak ukuran 5 m x 1
m x 3 m (Gambar 7). Penggantian pakan dan toples tempat perbanyakan
dilakukan setiap hari, serta dilakukan pembersihan rutin pada sisa pakan dan
kotoran ulat. Toples tidak boleh terlalu lembap agar bakteri, jamur dan virus tidak
cocok untuk berkembang.
Gambar 7. Rak tempat perbanyakan massal ulat S. litura
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
Ulat yang sudah memasuki fase pupa, dipindahkan ke toples berukuran sedang
lainnya. Sebelum diisi pupa toples dilapisi kertas HVS (hour vrij schrijfpapier),
kertas lapis ini untuk tempat imago meletakkan telurnya. Setiap toples diisi 5-10
pupa.
Ngengat yang muncul, diberi pakan madu yang diencerkan dengan air dengan
perbandingan 1: 4. Wadah kecil (tutup botol air mineral) diisi dengan larutan
madu dan diberi kapas, dipastikan larutan madu dan air tersebut akan meresap ke
22
kapas (Gambar 8). Madu yang ditempatkan pada wadah yang diberi kapas tidak
cepat mengering.
Gambar 8. Tempat madu sebagai pakan imago S. litura
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
Dalam penelitian ini dibutuhkan ulat instar 3 sekitar 660 ekor, yang diperoleh dari
hasil mass rearing di Laboratorium. Alasan penggunaan ulat instar 3 adalah
karena ulat fase ini paling merusak tanaman.
3.4.2. Persiapan tanam
Penanaman benih jagung dimulai dari penyiapan media tanam. Wadah media
adalah botol air mineral 1,5 liter tinggi 30 cm, yang dipotong menjadi dua bagian,
menjadi bagian dasar dan bagian atas/tutup. Tinggi botol bagian dasar kurang
lebih 8 cm dari dasar botol dan dilubangi untuk jalan keluarnya air pada saat
penyiraman tanaman. Pada bagian dasar ditempelkan lidi panjang 8 cm sebanyak
4 buah menggunakan lakban, yang berfungsi sebagai penyangga botol bagian atas
(Gambar 9).
Media tanam yang digunakan adalah campuran pasir dan zeolite dengan
perbandingan 1:1. Zeolite ini digunakan karena ada kandungan nutrisi dan mineral
didalamnya, selain itu warnanya putih agar lebih mudah mengamati ulat yang
23
terkapar mati. Media tanam disterilkan dengan oven selama 2 hari pada suhu
60ºC. Botol air mineral bagai wadah media tanam yang sudah disiapkan diisi
dengan campuran zeolit dan pasir steril sampai mencapai tinggi sekitar 5 cm dari
dasar botol. Jagung yang telah diberi perlakuan benih dengan insektisida
selanjutnya ditanam. Pada bagian atas botol, ditutup menggunakan kain kasa.
Pemeliharaan tanaman yang meliputi penyiraman dilakukan secara rutin setiap
sore hari. Selain penyiraman dilakukan juga pemberian air nutrisi A dan B MIX.
Volume air yang digunakan untuk melarutkan nutrisi adalah 60% dari volume air
yang tertulis pada kemasan nutrisi. Larutan nutrisi tersebut dilarutkan kembali
dengan air sebelum diaplikasikan ke tanaman. Setiap 5 ml nutrisi A dan 5 ml
nutrisi B, dicampurkan dengan 1 liter air. Penyiraman air nutrisi dilakukan
seminggu dua kali. Penyiraman dan pemberian air nutrisi dilakukan dengan
handsprayer.
Keterangan:
a. Kain kasa
b. Botol air mineral 1,5 ml
c. Ulat Spodoptera litura
d. Tanaman jagung
e. Media tanam (Pasir + zeolite)
f. Lakban
Gambar 9. Sketsa wadah penanaman benih jagung
(Foto: Tambunan, A.T.2018)
24
3.4.3 Infestasi ulat uji pada tanaman
Setiap botol air mineral 1,5 liter wadah media tanam ditanami dua benih jagung.
Tujuan dari penanaman 2 benih ini adalah satu benih untuk cadangan, jika ada
benih yang tidak tumbuh. Apabila benih tumbuh semua maka disisakan 1
tanaman. Infestasi ulat Spodoptera litura dilakukan ketika tanaman jagung
berumur 7 hari setelah tanam (hst).
Tanaman pada setiap wadah diinfestasi dengan 1 ekor ulat S.litura instar 3.
Infestasi ulat ke tanaman menggunakan kuas, yaitu dengan meletakkan ulat pada
daun tanaman. Infestasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sebagai ulangan atau
sebagai blok dalam percobaan. Infestasi ulat pada blok I dilakukan pada tanggal
03 Maret 2018, dan percobaan berlangsung sampai 24 Maret 2018. Infestasi ulat
kedua sebagai blok II dilakukan pada tanggal 11 April 2018, dan percobaan
berlangsung sampai 02 Mei 2018. Infestasi ulat ketiga sebagai blok III dilakukan
pada tanggal 11 Juni 2018, dan percobaan berlangsung sampai 02 Juli 2018.
3.5 Pengamatan
Pada percobaan ini dilakukan 2 jenis pengamatan yaitu pengamatan mortalitas
ulat uji dan pengamatan tingkat kerusakan tanaman.
3.5.1 Pengamatan mortalitas ulat uji
Efikasi insektisida ditentukan berdasarkan mortalitas (kematian) ulat uji.
Kematian ulat uji diketahui dengan cara mengamati ulat secara langsung, apakah
25
ulat mati ataukah masih hidup. Ulat yang telah mati ditunjukkan oleh adanya
bangkai ulat disekitar tanaman.
Pengamatan mortalitas dilakukan empat kali yaitu pada interval waktu 2, 7, 14,
dan 21 hari setelah infestasi (hsi). Pengamatan mortalitas hama uji meliputi larva
yang mati, larva yang hidup dan larva yang tidak normal. Data hasil pengamatan
ditabulasikan ke dalam tabel seperti pada (Tabel 2).
Tabel 2. Blangko pengamatan mortalitas ulat Spodoptera litura
Kelompok
(Ki)
Perlakuan
(Ii) Mati Hidup
Tidak
Normal
Atau
Hilang
Total
K1
I0
I1
I2
I3
I4
I5
I6
I7
I8
I9
I10
Keterangan:
Ki : Kelompok ke-i
Ii : Perlakuan ke-i
26
Menurut Simarmata (2015), persentase mortalitas (kematian) serangga dapat
dihitung menggunakan rumus seperti berikut:
M =
x 100%
Keterangan:
M = Mortalitas serangga (%)
n = Serangga yang mati (ekor)
N = Jumlah serangga yang diuji (ekor)
Sebelum melakukan perhitungan mortalitas, untuk mengontrol kematian yang
disebabkan oleh faktor lain harus terlebih dahulu dikoreksi dengan rumus Abbot
(1925, dalam Hasibuan, 2012). yaitu:
M (%) =
Keterangan:
M = Mortalitas
X = Persentase serangga uji yang mati pada perlakuan
Y = Persentase serangga uji yang mati pada kontrol
3.5.2 Pengamatan tingkat kerusakan tanaman
Selain pengamatan mortalitas (kematian) ulat uji dilakukan juga pengamatan
tingkat kerusakan tanaman. Pengamatan tingkat kerusakan tanaman dilakukan
dengan mengamati daun bekas gigitan ulat uji.
Pengamatan kerusakan daun akibat serangan hama uji pada tanaman dilakukan
empat kali yaitu pada 2, 7, 14, dan 21 hsi. Pengamatan kerusakan daun dilakukan
dengan memberi skor terhadap keparahan kerusakan daun akibat serangan hama
27
ulat uji pada tanaman jagung. Skor keparahan kerusakan daun tanaman seperti
pada Gambar 10.
Gambar 10. Kerusakan tanaman jagung akibat serangan ulat Spodoptera litura ;
A. Skor 0 (tidak rusak); B. Skor 1 (gejala rusak 1-20%); C. Skor 2
(gejala rusak 21-40%); D. Skor 3 (gejala rusak 41-60%); E. Skor 4
(gejala rusak 61-80%); F. Skor 5 (gejala rusak 81-100%) (Sembiring,
2013).
Tabel 3. Blangko pengamatan kerusakan tanaman
Ulangan (Ki) Perlakuan (Ii) Skor kerusakan
Jumlah 0 1 2 3 4 5
K1
I0
I1
I2
I3
....
I9
I10
Skor 0
Skor 1 Skor 2
Skor 3 Skor 4 Skor 5
B C A
D E F
28
Selanjutnya dilakukan penghitungan intensitas kerusakan tanaman oleh hama
yang merupakan besarnya tingkat kerusakan tanaman oleh hama tertentu pada
tanaman yang diamati, yang dihitung dengan rumus berikut (Sembiring, 2013).
Intensitas kerusakan (%) = ∑
x 100 %
Keterangan:
ni = jumlah tanaman rusak (terserang hama) pada tingkat skor kerusakan ke i
vi = nilai skor kerusakan tanaman oleh serangan hama
i = 0, 1, 2, 3, 4, 5
N = Jumlah tanaman yang diamati
Z = skor tertinggi kategori serangan hama
3.6 Analisis Data
Variabel dalam penelitian ini adalah mortalitas dan intensitas kerusakan tanaman.
Homogenitas data diuji menggunakan Uji Bartlett dan additivitas data diuji
dengan menggunakan Uji Tukey. Jika hasil uji tersebut memenuhi asumsi, maka
data dianalisis ragam (ANARA). Selanjutnya dilakukan pengujian pemisahan
nilai tengah perlakuan dengan uji LSD (Least Significance Different) pada taraf
5%.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Insektisida yang diaplikasikan sebagai perlakuan benih jagung nyata
berpengaruh terhadap mortalitas ulat uji dan intensitas kerusakan tanaman.
2. Insektisida tiametoksam 350 FS dengan dosis 400 ml/100 kg benih jagung dan
campuran insektisida tiametoksam 350 FS dengan A17960A 600 FS dengan
dosis 400+72 ml/100 kg benih jagung lebih cepat membunuh ulat Spodoptera
litura daripada insektisida perlakuan benih lainnya.
3. Campuran insektisida tiametoksam 350 FS dengan A17960A 600 FS dengan
dosis 400+72 ml/100 kg benih, insektisida A1908A 480 FS dengan dosis 300
ml/100 kg benih jagung, insektisida karbosulfan 25 ST dengan dosis 2000
ml/100 kg benih jagung, insektisida fipronil 500 FS dengan dosis 60 ml/100
kg benih jagung lebih efektif menurunkan intensitas kerusakan tanaman,
daripada insektisida perlakuan benih lainnya.
38
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis yaitu
1. Perlu dilakukan penelitian di lapangan untuk mengetahui pengaruh insektisida
terhadap mortalitas ulat S. litura dalam kondisi lingkungan yang berbeda dari
kondisi di rumah kaca.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang perlakuan benih dengan insektisida
pada komoditas selain jagung.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang efikasi insektisida perlakuan benih
jagung terhadap hama selain S. litura.
39
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Jagung Menurut Provinsi (Ton) Tahun
1993-2015. https://bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/868. Diakses pada
tanggal 01 Maret 2018.
Dinariani, Heddy, Y.B.S., dan Guritno, B. 2014. Kajian penambahan pupuk
kandang kambing dan kerapatan tanaman yang berbeda pada pertumbuhan
dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Surt). Jurnal Produksi
Tanaman. 2(2) : 128-136.
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. 85 hlm.
Hasibuan, R. 2012. Insektisida Pertanian. Lembaga Penelitian Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 149 hlm.
Hendrival, Latifah, dan Hayu, R. 2013. Perkembangan Spodoptera litura F.
(Lepidoptera: Noctuidae) pada kedelai. J. Floratek. 8: 88 - 100.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops In Indonesia. Translated and Revised
By P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hlm.
Lestari, S., Ambarningrum, T.B., dan Pratiknyo. H. 2013. Tabel hidup Spodoptera
litura Fabr. dengan pemberian pakan buatan yang berbeda. Jurnal Sain
Veteriner. 31(2) : 199-179.
Mohally, A. 1987. Pengaruh Perlakuan Marshal 25 ST pada Berbagai Vigor
Benih terhadap Pertumbuhan Bibit Kedelai ( Glycine Max). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 9 hlm.
Paramita, K.S., Wahyu, G., dan Kuswantoro, H. 2017. Intensitas Serangan Ulat
Spodoptera Litura F. pada Genotipe Kedelai. Balai Penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi. Malang.
Sembiring, N., Tarigan, M.U., dan Lisnawita. 2013. Tingkat serangan ulat
kantong metisa plana walker (lepidoptera: psychidae) terhadap umur
tanaman kelapa sawit (elaeis guineensis jacq.) Di kebun matapao pt. Socfin
Indonesia. Jurnal Online Agroteknologi. 1(4) : 1235-1243.
40
Safirah, R., Widodo, N., dan Budiyanto, M.A.K. 2016. Uji efektifitas insektisida
nabati buah Crescentia cuj ete dan bunga Syzygium aromaticum terhadap
mortalitas Spodoptera litura secara in vitro sebagai sumber belajar biologi.
Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 2(3) : 265-276.
Simarmata, D.R.N. 2015. Uji aplikasi jamur Beauveria bassiana (Balsamo) Vuill.
terhadap symphylid yang hidup pada tanah berbahan organik dan tanpa
bahan organik di Laboratorium. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 60 hlm.
Sunarto, D. A. dan Nurindah. 2011. Pengaruh perlakuan benih dengan insektisida
imidakloprit terhadap pengendalian hama utama tanaman kapas varietas seri
kanesia. Jurnal Agrivigor. 4(2) :70-78.
Surtikanti. 2011. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Jagung dan
Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Universitas Gadjah
Mada. 18 Desember 2016. 14 hlm.
Syahputra, E. dan Endarto, O. 2012. Aktivitas Insektisida ekstrak tumbuhan
terhadap Diaphorina citri dan Toxoptera citricidus serta pengaruhnya
terhadap tanaman dan predator. Bionatura-Jurnal Ilmu Hayati dan Fisik.
14(3) : 207– 214.
Syngenta. 2006. Cruiser: exploring the Thiametoxam Vigor TM Effect.
http://www. syngentaus.com/media/emedia_kits. Diakses pada 12 Desember
2017.
Syukur, M. dan Azis. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 130 hlm.
United States Department of Agriculture (USDA). 2016. Classification for
Kingdom Plantae Down to Species Zea mays. https://plants.usda.gov/
core/profile. Diakses pada tanggal 3 Februari 2017.
Yarnisah, A. 2010. Uji Patogenitas Beberapa Isolat SlNPV terhadap Tingkat
Mortalistas Ulat Grayak pada Tanaman Kedelai. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang. 70 hlm.