efikasi vaksin sel utuh aeromonas hydrophila pada … · dari induk kepada benih melalui imunisasi...
TRANSCRIPT
EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Aeromonas hydrophila PADA
INDUK LELE Clarias sp. DALAM MENINGKATKAN
KETAHANAN BENIH TERHADAP INFEKSI BAKTERI
Aeromonas hydrophila
KIKI AMALIA PRATIWI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Efikasi vaksin sel utuh
Aeromonas hydrophila pada Induk Lele Clarias sp. dalam meningkatkan
Ketahanan Benih Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Kiki Amalia Pratiwi
NIM C14110006
ABSTRAK
KIKI AMALIA PRATIWI. Efikasi Vaksin Sel utuh Aeromonas hydrophila pada
Induk Lele Clarias sp. dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap Infeksi
Bakteri Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh SUKENDA dan RAHMAN.
Transfer kekebalan dari induk kepada benih melalui imunisasi pasif
merupakan salah satu cara untuk memberikan proteksi pada benih. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisa efektivitas vaksinasi sel utuh pada induk dalam
transfer kekebalan ke benih dan menguji ketahanan benih hasil pemijahan induk
yang divaksin. Induk lele yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot rata-
rata 650 ± 50 g dipelihara di kolam terpal berukuran 2 x 1 x 0,5 m3. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Induk
betina lele divaksinasi secara intraperitonial dengan dosis 0,4 ml/kg ikan dan
induk lele kontrol disuntik dengan phospate buffer saline (PBS). Parameter yang
diamati meliputi hematologi induk, mortalitas, tingkat kelangsungan hidup relatif
benih, titer antibodi, dan kualitas air pemeliharaan. Pengukuran titer antibodi pada
induk, telur, dan benih lele umur 5 hari, 10 hari, dan 15 hari menggunakan metode
aglutinasi. Vaksinasi induk lele memberikan hasil level antibodi yang signifikan
(P<0.05) pada benih lele dibandingkan perlakuan kontrol dengan tingkat
kelangsungan hidup relatif benih umur 5 hari, 10 hari, dan 15 hari masing-masing
sebesar 67,76%, 82,66%, dan 71,66%.
Kata kunci: ikan lele, Aeromonas hydrophila, vaksinasi, transfer antibodi
ABSTRACT
KIKI AMALIA PRATIWI. Efficacy Whole Cell Vaccine Aeromonas hydrophila
of the Freshwater Catfish Broodstock and it’s Offspring Resistance Againt
Aeromonas hydrophila. Supervised by SUKENDA and RAHMAN.
Transfer of maternal immunity by mean passive immunization is a way to
provide protection and durability of antibodies on the offspring. The purpose of
this research is to analize the effectiveness of vaccinations on the female catfish
delivering immunity, and offspring resistance. The average body weight of
broodstock used in this study were 650 ± 50 g were kept in pool tarps sized 2 x 1
x 0,5 m3. This study used a randomized complete design with 2 treatments and 3
replications. Female broodstock were vaccinated using intraperitonial injections at
a dose 0,4 ml/kg and control fish were injected with phospate buffer saline (PBS).
The observed parameters include hematology of broodstock, mortality, the
relative survival rate, antibody titers, and water quality. Antibody titer
measurements on broodstock, eggs, and catfish 5 days, 10 days, and 15 days,
performed using agglutination method. Vaccination on broodstock catfish delivers
a significant antibody level (P<0.05) on offspring compared to control catfish with
relative survival rate of offspring 5 days, 10 days, and 15 days respectively of
67,76%, 82,66%, and 71,66%.
Keywords: Catfish, Aeromonas hydrophila, vaccination, antibody transfer
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Aeromonas hydrophila PADA
INDUK LELE Clarias sp. DALAM MENINGKATKAN
KETAHANAN BENIH TERHADAP INFEKSI BAKTERI
Aeromonas hydrophila
KIKI AMALIA PRATIWI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi
Nama NlM
: Efikasi Vaksin Sel Utuh Aeromonas hydrophila pada Induk Ikan Lele Clarias sp. dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
: Kiki Amalia Pratiwi : C14110006
Disetujui oleh
...
Pembimbing I Rahmarl,SPi, MSi
Pembixhbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus: 1 0 DtC L015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini adalah
imunitas maternal, dengan judul Efikasi Vaksin Sel Utuh Aeromonas hydrophila
pada Induk Lele Clarias sp. dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap
Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Wagirin, ibu Sulami, selaku kedua orang tua, adik-adik tercinta
Afriantri Wibowo dan Rahmadani Dwi Syafitri yang terus memberikan
dukungan doa serta motivasi kepada penulis.
2. Bapak Dr Ir Sukenda, MSc dan bapak Rahman, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi.
3. Bapak Dr Ir Sukenda, MSc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan
4. Partner selama penelitian Ridhana Dwi Meilita dan Rafsyanzani yang selalu
bersama dalam suka dan duka selama penelitian.
5. BDP 48 dan LKI’ers (Mulya, Dhana, Hana, May, Syifa, Dhila, Fenti, Risma,
Hesti, Kak Dian, Kak Dinda, Maley, Iqbal, Zani, Adel, Adhiet, Andini dan
Dyah Anggun P.) atas bantuannya.
6. Pak Ranta, dan Kak Dendi yang telah banyak membantu dan memberikan
arahan selama penelitian.
7. Mas Aang yang sudah banyak membantu selama penelitian.
8. Amanah Haqqul Azli dan Dian Anggun yang telah memberikan dukungan,
dan bantuan selama penelitian.
9. Keluarga besar Departemen Budidaya Perairan, BDP 46, BDP 47, BDP 48, dan
BDP 49.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan di masa
depan. Demikian skripsi ini disusun semoga bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Kiki Amalia Pratiwi
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Materi Uji 2
Parameter Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Hasil 8
Pembahasan 9
SIMPULAN 12
Simpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 22
ii
DAFTAR TABEL
1 Perlakuan pengujian efikasi vaksinasi Aeromonas hydrophila 2 2 Kisaran kualitas air optimal pemeliharaan ikan lele 5 3 Pembacaan nilai titer antibodi 8 4 Hematologi dan titer antibodi induk 8 5 Tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS) pasca uji tantang 9 6 Rataan titer atibodi telur, dan benih umur 5, 10, 15 hari 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil validasi bakteri A.hydrophila menggunakan KIT API 20 E 16
2 Hasil penentuan Lethal Concetration 50% (LC 50%) 16 3 Hasil analisis statistik hematologi induk 17
4 Hasil analisis statistik titer antibodi induk setelah divaksin dengan 18 independent samples t-test
5 Hasil analisis parameter tingkat kematian benih umur 5 hari dengan
independent samples t-test 18 6 Hasil uji lanjut Duncan parameter tingkat kematian benih umur 10 hari 19 7 Hasil uji lanjut Duncan parameter tingkat kematian benih umur 15 hari 19 8 Hasil analisis statistik titer antibodi telur dengan independent samples t-
test 19
9 Hasil analisis statistik titer antibodi benih umur 5 hari dengan independent
samples t-test 20 10 Hasil analisis statistik titer antibodi benih umur 10 hari dengan
independent samples t-test 20
11 Hasil analisis statistik titer antibodibenih umur 15 hari dengan independent
t-test 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan budidaya air tawar,
karena teknologi budidayanya sudah banyak dikuasi oleh masyarakat dan
memiliki peluang pasar yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, pemeliharaan ikan lele
dikembangkan secara intensif. Menurut KKP (2015) produksi ikan lele meningkat
dari tahun 2010-2014 sebesar 613.120 ton. Peningkatan produksi tersebut
mencakup pembenihan dan pembesaran. Dalam kegiatan pembesaran
membutuhkan pasokan benih secara kontinu untuk memenuhi target produksi
KKP pada tahun berikutnya.
Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis, sehingga mudah
terinfeksi suatu penyakit. Benih yang dihasilkan harus dalam keadaan sehat dan
terbebas dari penyakit. Penyakit yang sering menyerang ikan lele khususnya pada
kegiatan pembenihan adalah penyakit motile aeromonad septicemia (MAS).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
Bakteri A. hydrophila adalah bakteri oportunis dan banyak ditemukan di
lingkungan air tawar dan air payau. A. hydrophila disebut sebagai bakteri
oportunis karena biasanya dapat menimbulkan masalah pada saat ikan sedang
mengalami stres (Gardenia et. al 2010). Bakteri ini cukup virulen khususnya pada
ikan lele, karena dapat menyebabkan tingkat kematian lebih dari 60% dalam
waktu 7 hari (Pramudita et. al 2013).
Menurut Ghenghesh et al. (2008) Aeromonas sp. hidup pada suhu optimum
22-350C. Sebagian dari bakteri golongan ini mampu hidup pada suhu yang
berkisar antara 0-450C. Nilai pH bagi bakteri Aeromonas sp. untuk dapat tumbuh
berkisar antara 5,5-9,0. Ciri-ciri bakteri ini diantaranya bergerak dengan single
polar flagellum, memiliki gram negatif, dan dapat memfermentasi glukosa.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perkembangan gejala penyakit
eksternal dan internal pada ikan akibat terinfeksi bakteri A. hydrophila
diantaranya berenang tidak aktif, terlihat lemas, terdapat luka di daerah bekas
suntikan, bagian perut mengembung bengkak, rongga perut penuh dengan cairan
kuning, usus berwarna kuning, ginjal lembek dan berwarna pucat, lambung
mengembung berisi air, hati merah kehitaman, serta jantung, insang, usus menjadi
pucat ( Mulia dan Purbomartono 2007).
Pengendalian penyakit MAS awalnya banyak menggunakan antibiotik yang
mengakibatkan dampak negatif, sehingga menjadikan bakteri A. hydrophila dan
bakteri-bakteri di lingkungan menjadi resisten terhadap antibiotik, serta
musnahnya bakteri menguntungkan yang sensitif. Pemakaian antibiotik dapat
menimbulkan residu pada ikan dan akan membahayakan kesehatan konsumen
apabila dikonsumsi (Wahjuningrum et al. 2010).
Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan alternatif lain untuk
kegiatan pencegahan terhadap penyakit pada stadia benih berupa vaksinasi induk
atau transfer kekebalan maternal menggunakan bakteri sel utuh yang tidak
berdampak negatif, tidak menimbulkan residu pada ikan dan tidak membahayakan
kesehatan konsumen apabila dikonsumsi serta ramah lingkungan. Transfer
kekebalan maternal menggunakan bakteri sel utuh merupakan cara untuk
2
memberikan proteksi antibodi dan ketahanan pada benih, sehingga mengurangi
angka kematian akibat serangan penyakit.
Penelitian sebelumnya mengenai pemberian vaksin dengan menggunakan
sel utuh bakteri Streptococcus agalactiae pada induk nila Oreochromis niloticus
dapat memberikan transfer kekebalan maternal pada benih nila, sehingga
memberikan tingkat proteksi yang tinggi dengan nilai tingkat kelangsungan hidup
relatif rataan mencapai 84.92% (Firdausi 2014), sedangkan transfer kekebalan
maternal mengunakan sel utuh bakteri A. hydrophila dengan metode formaline
killed cell (FKC) terhadap ikan lele Clarias sp. yang disuntikkan ke induk lele
untuk melindungi benih belum pernah diteliti. Sehubungan dengan itu, perlu
dikaji efikasi vaksin sel utuh A. hydrophila pada induk lele dalam meningkatkan
ketahanan benih terhadap infeksi bakteri A. hydrophila.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas vaksinasi sel utuh
pada induk betina ikan lele dalam mentransferkan kekebalan ke anaknya dan
menguji ketahanan benih hasil pemijahan induk yang telah divaksin.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2015. Penelitian
dilaksanakan di Kolam Budidaya Lele Kompleks Ciampea Asri, Kecamatan
Ciampea, Bogor, di Laboratorium Lingkungan, dan Laboratorium Kesehatan
Organsime Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 2
perlakuan dan 3 ulangan. Rancangan penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan pengujian efikasi vaksinasi A. hydrophila Perlakuan Vaksinasi Uji Tantang
Induk kontrol Tidak divaksin -
Induk divaksin Divaksin -
Benih kontrol - Diuji tantang
Benih divaksin - Diuji tantang
Prosedur Penelitian
Persiapan Wadah Induk
Wadah pemeliharaan induk yang digunakan berupa kolam terpal ukuran 2 x
1 x 0,5 m3 sebanyak 2 buah. Kolam dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa
kotoran lumut yang menempel dan pakan pada pemeliharaan sebelumnya. Kolam
dicuci bersih dan dikeringkan selama 24 jam. Kolam yang sudah bersih
3
selanjutnya diisi air dan didesinfeksi menggunakan virkon dengan dosis 1,2 ppm
dan didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, kolam sudah dapat digunakan
sebagai wadah pemeliharaan.
Pemilihan Induk
Pemilihan induk dilakukan dengan cara pengukuran panjang, penimbangan
bobot tubuh, dan pengecekan tingkat kematangan gonad induk TKG II.
Pengecekan TKG induk lele betina dapat dilakukan dengan mengambil sel telur
pada kantung telur menggunakan selang kanulasi/kateter. Telur yang sudah
matang akan terpisah satu dengan yang lainnya jika diraba. Sebanyak 30 ekor
induk lele yang diamati, didapatkan 9 ekor induk dalam kondisi yang sehat dan
masih dalam TKG II.
Penebaran dan Pemeliharan Induk
Induk lele pada penelitian ini berasal dari Kolam Budidaya Lele Kompleks
Ciampea Asri Kecamatan Ciampea, Bogor. Jumlah induk jantan dan betina yang
ditebar pada kolam pemeliharaan tiap perlakuan masing-masing 3 ekor induk,
dengan bobot rata-rata 650 ± 50 g dan panjang rata-rata 43.5 ± 5.5 cm. Induk
kemudian dipelihara dalam kolam terpal ukuran 2 x 1 x 0.5 m3 yang terpisah
antara jantan dan betina yang selanjutnya diadaptasikan dengan kondisi
lingkungan dan pakan selama 2 minggu.
Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan selama pemeliharaan berupa pelet. Pemberian pakan
dilakukan secara at satiation (sekenyang-kenyangnya). Frekuensi pemberian
pakan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari
pukul 16.00 WIB.
Karakterisasi Bakteri dan Peningkatan Virulensi
Karakterisasi bakteri dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri yang akan
digunakan pada penelitian ini adalah murni bakteri A. hydrophila. Bakteri
diisolasi di media TSA dari organ ginjal, hati, dan luka ikan yang terinfeksi
bakteri tersebut, lalu diinkubasi di inkubator suhu 29-300C selama 24 jam. Bakteri
yang tumbuh dimurnikan dan dikarakterisasi ulang. Karakterisasi bakteri pada
penelitian ini dilakukan dengan pewarnaan gram, uji biokimia berupa uji OF,
motilitas, oksidase, dan katalase, serta validasi bakteri menggunakan KIT API 20
E.
Hasil karakterisasi menunjukkan bakteri yang digunakan adalah murni
bakteri A. hydrophila, yaitu hasil uji pewarnaan gram negatif, dan bentuk
morfologi batang pendek. Pada uji biokimia dihasilkan oksidase positif, katalase
positif, motilitas positif, dan bersifat fermentatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Daskalov (2005) bahwa A. hydrophila merupakan gram negatif, fakultatif anaerob,
non-sporeforming, bergerak dengan single polar flagellum, katalase-positif,
batang oksidase-positif, dan dapat memfermentasi glukosa. Hasil validasi bakteri
A. hydrophila dapat dilihat pada Lampiran 1.
Peningkatan virulensi bakteri juga dilakukan dengan menyuntikkan 0.1 ml
biakan cair bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 107 CFU/ml secara
intramuskular ke masing-masing ikan lele yang sehat. Ikan yang diinfeksi A.
4
hydrophila diamati gejala klinisnya yang menandakan ikan uji sudah sakit.
Bakteri kemudian direisolasi kembali setiap 1 minggu sekali dalam media TSA.
Pembuatan Vaksin
Biakan bakteri A. hydrophila pada media agar miring diambil 1 ose dan
dikultur dalam media TSB sebanyak 25 ml secara aseptik, diinkubasi pada water
shaker suhu 29-300C kecepatan 140 rpm selama 24 jam untuk mendapatkan
kepadatan bakteri 1.29 x 109 CFU/ml. Biakan bakteri ditambahkan buffer neutral
formaline (BNF) 3%, dan diinkubasi kembali selama 24 jam untuk inaktivasi
bakteri. Hasil inkubasi biakan bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 30 menit, sehingga terpisah antara natan dan supernatan. Supernatan
dibuang, sedangkan natan hasil sentrifugasi di cuci dengan phosphate buffer
saline (PBS) sebanyak 2 kali. Pencucian PBS pertama untuk menghilangkan
media dan ekstraselular, sedangkan pencucian PBS kedua untuk menghilangkan
formalin. Selanjutnya natan ditambahkan PBS sesuai dengan volume awal (Evans
et al. 2004).
Sampel vaksin diuji viabilitasnya dengan ditumbuhkan pada media TSA dan
diinkubasi selama 24 jam. Tujuan uji viabilitas adalah untuk pengecekan
keamanan vaksin murni yang menimbulkan kekebalan terhadap patogen dan
untuk memastikan sel bakteri yang digunakan sudah tidak aktif lagi dengan
melihat tumbuh atau tidaknya koloni bakteri pada media TSA.
Pemberian Vaksin dan Pemijahan Induk Induk betina divaksinasi dengan dosis 0.4 ml/kg secara intraperitonial (IP).
Induk betina diberi tanda untuk membedakan antar perlakuan. Prinsip pemberian
vaksin dilakukan setelah induk dipuasakan sedikitnya 24 jam, dan induk yang
digunakan dalam keadaan sehat, tidak terserang penyakit. Induk betina yang
sudah divaksin dipelihara hingga memijah.
Proses pemijahan pada penelitian ini dilakukan secara alami yaitu pada
pukul 17.00 WIB. Kolam pemijahan diisi air dengan ketinggian air 30 cm. Kolam
pemijahan dilengkapi dengan sistem aerasi yang diletakkan pada sisi-sisi kolam.
Selanjutnya media pemijahan berupa kakaban dimasukkan dalam kolam dan
diberi penahan agar kakaban tetap berada pada dasar kolam. Induk jantan dan
betina kemudian dicampur pada kolam agar terjadi proses pemijahan. Proses
pemijahan dilakukan sekitar 4 minggu sejak pemberian vaksin. Telur yang telah
terbuahi sebagian diambil untuk dilakukan pengukuran titer antibodi, dan
sebagian lagi ditetaskan di kolam penetasan.
Penetasan Telur dan Pemeliharaan Benih
Telur lele diinkubasi hingga menetas dalam kolam terpal ukuran 2 x 1 x 0.5
m3 yang ditutupi dengan jaring paranet. Kolam penetasan juga dilengkapi dengan
sistem aerasi. Selama proses penetasan telur suhu dijaga pada kisaran 29-310C.
Selama pemeliharaan benih diberi pakan alami berupa cacing beku yang dimulai
pada hari ke-4 (setelah kuning telur habis) hingga hari ke-15. Setelah berumur 15
hari benih diberi pakan serbuk. Pemberian pakan selama pemeliharaan benih
dilakukan secara at satiation (sekenyang-kenyangnya) 3 kali dalam sehari yaitu
pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 12.00 WIB, dan sore hari pukul
16.00 WIB.
5
Penentuan Lethal Concentration50 (LC50)
Penentuan LC50 dilakukan berdasarkan metode Reed & Muench (1938)
yaitu penentuan konsentrasi bakteri yang menyebabkan kematian hingga 50%
yang akan dijadikan sebagai acuan pada uji tantang. Benih umur 10 hari pasca
tetas sebanyak 20 ekor direndam dalam larutan bakteri dengan kepadatan 106, 107,
dan 108 CFU/ ml selama 1 jam dan diamati mortalitasnya selama 14 hari.
Uji Tantang (challenge test) Benih
Uji tantang dilakukan untuk mengetahui efikasi vaksin pada benih. Benih
yang digunakan pada uji tantang adalah benih berumur 5 hari, 10 hari, dan 15 hari
hasil dari induk yang divaksinasi. Wadah yang digunakan berjumlah 9 buah,
berdiameter 20 cm dengan tinggi air 15 cm dan dilengkapi dengan 2 buah aerasi
pada masing-masing perlakuan. Sebanyak 20 ekor benih dimasukkan kedalam
masing-masing wadah. Konsentrasi bakteri yang digunakan adalah yang sama
dengan yang dihasilkan pada LC 50% yaitu 106 CFU/ml. Benih direndam pada
larutan bakteri selama 1 jam, selanjutnya dikembalikan pada media pemeliharaan
dan diamati mortalitasnya hingga 14 hari.
Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, DO, dan TAN. Pengukuran suhu
dilakukan setiap hari pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB. Pengukuran pH, DO,
dan TAN dilakukan pada awal, dan akhir pemeliharaan. Pengukuran kualitas air
optimum ikan lele terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas air optimum ikan lele Parameter kualitas air Satuan Alat ukur Kualitas air optimal
(SNI 01-6484.5-2002)
Suhu 0C Termometer 25-300C
pH - pH meter 6.5-8.5
DO ppm DO meter >4
TAN ppm Spektrofotometer <0.01
Parameter Penelitian
Hematologi Induk
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari komponen sel darah serta
kelainan fungsional dari sel tersebut. Hematologi juga merupakan parameter
pengecekan status kondisi kesehatan ikan melalui pengamatan gambaran darah.
Pemeriksaan gambaran darah sangat perlu terutama pada keadaan patologis
tertentu. Hematologi yang diamati pada induk dalam penelitian ini meliputi total
eritrosit (106 sel/mm3), total leukosit (104 sel/mm3), kadar hematokrit (%), dan
kadar hemoglobin (g%) induk. Selain itu, pengambilan darah induk juga
digunakan untuk pengamatan titer antibodi. Pengukuran hematologi dan titer
antibodi pada induk dilakukan sebelum dan setelah vaksinasi.
Total eritrosit
Perhitungan total eritrosit (sel darah merah) mengacu pada metode Blaxhall
(1972). Sampel darah dihisap dengan pipet berskala hingga 0.5. Larutan Hayem’s
6
ditambahkan hingga skala 101. Darah dan larutan Hayem’s dalam pipet
digoyangkan membentuk angka delapan hingga homogen selama 3-5 menit.
Tetesan pertama dibuang, dan tetesan berikutnya diletakkan pada haemositometer,
lalu ditutup dengan cover glass dan diamati dengan mikroskop. Perhitungan
dilakukan pada 5 kotak kecil haemositometer. Rumus menghitung total eritrosit
adalah sebagai berikut:
SDM = Jumlah darah
Volume darah x 25 x
1
Volume kotak x Faktor pengencer
Total Leukosit
Perhitungan total leukosit (sel darah putih) berdasarkan metode Blaxhall
(1972). Sampel darah dihisap dengan pipet berskala hingga 0.5, kemudian
ditambahkan dengan larutan Turk’s hingga skala 11. Kedua larutan tersebut
digoyangkan membentuk angka delapan hingga larutan homogen selama 3-5
menit. Tetesan pertama dibuang, lalu tetesan berikutnya diletakkan pada
haemositometer, ditutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop.
Jumlah leukosit dihitung sebanyak 5 kotak. Rumus menghitung total leukosit
adalah sebagai berikut:
SDP = Jumlah darah
Volume darah x 25 x
1
𝑉olume kotak x Faktor pengencer
Kadar hematokrit
Sampel darah dimasukkan ke tabung hematokrit hingga volume ¾ tabung,
lalu disumbat dengan crystoceal, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit, dan diukur panjang endapan yang terbentuk. Rumus untuk
menghitung kadar hematokrit sebagai berikut:
Hc (%) = Panjang endapan
Panjang total x 100
Kadar hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dilakukan dengan metode sahli yang
mengkonversi darah ke dalam bentuk asam hematin setelah ditambah dengan
asam klorida. Darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau pada
skala 0.02, lalu dipindahkan ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0.1 N
sampai skala 10, diaduk dan dibiarkan selama 3-5 menit. Selanjutnya, aquades
ditambahkan sampai warna darah dan HCl seperti warna larutan standar yang ada
dalam Hb meter. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan
dengan skala tabung sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang berarti
banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Maswan 2009).
Tingkat Kematian (MR)
Tingkat kematian (mortalitas) adalah perbandingan jumlah ikan yang mati
pascauji tantang dengan ikan awal. Mortalitas dapat dihitung menggunakan
rumus:
MR (%) = Nm
N0𝑥 100
7
Keterangan:
MR = Tingkat kematian (%)
Nm = Jumlah ikan yang mati (ekor)
N0 = Jumlah ikan awal (ekor)
Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif (RPS)
Tingkat kelangsungan hidup relatif dihitung untuk mengetahui efektivitas
vaksin yang diberikan pascauji tantang. Tingkat kelangsungan hidup relatif dapat
dihitung menggunakan rumus:
RPS (%) = (1-Mv
Mc ) x 100
Keterangan:
RPS = Tingkat kelangsungan hidup relatif (%)
Mv = Mortalitas benih hasil induk yang divaksinasi (%)
Mc = Mortalitas benih hasil induk kontrol (%)
Titer Antibodi
Pengujian titer antibodi dilakukan pada plasma darah induk pada saat
sebelum divaksin dan setelah proses pemijahan, ekstrak telur, serta cairan tubuh
benih lele umur 5 hari, 10 hari, dan 15 hari. Pada induk plasma darah diambil
dibagian vena caudal menggunakan syringe. Darah yang diambil dimasukkan ke
tabung eppendorf, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
hingga terpisah antara darah dan plasma. Plasma diambil menggunakan
mikropipet, dan ditampung dengan tabung eppendorf yang kosong. Eppendorf
yang berisi plasma diinkubasi suhu 440C selama 20 menit untuk menginaktifkan
komplemen (Sakai 1981). Serum kemudian disimpan pada suhu 40C untuk
pengamatan titer antibodi.
Pengukuran titer antibodi untuk ekstrak telur diperoleh dengan mengambil
30 butir telur, sedangkan benih lele diambil sebanyak 5 ekor pada setiap pengujian.
Telur dan benih lele dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan menggunakan kertas
saring, dihomogenkan dengan PBS-tween (0.13 ml tween dalam 500 PBS) rasio
1:4 v/v dengan cara digerus, dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit. Terdapat tiga lapisan yang dihasilkan saat sentrifuse yaitu
lapisan pertama berupa lemak, lapisan kedua berupa serum darah dan cairan tubuh
yang bercampur dengan PBS serta lapisan ketiga berupa endapan cangkang telur
dan jaringan ikan. Lapisan kedua diasumsikan sebagai lapisan serum darah dan
cairan tubuh yang diambil dan diinaktifkan komplemennya dengan pemanasan
suhu 470C selama 30 menit, yang selanjutnya dilakukan pengamatan titer antibodi
(Sakai 1981).
Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode aglutinasi menggunakan
microplate (Roberson et al. 1990). Larutan PBS sebanyak 50 µl dimasukkan
kedalam lubang sumur ke-2 sampai lubang sumur ke-12. Serum darah sebanyak
50 µl dimasukkan kedalam lubang sumur ke-1 sebagai kontrol positif. Serum yang
akan diukur dimasukkan sebanyak 50 µl pada lubang sumur ke-2 diaduk hingga
homogen menggunakan mikropipet, lalu dilakukan pengenceran berseri dari
lubang sumur ke-2 ke lubang sumur ke-3 dan seterusnya hingga lubang sumur ke-
8
11, selanjutnya dibuang 50 µl. Bakteri (konsentrasi 109 CFU/ml) sebanyak 50 µl
dimasukkan pada sumur lubang ke-1 hingga sumur lubang ke-12 yang sudah
bercampur dengan serum dan PBS-saline. Microplate ditutup menggunakan
plastik wrap agar tidak terjadi penguapan dan diinkubasi suhu 370C selama 24
jam. Adanya gumpalan-gumpalan seperti kabut pada lubang microplate
merupakan hasil positif terbentuknya titer antibodi. Titer antibodi dihitung sebagai
log 2 dari pengenceran tertinggi yang masih terjadi aglutinasi (Tabel 3).
Tabel 3. Pembacaan nilai titer antibodi Nomor lubang pengamatan
(n)
Pengenceran serum Titer antibodi (-log2)
1 1 : 2 1
2 1 : 4 2
: : :
: : :
11 1 : 2048 12
12 Kontrol (-)
Analisis Data Pengolahan data parameter titer antibodi induk, telur dan benih umur 5 hari,
10 hari dan 15 hari, serta hematologi induk menggunakan analisis uji independent
t-test dengan selang kepercayaan 95% menggunakan SPSS 16.0. Pengolahan data
tingkat mortalitas (MR) dan tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS) benih
dianalisis dengan analisis ragam selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan Hematologi Induk
Hasil pengamatan hematologi induk berupa total eritrosit, kadar hemoglobin,
dan kadar hematokrit menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antar perlakuan
(P>0.05), sedangkan pada total leukosit dan titer antibodi menunjukkan nilai yang
berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan. Data hasil pengamatan hematologi dan
titer antibodi induk dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hematologi dan Titer antibodi induk Parameter Kontrol Vaksin
Eritrosit (x 106 sel/mm3) 2.17 ± 0.24a 1.46 ± 0.10a
Leukosit (x 104 sel/mm3) 3.30 ± 0.80a 5.13 ± 2.23b
Hemoglobin (gram%) 6.10 ± 0.10a 6.50 ± 0.50a
Hematokrit (%) 29.93 ± 0.57a 29.44 ± 1.24a
Titer antibodi (-log 2) 3.00 ± 0.00a 5.66 ± 0.57b
Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang nilai standar deviasi pada baris yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif Benih (RPS) Pasca Uji Tantang
Hasil pengamatan tingkat mortalitas (MR) pasca uji tantang benih umur 5
hari, 10 hari, dan 15 hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan
9
(P<0.05), dengan tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS) benih berkisar antara
67.76-82.66%. Data hasil pengamatan RPS benih dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS) benih pasca uji tantang Uji Tantang Benih ( Hari) Perlakuan MR (%) RPS (%)
5 Kontrol 26. 67 ± 2.88a
Vaksin 8.33 ± 2.88b 67.76 ± 13.45
10 Kontrol 76.66 ± 23.09a
Vaksin 8.33 ± 2.88b 82.66 ± 2.30
15 Kontrol 46.66 ± 5.77a
Vaksin 13.33 ± 2.88b 71.66 ± 2.88
Rataan 74.05 ± 6.69
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai standar deviasi pada kolom yang
sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05).
Titer Antibodi
Hasil pengamatan pengujian titer antibodi telur, benih umur 5 hari, 10 hari,
dan 15 hari perlakuan vaksin menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05)
terhadap perlakuan kontrol. Kemudian nilai titer antibodi pada benih mengalami
penurunan seiring bertambahnya umur dengan nilai terendah yaitu pada perlakuan
kontrol dan vaksin benih umur 15 hari masing-masing 2.00 dan 3.33. Data rataan
hasil pengamatan titer antibodi telur, benih umur 5 hari, 10 hari, dan 15 hari dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan titer antibodi telur, dan benih lele umur 5 hari, 10 hari, dan 15
hari
Parameter Nilai Titer Antibodi (-log 2)
Kontrol Vaksin
Telur 2.66 ± 0.57a 4.33 ± 0.57b
Benih umur 5 hari 2.66 ± 0.57a 4.33 ± 0.57b
Benih umur 10 hari 2.33 ± 0.57a 3.66 ± 0.57b
Benih umur 15 hari 2.00 ± 0.00a 3.33 ± 0.57b
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai standar deviasi pada baris yang
sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05).
Pembahasan
Penyakit bakterial sering kali menyerang budidaya ikan air tawar termasuk
lele. Salah satu penyakit bakterial tersebut adalah MAS (motile aeromonad
septicemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri
ini mampu mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi pada ikan lele dalam
berbagai ukuran termasuk pada stadia benih. Identifikasi bakteri A. hydrophila
pada penelitian ini selain menggunakan uji biokimia dan pewarnaan gram, juga
dilakukan dengan menggunakan uji API (KIT). Identifikasi bakteri menggunakan
uji API (KIT) merupakan cara yang paling mudah dan dapat memberikan hasil
identifikasi yang akurat. Salah satu KIT yang digunakan untuk identifikasi bakteri
A. hydrophila adalah API 20 E. Hasil karakterisasi menunjukkan tingkat
keakuratan 98.5% bakteri A. hydrophila (Lampiran 1). Hasil positif ditunjukkan
pada uji ONPG, ADH, VP, GEL, GLU, MAN, SAC, MEL, dan ARA, sedangkan
10
hasil negatif ditunjukkan pada uji ODC, CIT, H2S, URE, TDA, IND, INO, SOR,
dan RHA (Lampiran 1).
Evaluasi kondisi kesehatan ikan dapat dilakukan melalui diagnosa gambaran
darah. Pengamatan hematologi induk pada penelitian ini dilakukan sebelum dan
setelah vaksinasi, dengan parameter yang diamati berupa total eritrosit (SDM),
total leukosit (SDP), kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin. Data hasil rataan
total eritrosit induk yang diperoleh berkisar antara 1.46-2.17x106 sel/mm3 (Tabel
4) dan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0.05).
Total eritrosit yang diperoleh pada penelitian ini masih berada pada kisaran
normal ikan lele sehat menurut Dopongtonung (2008) yaitu berkisar antara 1.05-
3.0x106 sel/mm3.
Kadar hemoglobin merupakan parameter yang menggambarkan kandungan
eritrosit dalam darah. Warna merah pada darah disebabkan adanya hemoglobin
yang berfungsi dalam transportasi oksigen dan karbon dioksida serta mencegah
keasaman darah yang terlalu tinggi (Angka 2005). Data hasil rataan kadar
hemoglobin yang diperoleh berkisar antara 6.10-6.50 g% (Tabel 4) dan
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0.05). Kadar
hemoglobin yang diperoleh pada penelitian ini masih dibawah batas normal ikan
lele sehat menurut Dopongtonung (2008) yaitu berkisar antara 10.3-13.5 g%.
Rendahnya kadar hemoglobin yang diperoleh pada penelitian ini baik pada
induk perlakuan kontrol maupun induk perlakuan vaksin diduga adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin tersebut seperti spesies, perbedaan
induk (genetik), kondisi nutrisi, aktivitas fisik, dan juga umur ikan (Wintoko et al.
2013). Selain hemoglobin, kadar hematokrit juga merupakan parameter yang
menggambarkan kandungan eritrosit dalam darah. Penentuan metode hematokrit
adalah metode yang paling akurat dibanding metode lain (jumlah eritrosit dan
kadar Hb) untuk menggambarkan kandungan eritrosit dalam darah (Angka 2005).
Kadar hematokrit ikan bervariasi bergantung pada faktor nutrisi dan umur
ikan. Anak ikan dengan nutrisi yang baik mempunyai kadar hematokrit lebih
tinggi daripada ikan dewasa atau anak ikan dengan nutrisi rendah. Data hasil
rataan kadar hematokrit induk yang diperoleh berkisar antara 29.44-29.93%
( Tabel 4) dan tidak adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).
Kadar hematokrit induk yang diperoleh pada penelitian ini masih berada di bawah
kisaran normal ikan lele sehat yaitu berkisar antara 30.8-45.5% (Dopongtonung
2008).
Penurunan nilai hematokrit pada ikan yang divaksinasi menunjukkan
adanya perubahan fisiologis akibat vaksinasi dalam tubuh ikan dan dapat
dijadikan indikator bahwa vaksin yang diberikan pada ikan memiliki dampak
positif dalam peningkatan total leukosit pada tubuh ikan (Wintoko et al. 2013).
Menurut Jawad et al. (2004) menyatakan bahwa kadar hematokrit ikan tinggi pada
awal maturasi, dan menurun pada saat ikan melakukan proses pemijahan, lalu
kadarnya akan meningkat kembali setelah memijah. Berdasarkan hasil tersebut,
dapat dikatakan bahwa pemberian vaksinasi pada induk tidak terlalu memberikan
pengaruh yang nyata terhadap perubahan gambaran darah pada total eritrosit,
kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin induk.
Total leukosit dalam darah menunjukkan kondisi kesehatan ikan. Ikan yang
mengalami stres yang disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan maupun
karena benda asing memperlihatkan respons kenaikan jumlah sel leukosit. Data
11
hasil rataan total leukosit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 3.30-
5.13x104 sel/mm3 (Tabel 4) dan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar
perlakuan (P<0.05), dimana terjadi peningkatan total leukosit pada induk setelah
vaksinasi sebesar 5.13x104 sel/mm3. Peningkatan total leukosit yang terjadi pada
induk setelah vaksinasi menunjukkan bahwa pemberian vaksin mampu
meningkatkan respon pertahanan seluler berupa peningkatan total leukosit
terhadap induk. Hal ini berkaitan dengan fungsi sel darah putih sebagai alat
pertahanan. Menurut Purwanti et al. (2014) peningkatan konsentrasi leukosit
berdampak positif untuk pembentukan antibodi, sehingga menunjukkan adanya
respon perlawanan tubuh terhadap zat asing.
Total leukosit juga digunakan sebagai penanda adanya patogen yang masuk
kedalam tubuh, mengakibatkan tubuh memproduksi lebih banyak leukosit. Dalam
hal ini peningkatan total leukosit akibat pemberian vaksin, secara tidak langsung
dapat meningkatkan respon imun alami yang ditandai dengan peningkatan sel
fagosit. Sel-sel fagosit tersebut memiliki hubungan korelasi terhadap uji titer
antibodi yang telah dilakukan, yaitu sel fagosit berfungsi sebagai pengenalan
antigen atau vaksin yang diberikan pada tubuh ikan (Wintoko et al. 2013).
Pada penelitian ini pemijahan induk dilakukan selama 4 minggu setelah
vaksinasi agar antibodi yang terbentuk dapat ditransferkan ke anaknya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Nur (2006) bahwa untuk membentuk kekebalan tubuh
(antibodi) diperlukan waktu yang cukup sejak pemberian vaksinasi, dan antibodi
baru terbentuk 1 minggu setelah vaksinasi dan kadarnya dalam serum meningkat
mencapai puncaknya setelah 10-15 hari.
Data titer antibodi yang diperoleh pada induk sebelum vaksinasi sebesar
3.00 (Tabel 4), dan cenderung meningkat setelah induk divaksinasi sebesar 5.66
(P<0.05) atau menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.
Adanya reaksi aglutinasi yang terbentuk pada induk sebelum vaksinasi disebabkan
adanya antibodi alamiah didalam tubuh ikan, serta diduga tempat pemeliharan
induk yang berada pada kolam terbuka memungkinkan terjadinya kontak dengan
agen patogen yang ada didalam lingkungan kolam, sehingga mengakibatkan
terjadinya antibodi alamiah (Firdausi 2014). Sedangkan peningkatan nilai titer
antibodi pada induk setelah vaksinasi diduga bahwa vaksinasi yang diberikan
pada induk mampu menginduksi terbentuknya antibodi didalam tubuh.
Untuk mengetahui potensi dan efikasi vaksinasi induk dalam memproteksi
benih, maka dilakukan uji tantang (challenge test) pada benih terhadap agen
patogen. Sistem yang digunakan sama dengan pemaparannya secara alami, untuk
itu uji tantang dilakukan secara perendaman dengan konsentrasi bakteri yang
digunakan adalah 106 CFU/ml. Data tingkat kematian (MR) pada benih umur 5
hari, 10 hari, dan 15 hari yang dihasilkan pasca uji tantang berkisar antara 8.33-
76.66% (Tabel 5), dimana secara keseluruhan tingkat kematian pada benih vaksin
lebih rendah (P<0.05) dibandingkan perlakuan benih kontrol. Hal ini
membuktikan bahwa vaksinasi mampu mengurangi tingkat kematian pada stadia
benih yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Kecenderungan yang sama
dibuktikan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan penurunan tingkat
kematian pada benih yang dihasilkan setelah pemberian vaksin pada induk yang
diinfeksi dengan sel utuh S. agalactiae (Firdausi 2014).
Data RPS yang didapatkan pasca uji tantang pada benih berkisar antara
67.76-82.66% (Tabel 5). Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa
12
benih umur 5 hari memiliki nilai RPS yang lebih rendah dibandingkan benih
umur 10 hari dan 15 hari. Hal ini terjadi karena peluang kematian yang dihasilkan
pada awal pemeliharaan benih cukup tinggi. Hal ini disebabkan pada awal
pertumbuhannya organ pembentuk respon imun darah atau dikenal dengan organ
limfomieloid seperti timus, ginjal depan, dan juga limpa belum berkembang,
sehingga diduga benih belum dapat memproduksi antibodi. Akan tetapi, secara
keseluruhan RPS benih yang dihasilkan lebih besar dari 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa vaksinasi sel utuh A. hydrophila pada induk efektif
meningkatkan titer antibodi pada benih.
Titer antibodi diamati pada telur dan benih lele umur 5 hari, 10 hari, dan 15
hari. Pengamatan titer antibodi pada telur dilakukan untuk membuktikan adanya
antibodi yang masuk pada telur. Data hasil titer antibodi pada telur berkisar antara
2.66-4.33 (Tabel 6), dan adanya nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antar
perlakuan, dimana titer antibodi pada telur vaksin lebih tinggi dibandingkan
perlakuan kontrol (Tabel 6). Titer antibodi yang tinggi pada telur vaksin diduga
terjadinya transfer antibodi dari induk ke telur. Antibodi yang terbentuk dan
dilepaskan dapat ditemukan dalam serum induk, yang kemudian ikut dalam aliran
darah (Swain & Nayak 2009).
Mulia dan Purbomartono (2007) menyatakan bahwa efektivitas vaksin
dalam menanggulangi penyakit MAS (motile aeromonad septicemia) pada lele
dumbo dipengaruhi oleh jenis vaksin atau sel bakteri yang digunakan sebagai
vaksin. Pemberian vaksin sel utuh pada benih melalui perendaman hasil dari
penelitian Evans et al. (2004) menunjukkan level proteksi yang cukup tinggi
dengan nilai RPS yang dihasilkan lebih dari 60%.
Titer antibodi yang dihasilkan pada benih berkisar antara 2.00-4.33, dimana
titer antibodi tertinggi terdapat pada benih umur 5 hari, dan kadarnya berkurang
pada benih umur 10 dan 15 hari (Tabel 7). Namun, secara keseluruhan titer
antibodi benih hasil induk yang divaksin memiliki titer antibodi lebih tinggi
(P<0.05) terhadap benih perlakuan kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Taukhid et al. (2012) bahwa kadar antibodi yang berasal dari induk, lalu ditransfer
ke benih ikan akan mengalami penurunan secara gradual seiring bertambahnya
umur benih.
SIMPULAN
Simpulan
Pemberian vaksin pada induk lele dapat menyebabkan transfer kekebalan
maternal ke benih. Titer antibodi tertinggi diberikan pada benih umur 5 hari dan
menurun secara gradual seiring bertambahnya umur benih lele. Tingkat proteksi
yang dihasilkan pada pemberian vaksinasi memberikan tingkat kelangsungan
hidup relatif pada umur benih 5 hari, 10 hari, dan 15 hari masing-masing sebesar
67.76%, 82.66%, dan 71.66%.
13
DAFTAR PUSTAKA
Angka 2005. Kajian penyakit motile aeromonad septicemia (MAS) pada ikan lele
dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatan dengan
fitofarmaka [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Blaxhall CP. 1972. The haematological assessment of the health of freshwater fish.
J. Fish Biol. 4: 593-604. doi: 10.1111/j.1095-8649.1972.tb05704.x.
Daskalov. 2005. The importance of Aeromonas hydrophila in food safety. Food
control. Departement of Food Hygiene, Technology and Control of
foods and foodstuffs. Faculty of Veterinary Medicine. Trakia University.
Bulgaria. 17: 476-483.doi: 10.1016/j.foodcont.2005.02.009.
Dopongtonung. 2008. Gambaran darah ikan lele Clarias sp. yang berasal dari
daerah Laldon-Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Evans JJ, Klesius HP, Shoemaker CA. 2004. Efficacy of Streptococcus agalactiae
(group B) vaccine in tilapia (Oreochromis niloticus) by intraperitoneal
and bath immersion administration. J. Vaccine. 22(37): 69-73.doi:
10.1016/j.vaccine.2004.03.012.
Firdausi PA. 2014. Vaksinasi induk ikan nila Oreochromic niloticus dengan sel
utuh dan ketahanan benih yang dihasilkannya terhadap infeksi
Streptococcus agalactiae [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gardenia L, Koesharyani I, Supriyadi H, Mufidah T. 2010. Aplikasi deteksi
Aeromonas hydrophila penghasil aerolysin dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR). Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur.
Ghenghesh SK, Ahmed F, El- Khalek AR, Al- Gendy A, Klena J. 2008.
Aeromonas-Associated infections in developing countries. J. Infect
Developing Countries. 2(2): 81-98.doi: 10.3855/jidc.277.
Jawad AL, Al-Mukhtar AM, Ahmed KH. 2004. The relationship between
haemotocrit and some biological parameters of the Indian shad,
Tenualosa ilisha (Family clupeidae). Animal Biodiversity and
Conservation. 27.2: 47-52.
[KKP] Kementerian Kelautan Perikanan. 2015. Laporan kinerja Direktorat
produksi tahun 2014 [internet].Tersedia dari: http://www.djpb.kkp.go.id
Maswan NA. 2009. Pengujian efektifitas dosis vaksin DNA dan korelasinya
terhadap parameter hematologi secara kuantitatif [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
14
Mulia SD, Purbomartono C. 2007. Perbandingan efikasi vaksin produk intra-dan
ekstraseluler Aeromonas hydrophila untuk menanggulangi penyakit
motile aeromonad septicemia (MAS) pada lele dumbo (Clarias sp.).
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci). IX (2): 173-181.
Nur I. 2006. Respon humoral ikan nila (Oreochromis niloticus Linne) yang
divaksinasi dengan konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila yang
berbeda. Jurnal WIPTEK. 14: 0854-0667.
Pramudita, Sarjito, Prayitno BS. 2013. Identifikasi bakteri agensia penyebab
motile aeromonas pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
berasal dari kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal. Journal of
Aquaculture Management and Technology. 2(2):1-19.
Purwanti CS, Suminto, Sudaryono A. 2014. Gambaran darah ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) yang diberi pakan dengan kombinasi pakan buatan
dan cacing tanah (Lumbricus rubellus). Journal of Aquaculture
Management and Technology. 3(2):53-60.
Reed LJ. Muench H. 1938. A. simple method of estimating fifty percent edpoints.
Am. J. Hygiene. 27 (3): 493-497.
Roberson BS. 1990. Bacterial agglutination. Di dalam: Tehniques in Fish
Immunology. USA (ID): SOS Publication.
Sakai DK. 1981. Heat inactivation of complement and immune hemolysis
reactions in rainbow trout, Masu Salmon, Coho Salmon, Goldfish, and
Tilapia. Bull. Japan. Soc.Sci. Fis. 47:565-571.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-6484.5-2002. 2002. Ikan lele dumbo
produksi kelas pembesaran di kolam [internet]. [diacu 2013 Agustus 12].
Tersedia dari: http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id/index.php.
Swain P, Nayak SK. 2009. Role of maternally derived immunity in fish. Journal
Fish & Shellfish Immunology. 27:89-99.doi: 10.1016/j.fsi.2009.04.008.
Taukhid, Purwaningsih U, Lustiastuti AM. 2012. Pengambangan vaksin inaktiv
bakteri Streptococcus agalactiae: Penentuan teknik aplikasi dan dosis
efektif vaksin melalui perendaman untuk pencegahan penyakit
Streptococcosis pada ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding
seminar. Bogor (ID). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.
Wahjuningrum D, Solikhah HE, Budiardi T, Setiawati M. 2010. Pengendalian
infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (Clarias sp.)
dengan campuran meniran (Phyllanthus niruri) dan bawang putih
(Allium sativum) dalam pakan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9(2): 93-
103.
15
Wintoko F, Setyawan A, Hudaidah S, Ali M. 2013. Imunogenisitas heat killed
vaksin inaktif Aeromonas hydrophila pada ikan mas (Cyprinus carpio).
Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1(2): 2302-3600.
16
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil validasi bakteri Aeromonas hydrophila menggunakan KIT API
20 E
Hasil karakterisasi bakteri Aeromonas hydrophila menggunakan KIT API 20 E Tests Active ingredients Hasil Uji
ONPG 2-nitrophenyl ßdgalactopyranoside Positif
ADH L-arginine Positif
ODC L-lysine Negatif
CIT L-ornithine Negatif
H2S Trisodium citrate Negatif
URE Sodium thiosulfate Negatif
TDA Urea Negatif
IND L-tryptophane Negatif
VP Sodium pyruvate Positif
GEL Gelatin (bovine origin) Positif
GLU D-glucose Positif
MAN D-mannitol Positif
INO Inositol Negatif
SOR D-sorbitol Negatif
RHA L-rhamnose Negatif
SAC D-sucrose Positif
MEL D-melibiose Positif
ARA Amygdalin Positif
Lampiran 2. Perhitungan nilai LC50
Kepadatan
Bakteri (CFU/ml)
∑ Ikan mati
(ekor)
∑ Ikan hidup
(ekor)
Ratio mati Kematian
(%)
108 20 0 1 100
107 15 5 0.75 75%
106 8 12 0.4 40%
Selang Proporsi = 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑎𝑠 50%−50%
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑎𝑠 50%−𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 50%
= 75−50
75−40
= 0.71~ 1
17
-Log LC50 = -log kematian diatas 50% + selang proporsi
= (-7) + 1
= 6
LC50 = 6
Lampiran 3. Hasil analisis statistik hematologi induk
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SDM vaksin 3 2,1765 0,245 0,14145
kontrol 3 1,46 0,1 0,05774
SDP vaksin 3 5,1324 2,236 0,46188
kontrol 3 3,3 0,8 1,29904
Hb vaksin 3 6,5 0,5 0,05774
kontrol 3 6,1 0,1 0,28868
Hc vaksin 3 29,44 1,24 0,33198
kontrol 3 29,935 0,575 0,7188
Independent t-test Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig.
(2tail
ed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
SDM
Equal
variances
assumed
1,201 ,335 -3,305 4 ,070 -,50500 ,15278 -,92918 -,08082
Equal
variances
not
assumed
-3,305 2,648 ,065 -,50500 ,15278 -1,02985 ,01985
SDP
Equal
variances
assumed
1,475 ,051 -,907 4 ,046 -1,25000 1,37871 -5,07790 2,57790
Equal
variances
not
assumed
-,907 2,498 ,043 -1,25000 1,37871 -6,18162 3,68162
Hb
Equal
variances
assumed
2,462 ,192 -1,359 4 ,266 -,40000 ,29439 -1,21736 ,41736
Equal
variances
not
-1,359 2,160 ,293 -,40000 ,29439 -1,58099 ,78099
18
assumed
Hc
Equal
variances
assumed
,955 ,384 2,564 4 , 420 2,03000 ,79176 -,16828 4,22828
Equal
variances
not
assumed
2,564 2,816 , 582 2,03000 ,79176 -,58544 4,64544
Lampiran 4. Hasil analisis statistik titer antibodi induk setelah divaksin dengan
independent samples t-test
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Titer kontrol 3 3,0000 ,00000 ,00000
vaksin 3 5,6633 ,57735 ,33333
Independent t-test Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Titer Equal
variances
assumed
16
0,016
-7,99
4
0,001
-2,66333
0,33333
-3,58882
-1,73785
Equal
Variances
not assumed
-7,99
2
0,015
-2,66333
0,33333
-4,09755
-1,22912
Lampiran 5. Hasil analisis statistik parameter tingkat kematian benih umur 5 hari
dengan independent samples t-test
Descriptives
perlakuan N Mean Std.Deviation Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean Min Max
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol - 3 0 0 0 0 0 0 0
kontrol + 3 26,6667 2,88675 1,66667 19,4956 33,8378 25 30
vaksin 3 8,3333 2,88675 1,66667 1,1622 15,5044 5 10
Total 9 11,6667 11,98958 3,99653 2,4507 20,8827 0 30
19
Lampiran 6. Hasil analisis statistik parameter tingkat kematian benih umur 10 hari
dengan independent samples t-test
Descriptive
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Min Max
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol - 3 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
kontrol + 3 76,6667 23,09401 13,33333 19,2980 134,0354 50,00 90,00
vaksin 3 8,3333 2,88675 1,66667 1,1622 15,5044 5,00 10,00
Total 9 28,3333 38,24265 12,74755 -1,0626 57,7292 ,00 90,00
Lampiran 7. Hasil analisis statistik parameter tingkat kematian benih umur 15 hari
dengan independent samples t-test
Descriptive
perlakuan N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Min
Max
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol - 3 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
kontrol + 3 46,6667 5,77350 3,33333 32,3245 61,0088 40,00 50,00
vaksin 3 13,3333 2,88675 1,66667 6,1622 20,5044 10,00 15,00
Total 9 20,0000 21,06537 7,02179 3,8077 36,1923 ,00 50,00
Lampiran 8. Hasil analisis statistik titer antibodi telur dengan independent
samples t-test
Group Statistics
perlakuan
N Mean Std.Deviation Std. Error Mean
Titer
kontrol
3
2,6667
,57735
,33333
vaksin
3
4,3333
,57735
,33333
20
Independent t-test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
titer Equal
variances
assumed
,000 1,000 -3,536 4 ,024 -1,66667 ,47140 -2,97550 -,35784
Equal
variances
not
assumed
-3,536 4,000 ,024 -1,66667 ,47140 -2,97550 -,35784
Lampiran 9. Hasil analisis statistik titer antibodi benih umur 5 hari dengan
independent samples t-test
Group Statistics
perlakuan
N Mean Std.Deviation Std.Error Mean
titer
kontrol
3
2,6667
,57735
,33333
vaksin
3
4,3333
,57735
,33333
Independent t-test Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
titer Equal
variances
assumed
,000
1,000
-3,536
4
,024
-1,66667
,47140
-2,97550
-,35784
Equal variances
not assumed
-3,536
4,000
,024
-1,66667
,47140
-2,97550
-,35784
Lampiran 10. Hasil analisis statistik titer antibodi benih umur 10 hari dengan
independent samples t-test
Group Statistics
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
titer 1.00 3 2,3333 ,57735 ,33333
2.00 3 3,6667 ,57735 ,33333
21
Independent t-test Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
titer Equal
variances
assumed
,000 1,000 -2,828 4 ,047 -1,33333 ,47140 -2,64216 -,02450
Equal variances
not assumed
-2,828 4,000 ,047 -1,33333 ,47140 -2,64216 -,02450
Lampiran 11. Hasil analisis statistik titer antibodi benih umur 15 hari dengan
independent samples t-test
Group Statistics
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
titer 1.00 3 2,0000 ,00000 ,00000
2.00 3 3,3333 ,57735 ,33333
Independent t-test Levene's Test
for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
titer Equal
variances
assumed
16,000 ,016 -4,000 4 ,016 -1,33333 ,33333 -2,25882 -,40785
Equal variances
not assumed
-4,000 2,000 ,057 -1,33333 ,33333 -2,76755 ,10088
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Kiki Amalia Pratiwi, dilahirkan di kota Medan
pada tanggal 06 Juni 1992. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak Wagirin dan Ibu Sulami. Penulis menempuh pendidikan
sekolah dasar di SD Swasta Torgamba (1999-2005), sekolah menengah pertama di
SMP Swasta Galih Agung Medan (2005-2008), sekolah menengah atas di SMA
Swasta Galih Agung Medan (2008-2011), dan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan (2011-2015).
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Penyakit Organisme Akuatik (2014), dan Manajemen Kesehatan
Organisme Akuatik (2015). Penulis juga pernah mengikuti Magang “Pembenihan
Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei)” di BBAP Pecaron, Situbondo, Jawa
Timur (2013) serta mengikuti Praktik Lapangan Akuakultur “Pembenihan Ikan
Bawal Bintang (Trachinotus blochii)” di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
pada bulan Juni hingga Agustus 2014. Penulis pernah menjadi anggota divisi
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) HIMAKUA IPB pada tahun
2013-2014.
Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul
“Efikasi Vaksin Sel Utuh Aeromonas hydrophila pada Induk Lele Clarias sp.
dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap Infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila” dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc dan Bapak Rahman
Spi, Msi.