ii materi metoda.doc

25
BAB II METODOLOGI PELAKSANAAN STUDI SEDIMENTASI PELABUHAN BATANG 2.1. Ruang Lingkup Dalam melaksanakan studi sedimentasi Pelabuhan Batang, diperlukan metodologi pelaksanaan yang sesuai dengan upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran yaitu mengatasi permasalahan pandangkalan alur sungai yang mengganggu kelancaran kegiatan bahari Pelabuhan Batang. Waktu studi dilakukan pada bulan September - Oktober 2003, sedangkan lokasi studi di daerah muara Sungai Sambong Pelabuhan Batang Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Objek utama dalam studi ini adalah sedimen dasar, sedimen melayang, air laut dan air tawar muara Sungai Sambong Pelabuhan Batang dan lingkungan perairan pantai sekitarnya. Selama studi dilaksanaakan beberapa peralatan yang diperlukan baik di lapangan maupun di laboratorium seperti tercantum dalam tabel 1 dan 2 di bawah ini : Tabel 1. Alat yang digunakan di lapangan No Nama alat Satuan Kegunaan 1 Tongkat duga m Mengukur gelombangdan

Upload: siddhi-saputro

Post on 29-Nov-2015

82 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: II materi metoda.doc

BAB II

METODOLOGI PELAKSANAAN STUDI SEDIMENTASI PELABUHAN BATANG

2.1. Ruang Lingkup

Dalam melaksanakan studi sedimentasi Pelabuhan Batang, diperlukan metodologi

pelaksanaan yang sesuai dengan upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran yaitu

mengatasi permasalahan pandangkalan alur sungai yang mengganggu kelancaran

kegiatan bahari Pelabuhan Batang. Waktu studi dilakukan pada bulan September

- Oktober 2003, sedangkan lokasi studi di daerah muara Sungai Sambong

Pelabuhan Batang Kecamatan Batang, Kabupaten Batang.

Objek utama dalam studi ini adalah sedimen dasar, sedimen melayang, air laut

dan air tawar muara Sungai Sambong Pelabuhan Batang dan lingkungan perairan

pantai sekitarnya. Selama studi dilaksanaakan beberapa peralatan yang

diperlukan baik di lapangan maupun di laboratorium seperti tercantum dalam

tabel 1 dan 2 di bawah ini :

Tabel 1. Alat yang digunakan di lapangan

No Nama alat Satuan Kegunaan1 Tongkat duga berskala m Mengukur gelombangdan pasut2 Bola duga - Mengukur kecepatan arus3 Sedimen Grap Mengambil sedimen4 Sedimen trap - Menangkap sedimen5 Botol sampel ml Tempat sampel air 6 Kompas/Busur ( 0 ) Mengetahui arah dan sudut7 Tali m Alat bantu pelampung debit8 Pelampung - Mengukur laju air9 Roll meter m Mengukur jarak10 Stopwatch detik Mengukur waktu11 GPS (0 ‘“ ) Mengetahui posisi12 Perahu - Transportasi di perairan13 Peta Lokasi Sampling dan Pengamatan

Page 2: II materi metoda.doc

Tabel 2. Alat yang digunakan di Laboratorium

No Nama alat satuan Kegunaan

1 Oven 0C Mengeringkan sedimendan2 Timbangan analitik gr Menimbang sampel3 Alumunium foil - Tempat sample sedimen4 Kertas saring Whatman Ashless No. 42 m Menyaring sampel air5 Vacump Pump - Menyaring sampel air6 Gelas ukur ml Tempat sampel air7 Pipet ml Alat pengambil air 8 Desikator ml Menampung air9 Automatic Sieve shaker mm Mengayak sample sedimen10 Komputer Mengolah data

2.2. Metodologi Pelaksanaan Studi

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu

merupakan studi untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang

diteliti atau dikaji pada waktu terbatas dan tempat tertentu untuk mendapatkan

gambaran tentang situasi dan kondisi secara lokal dengan menunjukkan hubungan

antara berbagai variasi ( Hadi, 1987). Sedangkan pelaksanaan studi direncanakan

dengan pola alur pikir pelaksanaan yang dibagi menjadi beberapa tahapan.

Tahapan pelaksanaan meliputi, tahap persiapan dengan mencari dan

mengumpulkan data-data sekunder yang sudah ada, ataupun hasil-hasil peneliti

terdahulu baik diwilayah lokasi studi maupun di daerah sekitarnya, selanjutnya

dilakukan pengamatan dilapangan dan kemudian di lakukan analisa data yang di

sambung dengan penyusunan laporan.

2.3 Lokasi Pengamatan dan Pengukuran

Penentuan lokasi pengukuran dan pengamatan dilakukan secara purposif yaitu

penentuan titik sampling dengan memperhatikan sistem aliran air morfologi

sungai, dan kemudahan pencapaian (Supriharyono dkk, 1988). Dalam studi ini

ditentukan 11 titik pengambilan sampel, agar didapatkan data yang dapat

mewakili kondisi daerah lokasi studi.

Page 3: II materi metoda.doc

Dalam studi ini pembagian wilayah pengamatan dan pengambilan sampel di bagi

dalam empat bagian sebagai berikut (periksa gambar 1):

1. Wilayah sungai, daerah ini dipengaruhi aliran sungai dari daratan bagian

hulu secara dominan. Pada wilayah ditentukan 3 titik pengambilan sampel,

yang masing-masing stasiun berjarak 500m, mulai dari muara sungai kearah

PPI Pelabuhan Batang.

2. Wilayah Perairan Pantai/Laut, daerah ini sangat didominasi oleh pengaruh

kegiatan karakteristik fisik parameter hidro-oseanografi dan jarak antar

stasiun diambil 100 m, yang berjumlah 8 lokasi, dengan pembagian 4 di

sebelah Barat Jetty dan 4 di sebelah Timur Jetty.

Setelah ditetapkan titik-titik pengamatan, dilakukan pengambilan sampel dan

pengukuran parameter-parameter yang dibutuhkan.

Gambar 1. Peta Lokasi Sampling Sedimen Trap

1

2

3

108

957

6 4

11

Page 4: II materi metoda.doc

2.4. Pengukuran dan Pengambilan Sampel

A. Pemasangan Sedimen Trap

Pemasangan sedimen trap dilakukan dengan tujuan mendapatkan data laju

sedimentasi pada titik pengambilan sampel. Ukuran sedimen trap menggunakan

rasio berdiameter 3 inch (7.62 cm) dan tinggi 30 cm. White (1990) mengatakan

bahwa silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter atau aspek rasio 3

merupakan kolektor yang efisien pada kecepatan aliran air sampai 0,2 m/s, dan

penggunaan silinder trap sebagai kolektor tidak disetujui pada aliran air diatas 0,2

m/s. Model sedimen trap dapat dilihat seperti pada gambar 8 ; dan lampiran 15

Gambar 8. Penampang sedimen trap

B. Pengambilan Sampel Sedimen Dasar

Pengambilan sampel sedimen dasar dilakukan dengan menggunakan grap sampler

pada stasiun sungai, muara dan laut. Sampel yang telah diambil dimasukkan ke

dalam kantong plastik dan di analisa di laboratorium untuk mengetahui ukuran

butir sedimen pada masing-masing stasiun pengamatan. Selanjutnya sampel

sedimen dianalisa untuk menentukan ukuran butir dengan menggunakan metode

Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre (1984).

C. Pengambilan Sampel MPT

Pengambilan sampel air sungai dan laut dilakukan dengan menggunakan Nansen

Bottle, menggunakan metode titik sederhana (simplified method). Pengambilan

sampel air dilakukan pada kedalaman 0.2 d, 0.6 d dan 0.8 d dari kedalaman total

perairan pada semua stasiun. Sedangkan frekuensi pengambilan dilakukan

pengambilan setiap minggu satu kali sebanyak 4 kali.

Keterangan :

A : Silinder trapB : Beton cor/alasd : Diameter = 7.62 cm (3

inch)t : Tinggi = 30 cmA

B

Page 5: II materi metoda.doc

D. Pengukuran Debit Sungai

Peralatan yang dipergunakan dalam pengukuran adalah alat ukur kecepatan aliran

berupa pelampung permukaan dan tali ukur sebagai penampang basah. Kemudian

dilakukan penentuan lokasi pengukuran dengan syarat minimal alur sungai

dengan bagian lurus yang cukup panjang, sehingga lintasan pelampung minimal

memerlukan waktu 40 detik, dengan maksud agar diperoleh data dengan ketelitian

dalam menentukan kecepatan lintasan pelampung (Soewarno, 1991), dan

pengukuran debit sungi di lakukan pada daerah pengaliran yang kemungkinan

tidak mendapat pengaruh pasang dari laut. Selanjutnya penentuan jalur lintasan

sesuai dengan pertimbangan lebar sungai menurut tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Penentuan jumlah jalur lintasan pelampung

Lebar alur (m) <50 50-100 100-200 200-400 400-800 >800

Banyaknya

Jalur lintasan

3 4 5 6 7 8

Sumber :Soewarno (1991)

Setelah ditentukan jumlah lintasan, maka ditentukan kedalaman masing-masing

jaliur lintasan yaitu pada kedalaman 0,2 d, 0,6 d, dan 0,8d dari kedalaman sungai.

Pengukuran debit sungfai dilakukan tiap satu minggu satu kali. lalui perhitungan

luas penampang dan kecepatan rata-rata sungai pada tiap-tiap penampang.

Kecepatan air rata-rata ditentukan dengan pengukuran di berbagai titik dalam

suatu irisan. Pengukuran menggunakan alat sederhana berupa bola duga yang

diberi pemberat sehingga melayang pada kedalaman yang hendak diukur

kecepatannya, sesuai dengan prosedur sebagai berikut:

1. Mengukur jarak antar penampang bagian hulu (awal) dan hilir (akhir),

dalam studi ini ditetapkan sebesar 50 meter sebagai batas jarak antar

penampang awal dan akhir.

2. Melepaskan pelampung dari bagian penampang awal

Page 6: II materi metoda.doc

3. Mencatat lama lintasan pelampung diantara dua penampang.

4. Menghiting kecepatan lintasan pelampung.

5. Mengulangi butir ke (2) sampai (4) untuk jalur lintasan pelampung

berikutnya.

Gambar 2. Sketsa perhitungan luas penampang dan perhitungan kecepatan aliran

dengan metode pelampung (Sosrodarsono dan Takeda, 1987)

Pada setiap jalur lintasan dilaksanakan pengukuran kecepatan lintasan pelampung

sebanyak 3 kali. Posisi lintasan pelampung dan data pengukuran digambar seperti

terlihat pada gambar 9. untuk dapat dihitung luasan penampang basah awal dan

akhir serta kecepatan aliran rata-ratanya.

Dengan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1987) :

keterangan :

Luasan penampang 1

Luasan penampang 2

Luasan penampang 3

Penampang hulu

Penampang hilir

Lintasan pelampung

Batas bagian penampang

Page 7: II materi metoda.doc

Q = debit total (m3/s)q = debit pada penampang (m3/s)k = faktor koreksi kecepatan (0,85)v = kecepatan alir rata-rata pada tiap bagian penampang (m/s)

= luas rata-rata penampang basah hulu dan hilir tiap lintasan

(m2)m = jumlah bagian penampang

E. Parameter Oseanografi

1.Gelombang

Pengamatan gelombang tidak dilakukan, data gelombang diperoleh

berdasarkan atas peramalan gelombang dari data angin dari BMG Semarang

selama 11 tahun. Dari seluruh data gelombang dilakukan analisa tinggi

gelombang, kedalaman gelombang pecah, koeffesien refraksi dan

pendangkalan yang di dasarkan atas rumus-rumus dari Triatmodjo (1999)

sebagai berikut :

Hubungan kecepatan angin terkoreksi dengan kecepatan angin terukur

diberikan dalam persamaan :

keterangan :

Us : kecepatan angin terukur (knot)U : kecepatan angin terkoreksi (knot)UA = 0,71 U1.23

Sedangkan hubungan kecepatan angin di laut dan di darat diberikan dalam

hubungan :

Kecepatan angin di laut ( Uw) = RL x UL ,dengan pembacaan tabel grafik

seperti dalam lampiran 9. Dari pembacaan grafik, kemudian dihitung

berdasarkan panjang fetch dan durasi angin dengan rumus sebagai berikut :

Page 8: II materi metoda.doc

Keterangan :

Feef = fetch rerata efektifXi : = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi

gelombang ke ujung akhir fetchα = deviasi kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan

pertambahan 60 sampai sudut sebesar 420 pada kedua sisi arah angin

Penentuan arah penarikan fetch didasarkan pada arah dating angin dominan

pada lokasi studi. Dari data UA dan panjang fetch serta durasi angin maka

dapat diketahui tinggi dan periode gelombang, dengan menggunakan grafik

seperti pada lampiran 9.

Peramalan gelombang dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

a. Penentuan Probabilitas gelombang

Keterangan :

P (Hs < Hs) : probabilitas bahwa Hs tidak dilampauiH = tinggi gelombang representatifH = tinggi gelombang dengan nilai tertentuA = parameter skalaB = parameter lokasi

Data masukan disusun dalam urutan dari besar ke kecil. Selanjutnya

probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi gelombang sebagai berikut :

Keterangan:

P (Hs < Hsm) = probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke m yang tidak dilampaui

Hsm = tinggi gelombang urutan ke mm = nomor urut gelombang signifikan = 1,2,3,…, N

Page 9: II materi metoda.doc

NT = jumlah kejadian gelombang selama pencatatan (bisa lebih besar dari gelombang representatif).

Parameter A dan B di dalam persamaan 1 dihitung dari metode kuadrat

terkecil untuk setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan

pada analisis regresi linier dari hubungan berikut :

dimana ym diberikan oleh bentuk berikut :

dengan A dan B adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang

diperoleh dari analisis regresi linier.

Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari

fungsi distribusi probabilitas dengan rumus sebagai berikut :

dimana yr diberikan oleh bentuk berikut :

Keterangan :

Hnr = tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

Tr = periode ulang (tahun)K = periode data (tahun)

L = rerata jumlah kejadian per tahun =

Dalam penghitungan ini digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Gumbel

(1958) dan Goda (1988) (dalam Triatmojo,1999) untuk perkiraan deviasi

standar dari nilai ulang. Deviasi standar yang dinormalkan dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

Page 10: II materi metoda.doc

σnr = standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

N = jumlah data tinggi gelombang signifikan

α1, α2, e, ε, k : koefisien empiris yang diberikan oleh Tabel 6

Tabel 4 Koefisien untuk menghitung deviasi standart

Distribusi α1 α2 K c ε

FT-1

Weibull (K=0,75)

Weibull (K= 1,0)

Weibull (K= 1,4)

Weibull (K= 2,0)

0,64

1,65

1,92

2,05

2,24

9,0

11,4

11,4

11,4

11,4

9,0

0,63

0,00

0,69

1,34

0,0

0,0

0,3

0,4

0,5

1,33

1,15

0,90

0,72

0,54

Besaran absolut dari deviasi standart dari tinggi gelombang signifikan

dihitung dengan rumus berikut :

Keterangan :

σr = kesalahan standart dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang

TrσHs = deviasi standart dari data tinggi gelombang signifikan

Interval keyakinan dihitung dengan anggapan perkiraan tinggi gelombang

signifikan pada periode ulang tertentu terdistribusi normal terhadap fungsi

distribusi yang diperkirakan. Batas interval keyakinan terhadap Hsr dengan

berbagai tingkat keyakinan diberikan dalam Tabel 7, perlu diingat bahwa

lebar interval keyakinan tergantung pada fungsi distribusi N dan Y tetapi

tidak berkaitan dengan seberapa baik data mengikuti fungsi distribusi.

Tabel 5. Batas interval keyakinan tinggi gelombang signifikan ekstrim

Tingkat Batas interval Probabilitas Batas

Page 11: II materi metoda.doc

keyakinan (%)

Keyakinan terhadap Hsr

Atas Terlampaui (%)

8095909599

1,28σr1.44 σr1,65 σr1,96 σr2,5 σr

10,07,55,02,50,5

2 Arus Sepanjang Pantai

Kecepatan arus sepanjang pantai dalam studi ini dihitung dengan

menggunakan rumus dari Longuet-Higgins dalam Triatmodjo (1999)

sebagai berikut :

keterangan:V = arus sepanjang pantai (m/det)g = percepatan gravitasi (m/det2)Hb = tinggi gelombang pecah (m)

b = sudut datang gelombang pecah ( 0 )

F. Pengamatan Pasang Surut

Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan

langsung di daerah muara Sungai Sambong, dengan menggunakan rambu pasut

berskala yang berimpit dengan permukaan air secara terus menerus pada selang

waktu tertentu (Ilahude, 2000) . Rambu paut yang digunakan yaitu tongkat

berskala yang ditempatka pada daerah perairan dekat muara sungai yang tidak

terpengaruh oleh aksi gelombang, yang secara terus menerus tergenangi oleh air

baik pada waktu pasang maupun surut. Pencatatan ketinggian permukaan air pada

rambu pasut dilakukan selang 1 jam sekali selama 3 kali 24 jam, selanjutnya

ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik

2.5 Analisa Sedimen Trap/Dasar.

Page 12: II materi metoda.doc

A Analisa Ukuran Butir

1 Pengayakan

Analisa ukuran butir dengan metode pengayakan sampel sedimen dilakukan

dengan menggunakan metode Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre

(1984) dengan prosedur sebagai berikut :

1. Sampel ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian disaring dengan saringan

ukuran 0,063 mm dan diayak dalam baskom yang diisi 1 liter aquades

hingga terbagi menjadi dua bagian, yaitu sampel yang mengendap dan

sampel yang lolos saringan.

2. Sampel yang tidak lolos saringan dimasukkan dalam oven pada temperatur

1000 C hingga kering, kemudian dihaluskan.

3. Sampel diayak dengan saringan bertingkat dimulai dari diameter ayakan

terbesar ( 2.0 mm, 0.420 mm, 0.297 mm, 0.150 mm dan 0.063 mm )

kemudian hasil ayakan masing-masing ditimbang.

4. Sampel yang lolos saringan paling bawah ditimbang dan dicampur dengan

sampel yang lolos pada saringan pertama, kemudian dipindahkan dalam

gelas ukur volume 1 liter, dikocok hingga homogen untuk dilakukan

pemipetan.

2. Pemipetan

Metode analisa pemipetan dilakukan menurut prosedur sebagai berikut

Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre (1984) :

1. Sampel sedimen yang lolos pada saringan pertama denganayakan ukuran

0.063 mm dicampur dengan sampel yang lolos pada saringan kedua (0.063

mm) dimasukkan ke dalam gelas ukur volume 1 liter aquades, dikocok

hingga homogen, setelah berada dalam kondisi homogen (tercampur

sempurna) dilakukan pemipetan.

2. Pengambilan larutan homogen dilakukan dengan mengambil sebanyak 20

ml pad kedalaman tertentu dan waktu tertentu, seperti tercantum dalam

tabel 6.

3. Hasil pemipetan diletakkan kertas saring yang sebelumnya telah di

keringkan dalam oven da ditimbang beratnya (a gr), secara berurutan

Page 13: II materi metoda.doc

waktu dan kedalamannya, kemudian dioven kembali pada suhu 100 0C

hingga didapat berat kering.

4. Setelah dioven kertas saring dtimbang sampai didapatkan berat konstan (b

gr), kemudian dilakukan perhitungan berat yaitu: berat sampel hasil

pemipetan = (b)gr – (a)gr

Tabel 6. Jarak dan waktu pemipetan

DiameterJarak

Tenggelam (cm)

Waktu

Jam Menit Detik

0,0625

0,0312

0,0156

0,0078

0,0039

20

10

10

10

10 2

1

7

31

3

58

56

48

0

0

Sumber : Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre (1984)

Masing-masing hasil pemipetan diletakkan pada cawan yang sebelumnya

ditimbang dan dimasukkan dalam oven pada suhu 1000 C hingga kering. Sampel

diambil dan dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang

untuk mendapatkan prosentase masing-masing fraksi.

Prosentasi ukuran butir dari masing-masing tingkatan nama, sesuai dengan skala

ASTM dipergunakan untuk penamaan masing-masing sampel sedimen.

2.6 Analisa Sedimen Tersuspensi (MPT)

Analisa sampel air dilakukan untuk mengetahui kandungan sedimen tersuspensi

(muatan padatan tersuspensi) dengan menggunakan metode APHA (1976) dalam

Supriharyono (1988) dengan prosedur sebagai berikut :

Page 14: II materi metoda.doc

1. Sampel air disaring menggunakan kertas saring milipore 0,42 m yang

telah diketahui beratnya (h) gr dengan bantuan pompa hisap.

2. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0 C selama 2 jam.

3. Sampel yang sudah kering dimasukkan dalam desikator, kemudian

ditimbang (a) gr.

4. Nilai MPT diperoleh melalui perhitungan :

Keterangan :

a = berat kertas saring dan residu setelah pemanasan (mg)

h = berat kertas saring setelah pemanasan (mg)

V = volume air sampel yang tersaring (lt)

Total konsentrasi sedimen tersuspensi seluruh penampang kedalaman dirumuskan

sebagai berikut (APHA, 1976 dalam Supriharyono, 1988):

Keterangan :

MPTtotal = Konsentrasi rata-rata (Kg/m3)qd = debit di tiap kedalaman (m3/det)MPTd = Konsentrasi rata-rata pada penampang vertikal tiap kedalaman

2.7 Analisa Debit Sedimen

A Perhitungan Debit Sedimen Tersuspensi

Besarnya debit sdimen tersuspensi dalam studi ini dihitung berdasarkan rumus

empiris (Soewarno, 1991).

Keterrangan :

Qs = debit sedimen tersuspensi (kg/s)C = konsentrasi sedimen tersuspensi (mg/l)

Page 15: II materi metoda.doc

Q = debit air (m3/s)K = faktor konversi kecepatan aliran sungai (0,85)

B. Perhitungan Debit Muatan Dasar

Muatan sedimen dasar dihitung berdasarkan metode perkiraan muatan sedimen

dasar. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan Meyer-Peter-

Muller (MPM) dalam Yang (1996) sebagai berikut :

T= 8 b (D50 )3/2 {(U h I g)/ D50 ) – 0.047}1/2

U = (C/Ci) 3/2

C = V/(h. I) 1/2

Ci = 18 Log (12 h / D50 )

Keterangan :

T = Debit muatan sedimen dasar (kg/detik/m)D50 = diameter butir sedimen rata-rata (mm)I = Kemiringan/slope U = ripple faktorh = kedalaman rata-rata (m)b = lebar sungai

2.8 Analisa Laju Sedimentasi

Laju sedimentasi dalam studi ini dihitung berdasar banyaknya sedimen yang

terhimpun dalam sedimen trap selama kurun waktu satu mingguan dalam rentang

waktu satu bulan. Laju sedimentasi dihitung dengan cara sampel sedimen yang

terhimpun dalam sedimen trap ditempatkan dalam wadah dan dikeringkan.

Kemudian ditempatkan dalam alumunium foil yan telah diketahui beratnya.

Sampel sedimen dalam alumunium foil dipanaskan dalam oven sampai mencapai

berat konstan, kemudian ditimbang. Selisih berat akhir (sedimen dan

alummunium foil) dikSambongi berat alumunium foil merupakan berat sampel

sedimen. Kemudian dihitung laju sedimentasi dengan rumus sebagai berikut :

Laju sedimentasi =

Page 16: II materi metoda.doc

2.9. Transpor Sedimen Sepanjang Pantai

Besarnya transpor sedimen sepanjang pantai dalam studi ini dihitung dengan

menggunakan rumus yang didasarkan pada hubunga antara transpor sedimen

dengan komponen fluks energi gelombang. Formulasi perhitungan ini dirumuskan

sebagai berikut (CERC; Komar & Inman dalam Triatmodjo, 1999) :

Apabila besar transpor sedimen sepanjang pantai hendak dikonversi dalam satuan

m3/hari, maka rumus yang dipergunakan adalah (CERC, 1984 dalam Triatmodjo,

1999) sebagai berikut:

keterangan :Pi = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai saat gelombang

pecah(Nm/d/m) = massa jenis air laut (kg/m3)Cb = cepat rambat saat gelombang pecah (m/det)b = sudut datang gelombang pecah ( 0 )Qs = Besar transpor sedimen sepanjang pantai (m3/tahun)

2.10. Analisa Stabilitas Muara

Perhitungan untuk menentukan nilai stabilitas muara dilakukan dengan cara

menghitung debit pasang surut, yang lebih dikenal dengan prisma pasang surut

dan perhitungan sedimen netto sepanjang pantai dalam m3/tahun. Nilai stabilitas

dihitung dengan rumus empiris sebagai berikut (Triatmodjo, 1999) :

keterangan :

S = nilai stabiitas muara (non dimensional)

Page 17: II materi metoda.doc

P = prisma pasang surut (m3/s)Tp ; Ts = priode pasang ; periode surut (s)Qt = Debit pasang surutMtotal = sedimen netto sepanjang pantai (m3/tahun)

Untuk perhitungan sedimen netto sepanjang pantai, dibutuhkan data tahunan

kecepatan dan arah angin, dari data ini didapat parameter gelombang. Langkah-

langkah perhitungan stabilitas muara adalah sebagai berikut :

2.11. Data meteorologi

Data meteorologi meliputi curah hujan dan angin yang dipergunakan untuk

mengetahui kondisi cuaca pada saat dilakukan studi yaitu pada bulan Agustus –

September 2002 dan analisa pelurusan muara sungai untuk memperkirakan debit

minimum saat terjadi pelurusan tersebut. Data angin dianalisis untuk

mendapatkan prosentase kecepatan dan arah angin berdasarkan rumus peramalan

gelombang berdasar data kecepatan dan arah angin (Triatmodjo, 1999) sehingga

diperoleh gambaran kondisi gelombang di lokasi studi berdasarkan nilai kecepatan

angin tersebut.