idaryani, dkk

41
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1 UJI COBA/DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PENANGKARAN BENIH PADI DI KABUPATEN MAROS Idaryani, dkk PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemerintah Sulawesi Selatan telah mencanangkan surplus beras dua juta ton pada tahun 2012. Selain target produksi, Pemda Sulawesi Selatan juga mencanangkan swasembada benih khususnya tanaman pangan (padi) pada tahun 2010. Sementara itu, produktivitas tanaman padi di Sulawesi Selatan masih rendah baru mencapai rata-rata 4,6 t/ha (Dinas Pertanian Sulsel, 2007). Meskipun terdapat trend peningkatan produktivitas setiap tahunnya, akan tetapi trend tersebut masih sangat kecil sehingga belum mendekati angka potensi produktivitas tanaman tersebut yaitu 6 8 ton/ha. Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas tanaman adalah masih terbatasnya penggunaan benih bermutu di tingkat petani, pada padi misalnya baru mencapai 55 % pada tahun 2007 (BPSBTPH IV, 2008), meskipun ada kecenderungan terjadi peningkatan penggunaan benih bermutu setiap tahun. Hal ini antara lain disebabkan mahalnya harga benih bermutu, terbatasnya stok benih pada saat dibutuhkan petani, keengganan petani menjadi penangkar benih (terutama padi dan jagung) karena ongkosnya produksinya lebih tinggi sementara harga jualnya hampir sama dengan harga produk konsumsi (Muhammad, 2010). Penyediaan benih unggul memegang peranan yang menonjol diantara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, varietas unggul dinilai mudah diadopsi petani dengan tambahan biaya yang relatif murah dan

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1

UJI COBA/DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PENANGKARAN BENIH PADI

DI KABUPATEN MAROS

Idaryani, dkk

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemerintah Sulawesi Selatan telah mencanangkan surplus beras dua

juta ton pada tahun 2012. Selain target produksi, Pemda Sulawesi Selatan

juga mencanangkan swasembada benih khususnya tanaman pangan (padi)

pada tahun 2010. Sementara itu, produktivitas tanaman padi di Sulawesi

Selatan masih rendah baru mencapai rata-rata 4,6 t/ha (Dinas Pertanian

Sulsel, 2007). Meskipun terdapat trend peningkatan produktivitas setiap

tahunnya, akan tetapi trend tersebut masih sangat kecil sehingga belum

mendekati angka potensi produktivitas tanaman tersebut yaitu 6 – 8 ton/ha.

Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas tanaman adalah

masih terbatasnya penggunaan benih bermutu di tingkat petani, pada padi

misalnya baru mencapai 55 % pada tahun 2007 (BPSBTPH IV, 2008),

meskipun ada kecenderungan terjadi peningkatan penggunaan benih bermutu

setiap tahun. Hal ini antara lain disebabkan mahalnya harga benih bermutu,

terbatasnya stok benih pada saat dibutuhkan petani, keengganan petani

menjadi penangkar benih (terutama padi dan jagung) karena ongkosnya

produksinya lebih tinggi sementara harga jualnya hampir sama dengan harga

produk konsumsi (Muhammad, 2010).

Penyediaan benih unggul memegang peranan yang menonjol diantara

teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap

peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama

dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, varietas unggul dinilai

mudah diadopsi petani dengan tambahan biaya yang relatif murah dan

Page 2: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2

memberikan keuntungan langsung kepada petani. Tetapi disisi lain, informasi

terhadap varietas baru yang telah dilepas Badan Litbang berjalan lambat.

Penangkar benih atau kelompok tani yang melakukan penangkaran

benih merupakan satu unit kelembagaan yang memegang peranan penting

dalam penyediaan benih/bibit bermutu. Disisi lain, para penangkar benih yang

ada saat ini masih mengalami berbagai masalah, baik masalah teknis maupun

non teknis. Karena itu upaya penguatan kelompok tani/penangkar untuk

menghasilkan benih bermutu merupakan salah satu strategi untuk memacu

peningkatan dan mutu hasil tanaman pertanian. Hal ini hanya dapat terwujud

jika kegiatan penangkaran memberikan keuntungan yang signifikan bagi

petani/kelompok tani. Sehingga petani mempunyai akses yang lebih luas dalam

memperoleh benih bermutu untuk kepentingan usahataninya dengan harga

terjangkau, tepat waktu, dan dalam jumlah yang cukup.

Salah satu pendekatan sistem produksi benih saat ini adalah

pengembangan penangkaran benih berbasis masyarakat, dimana masyarakat

tani secara berkelompok (Gapoktan) didorong memproduksi sendiri kebutuhan

benihnya pada hamparan kelompoknya, sehingga akan lebih menghemat

waktu dan biaya, untuk selanjutnya dapat menjadi unit produksi benih yang

berorientasi agribisnis. Upaya simultan yang diperlukan untuk mendukung hal

tersebut antara lain peningkatan kemampuan para penangkar serta penguatan

kelembagaan mereka melalui penyuluhan dan pendampingan.

Penangkar benih atau kelompok tani yang melakukan penangkaran

benih merupakan satu unit kelembagaan yang memegang peranan penting

dalam penyediaan benih bermutu. Disisi lain, para penangkar benih yang ada

saat ini masih mengalami berbagai masalah, terutama masalah teknis.

Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan introduksi teknologi

penangkaran benih padi. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan

meningkatkan keterampilan petani-penangkar menghasilkan benih bermutu.

Sedangkan upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi penangkaran

benih padi dengan cara mendekatkan, memperkenalkan, dan

memperagakannya ditingkat petani melalui kegiatan demonstrasi plot

Page 3: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3

(demplot). Dengan demplot petani tidak saja melihat dan melakukannya akan

tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya.

Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya.

Agar petani lebih mendalami dan memahami proses pembelajaran ini

diperlukan berbagai media penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya

pikir dan daya nalar petani. Di antaranya adalah dengan metode Demplot, dan

cara ini adalah suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan

cara dan penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna.

Demplot merupakan tempat bagi petani-penangkar belajar sambil

berbuat untuk menjadi tahu dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya

secara lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab

petani dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami

sendiri, selama petani menjadi pelaku dalam kegiatan demplot.

Salah satu kegiatan utama BPTP Sulawesi Selatan adalah mendukung

program demonstrasi teknologi pertanian yang dilakukan di daerah FMA pada

kegiatan FEATI. Dengan dukungan tersebut diharapkan petani pelaksana FMA

dapat mengadopsi teknologi tersebut untuk disebar luaskan ke anggotanya.

Secara garis besar tujuan FMA adalah untuk meningkatkan kemampuan pelaku

utama dan pelaku usaha dalam merencanakan, mengorganisasikan,

melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan penyuluhan

pertanian dari, oleh dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam

mengelola usahanya secara optimal dalam rangka peningkatan pendapatan

dan kesejahteraan keluarga pelaku utama secara berkelanjutan.

2. Tujuan

Mensosialisasikan dan mendemonstrasikan paket teknologi penangkaran

benih padi melalui penerapan secara langsung di tingkat petani-

penangkar

Memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, dan sosial

teknologi penangkaran benih padi di Kabupaten Maros

Page 4: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4

3. Perkiraan Keluaran

Tersosialisasinya teknologi penangkaran benih padi di tingkat petani-

penangkar

Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya

petani dengan teknologi penangkaran benih padi yang didemonstrasikan

4. Perkiraan Hasil

Petani-penangkar memahami, menerima, dan terampil menghasilkan

benih padi bermutu

Petani dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian yang

sesuai untuk melakukan transfer teknologi

Page 5: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5

TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan tahap yang menentukan dalam siklus pertanian. Teknologi

benih yang meliputi tahapan-tahapan teknik penanaman, pembersihan,

pengeringan, dan pengaturan kandungan air serta sejumlah proses berikutnya untuk

memperbaiki viabilitas maupun daya kecambah benih. Tata niaga benih meliputi

pengepakan, labeling, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Semua tahapan

tindakan tersebut sangat menentukan kualitas benih dan pada akhirnya akan

menentukan produktivitas riel di lapangan.

Benih unggul bermutu merupakan tumpuan utama keberhasilan usahatani,

bahkan kemampuan daya hasil benih dari kultivar unggul bermutu merupakan

penentu batas atas keberhasilan usahatani. Kultivar unggul tersebut umumnya

dihasilkan oleh lembaga-lembaga pemerintah kecuali benih hibrida. Industri

perbenihan yang ada saat ini umumnya bersifat perbanyakan kultivar unggul yang

dihasilkan oleh lembaga pemerintah tersebut. Meskipun demikian untuk mengakses

benih spesifik lokasi oleh petani tidak mudah, karena benih kadang tidak tepat

waktu pada saat dibutuhkan dan harga benih relatif mahal dibanding dengan harga

jual produk benih tersebut, sehingga memperbesar biaya usahatani dan mengurangi

keuntungan usahatani.

Benih bermutu merupakan syarat utama dalam mendukung keberhasilan

suatu tanaman. Mutu benih meliputi mutu fisik, fisiologis, dan mutu genetik. Mutu

fisik meliputi : (1) kebersihan benih kotoran fisik dan campuran biji-biji pecah atau

biji tanaman lain; (2) penampilan benih (ukuran benih) dan warna kulit benih. Mutu

fisiologis dilihat dari kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi yang

serba normal pula. Sedangkan mutu genetik adalah benih yang jelas dan benar

identitas genetiknya, serta tidak terdapat campuran varietas lain.

Page 6: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6

Secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak pada

pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu

adalah : (1) murni dan diketahui nama varietasnya; (2) daya tumbuh benih tinggi

(minimal 80%) dan vigornya baik; (3) biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada

saat biji telah matang; (4) dipanen dari tanaman yang sehat tidak terinfeksi

penyakit, dan (5) benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan

(Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Kegiatan produksi benih meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari

persiapan menanam benih sampai benih dihasilkan kembali dan siap disalurkan

kepada konsumen. Budidaya tanaman produksi benih terdiri atas :

Persiapan

Untuk mengusahakan pertanaman benih diperlukan persiapan yang seksama.

Sementara hasil benih merupakan kepentingan utama, mutunya juga sama

pentingnya. Hasil benih yang tinggi tetapi dengan mutu yang rendah tidak akan

memberikan keuntungan. Untuk menghasilkan benih bermutu baik dalam jumlah

yang banyak memerlukan perencanaan yang matang.

Lapang produksi harus dipersiapkan, tergantung skala produksinya, bahkan

beberapa musim sebelumnya. Tanaman terdahulu harus tidak mengandung sumber

tanaman voluntir, gulma, dan penyakit terbawa benih (seed borne diseases), yang

walaupun tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hendaknya ditekan sekecil

mungkin.

Penanaman

Penanaman dapat dilakukan langsung di lapangan maupun disemai dahulu di

pembibitan, kemudian bibitnya dipindah ke lapangan. Apabila dilakukan penanaman

langsung di lapangan maka benih dalam satu lubang jangan terlalu banyak, agar

lebih mudah melakukan roguing apabila ada tipe simpang.

Sedangkan penanaman melalui penyemianan, penyiapan bedengan semai

perlu mendapat perhatian, demikian juga halnya dengan prosedur semai dan mutu

benih yang disemai untuk menjamin hasil benih yang bebas dari kontaminasi oleh

Page 7: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7

gulma atau tipe simpang (off-type). Lahan harus bebas dari benih-benih terkubur

dari spesies yang sama dan benih gulma yang akan menyulitkan saat panen.

Penyiapan lahan yang baik akan memudahkan pemeliharaan tanaman dan

panen. Kegagalan yang umum adalah menghasilkan bidang semai yang tidak

menjamin kontak benih yang baik dengan tanah dan kedalaman tanam yang

berlebihan.

Isolasi

Isolasi tanaman penghasil benih dari berbagai sumber kontaminasi

merupakan persyaratan yang perlu untuk menumbuhkan tanaman penghasil benih.

Isolasi tanaman yang baik dapat mengurangi terjadinya kemungkinan-kemungkinan

sebagai berikut : (1) tercampurnya benih dari varietas yang berbeda pada saat

panen dilakukan; (2) penyerbukan silang antara pertanaman yang berbeda varietas,

dan (3) penyebaran hama dan penyakit dari tanaman inang yang lain.

Pada dasarnya terdapat dua macam teknik isolasi, yaitu isolasi jarak dan

isolasi waktu.

a. Isolasi Jarak

Isolasi jarak dimaksudkan agar dua varietas tanam yang berbeda dipisahkan

bloknya satu sama lainnya dengan jarak tertentu (jarak minimal 3 meter untuk

tanaman padi). Teknik isolasi ini dapat dilaksanakan dengan (1) mengosongkan

tanah antara kedua blok jarak itu, (2) menanamnya dengan tanaman lain, atau

(3) tanpa isolasi tapi tanaman yang selebar 3 meter dari kedua batas areal itu

pada waktu panen dikeluarkan dari calon benih

Jarak isolasi ditetakan tergantung pada cara penyerbukan tanaman, kemurnian

genetik yang diinginkan dan kondisi lingkungan selama penyerbukan.

Pertimbangan utama dalam menentukan jarak isolasi yang memadai bagi

tanaman penghasil benih adalah apakah tanaman tersebut bersifat menyerbuk

sendiri atau lebih bersifat menyerbuk silang. Jarak aktualnya tergantung pada

apakah serbuk sari dibawa udara atau serangga, pelokasian tanaman dan tingkat

resiko yang dapat diterima. Jarak yang aman tergantung pada arah angin dating.

Page 8: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8

Isolasi jarak yang diperlukan juga dipengaruhi oleh kategori benih yang

diperbanyak. Benih dengan kelas yang lebih tinggi mempunyai standar

kemurnian yang lebih tinggi daripada benih dari kelas yang rendah.

b. Isolasi Waktu

Isolasi waktu dilaksanakan dengan memberikan selang waktu tanam yang

berbeda antara dua varietas yang berbeda dengan blok/areal berdampingan

sehingga saat pembungaan berbeda pula (minimum 30 hari).

Dengan menerapkan isolasi waktu, produksi benih suatu jenis tanaman dengan

varietas yang berbeda dapat dilaksanakan setiap tahunnya pada areal yang

sama.

Pemupukan

Dalam fase perkembangan vegetative tanaman, hara mineral yang cukup

(terutama nitrogen, fosfor, dan kalium) diperlukan untuk membangun struktur

tanaman dengan jumlah maksimum pada posisi tempat benih berkembang. Setelah

pembungaan, luas daun yang aktif akan berkurang.

Penggunaan pupuk yang benar sangat penting bagi produksi benih agar

dapat diperoleh hasil yang maksimum. Dengan demikian maka perlu diidentifikasi

kekurangan mineral dalam tanah dan menetapkan program pemupukan yang

berimbang sehingga dapat menghindari keterbatasan hara bagi produksi benih di

lingkungannya.

Ketepatan pemupukan sangat penting karena menentukan keserempakan

waktu pembungaan. Dalam hubungan ini maka penangkar benih harus dapat

membedakan unsur-unsur yang memiliki peran spesifik dalam produksi benih dan

hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang normal.

Pengairan

Pengairan diberikan untuk menghindari masalah kekurangan air bagi

tanaman. Tanaman memiliki tahap-tahap ktitis terhadap kadar air tanah selama

siklus hidupnya. Tanaman-tanaman yang baru ditanam biasanya memerlukan

pengairan yang lebih sering daripada tanaman yang sudah mantap

Page 9: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9

pertumbuhannya. Harus diusahakan agar tidak terjadi kekurangan air antara saat

pembungaan hingga terbentuknya bunga secara lengkap, demikian juga pada fase

pematangan benih. Pengairan yang diberikan pada saat pembungaan pada

umumnya dapat meningkatkan produksi benih.

Pengairan yang teratur memungkinkan produksi benih di lingkungan yang

paling sesuai untuk menghasilkan benih yang tinggi. Lingkungan yang kering dengan

taraf irigasi yang tinggi dan teratur selama pembungaan dan pemasakan benih

memiliki potensi hasil yang lebih tinggi. Pasokan air bagi pertanaman kemudian

dapat dimanipulasi untuk menghasilkan sejumlah besar tempat pembungaan,

merangsang pembungaan bagi tanaman, menjamin kelembapan yang cukup untuk

pemasakan dan menyediakan kondisi yang sesuai.

Manfaat lebih lanjut dari irigasi adalah memungkinkan penambahan luas

tanam atau musim tanam dan pengendalian teknik budidaya tanaman yang rutin,

misalnya pengendalian gulma prasemai, penanaman dan pemupukan yang tepat

musim, dan perangsangan pertumbuhan gulma prasemai.

Pengendalian Gulma

Gulma perlu dikendalikan karena merupakan pesaing tanaman dalam memperoleh

air, cahaya dan unsur hara, disamping dapat merupakan inang dari hama dan penyakit

tertentu. Beberapa jenis gulma mungkin dapat menyerbuk silang dengan tanaman yang kita

tanam.

Pengendalian gulma pada pertanaman untuk menghasilkan benih dapat dilakukan

dengan cara ekologis yaitu pengendalian gulma melalui pengelolaan tanaman yang baik,

sedangkan pengendalian gulma secara kimia memerlukan ketepatan jenis, dosis, dan waktu

penggunaannya. Pengendalian gulma dengan tangan sering lebih selektif dan efektif

daripada dengan cara kimia, terutama jika tenaga kerja berlimpah.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Serangan oleh hama dan penyakit dalam pertanaman dipengaruhi sedikit banyak

oleh iklim dan kehadiran mereka di dalam tanah. Serangan hama dan penyakit harus

Page 10: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10

diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam pemilihan wilayah, atau lahan untuk

perbanyakan benih.

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan alternatif usaha :

menggunakan varietas yang tahan atau toleran, menanam benih yang bebas hama dan

penyakit yang dibawa benih, menggunakan bahan kimia untuk pemberantasan, atau

melaksanakan rotasi tanaman.

Roguing /seleksi

Roguing /seleksi merupakan teknik yang dilaksanakan dalam produksi benih untuk

menjaga kemurnian varietas. Roguing dilakukan dengan cara mengadakan pemeriksaan dan

membuang tanaman-tanaman yang memiliki cairi-ciri berbeda dengan varietas yang sedang

diperbanyak.

Roguing harus dilakukan beberapa kali pada tahap pertumbuhan tanaman yang

berbeda. Waktu terbaik adalah ketika penanaman berbunga penuh, dimana pada tahap ini

sifat-sifat kultivar hampir ditampilkan sepenuhnya, dan perbedaan-perbedaan warna bunga

terlihat dengan nyata. Dalam melaksanakan roguing diperlukan keterampilan dalam

pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu diketahui oleh pelaksana roguing adalah (1) karakteristik

(deskripsi) varietas yang diusahakan; (2) karakteristik tipe simpang; (3) penyakit yang

terbawa benih dan sulit dikendalikan dengan perawatan benih; (4) gulma yang berbahaya,

kurang berbahaya, dan yang lazim tumbuh; (5) tanaman lain yang biasa ditemukan;

(6) ketidaknormalan tanaman termasuk stress nutrisi, suhu, dan kelembaban tanah; dan

(7) pengambilan contoh dan cara perhitungan yang berlaku untuk memenuhi persyaratan

sertifikasi.

Efektivitas roguing tergantung sebagian pada perbedaan rogue dan sebagian lagi

pada keterampilan pembuangannya. Suatu rogue dapat dibuang hanya jika cukup berbeda

untuk dikenali oleh petugas pembuang yang berpengalaman. Petugas ini berjalan perlahan-

lahan di seluruh pertanaman sehingga gulma dan spesies tanaman lain dapat dilihat dengan

mudah.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan

roguing adalah : (1) tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa sehingga tanaman-

Page 11: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11

tanaman yang ada dapat diamati/terlihat per individu; sering terjadi bahwa tanaman yang

lebih kecil dan memiliki cirri-ciri yang tidak dikehendaki tumbuh tersembunyi oleh tanaman

normal yang lebih besar; (2) berjalan secara sistimatik melalui penanaman yang ada

sehingga setiap tanaman dapat terlihat dan dapat dipertimbangkan sebagai rogue atau

bukan; hendaknya tidak melakukan pemeriksaan pada wilayah pertanaman yang terlalu luas

sekaligus; (3) seluruh bagian tanaman rogue atau tipe simpang hendaknya dicabut dan

dibuang; jangan hanya membuang buah-buah yang menunjukkan cirri-ciri yang tidak

dikehendaki saja; (4) sedapat mungkin pemeriksaan lapangan dilakukan dengan

membelakangi matahari; pemeriksaan terhadap cirri-ciri tanaman lebih sulit dilakukan apabila

matahari ada didepan pelaksana roguing, roguing hendaknya dilakukan sepagi mungkin

sebelum tanaman mulai layu, serta sebelum matahari terlalu panas agar pengenalan

terhadap cirri-ciri kritis yang ada dapat lebih mudah dilakukan; (5) pemeriksaan hendaknya

tidak ditunda-tunda pelaksanaannya, semua tanaman yang memiliki cirri-ciri yang tidak

dikehendaki, harus dicabut dan dibuang sebelum berbunga; (6) jumlah dan tipe tanaman-

tanaman yang dicabut dan dibuang dari pertanaman penghasil benih hendaknya dicatat;

(7) gulma dan tanaman-tanaman liar yang dapat menyerbuk silang yang mungkin berhasil

lolos dari pengnedalian atau pengolahan tanah sebelumnya harus dicabut dan dibuang; dan

(8) tanaman dan gulma yang terinfeksi oleh penyakit terbawa benih harus dicabut dan

dibuang.

Panen

Waktu panen harus disesuaikan agar benih benar-benar masak, yang ditunjukkan

oleh kadar air atau keragaannya. Jika panen terlalu dini, benih menjadi keriput ketika

dikeringkan. Benih demikian walaupun tinggi daya berkecambahnya pada saat panen, tetapi

dapat cepat mundur pada saat di penyimpanan, disamping banyak yang hilang disaat

pembersihan. Sebaliknya, jika pemanenan terlalu lambat, sebagian benih mungkin rontoknya

dan sebagian lagi terlalu kering untuk dirontok sehingga mengalami kerusakan.

Kadar air benih padi yang aman dipanen yaitu berkisar antara 17-23 %, dimana

pada pemanenan dalam selang kadar air ini dapat meminimumkan kerusakan mekanis

ketika dirontok. Disamping dengan cara meraba benih dengan tangan dan mengukur

kadarairnya, menekan benih dengan kuku ibu jari kadang-kadang dipakai sebagai cara untuk

Page 12: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12

menetapkan waktu pemanenan. Keragaan tanaman atau benih dapat juga menjadi acuan

waktu pemanenan, benih berubah warna jika telah masak.

Pasca Panen

Penanganan pasca panen benih adalah penanganan benih sejak selesai

dipanen sampai siap disalurkan kepada penggunanya, baik sesama produsen benih

maupun kepada petani. Penanganan pasca panen benih meliputi : kegiatan

prontokan/ekstraksi, pengeringan, pembersihan, pemilahan, perawatan,

pengambilan contoh, pengujian, pengemasan, dan pelabelan.

METODE PELAKSANAAN

1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas unggul baru Inpari-13, pupuk

anorganik (urea, ZA, ponska), pupuk organik, pestisida (furadan 3 G, regent),

dan herbisida. Alat yang digunakan adalah perangkap tikus (SRP), Bagan Warna

Daun (BWD), dan AWD

2. Pendekatan

Kegiatan Demonstrasi dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif berupa

kegiatan on farm dilahan petani dengan menggunakan pendekatan model

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah.

3. Tahapan Pelaksanaan

Persiapan

Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan

Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan berdasarkan kebutuhan

pembelajaran FMA P3TIP/FEATI di Kabupaten Maros, dan teknologi

tersebut telah dikaji oleh BPTP Sulawesi Selatan.

PenetapanTim Pelaksana

Pelaksana kegiatan terdiri dari Penyuluh BPTP 2 orang, Peneliti 2 orang, LO

Pendamping SL PTT Kabupaten Luwu 1 orang, teknisi 1 orang dan penyuluh

Kabupaten 1 orang.

Page 13: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13

Penyediaan Materi Diseminasi

Bahan diseminasi berupa Media cetak dalam bentuk Folder yaitu : Petunjuk

Teknis (JUKNIS) dan beberapa materi penyuluhan (folder) yang dibagikan

pada saat sosialisasi dan temu lapang.

Pelaksanaan

Waktu

Kegiatan Demonstrasi dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Desember 2012.

Lokasi

Demonstrasi dilakukan di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros dengan luas areal 1,5 ha.

Koordinasi

Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah P3TIP/FEATI Badan

Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BPP-KP), Kabupaten

Maros. Maksud koordinasi tersebut untuk membicarakan rencana Demplot,

data Posluhtan, dan jadwal tanam serta mengsinergikkan program di

Kabupaten

Penetapan Lokasi dan Petani Pelaksana

Penentuan lokasi kegiatan dan petani pelaksana dilakukan bersama sama

pengelolah FEATI/P3TIP, pelaksana kegiatan (BPTP), dan Kepala BPP

Bantimurung. Penentuan lokasi tersebut berdasarkan kebutuhan

pembelajaran FMA, lokasi mudah dijangkau, letaknya dipinggir jalan,

bebas banjir dan kekeringan serta dapat dilalui kendaraan, demikian pula

petani pelaksana dipilih petani yang inovatif dan mudah diajak kerjasama

dalam menerapkan teknologi. Berdasarkan keriteria tersebut maka

ditetapkan Ketua Posluhtan Mattoanging/Kelompok Tani Turikale sebagai

pelaksana kegiatan

Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan

Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2012, dihadiri oleh + 40

orang terdiri dari petani/anggota Koptan, Wanita Tani, Penyuluh, Pemda,

Peneliti/Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan. Dilakukan dengan metode

Page 14: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14

Focus Discussion Group (FGD) bertujuan menggali informasi kemampuan/

penguasaan teknologi, kebiasaan petani dalam mengelola usahataninya,

produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi.

Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang pelaksanaan

kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi ini diisi pula dengan penyampaian teknik

pelaksanaan demonstrasi oleh penanggung jawab kegiatan menyangkut

hak dan kewajiban para petani pelaksana demplot dan tata cara

pelaksanaan kegiatan, serta materi teknologi oleh Peneliti BPTP tentang

tata cara penerapan komponen teknologi penangkaran benih padi, dan

diskusi antara peserta dengan Peneliti/Penyuluh BPTP.

Aplikasi Teknologi

Pesemaian

Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu direndam dengan larutan

garam (1 liter air 30 gram garam dapur) selama 24 jam kemudian

ditiriskan/diperam selama 48 jam, dikering anginkan lalu disebar

merata di bedengan pesemain yang sebelumnya diberi abu sekam

untuk menggemburkan tanah agar bibit mudah dicabut. Pesemaian

dipasangi alat perangkap tikus (SRP), benih yang baru dihambur

merupakan umpan bagi tikus. Pada saat benih berumur 1 minggu

dipembibitan diberi urea 5 kg untuk memperoleh bibit yang kuat

Penanaman

Penanaman dilakukan dalam kondisi sawah macak-macak

menggunakan bibit muda umur 15-17 hari dengan jumlah bibit 2

bibit/rumpun, sistim tanam yang digunakan adalah tanam pindah

legowo 2:1 dengan jarak 50 x 25 x12,5 cm. Ditanam berselang-seling

2 baris dan 1 baris kosong

Page 15: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15

Pemupukan

Pemupukan dasar menggunakan Ponska sebanyak 250 kg/ha

diberikan pada saat 10 hst, sedangkan pemupukan Urea (N )

sebanyak 100 kg/ha dengan menggunakan Bagan Warna Daun

(BWD). Diberikan dua kali yaitu pada umur 25-28 hst dan 35-45 hst

masing-masing 50 kg/ha. Pupuk organik yang digunakan dalam

demplot ini adalah kotoran ayam dalam bentuk yang telah jadi

kompos, dan diberikan pada saat pengolahan tanah terakhir sebanyak

1,5 ton/ha

Pengairan

Pengairan dilakukan sesuai kondisi tanah maupun irigasi setempat,

pemberian air setinggi 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari

selanjutnya sawah dibiarkan mengering sendiri, setelah permukaan

tanah retak selama 1 hari, sawah kembali diairi setinggi 5 cm dan

dibiarkan sawah mengering sendiri, dan setelah 7 hari diairi lagi

setinggi 5 cm.

Pengairan Basah kering, AWD dipasang sebelum/sesaat setelah

tanam dan dipasang sedalam 20 cm,. Tinggi AWD 15 cm diatas

permukaan tanah, Setelah dipasang keluarkan tanah dari dalam pipa,

Pengukuran dimulai 7 – 10 hst, ketinggian air dimonitor/dipantau

setiap dua hari sekali dan dicatat. Bila tinggi air dalam pipa kurang

dari 5 cm, lahan sawah baru diairi. Padi tidak perlu dibenam/direndam

setiap waktu.

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dengan cara pengolahan tanah sempurna, dan

mengatur air di petakan sawah, menggunakan herbisida pada saat

tanaman berumur 15 hst selanjutnya penyiangan dengan tangan.

Page 16: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, pengendalian

penggerek batang dengan insektisida butiran dan cairan, sedangkan

pengendalian wereng dengan regent cair

Roguing / Seleksi

Seleksi/roguing dilakukan pada saat tanaman berada pada stadia

vegetative awal dan akhir serta pada stadia generative awal dan akhir.

Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada saat pendahuluan atau

pemeriksaan pendahuluan, pada fase vegetative, fase berbunga, dan

pada saat menjelang panen.

Panen

Panen dilakukan pada saat masak fisiologis 80 %, bulir sudah

menguning sedang tangkai malai masih hijau dengan menggunakan

sabit dan mesin perontok.

Temu Lapang

Temu Lapang dilakukan pada setiap tahapan aplikasi inovasi teknologi

seperti pada saat hambur benih sekaligus pemasangan perangkap

tikus (SRP), temu lapang penanaman sistem tanam jajar legowo 2 : 1,

roguing dan pengairan basah kering (AWD), dan temu lapang akhir

pada saat panen. Temu lapang akhir dilakukan pada tanggal 10

Agustus 2012. Kegiatan temu lapang atau pertemuan kelompok

dihadiri oleh petani, aparat terkait, Pemda, penyuluh dan peneliti

sebagai nara sumber.

Page 17: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17

Secara rinci inovasi teknologi penangkaran benih yang diintroduksikan

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen teknologi penangkaran benih padi di Desa Mattoanging,

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

Uraian Komponen Teknologi

Varietas Inpari-13, Klas FS

Jumlah benih 25 kg

Perlakuan benih direndam dengan larutan garam (1 liter air 30 gram garam dapur) selama 24 jam kemudian ditiriskan/diperam selama 48 jam

Pesemaian Sistem bedengan, lebar bedengan ±2 m

Pengolahan tanah Sempurnah (ditraktor/bajak, digaru, dan diratakan)

Cabut bibit Bibit dicabut pada umur 17 hari

Tanam - 2-3 batang per lubang - Sistem tanam jajar legowo 2 : 1

Pemupukan - Pupuk organik - Urea

- Ponska

Penyiangan Dilakukan 2 kali menggunakan landak

Pengendalian

hama dan penyakit

Penerapan pengendalian hama dan penyakit secara

terpadu

Panen Pada saat masak fisiologis 80%, bulir sudah menguning sedang tangkai malai masih hijau dengan menggunakan sabit dan mesin perontok

Roguing/seleksi Seleksi tanaman oleh petani dilakukan pada saat : 1. Stadia vegetative awal (35-45 hst) 2. Stadia vegetative akhir/anakan maksimum (50-60

hst) 3. Stadia generative awal/berbunga (85-90 hst) 4. Stadia generative akhir/masak (100-115 hst) Pemeriksaan lapangan oleh petugas dilaksanakan pada

saat : 1. Pendahuluan 2. Fase vegetative

3. Fase generative 4. Stadia generative akhir/masak (100-115 hst)

Page 18: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18

Pengamatan

Data yang dikumpulkan meliputi :

1. Respon/tanggapan petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan,

melalui wawancara dan quisioner pada saat sosialisasi serta melalui

kegiatan temu lapang

2. Data partisipasi petani anggota kelompok terhadap aplikasi komponen

teknologi

3. Data tingkat kepuasan petani anggota kelompok terhadap pelaksanaan

Demonstrasi

4. Produksi yang dicapai, R/C ratio teknologi yang didemonstrasikan dan

teknologi cara/kebiasaan petani

Analisa Data

Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, meliputi :

1. Analisis respon petani

2. Analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok

3. Analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok

4. Data produksi menggunakan analisis sederhana untuk melihat kelayakan

teknis teknologi dan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan

teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio

Temu Lapang

Temu lapang dilakukan dengan melibatkan petani kooperator, anggota

kelompok maupun kelompok FMA lainnya serta petugas penyuluhan setempat.

Untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota

kelompok maupun peserta lain maka dilakukan wawancara dalam bentuk

kuisioner yang kemudian diisi oleh masing-masing petani. Temu lapang untuk

aplikasi teknologi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat pesemaian, pada

saat penanaman, dan pada saat pelaksanaan seleksi pertama (roguing) atau

pada stadia vegetative awal. Temu Lapang akhir dilakukan pada saat akhir

kegiatan ataupun menjelang panen.

Page 19: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19

Pelaporan dan Seminar Hasil

Laporan kegiatan terdiri atas laporan tengah tahun dan laporan akhir

kegiatan. Kemudian diseminarkan bertujuan untuk menampung saran atau

perbaikan akan hal-hal yang perlu dan dianggap kurang, dengan demikian

dapat bermanfaat terutama bagi pengguna.

Page 20: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keadaan Umum Wilayah

Desa Mattoanging merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan

Bantimurung, terletak 6 kilometer dari ibukota Kabupaten Maros dengan luas

wilayah kurang lebih 630 ha, yang terbagi dalam 5 dusun yaitu : Dusun Bonti-

Bonti, Dusun Paranggi, Dusun Katubung, Dusun Malewang, dan Dusun

Moncongbori.

Desa Mattoanging terletak di sebelah utara Desa Barugae dan Desa

Tukamase, sebelah timur Desa Manggelloreng dan Desa Minasa Baji, sebelah

selatan Desa Alatengae dan sebelah barat Keluarahan Boribelaya, Kecamatan

Maros Baru.

Topografi Desa Mattoanging umumnya adalah dataran rendah dan

merupakan areal persawahan seluas 488,62 ha, tegalan seluas 277,19 ha,

pekarangan seluas 23,04 ha, kebun rakyat seluas 56,96 ha, dan lain-lain seluas

61,38 ha. Usaha ternak sebagai usaha lainnya terdiri atas : sapi sebanyak 633

ekor, kuda sebanyak 30 ekor, kambing sebanyak 18 ekor, ayam buras sebanyak

8.049 ekor, dan itik sebanyak 4.495 ekor (Badan Penyuluhan, Kabupaten

Maros, 2011).

Desa Mattoanging mempunyai penduduk kurang lebih 3.165 orang,

terdiri dari : laki-laki sebanyak 1.546 orang dan perempuan sebanyak 1.619

orang dengan jumlah KK sebanyak 759 KK. Sebagian besar bekerja sebagai

petani yaitu 70,62% atau kurang lebih 536 KK.

Sebagian besar penduduk Desa Mattoanging berpendidikan sekolah

dasar (SD), yaitu sebanyak 1.598 orang atau 50,49%. Bahkan yang tidak tamat

SD sebanyak 1.060 orang atau 33,78%. Namun karena potensi sumber daya

alam yang cukup mendukung dengan luas persawahan yaitu seluas 488,62 ha,

Page 21: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21

dimana seluruh lahan sawah tersebut berpengairan teknis (irigasi teknis),

sehingga mampu memberikan pendapatan yang memadai, apalagi dengan

tercapainya pertanaman dengan Indeks Pertanaman (IP) 300.

Anggota kelompok tani membentuk kelompok-kelompok belajar melalui

wadah kelompok tani agar dapat memperoleh bimbingan dari penyuluh dan

Pembina teknis lainnya. Adapun kelembagaan petani yang telah terbentuk dapat

terdiri atas : kelompok tani sebanyak 12 kelompok, P3A sebanyak 5 kelompok,

Gapoktan 1 kelompok, dan Posluhtan 1 kelompok.

Kelembagaan pemerintahan dan perekonomian Desa merupakan wadah

yang memperlancar/menopang pembangunan sosial ekonomi di pedesaan.

Kelembagaan tersebut terdiri atas KUD sebanyak 1 buah dan penggilingan padi

sebanyak 5 buah.

Dukungan Tim Penyuluh Lapangan (TPL) dalam rangka memfasilitasi

kegiatan kelompok tani ataupun FMA di lapangan, merupakan tim yang dibentuk

di tingkat BPP, yang mana selain ditempatkan Penyuluh di desa juga didukung

oleh BPP atau penyuluh lainnya sesuai keahliannya.

2. Karakteristik Petani

Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh petani yang

ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan terhadap lingkungan

hidupnya. Karakteristik petani dapat diidentifikasi secara keseluruhan berdasarkan

identitas petani yang terdiri atas : umur, pendidikan, pengalaman berusahatani

(menangkar), luas kepemilikan lahan, dan jumlah tanggungan keluarga.

Page 22: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22

Tabel 2. Identitas petani pada kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran

Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 2012

No. Uraian Rerata

1. Usia (tahun) 39

2. Lama pendidikan (tahun) 12

3. Pengalaman usahatani (tahun) 15

4. Luas lahan (ha) 5

5. Jumlah tanggungan keluarga (orang) 4

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.

Umur/usia merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu

perubahan harus terjadi. Usia menggambarkan pengalaman dalam diri

seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang

dimiliki. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik dan

psikis seseorang adalah usia.

Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata usia petani yang

terlibat dalam kegiatan Demplot sebesar 39 tahun, hal ini menunjukkan bahwa

petani tersebut berada pada usia produktif yang secara fisik dan psikis optimal

untuk bekerja, meskipun demikian usia tidak menjamin keterampilan

seseorang dalam berusahatani tapi perlu intervensi teknologi yang berdaya

guna serta pengambilan keputusan yang tepat dan dilakukan bersama-sama.p

Kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani.

Perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya

umur. Usahatani dibidang pertanian idealnya ditekuni oleh petani yang berusia

lebih muda, kecendrungan ini dikarenakan perlunya kekuatan fisik dan proses

adopsi inovasi baru, dimana petani yang berumur muda akan lebih tanggap

bila dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua (Mulyasa, 2003).

Tingkat pendidikan merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap

akseptabilitas perkembangan informasi dan teknologi seseorang. Tingkat

pendidikan petani yang terlibat di lokasi uji coba/demonstrasi teknologi

Page 23: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23

ditunjukkan oleh waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu yaitu mayoritas

menghabiskan waktu 12 tahun yang merupakan tingkat pendidikan SMA.

Sehingga dengan demikian dalam melakukan aktivitas usahatani padi

(penangkaran benih) dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara baik.

Namun pada kenyataannya bekal pendidikan yang dimiliki kurang mampu

memberi peluang untuk menambah wawasan secara inovatif karena besarnya

pengaruh budaya dan bahasa di wilayah masing-masing.

Pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas,

dimana individu-individu memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri,

dan professional dalam bidangnya masing-masing. Tingginya tingkat

pendidikan seseorang memberikan wawasan pola berpikir yang semakin

rasional dan kompeten dalam pengambilan keputusan. Pendidikan yang relatif

tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis, semakin

efisien bekerja dan semakin banyak teknik berusahatani yang lebih baik dan

menguntungkan. Pendidikan petani umumnya mempengaruhi pola pikir petani

dalam mengelola usahatani.

Pengalaman berusahatani merupakan faktor yang mempengaruhi

aktifitas petani, dimana yang diinginkan petani berdasarkan pengalaman yang

baik mengenai cara bercocok tanam yang baik dan menguntungkan.

Pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatani, dimana

petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cenderung sangat

selektif dalam proses pengambilan keputusan. Pengalaman berusahatani padi

petani yang terlibat pada Uji coba/demonstrasi relatif cukup baik yaitu rata-

rata 15 tahun.

Pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami

seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengalaman petani akan

berpengaruh dalam mengelola usahatani yang dilakukan. Pengalaman

berusahatani memiliki peranan yang sangat penting bagi petani dalam

mengembangkan usahataninya, dan menerapkan teknologi baru

(Padmowihardjo, 1994).

Page 24: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24

Semakin luas garapan yang dimiliki petani, maka tingkat adopsi

teknologi budidaya cenderung akan semakin sesuai. Ukuran usahatani selalu

berhubungan positif dengan adopsi inovasi, artinya makin luas atau makin

besar usahatani maka semakin tinggi adopsi inovasi petani terhadap teknologi

budidaya. Rata-rata penguasaan lahan usahatani sebesar 5 hektar lahan

irigasi, dengan status lahan milik, sewa dan sakap.

Jumlah tanggungan petani rata-rata 4 orang, hal ini disatu sisi

merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja sementara

disisi lain merupakan tantangan untuk lebih meningkatkan produksi dan

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa identitas petani berada

pada umur/usia produktif, dengan tingkat pendidikan yang relatif berada pada

tingkat/kategori cukup, pengalaman usahatani termasuk berpengalaman,

penguasaan lahan cukup luas, dan jumlah tanggungan keluarga cukup.

3. Tingkat Pengetahuan Petani Sebelum Adanya Demplot

Tingkat pengetahuan petani sebelum diadakannya demplot penting untung

diketahui, agar teknologi yang akan diintroduksikan dapat disesuaikan dengan

kebutuhannya.

Pengetahuan petani sebelum dilakukan demplot diuraikan secara jelas dalam

tabel berikut :

Page 25: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Petani tentang Teknologi Produksi Benih Padi

Sebelum Adanya Demplot, di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No.

Jenis Teknologi

Tingkat Pengetahuan terhadap aplikasi

teknologi (%)

Keterangan

Tahu Tidak Tahu

1. Varietas unggul 100 0

2. Jumlah benih 40 60

3. Perlakuan benih 0 100

4. Bibit muda 11-20 hst 60 40

5. Jumlah bibit 2-3/lbg 80 20

6. Cara tanam (2 :1) 76 24

7. Pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD

60 40 Belum tahu cara pakai alatnya

(PUTS)

8. Pengairan dengan menggunakan AWD

0 100

9. Roguing 3 kali 60 40

Sumber : data primer yang telah diolah,2012

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa teknologi penggunaan varietas

unggul telah diketahui oleh 100% anggota poktan (25 orang). Sedangkan

untuk teknologi penanaman bibit muda, jumlah benih, jumlah bibit 2-3/lbg,

cara tanam sistem legowo, pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD, serta

cara dan waktu roguing yang tepat masih belum diketahui oleh seluruh

anggota poktan. Demikian pula halnya dengan teknologi pengairan dengan

menggunakan AWD dan perlakuan benih dengan perendaman air garam belum

sepenuhnya diketahui oleh anggota poktan (100 %). Dengan demikian maka

teknologi yang diintroduksikan pada kegiatan demplot adalah : (1) jumlah

benih, (2) penanaman bibit muda (17 hari), (3) jumlah bibit 2-3/lubang, (4)

legowo 2:1, (5) pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD, (6) pengairan

menggunakan AWD, dan (7) waktu dan cara roguing yang tepat.

Page 26: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26

4. Analisis Data

a. Analisis Respon Petani terhadap Introduksi Teknologi pada

Kegiatan Demonstrasi

Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani

terhadap teknologi yang diuji cobakan/demonstrasikan dalam penangkaran

benih padi. Respon petani diperoleh melalui kuesioner, wawancara pada

saat pertemuan di lapang dan temu lapang yang meliputi teknologi

penangkaran benih padi. Penerapan suatu teknologi membutuhkan

partisipatif kelompok yang menjadi sasaran, karena indikator keberhasilan

penerapan teknologi adalah respon yang ditujukan baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Hal tersebut akan menunjukkan tingkat manfaat yang

dirasakan dan akan diuraikan sebagai berikut :

Aspek Teknis

Secara teknis teknologi yang diuji coba/demonstrasikan, mudah dilakukan

petani karena penerapan tidak membutuhkan keahlian khusus dan teknik

pelaksanaannya.

Aspek Ekonomi

Manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh oleh petani kooperator

dengan penerapan teknologi penangkaran benih padi yaitu dapat

meningkatkan produksi sebesar 30%, sehingga otomatis dapat

meningkatkan pendapatan petani-penangkar. Perbedaan pendapatan ini

selain dipengaruhi oleh hasil, juga dipengaruhi penggunaan input produksi,

terutama penggunaan benih dan pupuk. Rata-rata efisiensi penggunaan

benih mencapai 35-40% (dari 40 kg/ha menjadi 20-25 kg/ha).

Aspek Sosial Budaya

Pada lokasi Demplot, introduksi teknologi di lapang dapat dipahami oleh 90

% petani. Meskipun demikian beberapa komponen teknologi yang masih

belum sepenuhnya dapat diterima oleh petani diantaranya adalah

penggunaan benih 20-25 kg/ha, penanaman dengan sistem legowo 2:1,

pelaksanaan seleksi/roguing minimal 3 kali, karena selama ini petani hanya

melakukan roguing satu atau dua kali yaitu pada saat menjelang panen

Page 27: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 27

ataupun pada saat berbunga dan menjelang panen, serta penggunaan

pupuk berdasarkan PUTS.

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk

mengetahui respon petani terhadap komponen teknologi yang diuji cobakan

pada kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Respon Petani terhadap Komponen Teknologi Penangkaran Benih

Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No. Komponen Teknologi

Respon Persentase (%)

Alasan

1.

Penggunaan varietas unggul

Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

92

8 0

- Daya tumbuh benih cukup tinggi

- Potensi hasil tinggi

- Sulit diperoleh

b.

2.

Jumlah benih

Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

40

0

60

- Menghemat

penggunaan

benih

- Mengurangi jumlah populasi

No. Komponen

Teknologi

Respon Persentase

(%)

Alasan

3.

Sistem tanam

legowo 2:1

Tertarik

48

- Tanaman lebih

teratur - Populasi tanaman

bertambah

- Lebih mudah melakukan roguing

Page 28: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 28

- Ragu-ragu

- Menolak

0

52

- Membutuhkan

waktu lama dan

tenaga banyak

4.

Tanam bibit <

21 hari

Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

88

12

0

- Tanaman lebih

mudah dipindah

- Tanaman masih

rawan

5.

2-3 btg/lubang

- Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

60

40

0

- Efisiensi

penggunaan bibit

- Mengurangi

populasi

c. -

6.

Pemupukan berdasarkan PUTS dan

BWD

- Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

80

0

20

- Pertumbuhan tanaman cukup bagus

- Efisiensi penggunaan pupuk

- Tanaman kekurangan pupuk

No. Komponen Teknologi

Respon Persentase (%)

Alasan

7.

Pengairan

dengan menggunakan AWD

- Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

60

20

20

- Efisiensi penggunaan air

- Belum tahu membuat

alatnya

- Tanaman kekurangan

air

Page 29: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 29

8. Roguing/

Seleksi minimal 3 kali

- Tertarik

- Ragu-ragu

- Menolak

80

0

20

- Tanaman lebih bebas

dari cvl dan tipe simpang

- Membutuhkan waktu

dan tenaga lebih banyak

b. Analisis Tingkat Partisipasi Petani Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Persentase tingkat partisipasi petani pada setiap pelaksanaan kegiatan

demonstrasi teknologi penangkaran benih padi di Desa Mattoanging,

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros dapat dilihat pada Tabel 5

dibawah ini.

Tabel 5. Tingkat Partisipasi pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan

Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No. Wujud Keterlibatan N = 25 %

1. Memberikan ide/gagasan/pemikiran (Sosialisasi)

25

100

2. Merencanakan dan memutuskan 25 100

3. Pembibitan 20 80

4. Penanaman 25 100

5. Pemeliharaan (pemupukan,

pengairan, dan pengendalian gulma)

25

100

6. Roguing /seleksi 25 100

7. Panen/pengambilan ubinan 25 100

8. Temu lapang 20 80

Rerata 23 95 Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa keterlibatan/partisipasi anggota

poktan pada kegiatan demonstrasi teknologi penangkaran benih padi

cukup tinggi, yaitu 95 % atau sebanyak 23 orang, artinya sebagian besar

Page 30: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 30

anggota (hampir semua anggota poktan) berperan aktif dan masing-

masing membagi peran sesuai kesempatan/kemampuannya melalui

kesepakatan/musyawarah.

c. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih

Analisis tingkat kepuasan petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan

Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No. Jasa BPTP Tingkat Kepuasan (%)

kurang puas puas sangat puas

1. Persiapan, meliputi : - Kerjasama petani dengan

BPTP - Sarana dan prasarana

0 0

20

20

80

80

2. Sosialisasi, meliputi : - Materi yang disampaikan - Penjelasan narasumber - Petunjuk teknis/leaflet

0 0 20

0 20 0

100 80 80

3. Aplikasi teknologi, terdiri atas : - Varietas Impari-13 - Jumlah bibit - Bibit muda - Tanaman 1-2 batang per

rumpun - Sistem tanam legowo 2:1 - Pemupukan berdasarkan

PUTS dan BWD) - Pengairan (AWD) - Roguing

0 20 40 0 20 0 0 0 0

0 0 0

20 0 20 20 20 0

100 80 60

80 80 80 80 80 100

4. Temu Lapang, meliputi materi dan narasumber : - Pesemaian dan pemasangan

perangkap tikus - Penggunaan bibit muda dan

penanaman dengan sistem tanam legowo 2 : 1

- Roguing pada stadia vegetative awal (35-40 hst)

- Temu lapang akhir

0

20

0 0

0

20

20 0

100

60

80

100

Page 31: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 31

5. Bimbingan teknis di lapangan, meliputi : - Cara menentukan dosis

pupuk P dan K berdasarkan PUTS

- Persiapan benih dengan merendam larutan garam sebelum semai

- Cara pemasangan dan pengamatan AWD

20 0 0

0

20

20

80

80

80

- Cara dan waktu pelaksanaan roguing yang tepat

20 0

80

Nilai Rerata 7.27 10,00 82,73

Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan anggota

kelompok tani terhadap pelaksanakan kegiatan demonstrasi teknologi

penangkaran benih padi cukup tinggi yaitu sebesar 82,73% (sangat puas)

dan sebanyak 10% cukup puas, walaupun masih ada yang kurang puas

yaitu sekitar 7,27%. Hal ini disebabkan diantaranya karena kelompok tani

tersebut sudah sering melakukan kerjasama dengan Litbang pertanian

khususnya BPTP, selain itu penangkaran benih padi banyak diusahakan di

Desa Mattoanging. Selanjutnya dengan adanya kerjasama ini memberikan

motivasi serta hubungan yang lebih akrab sehingga mempunyai peluang

untuk mengundang peneliti, penyuluh, dan teknisi baik sebagai

narasumber ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.

Pada umumnya teknologi produksi benih padi sudah dapat dilakukan

petani di lokasi Demplot. Selanjutnya harapan yang diinginkan petani

kedepan diantaranya adalah :

1. Bimbingan teknis terutama teknologi pasca panen untuk menghasilkan

benih bermutu dan teknologi penyimpanan benih

2. Pengadaan sarana terutama lantai jemur dan gudang penyimpanan

d. Analisa Usahatani / Analisis Finansial pada Kegiatan Demonstrasi dan pada saat sebelum Demonstrasi

Untuk menentukan apakah aplikasi teknologi yang diujicobakan/

didemplotkan menguntungkan petani atau tidak, analisis usahatani dapat

Page 32: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 32

dilakukan dengan asumsi bahwa korbanan/pengeluaran biaya produksi

selain pemupukan dan aplikasinya adalah sama.

Implementasi introduksi teknologi selain dapat meningkatkan hasil GKP

juga dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar Rp. 5.525.000

dibandingkan pada saat sebelum dilakukan demplot (Tabel 7).

Hasil analisa usahatani penangkaran benih padi secara finansial per hektar

per musim dari tanam sampai dengan panen memerlukan biaya (input

produksi) yang terdiri atas biaya produksi dan tenaga kerja. Selanjutnya

hasil yang diperoleh berupa gabah calon benih (GKP) yang dihasilkan

sebesar 4.000 kg dan gabah untuk konsumsi sebesar 3.200 kg. Sedangkan

hasil yang diperoleh pada saat sebelum adanya demplot adalah 3.000 kg

gabah calon benih dan 2.700 kg gabah konsumsi.

Tabel 7. Analisa Usahatani pada saat Demplot dan pada saat sebelum

Demplot Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No. Uraian Demplot Sebelum Demplot

1. Biaya produksi (Rp) 5.249.000 4.437.000

2. Biaya tenaga kerja (Rp) 3.951.000 3.523.500

3. Total biaya (Rp) (1+2) 9.100.000 7.950.000

4. Hasil : - Calon benih (GKP) (kg/ha)

- Gabah konsumsi (kg/ha)

4.000 3.200

3.000 2.700

5. Pendapatan (Rp) 26.360.000 20. 835.000

6. Keuntungan (Rp) (5-3) 17.260.000 12. 885.000

7. R/C ratio (5/3) 2,92 2.62 Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Berdasarkan hasil analisa usahatani total biaya yang digunakan pada

kegiatan demplot sebesar Rp. 9.100.000, dan pada saat sebelum demplot

sebesar Rp. 7.950.000, sedangkan pendapatan yang diperoleh pada saat

demplot sebesar Rp. 26.360.000, dan sebelum demplot diperoleh Rp.

20.835.000. Dengan demikian maka keuntungan yang diperoleh dengan

adanya kegiatan demplot adalah Rp. 17.260.000, dengan R/C ratio

Page 33: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 33

sebesar 2,92 dan pada saat sebelum demplot diperoleh keuntungan

sebesar Rp. 12.885.000, dengan R/C ratio 2,62. Hal tersebut

menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan termasuk menguntungkan

karena ratio lebih dari 1,0.

Calon benih yang dihasilkan langsung dibeli oleh Sang Hyang Seri (SHS) di

sawah dalam bentuk GKP. Sedangkan gabah konsumsi dijual sendiri

kepada konsumen setelah dikeringkan sampai kadar air 14%.

e. Analisis Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Konstribusi stakeholders pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi

Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Banimurung,

Kabupaten Maros disajikan pada tabel berikut.

Tabel 8. Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros, 2012

No.

Kegiatan BPTP

Sumber Dana FEATI

Sumber Dana Non

FEATI (APBD, Swasta, Masyarakat)

Institusi Nilai (Rp) Institusi Nilai (Rp)

1. Bahan : - ATK dan

Komputer

supplies - Bahan

demonstrasi - Temu Lapang - Foto copy dan

penggandaan laporan

BPTP

BPTP

BPTP BPTP

919.875

11.000.000

2.759.750

919.750

Petani

275.000

2. Honor kegiatan : - Honor harian

lepas - Honor ketua tim - Honor anggota

BPTP

BPTP BPTP

1.530.000

227.000 185.410

Petani

2.451.000

3. Belanja barang operasional lainnya : - Biaya peserta

temu lapang

BPTP

5.000.000

Petani

100.000

Page 34: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 34

4. Belanja Perjalanan Persiapan dan Pelaksanaan

BPTP 16.500.000

5. J u m l a h 40.096.685 2. 826.000

6. Prosentase 100 % 7,05 %

Berdasakan Tabel 8, terlihat konstribusi stakeholders (petani) hanya

7,05% dari anggaran kegiatan demonstrasi seluruhnya. Konstribusi tersebut

terdiri atas upah harian lepas sebesar Rp. 2.451.000 (6,11%), meliputi biaya

pengolahan tanah sebesar Rp. 1.000.000 dan biaya panen sebesar Rp.

2.351.000. Biaya obatan-obatan sebesar 275.000 atau sebesar 0,69 %, dan

sewa kursi sebesar Rp. 100.000 (0,25%).

5. Analisis Resiko

Setiap kegiatan yang dilakukan akan ada resiko yang akan terjadi. Berikut akan

diuraikan daftar resiko meliputi penyebab resiko, dampak yang timbul akibat

resiko yang terjadi, serta cara penanganan resiko tersebut.

Tabel 9. Daftar Resiko yang akan terjadi pada kegiatan Demplot Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan

Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012

No. Resiko yang akan

terjadi

Penyebab Dampak Penanganan

1. Hasil yang diperoleh rendah

Teknik budidaya

belum maksimal

Produksi benih kurang

Penerapan teknologi

budidaya lebih maksimal

2. Puso Perubahan iklim

Gagal panen Menyesuaikan jadwal tanam

Page 35: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 35

KESIMPULAN

1. Respon petani terhadap demonstrasi teknologi penangkaran benih padi di Kabupaten Maros cukup baik, baik dari aspek teknis, aspek ekonomis, ataupun aspek sosial budaya. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar komponen teknologi

yang diaplikasikan dapat diterima oleh anggota kelompok tani 2. Tingkat partisipasi anggota kelompok tani terhadap pelaksanaan demplot

cukup tinggi yaitu 95%. Hal ini ditunjukkan dari 25 anggota kelompok tani terdapat 23 orang yang berpartisipasi mulai dari awal sampai selesainya kegiatan tersebut

3. Tingkat kepuasan anggota kelompok tani terhadap pelaksanakan kegiatan

demonstrasi teknologi penangkaran benih padi cukup tinggi dengan rata-rata

sebesar 82, 73% (sangat puas). Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepuasaan petani yang berkisar antara 60-100%

4. Hasil yang diperoleh dengan adanya kegiatan demplot masing-masing 4000 kg/ha calon benih dan 3200 kg/ha gabah konsumsi. Dengan demikian maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 17.260.000, dengan R/C ratio sebesar 2,92.

Page 36: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 36

DAFTAR PUSTAKA

Distan Sulsel, , 2007. Perkembangan Statistik Tanaman Pangan Tahun 2006. Dinas

Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar

----------------, 2010. Perkembangan Statistik Tanaman Pangan Tahun 2007. Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar

Hidayat, J.R. 2006. Konsep Revitalisasi Sistem Perbenihan Tanaman. Iptek Tanaman

Pangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2): 163-181.

Kamaruddin dkk., 2007. Perbanyakan Benih Sumber Varietas Unggul Baru (VUB) Tanaman Padi, Mendukung Pengembangan Benih Bermutu di Sulawesi

Selatan. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sulawesi Selatan

Menteri Pertanian, 2007. Peraturan Menteri Pertanian tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, Jakarta

Muhammad H dkk., 2010. Pengkajian Sistim Penyediaan Kebutuhan Benih Unggul Bermutu (padi, jagung, kedelai) yang Lebih Murah Secara Berkelanjutan untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan

Kedelai di wilayah Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sulawesi Selatan

Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan

Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Nurbaeti B., Siti L.M., Taemi F., 2008. Penerapan Model Pengelolaan Tanaman

Terpadu dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Sumedang

Padmowiharjo S, 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Modul 1-6. Yogyakarta:

Universitas Terbuka Pasek Pertanian, 2008. Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di tingkat

Petani

Sadjad S, 1997. Membangun Industri Benih dalam Era Agribisnis Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta

Suhendrata dan Kushartanti, 2009. Inisiasi Kelembagaan Perbenihan Varietas

Unggul. Prosiding Seminar Nasional Padi 2009 BALITPA. Sukamandi.

Page 37: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 37

Lampiran : Foto-Foto Kegiatan di Lapangan

Soialisasi :

Page 38: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 38

Aplikasi di Lapangan :

Page 39: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 39

Page 40: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 40

Page 41: Idaryani, dkk

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 41

Kegiatan Temu Lapang :