i pendahuluanadionggo.pbworks.com/w/file/fetch/44294303/sinopsis... · · 2018-03-29manajemen...
TRANSCRIPT
1
I
PENDAHULUAN
Kompleks kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki dinamika sejarah
yang panjang sebagai institusi pendidikan tinggi tertua di Indonesia. Perjalanan
sejarahnya dimulai tatkala Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH te
Bandoeng)1 diresmikan pada tanggal 3 Juli 1920, yang kemudian diubah namanya
menjadi Institute Of Tropical Sciences-Bandoeng Kogyo Daigaku dalam rentang
1944-1945. Kemudian di awal kemerdekaan, Bandoeng Kogyo Daigaku berubah
menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung2 di tahun 1945, dan pada saat The
Neteherlands Indies Civil Administration (NICA) ingin kembali menduduki
Indonesia, pada tahun 1946 kampus TH te Bandoeng menjadi Facultiet van
Technische Wetenschap, Universiteit van Indonesie3, yang berlangsung hingga
tahun 1959. Akhirnya, sejak tahun 1959, lahirlah ITB, yang masih berdiri kokoh
hingga kini.
Pada tulisan ini, akan dibahas mengenai sejarah hingga berdiri diresmikannya TH
te Bandoeng. Cakupan yang coba digali terkait itu, ialah penelusuran kembali
kondisi Hindia-Belanda pada masa yang lebih lampau sejak pertengahan abad
XIX dan sedikit perkembangan situasi sosial politik Belanda jelang abad XX.
Kondisi tersebut ditengarai saling terkait dan pada titik tertentu menjadi cikal
bakal didirikannya pendidikan tinggi teknik di Indonesia, dalam hal ini TH te
Bandoeng.
Pembahasan tidak difokuskan kepada suatu alur pokok permasalahan tertentu,
namun lebih bersifat general dalam format naratif-deskriptif dengan menyertakan
beberapa tokoh yang dapat dianggap berjasa besar bagi pendirian TH. Dengan
kata lain, tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai suatu pengantar umum terkait
1 Untuk selanjutnya dalam makalah ini disebut TH te Bandoeng 2 Pada November 1945, semua dosen dan pegawai terpaksa mengungsi ke Yogyakarta. STT
Bandung kemudian dipindahkan ke sana, dengan sebutan STT Bandung di Yogya. 3 Sejak tahun 1950 fakultas tersebut berganti nama menjadi Fakultet Teknik (1950), Fakultet
Pengetahuan Teknik (1951), Fakultet Teknik (1953), dan akhirnya Fakultas Teknik Bandung
(1956)
2
sejarah berdirinya TH te Bandoeng. Adapun pendetailan, pemfokusan lebih dalam
pada sudut pandang berbagai bidang, dan penulisan sejarah yang lebih
komprehensif, akurat, dan integratif diharapkan dapat dilakukan pada kesempatan
selanjutnya.
Untuk benar-benar menggali secara komprehensif tentang sejarah berdirinya TH
te Bandoeng, diperlukan suatu pengkajian yang mendalam dan banyak
membutuhkan sumber-sumber dari Belanda dan literatur yang berbahasa Belanda.
Adapun dalam tulisan ini, belumlah mengambil referensi dari sumber berbahasa
Belanda. Sekitar 750 lembar data-data otentik berbahasa Belanda yang berupa
arsip semisal surat menyurat, surat pengangkatan, anggaran biaya, dan tulisan-
tulisan yang terkait dengan TH te Bandoeng, masih belumlah diterjemahkan.
Padahal, dokumen-dokumen tersebut dipandang sebagai dokumen kunci untuk
mengetahui lebih dalam proses yang terjadi selama masa pendirian TH te
Bandoeng.
Dengan demikian, tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna dan membutuhkan
banyak sekali perbaikan serta kritik-saran untuk dapat lebih memperkaya dan
meluruskan hal-hal yang keliru. Namun paling tidak, makalah singkat ini dapat
dijadikan awalan untuk pembuatan yang lebih baik di masa mendatang.
+
3
II
KONDISI UMUM HINDIA BELANDA
SEBELUM TAHUN 1917
2.1. Sekilas Pendidikan Zaman VOC
Jika di negeri Belanda pada abad XVII dan XVIII pendidikan dan pengajaran
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keagamaan, di Hindia Belanda tidak
demikian. Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) tidak menghendaki
lembaga-lembaga keagamaan memiliki wewenang besar, meski demikian,
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran masih dilakukan oleh kalangan
agama, namun mereka adalah sekaligus pegawai-pegawai yang bekerja untuk
VOC.4
Tujuan dilaksanakannya pendidikan dan pengajaran waktu itu ialah untuk
memberikan pengetahuan umum dan hal-hal khusus tentang Indonesia, yang
diperuntukkan bagi kalangan Belanda. Adapun untuk kalangan bumiputera,
diberikan pendidikan sekadarnya untuk tujuan tenaga-tenaga pembantu yang amat
murah.
Sekolah yang pertama kali didirikan ialah pada tahun 1617 di Batavia, dan hingga
tahun 1799 jumlah murid yang ada (di luar kepulauan Maluku) berjumlah 1657
murid yang tersebar pada tujuh daerah jajahan yaitu Batavia, Pantai utara Pulau
Jawa, Makasar, Timor, Pantai Barat Sumatera, Cirebon, dan Banten.
Sekolah yang ada pada saat itu adalah pendidikan dasar seperti Batavische School
(1622) dan Burgerschool (1630) yang bertujuan mendidik budi pekerti. Selain itu,
sempat pula didirikan Sekolah Latin yang mengajarkan bahasa latin dengan sistem
persekolahan dengan cara in-de-kost (numpang tinggal) di rumah seorang pendeta.
4 Sumarso Moestoko, dkk. Pendidikan di Indonesia dari Jaman Ke Jaman, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Depdikbud, Jakarta, 1979 : 41
9
4
Sekolah latin hanya bertahan hingga pada tahun 1656. Sekolah lain yang didirikan
ialah Seminarium Theologium untuk mendidik calon-calon pendeta, yang hanya
bertahan hanya sepuluh tahun sejak didirikan pada tahun 1745 atas prakarsa
Gubernur Jenderal Van Imhoff. Ia pula yang memprakarsai berdirinya Academie
der Marine (Akademi Pelayaran) yang juga pada akhirnya ditutup pada tahun
1755. Ada pula Sekolah Cina yang diperuntukkan bagi kalangan keturunan Cina
yang bertahan selama 7 tahun sejak 1737 disebabkan terjadinya
deChineezenmoord (pembantaian Cina) di Tahun 1740.
Dapatlah dilihat bahwa pendidikan di zaman VOC berkuasa, masihlah amat
sedikit, cenderung hanya bersifat pendidikan dasar, belum diatur dengan
manajemen yang baik, dan lebih diperuntukkan bagi orang-orang Belanda. Maka
jangankan berbicara mengenai keberadaan pendidikan tinggi, corak pendidikan
yang lebih mendasar pun dapat dikatakan sama- sekali relatif belum tersentuh.
2.2. Perkembangan Kondisi Politik
Pada tahun 1799, VOC mengalami kebangkrutan. Hindia-Belanda kemudian
diambil alih oleh pemerintah Belanda. Pada saat yang sama, di Eropa sedang
gencar-gencarnya semangat Aufklarung mempengaruhi masyarakat, yang
sebetulnya sudah dimulai sejak abad XVII. Semangat aufklarung sangat percaya
kepada kekuatan nalar dan akal sehat, dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. Penjunjungan itu terkait dengan hak-hak asasi manusia yang tidak
boleh dimargninalisasi.
Efek semangat Aufklarung secara fundamental mengubah pola pandang tentang
penyelenggaraan pendidikan yang sebelumnya diselenggarakan oleh lembaga-
lembaga keagamaan, yang kemudian berubah menjadi negara. Dalam hal ini,
mulai terjadi pemisahan yang signifikan antara peran agama dan negara. Negara
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas pendidikan rakyat, yang pada
gilirannya dimanifestasikan dalam bentuk pendirian sekolah-sekolah negeri.
O
5
Jan Willem Daendels, adalah tokoh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda (1807-
1811) yang merealisasikan paham aufklarung ke Hindia Belanda. Namun
demikian, karena ia ditugaskan untuk mempertahankan daerah jajahan dari
kemungkinan serangan Inggris, maka ia tidak terlalu fokus untuk mengurusi
pendidikan.. Memang benar, bahwa ia sempat pula mendirikan sekolah di Meester
Cornelis (Jatinegara)5, Batavia, dan di Semarang, tetapi sekolah tersebut adalah
sekolah artileri dan sekolah pelayaran. Sekalipun demikian, Daendels
memerintahkan kepada Bupati di Timur Laut Jawa untuk mengajarkan pendidikan
dasar untuk penduduk bumiputera. Tugasnya yang lain yang dititahkan oleh Raja
Lodewijk Napoleon ialah meringankan nasib budak-budak serta orang bumiputera
dan melenyapkan perbudakan. Akan tetapi, usahanya nampaknya tidaklah
berhasil, justru menambah penderitaan rakyat lantaran diterapkannya sistem kerja
rodi.6
Setelah Belanda mengambil alih kekuasaan kembali dari tangan Inggris di tahun
1816, barulah pendidikan mulai mendapatkan perhatian. Akan tetapi, pendidikan
dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk bumiputera baru mulai
didirikan dan berkembang pada tahun 1848 atas keputusan Raja Belanda setelah
didiskusikan berlarut-larut. Secara umum, sekolah dasar tersebut lebih
diperuntukkan untuk mendidik calon-calon pegawai negeri untuk dipekerjakan
membantu pemerintah.
Aufklarung, semakin berkembang hingga memunculkan suatu paham liberalisme
yang salah satunya memiliki pandangan bahwa hak-hak azasi pada setiap manusia
harus diterapkan, yang menyangkut kebebasan beragama, berserikat berkumpul,
mengeluarkan pendapat, hingga menyangkut hak memperoleh pendidikan.
Liberalisme di negeri Belanda semakin memasuki ranah politik praktis dengan
terbentuknya sebuah partai liberal. Ketika partai ini berhasil memegang tampuk
kekuasaaan, beberapa ide pokok liberalisme berhasil diwujudkan. Kepemimpinan
5 Meester Cornelis dulunya adalah kota sendiri, berbeda dengan kota Weltevreden. Keduanya
digabungkan jadi satu setelah memasuki abad XX 6 Djumhur, etal. Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung, Cetakan Ke-11. Hal.119
O
6
perdana menteri Thorbecke yang terpilih hingga tiga kali (1849-1853, 1862-1866,
1871-1872) sedikit banyak telah mempengaruhi kebijakan yang diterapkan di
wilayah jajahan Hindia-Belanda.
Pada tahun 1855, terdapat instruksi kepada Gubernur Jenderal yang diminta untuk
mengambil tindakan agar sedapat mungkin dapat memperbaiki dan memperluas
pendidikan bagi kalangan Eropa dan bumiputera, juga untuk meningkatkan hal
ihwal kesenian dan ilmu pengetahuan.
Terhitung sejak pertengahan abad XIX itulah, pendidikan di Hindia-Belanda
semakin marak. Kendati begitu, pendidikan yang dilaksanakan sampai dengan
jelang memasuki abad XX masih distratifikasi berdasarkan kelas pembagian
penduduk. Menurut hukum pada tahun 1848, pembagian golongan yang berlaku
di Hindia Belanda meliputi golongan Eropa, golongan yang dipersamakan dengan
Eropa, golongan Bumiputera, dan golongan yang dipersamakan dengan
bumiputera. Adapun untuk kalangan bumiputera sendiri, masih dibagi lagi
menjadi golongan bangsawan (priyayi), golongan pemimpin agama (ulama), dan
golongan rakyat biasa.
Secara ekonomi, pada dasawarsa awal abad XIX, Belanda membutuhkan banyak
dana untuk memulihkan kondisi ekonomi negara tersebut akibat peperangan di
Eropa yang juga melibatkan Belanda. Untuk memenuhi tujuan tersebut, Gubernur
Jenderal Van Den Bosch (1829-1834) menciptakan cultuurstelsel, suatu sistem
kultivasi yang mewajibkan rakyat menanam seperlima dari lahannya dengan
tumbuhan yang dikehendaki pihak Belanda agar laku dijual di pasaran Eropa.
Menurut van den Bosch, salah satu elemen yang harus dipenuhi untuk dapat
menunaikan tugas tersebut adalah tersedianya buruh dan pegawai rendahan.
Sehingga adanya lembaga pendidikan untuk menghasilkan tenaga rendahan
tersebut mutlak dibuka. Tetapi, rencana van den Bosch ini baru dijalankan pada
tahun 1848, dimana dirinya diberikan wewenang untuk mengatur f 25.000 dari kas
Negara untuk mendirikan sekolah-sekolah bagi penduduk Pulau Jawa, untuk
O
7
menghasilkan pegawai rendahan. Pada kenyataannya, implementasi keputusan
pada tahun 1848 itu, mengalami beberapa masalah7:
1. Sulitnya penggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, sehingga
digantikan dengan bahasa Melayu.
2. Kurangnya tenaga guru. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mendirikan
kweekschool (sekolah guru), pada tahun 1852.
Diberlakukannya sistem cuulturstelsel, merupakan sebuah kejanggalan dari
semangat liberalisme yang didengungkan di negeri Belanda. Terdapat semacam
kontradikasi antara paham yang dianut dan diterapkan di Belanda dengan
penerapan di Hindia Belanda. Salah satu contoh efek yang ekstrim ialah peristiwa
meninggalnya puluhan ribu warga di sekitar pesisir utara Jawa Tengah akibat
kelaparan ketika masa cuulturstelsel diberlakukan. Padahal, ketika itu De Groote
Postweg8 yang dibangun pada masa Daendels tidak jauh melewati daerah tersebut.
Sistem cuultuurstelsel dengan cepat membawa keuntungan bagi negeri Belanda,
dan di tahun 1840, revolusi industri dimulai disana dibawah aturan Raja Willem
II. Dua tahun kemudian, berdiri Delft Academy dengan tujuan satu-satunya
mendidik mereka yang akan difungsikan untuk kepentingan koloni, tentunya
7 Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan, cetakan-11 h. 117
8 De Groote postweg alias Jalan Raya Pos, adalah jalan raya yang dibangun oleh Gubernur
Jenderal Daendels, membentang dari Anyer di Banten hingga panarukan di Jawa Timur. Jalan ini
dimaksudakan sebagai upaya memudahkan koordinasi dan mobilitas pasukan guna
mempersiapkan diri menghadapi serangan Inggris.
Gambar 1. De Groote Postweg. 1900
O
8
lantaran motif finansial. Sejak itulah, Belanda mengalami suatu perkembangan
yang luar biasa. Paham kapitalisme laissez-faire yang menghendaki kebebasan
usaha di sektor swasta tanpa campur tangan yang signifikan dari pihak
pemerintah, pada gilirannya adalah kalangan yang sangat mendukung liberalisme,
khususnya dalam ranah ekonomi. Dan di akhir abad XIX jelang diutarakannya
politik etis, sistem ekonomi liberal sudah tampak jelas dipraktekkan.
2.3. Etische Politiek
Pada tahun 1860, Eduard Douwes Dekker, dengan menggunakan nama pena
Multatuli, menjadi perbincangan hangat di kalanan terdidik Belanda. Buku
fiksinya, Max Hevelaar (1859) yang menceritakan beberapa hal: korupsi pegawai
kolonial yang sangat akut, sikap tidak berperikemanusiaan dan tanpa penyesalan
dari para pegawai kolonial, kesengsaraan yang melanda bangsa Hindia-Belanda,
dan bentuk-bentuk kemunafikan yang mengerikan. Dengan cepat, karyanya itu
mendapat simpati yang luas, mengubah pola tindak dalam kebijakan menjajah
Hindia-Belanda, dan semakin memperkuat kalangan liberal, yang pada akhirnya
ide-ide yang bersifat filantropis dan liberal benar-benar semakin mendesak
kalanan konservatif di Belanda.
Di akhir abad XIX, kalangan liberal di negeri Belanda semakin menguat
kedudukannya di pemerintahan. Pada saat itu pula, terdapat aliran pemikiran yang
berpendapat bahwa kalangan bumiputera berhak mendapatkan keuntungan yang
setimpal lantaran kekayaan alamnya telah menjadikan Belanda bangsa yang besar
dan maju. Mereka juga berpendapat bahwa kalangan bumiputera mesti
mendapatkan pengetahuan tentang kebudayan dan ilmu pengetahuan, seperti
halnya Barat yang telah lebih maju.
Dalam catatan perjalanannya di Hindia Belanda pada tahun 1885-1890, G. P.
Rouffaer menyebut nama K.F. Holle, seorang pengusaha perkebunan yang
meninggal di Buitenzorg (Bogor) 1896, sebagai panganut haluan etis yang
O
9
disegani dan ’kawan akrab orang Sunda’. Brooshooft, seorang wartawan
terkemuka, menulis:
’Tanah Hindia sedang menderita penyakit kurang darah. Darah penderita sudah bertahun-tahun dihisap sehingga dikhawatirkan akan mati karena anemi yang berkelanjutan’9
Sebagai redaktur utama surat kabar de Locomotief, ia menyampaikan surat seruan
kepada 12 orang Belanda terkemuka. Seruan dalam bentuk surat terbuka tanggal 7
Maret 1888 memuat 1225 buah tanda tangan dan disertai catatan tentang keadaan
di tanah Hindia Belanda yang disusun oleh Brooshooft sendiri. Meskipun tidak
memperoleh tanggapan dari pihak pemerintah, tetapi pemikirannya yang etis
merupakan sumbangan penting bagi pergerakan politik etis di Hindia Belanda.
Conrad Theodore van Deventer, ialah tokoh yang sering disebut-sebut penggagas
paham Etische Politiek (Politik Etis). Van Deventer menelurkan gagasannya
dalam sebuah majalah de Gids yang berjudul Eereschuld (Hutang kehormatan) di
tahun 1899, yang disana ia menyatakan bahwa dari hasil panen yang diperoleh
dari Cuultuurstelsel, telah membawa keuntungan berjuta-juta gulden bagi
Belanda. Lebih lanjut, van Deventer mencontohkan bahwa dalam rentang tahun
1867-1878 keuntungan yang diperoleh Belanda tidak kurang dari 187 juta gulden.
Hal itu merupakan hutang Belanda terhadap Indonesia yang dipandang perlu
untuk dikembalikan, meski dalam bentuk lain. Itulah yang kemudian disebutnya
sebagai hutang kehormatan. Dikatakannya bahwa sebagai bangsa yang bermoral,
sudah menjadi kewajiban bagi Belanda untuk mengembalikan hutang itu melalui
cara memajukan kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan rakyat di tanah jajahan,
bahkan, sekalipun Belanda tidak mendapatkan keuntungan apapun, sudah
seharusnya mereka wajib bertanggungjawab atas daerah yang menjadi jajahannya.
9 H.Baudet dan I.J Brugmans, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta. 1987:15
)
10
(a) E.Douwes Dekker (b) C.Th.Van Deventer
Gambar 2. Tokoh Etis
Kemudian, di negeri Belanda, kalangan yang berpaham Politik Etis menyuarakan
aspirasinya dengan slogan yang pada pokoknya menekankan pemberian ganti rugi
pada tiga aspek penting, yaitu Educatie (pendidikan), Irigatie (Irigasi), dan
Emigratie (Imigrasi).
Pada tahun 1901, dalam pidatonya, Ratu Belanda mengumumkan secara resmi
pelaksanaan politik Etis bagi Hindia-Belanda, yang pokoknya, mendasarkan
kebijakan tersebut pada penerapan pendidikan dan pengetahuan barat sebanyak-
banyaknya bagi penduduk bumiputera dengan menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar, dan pemberian pendidikan rendah bagi kalangan
bumiputera yang disesuaikan dengan kondisi mereka.
Ketika salah seorang tokoh haluan etis, A.W.F. Idenburg diangkat sebagai menteri
daerah jajahan tahun 1902, ia meminta kepada van Deventer untuk melakukan
penelitian tentang keadaan ekonomi penduduk bumiputera di Jawa dan Madura.
Hasil-hasil penelitian tersebut digunakan para penyerang pemerintah Hindia
Belanda di negeri Belanda. Adapun nama-nama lain beraliran etis seperti Van
Dedem, Van Kol, Kielstra, Abendanon, Snouck Hurgronje, Van Vollenhoeven,
Augusta de Wit, dan Marie Kooy van Zeggelen berusaha pula mengetuk hati
nurani orang Belanda yang sedang menjajah melalui caranya masaing-masing.
)
11
2.4. Kondisi Umum Pendidikan di Hindia Belanda Pasca Politik Etis
Diberlakukannya secara resmi Politik Etis, membawa angin segar bagi dunia
pendidikan di Hindia Belanda. Arah umum pendidikan menjadi terpola menjadi
dua jalur. Jalur pertama diharapkan dapat tercipta kebutuhan akan unsur elit
(lapisan atas) dan juga tenaga terdidik yang bermutu tinggi. Jalur ini akan sangat
diperlukan untuk tujuan pengambangan ekonomi dan insustri di Hindia Belanda.
Sementara, jalur kedua ialah untuk menciptakan tenaga menengah dan rendah
yang berpendidikan.
Stratifikasi kelas tetap tidak berubah signifikan. Peraturan pemerintah kolonial
tahun 1848 yang mengatur penggolongan kelas dalam masyarakat masih tetap
berlaku hinga diubah menjadi tiga golongan di tahun 1920 (Golongan Eropa,
Golongan Timur Asing, Golongan Bumiputera). Bagaimanapun, pendidikan di
Hindia belanda, dalam dua dasawarsa pertama di abad XX, menunjukkan
perkembangan pesat yang luar bisa. Pada saat itulah, pemerintah berusaha
menerapkan sistem umum yang dapat mengakomodasi segala macam corak dan
golongan yang ada di masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan yang dilakukan,
masih bersifat sukuistik, tidak egaliter, dan dengan demikian masihlah amat jauh
dari cita-cita pengusung liberalisme.
Untuk sekolah rendah dengan pengantar berbahasa Belanda, terdapat pembagian
bagi kalangan Eropa (ELS –Europeesche Largereschool), kalangan keturunan
Cina dan Timur Asing (HCS-Hollandsch Chineescheschool), dan kalangan
bumiputera yang anaknya bangasawan, tokoh-tokoh terkemuka, dan pegawai
negeri (HIS-Hollandsch Inlandscheschool). Sementara itu, untuk sekolah rendah
dengan pengantar bahasa daerah diselenggarakan Inlandsche School (Sekolah
Bumiputera), Tweede Klasse (kelas dua), Volkschool (Sekolah Desa) dan
Vervolgschool (Sekolah Lanjutan). Karena lamanya belajar bervariasi, maka
dibuat juga SchakelSchool (sekolah peralihan).
)
12
Untuk sekolah menengah, didirikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
atau sekolah dasar yang diperluas, yang diperuntukkan bagi kalangan bumiputera
dan timur asing, dimana lulusannya dapat melanjutkan ke Algemeene
Middelbareschool (AMS) alias Sekolah Menengah Umum. Sekolah lanjutan yang
lain ialah Hogere Burgerschool (HBS) atau Sekolah Tinggi Warga Negara yang
disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan dari kalangan bumiputera, dan
tokoh-tokoh terkemuka.
Pendidikan sekolah lanjutan juga mencakup didirikannya sekolah-sekolah
kejuruan, yaitu Ambachts Leergang (sekolah pertukangan) yang berbahasa daerah,
Ambachts School (sekolah pertukangan) yang berbahasa pengantar Belanda. Ada
juga Technisch Onderwijs (sekolah teknik) yang mula-mula didirikan di Batavia
tahun 1906, Handels Onderwijs (Pendidikan Dagang) yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan Eropa yang sedang berkembang
pesat di Hindia-Belanda. Sementara itu, Landbouw Onderwijs (sekolah pertanian),
selain untuk keperluan bumiputera yang bercorak agraris, juga untuk kebutuhan
pengusaha-pengusaha Eropa yang memiliki banyak lahan perkebunan dan
pertanian. Bentuk lain sekolah kejuruan yang didirikan ialah Meisjes
Valkonderwijs (Pendidikan kejuruan kewanitaan), dan Kweekschool (Pendidikan
Keguruan). Kweekscool sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 1851 di
Surakarta, namun sejak gencarnya politik etis, jumlahnya semakin bertambah
banyak.
Selain pendidikan formal yang disebutkan diatas, masih banyak terdapat bentuk-
bentuk pendidikan lainnya berupa kursus-kursus yang diselenggrakan oleh pihak
swasta, dalam hal ini khususnya oleh institusi yang bergerak di bidang
keagamaan.
13
(a) MULO (b) HIS (c) HBS
(d) Kweekschool (e) Sekolah Desa (f) Sekolah van Deventer
Gambar 3. Beberapa Jenis Sekolah
2.5. Liberalisme Ekonomi
Menurut Prof. Sahari Besari, liberalisme dalam ekonomi yang diterapkan oleh
kalangan pengusaha Belanda dapat ditelusuri sejarahnya sejak terjadinya Revolusi
Industri di Inggris pada pertengahan abad XVIII. Perkembangan itu menjadi
seiring dengan munculnya suatu paham laissez-faire yang pada nantinya
merupakan cikal-bakal kemunculan demokrasi dan kapitalisme. Demokrasi
menjadi pendobrak sistem absolutisme yang kemudian memunculkan konsep
kekuasaan negara yang dibagi dalam eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Pada
perjalanannya, pengusung demokrasi yang telah menguasai pemerintahan
masihlah tetap menganggap segala seuatunya masihlah milik negara sehingga
negara berhak untukcampur tangan penuh terhadapnya. Kelompok inilah yang
kemudian menjadi kekuatan konservatif.
Sementara itu, pendukung kapitalisme laissez-faire menginginkan adanya suatu
kebebasan pada sektor swasta tanpa campur tangan pihak pemerintah, semuanya
diserahkan kepada mekanisme pasar. Kelompok pengusung ide inilah yang
belakangan menjadi pendukung liberalisme.
)
14
Pertarungan kelompok konservatif dan liberal di negeri Belanda pada akhirnya
semakin memperlihatkan dominasi pihak liberal untuk mempengaruhi dan
menguasai pemerintahan. Hal itu semakin kentara di penghujung abad XIX. Efek
signifikannya ialah, berbondong-bondonglah para pengusaha sektor swasta untuk
mengadu nasib membuka usaha di Hindia-Belanda. Dengan cepat dan pesat,
usaha mereka berkembang. Kota-kota bertambah ramai dan semakin berkembang
mengikuti perkembangan ekonomi.
Perkembangan tersebut juga ditunjang dengan mulai dibukanya terusan Suez di
Mesir yang mempersingkat jarak perjalanan laut dari Belanda ke Hindia Belanda.
Selain itu, hal lain yang menunjang ialah dihapuskannya sistem taman paksa dan
diterapkannya undang-undang agraria 1870 oleh menteri jajahan De Waal yang
sama sekali membuka peluang pagi pengusaha swasta untuk menguasai tanah-
tanah di Hindia Belanda. Dalam undang-undang tersebut antara lain disebutkan
bahwa kaum bumiputera diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada
pengusaha swasta, pengusaha tersebut juga dapat menyewa ke gubernemen untuk
jangka waktu 75 tahun.
Pada tahun 1870 tercatat pula pada saat itulah cultuurstelsel dihapuskan, kecuali
beberapa perkebunan kopi masih diteruskan. Cultuurstelsel mendapatkan kritik
yang sangat tajam dari kaum liberal bukan karena tindakan ’pemerasannya’ itu,
namun pihak swasta menghendaki giliran mendapatkan keuntungan pula dari
tanah jajahan. Baik kaum konservaif maupun liberal, bersepakat untuk
memberikan surplus anggaran belanja Hindia Belanda kepada Belanda. Adapun
soal yang dihadapi golongan liberal ialah bukan bagaimana mengatur daerah
koloni, tetapi bagaimana mengatur daerah koloni untuk mendapatkan uang. (not
how to manage colony, but how to manage a colony for money).10
10 Cahyo Budi Utomo. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Dari Kebangkitan Hingga
Kemerdekaan. IKIP Semarang Press, Edidi Pertama, Semarang, 1995 :12. Kalimat itu dikutip oleh
Cahyo berdasarkan tulisan Poesponegoro, Marwati Djoened, hal.11
)
15
2.6. Perkembangan Kota Bandung di awal abad XX
Setelah lepas dari kekuasaan Kerajaam Mataram dan beralih ke tangan VOC sejak
tahun 1677, wilayah Bandung masih merupakan sebuah daerah yang sama sekali
sepi, bahkan kerap kali dianggap sebagai tempat pembuangan. Pada tahun 1799
VOC mengalami kebangkrutan, dan kemudian Hindia-Belanda diatur sepenuhnya
oleh pemerintah.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Willem Daendels (1808-1811),
dibangunlah Groote postweg yang melintasi daerah Bandung menuju ke
Sumedang hingga ke Panarukan, Jawa Timur. Dibukanya Groote Postweg juga
diiringi dengan perintah Daendels untuk memindahkan ibukota kabupaten
Bandung dari Daeyueh Kolot ke sekitar alun-alun sekarang, yang bertanggal 25
September 1810. Maka mulailah dibangun secara bertahap oleh sejumlah rakyat
Bandung saat itu yang masih amat sedikit dibawah pimpinan Bupati R.A
Wiranatakusumah II (1794-1824). Dengan dibangunnya Groote Postweg,
perkembangan kota Bandung cukuplah pesat, tidak hanya bidang transportasi,
namun juga meliputi bidang ekonomi, sosial budaya, dan administrasi pemerintah.
Mencermati keadaaan daerah Bandung, Dr. Andreas de Wilde, seorang pengusaha
perkebunan di tanah Priangan, pada tahun 1819 mengusulkan kepada pemerintah
Belanda agar ibukota kerasidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung,
dengan alasan untuk lebih mempermudah usaha pengembangan wilayah
pedalaman. Namun, baru pada tahun 1864 ide tersebut direalisasikan, yang
sekaligus menjadikan Bandung memiliki fungsi ganda yaitu sebagai ibukota
Kabupaten Bandung dan ibukota Kerasidenan Priangan.
Sebelum dipindahkan dari Cianjur ke Bandung, satu hal penting lainnya yang
menjadi titik awal perkembangan kota Bandung ialah dibukanya wilayah
Bandung yang sebelumnya diisolasi dari kedatangan bagi bangsa Eropa dan Cina,
sehingga dinyatakan terbuka bagi siapa saja. Hal itu terjadi pada tanggal 11
Agustus 1852.
)
16
Di tahun 1900, penduduk kota Bandung (yang Eropa) baru berjumlah 1552 orang
yang terdiri dari pejabat dan pegawai pemerintah dan para pengusaha. Enam tahun
kemudian, tepatnya pada tanggal 1 April 1906, status Bandung diresmikan
menjadi Gementee (pemerintahan Kota) setelah sebulan sebelumnya Gubernur
Jenderal Van Heutz mengeluarkan undang-undang tanggal 1 Maret 1906 dan
ordonansi tanggal 21 Februari 1906 tentang pembentukan gementee Bandung.
Penduduk Eropa yang bermukim di Bandung, sebagiannya ialah kalangan
pengusaha. Mereka menguasai tanah-tanah di Priangan dengan membuka
perkebunan yang ditanami tumbuhan-tumbuhan yang laku dijual di pasaran
Eropa. Kian hari, para pengusaha ini memerlukan infrastruktur sipil dalam upaya
instensif menghasilkan keuntungan yang lebih baik. Dipandanglah perlu untuk
membangun banyak sistem saluran irigasi, jembatan, tanggul-tanggul, dan jalan
raya. Sementara itu, keberadaan jaringan rel kereta api yang sebelumnya telah
dibangun, turut menunjang mobilitas dan perkembangan kota Bandung.
H.F. Tillema, seorang apoteker yang bermukim di Batavia, mengusulkan kepada
pemerintah Belanda agar memindahkan ibukota pemerintahan Hindia Belanda
dari Batavia ke Bandung. Berdasarkan penelitiannya, Batavia bukanlah tempat
yang kondusif dipandang dari segi kesehatan, sementara Bandung memenuhi
kondisi itu dan memungkinkan untuk dikembangkan menjadi kota yang baik,
selain lantaran hawa sejuknya yang cocok bagi kalangan Belanda.
Indikasi kemungkinan realisasi itu dapatlah dilihat dari dibangunnya pusat
komando militer Hindia Belanda di Bandung. Departemen Penerangan
dipindahkan dari Weltevreden di Batavia ke Bandung pada tahun 1916. Pada
tahun yang sama, Jawatan kereta api juga berpindah ke Bandung.
Untuk realisasi yang signifikan terkait pembangunan gedung-gedung pusat
pemerintahan di Bandung, pemerintah pusat membentuk tim khusus yang terdiri
dari gabungan beberapa instansi pemerintah. Tim ini diketuai oleh V.L. Slors,
)
17
yang memiliki tugas utama untuk memindahkan departemen-departemen
pemerintahan pusat dari Batavia ke Bandung, memilih lokasi yang tepat untuk
pembangunan tersebut di Bandung, membangun perumahan pegawai pemerintah
yang juga pindah dari Batavia ke Bandung, serta mengadakan kerjasama dengan
instansi terkait.
Kemudian, dipilihlah sebuah lahan di kawasan kota bagian utara seluas 27.000
meter persegi (sekitar gedung sate dan sekitarnya, yang pada rancangan awalnya
akan dibangun sejumlah gedung instansi pemerintahan, yaitu: Departement
Verkeer en Waterstaat (Departemen Lalu lintas dan Pekerjaan Umum),
Hoofdbureau Post Telegraaf en Telefoon (Kantor Pusat PTT), Departement van
Justitie (Departemen Kehakiman), Departement van Onderwijs en Eredienst
(Departemen Pendidikan dan Pengajaran), Departement van Financien
(Departemen Keuangan), Departement van Binnenlands Bestuur (Departemen
Dalam Negeri), Departement van Economische Zaken (Departemen
Perekonomian), Hooggerechtschof (Mahkamah Agung), Volksraad (Dewan
Rakyat), Centraale Regeering (Kantor Pemerintah Pusat), Algemeene Secretarie
(Sekretariat Negara), dan Laboratorium Geologie en Mijnwezen (Laboratorium
Geologi dan Pertambangan).
Sementara itu, jalur kereta api Batavia-Buitenzorg-Cianjur-Bandung telah resmi
dibuka pada 18 Mei 1884, kemudaian disusul dengan pembangunan jalan kereta
api Bandung-Cicalengka pada 10 September 1884, Cicalengka-Cilacap (1894),
Cicalengka-Garut (1886), Batavia-Bekasi-Karawang (1898), Karawang-
Cikampek-Purwakarta-Padalarang (1906), Cikampek-Cirebon (1912), Bandung-
Soreang via Kiaracondong (1921), Rancaekek-Tanjungsari-Sumedang (1921),
Dayeuh Kolot-Majalaya (1923), dan Soreang-Ciwidey (1924).
Pembangunan jalan kereta api tersebut dalam rentang tahun tersebut, telah
menyebabkan perekonomian kota Bandung meningkat pesat. Hal ini dapat dilihat
dari mulai banyak berdirinya bangunan pada masa itu, diantaranya perhotelan dan
pertokoan. Efek lainnya ialah, seiring dengan pertambahan penduduk dan
)
18
perkembangan ekonomi kota Bandung yang semakin pesat, penduduk sangat
memerlukan sarana-sarana pendidikan untuk perolehan ilmu pengetahuan. Maka,
di Bandung, sampai dengan dua dasawarsa abad ke-20, telah lengkap berdiri
sekolah-sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Kelak, hingga
menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia, telah terdapat puluhan
sekolah di kota Bandung, yang menyebabkan Bandung kerap kali disebut sebagai
kota pendidikan.
2.7. Efek Perang Dunia I
Pada dasawarsa kedua di abad ke-20, terjadi perang dunia I yang melibatkan
banyak negara-negara di Eropa. Efeknya, perekonomian tertimpa dampak yang
signifikan. Ketika itu, untuk melaksanakan banyak pembangunan sipil di Hindia
Belanda, selalu didatangkan para ahli teknik dari negeri Belanda. Sementara di
saat yang lain, lulusan-lulusan HBS11 dari negeri Hindia Belanda mengalami
kesukaran untuk melanjutkan sekolah tinggi ke negeri Belanda. Secara umum,
pemerintahan dan industri mengalami masa-masa sulit, sedangkan hubungan
Belanda dan Hindia Belanda yang terbentang jauhnya jarak, menjadi sangat
terkendala. Hal inilah yang kemudian menyebabkan diusulkannya dibentuk suatu
institusi pendidikan tinggi di Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan akan
petugas yang berpendidikan tinggi.
11 HBS: Hogere Burgerschool, setingkat SMU saat ini, namun dikuhususkan hanya untuk kalangan
Eropa, Belanda, dan anak-anak bangsawan tinggi.
)
19
III
SEKITAR PENDIRIAN
TECHNISCHE HOOGESCHOOL TE BANDOENG
3.1. Dibentuknya Pendidikan Tinggi di Hindia Belanda
Jika dibandingkan dengan kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh penjajah
lain, kebijakan yang diterapkan Belanda terkait pendidikan tinggi bisa dikatakan
terlambat. Spanyol telah mendirikan universitas di Filipina pada permulaan abad
XVI, sementara Inggris telah membuka universitas di India pada abad XVII.
Sedangkan Belanda, baru membukanya pada dekade kedua abad XX di Hindia
Belanda.12
Setelah Etiesche Richting13 resmi diberlakukan oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1901, belum genap satu dasawarsa setelahnya, beredar pendapat umum
bahwa bangsa Hindia Belanda belumlah matang untuk dapat mengenyam
pendidikan tinggi, yang diwujudkan dalam bentuk didirikannya suatu sekolah
tinggi. Ketidakmatangan itu disebabkan lantaran Hindia Belanda belum memiliki
lulusan sekolah menengah yang cukup sebagai sumber murid yang potensial
menjadi calon mahasiswa dan yang lebih utama ialah karena belum terdapatnya
suasana intelektual tempat ilmu dapat berkembang.14
Seiring diskursus yang berkembang, pada tahun 1910 dibentuklah Indische
Universiteits Vereeninging atau Perkumplulan Universitas Indonesia. Lembaga
ini diinisiasi mula-mula oleh kalangan indo-eropa, yang lambat laun mendapat
dukungan dari para pengikut Trias Van Deventer15. Adapaun tujuan dibentuknya
lembaga tersebut adalah untuk mewujudkan suatu pendirian sekolah tinggi di
12 Prof. Dr. S. Nasution, MA. Sejarah Pendidikan Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta. Hal.145
13 Etiesche Richting : Haluan Etis
14 Prof. Dr. S. Nasution, MA. Op.cit. hal.142
15 Trias van Deventer mengacu kepada tiga usulan pokok yang dikemukakan Conrad Theodore van
Deventer, yaitu Irigatie, Emigratie, Educatie.
)
20
Hindia Belanda, baik melalui pihak pemerintah ataupun swasta. Mengenai tahun
dibentuknya Indische Universiteits Vereninging terdapat perbedaan tahun. Prof. S.
Nasution menyebutkan tahun 1909, sementara beberapa sumber lain menyebut
tahun 1910. Bagaimanapun, keberadaan perkumpulan ini belumlah membuahkan
hasil yang signifikan.
Tahun 1913, dibentuklah suatu panitia untuk memberikan sumbang saran kepada
pemerintah untuk membentuk suatu sekolah tinggi di Hindia Belanda dan dalam
laporan akhirnya yang dipublikasi pada tahun 1915, dinyatakan bahwa Hindia
Belanda belum siap untuk mendirikan sekolah tinggi.16 Sementara itu, sumber lain
menyebutkan bahwa di tahun 1913, panitia tersebut telah menyimpulkan bahwa
Indonesia belum matang untuk mendapat perguruan tinggi17
Ada sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan proses hingga
didirikannya TH te Bandoeng berdasarkan beberapa sumber. Hal pertama, meski
panitia yang bertugas menyarankan kepada pemerintah untuk membentuk sekolah
tinggi menyimpulkan ketidaksiapan Hindia Belanda, namun panitia tersebut
memandang penting untuk dibuat suatu komisi pendidikan teknik, dengan
anggapan akan pentingnya pendidikan teknik di Hindia Belanda. Maka
dibentuklah Technisch Onderwijs Comissie, yang berkesimpulan bahwa,
disamping sekolah teknik yang sudah ada (4 tahun studi di atas ELS atau HBS),
diperlukan tambahan pendidikan insinyur dengan dua program: Ingeniuer’s
Diploma A dengan lama studi 4 tahun sesudah MULO, dan Ingenieur’s diploma B
dengan lama studi 6 tahun sesudah MULO. Ternyata, minoritas dalam panitia
tersebut mengusulkan tidak hanya dibentuk MTS –Middelbare Technische
School- yang pada akhirnya tidak pernah dibuka oleh pemerintah, tetapi juga
dibentuk suatu pendidikan insinyur dengan lama studi 4 tahun setelah HBS.18
16 Prof. Dr. S. Nasution, MA. Op.cit. hal.143
17 Goenarso. Riwayat Perguruan Tinggi Teknik di Indonesia Periode 1920-1942. Penerbit ITB.
Bandung, 1995 : 3 18 ibid
�
21
Menurut Nasution, Technisch Onderwijs Comissie yang dibentuk pada tahun 1918
tersebut, memulai dengan suatu anggapan tentang perlunya pendidikan teknik
tinggi. Hal itu ditandaskan oleh Gubernur Jenderal saat itu dalam acara peresmian
komisi tersebut. Sehingga, salah satu tugasnya ialah mencari jalan terbaik untuk
mewujudkannya.
Hal kedua ialah, setahun sebelum Technisch Onderwijs Comissie dibentuk, telah
dilakukan upaya-upaya oleh pihak swasta yang berujung pada dibentuknya suatu
lembaga persiapan pembentukan pendidikan tinggi di Hindia Belanda, yaitu
Koninklijk Instituut voor Hooger Onderwijs in Nederlands Indie. Lembaga inilah
yang pada akhirnya nanti berhasil mewujudkan dibentuknya sekolah tinggi di
Hindia Belanda setelah bekerja ekstra keras dalam waktu tiga tahun.
3.2. Motif Dalam Beberapa Perspektif
Menurut Prof. Abdoel Raoef Soehoed, tiap negara memulai pendidikan tekniknya
didasari atas kebutuhan-kebutuhan untuk pembangunan yang sedang berkembang
saat itu. Ia mencontohkan bahwa tatkala Amerika Serikat merasa mulai
membutuhkan jembatan-jembatan bentang lebar, maka ahli-ahli dari Eropa yang
didatangkan untuk merancang jembatan-jembatan gantung. Demikian pula dengan
negara Jepang, yang menyewa para ahli dari Belanda untuk memenuhi kebutuhan
akan pengendalian sungai dan tata air.
Penjajah kolonial Belanda, sangatlah menyadari akan potensi besar yang
dikandung oleh bumi Nusantara. Untuk pelaksanaan survai dan peneltian
mengenai potensi itu, pihak Belanda seringkali menyewa tenaga-tenaga ahli dari
Jerman.
Sekolah Teknik di Hindia Belanda, dengan demikian penting untuk dibangun,
karena didesak oleh kebutuhan yang timbul akan pengendalian air secara teknis
untuk mendukung perkebunan khususnya perkebunan gula dan pertanian.
滐٨
22
Peangangkutan hasil-hasil dari keduanya, agar dapat cepat dan murah, diperlukan
sebuah sistem perkeretaapian, jalan raya, dan pelabuhan. Maka pemfokusan
pembangunan fakultas pada sekolah tinggi yang dibentuk ialah pada teknik sipil.
Secara keilmuan, rencana pendirian sekolah tinggi teknik, khususnya TH te
Bandoeng, juga didasarkan atas realitas bahwa cirri-ciri hidrologi dan sifat-sifat
hidrolika serta sifat-sifat tanah di Kepulauan Nusantara tidak sebagimana
umumnya di Eropa dan Amerika.
Sementara, menurut Prof. Mohamad Sahari Besari, bahwa mulai awal abad XX,
teknologi irigasi, jalan raya, dan kereta api telah tumbuh menjadi sistem teknologi
besar, yang pada gilirannya mulai digunakan sebagai prasarana untuk aktivitas
kalangan bumiputera. Untuk pengelolaan irigasi dan jalan raya, pengelolanya
berbeda dengan kereta api. Verkeer en Waterstaat (transportasi dan pengairan)
dari BOW mengelola irigasi dan jalan raya, sementara Staatsspoorwegen (SS)
mengelola sistem perkeretapaian. Kedua instansi tersebut diisi oleh orang-orang
Belanda, terutama di kalangan eselon atasnya. Akan tetapi, perkembangan yang
pesat sistem teknologi di Hindia Belanda, membutuhkan tenaga-tenaga pelaksana
tambahan, khususnya rekayasawan. Kebutuhan itu semakin dirasakan mendesak
akibat terjadinya perang dunia I pada dasawarsa pertama abad XX.
3.3. Antara Pemerintah, Kaum Pengusaha, dan Indie Weerbaar19
Melihat kemajuan di Hindia Belanda, mulailah dipikirkan lebih dalam mengenai
perlunya tenaga-tenaga ahli pada banyak cabang pekerjaan. Kemajuan Hindia
Belanda bakal terlambat jika kekurangan tenaga yang terpelajar. Maka jalan yang
mesti ditempuh ialah dengan cara mendirikan sekolah-sekolah menengah dan juga
untuk menuju pendidikan tinggi. Pemikiran-pemikiran ke arah sana, akhirnya
19 Indie Weerbaar artinya Pertahanan Hindia, suatu perhimpunan yang berisi kumpulan ragam
kalangan, agar harapan dan tuntutan dari berbagai golongan dapat lebih mudah disampaikan
kepada pihak pemerintah.
峠۽
23
disetujui juga oleh Volksraad (Dewan Rakyat) saat itu di tahun 1918, yang ujung-
ujungnya mengadakan suatu komisi untuk keperluan mendirikan sekolah tinggi.20
Sebetulnya, sejak tahun 1917 telah dimusyawarahkan untuk keperluan
pembentukan komisi tersebut, yang berguna untuk menimbang apakah perlu dan
dapatkah didirikan di tanah ini sebuah Polytechnische School (Tjaja Hindia:
Agustus 1920). Akan tetapi, pembincangan masalah ini dihentikan sementara,
dikarenakan didapat kabar dari negeri Belanda bahwa pada pertengahan tahun
1917 telah didirikan Koninklijk Institut voor Hooger Technisch Onderwijs in
Nederlands Indie, yang bermaksud dengan segera dapat mendirikan sebuah
institusi pendidikan tinggi teknik di Hindia Belanda.
Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indie
didirikan pada tanggal 30 Mei 1917 di kantor Nederlansche Handelmaatschappij
(Maskapai Perdagangan Belanda) di Amsterdam. Dalam pertemuan pembentukan
lembaga itu, antara lain dihadiri oleh kalangan praktisi perdagangan, pengusaha,
dan perbankan. Mereka yang hadir diantaranya adalah sebagai berikut: J.B Van
Heutz (mantan gubernur Jenderal Hindia Belanda), J.T. Cramer (mantan presiden
NHM dan mantan minister van kolonien), A Mueller dan Van Walree (Direktur
NHM), S.P van Eeghen (Voorzitter Kamer van Koophandel). Pertemuan itu
dihadiri puluhan orang. Adapun wakil dari Indie Weerbaar yang hadir ialah
Pangeran Ario Koesoemodiningrat, R. Toemenggung Danoe Soegondo, D. van
Hinloopen Labberton, Mas Ngabehi Dwidjo Sewojo, Kapitein W.V. Rhemrev,
Abdoel Moeis, dan F. Laoh.
Pertemuan pembentukan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in
Nederlands Indie tersebut juga menghasilkan keputusan untuk membentuk
kepengurusan, yang disebut Raad van Beheer, yaitu:
C.J.K Van Aalst Voorzitter (Ketua)
J.B.A Jonckheer Penningmeester (Bendahara)
H. Colijn Lid (Anggota)
20 Pengadjaran Tinggi. Tjaja Hindia, Thn. Ke-9, No.3, 15 Agustus 1920
자۾
24
Herbert Cremer Lid
W.F. van Heukelom Lid
V.H. ter Kuile Lid
R. van Lennep Lid
Jhr. H. Loudon Lid
J.W. Mac Donald Lid
A.C. Mees Lid
Ph. J. Roosegaarde Bischop Lid
B.E. Ruys Lid
Mr. G. Vissering Lid
J.W. Yzerman Lid
Pada pertemuan tersebut, C.J.K. Van Aalst memberikan kata sambutan. Beberapa
hal yang dia sampaikan antara lain ialah; bahwa lembaga yang didirikan itu
bermaksud sekali bersama-sama dengan pemerintah akan bekerja memajukan
penduduk tanah Hindia baik berupa hal ekonomi (perusahaan hidup) dan dalam
hal sosial (pergaulan hidup). Aalst menyambut dengan kegirangan hati atas
rencana kedatangan utusan dari Indie Weerbaar ke negeri Belanda, dan
kedatangan itu menunjukkan suatu tanda yang nyata untuk meneguhkan
perhubungan Tanah Hindia dengan Belanda.
Faktor itulah yang menyebabkan rencana bertolaknya wakil-wakil Indie Weerbaar
ke Belanda memunculkan banyak caci maki dari rakyat Hindia Belanda.
Sebetulnya, sejak awal dibentuknya Indie Weerbaar, keberadaannya telah
mengundang banyak protes dari rakyat Hindia Belanda. Indie Weerbaar
dipandang sebagai sebuah pohon yang amat dibenci. Kendati begitu, Indie
Weerbaar tetap berdaya upaya melakukan penyampaian maksud dan cita-cita
Bangsa Hindia Belanda, untuk disampaikan kepada pemerintah Belanda.
Maka, disaat niatan dari para pengusaha ingin mendirikan suatu perguruan tinggi,
pada saat yang bersamaan, Indie Weerbaar mengagendakan untuk berkunjung ke
negeri Belanda, dengan tujuan menghadap Seri Baginda Raja Puteri dan anggota-
저܃
25
anggota parlemen Belanda. Kedatangan itu dianggap menunjukkan suatu kelakuan
yang menuju jalan bekerjasama antara Hindia Belanda dengan Belanda, dimana
rakyat Hindia Belanda memperhatikan tanah airnya dan mengakui Belanda
sebagai pemimpinnya.
Salah satu hal yang masuk dalam pembahasan Indie Weerbaar ialah masalah
perlunya diperhatikan masalah pendidikan bagi rakyat bumiputera. Fakta lain
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembentukan Indische Universiteits
Vereeninging pada tahun 1910 yang diinisiasi oleh kalangan indo-eropa, dapatlah
menunjukkan bahwa sesungguhnya di kalangan bumiputera dan indo-eropa saat
itu telah muncul suatu kesadaran penuh akan pentingnya pendidikan sebagai titik
poin penting guna memajukan bangsa.
Telah munculnya kesadaran itu, juga diperkuat dengan pernyataan van Aalst di
pidato pendirian Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in
Nederlands Indie, yang mengatakan bahwa mereka (kaum pengusaha) telah
mencermati perkembangan pergerakan di Hindia Belanda, dimana Boedi Oetomo
(1908) dan Sarekat Islam (1905) dianggap memiliki pengaruh yang kuat di
masyarakat, dan gema suara cita-citanya telah membangunkan mereka untuk
menunjukkan suatu budi baik kepada rakyat Hindia Belanda dengan berrmaksud
mendirikan sebuah sekolah teknik tinggi. Pendirian sekolah itu, dimaksudkan agar
rakyat Hindia Belanda dapat mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi, dan diharapkan
supaya sekolah itu menolong untuk memajukan perkara penghidupan rakyat
bumiputera. Sebab, sampai saat itu, segala pekerjaan yang siginifikan di tanah
Hindia Belanda, diotaki oleh orang-orang Eropa, yang biasanya, apabila sudah
menjadi kaya, mereka pulang kembali ke negerinya tanpa meninggalkan ’pahala’
di tanah Hindia Belanda. Oleh karena itulah, Van Aalst juga berharap bahwa
rakyat bumiputera nantinya dapat pula menjabat pangkat-pangkat yang bagus
pendapatannya, baik pada Gubernemen maupun pengusaha.
Adapun kedatangan Indie Weerbaar ke Belanda, dipandang para pengusaha
sebagai sebuah momentum yang pas untuk mengundangnya dalam pertemuan
뎠
26
mereka dan mengabarkan berita baik mengenai akan dihadiahkannya sebuah
sekolah tinggi bagi rakyat Hindia Belanda. Salah seorang wakil Indie Weerbaar,
regent (bupati) Magelang, Raden Toemenggung Danoe Soegondo, menjawab
pidato van Aalst. Ia mengucapkan banyak terima kasih dan mengatakan bahwa
rakyat Hindia Belanda bergirang hati atas maksud yang mulia tersebut. Ia juga
mengatakan bahwa Seri Baginda Maharadja telah menunjukkan limpah
karunianya kepada rakyat Hindia Belanda, dan telah menyetujui maksud mulia
itu. Tidak ketinggalan, ia berharap bahwa keberadaan ’Instituut voor Hooger
Technisch Onderwijs’ akan menjadi rantai kukuh yang akan mempersatukan
Hindia Belanda dengan Belanda.
Sementara itu, di tanah Hindia Belanda, pemerintah baru mendirikan Onderwijs
Technisch Comissie pada tahun 1918 setelah terjadi diskursus yang memakan
waktu cukup lama. Pembentukan Onderwijs Technish Comissie itu erat kaitannya
dengan politik pendidikan dari pemerintah Hindia-Belanda waktu itu yang
memandang penting untuk dibukanya pendidikan teknik menengah untuk
mencukupi kebutuhan tenaga kerja di Hindia Belanda.
Dengan demikian, setidaknya saat itu ada tiga kalangan yang sedang memikirkan
tentang adanya kemungkinan pendirian sekolah tinggi. Sejauh ini, menurut kami,
pendidikan yang dibincangkan oleh Indie Weerbaar tidak spesifik merujuk kepada
pendidikan tinggi, mengingat belum ditemukannya keterangan bahwa mereka
secara khusus fokus membincangkan itu. Akan tetapi, berdasarkan surat kabar
Boedi Oetomo tanggal 7 Juli 1920, perihal akan didirikannya suatu Technische
Hooge School, itu adalah buah dari pergerakan yang dilakukan Indie Weerbaar.
Maka muncul ungkapan; Pohonnya di benci, buahnya dipuji. Padahal, Van Aalst
telah jelas mengatakan bahwa pembentukan lembaga persiapan pendirian sekolah
tinggi di Hindia Belanda dipicu dari kesadarannya dari mencermati perkembangan
yang ada di Hindia Belanda.
Terlepas dari motif yang sesungguhnya ada di balik kalangan pengusaha yang
mengusahakan pendirian lembaga itu, bagaimanapun, keinginan tersebut
?
27
mendapatkan persetujuan dari pemerintah Belanda. Hal ini menyiratkan bahwa,
usulan pembentukan sekolah tinggi di Hindia Belanda, sejalan dengan politik
pendidikan yang diterapkan pemerintah saat itu.
Sesungguhnya, secara politis, politik etis dapat dikatakan resmi diberlakukan
sejak Ratu menyampaikan pidatonya di tahun 1901 untuk pengguliran hal
tersebut. Efeknya, segala kebijakan yang berkaitan dengan tanah jajahan,
disandarkan pada konsep itu. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dalam hal
sekolah tinggi, pemerintah baru berhasil mendirikan sekolah tinggi untuk pertama
kalinya di Hindia Belanda ialah pada tahun 1924 (Recht Hoogeschool) di
Batavia21. Maka, sesungguhnya kemauan para pengusaha untuk mendirikan suatu
sekolah tinggi di Hindia Belanda, tidaklah dalam kerangka politik etis, sebab
usulan itu tidaklah datang dari kalangan pemerintah, melainkan swasta. Sehingga,
patutlah dicurigai bahwa niatan pembangunan sekolah tinggi tersebut, menyimpan
sebuah motif ekonomi yang bakal menguntungkan kalangan pengusaha, dimana
kerangka etis adalah bungkusnya. Artinya, etis yang didasarkan pada pola saling
menguntungkan satu sama lain. Bahwa kaum pengusaha itu menganut haluan etis,
adalah hal yang wajar, karena, memang begitulah suasana pada umumnya di
kalangan orang-orang Belanda saat itu. Tetapi, bahwa kaum pengusaha itu
menjalankan suatu politik etis, masihlah dapat diperbincangkan.
Keraguan tersebut semakin menguat selang puluhan tahun kemudian setelah TH
te Bandoeng berdiri. Lantaran persyaratan masuk sekolah tinggi tersebut mesti
mengantongi ijazah HBS atau sekolah menengah plus sambungan, tentu saja
otomatis yang bakal diuntungkan tetap saja kalangan Belanda. Sebab, HBS
hampir seluruhnya berisi orang-orang Belanda dan Eropa (orang bumiputera
hanya sedikit, itu pun anak-anak priyayi), sementara, kebanyakan rakyat Hindia
Belanda, yang sudah mencapai setingkat SMU saja masih amat sedikit. Dari 200
insinyiur yang berhasil lulus dari TH te Bandoeng hingga tahun 1940, 63 %
berkebangsaan Belanda atau Eropa, 10 persen bangsa Cina, dan hanya 27 %
bangsa Hindia Belanda. Dengan demikian, alasan pendirian yang diajukan oleh
21 Recht Hoogeschool = Sekolah Tinggi Hukum, berkedudukan di Batavia. Menerima lulusan
AMS dan HBS, lama belajarnya lima tahun
䆐ۺ
28
para pengusaha untuk memajukan Tanah Hindia, secara umum tetaplah jauh lebih
menguntungkan pihak Belanda. Hal ini memperkuat dugaan bahwa para
pengusaha cenderung hanya sedang beretorika manis dalam bungkus bahwa
pendirian sekolah tinggi di Hindia Belanda dikaitkan dengan pelaksanaan politik
etis.
Terkait Indie Weerbaar yang mendapat berita ’hadiah’ rencana pembentukan
sekolah tinggi, langsung dari Amsterdam di tahun 1917, kami menilai bahwa hal
itu bukanlah hasil pergerakan dari Indie Weerbaar. Sebab, saat itu Indie Weerbaar
hanya diundang oleh kalangan pengusaha untuk diberitahukan terkait rencana
pendirian sekolah sekolah tinggi di Hindia Belanda. Menilik pernyataan delegasi
Indie Weerbaar dalam menjawab pidato Van Aalst, kami menilai, menunjukkan
kemenangan kalangan pengusaha terhadap kalangan bumiputera. Sebab, sejak
diberlakukannya secara resmi politik etis, Prof. Snouck Hurgronje yang saat itu
menjadi penasehat Gubernur Jenderal J.B Van Heutz, mengusulkan konsep Pax
Nederlandica, yang bertujuan untuk memelihara suasana damai, mesra dan serasi
antara pihak bumiputera dan pemerintah Belanda, yang sesungguhnya hal itu lebih
banyak menguntungkan kepentingan Belanda sendiri. Apalagi, dalam pertemuan
di Amsterdam tersebut, J.B Van Heutz juga menghadirinya.
Diluar tugas untuk menyampaikan aspirasi dan cita-cita rakyat Hindia Belanda ke
pemerintah Belanda, dua anggota delegasi Indie Weerbaar, yaitu Abdoel Moeis
dan M.Ng. Dwidjosewojo mengadakan berbagai ceramah di hadapan banyak
kalangan di Belanda. Disana diajukan pentingnya kedudukan sebuah dewan
perwakilan rakyat. Usulan ini berhasil dengan diresmikannya Volksraad22 pada
tanggal 18 Mei 1918.
Adapun berdasarkan rujukan Adjat Sakri, dkk, yang menukil dari Ghazali (1978),
disebutkan bahwa Indie Weerbaar memiliki peran yang cukup signifikan dalam
mendesak keras untuk meminta didirikannya sekolah tinggi teknik. Pidato Abdoel
Moeis di hadapan perdana menteri C.M Pleyte dan Dr. A.M. Colijn antara lain:
22 Volksraad adalah Dewan Rakyat, mirip dengan DPR saat ini
?
29
’Mana mungkin penduduk Bumiputera sanggup melawan Jepang yang begitu kuat dan telah pandai membikin meriam, kapal perang dan teknik persenjataan lainnya. Hindia Sulit dipertahankan selama anak negeri belum diajarkan pengetahuan-pengetahuan teknik, kami mengusulkan agar segera didirikan sekolah teknik tinggi, agar penduduk bumiputera dapat ikut serta mempertahankan Hindia Belanda di masa mendatang’
Mencermati hal tersebut, bahwa ketika itu sebagian kecil kalangan terpelajar di
Hindia Belanda menyadari akan pentingnya kebutuhan sekolah tinggi tidaklah
dapat dipungkiri. Namun demikian, bahwa pendirian sekolah tinggi teknik
pertama di Hindia Belanda adalah hasil desakan dari Indie Weerbaar, patutlah
diragukan. Alasan pertama, bahwa pernyataan Abdoel Moeis tersebut ditujukan
kepada pemerintah Belanda, sementara pembentukan sekolah tinggi pertama
diusulkan oleh kalangan luar pemerintah (swasta-pengusaha). Kedua, bahwa
memang dari pemerintah sendiri sudah ada arahan untuk rencana mendirikan
sekolah tinggi di tanah Hindia Belanda, namun pemerintah tidaklah merencanakan
untuk mendirikan sekolah tinggi seperti yang sudah direncanakan terlebih dahulu
oleh kalangan pengusaha. Jadi kemungkinannya ialah, secara pribadi, Abdoel
Moeis memandang penting pendirian sekolah tinggi teknik untuk didirikan di
awal dibandingkan jenis sekolah tinggi yang lain, dan ia pun membincangkannya
dengan pemerintah belanda. Sementara pada saat yang hampir bersamaan,
didapatlah kabar baik dari kalangan pengusaha akan rencana didirikannya suatu
sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda.
3.4. Persiapan Pendirian
Pada perkembangannya, Ketua Raad van Beheer dari Koninklijk Instituut voor
Hooger Technisch Onderwijs in Nederlands Indies, yang semula dijabat oleh Dr.
C.J.K Van Aalst, digantikan oleh J.W. Yzerman23. Selanjutnya, Van Aalst
diposisikan sebagai ketua kehormatan. Yzerman dipilih karena dipandang
memiliki pengalamannya yang cukup dalam perkeretaapian di Jawa dan
23 Dalam ejaan Belanda J.W. Ijzerman ditulisnya J.W. Yzerman
䇠ۺ
30
Sumatera, wawasan tentang maasyarakat Hindia belanda, termasuk yang
menyangkut sejarah kuno Jawa dan Sumatera.
(a) C.J.K van Aalst (b) J.W. Yzerman
Gambar 4. Ketua kehormatan dan Ketua
Raad van Beheer
3.4.1. Peraturan Akademik
Kemudian, Raad van Beheer dalam pekerjaannnya membentuk sebuah komisi
yang bertugas merancang kurikulum pendidikan untuk ITH (Indische Technische
Hoogeshool). Komisi yang dimaksud ialah Onderwijs Comissie, dimana
anggotanya ialah Prof.Ir. W. Weys, Prof.Dr. S. Hoogewerf, dan Ir. R.A. van
Sandick. Prof Ir.W.Weys adalah mantan Hoofdingenieur dari B.O.W24, ia menjadi
Hoogleeraar (guru besar) di TH te Delft, jurusan Waterbouwkunde untuk tanah
yang berhawa panas, yang pada saat itu dia juga menjadi Direktur dari N.V.
Rystlanden Michiola-Arnold. Ia ditugaskan untuk merancang kurikulum dan
program studi insinyur sipil. Prof. Dr. S. Hoogewerf, adalah Hoogleeraar (guru
besar) dalam ilmu scheikunde dan mantan Rector-magnificus25 dari TH Te Delft.
Ia ditugaskan untuk menyusun kurikulum dan program studi insinyur kimia
(Technoloog). Sementara itu, Ir. R.A. van Sandick bertugas sebagai Sekretaris.
24 BOW: Burgerlijke Openbare Werken, Dinas Pekerjaan Umum
25 Menurut Prof. Hariadi Soepangkat, di Belanda, untuk membedakan pimpinan gereja yang juga
disebut Rector, maka untuk pimpinan universitas/institut disebutnya Rector-Magnificus
?
31
Komisi tersebut menjelaskan hal-hal berikut; Insinyur-insinyur yang akan
dihasilkan adalah insinyur sipil dan insinyur kimia yang setara dengan lulusan TH
te Delft di negeri Belanda. Demikian pula dalam hal teoretik, kepandaiannya akan
cukup untuk menjalankan pekerjaannya, kecuali terkait ilmu-ilmu umum yang
diringkaskan menjadi lebih sedikit.
Perihal persyaratan tingkat pendidikan yang diperkenankan masuk, ialah tamatan
pengajaran sekolah 5 tahun (HBS lima tahun) atau yang dapat disamakan dengan
itu, misalnya : MULO plus sekolah sambungan 2 tahun, atau sekolah menengah 3
tahun plus sekolah sambungan 3 tahun. Untuk aturan umum pengajaran, tidaklah
mengacu kepada sekolah teknik menengah, namun kepada sekolah teknik tinggi.
Diadakan pula peraturan yang mengharuskan belajar dan mengevaluasi
kepandaian yang telah diajarkan.
Tentang lamanya masa sekolah itu, menurut pertimbangan komisi tersebut, akan
memakan waktu 4 tahun, yang dapat disamakan dengan waktu 5 tahun yang
diajarkan pada TH te Delft. Keterangannya adalah sebagai berikut: Pada TH te
Delft, dalam satu tahunnya dihitung sebanyak 28 minggu masa aktif untuk tahun
ke-1 dan ke-2, sementara untuk tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-5 kurang lebih
sebanyak 34 minggu dalam setahun. Adapun untuk ITH, ditetapkan dalam 1
tahunnya 40 minggu masa aktif, setelah dikurangi masa libur 10 minggu dan masa
ujian 2 minggu. Secara komparatif, rancangan program pendidikan untuk ITH
lebih banyak ketimbang di Delft (160 minggu berbanding 158 minggu, berbeda
hanya 2 minggu saja)26.
Khusus untuk belajar menggambar di ruang gambar dan di laboratorium, dalam
satu tahun pengajaran dihitungnya sebanyak 42 minggu, karena kedua tempat
belajar tersebut tetap dibuka selama ujian berlangsung selama 2 minggu. Tetapi,
tidak semua pelajaran menggambar yang dibuka, menggambar teknik adalah
26 Menurut Prof. Goenarso tidak demikian. Studi di TH te Delft hanya memuat 25 minggu kuliah
dalam setahun, tanpa keterangan lebih lanjut berapa minggu masa aktif kuliah pada tingkat kedua,
ketiga, dan keempat.
䈰ۺ
32
perkecualian, karena, pelajaran tersebut telah selesai pada saat permualaan masa
ujian.
Supaya mahasiswa selalu belajar dan rajin datang ke kampus, maka menurut
komisi tersebut, direkomendasikan untuk pengadaan soal-jawab (tugas)27. Hal itu
dilakukan misalnya sekali dalam 8 minggu dengan memberikan beberapa soal
yang mesti dijawab diatas kertas. Ujian dilaksanakan hanya sekali dalam setahun,
yaitu pada penghabisan tahun. Ujian pada tahun ke-3 disebut ujian-kandidat,
sehingga mereka yang berhasil lulus dalam ujian tersebut berhak memperoleh
gelar candidaat.28
Guru yang mengajar pada ITH ialah guru besar dan guru besar luar biasa yang
jika perlu dibantu oleh asisten. Selain itu, diperkenankan pula bagi guru menengah
dan guru menengah sambilan untuk mengajar disana. Guru besar biasa adalah
guru besar yang tetap, sementara Guru Besar luar biasa ialah guru besar yang
didatangkan dari luar ITH.
Peraturan lain yang juga ditetapkan ialah mengenai cara belajar, tidak ada vrije
studie (studi bebas) seperti layaknya di negeri Belanda. Artinya, hingga tahun ke-
3, mahasiswa tidak diperkenankan untuk mengambil suatu mata kuliah lanjutan
secara bebas, melainkan sudah ditetapkan oleh lembaga, dengan tingkat keketatan
prosentase kehadiran di kelas. Barulah pada tahun ke-4, mahasiswa diberi
kelonggaran untuk menekuni suatu mata kuliah pilihan yang diminati dan diberi
kebebasan secukupnya di laboratorium untuk keperluan praktek.
Mengenai pustaka, diusulkan untuk memenuhi perpustakaan dengan pustaka yang
memadai, baik untuk kepentingan mahasiswa maupun para guru besar. Pengadaan
pustaka tersebut sangat dianjurkan, sehingga menuntut suatu pendanaan yang juga
cukup. Pendanaan itu utamanya dapat diberikan dari pihak pengusaha, dengan
tidak menutup kemungkinan dari sumber-sumber lain.
27 Barangkali hal tersebut semacam kuis pada saat perkuliahan di ITB sekarang ini
28 Candidaat agak mirip dengan sarjana muda (sarmud)
?
33
3.4.2. Pendanaan
Setelah Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Netherland
Indies di bentuk di Amsterdam pada tahun 1917, segera dilakukan pencarian dana
untuk persiapan pendirian sekolah tinggi teknik yang direncanakan.
Setahun kemudian, tahun 1918, datanglah delegasi dari Hindia Belanda ke negeri
Belanda, yang mendukung pendirian Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch
Onderwijs in Netherland Indies. Salah seorang delegasi itu ialah K.A.R Bosscha,
seorang pengusaha perkebunan di Malabar, Bandung Selatan. Delegasi tersebut
juga mambantu dalam penggalangan dana.
Di tahun 1919, telah terkumpul suatu jumlah yang cukup besar, yaitu sebesar 3,33
juta gulden. Uang sebesar itu diproyeksikan baru hanya cukup untuk membangun
satu buah jurusan saja. Dalam hal ini, jurusan yang dimaksud ialah teknik sipil,
yang spesifiknya Weg en Waterbouwkunde ( Ilmu Bangunan Air dan Bangunan
jalan). Cepatnya penggalangan dana tersebut lantaran pengurus Koninklijk
Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Netherland Indies, adalah orang-
orang yang cukup berpengaruh.
3.4.3. Tenaga Pengajar
Setelah rapat umum membentuk Raad van Beheer yang diketuai oleh J.W.
Yzerman, pada gilirannya Raad van Beheer tersebut meminta kesediaan Prof. Ir.
J. Klopper sebagai calon rector-magnificus ITH. Prof. Klopper saat itu adalah
guru besar di Technische Hoogeschool te Delft. Ia diangkat menjadi guru besar
disana sejak 11 September 1905 (Hoogleraar in de Toegepaste Wiskunde en
Mechanica). Pada tahun 1918, Prof. Klopper menjabat sebagai Directuer van het
Centraal Bruinkolenbureau.
?
34
Setelah Prof. Klopper bersama Yzerman datang ke Hindia Belanda pada 19 April
1919 dan mengerjakan beberapa pekerjaan inisiasi untuk pendirian ITH, mereka
berdua kembali lagi ke Belanda pada bulan Juli 1919. Tiga bulan kemudian, Prof.
Klopper kembali lagi ke Hindia Belanda setelah mendapat kepastian akan
kesediaan dua orang guru besar dari TH Delft untuk menjadi guru besar di ITH
untuk vak matematika dan vak fisika.
Prof. Dr. J. Clay29, guru besar fisika TH Delft, resmi diangkat menjadi guru besar
ITH pada tanggal 1 Januari 1920. IA ditugaskan untuk memberikan mata kuliah
fisika. Sementara, Prof. W. Boomstra diangkat menjadi guru besar pada tanggal 1
Maret 1920. Ia ditugaskan untuk mengajar matematika. Ia telah tiba di Tanjoeng
Priok pada tanggal 5 Juli 1920, dan langsung memberikan kuliahnya yang
pertama pada tanggal 7 Juli 1920.
Kehadiran dua orang guru besar tersebut tentulah dirasa kurang. Apalagi
keduanya sama-sama berada pada vak eksakta. Oleh karena itulah, Prof. Klopper
mencari orang lain yang dapat mengisi mata kuliah pada vak bangunan dan ilmu
bahan bangunan. Berkat pengaruh dan wibawanya, Ir. R.L.A. Schoemaker
bersedia untuk mengajar di ITH, dengan catatan setelah masa cuti yang sedang
diambilnya di negeri Belanda. Sebagai pengganti sementara hingga
kedatangannya ke Hindia Belanda, Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek,
bersedia memulai kuliah yang dimaksud. Keduanya kelak menjadi guru besar
biasa bagi TH te Bandoeng.
Jadi, sampai dengan peresmian berdirinya TH te Bandoeng, baru ada tiga orang
guru besar yang mengajar. Setelah itu, seiring berjalannya waktu, jumlahnya
semakin meningkat.
29 Berdasarkan tulisan Prof. Bambang Hidayat, ia adalah peneliti sinar kosmis pertama di dunia.
Selengkapnya lihat artikel Dari Awal yang Kecil dan Berkarakter. Sukma Pendidikan Tinggi Dari
TH Hingga ITB 2003. Proceeding workshop Mewujudkan ITB abad XXI. Penerbit ITB. Januari
2004
䊠ۺ
35
3.4.4. Tempat
Setelah Yzerman berhasil meminta kesediaan Prof. Klopper untuk menjadi Rector
Magnificus untuk ITH, keduanya bertolak ke Hindia Belanda (19 April 1919).
Pada tanggal 1 Mei 1919 keduanya bertemu dengan Gubernur Jenderal Graaf van
Limburg Stirum untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan dukungan
persiapan pendirian ITH.
Terkait dengan lamanya waktu membangun, diproyeksikan kampus ITH dapat
selesai dalam tahun 1922, namun Gubernur Jenderal mengharapkan agar sekolah
tinggi teknik tersebut dapatlah selesai dibangun pada tahun pertengahan tahun
192030.
Diskursus lain yang menjadi hangat ialah terkait pemilihan tempat yang dianggap
cocok untuk didirikannya ITH. Ada dua diskursus, yaitu apakah Solo atau Jogja,
dan apakah Batavia atau Bandung. Perbedaan pendapat meruncing pada dua
tempat, yaitu Batavia dan Bandung. Sebagian berpandangan bahwa Batavia
adalah kota yang tepat lantaran Batavia infrastruktur, sarana dan prasarananya
sangat memadai. Sementara, yang pro terhadap Bandung, berpendapat bahwa
Bandung hawa udaranya amat cocok bagi kalangan Belanda dan Eropa. Selain itu,
Bandung diperkirakan akan berkembang menjadi kota yang besar dan maju dalam
beberapa waktu ke depan.31
Perdebatan mengenai penentuan tempat itu, sampai-sampai memaksa Gubernur
Jenderal marah dan melakukan walkout. Namun ketua Raad van Beheer,
Yzerman, tetap bersikeras dan memaksakan bahwa ia menawarkan dua buah opsi:
didirikan di Bandung atau tidak perlu jadi ada keberadaan ITH. Upaya ini pada
akhirnya dimenangkan pihak yang pro Bandung.
30 Barangkali van Limburg Stirum menginginkan pendirian ITH merupakan salah satu hasil positif
pada pemerintahannya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sebab, masa jabatannya akan
habis pada tahun 1921. Sementara, jika ITH baru diselesaikan pada tahun 1922, tentunya sudah
berganti Gubernur Jenderal. 31 Perbedaan pendapat tersebut utamanya terjadi antara kubu Yzerman-Prof. Klopper dengan van
Limburg Stirum
?
36
Kemudian, Burgermeester (walikota) gementee Bandung saat itu, B. Coops32,
menyediakan tanah seluas 30 hektar di utara kota Bandung, berupa persawahan di
antara Sungai Cikapundung dan Jalan Dago, membentang kira-kira 500 meter
timur-barat, dan 600 meter utara-selatan.
Tidak lama berselang, pada tanggal 4 Juli 1919, dimulailah permulaan
pembangunan kompleks itu. Simbol awalan pembangunan itu diwujdukan dalam
penanaman 4 buah pohon beringin yang ditanam olehh 4 orang gadis berbagai
bangsa (di Hindia Belanda)33. Penanaman beringin tersebut adalah semacam ritual
tradisi yang berkembang setiap kali ada hajat yang besar akan dilakukan. Adapun
letak pohon beringin tersebut masih menjadi silang pendapat. Ada yang
berpendapat bahwa beringin tersebut ditanam di belakang kampus ITB sekarang,
ada pula yang mengatakan di depan kampus dekat gerbang. Namun, kami
berpendapat 4 buah pohon beringin tersebut terletak di tempat yang sekarang
menjadi tempat monumen tugu Soekarno. Saat ini pohon beringin tersebut sudah
tidak ada lagi.34
3.4.5. Nama
Rancangan awal nama sekolah tinggi yang akan didirikan ialah Indische
Technische Hoogeschool. Berdasarkan Reglement voor de Indische Technische
Hoogeschool yang dirancang tertanggal 29 Desember 1919, memang disebutkan
bahwa nama kampusnya seperti itu, dan kemudian disingkat menjadi ITH. Tetapi
Kemudian, nama itu diubah menjadi Technische Hoogeschool te Bandoeng,
disingkat menjadi TH te Bandoeng. TH te Bandoeng kerap pula disebut dengan
32 Burgermeester (walikota) Bandoeng pertama sejak ditetapkan menjadi suatu gementee (kota) di
tahun 1906 33 Belum ada data yang menyebutkan bangsa apa saja yang dianggap mewakili. Kemungkinannya
ialah bangsa Belanda, Eropa, Cina, dan Bumiputera. 34 Prof. Primadi Tabrani berpendapat letak beringin itu ada di belakang kampus, sedangkan dari
keterangan literature, ada petunjuk letak waringin (beringin) di tengah kampus saat ini (berarti di
tugu soekarno sekarang
䋰ۺ
37
TH atau THB. Mengenai alasan pengubahan itu belumlah diketahui secara pasti,
termasuk siapa saja yang mengusulkan pengubahan nama itu.
Akan sebab dalam sumber data otentik pada Reglement yang disebut diatas
terdapat coretan pada kata INDISCHE, dan menggantinya dengan tambahan TE
BANDOENG di belakang kata TECHNIESCHE HOOGESCHOOL. Dengan
demikian, kami menganggap bahwa untuk sementara waktu, asumsi perubahan
nama itu adalah tanggal yang ada pada Reglement, yaitu 29 Desember 1919. Pada
gilirannya, untuk semua kejadian sejarah yang terjadi sebelum tanggal itu,
penyebutan untuk TH te Bandoeng ialah ITH.
Letak alamat TH te Bandoeng ialah di Hoogeschoolweg, yang sekarang menjadi
Jalan Ganesha. Di depan kampus dibangun pula sebuah taman yang indah, dan
dinamakan Yzerman Park, sebagai penghormatan atas jasa-jasa Yzerman dalam
mengusahakan pendirian TH te Bandoeng. Patung dada Yzerman kemudian
diletakkan di sebelah utara Yzerman Park yang menghadap ke utara. Saat ini
patung dada tersebut berada di kantor rektorat ITB, sementara sebagai gantinya,
dibuat monumen perjuangan warga Ganesha. Bangunan disekelilingnya yang
berupa setengah lingkaran, terdapat tanda keterangan nama-nama gunung beserta
arah dan ketinggiannya yang mengelilingi kota Bandung di sebelah Selatan.
3.4.6. Pengurus
Setelah simbolisasi penanaman empat buah pohon beringin di areal calon
didirikannya ITH, Prof. Klopper dan Yzerman kembali lagi ke negeri Belanda.
Kemudian, Raad van Beheer memutuskan untuk membentuk perwakilannya di
Hindia Belanda, yang salah satu tugasnya dimasa pendirian ialah mengawasi
pembangunan gedung sehingga dapat berjalan dengan lancar. Perwakilannya
tersebut dinamakan College van Directueren (Majelis Direktur), dimana K.A.R.
떠
38
Bosscha35 ditunjuk sebagai ketua, sementara Prof. Klopper sebagai sekretaris.
Adapun sebagai bendahara dijabat oleh Direktur Factorij.
Dalam organisasi pendidikan, dibentuk College van Curatoren (Majelis
Kurator/Wali). Organ tersebut dibentuk pada tanggal 20 Mei 1920, yang bertugas
memperhatikan persoalan ideal dan akademi yang bakal dihadapi TH te
Bandoeng. President-curator pertama, ditunjuklah Prof. Mr. J. H. Carpentier
Alting, yang juga menjabat sebagai vice-president Raad van Beheer. Salah
seorang anggota lain ialah R.T. Wiranatakoesoemah, Bupati Bandung36, yang
pada tahun 1937 diangkat menjadi wakil presiden kurator hingga tahun 1942.
35 Atas jasa-jasanya terhadap TH te Bandoeng, namanya diabadikan menjadi nama Laboratorium
Bosscha, yang sekarang adalah Departemen Fisika ITB, dimana ruang 9009 disebut Ruang
Bosscha. 36 Bukan kota Bandung, tapi Kabupaten Bandung. Walikota gementee Bandoeng saat itu ialah N.
Beets (1937-1942)
伐ۺ
39
IV
AULA BARAT, AULA TIMUR DAN
HENRI MACLAINE PONT
Gambar 5. Henri Maclaine Pont (1885-1972)
“Arsitektur … adalah bagian dari kegiatan manusia dalam
menciptakan sesuatu untuk dirinya agar ke luar dan
menundukkan alam”
(Ir. Henri Maclaine Pont)
4.1. Pengantar
Terkait dengan Aula Barat dan Aula Timur, diperlukan pembahasan khusus dalam
rangkaian makalah ini. Oleh karenanya, penting untuk juga menelusuri latar
belakang arsiteknya, Ir. Henri Maclaine Pont, dalam upaya memahami lebih utuh
dalam penggalian nilai-nilai yang ada dalam arsitektur Aula Barat dan Aula
Timur.
4.2. Keluarga Henri Maclaine Pont
Leluhur Pont datang dari Belanda Utara. Di sana mereka menyebut dirinya
sebagai keturunan dari Het Hoen, salah satu panglima dari Water Geuzen yang
?
40
melawan penjajah Spanyol. Dari namanya, mengalir pula darah Maclaine dari
Skotlandia.
Selain memiliki darah barat, buyut dari pihak ibu Maclaine Pont berasal dari
Indonesia timur (Pulau Buru). Tidak diketahui secara pasti, sejarah pernikahan
leluhur Maclaine Pont. Oleh karena berdarah campuran, menyebabkan Maclaine
Pont merupakan keturunan indo-peranakan atau disebut kleurlingen. Pada masa
itu seorang indo-peranakan dipandang memiliki derajat dibawah keturunan
Belanda totok37. Peraturan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah Belanda
saat itu kepada para indo-peranakan itu diantaranya adalah diwajibkannya mereka
untuk menggunakan pakaian bumiputera seperti pakaian bumiputera dan tidak
diperbolehkannya mereka mengikuti berbagai kegiatan yang diperuntukan bagi
masyarakat Eropa, seperti berdansa dan bersiul.
Ayah Maclaine Pont bernama Pieter Maclaine Pont (1850-1926), yang berprofesi
sebagai pengacara pada pabrik gula Nederlandsch-Indische Suiker Unie yang
berpusat di Den Haag. Perusahaan gula tersebut merupakan salah satu dari empat
perusahaan gula Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda.
Pieter Maclaine Pont merupakan pengacara yang beraliran liberal yang tidak
menyetujui penjajahan. Ideologi yang dianutnya, menyebabkan Pieter Maclaine
Pont dicabut izin bekerjanya sebagai seorang pengacara. Pengaruh dari seorang
ayah yang liberal itu, menyebabkan Maclaine Pont menganut aliran yang sama.
Mereka berdua menulis artikel-artikel anti-kolonalisme yang diterbitkan juga di
Belanda.
Walaupun bukan termasuk ke dalam keturunan Belanda asli, keluarga Maclaine
Pont juga menjalankan kebiasaan yang lazim dijalankan oleh keluarga Belanda
pada umumnya, yaitu keturunan mereka akan dilahirkan, menjalani masa kanak-
kanak dan bersekolah dasar di Hindia Belanda, lalu kembali ke Belanda untuk
bersekolah lanjutan dan menjalani masa perkuliahan. Kemudian para keluarga
37 Imam Buchori Zainuddin, Menggali Nilai di Antara Dua Dunia : Kajian Arsitektur TH
Bandoeng, Karaya Henri Maclaine Pont dan Spiritnya terhadap Budaya Akademik di ITB dalam
Proceeding Workshop Mewujudkan ITB Abad 21 (2004 : h. 53).
䧠ۺ
41
Belanda tersebut akan kembali ke Hindia Belanda untuk meniti karier dan akan
kembali lagi ke Belanda untuk menghabiskan masa tuanya. Pada beberapa orang
tertentu mereka mengakhiri hidupnya di Hindia Belanda karena keadaan politis.
4.3. Kelahiran Henri Maclaine Pont
Tahun 1871, pemerintah Hindia Belanda berhasil membuat jalur kereta api dari
Batavia-Bogor. Jalur ini dibangun umtuk sarana transportasi hasil perkebunan
milik para pengusaha Belanda. Menyusul dibangunnya jaringan kereta api,
pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan Tanjung Priok (1877-1883)
sebagai pengganti pelabuhan Sunda Kelapa.
Henri Maclaine Pont dilahirkan di daerah Jatinegara yang pada saat itu dikenal
sebagai Meester Cornelis, pada 21 Juni 1885. Pada saat Maclaine Pont dilahirkan,
Meester Cornelis masih merupakan kota mandiri, yang kemudian pada tahun 1935
menjadi bagian dari Batavia. Maclaine Pont merupakan anak keempat dari tujuh
bersaudara.
4.4. Masa Pendidikan Maclaine Pont
Pada saat berusia 8 tahun (1893), Maclaine Pont bersama keluarga ekspatriasi ke
Belanda dan bersekolah di Den Haag. Kedatangan Maclaine Pont ke Belanda
bersamaan dengan terbitnya tulisan Conrad Theodore Van Deventer yang berjudul
“Een Ereschuld” (Hutang Kehormatan) di majalah De Gids.
Maclaine Pont didiagnosa menderita reumatik. Sakit tersebut diderita oleh
Maclaine Pont selama beberapa bulan pada tahun 1901. Hasil pemeriksaan
kesehatan Maclaine Pont saat itu menggambarkan bahwa Maclaine Pont tidak
memiliki kesehatan yang cukup baik. Pada tahun tersebut, Ratu Wilhelmina
傀ۺ
42
mengumumkan Politik Etis untuk Hindia-Belanda lewat suatu pidato kerajaan
(Troonrede).
Satu tahun kemudian (1902), pada usia 17 tahun, Maclaine Pont melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi di TH te Delft, pada jurusan pertambangan. Maclaine
Pont hanya menempuh pendidikan selama 1,5 tahun pada jurusan pertambangan.
Kemudian Maclaine Pont pindah ke jurusan arsitektur, dan selanjutnya bekerja
paruh waktu pada perpustakaan Universitas Utrecht. Tahun 1903, Maclaine Pont
bertemu dengan Thomas Karsten, dan kemudian keduanya menjadi teman akrab.
Bersama Karsten, Maclaine Pont melakukan ekskursi ke Belgia dan Perancis.
Selain itu, Maclaine Pont juga melakukan kunjungan ke Jerman dan Inggris.
Sepuluh tahun sebelum Maclaine Pont lahir (1875), seorang bangsawan Rusia
yang bernama Helena Petrovna Blavatsky mendirikan suatu aliran pemikiran yang
dikenal sebagai Teosofi, yang merupakan sintesis antara agama, filsafat dan sains.
Teosofi bertujuan untuk memadukan spiritual timur dengan rasionalisme barat.
Teosofi bukanlah agama, karena didalamnya tidak terdapat aturan baku yang
harus diikutinya oleh para pengikutnya. Para penganut teosofi mempercayai
beberapa prinsip berikut:
1. Mengadakan inti persaudaraan universal sesama manusia tanpa membeda-
bedakan ras, kasta, warna kulit dan jenis kelamin
2. Menggerakkan semangat persamaan mempelajari agama, filsafat dan ilmu
pengetahuan
3. Adanya upaya penyelidikan hukum-hukum yang tidak dapat dijelaskan oleh
alam dan manusia
Teosofi kemudian menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan kebangunan budaya
(Jawa) di Hindia Belanda. Hampir semua tokoh Boedi Oetomo dan orang-orang
yang tergabung dalam Java-instituut merupakan kelompok penganut teosofi.
Ajaran ini dapat menyatukan elit Jawa, orang-orang indo Eropa dan orang-orang
Belanda yang menyetujui gerakan asosiasi sebagaimana disarankan oleh politik
=
43
etis. Pada tahun 1881, di Hindia Belanda berdiri The Pekalongan Theosophical
Society.
Gambar 6. Markas Perkumpulan Teosofi di Bandung
Gerakan teosofi selain berpengaruh pada pengembangan gagasan asosiasi di
Hindia waktu itu juga ikut memberi pengaruh secara pribadi pada diri Maclaine
Pont. Ia dalam suratnya pernah menulis bahwa
‘…sebagaimanan kebanyakan orang di Delft, demikian pula aku tertarik pada gerakan teosofi dan pemikiran Mrs.Blavastky....’
Jadi ketertarikan Maclaine Pont terhadap teosofi berawal pada saat dirinya sedang
menempuh pendidikan di Belanda. Tetapi keterlibatan Maclaine Pont dalam
perkumpulan Teosofi di Hindia Belanda tidak diketahui.
Pada tahun 1903, gedung Stock Exchange di Amsterdam selesai dibangun.
Gedung ini dibangun atas dasar seorang arsitek yang mengusung aliran
Wendingen, yaitu H.P.Berlage. Arsitektur gedung ini menjadi diskusi hangat dan
termasuk ke dalam kategori banguan yang berpengaruh pada masa tersebut. Aliran
wendingen ini lebih mementingkan kepentingan sosial daripada pameran gaya.
Selain itu aliran ini juga menekankan pentingnya kebersatuan bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Kemunculan aliran wendingen ini dalam wujud bangunan
arsitektur di Belanda juga disaksikan oleh Maclaine Pont.
䫐ۺ
44
4.5. Maclaine Pont sebagai Seorang Arsitek
Enam tahun setelah kepindahannya ke jurusan aristektur, pada tahun 1909
Maclaine Pont (24 tahun) diwisuda dari TH te Delft. Selama periode 1909-1910 di
kantor Posthumus Meyes di Amsterdam. Proyek pertama yang ditangani secara
intensif oleh Maclaine Pont adalah pembangunan sebuah rumah sakit untuk para
pembantu gereja di Overtoon, Amsterdam. Tahun 1910, akhirnya Maclaine Pont
menikahi seorang wanita yang bernama Leonora (Noor) Hermine Gerlings. Noor
merupakan putri seorang direktur jawatan kereta api (SCS)38 di Den Haag.
Tanggal 1 Januari 1911, Maclaine Pont kembali ke Hindia Belanda bersama
isterinya dan kemudian tinggal di Tegal. Di Tegal, Maclaine Pont diminta untuk
merancang kantor cabang SCS. NIS (Nederlandsch-Indische Spoor-en Traamweg
Maatschappij), merupakan perusahaan induk SCS. Penunjukkan Maclaine Pont
sebagai arsitek kantor SCS tegal didasarkan atas saran Ir.T.H. Gerlings, yang
merupakan direktur SCS di Den Haag dan sekaligus mertua Maclaine Pont,
kepada Klinkhamer (mantan dosen Maclaine Pont di TH te Delft). Selain itu
adanya hubungan persaudaraan Maclaine Pont dengan Henry de Vogel, yang
merupakan pegawai tinggi di SCS, menjadi salah satu faktor dipilihnya Maclaine
Pont sebagai arsitek gedung SCS Tegal. Henry den Vogel merupakan paman dari
Maclaine Pont.
Pada saat itu, NIS sedang membangun jalan kereta api antara Cirebon-Semarang.
Pada saat membangun kantor NIS Semarang, Maclaine Pont meletakkan
bangunan sepanjang timur-barat, sehingga banagunan tidak akan mendapatkan
sinar matahari langsung. Tetapi bagian pintu dan jendela, dibangun menghadap
utara-selatan yang menyebabkan bangunan mendapatkan proporsi angin
semaksimal mungkin. Aristektur kantor cabang NIS di Tegal ini bergaya Eropa.
Pemilihan langgam arsitektur bergaya Eropa didasarkan atas penilaian Maclaine
Pont, bahwa gedung NIS merupakan milik perusahaan Eropa. Gedung NIS Tegal
memiliki kemiripan dengan gedung pusat NIS di Semarang. Konsep arsitektur
38 SCS : Semarang Cheribon Stoomtraammaatschappij, perusahaan kereta api dan trem Semarang-
Cheribon (cirebon sekarang)
几ۺ
45
yang diterapkan oleh Maclaine Pont sangat menekankan kepada terciptanya
penghawaan dan sirkulasi udara yang baik,serta terisolasinya bangunan dari terik
panas matahari. Selain itu, Maclaine Pont juga bereksperimen menggunakan
banyak bahan bangunan dan buruh lokal. Hal ini berbeda dengan kelaziman yang
terjadi pada arsitek Eropa pada umumnya, yang banyak menggunakan bahan-
bahan bangunan impor.
Pada tahun 1918, Maclaine Pont kembali ke Utrecth. Di Utrecth, proyek
pembangunan TH te Bandoeng, diterima. Dipilihnya Maclaine Pont sebagai
arsitek gedung TH te Bandoeng kemungkinan didasarkan atas pengetahuannya
tentang kebudayaan masyarakat dan kondisi alam Hindia Belanda, mengingat
bahwa sebelumnya Maclaine Pont pernah mengerjakan beberapa proyek di pulau
Jawa. Dr. J.W. Yzerman dipilih sebagai ketua badan pengurus, juga didasarkan
atas pengetahuannya yang banyak tentang Hindia Belanda. Pengetahuan itu
didapatkan Yzerman pada saat bertugas sebagai pegawai jawatan kereta api
pemerintah Belanda pada jalur Jawa-Sumatera.
Dikarenakan berlokasi di Utrecth, Maclaine Pont tidak dapat langsung
mempelajari kondisi lahan dan lingkungan lokasi dibangunnya TH te Bandoeng.
Berbagai data tentang keadaan dan kebudayaan Hindia, imajinasi, rekaman
pengalaman tentang keadaan cuaca benua tropis selama Maclaine Pont di Hindia
Belanda, ”bermain-main” di pemikirannya. Kesemua hal tersebut berpadu, dan
membuat kertas putih itu menjelma menjadi blue print gedung TH te Bandoeng.
=
46
Gambar 7. Rancangan Maclaine Pont untuk Bangunan Indische Technische Hoogeschool
Pada awal Maclaine Pont menerima proyek arsitek bangunan sekolah tinggi di
Hindia Belanda ini, lokasi tempat pembangunan belumlah ditentukan. Sehinga, di
dalam judul rancangan Maclaine Pont saat itu hanya tertulis Indische Technische
Hoogeschool. Maclaine Pont menyelesaikan rancangannya pada 1 Maret 1919.
Komisi pembangunan sekolah tinggi di Hindia Belanda, mempertimbangkan
beberapa lokasi misalnya di Batavia, Solo, Jogyakarta atau Bandung. Tetapi,
dikarenakan walikota B.Coops, menyatakan kesediannya ketempatan sekolah
tinggi teknik tersebut dan menunjukkan dengan pasti lokasi yang dimaksud, maka
terpilihlah Bandung sebagai tempat didirikannya sekolah tinggi tersebut.
Persyaratan yang diajukan kepada Maclaine Pont oleh Koninklijk Instituut voor
Hooger Technische Onderwijs in Nederlandsch Indie adalah bahwa proses
pembangunan gedung ini haruslah fleksibel,murah dan cepat. Luas lahan yang
hendak dibangun adalah 30 ha. Tugas yang dibebankan kepada Maclaine Pont
meliputi pembangunan 16 buah ruangan besar yang penting seperti ruangan yang
䯀ۺ
47
dapat menampung sekitar 500-600 kursi, aula, laboratorium, perpustakaan, ruang
kuliah, studio/ruang gambar, dsb.
Pembangunan gedung TH te Bandoeng baru dilakukan setelah keluarnya
persetujuan dari Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, tanggal 1 Mei
1919 di istana Weltevreden. Dari pertemuan tersebut disimpulkan bahwa
Gubernur Jenderal merestui pembangunan sekolah tinggi teknik tersebut, dan
diharapakan bahwa sekolah tersebut dapat diresmikan pada tahun 1920.
Sebelum proses pembangunan dimulai, empat orang gadis dari berbagai bangsa
menanam empat buah pohon beringin di areal tempat pembangunan akan
berlangsung. Penanaman pohon ini mungkin dilatarbelakangi oleh kebiasaan
masyarakat Eropa, melakukan penanaman pohon pada saat kelahiran seorang
anak, misalnya pada saat kelahiran Princess Juliana. Sehingga, salah satu pohon
di sekitar alun-alun Bandung pada waktu itu, diberi nama Juliana blooms. Selain
pada masyarakat Eropa, masyarakat Jawa juga sering mengadakan simbolisasi
penanaman pohon atau pemotongan hewan kurban pada saat kelahiran atau
dimulainya suatu pembangunan rumah. Pohon beringin tersebut ditanam pada saat
penyerahan areal pembangunan TH te Bandoeng dari walikota (burgemeester) B.
Coops. Letak sesungguhnya dari pohon tersebut, sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Karena bukti primer yang menyatakan letak pohon tersebut belum
ditemukan, walau pada titik pusat areal pembangunan, di dalam rancangan tapak
Maclaine Pont (Gambar 4) terdapat tulisan waringins, letak pohon beringin
tersebut masih dipertanyakan. Beberapa versi letak ditanamnya pohon tersebut
telah dikemukakan, misalnya menurut Prof. Goenarso pohon beringin tersebut
ditanam pada pusat areal pembangunan tersebut, yaitu di belakang pintu gerbang
dan menurut Prof. Primadi Tabrani, pohon tersebut berada di areal tempat
berdirinya perpustakaan pusat saat ini.
卐ۺ
48
Gambar 8. Rancang Tapak Maclaine Pont untuk Bangunan Indische Technische
Hoogeschool
Ben F. Van Leerdam39 mengumpulkan beberapa surat-surat teguran dan memori
yang ditujukan kepada Maclaine Pont dari Prof. Prof. Klopper sebagai project
officer, mengenai ketidaklengkapan gambar-gambar kerja, perhitungan biaya,
jadwal pelaksanaan, teknik konstruksi hingga perubahan arsitektonis. Prof. Imam
Bukhori Zainuddin menggunakan data yang dikumpulkan oleh van Leerdam ini
sebagai rujukan tentang adanya kekisruhan dalam pembangunan gedung TH te
Bandoeng. Dalam mendesain gedung TH te Bandoeng, Maclaine Pont
berkonsultasi dengan dosennya di Utrecth, yaitu Prof. Klinkhamer yang
berwawasan modernis, anti neoklasik dan pengagum gotik. Selain itu, Klinkhamer
selalu menganjurkan mahasiswanya untuk tidak mengikuti filsafat neoklasik yang
menonjolkan dimensi kekuasaan dalam elemen desainnya. Dan dari tulisan van
Leerdam pula, Prof. Imam mengemukakan bahwa Maclaine Pont sangat
dipengaruhi oleh sikap Klinkhamer. Sebelum pembangunan gedung TH te
39 Ben F. Van Leerdam, Arsitek. Saat ini tinggal di Belanda
=
49
Bandoeng dimulai, terlebih dahulu rancangan Maclaine Pont telah disetujui,
bahkan dipuji oleh masyarakat akademik di Delft.
Ketidakharmonisan hubungan antara Prof. Klopper dengan Maclaine Pont mulai
terjadi pada saat proses pembangunan dimulai. Prof. Klopper menganggap, selain
sebagai rektor, dia juga berwenang sebagai penentu semua kebijakan, termasuk di
dalamnya kebijakan dalam pembangunan fisik gedung TH te Bandoeng. Maclaine
Pont hanya dianggap sebagai pemborong oleh Prof. Klopper. Adapun kontraktor
dalam pembangunan gedung TH Bandoeng ini adalah V.L. Sloors dari BOW.
Pada saat terjadi keterlambatan pembangunan, Prof. Klopper menganggap hal itu
disebabkan karena terlalu rumitnya desain arsitektur yang dibuat oleh Maclaine
Pont. Oleh karena itu, Maclaine Pont diminta untuk lebih menyederhanakan
desain arsitekturalnya. Selain itu, Prof. Klopper juga meminta adanya modifikasi
ruang laboratorium dan perpustakaan, mengingat belum mendetailnya rancangan
kedua ruangan tersebut pada tahap perencanaan awal dan adanya perubahan pada
program akademik. Sehingga pada akhirnya, tanpa berdiskusi terlebih dahulu
dengan Maclaine Pont, Prof. Klopper mengubah rencana arsitektural gedung TH
te Bandoeng, membangun gedung pembantu tanpa mengikuti konsep estetika
yang telah digariskan, menghilangkan ornamen yang tidak relevan serta
mengubah komponen atap yang terlalu rumit dan dapat menghabiskan banyak
biaya. Kepanikan Prof. Klopper ini kemungkinan disebabkan oleh belum
rampungnya berbagai komponen struktural pada akhir tahun 1919, mengingat
bahwa pembukaan direncanakan pada bulan Juli 1920. Keputusan sepihak Prof.
Klopper menyebabkan ketidakpuasan dalam diri Maclaine Pont, mengingat
dirinya telah disetujui sebagai technische superintendent dalam proyek tersebut.
Akhirnya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi, maka Dr. J.W. Yzerman
selaku Ketua Badan Pengurus dari Lembaga Kerajaan untuk Pendidikan Tinggi
Teknik di Hindia Belanda (Voorzitterr voor Raad van Beheer van het Koninklijk
Instituut voor Hooger Technische Onderwijs in Nederlandsch Indie) menyetujui
saran Prof. Klopper untuk mencabut wewenang Maclaine Pont sebagai penasehat
teknis dalam proyek pembangunan gedung TH Bandoeng. Tugas Maclaine Pont
䲰ۺ
50
kemudian dialihkan kepada Kolonel V.L. Sloors dari bagian zeni militer dan
Kapten M.T. van Staveren dari jawatan kereta api.
Gambar 9. Kondisi pada saat pembangunan gedung utama TH Bandoeng (1920)
Pada saat menjelang pembukaan, bangunan utama TH Bandoeng selesai
dibangun. Dan pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 1920 dengan mengambil tempat di
bangunan utama sebelah timur, Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum
meresmikan pembukaan sekolah tinggi teknik pertama di Hindia Belanda.
4.6. Bangunan Technische Hoogeschool te Bandoeng
Sekali lagi Maclaine Pont menerapkan sumbu utara-selatan dan barat-timur dalam
rancangan arsitekturnya. Di bagian selatan terlihat vista gunung Tangkuban
Perahu dan gunung Burangrang. Di bagian timur-barat memanjang gedung utama
TH te Bandoeng. Lahan yang disediakan, dibatasi oleh sungai Cikapundung dan
Jl.Dago (500 m barat-timur dan 600 m utara-selatan).
=
51
(a) (b)
Gambar 10. (a) Tampak selatan gedung TH Bandoeng, (b) Foto udara lokasi TH Bandoeng
Pemilihan objek gunung sebagai titik pusat pandangan pada gedung TH te
Bandoeng oleh Maclaine Pont, kemungkinan didasarkan atas pengetahuannya
tentang kebudayaan masyarakat Jawa. Dimana pada masyarakat tersebut
bangunan-bangunan yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat
mengambil Jawa sebagai titik fokusnya. Selain itu, perpaduan berbagai elemen
barat-timur yang diaplikasikan oleh Maclaine Pont dalam gedung TH te
Bandoeng, kemungkinan disebabkan oleh paham teosofi yang dianutnya.
Unsur kebudayaan masyarakat Hindia Belanda yang dicuplik oleh Maclaine Pont
dalam karya arsitekturalnya adalah pada bagian atap gedung utama TH te
Bandoeng. Berbagai tafsiran tentang ”asal daerah” dari atap gedung utama TH te
Bandoeng bermunculan. Ada yang menyebutkan bahwa atap tersebut mengambil
ciri atap masyarakat Sumatera (Minangkabau atau Batak Karo), atau
mengadaptasi atap ”cagak gunting” dari Garut, atau Maclaine Pont
menggabungkan kelaziman berbagai bentuk atap bangunan di Jawa yang telah
ditemuinya. Akan tetapi, Maclaine Pont tidak mendefinisikan secara pasti jenis
langgam manakah yang diaplikasikannya pada atap gedung utama TH te
Bandoeng.
=
52
(a) (b) (c)
Gambar 11. (a) gedung utama sebelah timur pada saat peresmian TH Bandoeng, (b) Bentuk
atap gedung utama, (c) Koridor dekat gedung utama
Seperti layaknya pada bangunan karya Maclaine Pont sebelumnya, gedung utama
TH te Bandoeng juga memiliki ventilasi dan penghawaan yang optimal. Maclaine
Pont mendesain atap gedung utama sedemikan rupa, sehingga atap tersebut
memilii gradien sudut yang berbeda untuk tiap lekukannya. Perbedaan gradien
sudut ini ditujukan supaya di dalam gedung tersebut tercipta cross-ventilation
dari penerangan alam dan penghawaan yang baik. Selain itu adanya jarak sejauh 2
meter antar rambu atap, menyebabkan air tampias hujan, dapat terhalangi dengan
baik.
Salah satu elemen yang sangat menonjol dalam desain gedung utama TH te
Bandoeng adalah adanya bentangan parabolik (Gambar 3) yang terbuat dari
rangkain lapisan kayu pada bagian interior, dengan tebal masing-masing lapisan 1
cm. Proses merangkai lapisan kayu menjadi sebuah bentangan parabolik,
merupakan suatu karya yang tercipta dari tangan-tangan terampil masa lampau.
Dan sampai saat ini, prestasi teknologi struktural yang diciptakan Maclaine Pont
dalam gedung utama TH te Bandoeng belum mendapatkan padanannya.
Kerumitan bentang parabolik dalam gedung utama TH te Bandoeng, juga diakui
oleh mahasiswa senirupa saat ini. Berdasarkan pengakuan yang penulis terima,
salah seorang diantaranya mengalami kesulitan pada saat diminta untuk
menggambarkan bentangan parabolik beserta tiang-tiang penyangganya.
ۺ�
53
Untuk mengatasi masalah fleksibilitas, Maclaine Pont merancang sebuah ruangan
besar yang memungkin untuk disekat sesuai dengan kebutuhan akademik yang
ada. Ruangan besar itu dibangun tanpa mendapatkan interupsi yang berarti dari
adanya tiang penyangga. Selain itu, ruangan
Selain elemen interior dalam gedung utama TH te Bandoeng, kepiawaian
Maclaine Pont dalam memadukan elemen batu alam dan tanaman rambat pada
tiang bagian luar (Gambar 7), memberikan suatu nuansa lingkungan yang penuh
dengan ketentraman. Jenis tanaman rambat yang dipilih adalah pyrostegia , yang
khusus didatangkan oleh Tuan Kerkhoven, salah satu preangeplanter¸untuk
menghiasi gedung TH te Bandoeng. Pyrostegia merupakan bunga yang mekar
sepanjang tahun, asal Amerika Selatan.
Pada akhirnya, keseluruhan rancangan Maclaine Pont pada arsitektur gedung TH
te Bandoeng, memang mengundang decak kagum banayk pihak. Dari mulai
arsitek Belanda Berlage, J. Gerber, sampai dengan para undangan yang
menghadiri peresmian dibukanya TH te Bandoeng. Selain itu, arsitektur gedung
TH te Bandoeng karya Maclaine Pont ini, juga menjadi awal ketertarikan para
peneliti untuk menyelidiki lebih jauh tentang karya Maclaine Pont, yaitu Helen I.
Jessup dan Ben F. Van Leerdam. Dan kemungkinan juga, karya aristektur
Maclaine Pont ini menjadi sumber inisiasi para mahasiswanya untuk bergerak,
melawan kolonialisme Belanda, seperti Raden Soekarno.
Akan tetapi, perenungan akan arti filosofi karya Maclaine Pont ini, nampaknya
baru terjadi pada generasi tua, sementara mahasiswa yang sedang menjalankan
aktivitasnya di kampus ITB saat ini, mungkin hanya menganggap gedung utama
itu hanyalah suatu artefak bisu tanpa makna.
ۻ
54
Gambar 12 . Iluminasi Aula Barat di malam hari, dalam rangka 25 tahun berkuasanya
Ratu Wilhelmina, 1923
㴠ۺ
55
V
KEMERIAHAN PERESMIAN
TECHNIESCHE HOOGESCHOOL TE BANDOENG
Sebelum pembukaan T.H. te Bandoeng, Committee voor Hooger Technische
Onderwijs – di dalam “Kaoem Moeda” (23/06/20)- menyerukan kepada para
penduduk Gemeente Bandoeng untuk memasang bendera Belanda dan berbagai
perhiasan yang dapat mempercantik penampilan rumah. Selain itu, Committee
juga meminta kepada para penduduk untuk dapat menyumbangkan sejumlah kecil
dana sumbangan untuk perayaan pesta pembukaan sekolah teknik tersebut.
Himbauan kepada masyarakat untuk menyumbang dirasakan oleh Committee
merupakan hal yang pantas untuk dilakukan, mengingat pentingnya peresmian
sekolah teknik baru tersebut bagi seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng.
Sumbangan tersebut dapat disampaikan penduduk kepada Penningmeester40 dari
Committee, yaitu Tuan jhr.L.W. van Suchtalen. Pada tahun 1913, permintaan
sumbangan dan ajakan untuk mempercantik rumah seperti ini, juga pernah
dilakukan pemerintah Belanda, yaitu pada saat perayaan seratus tahun terbebasnya
Belanda dari penjajahan Perancis. Pada tahun tersebut, pemerintah Belanda
meminta dengan paksaan kepada masyarakat Hindia untuk menyumbangkan
sepicis atau diganti dengan sumbang tenaga selama empat hari. Paksaan ini
mengilhami Suwardi Suryaningrat untuk menulis artikel Als ik Nederlands Was
(andai saya seorang Belanda), yang terbit diterbitkan oleh surat kabar De Express
Kembali pada perayaan peresmian TH te Bandoeng, di dalam perayaan tersebut,
Committee juga merencanakan akan mengadakan bermacam-macam pertunjukan
seperti pemasangan lampu-lampu hias di tepi jalan dan upacara taptoe41. Oleh
40 Penningmeester : Bendahara 41 Saat itu militer biasa mengadakan upacara taptoe, yaitu upacara yang biasa diadakan pada setiap
hari sabtu. Pada upacara ini, satu kompi prajurit dengan seragam rapi, bersenjata lengkap beserta
lambang dan umbul-umbul kesatuannya masing-masing, berparade dari asrama mereka di daerah
lapangan siliwangi menuju Pieter’s Park. Parade tersebut diiringi oleh iringan musik dari korps
militer.
ۻ�
56
karena itu, partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perayaan tersebut
merupakan hal yang dirasa perlu, guna terciptanya suasana pesta yang meriah.
Akhirnya waktu peresmian sekolah teknik tersebut pun datang. Pada tanggal 3 Juli
1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng resmi dibuka oleh Gubernur
Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, yang terdiri dari satu fakultas de
Faculteit van Technische Wetenschap dan satu jurusan de Afdeeling der Weg en
Waterbouw. Upacara peresmian tersebut dilaksanakan di dalam Aula Timur
dengan penerangan gas asetilen. Hal ini dilakukan karena pemasangan instalasi
listrik di gedung TH te Bandoeng belumlah rampung semuanya. Penggunaan gas
asetilen sebagai sumber penerangan sempat menyebabkan terjadinya kebakaran di
gedung tempat peresmian diadakan.
(a)
ۻ�
57
(b) (c)
Gambar 13. Suasana pada saat peresmian T.H. te Bandoeng : (a) pidato Ir.R.A. van
Sandick, tampak pada barisan paling depan, van Limburg Stirum dan Nyonya,
(b) pidato K.A.R. Boscha , (c) piagam peresmian T.H. te Bandoeng
Peresmian TH te Bandoeng ditandai dengan penandatanganan piagam peresmian
oleh :
1.Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum
2.Direktur Departemen Pendidikan dan Pengajaran (directeur van onderwijs en
eeredienst), Mr. Greutzberg
3.Ketua Badan Pengurus (Raad van Beheer), Prof. J.H. Carpentier Alting
4.Ketua Dewan Kurator (voorzitter van het college van curratoren), Karl Albert
Rudolf Boscha
5.Ketua (voorzitter van het college van directeuren/ketua harian Raad van
Beheer), Dr. J.W. Yzerman
6.Rector Magnificus, Prof.Ir. J. Prof. Klopper
Pada upacara peresmian, para undangan yang memububuhkan tandatangannya
diatas piagam peresmian juga memberikan pidatonya. Selain itu, juga terdapat
R.A.A.A. Djajadiningrat (bupati Serang) dan dr.Yap Hong Tjoen yang
memberikan pidatonya mewakili kaum Bumiputra dan Tionghoa. Sementara, Ir.
R.A. van Sandick juga memberikan pidatonya pada pembukaan TH te Bandoeng,
mewakili Koninklijk Institute voor Hooger Technische Onderwijs di Hindia
Belanda. Pidato Tuan van Sandick berisi tentang latar belakang dan tujuan
ሐۻ
58
pendirian TH te Bandoeng. Selain itu burgeemeester Bandoeng, tuan B. Coops
dan Mr. Greutzberg sebagai directeur van onderwijs, juga memberikan pidatonya
dalam peresmian tersebut. Tetapi pada saat peresmian TH te Bandoeng, Ir. Henri
Maclaine Pont tidak dapat menghadiri upacara tersebut dikarenakan menderita
sakit perut. Kehadirannya diwakili oleh istrinya, yaitu Leonora Hermine Gerlings.
(a) (b) (c) (d) (e)
(f) (g) (h) (i) (j)
Gambar 14. Undangan yang menghadiri pembukaan T.H. te Bandoeng. (a) Gubernur
Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum, (b) Nyonya Gravin van Limburg Stirum, (c)
R.H.A.A.M Wiranatakusumah, (d) Karl Albert Rudolph Boscha, (e), Prof.mr.J.H.
Carpentier Alting, (f) Dr.J.W. Ijzerman, (g) Prof.Ir.J.Prof. Klopper, (h) B.Coops,
(i) van Aalst, (j) Ir.R.A.van Sandick
Pada acara peresmian tersebut turut hadir pula beberapa tamu undangan lain,
diantaranya adalah Direktur BOW (Burgelijke Openbare Werken, Dinas Pekerjaan
Umum), Direktur BB ( Departemen van Binnelands Bestuur, Departemen Dalam
Negeri), voorzitter dan anggota Volksraad dan Anggota Raad van Indie
Setelah acara peresmian di gedung TH te Bandoeng selesai, para undangan
menghadiri jamuan makan siang di area Bursa Tahunan (Jaarbeurs). Dipilihnya
Jaabeurs sebagai tempat jamuan makan siang pada perayaan ini, dikarenakan
tempat tersebut baru saja diresmikan. Pada bulan Juni-Juli Jaarbeurs merupakan
tempat transaksi jual-beli antara pedagang dan pembeli. Selain itu pada periode
嚐ۺ
59
tersebut, Jaarbeurs menyerupai area pasar malam, yang merupakan tempat
berbagai macam kesenian dan pertunjukan. Jaarbeurs terletak di Atjeh Weg, di
sekitar Molluken Park. Saat ini gedung tersebut ditempati oleh KODIKLAT divisi
Siliwangi.
(a) (b)
Gambar 15 (a) dan (b) Gedung Jaarbeurs
Perayaan pembukaan T.H. te Bandoeng berlanjut di halaman kediaman Residen
Priangan. Jamuan makan malam ini ditujukan untuk memberikan penghormatan
atas kerja keras Badan Pengurus dan Dewan Kurator dalam pendirian TH te
Bandoeng. Jamuan ini dibuka oleh Nyonya Gravin van Limburg Stirum dan
dimeriahkan juga oleh dua buah korps musik militer dan gamelan. Alunan musik
dari korps militer merupakan sesuatu yang telah akrab di telinga masyarakat
Gemeente Bandoeng. Hal ini dikarenakan pada malam akhir pekan, korps musik
militer dan orkes semacam ini sering mengadakan pertunjukan di sekitar
Bragaweg dan Pieter’s Park.
(a) (b) (c)
Gambar 16 (a) Halaman rumah keresidenan Priangan, (b) korps musik militer, (c) pasukan
kavaleri berkuda dalam pertunjukan “unjuk bendera”
怀ۺ
60
Pertunjukan musik dan berbagai atraksi hiburan oleh korps militer serdadu
Belanda pertama kali diadakan pada tahun 1920-an. Hal ini dikarenakan, sebelum
tahun 1920-an, serdadu Belanda yang bermarkas di Cimahi sedang bertugas
memadamkan perlawanan rakyat Hindia Belanda di beberapa daerah. Pertunjukan
yang biasa mereka adakan adalah vlag vertoon (unjuk bendera) dan upacara
taptoe.
Kemeriahan pada malam hari tersebut dilanjutkan dengan arak-arakan yang
melalui Residentweg-Pasar Baroe (sekitar Jl. Otista) -Groote Postweg (Jl. Jend.
Sudirman-Jl. Asia Afrika-Jl. Jend. A. Yani)-Bragaweg-Pieter’s Park-Bragaweg-
Naripanweg-Groote Postweg dan diakhiri di Aloen-aloen. Nampaknya, para
parjurit yang mempertunjukkan pagelaran musik di halaman rumah keresidenan
Priangan, turut mengiringi parade malam itu. Layaknya parade musik malam
mimgguan yang sering mereka lakukan.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 17 (a) peta Gemeente Bandoeng, (b) Groote Posweg, (c) jalan Naripan, (d) Alun-
alun 1920-an, (e) “Kamar Bola” dekat Alun-alun, (f) Pieter’s Park
榐ۺ
61
Selain diadakan hiburan untuk para tamu undangan, di Alun-alun juga diadakan
hiburan gratis bagi seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng, yaitu sebuah
pertunjukan wayang orang. Pagelaran wayang orang tersebut dilaksanakan dari
pukul 20.00-23.00. Selain di Alun-alun, di “Kamar Bola” juga diadakan
kelanjutan pesta perayaan.
Pada masa tersebut, pesta merupakan gaya hidup yang umum dilaksanakan para
masyarakat Eropa di Gemeente Bandoeng ini. Seperti layaknya pesta setiap akhir
pekan di jalan Braga dan gedung Societiet Concordia (Gedung Merdeka-skrg).
Sehingga, keriaan perayaan peresmian TH te Bandoeng ini disambut dengan
tangan terbuka oleh seluruh masyarakat Gemeente Bandoeng.
Dengan berakhirnya keriaan pada hari Sabtu, 3 Juli 1920 tersebut, maka Hindia
Belanda telah memiliki sekolah tinggi teknik, yang pada masa perkembangannya
nanti akan menjadi cikal bakal beberapa perguruan tinggi terkemuka. Pembukaan
satu sekolah tinggi yang bukan hanya mengundang dukungan tapi juga prote. Dan
satu minggu kemudian, perkuliahan pertama di TH te Bandoeng pun dimulai.
S
62
VI
DAFTAR MAHASISWA PERTAMA
Berikut ini adalah nama-nama mahasiswa yang pertama kali terdaftar pada TH te
Bandoeng. Total semuanya ada 22 orang42, dimana 2 orang diantaranya adalah
perempuan. Dari klasifikasi suku bangsa, 18 orang adalah Belanda, 2 orang
Tionghoa, dan 2 orang bumiputera. Berikut ini nama-nama mahasiswa tersebut
beserta asal daerahnya:
1. B. Elenbaas Bandung
2. D. C. Haan Peterongan (Jombang)
3. G. C. Herdenberg Probolinggo
4. R. Th. Hees Cimahi
5. J. T. Holtrop Madiun
6. J. D. C Jordans Surabaya
7. R. Katamso Solo
8. R. Soeria Nata Legawa Garut
9. D. Van der Meijden Bandung
10. J. A. Mijer Buitenzorg (Bogor)
11. C. H. T. Monteno Surabaya
12. Mej. E. A. Odenthal Solo
13. Ong Swan Joe Surabaya
14. W. Plaff Madiun
15. Tio Tien Bie Surabaya
16. R.E. Ungezer Weltevreden-Batavia (Jakarta)
17. Mej.H.M. Vrijburg Bandung
18. A. C. De Wilde Weltvreden-Batavia (Jakarta)
19. F. L. Van Stendrich --
42 Awalnya hanya 22 orang, namun tahun ajaran itu juga bertambah 6 orang : 2 cina dan 4
Belanda, sehingga totalnya menjadi 28 orang. Dari 28 orang ini, selama tahun pertama, masing-
masing 1 orang dari mahasiswa Belanda dan Bumiputera mengundurkan diri, sementara seorang
mahasiswa puteri juga mengundurkan diri karena sakit. Setelah 3 tahun, seorang mahasiswa
bumiputera yang satunya lagi mengundurkan diri. Sehingga total yang bertahan hanya 24 orang. S
惰ۺ
63
20. Wiedenhof Malang
21. K. Wolf Solo
22. C. W. Wolfswinkel Semarang
欀ۺ
64
DAFTAR PUSTAKA
BUKU / MAKALAH / THESIS
[1] Abdoel Raoef Soehoed, Prof., 2004, ”Orientasi Baru Pendidikan Tinggi
Teknik Pada Institut Teknologi Bandung”. Proceeding Workshop; Sukma
Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 1-10. Penerbit ITB.
[2] Adjat Sakri (ed), 1979, Dari TH Ke ITB. Jilid I: Selintas Pekembangan
ITB. Penerbit ITB
[3] _____________, 1979, Dari TH Ke ITB. Jilid 2: Daftar Lulusan ITB.
Penerbit ITB
[4] Bambang Hidayat, Prof., 2004, ”Dari Awal Yang Kecil dan
Berkarakter”. Proceeding Workshop; Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH
Hingga ITB 2003. hal. 109-118. Penerbit ITB
[5] Cahyo Budi Utomo, 1995, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia:
Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. IKIP Semarang Press, Edisi
Pertama, Semarang
[6] Creutzberg, Pieter dan JTM van Laanen (Ed)., 1987, Sejarah Statistik
Ekonomi Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
[7] De Klerck. E.S., 1938, History Of The Netherlands East Indies. Volume
II. W.L. & J. Brusse N.V. Rotterdam, 1938
[8] Djohan Makmur, dkk., 1993, Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman
Penjajahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
[9] Djumhur, dan Drs. H. Danasuparta Sejarah Pendidikan, CV Ilmu,
Bandung, Cetakan Ke-11.
[10] Effie Latifundia, 2004, ”Jalur Kereta Api dan Pengaruhnya Terhadap
Perkembangan Kota Bandung Antara Tahun 1884-1924”. Tradisi, Makna,
dan Budaya Materi, hal. 47-56. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Jakarta
[11] _____________, 2004, ”Dampak Pembangunan Groote Postweg Terhadap
Perkembangan Kota Bandung: Tahun 1810 Sampai Dengan Tahun 1870”.
Teknologi dan Religi dalam perspektif Arkeologi, hal. 78-91. Ikatan Ahli
Arkeologi Indonesia. Jakarta
S
65
[12] Goenarso, Prof., 1995, Riwayat Perguruan Tinggi Teknik di Indonesia
Periode 1920-1942. Penerbit ITB. Bandung
[13] Haryoto Kunto, 1984, Wajah Bandung Tempo Dulu. PT. Granesia.
Bandung.
[14] Imam Buchori Zainuddin, Prof., 2004, ”Menggali Nilai Di Antara Dua
Dunia Kajian Arsitektur TH Bandoeng Karya Henri Maclaine Pont dan
Spiritnya Terhadap Budaya Akademik di ITB”. Proceeding Workshop;
Sukma Pendidikan Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 51-80. Penerbit
ITB
[15] Kartum Setiawan, 2006, Cornelis Johannes Karel Van Aalst Sang
Pemimpin NHM. Tulisan Kompilasi, tidak dipublikasi.
[16] Mahatmanto, 2001, Ir. Henri Maclaine Pont. Representasi Dalam
Historiografi Arsitektur Kolonial di Indonesia. Thesis, Program Magister
Arsitektur, Program Pasca Sarjana, ITB.
[17] Moedjanto Drs., MA. Indonesia Abad Ke-20, Dari Kebangkitan Nasional
Sampai Linggajati, Tanpa Keterangan Penerbit dan Tahun.
[18] Mohammad Sahari Besari, Prof., 2004, ”Institut Teknologi Bandung,
Teknologi dan Masyarakat” Proceeding workshop; Sukma Pendidikan
Tinggi, Dari TH Hingga ITB 2003. hal. 13-49. Penerbit ITB.
[19] Muhammad Sirozi, 2004, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia:
Peran Tokoh-Tokoh Islam Dalam Penyusunan UU NO.2/1989. Indonesia-
Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS).
[20] Primadi Tabrani, Prof., 1995, ITB Bagimu Nusa, Skrip Program.
Peringatan 50 tahun RI dan 75 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di
Indonesia, Panitia Pameran 75 tahun Pendidikan Tinggi Teknik di
Indonesia –PTKP-ITB.
[21] S. Nasution, Prof. Dr., Sejarah Pendidikan Indonesia, Bumi Aksara.
Jakarta.
[22] Sartono Kartodirjo, 1993, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-
1900, Dari Emporium Sampai Imperium. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
懠ۺ
66
[23] Scmutzer, Eduard J. M., 1977, Dutch Colonial Policy And The Search
For Identity In Indonesia, 1920-1931. Leiden, E.J. Brill.
[24] Sumarso Moestoko, dkk, 1979, Pendidikan di Indonesia Dari Jaman Ke
Jaman. Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Jakarta.
[25] Tim Peneliti, 1976, Pendidikan di Indonesia 1900-1974. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
[26] __________, 1977-1978, Sejarah Daerah Jawa Barat. Proyek Penelitian
dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya,
Depdikbud
[27] __________, 1978, Kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda Di Bidang
Perekonomian.(1901-1941) KoninklijkInstituut voor taal, Land-en
Volkenkunde (KITLV) kerjasama dengan LIPI, Jakarta.
[29] __________, 1998, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
[30] __________, 2000, Sejarah Kota Bandung, 1906-1945. Pemerintah Kota
Bandung.
[31] __________, 2003, Pendidikan Tinggi di Indonesia Dalam Lintasan
Waktu dan Peristiwa. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas
RI. Penerbit UI, Jakarta.
[32] __________, Bentuk dan Susunan Ketatanegaraan Dan Tata
Pemerintahan Di Negeri Belanda dan Hindia Belanda (1900-1940), Tanpa
Penerbit dan Tahun.
[33] Thomas, R. Murray, 1973, A Chronicle Of Indonesian Higher Education.
Chopmen Enterprises, Singapore.
[34] Van Gorcum, Dr. H.J., and Comp. N. V, 1987, Politik Etis dan Revolusi
Kemerdekaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
[35] Van Leerdam, Ben F., 1988, Henri Maclaine Pont: Architect tussen twee
werelden: Over de perikelen rond het onststaan van de gebouwen van een
hoogeschool, het ‘Instituut Teknologi Bandung’. Delft: Delftse
Universitaire Pers.
池ۺ
67
[36] Voskuil E.A., R.P.G.A., 1996, Bandoeng, Beeld van een staad, Asia
Maior, Purmerend.
[37] Yulianto Sumalyo, 1993, Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
SURAT KABAR
[1] (1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.2. Mr. C.Th. van Deventer.
[2] (1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.6. Politiek Negeri. Decentralisatie
(atoeran pemerintahan baroe).
[3] (1915) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.7, 2 Januari. Politiek Negeri.
Decentralisatie (atoeran pemerintahan baroe).
[4] (1916) Tjaja Hindia, Thn Ke-5, No.13, 1 April. Pidato Jang Dioetjapkan
Ketika Timbang Terima Pemerintahan Hindia Belanda.
[5] (1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.11. Dari Hal Kaoem-Kaoem Politiek
(politieke partijen).
[6] (1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.11.Perhimpoenan Indie Weerbaar.
[7] (1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.15. Koninkelijk Instituut voor Hooger
Technisch Onderwijs.
[8] (1917) Tjaja Hindia, Thn Ke-6, No.15.Pengadjaran di Tanah Hindia.
[9] (1918) Tjaja Hindia, Thn Ke-7, No.??, Sekolah Tinggi Insinjoer Di
Tanah Hindia.
[10] (1920) Panoengtoen Kamadjoean. Tahoen VI No. VI, Juni 1920. Sakola
Ingenieur (Hooge Technischeschool).
[11] (1920) Boedi Oetomo. Juni 1920. Hal Politieknja Onderwijs.
[12] (1920) Kaoem Moeda, 23 Juni 1920
[13] (1920) Tjahaja Timoer, 5 Juli 1920. Technische Hoogeschool.
[14] (1920) Boedi Oetomo, 7 Juli 1920 Th.1 No.15 Hal.1 Kol 1-3. Pohonnya
Dibentji, boewahnja Dipoedji.
[15] (1920) Tjaja Hindia, Thn. Ke-9, No.3, 15 Agustus 1920. Pengadjaran
Tinggi.
3
68
[16] (1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.2, 15 Juli. Sekolah Tinggi Jang
Akan Didirikan Di-Hindia.
[17] (1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.3, ??Agustus. Sekolah Tinggi Jang
Akan Didirikan Di-Hindia.
[18] (1921) Tjaja Hindia, Thn. Ke-10, No.4, 31 Agustus. Sekolah Tinggi Jang
Akan Didirikan Di-Hindia.
[19] (1921) Tjaja Hindia, Thn Ke-10.Gobnor Djenderal J.M. Graaf Van
Limburg Stirum Meninggalkan Hindia.
[20] (1921) Tjaja Hindia, Thn Ke-10. Pidato G.G Jang Lama Dan Jang
Baroe.
[21] (1924) Bintang Hindia (De Maleische Revue). Technisch Hooge School –
Bandoeng.
[22] (1933) Mooi Bandoeng, Agustus 1933, Jaargang 3, Edisi 2.
[23] (Tanpa Tahun) Sekolahan Tinggi..........Th.8 No.126 Hal 1. Kol 1-2
WEBSITES
[1] Razif. Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan,
http://homepage.mac.com/abuhassanhasbullah/mw2004/pages/752.html
[2] The History Of Indonesia.
http://www.geocities.com/amemorikaze/indonesianhistory4.htm
page 3 (1826-1945).
[3] Deventer, C.Th. Van
http://www.geocities.com/nedindie/D.htm
[4] Limburg Stirum, J.P Graaf van
http://www.geocities.com/nedindie/L.htm
[5] Van Aalst, Karel (Dr. C.J.K)
http://www.westfriesgenootschap.nl/geschiedschr/biografie/biografie.html
[6] Ijzerman, Jan Willem
http://www.nationaalherbarium.nl/fmcollectors/XY/IJzermanJW.htm