i. pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.unj.ac.id/1381/4/skripsi per bab 1-3.pdf ·...

187
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran seni budaya khususnya bidang seni rupa pada jenjang SMA terdiri dari seni rupa murni, terapan, dan kriya. Di SMAN 33 Jakarta Barat, pembelajaran seni rupa diberikan di kelas peminatan Sosial, sedangkan kelas peminatan Bahasa, serta Matematika dan Sains (MIA) mendapatkan materi seni musik. Kompetensi Dasar pembelajaran Seni Rupa di kelas XI IPS semester ganjil adalah siswa mampu merancang dan membuat karya seni ilustrasi, sehingga kompetensi menggambar ilustrasi merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa di kelas tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan angket pilihan materi pelajaran yang diminati siswa antara gambar ilustrasi dan ragam hias, Sebanyak 62% siswa memilih materi gambar ilustrasi, sedangkan 38% siswa memilih ragam hias sehingga pembelajaran menggambar ilustrasi menjadi pilihan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Alasan mendasar lain memilih masalah pembelajaran menggambar ilustrasi dikarenakan aktivitas menggambar ilustrasi dapat mengembangkan daya imajinasi, menggali potensi kreatif siswa, dan melatih siswa mengungkapkan ide melalui cara yang diminati. Proses menggambar ilustrasi pada intinya melatih keterampilan (skill), kepekaan rasa, kreativitas, ide, pengetahuan dan wawasan. Menggambar adalah proses interaktif dari proses

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Mata pelajaran seni budaya khususnya bidang seni rupa pada jenjang

    SMA terdiri dari seni rupa murni, terapan, dan kriya. Di SMAN 33 Jakarta

    Barat, pembelajaran seni rupa diberikan di kelas peminatan Sosial, sedangkan

    kelas peminatan Bahasa, serta Matematika dan Sains (MIA) mendapatkan

    materi seni musik.

    Kompetensi Dasar pembelajaran Seni Rupa di kelas XI IPS semester

    ganjil adalah siswa mampu merancang dan membuat karya seni ilustrasi,

    sehingga kompetensi menggambar ilustrasi merupakan kompetensi yang harus

    dimiliki siswa di kelas tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan

    angket pilihan materi pelajaran yang diminati siswa antara gambar ilustrasi

    dan ragam hias, Sebanyak 62% siswa memilih materi gambar ilustrasi,

    sedangkan 38% siswa memilih ragam hias sehingga pembelajaran

    menggambar ilustrasi menjadi pilihan permasalahan yang diangkat dalam

    penelitian ini.

    Alasan mendasar lain memilih masalah pembelajaran menggambar

    ilustrasi dikarenakan aktivitas menggambar ilustrasi dapat mengembangkan

    daya imajinasi, menggali potensi kreatif siswa, dan melatih siswa

    mengungkapkan ide melalui cara yang diminati. Proses menggambar ilustrasi

    pada intinya melatih keterampilan (skill), kepekaan rasa, kreativitas, ide,

    pengetahuan dan wawasan. Menggambar adalah proses interaktif dari proses

  • 2

    melihat, memvisualisasikan, dan mengekspresikan imajinasi (Aprianto, 2004,

    h. 1-4). Dalam penelitian ini, ditetapkannya tema genre musik populer

    sebagai acuan dalam menggambar ilustrasi kartun gag, karena tema musik

    lebih kontekstual bagi kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dipilihlah tema

    tersebut.

    Keberhasilan siswa dalam belajar sangat tergantung pada bagaimana

    proses pembelajaran tersebut dilaksanakan. Dalam proses pembelajaran,

    banyak faktor yang memengaruhi, antara lain kurikulum, kualitas guru, materi

    pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, model pembelajaran, dan

    teknik penilaian. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor pendekatan dan model

    pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting.

    Pendekatan pembelajaran pada mata pelajaran seni rupa mengacu pada

    kurikulum yang berlaku di SMAN 33 Jakarta, yakni kurikulum 2013. Pada

    kurikulum 2013 mengharuskan siswa lebih aktif dalam merespon materi

    pelajaran. Menurut UNESCO, pembelajaran yang efektif berorientasi terhadap

    empat pilar, yaitu learning to know, guru memiliki peran sebagai fasilitator

    yaitu sebagai teman sejawat dalam berdialog dan berdiskusi dengan siswa

    guna mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.

    Learning to do, belajar untuk melakukan sesuatu, yakni siswa dapat

    mengaplikasikan keterampilan yang dimilikinya sehingga dapat berkembang

    dan dapat mendukung keberhasilan siswa. Learning to be, yaitu erat

    hubungannya dengan bakat dan minat siswa, tipologi pribadi anak serta

    kondisi lingkungannya. Learning to live together, kebiasaan hidup bersama,

  • 3

    saling menghargai, terbuka, memberi, dan menerima perlu ditumbuh

    kembangkan dalam proses belajar di sekolah.

    Melalui pembelajaran seni rupa, siswa didorong untuk menggunakan

    feeling, imajinasi, dan sensitivitas mereka dalam mempelajarinya sehingga

    diperlukan sikap aktif dari siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan

    kondisi nyata di kelas XI IPS di SMAN 33 Jakarta, dalam proses pembelajaran

    seni rupa masih terdapat kendala untuk melibatkan siswa secara aktif,

    sehingga hasil belajar mereka kurang optimal. Dari 108 siswa kelas XI IPS,

    60% hasil belajar seni rupa siswa masih di bawah Kriteria Ketuntasan

    Minimal (KKM).

    Pembelajaran seni rupa di SMAN 33 Jakarta sudah cukup baik terkait

    metode penyampaian pembelajarannya. Guru memilih menggunakan metode

    ceramah, walaupun pada hakikatnya metode pembelajaran yang selama ini

    digunakan tidaklah salah. Namun, untuk meningkatkan mutu proses dan hasil

    pembelajaran seni rupa dibutuhkan pengembangan model pembelajaran yang

    dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa, sehingga siswa tidak hanya

    memiliki kegiatan yang sekadar melihat, mendengarkan, dan membuat

    catatan. Akan tetapi, dapat bekerja secara aktif sebagai individu maupun

    kelompok, saling bertukar pikiran, saling berbagi pengetahuan pada situasi

    pembelajaran di kelas. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan

    memberikan pengaruh yang baik bagi hasil belajar siswa dalam menggambar

    ilustrasi.

  • 4

    Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan penelitian mengenai penerapan

    model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Model pembelajaran

    kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran yang

    melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa dengan

    dibimbing guru membentuk kelompok yang beranggotakan empat orang untuk

    memahami materi yang disampaikan oleh guru. Siswa juga dilibatkan sejak

    awal proses pembelajaran hingga akhir.

    Alasan yang melatarbelakangi peneliti memilih menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yaitu agar siswa terlibat

    aktif sebagai individu maupun anggota kelompok dalam pembelajaran seni

    rupa. Artinya, siswa tidak hanya terampil dalam membuat karya seni tetapi

    memahami proses pembelajarannya. Melalui model pembelajaran kooperatif

    tipe Group Investigation diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

    (kreativitas dan keterampilan) dalam membuat gambar ilustrasi kartun gag

    agar lebih optimal.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

    diidentifikasi masalah sebagai berikut:

    1. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

    Group Investigation terhadap hasil belajar (keterampilan dan kreativitas)

    gambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?

  • 5

    2. Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

    Group Investigation terhadap hasil belajar (keterampilan dan kreativitas)

    menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?

    3. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif

    untuk memaksimalkan hasil belajar siswa dalam menggambar ilustrasi

    kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?

    4. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

    Investigation siswa menjadi aktif dalam pembelajaran menggambar

    ilustrasi kartun gag?

    C. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah

    penelitian yang dikaji adalah:

    1. Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

    Investigation terhadap hasil belajar (kreativitas dan keterampilan)

    menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI SMAN 33 Jakarta Barat.

    2. Karakteristik subjek penelitian yang mewakili yaitu periodisasi Adolesence

    atau masa pengambilan keputusan (usia 14-17 tahun).

    3. Hasil belajar yang dicapai yaitu pada kreativitas dan keterampilan siswa

    dalam membuat gambar ilustrasi kartun gag.

  • 6

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada,

    maka dapat dirumuskan masalah yang ada:

    “Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

    Investigation terhadap hasil belajar menggambar kartun gag di kelas XI IPS

    SMAN 33 Jakarta Barat?”

    E. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

    1. Meningkatkan hasil belajar (kreativitas dan keterampilan) seni rupa

    menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat

    melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

    2. Mengembangkan kreativitas dan daya imajinasi, pengetahuan, serta

    keterampilan melalui praktik membuat karya gambar ilustrasi kartun gag

    dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group

    Investigation.

    3. Mengembangkan minat dan bakat siswa di bidang seni rupa khususnya

    dalam menggambar ilustrasi.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, di

    antaranya sebagai berikut:

  • 7

    1. Siswa

    a. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan siswa dalam merespon

    tema menggambar ilustrasi kartun gag sesuai dengan imajinasinya

    berdasarkan periodisasi masa penentuan atau peralihan (14 hingga 17

    tahun).

    b. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation sumber

    belajar siswa bukan hanya didapatkan melalui guru, tetapi sesama siswa

    sehingga pembelajaran lebih bermakna.

    2. Guru

    a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan

    bagi guru tentang model pembelajaran yang efektif untuk mempengaruhi

    hasil belajar siswa agar lebih optimal.

    b. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dapat terlaksana dengan maksimal

    melalui penerapan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa.

    c. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru terkait dengan model

    pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam pembelajaran

    seni rupa demi meningkatkan mutu pengajarannya.

    3. Peneliti

    a. Menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti khususnya

    terkait dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif

    tipe Group Investigation.

  • 8

    b. Memberikan kontribusi nyata bagi dunia pendidikan, terkait penerapan

    model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam

    pembelajaran seni rupa.

    c. Memahami karakteristik menggambar ilustrasi kartun gag, khususnya

    bagi siswa-siswi pada masa penentuan (14 hingga 17 tahun).

    d. Mengetahui dan memahami tipe humor pada karya kartun yang dibuat

    oleh siswa-siswi pada masa penentuan (14 hingga 17 tahun).

  • 9

    II. KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

    Kajian Pustaka merupakan penjabaran setiap kajian untuk mendapatkan

    gambaran dalam penelitian ini, yaitu mengenai belajar dan pembelajaran seni

    rupa, gambar ilustrasi (kartun gag), karakteristik gambar anak masa peralihan

    menurut Victor Lowenfeld, dan Model Pembelajaran Kooperatif (Group

    Investigation).

    A. Penelitian yang Relevan

    Penelitian ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

    diambil tiga rujukan penelitian dengan topik penelitian yang berbeda-beda.

    Rujukan Penelitian yang relevan dengan judul penelitian “Pengaruh Model

    Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation Group Terhadap Hasil Belajar

    Menggambar Ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat”,

    pertama penelitian Erika Pratiwi dengan judul Pengaruh Pembelajaran

    Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Scrapframe

    pada Siswa Kelas XI di SMAN 50 Jakarta, Tahun 2016.

    Penelitian yang dilakukan Erika memiliki relevansi dengan penelitian

    yang dilakukan penulis, karena menggunakan pendekatan kuantitatif dan

    metode penelitian eksperimen. Tetapi materi ajar dan desain penelitian yang

    digunakan berbeda. Peneliti menggunakan desain penelitian pre-experimental

    dan materi ajar menggambar ilustrasi kartun gag.

    Kedua, penelitian Sang Ayu Made Ika Utari Dewi yang berjudul

    Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap

  • 10

    Hasil Belajar Photo Print di kelas VII SMP Amarawati Tampaksiring, Tahun

    2014. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang penulis

    kerjakan. Relevansinya yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe Group Investigation dan metode eksperimen jenis pre-

    experimental dengan jenis one group pretest- posttest design. Namun, Sang

    Ayu menggunakan materi photo print pada penelitiannya.

    Ketiga, penelitian Desy Mayanti Anggraini Sugito yang berjudul

    Pengaruh Metode Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Kerajinan Keramik Siswa

    Kelas VII SMP Swasta PAB 5 Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Tahun

    2012. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu

    menggunakan metode penelitian kuantitatif dan penelitian yang dilakukan

    Desy Mayanti sama-sama menggunakan metode penelitian eksperimen. Tetapi

    materi yang dibahas pada penelitian berbeda, karena penulis membahas

    gambar ilustrasi.

    B. Kerangka Teori

    Pada kerangka teori ini membahas mengenai teori-teori yang dikutip dari

    para ahli sebagai pedoman dasar dalam penelitian ini. Berikut uraian kerangka

    teori yang mendukung dan digunakan pada penelitian ini.

    1. Model Pembelajaran

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

    digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.

    Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

    digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

  • 11

    dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan

    kelas (Arends, 2008, dalam Trianto, 2010, h. 51).

    Sedangkan menurut Joyce dan Weil menyatakan bahwa model

    pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara

    sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

    tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran memiliki fungsi sebagai

    pedoman bagi para perancang pembelajaran serta para pengajar dalam

    merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar (Mulyani

    Sumantri dkk, 1999, h. 42).

    Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

    sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

    tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang

    pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses

    pembelajaran.

    Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang

    pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam memilih

    model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan

    diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam

    pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2010,

    h. 53).

    Di samping itu, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-

    tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara

  • 12

    sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.

    Perbedaan-perbedaan ini, di antaranya pembukaan dan penutupan

    pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu,

    guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan

    mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam

    dan lingkungan belajar yang menjadi ciri pembelajaran di sekolah pada saat

    ini.

    Menurut Kardi dan Nur istilah model pembelajaran mempunyai

    makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model

    pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh

    strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah:

    a. Rasional artinya model pembelajaran yang disusun oleh para pencipta

    atau pengembangnya merupakan suatu yang memiliki alasan, juga

    optimal untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah dalam suatu

    pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai teori berpikir yang

    masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori

    dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta

    tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangkannya.

    b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

    pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai

    tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya

    apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan

    suatu masalah pembelajaran.

  • 13

    c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

    dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah

    laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita

    mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.

    d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

    tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang

    kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah

    satu aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran

    (Trianto, 2011, h. 142).

    Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan

    lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran

    yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas.

    Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep dan informasi-informasi dari

    teks buku bacaan, materi ajar siswa, di samping itu banyak kegiatan

    pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek

    kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar

    kegiatan siswa (Trianto, 2010, h. 55).

    2. Model Pembelajaran Kooperatif

    a. Pengertian model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

    Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara

    untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Model-model

    pembelajaran memiliki banyak variasi, salah satunya yaitu model

  • 14

    Cooperative Learning. Cooperative Learning merupakan bentuk

    pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

    kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai

    5 orang (Rusman, 2011, h. 202).

    Komalasari menjelaskan bahwa Cooperative Learning adalah

    suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam

    kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari

    dua sampai lima orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat

    heterogen. Artinya, tidak ada pemisah antara suku, ras, agama, maupun

    jenis kelamin siswa yang beragam (2011, h. 62).

    Johnson mengemukakan:

    “Cooperanon means working together to accomplish shared

    goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that

    are beneficial to all other groups member cooperative learning is

    the intructional use of small groups that allows students to work

    together to maximize their own and each other as learning”

    (Johnson dalam Isjoni, 2007, h. 15).

    Berdasarkan uraian tersebut, maka Cooperative Learning

    mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.

    Dalam kegiatan kooperatif siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi

    seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan

    kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar

    anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur Cooperative Learning

    didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam

    kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang.

  • 15

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

    bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana

    siswa bekerja sama secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil

    terdiri dari 4-5 orang secara heterogen untuk menyelesaikan masalah

    dalam tugas mereka agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah

    ditetapkan dan diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam

    pembelajaran.

    Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran

    terhadap kelompok kecil sehingga para siswa dapat bekerja sama untuk

    memaksimalkan pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan

    pembelajaran anggota kelompok yang lain (Johnson & Johnson dalam

    Isjoni, 2014, h. 18).

    Slavin mengemukakan: “In cooperative learning methods,

    students work together in four member teams to master material

    initially presented by the teacher” (Isjoni, 2014, h. 15).

    Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa cooperative

    learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan

    bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang

    secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa untuk lebih

    bergairah dalam belajar.

    Menurut funderstanding, suatu organisasi yang melalui situsnya

    mengkhususkan diri kepada penyebarluasan konsep-konsep pendidikan,

    mengutip Spencer Kagan secara sederhana merumuskan, “Pembelajaran

  • 16

    kooperatif terdiri dari teknik-teknik pembelajaran yang memerlukan

    saling ketergantungan positif antara pebelajar agar pembelajaran

    berlangsung baik.”

    Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu model pembelajaran

    yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

    pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama

    untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan

    siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang

    agresif dan tidak peduli dengan orang lain. Model pembelajaran ini telah

    terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai

    usia (Isjoni, 2014, h. 16).

    Isjoni mengutip Djahiri K menyebutkan cooperative learning

    sebagai pembelajaran kooperatif kelompok yang menuntut diterapkannya

    pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang

    disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya (Djahiri

    dalam Isjoni, 2014, h.18).

    Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu

    membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah.

    Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta

    mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan

    hidup senyatanya (Isjoni, 2014, h. 19).

    Jadi, cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan

    pembelajaran kelompok yang terarah, terintegrasi, efektif-efesien, ke arah

  • 17

    mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling

    membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang

    produktif (survive).

    Melalui definisi-definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan

    bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang

    melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa yang bekerja sama dan belajar

    bersama dengan saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan

    pembelajaran yang dirumuskan.

    Ada banyak alasan mengenai pembelajaran kooperatif mampu

    diterapkan dalam praktik pendidikan, selain mengenai bukti-bukti nyata

    dari para ahli tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang

    masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa

    berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan

    kemampuan dan keahlian yang dimiliki.

    Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik di kelas

    yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan

    kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini.

    Karena dengan menggabungkan para siswa dengan kemampuan yang

    beragam tersebut, maka siswa yang keahlian atau kemampuannya kurang

    akan sangat terbantu dan termotivasi untuk melakukan pembelajaran.

    Demikian juga siswa yang memiliki keahlian dan kemampuan lebih akan

    terasah pemahamannya.

  • 18

    b. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif

    Pembelajaran kooperatif terkadang disebut juga kelompok

    pembelajaran (group learning), yang merupakan istilah generik bagi

    bermacam prosedur instruksional yang melibatkan kelompok kecil yang

    interaktif. Siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik

    dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama

    dalam kelompok mereka serta dengan kelompok yang lain. Pada

    umumnya dalam implementasi metode pembelajaran kooperatif, para

    siswa saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang hal-hal sebagai

    berikut:

    1) Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan

    pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu

    kelompok kerja.

    2) Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 2-5

    orang. Namun yang paling efektif dan efisien adalah dalam satu

    kelompok siswa terdiri dari 4 orang.

    3) Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas

    bersama atau kegiatan pembelajaran.

    4) Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran diberi

    struktur sedemikian rupa sehingga setiap siswa saling membutuhkan

    satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama.

    5) Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugasnya

    (Isjoni, 2014, h. 20).

  • 19

    Pembelajaran kooperatif terbukti merupakan pembelajaran yang

    efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial siswa

    karena mampu meningkatkan prestasi akademis siswa, baik bagi siswa

    yang berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata maupun mereka yang

    tergolong lambat belajar. Strategi ini meningkatkan hasil belajar,

    mendorong untuk saling menghargai, dan menjalin persahabatan di antara

    berbagai kelompok siswa bahkan dengan mereka yang berasal dari ras

    dan golongan etnis yang berbeda.

    Pada kenyataannya, justru makin berbeda-beda karakteristik sosial

    budaya siswa, makin tinggi manfaat yang akan dicapai oleh siswa.

    Pembelajaran kooperatif cocok diterapkan untuk berbagai jenis mata

    pelajaran, baik itu untuk matematika, sains, ilmu sosial, bahasa dan sastra,

    seni, dan lain-lain.

    Johnson dan Johnson memberikan gambaran yang lebih rinci

    dengan menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran

    yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam tim, menyelesaikan

    suatu tujuan bersama (Richard M. Felder dan Rebecca Brent, 2007, h.

    27).

    c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

    Model Cooperative Learning pada penerapannya memiliki tujuan-

    tujuan yang dikembangkan sesuai apa yang diharapkan oleh guru. Menurut

    Jhonson & Jhonson menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif

    adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi

  • 20

    akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok

    (Trianto, 2011, h. 57). Sedangkan menurut Ibrahim model Cooperative

    Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya ada tiga tujuan,

    yaitu:

    1) Hasil Belajar Akademik

    Dalam Cooperative Learning meskipun mencakup beragam tujuan

    sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis

    penting lainnya. Di samping mengubah norma yang berhubungan

    dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan,

    baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

    bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

    2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

    Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas

    dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,

    kemampuan, dan ketidakmampuannya.

    3) Pengembangan Keterampilan Sosial

    Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah mengajarkan

    kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan

    sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih

    kurang dalam keterampilan sosial (Isjoni, 2014, h. 27).

    Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    penerapan model pembelajaran Cooperative Learning memiliki tujuan-

  • 21

    tujuan tertentu, di antaranya meningkatkan hasil belajar akademik,

    penerimaan terhadap individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

    d. Pengertian Group Investigation

    Menurut Slavin, “Group Investigation adalah perencanaan

    kooperatif siswa atas apa yang dituntut dari mereka”. Anggota kelompok

    mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntunan

    dari proyek mereka. Bersama mereka menentukan apa yang mereka ingin

    investigasikan sehubungan dengan upaya mereka untuk menyelesaikan

    masalah yang mereka hadapi, sumber apa yang mereka butuhkan dan

    bagaimana mereka mempresentasikan karya atau hasil belajar mereka

    yang sudah selesai ke hadapan kelas (Slavin, 2005, h. 216).

    Menurut Sharan dan Sharan, Nurhadi, dkk mengungkapkan GI

    merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan

    pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi

    (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang

    tersedia (Wena, 2009, h. 196).

    Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik

    maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe

    pembelajaran kooperatif ini menuntut para siswa untuk memiliki

    kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan

    proses kelompok. Tipe GI dapat melatih siswa untuk menumbuhkan

    kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat

    mulai dari tahap pertama sampai tahap terakhir pembelajaran.

  • 22

    Dalam tipe GI terdapat tiga konsep utama, yaitu: Inquiri,

    Pengetahuan atau Knowledge, dan Dinamika kelompok atau The Dynamic

    Of The Learning Group, (Wina taputra, 2007, h. 75). Proses menemukan

    di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah

    atau topik yang akan dipelajari. Sedangkan dinamika kelompok

    menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling

    berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling

    bertukar pengalaman melalui proses pembelajaran.

    Joyce, Weil, dan Calhoun menyatakan bahwa “Belajar berdasar

    aktivitas secara umum jauh lebih efektif dari pada yang didasarkan

    ceramah, materi, dan media”. Hal ini memberikan asumsi bahwa belajar

    yang baik adalah mengajak atau melibatkan siswa untuk terlibat

    sepenuhnya baik fisik, mental, indera, dan pikiran. Melalui gerakan fisik

    dapat meningkatkan proses mental yang dikontrol oleh aktivitas otak

    melalui proses berpikir untuk memecahkan masalah menjadi lebih mudah.

    Inilah inti dari materi pembelajaran dengan strategi kelompok diskusi.

    Sehingga penggunaan metode Cooperative Learning tipe Group

    Investigation sangat cocok untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

    siswa (Slavin, 2011, h. 307).

    1) Dasar Pemikiran Group Investigation (Kelompok Investigasi)

    Group Investigation merupakan bentuk pembelajaran kooperatif

    yang berasal dari John Dewey, tetapi model pembelajaran kooperatif

    tipe Group Investigation ini telah diperbaharui dan diteliti pada

  • 23

    beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-

    Lazarowitz di Israel (Slavin, 2005, h. 214).

    Dewey memandang jika pembelajaran kooperatif merupakan

    wadah untuk dapat menghadapi berbagai masalah kehidupan yang

    dihadapi siswa di dalam kelas. Kelas merupakan sebuah tempat

    kreativitas kooperatif di mana guru dan murid membangun proses

    pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai

    pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing (Slavin,

    2005, h. 215).

    Pihak yang belajar adalah partisipan aktif dalam segala aspek

    kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan

    terhadap apa yang mereka kerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana

    sosial dalam proses ini. Rencana kelompok adalah suatu metode untuk

    mendorong keterlibatan maksimal para siswa (Slavin, 2005, h. 215).

    Dalam metode pembelajaran kooperatif, komunikasi, dan

    interaksi kooperatif di antara sesama teman sekelas akan mencapai hasil

    terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, di mana pertukaran di

    antara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan.

    Beberapa hal yang diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe

    group investigation:

    a) Menguasai kemampuan kelompok

    Kesuksesan dari implementasi Group Investigation menuntut

    pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Fase ini sering

  • 24

    disebut meletakkan landasan kerja atau pembentukan tim. Guru dan

    siswa melaksanakan sejumlah kegiatan akademik yang dapat

    membangun norma-norma perilaku kooperatif yang sesuai di dalam

    kelas.

    Secara umum, guru merancang sebuah topik yang cakupannya

    luas, di mana para siswa membagi topik tersebut ke dalam sub topik.

    Sub topik tersebut merupakan sebuah hasil perkembangan dari

    ketertarikan dan latar belakang siswa, yang sama halnya dengan

    pertukaran gagasan di antara para siswa.

    Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi

    dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Para siswa

    selanjutnya mengevaluasi dan menyimpulkan informasi yang

    dihasilkan dari pengamatan melalui hasil pemikiran masing-masing

    anggota kelompok (Slavin, 2005, h. 215).

    b) Perencanaan Kooperatif

    Dalam pembelajaran kooperatif, pentingnya perencanaan

    kooperatif atas apa yang dituntut dari mereka. Anggota kelompok

    mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan

    tuntutan dari apa yang mereka kerjakan. Bersama dengan siswa, guru

    menentukan apa yang siswa ingin investigasikan sehubungan dengan

    upaya mereka untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi,

    sumber apa yang mereka butuhkan, diskusi anggota kelompok, dan

  • 25

    bagaimana mereka akan menampilkan hasil karya mereka yang

    sudah selesai ke hadapan kelas.

    Biasanya ada pembagian tugas dalam kelompok yang

    mendorong tumbuhnya interdependensi yang bersifat positif di

    antara anggota kelompok. Guru dapat memimpin diskusi dengan

    seluruh kelas atau dengan kelompok-kelompok kecil, untuk

    memunculkan gagasan-gagasan untuk menerapkan tiap aspek

    kegiatan kelas (Slavin, 2005, h. 216-217).

    c) Peran Guru

    Di dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran group

    investigation guru bertindak sebagai narasumber dan fasilitator. Guru

    berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada dan untuk

    melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya serta membantu tiap

    kesulitan yang siswa hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk

    masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas yang berkaitan dengan

    hasil karya gambar ilustrasi.

    Ada banyak kesempatan bagi guru sepanjang waktu sekolah

    untuk memikirkan berbagai variasi peran kepemimpinan, seperti

    dalam diskusi dengan seluruh kelas atau dengan kelompok-kelompok

    kecil. Dalam diskusi ini guru membuat model-model dari berbagai

    kemampuan: mendengarkan, membuat ungkapan, memberi reaksi

    yang tidak menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya

    (Slavin, 2005, h. 216-218).

  • 26

    3. Pengertian Belajar

    Belajar adalah suatu proses serangkaian kegiatan jiwa raga untuk

    memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

    individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,

    afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2011, h.13).

    Robert M. Gagne dalam buku the conditioning of learning

    mengemukakan bahwa: “Learning is change in human disposition or

    capacity, wich persists over a period time, and which is not simply

    ascribable to process a groeth” (Aisyah, 2015, h. 65).

    Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia

    setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan karena proses

    pertumbuhan saja. Gagne memiliki keyakinan jika proses belajar

    dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan dalam diri peserta didik, keduanya

    saling berinteraksi.

    Menurut Winkel pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang

    dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan

    kejadian ekstrem yang berperan terhadap rangkaian kejadian intern yang

    berlangsung dan dialami siswa (Siregar, 2010, h. 17).

    a. Hasil Belajar

    Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui

    seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan. Hasil belajar

    berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil (product) merupakan

    suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang

  • 27

    mengakibatkan berubahnya input secara fungsional (Purwanto, 2009, h.

    44).

    Sedangkan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku

    individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi

    dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan tingkah

    laku dalam hal ini seperti tingkah laku yang diakibatkan oleh proses

    kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dipandang sebagai

    proses belajar (Muhibbin, 2007, h. 64).

    Menurut Nana Syaodih Sukmadinata hasil belajar merupakan

    realisasi potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil

    belajar seseorang dapat dilihat dari prilakunya, baik prilaku dalam bentuk

    penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan

    motorik. Berdasarkan uraian definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan

    hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses

    belajar atau setelah mengalami interaksi dengan lingkungannya guna untuk

    memperoleh ilmu pengetahuan yang akan menimbulkan tingkah laku sesuai

    dengan tujuan pembelajaran.

    1) Ruang Lingkup Hasil Belajar

    Ruang lingkup hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan

    yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu

    diklasifikasi dalam tiga domain yaitu:

    a) Ranah Kognitif

  • 28

    Hasil belajar kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali

    suatu konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan

    intelektual. Ranah kognitif menurut Bloom terdiri atas enam tingkatan

    yaitu:

    (1) Mengingat (Remembering)

    Menarik kembali informasi yang relevan yang tersimpan dalam

    memori jangka panjang. Mencakup dua macam proses kognitif

    yaitu mengingat dan memanggil ulang. Mengingat adalah ketika

    memori digunakan untuk menghasilkan definisi, fakta, atau daftar,

    atau membacakan atau mengambil materi.

    (2) Memahami (Understanding)

    Mengkonstruksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan

    awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru

    ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa, baik itu

    lisan, tulisan, dan dalam bentuk grafik. Memahami mencakup

    tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan, memberikan contoh,

    mengklasifikasikan, meringkas, menarik inferensi, membanding-

    kan, dan menjelaskan.

    (3) Mengaplikasikan (Applying)

    Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan

    masalah atau mengerjakan tugas. Meliputi dua macam proses

    kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan.

  • 29

    (4) Menganalisis (Analyzing)

    Menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur-unsurnya

    dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur

    tersebut. Mencakup tiga macam proses kognitif yaitu:

    membedakan, mengorganisasikan, dan menemukan pesan tersirat

    (memberikan atribut).

    (5) Mengevaluasi (Evaluating)

    Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar

    yang ada. Mencakup dua macam proses kognitif yaitu memeriksa

    dan mengkritik.

    (6) Mencipta (Creating)

    Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan

    atau menyusun unsur-unsur untuk membentuk sebuah ide baru,

    atau membuat produk sendiri. Mencakup tiga macam proses

    kognitif yaitu: merumuskan, merencanakan, dan memproduksi

    (Utari, 2016, Jurnal Depkeu.go.id).

    b) Ranah Afektif

    Ranah afektif ialah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

    Adapun ranah efektif dibagi menjadi lima tingkat yaitu:

    (1) Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan)

    Yaitu kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar

    yang datang kepadanya dalam bentuk masalah, gejala, situasi, dan

    lain-lain.

  • 30

    (2) Responding (menanggapi)

    Yaitu kesediaan memberikan respons berpartisipasi.

    (3) Valuing (menilai atau menghargai)

    Yaitu kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari

    rangsangan tersebut.

    (4) Organization (mengatur atau mengorganisasikan)

    Yaitu merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem

    organisasi, termasuk di dalam hubungan satu dengan nilai lain.

    (5) Characterization (karakterisasi)

    Yaitu keterpaduan sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,

    yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya

    (Purwanto, 2009, h. 51).

    c) Ranah Psikomotorik

    Ranah psikomotor ialah ranah yang berkaitan dengan

    keterampilan atau keterampilan bertindak setelah seseorang menerima

    pengalaman belajar. Ranah psikomotor menurut Simpson terdiri atas

    enam tingkatan yaitu:

    (1) Perception (Persepsi)

    Kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain.

    (2) Set (Kesiapan)

    Contoh mengetik, kesiapan sebelum lari, dan gerakan sholat.

    (3) Guided response (Gerakan terbimbing)

    Kemampuan melakukan sesuatu yang dicontohkan seseorang.

  • 31

    (4) Mechanism (Gerakan terbiasa)

    Kemampuan yang dicapai karena latihan berulang-ulang sehingga

    menjadi terbiasa.

    (5) Adaptation (Gerakan kompleks)

    Kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara dan urutan

    yang tepat.

    (6) Origination (kreativitas)

    Kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada dari

    yang sebelumnya (Purwanto, 2009, h. 52).

    2) Kesulitan Belajar

    Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan

    adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga

    memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi hambatan

    tersebut. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam

    suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu

    untuk mencapai hasil belajar.

    Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor

    intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga

    disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian IQ yang

    tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Faktor-faktor

    penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu

    berikut ini:

  • 32

    a) Faktor intern yang meliputi:

    (1) Faktor psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang menandai

    dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam

    mengikuti pelajaran.

    (2) Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek

    psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil

    belajar siswa antara lain: intelegensi, sikap, bakat, minat, dan

    motivasi.

    b) Faktor ekstern meliputi:

    (1) Faktor-faktor non sosial seperti sarana dan prasarana

    sekolah/belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga,

    keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak.

    (2) Faktor-faktor sosial seperti para guru, sifat para guru, staf

    adminitrasi dan teman-teman sekelas (Hammil dkk, 2004, h. 6).

    4. Definisi Pembelajaran

    Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh

    pendidik yang dapat menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar.

    Pembelajaran merupakan upaya pendidik dalam menyampaikan ilmu

    pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan

    berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara

    efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Sugihartono, 2007, h. 81).

  • 33

    Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

    unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

    mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2001, h. 57).

    Setiap kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru

    dan siswa (Pupuh dan Sutikno, 2007, h. 8).

    Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa

    yang didesain secara sengaja, sistematis, dan berkesinambungan, sedangkan

    siswa sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati

    kondisi belajar yang diciptakan guru.

    Pada kegiatan pembelajaran, keduanya (guru dan siswa) saling

    mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan pembelajaran

    harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki

    tujuan, sehingga yang dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya

    pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan

    menciptakan sistem lingkungan yang berkaitan dengan material, fasilitas,

    perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi sehingga siswa

    dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

    a. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

    Pelaksanaan pembelajaran berpegang pada apa yang tertuang

    dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam

    melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses

    belajar mengajar itu sendiri. Situasi pembelajaran itu sendiri banyak

    dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  • 34

    1) Faktor Guru

    Setiap guru memiliki pola mengajar yang tercermin pada saat

    melaksanakan pengajaran, bagaimana pelaksanaan pengajaran yang

    dilakukan guru dipengaruhi oleh metode, cara pandang guru tentang

    mengajar serta kurikulum yang dilaksanakan.

    2) Faktor Siswa

    Setiap siswa atau peserta didik memiliki kecakapan dan

    kepribadian yang beragam. Seperti kecakapan atau keahlian yang

    potensial untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun

    keahlian yang diperoleh melalui hasil belajar. Keragaman keahlian dan

    kepribadian siswa sangat mempengaruhi situasi pembelajaran.

    3) Faktor Kurikulum

    Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan

    yang hendak dicapai, demikian juga pola interaksi guru dengan siswa.

    Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai secara khusus

    menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat

    dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam, dengan

    demikian baik bahan maupun pola interaksi guru dengan siswa pun

    beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang

    bervariasi dalam proses pembelajaran.

    4) Faktor Lingkungan

    Lingkungan meliputi keadaan kelas, tata ruang, dan berbagai

    situasi fisik yang ada di ruang kelas atau tempat terjadinya proses

  • 35

    pembelajaran. Guru memiliki peranan penting dalam menciptakan

    situasi yang kondusif, sehingga proses belajar dapat sesuai dengan

    tujuan pembelajaran yang diharapkan. Terdapat beberapa faktor yang

    mempengaruhi proses pembelajaran:

    a) Pengaruh karakteristik (ciri khas) siswa yang dapat mempengaruhi

    proses dan hasil pembelajaran. Karakteristik tersebut antara lain

    kematangan mental dan kecakapan intelektual siswa (yang meliputi

    kecerdasan umum, bakat, dan kecakapan ranah cipta melalui

    belajar), kondisi jasmani, ranah rasa (berkaitan dengan motivasi

    belajar), lingkungan, usia siswa, dan jenis kelamin siswa.

    b) Pengaruh karakteristik guru yang berperan sebagai mediator sangat

    berpengaruh terhadap proses hasil belajar mengajar.

    c) Interaksi guru terhadap anak didik (baik berupa komunikasi dua

    arah atau multi arah) dan metode yang tepat akan menimbulkan

    perubahan tingkah laku yang menjadi tujuan pembelajaran.

    d) Karakteristik kelompok perlu dipahami guru untuk dimanfaatkan

    dalam mengatur kegiatan proses belajar mengajar dan proses

    pembelajaran anak didik, baik sebagai individu atau sebagai bagian

    dari kelompok.

    e) Fasilitas fisik memang memiliki dampak yang signifikan dalam

    proses belajar mengajar.

  • 36

    f) Pengaruh mata pelajaran yang terkait dengan tingkat kesukaran

    dari mata pelajaran akan berpengaruh pada minat dan bakat anak

    didik dalam mengikuti pelajaran.

    g) Pengaruh lingkungan luar dapat membantu dan menghambat

    proses belajar mengajar. Lingkungan yang dimaksud di sini bisa

    sekolah atau di luar sekolah, seperti lingkungan rumah (Muhibbin

    Syah, 2007, h. 247-250).

    Penilaian hasil belajar menggambar ilustrasi kartun gag didasarkan

    pada tabel modifikasi Brent G. Wilson. Kemampuan siswa dinilai

    berdasarkan keterampilan dan kreativitas siswa dalam membuat gambar

    ilustrasi (kartun gag). Dua aspek pembelajaran gambar ilustrasi yang dinilai

    yaitu kreativitas dan keterampilan. Keterampilan mencakup penguasaan

    bahan, alat, dan teknik dalam mewarnai gambar ilustrasi kartun gag,

    sedangkan kreativitas mencakup struktur visualnya. Penilaian hasil belajar

    juga didasarkan pada penilaian unjuk kerja presentasi kelompok dan laporan

    mengenai materi dari tugas kelompok. Kemudian penilaian hasil karya

    individu, penilaian presentasi kelompok, dan laporan materi dari tugas

    kelompok direkapitulasi hingga mencapai nilai rata-rata/nilai akhir.

    Pada tes unjuk kerja presentasi, alat yang digunakan untuk

    melakukan penilaian berupa lembar pengamatan (lembar observasi).

    Penilaian unjuk kerja digunakan untuk memberikan penilaian kelompok dan

    individu karena pembelajaran menggunakan model kooperatif. Selain itu,

    penggunaan tes unjuk kerja presentasi untuk mencocokkan kesesuaian antara

  • 37

    pengetahuan mengenai konsep karya dan keterampilan di dalam praktik,

    sehingga hasil evaluasinya menjadi lebih jelas.

    Aspek bahan, alat, dan proses pada tabel Brent G. Wilson

    merupakan aspek operasional yang meliputi media, material, dan teknik

    dalam mewarnai gambar ilustrasi kartun gag. Aspek visual atau rupa

    meliputi perpaduan warna, kesesuaian dengan tema, dan bentuk gambar

    yang estetis.

    5. Kreativitas

    Kreativitas dikenal dari beberapa subkemampuannya, di antaranya

    kepekaan, kelancaran, keluwusen, orisinalitas, elaborasi, dan redefinisi.

    Kepekaan secara fisiologis adalah proses memadukan hubungan sejumlah

    susunan saraf dan indera-indera kita agar menjadi dinamis, cepat, memberi

    dan menerima. Kelancaran adalah kemampuan meluncurkan banyak ide

    yang seakan mengalir. Keluwesan merupakan kemampuan untuk melihat

    suatu masalah dari berbagai arah dan dengan kacamata yang berbeda.

    Orisinalitas merupakan kemampuan untuk membuat gagasan yang asli,

    berbeda dan tidak seperti biasa. Elaborasi adalah kemampuan untuk

    mengembangkan suatu ide sampai selesai dan mendetail. Redefinisi adalah

    kemampuan untuk melihat suatu tapi tampak sesuatu yang lain (Guilford

    dalam Tabrani, 2014, h. 32).

    Dalam kreativitas banyak aspek yang berpengaruh di dalam

    mengembangkan kreativitas yang juga dapat membedakan antara individu

  • 38

    satu dengan yang lainnya, seperti yang di kemukakan menurut Guilford,

    “Kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran,

    keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas, memperkaya, dan memperinci

    suatu gagasan.” Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

    membuat kombinasi yang baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-

    unsur yang ada (F. Barron dalam Munandar, 1999, h. 32).

    Melalui uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan

    bahwa kreativitas adalah sebuah proses menghasilkan suatu gagasan atau

    objek yang baru melalui kepekaan, kelancaran, fleksibilitas, elaborasi, dan

    originalitas.

    6. Pengertian Gambar Ilustrasi

    Kata ilustrasi berasal dari bahasa latin illustrate yang berarti

    menjelaskan. Dalam bahasa Inggris, yaitu illustration yang berarti menghiasi

    dengan gambar-gambar. Dengan demikian, gambar ilustrasi adalah gambar

    yang berfungsi sebagai penghiasan serta membantu menjelaskan suatu teks,

    kalimat, naskah, dan lain-lain pada buku, majalah, iklan, dan sejenisnya agar

    lebih mudah dipahami.

    Menggambar ilustrasi adalah cara menggambar yang lebih

    mengutamakan fungsi gambar itu sendiri sebagai bahasa, untuk

    menerangkan atau menjelaskan suatu hal atau keadaan (Margono dan Aziz,

    2010, h. 83). Suatu tulisan atau naskah akan lebih menarik jika didukung

    dengan gambar/foto, karena fungsinya sebagai penjelas/penerang naskah

  • 39

    tersebut. Ilustrasi disebut juga gambar (foto, lukisan) untuk memperjelas isi

    buku, karangan dan sebagainya atau sebuah gambar, desain, dan diagram

    untuk penghias halaman sampul.

    Dalam Ensiklopedia (1987, h. 1388) dijelaskan bahwa: Ilustrasi

    (Latin = illustrare = menerangkan, menghias) suatu bentuk perhiasan buku,

    dapat berupa ornamen abstrak, ragam-ragam hias yang berasal dari dunia

    tumbuhan dan hewan, vignette atau penggambaran berdasarkan naskah yang

    menyertainya. Secara garis besar dapat diperinci:

    a. Dalam pengertian umum: gambar-gambar dan foto-foto yang menyertai

    naskah dalam buku, majalah, atau media massa untuk lebih menjelaskan

    naskah tersebut.

    b. Dalam pengertian khusus, ilustrasi di luar naskah maupun di antaranya

    juga berfungsi untuk menyemarakkan halaman-halaman buku itu sebagai

    karya cetak, yang mempunyai keindahan sendiri dalam kombinasi dengan

    jenis huruf cetak yang dipakai.

    Gambar ilustrasi merupakan karya seni rupa dua dimensi yang

    bertujuan untuk memperjelas suatu pengertian (Seni Budaya SMP, 2007, h.

    13). Ilustrasi adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberi

    penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual (Adi Kusrianto

    (2007, h. 140). Dalam perkembangan ilustrasi itu tidak hanya berguna

    sebagai sarana pendukung cerita, tetapi dapat juga menghiasi ruang kosong.

    Misalnya dalam majalah, koran, tabloid, dan lain-lain (Mikke Susanto, 2011,

    h. 190).

  • 40

    Melalui gambar ilustrasi, diharapkan isi bacaan mudah dipahami.

    Jadi, gambar ilustrasi adalah gambar yang berfungsi sebagai penghias serta

    membantu menjelaskan suatu teks, kalimat, dan naskah pada buku, majalah,

    iklan, dan sejenisnya agar lebih mudah dipahami. Menggambar ilustrasi

    adalah cara menggambar yang lebih mengutamakan fungsi gambar itu

    sendiri sebagai bahasa, untuk menerangkan atau menjelaskan suatu hal atau

    keadaan.

    Menggambar ilustrasi yaitu menggambar sesuatu yang ada dalam

    angan-angan atau isi hati (ide) sehingga memperoleh bentuk gambar yang

    nyata (visualisasi). Jadi, gambar ilustrasi merupakan suatu gambar yang

    memvisualisasikan keadaan dan menerangkan sesuatu hal (Wayan, 2005, h.

    1).

    7. Pengertian Kartun

    Kartun jika ditinjau dari seni rupa berasal dari seni ilustrasi. Secara

    etimologi, kata ilustrasi (illustration) berasal dari bahasa Latin, Illustrare

    yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu, yakni cerita atau

    artikel dengan gambar. Keefektifan sebuah ilustrasi dalam penyampaian

    suatu pesan terhadap pembaca, harus memenuhi beberapa kriteria sebagai

    berikut:

    a) Mempunyai daya tarik

    b) Jelas

    c) Sederhana

  • 41

    d) Mudah dimengerti

    e) Representatif (mewakili isi cerita yang terkandung di dalam gambar).

    Kartun adalah penggambaran tentang sesuatu secara sederhana,

    atau dengan cara yang dilebih-lebihkan, atau diplesetkan sama sekali,

    dengan tujuan menghadirkan sesuatu dengan lucu bahkan terkesan dungu

    (Marianto dalam Indarto, 1999, h.11, para. 1).

    Kartun adalah sebuah gambar yang mengalami perubahan bentuk

    (distorsi) tetapi tidak diutamakan, atau serangkaian gambar yang memuat

    cerita atau pesan dalam wujud humor (The World book Encyclopedia

    mengutip Intisari, Januari 1992, dalam Roikan, 2016, para. 3).

    Seorang Antropolog, Dr. Mark Hobart menyebut kartun sebagai

    suatu bentuk seni yang berbeda, mampu membuat situasi kompleks menjadi

    elemen sederhana, sebab kartun adalah sarana yang mampu mengubah cara

    memahami dunia dengan menekankan aspek yang biasanya terkubur dalam

    hiruk pikuk kita sehari-hari (Museum Pendet, 2004, h. 26, dalam Roikan,

    2016, para. 3).

    Kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas yang lebih

    berkepentingan pada momen, namun digarap tajam dan humoristis dengan

    menekankan pada esensi atau inti permasalahan, sehingga tidak jarang

    memancing senyum dan tawa pembaca. Humor dalam kartun merupakan

    perpaduan antara ide (idea) dengan menggambar (drawing) yang

    diupayakan untuk membuat orang yang melihat tersenyum sekaligus

    merenung.

  • 42

    Pada awalnya, kartun merupakan bidang yang dimiliki oleh

    seniman gambar bernama R.C. Harvey. Kartun berupa gambar tunggal yang

    berkombinasi dengan kata-kata dan bersifat naratif, namun terkesan lucu.

    Namun, dalam kartun tidak hanya menunjukkan karakter yang lucu, akan

    tetapi memberitahukan kepada seseorang yang melihatnya mengenai

    gambaran dari situasi kehidupan, di mana seorang kartunis atau orang yang

    menggambar kartun tersebut dapat berbagi pendapat tentang situasi

    kehidupan atau hal yang menarik (Fairrington, 2009, h. 33).

    a. Pengertian Kartun Gag

    Kartun humor atau gag cartoon adalah kartun yang berfungsi

    sekadar menghibur, mengangkat humor-humor yang sudah dipahami

    secara umum oleh masyarakat bahkan tidak jarang digunakan sebagai

    sindiran terhadap fenomena sehari-hari yang terjadi di masyarakat,

    sehingga kartun jenis ini hampir mirip dengan kartun sosial hanya saja

    bedanya, kartun jenis ini lebih fokus pada humor.

    Kartunis humor modern ditemukan dalam majalah dan koran. Pada

    umumnya kartun humor modern konsisten dalam gambar tunggal dengan

    teks di bagian bawah gambar atau dengan menggunakan balon kata-kata.

    Sebagian kalangan menganggap kartunis dari New York yakni Peter

    Arno, sebagai bapak kartun humor modern. Kartunis humor lainnya yang

    masuk ke dalam catatan kartunis humor adalah Charles Addams, Gary

    Larson, Charles Barsotti, Chon Day, dan Mel Calman. Di bawah ini

    merupakan contoh kartun gag.

  • 43

    Gambar 1. Contoh Kartun Gag Satu Panel Karya Mike Cope. Diadaptasi dari

    Mike Cope Cartoon, 2015, Humor Cartoon. h. 2. Hak Cipta (2015) oleh Mike

    Cope Website.

    Gambar 2. Kartun Gag karya Rizal Fahmi. Diadaptasi dari “Rizal Fahmi”, oleh

    Rizal Fahmi, 2016, Kartun Gag. Hak Cipta (2016) oleh Gramedia Pustaka

    Utama.

    b. Tipe Humor dalam Kartun

    Kekuatan kartun terletak pada bentuk visual, hemat kata-kata,

    bahkan tidak memerlukan keterangan dan komentar sama sekali.

    Humor merupakan salah satu teknik yang sering digunakan oleh para

    kartunis untuk mengemas visualisasi imajinasinya, inti dari humor

    adalah kejutan yang dapat membuat pembaca berspekulasi dan

  • 44

    menawarkan perspektif yang baru atau tidak biasa. Berikut ini adalah

    klasifikasi berbagai macam tipe humor menurut Mishon (2003, h. 16-

    39, dalam Roikan, 2016, h. 1) yang terdapat dalam kartun di antaranya:

    1) Permainan kata-kata (The Pun)

    Permainan kata-kata merupakan bentuk yang paling mudah

    dan sederhana dari sebuah lelucon. Jenis humor ini dapat

    menimbulkan beragam interpretasi dari pembacanya, karena

    menggunakan kata-kata dengan nada yang sama, tetapi memiliki

    makna yang berbeda. Permainan kata-kata dapat menimbulkan kesan

    lucu karena dapat membuat gambar, ide, dan asosiasi menjadi tak

    terduga.

    Gambar 3. Kartun Tafsir Baru Sumpah Pemuda Karya Kuss Indarto.

    Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016,

    Tipe Humor Dalam Kartun, Volume 6, h. 2. Hak Cipta (1999) oleh Sketsa di

    tanah Merdeka: Kumpulan Karikatur.

    2) Humor Penglihatan (Observational Humour)

    Humor jenis ini menekankan pada anekdot yang bagus

    tentang pandangan seseorang terhadap sesuatu yang merefleksikan

    pengalaman terutama pada sesuatu yang salah kaprah. Secara

    visualisasi humor jenis ini dalam kartun digambarkan dengan

  • 45

    pandangan dari tokoh atau karakter terhadap sesuatu yang tidak biasa

    ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

    Gambar 4. Kartun Karya Giles Pilbrow. Diadaptasi dari “Tipe Humor

    Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,

    Volume 6, h. 2. Hak Cipta (2003) oleh Joel Mishon, Cartoon Workshop:

    How to Create Humor.

    Kartun karya Giles Pilbrow di atas menggambarkan seorang

    lelaki yang sedang mandi di kamar mandi dan tubuhnya tersiram air

    dari shower, kejanggalan yang terlihat adalah pada tombol pemilihan

    suhu yang dituliskan too cold dan too hot, sehingga lelaki yang

    sedang mandi tersebut menjadi ketakutan.

    3) Humor Kejutan (What If)

    Tipe humor ini berawal dari pertanyaan apa yang terjadi jika

    objek “X” bertemu dengan “Y”, lalu untuk menjadikan

    lelucon/humor, pertanyaan tersebut diganti dengan apa yang terjadi

    jika objek “X” bertemu dengan objek selain “Y”, misalnya objek “Z”

    atau “W”. Kombinasi inilah yang dapat menampilkan sesuatu yang

    lucu bahkan dilematis. Contohnya ada pada kartun karya Tukirno

    Hadi di bawah ini:

  • 46

    Gambar 5. Kartun Karya Tukirno Hadi. Diadaptasi dari “Tipe Humor

    Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,

    Volume 6, h. 3. Hak Cipta (1997) oleh Tukirno Hadi, Humoria 5: Si Mas.

    4) Humor Bisu (Silent Humour)

    Kartun yang menganut tipe humor bisu, sering digambarkan

    dengan gambar tanpa teks. Ide dasar yang mengawali tipe humor ini

    adalah pandangan jika kita tidak memiliki kata-kata, maka masih ada

    kejutan terhadap pembaca melalui tampilan komedi fisik yang lebih

    menekankan pada sikap dan bahasa tubuh.

    Gambar 6. Kartun Karya Meng. Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam

    Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun, Volume

    6, h. 4. Hak Cipta (2005) oleh Bog-Bog Bali Cartoon Magazine: Mountain

    Edition.

    5) Silly Humour

    Humor ini berawal dari pandangan terhadap seseorang yang

    melakukan hal bodoh. Di dalam kartun, kebodohan tidak selalu hal

  • 47

    yang buruk, namun dapat menjadi sesuatu yang lucu. Humor ini

    dibangun dengan mempergunakan kekeliruan gestural atau

    kekeliruan lain yang memiliki dimensi visual.

    Gambar 7. Kartun Karya Roland Fiddy. Diadaptasi dari “Tipe Humor

    Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,

    Volume 6, h. 5. Hak Cipta (1995) oleh Roland Fiddy.

    6) Eksagerasi (Exaggeration)

    Eksagerasi adalah kelucuan dengan cara melebih-lebihkan

    ukuran fisik, seperti hidung yang sangat panjang, kaki yang panjang,

    badan dibuat tambun, atau menonjolkan telinga. (Berger dalam

    Setiawan, 2002, h. 36, mengutip Roikan, 2016). Eksagerasi dalam

    kartun tidak hanya menyangkut masalah fisik saja, tetapi mengarah

    pada masalah konseptual, sehingga dengan eksagerasi sebuah ide

    menjadi lebih lucu. Di bawah ini merupakan kartun tipe humor

    dengan melebih-lebihkan bagian tubuhnya.

  • 48

    Gambar 8. Kartun Karya Muh. Misrad, Double cheese burger. Diadaptasi

    dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor

    Dalam Kartun, Volume 6, h. 5. Hak Cipta (1997) oleh Lagak Jakarta Edisi

    Trend dan Perilaku.

    7) Sindiran (Satire)

    Sindiran (satire) mempunyai makna yang spesifik bernada

    negatif dan kurang mengenakkan. Kartun jenis ini menjadi media

    dengan isu utama yang mengangkat kebodohan atau caci maki

    dengan bahan tertawaan yang lucu dan ironis. Secara visual kartun

    yang bersifat menyindir dapat dilihat pada bentuk karikatur, yakni

    suatu bentuk potret yang menjaga kemiripan karakter, namun

    mengalami deformasi sebagai salah satu penegas dalam sindiran.

    Gambar 9. Kwartet Vokalis Indonesia: Megawati, Akbar Tanjung, Gus Dur,

    Amin Rais. Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad

    Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun, Volume 6, h. 6. Hak Cipta (2002)

    oleh Museum Pendet dan Art Foundation.

  • 49

    8) Anthropomorphism

    Tipe humor jenis ini menggambarkan binatang yang dapat

    bertingkah laku seperti layaknya manusia, bahkan tingkah laku

    tersebut tidak umum dan menyalahi kodrat yang dimiliki binatang

    tersebut. Penggunaan media hewan sebagai salah satu humor

    merupakan elemen yang kerap dipakai dalam metafor visual.

    Gambar 10. Tikus Putus Asa Karya Jojok Sulaiman. Diadaptasi dari “Tipe

    Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam

    Kartun, Volume 6, h. 6. Hak Cipta (2003) oleh Si Bundel 2.

    8. Unsur-unsur dalam Kartun Gag

    a. Panel atau Kolom, adalah ruang pengadegan gambar kartun. Dalam

    kartun gag, panel yang digunakan biasanya hanya terdiri dari satu

    panel. Berbeda dengan komik yang terdiri dari banyak panel.

    Gambar 11. Contoh Format Panel Pada Kartun Gag

    (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

  • 50

    b. Unsur Teks, yaitu unsur penguat dari gambar. Unsur teks dalam kartun

    gag bisa berupa dialog yaitu bicara lebih dari satu orang, monolog

    berarti bicara seorang diri, narasi berarti keterangan.

    Gambar 12. Contoh Unsur Teks Monolog Pada Kartun. Diadaptasi dari

    Imgrum, oleh Rizal Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh

    Gramedia Pustaka Utama.

    Gambar 13. Contoh Unsur Teks Dialog Pada Kartun. Diadaptasi dari

    Imgrum, oleh Rizal Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh

    Gramedia Pustaka Utama.

    c. Balon Kata, adalah tempat menaruh teks narasi atau juga menampilkan

    kata-kata. Dalam kartun, balon kata dapat digantikan oleh garis, yang

    menghubungkan gambar tokoh dengan ujaran yang akan diucapkan,

  • 51

    namun akan lebih baik jika narasi atau teks diletakkan di dalam balon

    kata.

    Gambar 14.Contoh Balon Kata. Diadaptasi dari Cartoon Style, oleh Wig Clip,

    2014, Diperoleh dari www.worldwideclips.net, Hak cipta (2005) oleh World Clip.

    d. Bahasa Tubuh erat kaitannya dengan ungkapan rasa pada hal ini

    anggota tubuhlah yang langsung berbicara.

    Gambar 15. Bahasa Tubuh. Diadaptasi dari Kreavi, oleh Renata Owen,

    Diperoleh dari www.kreavi.com, Hak cipta (2016) oleh Kreavi Indonesian Creative Network.

  • 52

    e. Ekspresi Wajah adalah ungkapan rasa yang ditunjukkan dengan

    perubahan raut wajah.

    Gambar 16. Ekspresi Wajah dari Wiley Publishing, oleh Brian Fairrington,

    Diperoleh dari New York Cartoon, Hak cipta (2015) oleh Willey Publishing.Inc.

    f. Tata Cahaya atau biasanya disebut dengan terang gelap akan

    memberikan kesan tiga dimensi, sehingga figur gambar menjadi lebih

    hidup dan menarik.

    Gambar 17. Pencahayaan Pada Gambar

    (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

  • 53

    g. Caption merupakan keterangan pada bawah atau atas gambar sebagai

    teks pembuka.

    Gambar 18.Contoh Caption Pada Kartun dari Copetoons, oleh Mike Cope,

    2016, Diperoleh dari www.ridersdigestcanada.com, Hak cipta (2005) oleh Canada Cartoon.

    h. Ilustrasi atau Gambar, merupakan perpaduan antara titik, garis, dan

    juga warna yang membentuk suatu bentuk.

    Gambar 19. Contoh Ilustrasi Kartun. Diadaptasi dari Imgrum, oleh Rizal

    Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh Gramedia Pustaka

    Utama.

    i. Latar pendukung atau background merupakan tempat di mana suatu

    kejadian atau peristiwa terjadi. Misalnya suatu adegan gambar yang

  • 54

    digambarkan di hutan, dengan rumput-rumput dan berbagai macam

    tumbuhan.

    Gambar 20. Latar Tempat (Background)

    (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

    9. Fungsi Kartun

    Kartun merupakan media yang multiguna, sebab keberadaan

    kartun selain sebagai sesuatu yang menyajikan hiburan melalui humor

    yang terkandung di dalamnya tetapi memiliki beragam fungsi lain

    (Ahmad, 2006, h. 14-25, dalam Roikan, 2016) di antaranya:

    a. Kartun sebagai media hiburan

    Kartun berfungsi sebagai media hiburan yaitu dalam kartun biasanya

    digunakan sebagai sarana penghilang rasa jenuh atau penat karena

    rutinitas yang padat, baik itu bekerja ataupun sekolah. Melalui

    kartun, pesan-pesan yang disampaikan dapat menghibur dan

    biasanya mudah dipahami.

  • 55

    b. Media untuk bercerita

    Kartun berfungsi sebagai media untuk bercerita yaitu melalui kartun

    yang berbentuk visual akan dapat menceritakan suatu kejadian atau

    peristiwa.

    c. Media Pendidikan

    Kartun sebagai media pendidikan yaitu kartun yang digunakan

    sebagai media pembelajaran di sekolah dan di rumah. Di sekolah,

    kartun digunakan sebagai pendukung pada buku-buku pelajaran,

    karena didukung oleh gambar-gambar atau ilustrasi yang menarik,

    sehingga materi yang diajarkan dapat tersampaikan dengan baik.

    Kartun sebagai media pembelajaran di rumah, misalnya karakter

    kartun Pinocchio dapat dijadikan pelajaran moral bagi anak-anak

    maupun orang dewasa tentang sikap-sikap moral, bahwa berbohong

    merupakan perbuatan tidak terpuji.

    d. Media untuk berekspresi

    Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang menyukai keindahan

    yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah penyaluran

    hasrat maupun manifestasi dari imajinasi maupun tanggapan

    terhadap berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-

    hari.

    e. Media Refleksi

    Kartun sebagai media refleksi pemikiran yaitu pandangan dan

    kenyataan visual yang terjadi pada suatu tempat atau suatu zaman

  • 56

    yang diwakilinya sebagai perenungan mengenai kejadian yang telah

    terjadi dan apa yang telah dilakukan.

    f. Media Propaganda

    Kartun selain berfungsi untuk media refleksi pemikiran, berekspresi,

    media pendidikan, dan media hiburan, juga berfungsi sebagai media

    propaganda. Propaganda berarti mengembangkan atau memekarkan,

    dalam bahasa Latin modern yaitu propagare. Kartun sebagai media

    propaganda dapat mempengaruhi pendapat dan perilaku masyarakat

    atau sekelompok orang melalui rangkaian pesan visualnya.

    Propaganda tidak menyampaikan pesan secara objektif, tetapi

    memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak

    yang mendengar atau melihatnya.

    10. Warna

    Warna dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk cahaya atau radiasi

    gelombang elektromagnetik, yang dihasilkan dari cahaya matahari dan

    berwarna putih murni. Mata manusia dapat melihat warna setelah cahaya

    matahari melewati sebuah prisma yang membiaskan dan memisahkan

    cahaya tersebut menjadi 7 frekuensi gelombang cahaya yang berbeda yaitu:

    merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (Anggraini dan Nathalia,

    2014, h. 37). Jadi, seseorang bisa melihat warna karena adanya cahaya yang

    masuk ke mata.

  • 57

    Selain itu, warna dapat didefinisikan secara subjektif/psikologis

    merupakan bagian dari pengalaman indra pengelihatan, atau secara

    objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, sebagai bagian dari

    elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih

    mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya.

    Walaupun hanya dapat dilihat dengan mata, warna juga mampu

    mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis, dan

    turut menentukan suka atau tidaknya seseorang pada suatu benda.

    Warna merupakan unsur penting dalam objek desain. Melalui

    warna, seseorang dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin

    disampaikan. Warna dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau

    membedakan sifat secara jelas. Warna merupakan salah satu elemen yang

    dapat menarik perhatian, meningkatkan mood, mempengaruhi perilaku, dan

    sebagainya (Anggraini dan Nathalia, 2014, h. 37).

    a. Klasifikasi Warna

    1) Warna Primer

    Warna primer merupakan warna dasar yang bukan campuran

    dari warna-warna lain. Warna yang termasuk dalam golongan warna

    primer adalah merah, biru, dan kuning. Warna primer tidak dapat

    dibentuk oleh warna-warna lain (Anggraini dan Nathalia, 2014, h.

    39).

  • 58

    Gambar 21. Lingkaran Warna Primer. Diadaptasi dari Desain Komunikasi Visual

    (h. 39), oleh Kirana Nathalia dan Lia Anggraini, 2014, Bandung: Nuansa Cendekia.

    Hak cipta (2014) oleh Penerbit Nuansa Cendekia.

    2) Warna Sekunder

    Warna sekunder merupakan hasil pencampuran warna-

    warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jingga

    merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijau

    adalah campuran biru dan kuning, dan ungu adalah campuran

    merah dan biru.

    Gambar 22. Lingkaran Warna Sekunder. Diadaptasi dari Desain Komunikasi

    Visual (h. 39), oleh Kirana Nathalia dan Lia Anggraini, 2014, Bandung: Nuansa

    Cendekia. Hak cipta (2014) oleh Penerbit Nuansa Cendekia.

    Kuning

    Merah Biru

    Kuning

    Merah

    Ungu

    Jingga Hijau

    Biru

  • 59

    3) Warna Intermediate

    Warna Intermediate merupakan warna perantara atau warna

    yang ada di antara warna primer dan warna sekunder pada

    lingkaran warna. Nama-nama warna intermediate yaitu:

    a) Kuning Hijau (sejenis Moon Green), yaitu warna yang ada di

    antara kuning dan hijau.

    b) Kuning Jingga (sejenis Deep Yellow), yaitu warna yang ada di

    antara kuning dan jingga.

    c) Merah Jingga (Red/Vermilion), yaitu warna yang ada di antara

    merah dan jingga.

    d) Merah Ungu (Red Purple), yaitu warna yang ada di antara

    merah dan ungu/violet.

    e) Biru Violet (sejenis Blue/Indigo), yaitu warna yang ada di

    antara biru dan ungu/violet.

    f) Biru Hijau (sejenis Sea Green), yaitu warna yang ada di antara

    biru dan hijau.

    Gambar 23. Lingkaran Warna Intermediate. Diadaptasi dari Desain Multimedia

    (h. 69-70), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan

    Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.

    Kuning Hijau Kuning Jingga

    Merah Jingga

    Merah Ungu Biru Ungu

    Biru Hijau

  • 60

    4) Warna Tersier

    Warna tersier merupakan warna ketiga, yaitu warna hasil

    percampuran dari dua warna sekunder atau warna kedua. Nama-

    nama warna tersier, yaitu:

    a) Coklat Kuning (disebut juga Siena Mentah, Kuning Tersier,

    Yellow Ochre, atau Olive), yaitu percampuran warna jingga dan

    hijau.

    b) Coklat Merah (disebut juga Siene Bakar, Merah Tersier, Burnt

    Siena, atau Red Brown), yaitu percampuran warna jingga dan

    ungu.

    c) Coklat biru (disebut juga Siena Sepia, Biru Tersier, Zaitun, atau

    Navy Blue), yaitu percampuran warna hijau dan ungu (Sri

    Rahayu, 2013, h. 70).

    5) Warna Kuarter

    Warna kuarter adalah warna keempat yaitu warna hasil

    percampuran dari dua warna tersier atau warna ke tiga. Nama-

    nama warna kuarter adalah:

    a) Cokelat Jingga (Jingga/ orange Kuarter, atau semacam Brown),

    yaitu hasil percampuran kuning tersier dan merah tersier.

    b) Coklat Hijau (Hijau kuarter, semacam Moss Green), yaitu

    percampuran biru tersier dan kuning tersier.

    c) Coklat Ungu (Ungu/Violet kuarter, atau semacam Deep Purple),

    yaitu hasil percampuran merah tersier dan biru tersier.

  • 61

    Kelima klasifikasi warna tersebut dapat digambarkan dalam

    diagram seperti berikut ini:

    Gambar 24. Skema Klasifikasi Warna. Diadaptasi dari Desain

    Multimedia (h. 71), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian

    Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.

    6) Warna Netral

    Warna netral merupakan hasil campuran ketiga warna dasar

    dalam proporsi 1:1:1. Warna ini sering muncul sebagai

    penyeimbang warna-warna kontras di alam (Anggraini dan

    Nathalia, 2014, h. 40).

    Gambar 25. Lingkaran Warna Netral. Diadaptasi dari Irfan Julio, Oleh

    Irfan Julio, Diperoleh dari http://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-

    warna-brewster.html. Hak cipta (2012) oleh Indonesia: Link and Match

    Graphic.

    http://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-warna-brewster.htmlhttp://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-warna-brewster.html

  • 62

    b. Prinsip-prinsip Dasar Seni Rupa Pada Warna

    Warna merupakan unsur seni rupa, sehingga komposisi warna

    harus tunduk pada prinsip-prinsip dasar seni rupa, yaitu keselarasan,

    kesatuan, dominasi, dan keseimbangan.

    1) Keselarasan Warna

    Untuk memperoleh keselarasan warna, cara yang paling mudah

    adalah menggunakan interval tangga warna yang tertera pada

    lingkaran warna. Dalam lingkaran warna terdapat enam warna

    standar dan enam warna intermediate. Interval tangga warna

    berupa warna-warna pada setengah lingkaran warna, yang terdiri

    dari tujuh tingkatan warna yang sering disebut juga gradasi warna.

    Gambar 26. Lingkaran Warna Primer, Sekunder, dan Intermediate.

    Diadaptasi dari Desain Multimedia (h. 78), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013,

    Malang: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh

    Kemendikbud.

    Gambar 27. Interval Tangga Warna. Diadaptasi dari Desain Multimedia (h.

    79), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan

    Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.

  • 63

    Dengan berpedoman pada interval tangga warna tersebut, dapat

    dihasilkan susunan warna sebagai berikut:

    a) Susunan warna dengan satu interval tangga (satu warna). Misalnya

    warna kuning saja, ini disebut laras monoton atau laras tunggal.

    Hasilnya adalah susunan warna yang monoton, statis, berkesan

    tenang, resmi.

    b) Susunan warna dengan dua atau tiga interval tangga berdekatan

    (warna-warna transisi atau analogus), disebut laras harmonis.

    Hasilnya adalah susunan warna yang harmonis, selaras, ada

    dinamika, dan menarik jika dilihat. Kombinasi warna-warna yang

    harmonis terlihat lembut karena satu warna dengan warna lain

    yang dipadukan memiliki perubahan warna yang lembut. Misalnya

    warna kuning- kuning jingga-jingga (Sri Rahayu, 2013, h. 79).

    c) Susunan warna dengan interval tangga saling berjauhan, disebut

    laras kontras. Hasilnya adalah susunan warna yang kontras, kuat,

    tajam, dinamis, bergejolak. Kombinasi warna kontras cepat

    terlihat, tetapi cepat pula ditinggalkan. Adapun jenis-jenis warna

    kontras tersebut antara lain :

    (1) Kontras komplementer (kontras dua warna)

    Dua warna yang saling berhadapan dalam lingkaran warna

    disebut komplementer. Dua warna ini adalah warna-warna

    yang paling kontras, karena memiliki jarak paling jauh dalam

    lingkaran warna sehingga warna yang bertentangan. Pasangan

  • 64

    warna komplementer berdasarkan kekontrasannya yaitu kuning

    dengan ungu, kuning jingga dengan biru ungu, kuning hijau

    dengan merah ungu, jingga dengan biru, hijau dengan merah

    dan merah jingga dengan biru hijau.

    (2) Kontras split komplemen (kontras dua warna komplemen bias)

    Split/bias komplemen yaitu warna-warna yang berseberangan

    pada lingkaran warna, tetapi menyimpang ke kiri atau ke

    kanan. Misalnya warna-warna komplemen bias kuning dapat

    berupa biru ungu, merah ungu, tetapi dapat pula dengan biru

    dan merah.

    (3) Kontras triad komplemen (kontras segitiga/kontras tiga warna)

    Semua bentuk segitiga sama sisi yang dapat dibuat dalam

    lingkaran warna, misalnya merah – biru – kuning atau jingga –

    hijau – ungu adalah jenis kontras tiga warna.

    Gambar 28. Kontras Triad Komplemen. Diadaptasi dari Desain Multimedia

    (h. 81), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan

    Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.

  • 65

    (4) Kontras tetrad komplemen (kontras empat warna)

    Semua bentuk segiempat sama sisi yang dapat dibuat pada

    lingkaran warna merupakan kontras empat warna, misalnya

    merah – kuning jingga – hijau – biru ungu.

    Gambar 29. Kontras Tetrad Komplemen. Diadaptasi dari Desain

    Multimedia (h. 82), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian

    Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.

    2) Kesatuan Warna

    Suatu susunan warna harus menyatu sehingga seimbang

    dilihat. Kesatuan warna dapat diperoleh jika warna-warna yang

    digunakan saling ada hubungan. Terdapat dua kemungkinan

    hubungan, yaitu hubungan kesamaan dan kemiripan. Kesamaan

    warna artinya semua warna yang digunakan sama persis. Kemiripan

    warna artinya warna-warna yang digunakan mempunyai unsur yang

    membuat mereka hampir sama. Misalnya, merah dengan merah

    jingga, biru dengan biru hijau.

  • 66

    3) Dominasi Warna

    Penggunaan warna-warna analogus untuk seluruh komposisi

    akan terlihat harmonis, namun terasa mentah, datar, dan tidak ada

    dominasinya. Oleh karena itu, komposisi semacam itu harus diberi

    dominasi dan warna dapat menjadi dominasi jika warna tersebut

    lain dari yang umum, atau juga warna kontras. Misalnya susunan

    warna-warna dingin dengan dominasi satu warna panas, atau

    susunan warna-warna panas dengan dominasi satu warna dingin

    (Sri Rahayu, 2013, h. 83).

    4) Keseimbangan Warna

    Untuk memperoleh keseimbangan warna secara simetris

    tidaklah sulit, asal bagian kanan dan kirinya sama, maka tercapailah

    keseimbangan. Sedangkan untuk memperoleh keseimbangan

    asimetris cukup sulit memperhitungkannya, karena keseimbangan

    sesungguhnya menyangkut gaya berat yang bersifat matematis,

    sedangkan warna sebagai unsur seni adalah menyangkut rasa. Salah

    satu cara untuk memperoleh keseimbangan asimetris adalah dengan

    mengadakan pengulangan-pengulangan warna yang sama

    diberbagai bagian dari susunan.

    11. Prinsip Seni Rupa

    Prinsip-prinsip Seni Rupa merupakan sesuatu yang penting

    diterapkan ketika berkarya seni rupa. Ketika membuat gambar ilustrasi

  • 67

    (kartun) diperlukan prinsip-prinsip seni rupa karena hal tersebut

    merupakan pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh siapa saja yang

    akan berkarya seni rupa. Prinsip-prinsip tersebut yaitu keseimbangan

    (balance), irama (rhytm), keselarasan, penekanan/dominasi (emphasis),

    kesatuan (unity), dan kesederhanaan (simplicity). Di bawah ini penjelasan

    mengenai prinsip-prinsip rupa.

    a. Keseimbangan (Balance)

    Keseimbangan merupakan pembagian berat yang sama, baik secara

    visual maupun optik. Desain atau karya seni rupa dikatakan seimbang

    apabila objek pada bagian kiri atau kanan, bagian atas atau bawah

    terkesan sama berat. Suatu karya seni rupa harus memiliki keseimbangan

    agar nyaman di pandang dan tidak membuat gelisah. (Anggraini dan

    Nathalia, 2014, h. 41). Terdapat dua pendekatan yang pada umumnya

    untuk menciptakan keseimbangan:

    1) Keseimbangan simetris/formal

    Membagi secara sama berat masa antara kanan atau kiri, antara atas

    dan bawah, secara simetris atau setara.

    2) Keseimbangan Asimetris/informal

    Penyusunan elemen rupa yang tidak sama antara sisi kanan dengan

    kiri, atau atas dengan bawah, namun tetap terasa seimbang. Hal ini

    dapat dibedakan dengan menggunakan bentuk atau warna yang

    berbeda. Keseimbangan asimetris tampak lebih bervariatif dan

    dinamis (Anggraini dan Nathalia, 2014, h. 42).

  • 68

    b. Irama (rhytm)

    Irama adalah pengulangan gerak atau penyusunan bentuk secara

    berulang-ulang. Dalam desain, irama dapat berupa repetisi atau variasi.

    Repetisi merupakan elemen yang dibuat secara berulang-ulang dan

    konsisten. Sedangkan secara variasi, irama adalah pengulangan elemen

    visual disertai perubahan bentuk, ukuran, dan posisi.

    c. Keselarasan (Harmony)

    Keselarasan merupakan prinsip yang digunakan untuk menyatukan

    unsur-unsur visual dari berbagai bentuk yang berbeda. Keselarasan

    dapat diwujudkan melalui penyusunan bentuk-bentuk atau warna-

    warna yang saling berdekatan. Misalnya, memadukan antara bentuk

    lingkaran dengan oval, atau melalui warna dapat dipadukan dengan

    menggunakan warna-warna monokromatis, analog (berdekatan dengan

    lingkaran warna), komplementer (berlawanan dengan lingkaran

    warna).

    d. Penekanan (Emphasis)

    Penekanan atau dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa

    yang harus ada dalam karya seni dan desain. Dominasi sendiri berasal

    dari kata