hukum agraria

40
TAFSIRAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA PENDAHULUAN 1. Tanggal 24 September 1960 merupakan suatu tanggal yang p dalam kehidupan hukum di Indonesia. pada tanggal tersebut telah diundangk dan mulai berlaku “UndangUndang no.! tahum 1960 tentang "eraturan #asar "okok $graria% &'embaran (egara 1960 no. 104) lebih terkenal dengan nama singkatan “UndangUndang "okok $graria% UUPA penting sekali 2. Undangundang yang meletakkan dasardasar pokok dari pada hukum agraria nasional yang baru ini memuat ketentuan-ketentuan baru yang penting sekali. *engingat bah+a ,epublik Indonesia merupakan suatu negara agraris dimana susunan kehidupan rakyat terbanyak &tak kurang dari 0/ me perkiraan)- termasuk perekonomiannya- terutama masih ber orak agraris- apa yang dikatakan disini tidak berlebihlebihan. UUPA kini aktual .setiap orang kinimembi arakannya dan menga ukan pertanyaan pertanyaan sekitar peraturanperaturan dan pelaksanaan hukum agraria ini. Maksud tulisan ini 4. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat t ilmiah maka kami menulis uraian ini. AGIAN I PEMANDANGAN UMUM Pe!u"a#an $ang !e%&lusi&ne! !. Undangundang inibenarbenar memuat halhal yang merupakan perubahan yang re3olusioner dan drastis terhadap stelsel hukum ag berlaku hingga kini di negeri ini. Suatu perombakan- bukan hanya hukum sa a- tetapi uga di lainlain bidang hukum positi . #enga UU"$ ini di adikan tidak berlaku lagi banyak peraturanperaturan di bidang hukum a

Upload: akbarjuandirosa

Post on 05-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hukum Agraria

TRANSCRIPT

TAFSIRAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIAPENDAHULUAN1. Tanggal 24 September 1960 merupakan suatu tanggal yang penting dalam kehidupan hukum di Indonesia. pada tanggal tersebut telah diundangkan dan mulai berlaku Undang-Undang no.5 tahum 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (Lembaran Negara 1960 no. 104) lebih terkenal dengan nama singkatan Undang-Undang Pokok AgrariaUUPA penting sekali2. Undang-undang yang meletakkan dasar-dasar pokok dari pada hukum agraria nasional yang baru ini memuat ketentuan-ketentuan baru yang penting sekali. Mengingat bahwa Republik Indonesia merupakan suatu negara agraris, dimana susunan kehidupan rakyat terbanyak (tak kurang dari 70% menurut perkiraan), termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, makan apa yang dikatakan disini tidak berlebih-lebihan.UUPA kini aktual3. setiap orang kini membicarakannya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sekitar peraturan-peraturan dan pelaksanaan hukum agraria ini.Maksud tulisan ini4. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat terasa ilmiah maka kami menulis uraian ini.

BAGIAN IPEMANDANGAN UMUMPerubahan yang revolusioner5. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap stelsel hukum agraria yang berlaku hingga kini di negeri ini. Suatu perombakan, bukan hanya dibidang hukum saja, tetapi juga di lain-lain bidang hukum positif. Denga UUPA ini telah dijadikan tidak berlaku lagi banyak peraturan-peraturan di bidang hukum agraria.

BANYAK PERATURAN LAMA DICABUTBuku ke-II dari BW dicabut6. Seluruh peraturan tantang hak-hak kebendaan (zakenrecht), yang berhubungan denga bumi, air dan kekayaaan alam yang tekandung di dalamnya, terkecuali bagian kecil tentang hipotik, yang termuat dalam Buku II ini menjadi tidak berlaku lagi.Lain-lain Kitab Perundang-undangan perlu disesuaikan pula7. Pada waktu itu, Meteri Agraria Sadjarwo S.H., tatkala beliau mengemukakan dalam pidato penutupan seminar tentang Land Reform bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dengan berlakunya UUPA ini adalah multikompleks. Dengan adanya UUPA ini perlu diadakan tinjauan pula dalam segala peraturan yang berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang misalnya terdapat dalam buku III dari pada Burgerlijk Wetboek, yakni bagian tentang perjajian-perjanjian (Van Verbintenissen), juga berbagai pasal dari Kitab Undang-Undang hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht), dalam HIR (Herziene Indonesisch Reglement). Seluruh bagian sistem yang berlaku hingga kini di negeri kita hingga kini perlu ditinjau kembali dan diseuaikan dengan UUPA, bilamana tidak dikehendaki adanya suatu incongruentie atau pertentangan antara berbagai bagian hukum ini.Peraturan-peraturan lain yang dicabut dengan tegas8. Dalam bagian muka dari UUPA tersebut dinyatakan bahwa, Agrarische Wet (S. 1870-55) yang merupakan sendi dari peraturan hukum agraria di negeri kita, dicabut. Dalam pasal 51 Indische Staatsregeling ini termasuk garis-gasik pokok dari pada sistem agraria yang berlaku di Hindia-Belanda, yang kemudian dalam alam nasional masih dipergunakan terus hingga berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1060. Domeinverklaring yang diatur dalam pasal 1 Agrarisch Besluit, S. 1870-118 dicabut. Juga lain-lain peraturan yang mengandung pernyataan domein itu, yakni Algemene Domeinverklaring (tersebut dalam S. 1875-119a), Domeinverklaring untuk Sumatra (tercantum dalam pasal 1 dari S. 1874-94f), Domeinverklaring untuk karesidenan Menado (tercantum dalam pasal 1 dari S. 1877-55) dan Domeinverklaring untuk residentie Zuider- en Oosterafdeling van Borneo (tercantum dalam pasal 1 dari S. 1888-58) dengan tegas dicabut oleh UUPA.Disamping itu telah dicabut pula secara tegas peraturan lama yang diadakan berkenaan dengan hak eigendom agraria (agrarisch eigendomsrecht), yakni koninklijk Besluit dari tanggal 16 April 1872 no. 29, S. 1872-117.Peraturan-peraturan yang dicabut secara tidak tegas9. Peraturan-peraturan yang dicabut secara tegas ini, masih terdapat lain-lain peraturan lama, yang walaupun tidak secara tegas, toh harus dipandang sebagai telah dicabut dan tidak berlaku lagi oleh karena peraturan-peraturan lama ini dapat dipadang sebagai bertentangan dengan jiwa UUPA (pasal 58).

Contoh: Larangan pengasingan tanah10. Peraturan-peraturan tentang larangan pengasingan tanah (Grondvervreemdings-verbood): termuat dalam Staatsblad 1875-179 kini tidak berlaku lagi.UUPA tidak mengenal perbedaan antara sesama WNI11. Secara tegas hal ini telah diutarakan dalam Memori Penjelasan UUPA atas pasal 26 yang mengatur soal pengasingan tanah kepada orang asing. Dengan sedemikian perkataan dapat kita baca dalam Memori Penjelasan tersebut: Dalam Undang-Undang Pokok ini perbedaannya tidak lagi diadakan antara warga negara asli dan tidak asli, tetapi antara yang ekonomis kuat dan lemah. Pada lain-lain tempat dalam UUPA ini dinyatakan pula bahwa sesama warganegara Indonesia. Misalnya pasal 9 UUPA: hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa....(ayar 1) dan ayar 2: Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk mempunyai sesuatu hak atas tanah...UUPA tidak mengenal lagi perbedaan antara tanah hak Indonesia dan tanah hak Barat.12. Ada lain alasan yang menguatkan pendirian bahwa larangan pengasingan tanah, S. 1875-179 tidak berlaku lagi. Pertimbangan tambahan ialah bahwa dalam UUPA tidak lagi diadakan perbedaan antara tanah-tanah yang didasarkan kepad hukum adat (lazimnya disebut tanah-tanah yang didasarkan kepada hukum barat di lain fihak. Tanah-tanah hak Indonesia misalnya tanah hak ulayat, milik, usaha, gogolan, bengkok, agrarische eigendom, grant sultan dan lain-lain. Sistem dualisme atau pluralisme di bidang hukum agraria seperti kita kenal dalam perundang-undangan agraria dahulu kini telah ditinggalkan. Dualisme dihapuskan oleh UUPA.

Pasal 27 Peraturan Pelaksana hanya bersifat sementara.13. Pasal 27 Peraturan Pelaksana UUPA tidaklah dapat digunakan sebagai alasan yang teguh untuk mempertahankan berlakunya terus Larangan Pengasingan Tanah. Sisa aneka warna hukum dibidang hukum tanah yang nampak dari ketentuan pasal 27 Peraturan Pelaksana UUPA ini tidak cukup teguh untuk dikemukakan terhadap alasan pertentangan jiwa antara UUPA dan larangan pengasingan tanah S. 1875-179 ini.Kesimpulan: Larangan Pengasingan Tanah Tidak Berlaku Lagi14. Jadi, kami tetap berkesimpulan bahwa, Larangan Pengasingan Tanah S. 1875-179 sejak berlakunya UUPA sejak tanggal 24 September 1960 sudah tidak berlaku lagi. Perubahan-perubahan yang bersifat multikompleks15. Ada lain-lain hal lagi yang mengakibatkan bahwa sungguh-sungguh perubahan baru ini dapat dinamakan revolusioner yang bersifat multikompleks.

Dasar-dasar kesatuan hukum: Anti-dualisme.16. Sistem dualisme di dalam lapangan hukum agraria dianggap sebagai tidak sesuai lagi dengan zaman.Aneka-warna hukum sebagai sebab soal-soal antar-golongan17. Politik hukum demikian itu yaitu dualisme dalam bidang hukum agraria akan menyebabkan tetap berlakunya peraturan-peraturan hukum adat di samping peraturan-peraturan hukum barat. Sebagai dinyatakan dalam Memori Penjelasan UUPA adalah tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa. Lagi pula ditambahkan oleh pembuat undang-undang, bahwa sistem dualisme yang dikelas dalam stelsel hukum agraria dahuli menyebabkan timbulnya berbagai masalah antar golongan yang serba sulit.Sebab adanya hukum agraria antar golongan18. Adanya dualisme dan pluralisme hukum agraria inilah yang memberikan tempat untuk berkembangnya cabang ilmu hukum agraria antar golongan ini.

UUPA diharapkan membawa kepastian hukum19. Hal ini telah ditegaskan berulang-ulang. Antara lain dapat kita saksikan pertimbangan dalam konsiderans yang mengemukakan bahwa hukum agraria pernjajahan bagi rakyat asli tidak menjamin kepastian hukum. Kata-kata ini diulang lagi dengan lengkap dalam Memori Penjelasan.Manfaat dari hukum tertulis20. Dengan berlakunya UUPA ini hukum adat yang tidak tertulis ini dinyatakan sebagai hukum yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa (pasal 5). Hal ini berarti bahwa sebagain daripada hak-hak yang tadinya diatur oleh hukum tertulis (yakni hak-hak menurut sistem hukum barat), kini isinya tidak lebih lama akan diatur oleh hukum tertulis. Tidak tertulisnya hukum adat banyak sedikit mempengaruhi pula ketidakpastian ini. Pada hal pembuatan UUPA sendiri dengan tegas mengemukakan sebagai salah suatu tujuan utama dari undang-undang pokok tersebut, bahwa ketidakpastian hukum harus ditegakkan!Peraturan-peraturan pelaksana masih belum mencukupi21. Dari berbagai bagian UUPA ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pembuat undang-undang pada pokoknya akan berusaha supaya secepat mungkin diciptakan peraturan-peraturan tertulis mengenai isi dan pelaksanaan selanjutnya dari pada hak-hak baru menurut UUPA ini.Garis-garis besar yang terterta dalam UUPA ini masih harus diatur lebih lanjut dalam peraturan-peraturan perundang-undangan tersendiri. Dengan lain perkataan, pembuat UUPA sendiri yakin bahwa kelak masih diperlukan peraturan-peraturan tertulis lainnya yang secara lebih seksama, lebih mendalam dan secara terperinci akan mengatur lebih jauh isi sebenarnya dari pada hak-hak baru atas tanah yang garis-garis besarnya disebut dalam UUPA itu. Oleh karena itu dirasa perlu diterbitkan lagi Peraturan Perundang-undangan tentang agraria. Misalnya UU Hak milik, UU Hak Guna Usaha, UU Hak Guna Pembangunan, II Hak Ulayat, UU Hak Tanggungan, UU Hak Sewa Menyiwa, UU Tata Guna Tanah yang semuanya ini belum juga berbuat.Sebelum ada peraturan-peraturan itu belum ada kepastian hukum22. selama belum ada peraturan-peraturan pelaksanaan secare mendalam tentang isi dan makna sebenarnya dari hak-hak baru ini, dalam pelaksanaan hukum sehari-hari, orang akan tetap mengalami kekurang-pastian hukum. Kiranya tentu bukan ini yang diinginkan oleh pembuat UUPA. Ketikpastian hukum dibidang hukum agraria justu hendak dilenyapkan.Hukum adat yang berlaku bukan hukum adat yang murni23. hukum adat ini perlu diseseuaikan dengan azas-azas dalam UUPA. Hukum adat ini tidak boleh bertentangan dengan:a. kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa.b. Sosialisme Indonesiac. Peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPAd. Peraturan-peraturan perundangan lainnyae. Unsur-unsur yang bersandar pada hukum agamaDemikian ditentukan dalam pasal 5 UUPA.Hukum adat perlu disesuaikan dan disempurnakan24. Hukum agraria ini perlu disandarkan pada hukum adat, sebagai hukum asli yang disesuaikan dan disempurnakan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang moderns, dan dalam hubungannya dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia.Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan Sosialisme Indonesia25. Tentang penyesuaian hukum adat dengan prinsip sosialisme Indonesia, pembuat UUPA telah memberi penjelasannya. Antara lain telah dikemukakan bahwa hukum adat yang diwariskan oleh sistem hukum sediakala acap kali dipengaruhi oleh politik dan masyarakan kolonial. Masyarakat ini adalah masyarakat kapitalis. Pandangan ini memang tak dapat disangkal mempunyai pokok kebenaran.Ada juga peraturan-peraturan lama yang bersifat sosialis26. dapat kiranya ditunjuk peraturan tentang Larangan Pengasingan Tanah, Staatsblad 1875 no.179. Dengan adanya peraturan ini diharapkan bahwa proses depossesering daripada petani Indonesia dapat dihalangi. Juga lain-lain peraturan, seperti misalnya Fabriekenordonnantie (ordonansi 21-9-1899, S. 1918-791) dan Braakhuurordonnantie (ordonansi 25-11-1918, S. 1918-791) dapat dipandang sebagai peraturan-peraturan yang memperlihatkan unsur-unsur yang untuk memperlindungi rakyat yang ekonomi lamah terhadap eksploitasi oleh pengusaha-pengusaha pertanian besar.Tetapi sifat liberalisme-nya tidak dapat disangkal27. Dilain pihak tidak dapat disangkal bahwa sistem yang dianit dalam keseluruhannya adalah sitem kapitalis-liberalistis. Dan hukum yang diciptakan terpengaruh pula oleh sistem yang dianut ini. Demikian juga sistem hukum adat yang berlaku dapat dikatakan terpengaruh pula oleh pandangan masyarakat yang kapitalis dan feodal itu.Contoh segi-segi feodalisme: hak-hak konversi di Vorstenlanden28. sebagai contoh tentang corak-corak feodal dalam hukum adat ini dapat kiranya kami menunjuk kepada keadaan hukum di wilayah Vorstenlanden sebuah revolusi nasional. Di sana terdapat suatu keadaan yang khusus berkenaan denga hukum pemakaian tanah oleh pengusaha-pengusaha perkebunan besar dan rakyat jelata. Setelah terjadi reorganisasi agraria diwilayah swapraja ini telah diintrodusir suatu hak atas tanah dari pengusaha kebun besar barat yang terkenal dengan nama hak konversi (conversierechten). Seluruh stelsel hukum tanah yang berkenaan dengan hak konversi di swapraja Surakarta dan Yogyakarta ini memperlihatkan ciri-ciri yang feodal.Dengan Undang-Undang No.13 tahun 1948 telah dihapuskan pasal-pasal dalam Vorstenlandse Grondhuurreglement yang merupakan dasar dari hak-hak konversi ini. Kemudia telah diadakn peraturan berikutnya, yakni peraturan tentang Penambahan dan pelaksanaan UU nomer 13 tahun 1948 tentang perubahan Vonstenlandse Grondhuurreglement dengan Undang-Undang no.5 tahun 1950.Dalam UUPA secara tegas ditentukan, bahwa tidaklah dapat dipertahankan berlaku terusnya corak-corak feodal dalam hukum adat setempat yang berkenaan dengan hak-hak atas tanah ini.Istilah Sosialisme Indonesia dalam UUPA.29. Ini dalam UUPA, antaranya dalam pasal 5 (hukum adat yang berlaku tidak dapat bertentangan dengan sosialisme Indonesia) dalam pasal 14 (pemerintah akan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasas dalam rangka sosialisme Indonesia.Azas keadilan sosial dalam Pancasila30. Dalam pertimbangan-pertimbangan konsideran dalam UUPA ini telah dikemukakan bahwa UUPA ini harus disandarkan atas Pancasila, yang sila-kelimanya ialah Keadilan Sosial.

Fungsi sosial dari hak-hak atas tanah31. Lebih lanjut kita saksikan bahwa secara tegas dinyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (pasal 6). Hal ini berarti, bahwa tanah itu harus dipergunakan sesuai dengan keadaan dan sifat dari pada haknya.\Tanah harus dipelihara dengan baik32. Tanah harus dipelihara sedemikian rupa hingga kerusakan dicegah dan kesuburannya bertambah. Siapa saja yang mempunyai sesuatu hubungan hukum dengan tanah bersangkutan harus memeliharanya (pasal 15 UUPA).Hak perorangan atas tanah33. Dalam UUPA diperhatikan pula kepentingan dari perseorangan. Dalam Memori Penjelasan dikemukakan tentang pasal 6 ini, bahwa harus diadakan keseimbangan diantara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Kedua-duanya ini harus saling mengimbangi. Dengan demikian baru dapat diharapkan tercapainya cita-cita yag luruh yakni kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat (pasal 2 ayat 3 UUPA)Pasal 33 UUD 194534. Pernyataan bahwa segala hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dapat dipandang pula sebagai sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam pasal dari UU Dasar 1945 yang sering kali desebut sebgai pasal yang mengatur hal-hal agraria, yakni pasal 33 ayat 3. Tujuan Landreform35. Menteri Agraria pada waktu itu, Sadjarwo, dalam pidatonya tertanggal 12 September 1960 dalam sidang pleno DPR-GR mengatakan tujuan Landreform di Indonesia ialah:a. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanahm dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak stuktur pertanahan sama-sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial;b. Untuk melaksanaka tanah untuk tani, agar tidak menjadi lagi tanah sebagi obyek spekulasi dan obyek pemerasan;c. Untuk memperkauat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, yang berfungsi sosial. Suatu pengakuan dan pelindungan terhadap privat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun-temurun, tatapi berfungsi sosial;d. Untuk mengakhiri sistem tuan-tuan dan menghapus pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga bisa seorang laki-laki maupun wanita. Dengan demikian penyingkirkan sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanahm dan memberikan perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah.e. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong-royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong-royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adilm dibarengi dengan suatu sistem perkreditan yang khusus ditunjukan kepada golongan tani.Dasar Hukum Landreform36. Untuk mencegah hak-hak perseorangan yang melampaui batas dapat kita saksikan lebih jau secara tegas pada apa yang dicantumkan dalam pasal 7.Penghapusan tanah partikelir37. Yang kita maksud ialah, Undang-undang tentang penghapusan Tanah-Tanah Partikelir, UU no.1 Tahun 1958 No.22. disini ditentukan bahwa tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw yang merupakan milik seseorang atau suatu badan hukum atau milik bersama dari beberapa orang atau beberapa badan hukum, turut dihapuskan pula, karena dipersamakan dengan tanah partikelir (pasal 1 ayat 2).Undang-Undang Landreform Indonesia: Undang-undang nomor 56 Prp. Tahun 196038. sesuai pula dengan apa yang dijanjikan oleh pembuat UUPA sendiri supaya segera dikeluarkan peraturan tentang pembatasan luas maksimum dan minimum tanah pertanian sebagai dimaksudkan dalam Ps. 17 UUPA makan telah dikelauarkan Perpu no. 56/1960, kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang nomor 56 Prp. Tahun 1960.Kemudian telah dikeluarkan pula suatu instruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria No. Sekra 9/1/2, berhubung dengan pelaksanaan UU tersebut dan disusul lagi dengan Keputusan Menteri Agraria No. SK/978/Ka/1960 tentang penegasan luas maksimum tanah pertanian yang terperinci dan ditetapkan bagi daerah-daerah tertentu.Jika ada pertentangan antara UUPA dan hukum adat, UUPA yang berlaku42. dalam hal ini maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dalam UUPA. Ketentuan-ketentuan ini harus dipandang sebagai yag lebih tinggi dan yang harus diutamakan. Berlakunya hukum adat tidak boleh bertentangan dengan azas-azas yang tertera dalam UUPA ini.RUU Pokok Agraria didasarkan atas sistem hukum adat maupun sitem hukum Barat43. Secara tegas telah dikemukakan dalam RUU tersebut, nahwa diambil bagian-bagian yang baik dari kedua sitem, baik daru hukum adat maupun dari hukum barat. Dengan jelas dinyatakan bahwa hukum agraria yang baru ini akan memuat lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik dari kedua stelsel hukum ini. Dalam penjelasan resmi atas RUU Pokok Agraria ini dikemukakan sebagai contoh, bahwa sifat kebendaan (zakelijk karakter) dari hak-hak yang tertentu dala hubungan perekonomian dan dalam hubungan internasional telah merupakan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan soal kepastian hukum.Hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak-hak kebendaan dan hak-hak pribadi44. Seperti diketahui hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak yang bersifat kebendaan (zakelijk karakter) dan hak-hak yang bersifat pribadi (persoonlijk karakter). Dalam UUPA terdapat perbedaan pengertian-pengertian ini45. Hal ini dapat kita simpulkan dari pasal 20 (perumusan hak milik), pasal 28 (perumusan hak guna usaha), pasal 35 (hak guna bangunan) dan pasal 25 (ketentuan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan). Pasal 33 (ketentuan serupa untuk hak guna-usaha), pasal 39 (idem untuk hak guna bangunan). Dari ketentuan-ketentuan ini jelaslah sudah maksud fihak pembuat UUPA untuk memberikan sifat kebendaan kepada hak-hak tersebut. Hak-hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak-hak ini dapat dibebani dengan tanggungan dan dijadikan jaminan untuk hutang.UUPA mengenal perbedaan antara hak-hak kebendaan dan hak-hak pribadi46. Bahwa pembuat UUPA memang memaksudkan hak-hak yang bersifat sedemikian tatkala menciptakan ketiga hak baru ini.

Pengaruh sistem hukum barat atas UUPA47. Bahwa dalam hal ini pengertian-pengertian tentang hukum adat dari pembuat UUPA telah terpengaruh pula oleh supaya dualisme ini dihapuskan secepatnya. Dirman berpendapat bahwa adalah sebaiknya bilamana diadakan unifikasi di bidang hukum agraria ini. Alasa yang dikemukakan oleh penulis ialah bahwa dalam negara kesatuan Republik Indonesia hatus ada hukum kesatuan juga.Pendapat berlainan: perbedaan kebutuhan hukum51. berlainan dari pada pendapat para ahli yang dikemukakan di atas ini, maka oleh Prof. Dr. Chabot telah dikemukakan bahwa dualisme dibidang hukum agraria dahulu bukan disebabkan karena pertimbangan-pertimbangan diskriminasi. Adanya berbagai macam hak atas tanah, hak-hak yang disandarkan atas hukum barat, disamping hak-hak yang didasarkan atas hukum adat, menrut penglihatan Chabot disebabkan karena adanya perbedaan dalam kebutuhan hukum.Setiap orang bebeas untuk mempunyai hak eigendom52. Orang dari golongan rakyat mana saja diperbolehkan untuk memperoleh hak eigendom atau lain-lain hak atas tanah yang takluk di bawah hukum barat. Sehak dahulu kala terdapat hubungan tanah yang bebas (vrije grondenverkeer). Sejak teori Van den Berg dikesampingkan pada pertengahan abad yang lalu, maka secara leluasa orang-orang dari golongan rakyat yang asli ini dapat menikmati pula hak-hak atas tanah yang didasarkan atas hukum barat. Hal ini merupakan yurisprudensi yang tetap, didukung sepenuhnya oleh communis opinio dari kalangan para sanjana hukum.Perbedaan kebutuhan hukum di kota-kota dan di desa-desa53. ada perbedaan yang besar antara kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang tinggal di kota-kota besar, centra dari lalu-lintas internasional, pusat perdagangan internasional modern, pusat kehidupan ekonomi dan industri, dan kebutuhan-kebutuhan mereka yang tinggal di desa-desa, di pedalaman, petani-petani yang hidup dari pertanian kecil sebagai pencarian nafkah sehari-hari.Dapat dikatakan bahwa kebutuhan di kota-kota besar ini kebutuhan-kebutuhan hukum orang-orang lebih dipenuhi dengan berlakunya hukum barat yagng tertulis seperti tertera dalam Burgerlijk Wetboek serta peraturan-peraturan lainnya. Tetapi, sebaliknya tak dapat disangkal, bahwa untuk daerah-daerah pedalaman, jauh dari centra tempat-tempat tinggal, kebutuhan orang akan lebih dipengaruhi dengan adanya hak-hak adat yang soepel, luwes, tak tertulis dan disesuaikan degna keadaan-keadaan dan kebiasaan-kebiasaan setempat.Aneka warna hukum agraria disebabkan pula oleh perbedaan kebutuhan hukum54. Bahwa dualisme di bidang hukum agraria ini sebagai akibat dari adanya perbedaan dalam kebutuhan hukum, adalah suatu pendapat yang memperlihatkan inti-inti kebernaran.UUPA juga memperhatikan perbedaan kebutuhan hukum55. Dalam pasal 11 ayat 2 kita baca: perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan. Dalam Memori Penjelasan ditegaskan bahwa tujuan pembuatan UUPA dengan mengadakan ayat ini ialah karena penguasa tidak mau menutup mata terhadap masih adanya perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum dari golongan-golongan rakyat.Perbedaan keperluan hukum rakyat kota dan rakyat desa56. Dengan jelas telah dikemukakan bahwa yang didasarkan atas golongan rayat misalnya perbedaan dalam keperluan hukum rakyat kota dan rakyat pedesaan. Dalam hal ini kiranya contoh yang telah kita sajikan tadi untuk melukiskan adanya perbedaan kebutuhan hukum, yakni tentang keadaan orang-orang di kota besar dan di desa pedalaman, adalah sejalan dengan contoh resmi yang dikemukakan oleh pembuat UUPA.Perbedaan antara mereka yang ekonominya kuat dan yang ekonominya lemah57. Selain dari pada perbedaan kebutuhan antara rakyat kota dan rakyat pedesaan oleh pembuat UUPA telah ditunjuk pula kepada takyat yang ekonominya kuat dan rakyat yang lemah ekonominya. Bekenaan denga hal ini telah ditentukan lebih jauh dalam ayat 2 ini bahwa perlindungan terhadap kepentingan golonga yang ekonomis lemah dijamin.

Pelaksanaan unifikasi hukum tidak mudah58. Kami pernah mengemuakan bahwa kami tidak menentang kehendak untuk mengadakan juga unifikasi hukum dilapangan hukum agraria ini. Hanya dalam realisasinya tidak akan mudah. Juga pernah kami mengemukakan bahwa kami tidak menduga bahwa dapat diterima baik unifikasi ini dengan menjadikan berlaku hukum adat untuk hak-hak atas tanah.Ternyata bahwa penglihatan kami ini kurang tepat. Kini kita saksikan bahwa UUPA telah memilih hukum adat sebagai hukum kesatuan yang harus diberlakukan. Benar sekarang ini hukum adat yang dipilih sebagai hukum yang harus belaku untuk hak atas tanah. Tatapi, seperti kita saksikan hukum adat ini berlakunya juga telah dibatasi, perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan berbagai prinsip, harus merupakan hukum adat yang telah disempurnakan.Cita-cita kesedehanaan hukum59. Salah satu tujuan menyatakan berlakunya hukum adat dan dihapuskannya hukum barat dibidang agraria ialah untuk mencapai kesederhanaan hukum dengan adanya suatu macam hukum saja yang berlaku untuk hak-hak atas tanah, kiranya dapat tecapai kesederhanaan di lapangan ini.Ilmu hukum agraria antargolongan60. Dengan adanya aneka warna hukum di bidang hukum agraria ini lahirnya ilmu hukum agraria antar-golongan sebagai salah satu cabang tersendiri dari hukum Indonesia. dengan hapusnya keadaan anekawarna in, alasan hidup untuk ilmu hukum agraria antargolongan turut lenyap pula.Setelah berlakunya UUPA masih ada gunanya61. Masih banyak persoalan-persoalan yang dapat didekati dan diselesaikan dengan mempergunakan hasil-hasil hukum agraria antargolongan ini. Misalkan oleh pembuat UUPA sendiri telah ditegaskan bahwa perbedaan kebutuhan hukum dari pada golongan-golongan rakyat dan masyarakat akan diperhatikan (pasal 11 ayat 2). Ini berarti bahwa masih akan ada tempat bag hukum yang berbeda di bidang agraria ini, walaupn tentunya secara tebatas. Juga dalam pasal-pasal perealihan ditentukan bahwa peraturan-peraturan yang lama, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis., akan tetap berlaku. Hanya peraturan-peraturan yang dipandang bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam UUPA ini dianggap tidak berlaku lagi.

Peraturan tentang permintaan dan pemberian idzin pemindahan hak atas tanah62. pemindahan hak yang dimaksud disini adalah jual beli, termasuk pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan pebuatan lain yang dimaksudkan untuk mengalihkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain. Diperlukan ijin pemindahan hak yang dimaksud di sini adalah atas pemindahan:a. Hak milik atas tanah pertanianb. Hak guna usahac. Hak guna bagunan atas tanah negara, jika dilakukan kepada badan hukum]d. Hak pakai atas tanah negaram jika dilakukan kepada orang asing atau badan hukum, dane. Jika penerima hak ternyata sudah mempunyai 5 bidang tanah atau lebih.Formulir permohonan untuk mendapatkan ijin pemindahan hak menurut Peraturan Menteri Agraria No. 14 tahun 1961 ini dapat dilihat pada lamiran 22a.Bagi pemindahan hak atas tanah yang tidak memerlukan ijin maka penerima hak memberikan pernyataan tertulis mengenai berapa bidang tanah yang sudah dipunyai (lihat formulir dalam lampiran no.24a)Jika penerima hak itu perorangan makan pernyataan tersebut menyenai juga tanah-tanah yang dipunyai oleh istri/suami dan anak-anak yang masih menjadi tanggungannya.Jika permohonan ijin pemindahan hak sebagaiman dimaksdu di atas ditolak, maka penerima hak wajib memindahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pihak yang memenuhi syarat dalam waktu 1 tahun sejak tanggal penolakannya.Peraturan tentang hak tanggungan63. menurut pasal 51 UUPA hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan diatur dengan Undang-undang. Menurut pasal 57 UUPA, selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut belum terbentukm maka yang berlaku ialah peraturan mengenai hipotik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Credietverband diatur dalam S 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan S 1937-190.Menurut pasal 19 Peraturan Pemerintah no. 10 Tahun 1961 (LN 1961-28) setiap perjanjian yang dimaksud meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengansuatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria No.15 Tahun 1961 tantang Pembebanan dan Pendaftaran hipotik dan Credietverband (TLN No. 2347), maka untuk daerah dimana pendaftaran tanah sudah diselenggarakan menurut PP No. 10 tahun 1961 tidak lagi dikenal oerbedaan antara tanah-tanah yang dapat dibebani hipotik dan Credietverband dicabut kembali.Tanah-tanah yang dapat dibebani Credietverband dan hipotik sebagaimana disebut dalam pasal 1 PMA 15 tahun 1961 adalah tanah-tanah hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha yang telah dibukukan dalam daftar buku tanah menurut Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1971, artinya kreditur hanya akan menerima hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan sebagai jaminan kredit.Selain hak itu, misalnya hak pakai dan hak sewa tidak daoat dibebani dengan hak tanggungan. Mengenai yang berwenang membuat aktanya disebut dalam pasal 3 PMA no. 15 tahun 1961 yaitu dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah dari daerah tempatnya letak tanah yang bersangkutan. Peraturan ini mulai berlaku di Jawa dan Madura mulai tanggal 24 September 1961 dan di daerah-daerah lainnya mulai tanggal 1 November 1961.Subyek hipotik dan Credietverband atas tanahSubyek hipotik /credietverband atas tanah ada dua:a. Pemberi hipotik/credietverbandb. Penerima hipotik/credietverbanda. untuk pemberi hipotik atau pemberi credietverband mempunyai subyek yang sama yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah yang dapat dibebani hipotik/credietverband (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan).Apabila pemegang hak itu adalah orang, maka ia dapat bertindak untuk dirinya sendiri atau dapat juga ua memberi kuasa kepada orang lain (biasanya kreditur sendiri) untuk menanda tangani akta hipotik/credietverband atau dengan perkataan lain pemegang hak memberi kuasa memasang hipotik/credietverband.Kuasa tersebut harus dibuat dengan suatu akta otentik. Apabila pemegang hak itu adalah badan hukum, maka pertama-tama harus diperhatikan anggaran dasarnya.b. penerima hipotik/credietverband adalah orang atau badan hukum yang memberikan piutang (kreditur) dimana pembayaran/pelunasannya dijamin dengan membebankan hipotik dia atas tanah tertentu. Tetapi dalam subyeknya penerima hipotik dan penerima credietverband ini terdapat perbedaan. Penerima hipotik subyeknya bisa orang atau badan hukum, baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing atau Badan Hukum Indonesia atau badan hukum asing.Penerima credietverband subyeknya ditunjuk oleh Presiden. Berdasarkan Keputusan Presiden no. 14 tahun 1973, maka yang dapat menjadi penerima credietverband adalah:1. Bank Negara Indonesia 19462. Bank Bumi Daya3. Bank Dagang Negara4. Bank Rakyat Indonesia5. Bank Export Import Indonesia6. Bank Pembangunan Indonesia (UU No. 21 Prp/1960)Tujuan pendaftaran tanah64. Disebabkan oleh perkembangan perekonomian yang pesat dan banyaknya tanah yang tersangkut dalam kegiatan ekonomu. Misalnya jual beli, sewa menyewa, pembebanan hipotik atas tanah yang dijadikan jaminan karena adanya pemberian kredit, maka oleh pembuat UUPA dianggap perlu adanya jaminan kepastian hukum dan kepastian hak dibidang Agraria.Oleh karena itu di dalam pasal 19 UUPA dipertahankan kepada Pemenrintah untuk mengadakan pendaftara tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah.65. Yang dimaksud dengan kewajiban mendaftarkan menurut UUPA adalah:a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanahb. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.Dengan demikian maka pendaftaran ini akan menghasilkan peta-peta pendaftaran, surat-surat ukut (untuk kepastian tentang letak, bats dan luat tanah), keterangan dari subyek yang bersangkutan (untuk kepastian siapa yang berhak atas tanah yang bersangkutan), status dari pada haknya, serta badan-badan apa yang berada di atas tanah hak tersebut dan yang terakhir menghasilkan sertifikat (sebagai alat pembuktian yang kuat).

Peraturan tentang pendaftaran tanah66. peraturan tentang pendaftaran tanah yang baru telah ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah nomor 10 tahn 1961 tentang pendaftaran tanah (LN 1961 no.28, penjelasannya di dalam TLN np. 2171) diundangkan pada tanggal 23 Matet 1961 da mulai berlaku juga pada tanggal diundangkan (lampiran no. 21).Untuk Jawa dan Madura Peraturan Pendaftaran Tanah menurut PP 10 tahun 1963 mulai dilaksanakan pada tanggal 24 September 1961.Untuk daerah luar Jawa dan Madura dilakukan daerah demi daerah disesuaikan dengan persiapan daerah-daerah yang bersangkutan.Bagi daerah yang belum mulai diselenggarakan menurut Peraturan Pemetintah No. 10 tahun 1961 maka dikeluarkan Peraturan Menteri Petanian dan Agraria No. 6 tahun 1964 tentang pendaftaran hak-hak atas tanah di daerah-daerah di mana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 dimana disebut bahwa hak-hak atas tanah bekas hak barat yang didaftarkan menurut Overschrijvings Ordonnantie (S. 1834-27) dan hak-hak lainnya yang didaftarkan menurut Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1959 (TLM no. 1884), yang terletak di daerah-daerah dimana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 (LN 1961-28) mulai tanggal 1 juni 1964 didaftar menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961.Pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pendaftaran Tanah/Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah.Selain hak-hak dimaksud di atas maka didaftarkan juga menurut Peraturan Pemenrintah no. 10 tahun 1961 hak-hak atas tanah yang menurut Surat Keputusan pemberiannya harus didaftarkan menurut Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1969, tatapi pada tanggal 1 Juni 1964 pendaftarannya beluk dilaksanakan.Terhadap hak-hak yang dimaksudkan di atas mulai tanggal 1 Juni 1964 berlaku ketentuan-ketentuan dalam:a. Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961 tentang Permintaan dan Pemberian izin pemindahan hak atas tanah (TLN No. 2364(. (lampiran no.2)b. Peraturan Menteri Agraria No. 15 tahun 1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran hipotik dan Vredietverband (TLN No. 2347).

Peraturan pelaksanaan tentang pendaftaran tanah67. Peraturan-peraturan pelaksanaan PP 10 tahun 1961 yang penting antara lain:a. Peraturan Menteri Agraria no. 10 tahun 1961 tentang Penunjukan Pejabat yang dimaksud dalam pasal 19 Peratuan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya (TLN no. 2344); (terlampir no.21).b. Surat Keputusan Dalam Negeri No. SK 19/DDA/1971 tanggal 3 April 1971 tentang pembentukan panitia ujian PPATc. Peraturan Menteri Agraria no. 11 tahun 1961 tentang Bentuk Akte (TLN no. 2384)d. Peraturan Menteri Agraria no. 14 tahin 1961 tentang Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak Atas Tanah (TLN no. 2346) (lampiran no.22)e. Peraturan Direktur Jenderal Agraria no. 4 tahun 1968 tentang Penyelenggaraan Izin Pemindahan Hak Atas Tanah. (Lampiran no. 23)f. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. SK 59/DDA/1970 tentang Penyederhanaan Peraturan Perizinan Pemindahan Hak Atas Tanah. (lampiran no. 24)g. Peraturan Menteri Agraria No. 15 tahun 1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran Hipotik serta Credietverband (TLN no. 2347)h. Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria no. SK 67/DDA/68 (tanggal 12 Juni 1968), tentang Bentuk Buku Tanah dan Sertifikat Hipotik dan Credietverband.i. Peraturan Menteri Agraria no. 1 tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan.j. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria no. 2 tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah (TLN no. 2508)k. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri no. SK 26/DDA/1970 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah.l. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria no. 6 tahun 1964 tentang Pendaftaran Hak-Hak di daerah-daerah dimana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 161.m. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 14 tahun 1975 tentang pendaaftaran ak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian bangunan yang ada di atas serta penerbitan sertifikatnya.n. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 16 tahun 1975 tentang Penggantian pendaftaran tanah dan pemberian sertifikat dalam tangka pengukuran desa demi desa menuju Desa lengkap sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961.o. Keputusan Menterti Dalam Negeri No. SK. 107/DJA/1975 tentang Pembentukan Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor Sub Direktoran Agraria Kabupaten dan Kotmadya yang belum ada Seksi Pendaftaran Tanahnya.p. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 14 tahun 1977 (tanggal 29 Oktober 1977) tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah mengenai hak tas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya.Pendaftaran sebagai bukti hak yang kuat68. Dalam aya kedua dari pasal-pasal 23, 32, dan 38 ini telah ditentukan bahwa pendaftaran yang dimaksudkan itu merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai lenyapnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Tentang ini diberitahukan dalam Memori Penjelasan, bahwa pendaftaran yang diadakan ini akan bersifat rechtskandaster, yakni arti dari suatu pendaftaran yang bertujuan menjamin kepastian hukumPelaksanaan pendaftaran diatur secara berangsung-angsur69. Pemerintah cukup realistis untuk meyakinkan bahwa tentunya pendaftaran ini tidak diadakan sekaligus dengan serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia. hal ini akan membawa ongkos-ongkos yang luar biasa banyaknya dan tak akan terpikul oleh anggaran belanja. Menurut Direktur Jenderal Agraria Darjono S.H. dengan anggaran yang tersedia dn asumsi kecenderungan serupa untuk tahun-tahun mendatang, pendaftaran tanah di seluruh Indonesia diperkirakan baru bisa selesai tahun 2000. Selanjutnya dijelaskan bahwa wajib daftar pemilikan tanah itu sebenarnya sudah disyaratkan dalam UUPA, salah satu dari Peraturan Perundang-undangan Land Reform. Tetapi karena aparat yang kurang disamping angaran yang belum mencukupi, sebegitu jauh sekitar 68.000 desa di Seluruh Indonesia yang harus diukur dan dipetakan sesuai dengan permintaan UUPA dan PP no. 10 tahun 1961, sampai sekarang baru 20 persen yang sudah terukur dan terdaftar dengan peta pada Direktorat Jenderal Agraria.

Pendaftaran di kota-kota didahulukan70. Pemerintah mengemukakan bahwa pendaftaran tanah-tanah ini akan dilakukan secara berangsung-angsur. Pendaftaran ini akan diselenggarakan dalam praktek dengan mengungat kepada kepentingan serta keadaan Negara dan Masyarakat. Akan diperhatikan pula keperluan lalu-lintas sosial ekonomi. Juga kemungkinan-kemungkinannya berkenaan dengan bidang personal dan pealatannya akan dijadikan bahan pertimbangan. Secara tegas dinyatakan dalam Memori Penjelasan bahwa yang akan didahulukan ialah pendaftaran di kota-kota. Baru kemudian secara lembat laun akan meningkat pendaftaran pada suatu sistem kadaster yang meliputi seluruh wilayah negara. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkian penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Mentri Agraria. (pasal 19 ayat 3 UUPA).

Pendaftaran tanah membawa kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah71. Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak seseorang di atas tanah. Fihak ketiga pun secara mudah dapat melihak hak-hak apa atau beban apa yang terletak di atas sebidang tanah. Dengan demikian terpenuhi syarat tentang pengumuman (openbaarheid) yang merupakan salah satu syarat yang melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan. Hanya dengan adanya sistem kadaster untuk semua hak-hak tanggungan atas tanah, hipotik atau lain-lain hak tanggungan atas tanah tidak anak dilaksanakan dalam praktek bilamana tidak terdapat kewajiban untuk pendaftaran ini.Contoh kesulitan-kesulitan dalam praktek: lembaga erfpacht yang euwigdurend.72. Yang kita maksudkan ialah pengalaman berkenaan dengan usaha pembukaan eeuwigdurende erfpacht. Dengan istilah ini dimaksudkan hak-hak atas tanah yang disediakan oleh pembuat undang-undang bagi orang-orang timur asing atas tanah-tanah partikelir yang telah dibeli kembali oleh pemerintah.Eeuwigdurende erdpacht ini harus didaftarkan karena dalam alan pikiran pembuat undang-undang hak ini dipandang sebaga hal erfpacht yang dikenal dalam Burgerlijk Wetboek. Pencatatan harus dilakukan dalam register-register eigendom. Oleh pembuat undang-undang telah ditentukan bahwa pendaftaran ini dapat dilakukan dengan acara Cuma-Cuma.Kandas dalam praktek73. Dalam prakteknya kita saksikan bahwa cita-cita pembentuk sistem kadaster ini tak dapat terlaksana. Karena pada umumnya tanah-tanah yang bersangkutan hanya merupakan tanah-tanah kecil-kecil yang digunakan sebagai tempat tinggal (woonerven), sedangkan tanah-tanah ini teletak di tengah-tengah tanah-tanah yang takluk di bawah hukum adat (tanpa kadaster_, maka kita saksikan bahwa seringkali pencatatandan balik nama ini tidak dilakukan. Setelah tanah-tanah ini beralih ketangan orang-orang lain, diwarisi antara berbagai ahliwaris secara turun-temurun, masih tidak dilakukan balik nama. Daftar-daftar karenanya menjadi kacau balau. Cita-cita untu k mengadakan kadaster bagi hak-hak khusus ini telah kandas dalam praktek.Pelajaran bagi kita74. Kiranya pengalaman yang pahit ini dapat djadikan pula suatu bahan pelajaran dalam pelaksanaan sistem kadaster untuk seluruh Indonesia yang dikehendaki oleh UUPA.Sanksi pidana atas kelalaian mendaftarkan75. Dalam pasal 52 UUPA telah ditentukan, bahwa dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur soal pendaftaran tanah ini dapat diberikan ancaman pidana atas pelabggaran peraturan. Hukuman kurungan selalma-lamanya 3 bulan dan/atau dendan setinggi-tingginya Rp. 10.000,- dapa dberikan atas kelainan-kelainan dalam hal ini.

Harus ada kewajiban untuk mendaftarkan76. Para pemegang hak-hak bersangkutan harus diwajibkan untuk melakukan pendaftaran ini, baru dengan demikian maka pendaftaran ini akan memberikan kepastian hukum.Biaya pendaftaran tanah77. Guna terwujudnya suatu peraturan yang sederhana dan seragam di bidang penetapan biaya-biaya pendaftaran tanah, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 2 tahun 1978 tentang Biaya Pendaftaran Tanah ditetapkan ada tanggal 17 April 1978 (lihat lampiran no. 25) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1978. Dalam menetapkan besarnya biaya pendaftaran tanah ini, maka perbedaan lokasi obyek kegiatan sangat menentukan yaitu deibedakan dalam 2 daeraha. Daerah perkotaanb. Daerah d luar derah perkotaanDalam peraturan Menteri Dalam Negeri no. 2 Tahun 1980 ini diatur tentang:a. Biaya untuk pendaftaran dan pembuatan sertifikatm serta pencatatan peralihan hak dan lain-lain pencatatan, yang semula diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 41/DDA/1969b. Biaya untuk melihat dan memperoleh keterangan, serta biaya untuk perbuatan kutipan dan salinan, yang semuala diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 49/DDA/1969c. Cara penetapan biaya untuk Pekerjaan Lain-lain yang semual diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/DDA/1969Dasar-dasar hukum agraria nasioal lainnya78. maka dibawah ini akan dilanjutkan tinjauan kita tentang dasar-dasar hukum agrariaDasar kenasionalan79. Dalam konsiderans sudah di kedepankan segi ini. Disinggng bahwa hukum agraria yang lama tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendiri dari pemerintahan jajahan. Untuk sebagian besar politik hukum agraria yang dijalankan dahulu terdorong oleh kepentingan penguasa waktu itu. Oleh karena itu sistem hukum agraria yang diwarisi adalah bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara yang kini bedafa dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Oleh karena hukum agraria iini tidak sesuai lagi dengan kepentingan nasional, maka perlu diadakan suatu hukum agraria nasioanal.Hukum agraria yang memenuhi kebutuhan hkum agraria modern80. Hukum agraria ini harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia dan memenuhi juga keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Jad hukum agraria ini harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan negara Indonesia sebagai suatu negara modern dalam hubungan lalu-lintas internasional dengan negar-negara lain.

Pancasila harus diwujudkan81. Didasarkan perlu pula untuk mengedepankan bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan sendi filsafat negara Pancasila. Hukum agraria nasional ini harus mewujudkan penjelmaan sila-sila: Ketuhanan Yang MahaEsa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Pancasila sebagai azas kerokhanian Negara dan cita-cita bangsa yang tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 perlu merupakan pula dasar utama UUPA ini.Azas Ketuhanan82. Azas Ketuhanan dapat terbayang dari berbagai bagian. Selain dari pada dalam konsideran kita saksikan diberikan tempat pula, misalnya dalam pasal 1 ayat 2. Dalam pasal 5 UUPA yang sudah kita bahas di atas, kita saksikan adanya kententuan bahwa hukum adat adat yang dinyatakan berlaku untuk hukum agraria nasional yang berlaku ini harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Dalam UUPA ini hendak dikemukakan bahwa masih ada tempat bagi faham-faham Ketuhanan dalam rangka usaha sosialisme Indonesia.Kesatuan tanah-air83. Dalam pasal 1 ini dinyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia (ayat 1). Secara resmi dijelaskan bahwa apa yang ditentukan dalam ayat 1 dan 2 dari pasal pertama ini mengemukakan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa di wilayah Indonesia juga menjadi hak bangsa Indonesia sebagai keseluruhannya. Demgam cara berpikir sedemikian dapatlah dikemkakan bahwa tanah-tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau, tidaklah semata-smata manjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Bangsa Indonesia sebagai keseluruhan juga berhak atasnya.Semacam hak ulayat84. Berhubung dengan itu dapatlah diartikan pula hubungan bangsa Indonesia denga bumi, air dan ruang angkasa sebagai merupakan semacam hubungan hak ulayat (beschikkingrecht).Hubungan yang abadi85. Dalam ayat 3 dari pasal 1 ditegaskan lebih jauh bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa yang termaksud tadi adalah suatu hubungan yang abadi. Hubungan yang abadi ini menunjukkan bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka hubungan ini tidak dapat diputuskan. Dalam keadaan yang bagaimana punjuga tidak dapat terputus hubungan ini.Apakah masih ada tempat bagi hak-hak perseorangan?86. Hak milik perseorangan masih tetap diakui dalam UUPA. Tatkala Menteri Agraria Mr. Sadjarwo memberi ceramah di Sumatera Utara tentang Undang-Undang Pokok Agraria pada permulaan bulan November 1960, talah diutarakan pula secara tegas beliau, bahwa dalam UUPA ini masih diakui hak milik perseorangan. Dengan adanya ketentuan-ketentuan ini, maka tidaklah beralasan untuk mengemukakan bahwa UUPA ini didasarkan sama sekali atas dasar-dasar komunistis.Hak ulayat bukan hak milik87. Hubungan hak ulayat yang dikenal dalam hukum adat ini tidklah merupakan hubungan milik. Menurut hukum adat ini dalam rangka hal ulayat dikenal adanya hak milik perseorangan. Hanyak hak milik ini seolah-olah dikekang oleh hak ulayat.Juga dalam UUPA dikenal ketentuan-ketentuan tentang hak milik ini. Ada hak milik dari perseorangan dan juga hak milik yang dipunyai secara milik bersama dengan orang-orang lain (pasal 2 jo. 20). Hak milik ini mungkin dikenal diatas sebagian dari pada bumi Indonesia. dalam UUPA hanya dipersoalkan tentang hak milik di atas tanah, yakni yang merupakan permukaan bumi menurut penjelasan dari pembuat UUPA.Hak-hak perseorangan atas tanah.88. Bukan hanyak hak mlik yang dapat dipunyai oleh peseorangan di atas tanah. Hak milik ini menurut perumusannya merupakan hak turun temurun yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Teteapi di samping hak milik ini, masih dapat dipunyai lain-lain hak yang tidak sekuat dan sepenuh hak milik. Hak-hak yang sifatnya agak kurang penuh ini adalah hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa dan lain-lain hak yang mungkin diadakan dengan Undang-undang lain (pasal 4 jo. 16).Hubungan antara hak negara dan hak-hak perseorangan89. Kita akan tinjau lebih lanjut hubungan antara negara dan hak-hak di atas tanah.

Azas domein negara90. Dalam sistem hukum agraria Hindia Belanda azas domein (domeinbeginsel, domeinleer) dijadikan pegangan resmi oleh penguasa. Menurut azas domein ini maka semua tanah yang oleh fihak lain tidak dibuktikan hak eigendom adalah domein (milik) negara. Seperti di atas telah dikemukakan pada waktu dibicaraka tentang peraturan-peraturan lama yang dihapuskan denga berlakunya UUPA, maka tentang teori domein ini pendapat para sarjana hukum di Indonesia tidak merupakan suatu kebulatan. Sedari dahulu teori domein ini telah diperdebatkan dikalangan para sarjana hukum Indonesia.Teori domein dilepaskan dalam UUPA91. Dalam UUPA secara tegas ditentukan, bahwa teori deomein dilepaskan. Azas domein ini dipandang sebagai dasar daripada perudang-unganan agraria pemerintah jajahan. Yang dimaksud dengan azas domein ini ialah semua tanah yang pihak lainnya tidak dapat membuktukan, bahwa tanah itu tanah eigendom(nya) adalah domein negara. Sekarang azas domein ini tidak dikenal lagi dalam UUPA. Dikemukakan, bahwa azas domein ini adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia. azas ini pun dipandang tidak sesuai dengan azas negara yang merdeka dan modern.Alasan-alasan pencabutan azas ini.92. Azas ini tidak sesuai dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan azas dari negara yang merdeka dan modern. Lain dari pada itu azas domein ini juga tidak perlu dan tidak pada tempatnya. Dalam Undang-undang Dasar telah ditentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat2).Negara sebagai Badan Penguasa93. Negara bertindak selaku Badan Penguasa. Pikiran yang serupa dapat kita saksikan dari susunan kata-kata dalam pasal 33 ayat 3 dari pada UUD tersebut. Dan susunan kata-kata yang serupa dapat kita saksikan diulang pula dalam pasal 2 UUPA ayat 1 dari pasal 2 ii pun mengemukakan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluaruh rakyat. Dengan adanya pendirian ini tidaklah diperlukan oleh negara untuk bekerja degnan perngertian milik, seperti halna dengan teori domein.

Apa artinya istilah Dikuasai?94. Dalam UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai dari Negara ini memberi wewenang untuk melakukan berbagai persediaan berkenaan dengan tanah. Pemerintah sebagai wail negara dapat mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Juga penyelenggaraan sesuatu ini termasuk kekuasan pemerintah (ayar 2 sub a dari pasal 2 UUPA).Hubungan antara orang dan tanah.95. Di samping itu pemerintah dapat pula menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa (ayat 2 sub b dari asal 2 UUPA). Berdasarkan ketentuan ini pemerintah dapat menetapkan hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh seseorang. Dalam rangka ini pun harus kita lihat berbagai ketenteuan tentang hak-hak perseorangan atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. Misalnya bab II dari UUPA yang mengatur hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa serta pendaftaran ini dapat diambil sebagai contoh dari apa yang merupakan wewenang negara berdasarkan ayar 2 sub b dari pasal 2 UUPA. Dalam pasal 4 UUPA telah dijelaskan lebih jauh apa yang disebut dalam pasal 2 ayat 2 sub b tersebut. Di dalam pasal 4 ini ditentukan tentang hak menguasai dari negara untuk menentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah.

Perbuatan-pebuatan hukum mengenai tanah96. Penguasa juga diberi wewenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa (pasal 2 ayat 2 sub c)Syarat-sayarat untuk dapat mempunyai hak-hak atas tanah97. Misalnya peraturan-peraturan yang berkenaan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat memperoleh hak-hak di atas tanah seperti antaranya syarat kewarganegaraan RI yang tunggal (untuk hak milik dalam pasal 9, 21; hak guna usaha dalam pasal 30; hak guna bangunan dalam pasal 36). Berkenaan dengan pasal-pasa ini ditentukan bahwa hanya warganegara RI yang tunggal saja yang dapat memperoleh hak-hak baru atas tanah ini dengan jalan peralihan hak karena jual-beli, penukaranm penghibahan, pemberian dengan wasiat (pasal 26 untuk hak milik).

Hak-hak tanggungan atas tanah98. Pasal 25 menentukan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (pasal 25; ketentuan-ketentuan serupa untuk hak guna usaha dalam pasal 33, untuk bangunan). Dalam pasal 51 ditentukan lebih jauh bahwa segala sesuatu ini akan diatur tersendiri dengan undang-undang pelaksanaan. Untuk sementara waktu, selama belum ada undang-undang tersendiri ini maka berlakulah peraturan-peraturan yang lama berkanaan dengan hipotik dan credietverband.Prinsip-prinsip landreform99. Bahwa menurut UUPA si pemilik tanah yntuk pertanian pada azasnya diwajibkan untk mengusahakannya sendiri secara aktif (prinsip landreform) pasal 10. Disini juga dapat dimasukkan ketentuan tentang usaha bersama di bidang agraria yang harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya (pasal 12 ayat 1). Usaha pemerintah supaya segala seseuatu usaha agraria diatur hingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat (pasal 13) juga dapat dididasarkan atas ketenruan dalam pasal 2 ayat 2 sub c ini. Juga penggunaan tanah diatur oleh pemerintah supaya dapat dicapai hasil sebanyak-banyaknya.Untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat100. Wewenang yang diberikan kepada penguasa di bidang agraria ini harus dikerahkan supaya tercapai satu tujuan, yakniuntuk mencapai sebesar-besarnya kemakmran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (pasal 2 ayat 2 dan 3 UUPA.Segi-segi idealistis dalam UUPA101. Kita saksikan di sini bahwa berbagai kata-kata yang bersifat idiil telah dipergunakan oleh pembuat undang-undang. Satu dan lain sesuai dengan lain-lain bagian dari UUPA yang tidak mengabaikan segi-segi idealistis ini (misalnya konsiderans dan pasal 1 yang mengkedepanka bahwa bumi, air dan ruang angkasa Indonesia yang kaya raya adalah sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa dan sebagainya)Negara R.I; negara hukum102. Juga telah dikemukakan lagi dalam peraturan hukum positif bahwa Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum (reschsstaat)

Luasnya kekuasaan negara103. Kekuasaan negara yang dimaksud dalam pasal 2 ni mengenai semua bumi, air dan ruang angkasa. Jasdi kekuasaan ini mengenai baik tanahtanah yang sidah dihaki oleh seseorang maupun yang tidak.Tanah yang sudah dipunyai orang104. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan suatu hak dibatasi oleh isi dan hak itu.Tanah yang belum dipunyai orang105. Tanah-tanah ini dapat diberikan oleh negara kepada seseorang atau badan hukum dengan suatu hak tertentu. Hak-hak ini akan disesuaikan denga peruntukan dan keperluannya.Delegasi kekuasaan106. Pemberian kepada Badan Penguasa ini ialah untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing. Hal ini dinyatakan dalam ayat 4 dari pasal 2 yang berbunyi: hak menguasai dari Negara tersebur diatas pelaksanaannya dapat dikuasai kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.Pembatasan oleh hak ulayat107. Mengenai hubungan antara hak ulayat dan hak menguasai dari negara ini sudah diadakan tinjauan tersendiri di atas (waktu membicarakan pembatasan-pembatasan terhadap hukum adat).Kearganegaraan dan hak-hak atas tanah108. berkenaan dengan azas kenasionalan yang dijadikan dasar oleh UUPA ini perlu kita tunjuk pula pada ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat yang dkperlukan untuk dapat mempunyai hak-hak baru atas tanah yang bersifat kebendaan.Hanya WNI dapat mempunyai hak-hak kebendaan atas tanah109. Hanya warganegara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 1 UUPA jo. Pasal 9). Hak milik ini merupakan hak yang terpenuh dan terkuat atas tanah maka ditentukan bahwa hak ini disediakan bagi warganegara saja. Orang-orang asing tidak diperbolehkan untuk mempunyai hak milik ini.Ketentuan ini sesuai dengan hukum Internasional110. Ketentuan semacam ini juga dikenal dalam hukum pertanahan dari berbagai negara. Hukum internasional yang berlaku sekarang ini tidak mengenal azas bahwa orang asing harus sewajarnya diperbolehkan untuk memperoleh tanah (benda-benda tetap).Larangan pemindahan hak kepada orang asing111. Karena orang asing tidak diperbolehkan untuk mempunyai hak milik atas tanah, maka pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang. Dalam pasal 26 ayat 2 ditentukan bahwa tidaklah boleh dipindahkan hak milik kepada seorang asing dengan jalan jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik.Peraturan-peraturan lama sebagai contoh112. Perumusan yang serupa ini pernah kita temukan pula dalam rangka perundang-undangan agraria yang lama. Dalam larangan pengasingan tanah S. 1875-179 telah dinyatakan pula bahwa prang bukan golongan rakyat Indonesia tidak mungkin memperoleh tanah Indonesia (tanah-tanah di bwah hukum adat) dengan jalan pengasingan. Tetapi larangan pengasingan tanah dari tahuk 1875 itu bekerja dengan pengertian golongan rakyat (bevolkingsgroe) dan tidak dengan pengertian kewarganegaraan.Perumusan UUPA lebih jelas113. Perumusan dari UUPA ini juga lebih terang dan lebih baik susunannya daripada perumusan yang digunakan dalam larangan pengasingan tanah.Perbuatan yang secara tidak disengaha mewujudkan peralihan hak114. Tidak demikian halnya dengan perbuatan-perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 21 ayat 3. Pewarisan-tanpa-wasiat, pencampuran harta karena perkawinan atau kehilangan status kewarganegaraan RI merupakan tindakan-tindakan yang tidak langsung ditujukan ke arah pemindahan hak milik atas tanah. Hal ini disimpulkan dari apa yang ditulis dalam pasal 26 ayat 2. Dalam ayat ini kita saksikan bahwa yang disebut sebagai perbuatan-perbuatan terlarang ialah tindakan-tindakan yang dengan sengaja diadakan khusus untuk mengalihkan hak milik kepada seorang asing.Perbuatan yang secara tidak langsung dimaksudkan untuk peralihan hak115. Perbuatan yang secara tidak langsung dimaksudnkan untuk mengalihkan hak milik kepada orang asing adalah tindakan-tindakan dangan mempergunakan kedok (stoomannen atau stroovrouwen).Kaidah pencerminan116. Dari susunan kata-kata yang dipergunakan dalam pasal 26 ayat 2 ini dapat kita menyimpulkan adanya ketentuan (yang tidak tertulis) bahwa perbuatan-perbuatan yang secara tidak sengaja mewujudkan hak milik atas tanah adalah tidak terlarang. Suatu kaidah tertulis (pasal 26 ayat2) mencerminkan kaidah tak tertulis. Inilah apa yang dalam ilmu hukum antargolongan terkenal dengan istilah kaidah pencerminan (Spiegelregel)Peranan ilmu hukum antargolongan117. Dalam bagian-bagian UUPA ini juga nampak adanya pengaruh hasil-hasil penyelidikan di bidang hukum antargolongan.Pengoperan ketentuan-ketentuan antar golongan dari perundang-undangan lama118. Ketentuan-ketentuan seperti tertera dalam pasal 26 ayat 2 dan pasal 21 ayat 3 nyatanya diambil oper dari apa yang dicantumkan dalam pasal 12 dari S. 1912-422, Peraturan Tanah Partikelir sebelah Barat Cimanuk. Dalam pasal ini diatur hak usaha di atas tanah-tanah partikelir. Ketentuan dalam peraturan tanah partikelir ini nyatanya telah diambil sebagai peganagan untuk pasal 21 ayat 3 UUPA. Demikian halnya dengan pasal 23 ayat 2 UUPA. Pasal 12 ayat 7 nampaknya dijadikan contoh. Pasal ini menentukan bahwa tiap Indonesia kepada orang bukan golongan rakyat Indonesia adalah batal menurut hukum.Pengaruh ilmu hukum agraria antara sesama WNI karena keturunan120. Dalam UUPA tidak nampak lagi adanya perbedaan antara sesama warganegara. Hal ini nyata pula dari ketentuan-ketentuan lain dalam UUPA. Pasal 9 ayat 2 mengemukakan bahwa tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarga.WNI ialah WNI-tunggal120a. Mereka yang berstatus WNI, tetapi disampingkan itu masih mempunyai kewarganegaraan lain dalam berbgai hal dipersamakan dengan orang asing dalam UUPA ini. Bagi mereka yang di samping berkewarganegaraan RI masih berkewarganegaraan RRC diberikan waktu 2 tahun (sampai Januatri 1962) untuk melepaskan kewarganegaraan RRC tersebut. Jika tidak dipergunakan kesempatan ini dalam hangka waktu 2 tahun tersebut, barulah mereka kehilangan status WNI mereka, baik menurut UU Kewarganegaraan RI no. 62 maupun menurut UU no. 2 tahun 1958.Fihak yang ekonomis lemah tetap diperlindungi121. mereka yang terhitung ekonomisn lemah masih perlu dapat perlindungan. Untuk ini akan diadakan peraturan tersendiri (pasal 26 ayat 1 UUPA). Dengan demikian diharapkan agara supaya fihak yang benar-benar lemah ekonomisnya tidak menjadi korban dari maereka yang ekonomisnya kuat.

Pengawasan atas peralihan hak milik122. Pemerintah agar supaya melakukan pengawasan yang sebaik-baiknya atas tiap-tiap peralihan hak setelah tanggal 24 September 1960 (tanggal mulai berlakunya UUPA). Diusulkan agar supaya dilarang saja semua perlihan hak milik.Pemerasan harus dicegah123. Segala usaa di bidang agraria yang mengakibatkan bahwa orang-orang lain diperas, adalah bertentangan dengan jiwa pembuat UUPA. Penguasa atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas harus dicegah. Pemerasan ini adalah bertentangan dengan azas keadilah sosial dan perikemanusiaan.Usaha bersama berdasarkan kepentingan bersama124. Usaha bersama di bidang agraria harus berdasarkan atas kepentingan bersama. Segala sesuatu ini harus disesuaikan pula dengan kepentingan nasional (pasal 12 ayat1)

Monopoli swasta tidak diperbolehkan125. Fihak swasta tidak boleh bermonopoli di bidang agraria. Tetapi bukan usaha swasta yang memonopolitis saha yang dicegah. Juga harus dilihat supaya usaha-usaha pemerintah yang monopolistis tidak merugikan rakyat. Karena penyelenggaraan usaha-usaha pemerintah yang bersifat monopoli hanya dapat berlangsung dengan adanya undang-undang (pasal 12 ayat 3).UUPA hanya memuat garis-garis pokok saja126. Yang ditentukan oleh pembuat undang-undang dalam UUPA hanya merupakan garis-garis besar saja dari apa yang merupakan pokok-pokok dan sendi-sendi perundang-undangan agraria yang baru ini. Segala sesuatu memerlukan peraturan-peraturan lainnya sebagai peraturan pelaksanaan-pelaksanaan dan peraturan-peraturan yang memberu ini kepada garis-garis pokok yang tercantum dalam UUPA ini.Masih berlakunya benyak peraturan pelaksanaan127. Dalam UUPA ini sendiri kita saksikan bahwa berkali-kali ditunjukan kepada berbagai peraturan-peraturan yang masih harus diciptakan. UUPA sendiri hanya merupakan dasar bagi penyusunan agraria nasional kelas.Larangan pemilikan tanah pertanian secara guntai (absentee)128. Dalam pasal 10, yakni tentang prinsi bahwa pada azasnya tanah untuk pertanian wajib diusahakan dan dikerjakan oleh sipemilik sendiri, memerlukan peraturan perundang-undangan pelaksanaan (pasal 10 ayat 2). Oleh karena itu diadakan ketentuan-ketentuan untuk menghapuskan tanah pertanian secara guntai (absentee) yaitu pemilikan tanah yang letaknya di luar daerah tempat tinggal sipemilik (pasal 3 peraturan pemerintah no. 224 tahun 1960 yo. Pasal I Peraturan Pemerintah 41 tahun 1964).Peraturan tentang hubungan hukum antara orang dan tanah129. hubungan hukum antara orang dan tanah harus diatur sedemikian rupa hingga dicegah pemerasannya. Penguasa atas kehidupan dan pekerjaan orang yang melampaui batas perlu dicegah. Hal ini memerlukan undang-undang pelaksanaan tersendiri (pasal 11 ayat 1).

Peraturan tentang monopoli pemerintah130. Pemerintah adalah instasi satu-satunya yang diperbolehkan untuk mengusahakan sesuatu di lapangan agraria yang bersifat monopoli. Untuk ini diperlukan perundang-undangan sendiri (pasal 13 ayat 3).Rencana umum semesta131. Pemerintah akan membuat undang-undang tersendiri yang memuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa (pasal 14 ayat 1).Peraturan tentang penghapusan Pengadilan Landreform132. Berhubung pasal 7 UU no. 56 tahun 1960 tidak saja mengenai pengembalian tanah gadai dalam rangka landreform, tetapi juga berlaku untuk pengembalian tanah gadai pada umumnya serta oleh karena kaburnya batas wewenang Pengadilan Landreform dan Pengadilan Negeri mengenai perkara-perkara gadai tanah pertanian, maka menurut Mahkamah Agung dengan ketetapannya no. 6/KM/845/MA. III/67, tanggal 12 Juni 1967 tentang Pedoman Penyelenggaraan Landreform, dibedakan antara wewenang Pengadilan Landreform yang mengatur perkara-perkara pengembalian gadai tanah pertanian yang timbul dalam rangka pelaksanaan UU no. 56 Prp tahun 1960 saja. Sedangkan mengenai perkara-perkara gadai tanah lainnya menjadi wewenang Pengadilan Negeri.Peraturan tentang pencabutan hak133. Pencabutan hak-hak atas tanah dapat dilakukan oleh negara bilamana demi kepentingan umum. Pencabutan hak ini disertai pemberian ganti rugi kerugian. Pengaturannya diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.Peraturan tentang badan-badan hukum134. Menurut Peraturan Pemerintah no. 38 tahun 1963 tentang penunjukan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, ialah:a. Bank-bank yang didirikan oleh negarab. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan atas Undang-Undang no. 79 tahun 1958 (LN tahun 1958 no. 139)c. Badan-badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertaian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agamad. Badan-badan Sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.Peraturan tentang terjadinya hak milik135. Hak-hak atas tanah takluk kepada hukum adat. Terjadinya hak milik juga berlangsung menurut ketentuan-ketenruan hukum adat. Teteapi Pemerintah akan memberikan peraturan-peraturan tersendiri tentang ini dengan Peraturan Pemerintah (pasal 22 ayat 1).Peraturan tentang pemakaian tanah oleh bukan pemiliknya136. Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya akan dibatasi. Sesuatu ini akan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri (pasal 24).Peraturan tentang pengawasan transaksi-transaksi hak milik137. Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat pemberian menurut adat dan lain-lain perbuatan yang dimaksudkan untuk pengalihan hak milik akan diawasi. Untuk ini diperlukan peraturan pemerintah tersendiri (pasal 26 ayat 1).Peraturan tentang akibat-akibat kehilangan syarat-syarat sebagai pemilik138. Apabila seorang pemilik tanah tidak memenihi syarat lagi untuk mempunyai tanah milik tersebut, maka ia wajib melepaskannya dalam waktu satu tahun. Jika ia lalai untuk melakuakan hal itu, maka hak nya akan batal. Tetapi hak-hak pihak lain di atas tanah tersebut akan diindahkan. Segala sesuatu ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (pasal 30 ayat 2).Peraturan tentang pembukaan hutan139. Dalam hukum adat dikenal kemungkinan untuk membuka hutan dan memungut hasil hutan. Hal-hal ini menurut UUPA hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia. Suatu peraturan Pemerintah tersendiri akan mengatur hal ini (pasal 46), misalnya tentang Hak Pengusahaan Hutan.Peraturan tentang hak guna-air dan hak guna-angkasa140. Juga hak guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan akan diatur lebih jauh dengan peraturan pemerintah (pasal 47 ayt 2). Demikian pula halnya dengan hak guna-ruang-angkasa (pasal 48 ayat 2).

Peraturan tentang hak-hak atas tanah141. Hak milik hanya ditentukan garis-garis besarnya dalam UUPA. Apa yang merupakan isi lebih jauh daripada hak ini akan diataur dalam undang-undang tersendiri (pasal 50 ayat 1 yo. 56). Juga hak-hak lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan memerlukan peraturan-peraturan pelaksanaan lebih jauh. Untuk ini cukup diadakan peraturan perundangan (pasal 50 ayat 2).Pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah142. Pada prinsipnya wewenang pemberian hak atas tanah ada pada Menteri Dalam Negeri yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Agraria, tatapi dalam batas-batas tertentu dapat dilmpahkan kepada Gubernut/Kepala Daerah.Syarat-syarat pemberian hak atas tanah antara lain:143. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan penerima hak diharuskan untuk:a. Memberi batas/tanda-tanda tanahnya serta memelihara dengan baikb. Membayar uang pemasukan yang harus disetorkan pada Kas Negara atas nama mata anggaran Direktoran Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri dalam waktu yang telah ditentukan dalam surat Keputusan Pemberian Hak tersebutc. Membayar dana Landreform yang harus disetorkan kepada Bank Rakyat Indonesia atas Rekening Yayasan Dana Landreformd. Hak tersebut di atas harus didaftarkan pada Sub. Direktorat Agraria Seksi Pendaftaran Tanah setempat dalam waktu 3 bulan setelah uang pemasukan dibayar. Kalau jangka waktu habis dan belum selesai maka dapat diajukan perpanjangan jangka waktue. Surat Keputusan Pemberian Hak tersebut batal kalau dalam waktu tesebut di atas syarat-syaratnya tidak terpenuhi.Wewenang Gubernur/Kepala Daerah144.A. Atas tanah Hak MilikMemberi keputusan mengenai(a) Permohonan memberikan hak milik atas tanah negara dan menerima pelepasan hak milik yang luasnya:a.1. untuk tanah pertanian tidak lebih dari 20.000 m3a.2. untuk tanah bangunan/perumahan tidak lebih dari 2.000 m3(b) Permohonan penegasa status tanah sebagia hak milik dalam tangka pelaksanaan Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.(c) Permohonan pemberian hak milik atas tanah negara:c.1. Kepada pata transmigranc.2. Dalam rangka pelaksanaan landreform kepada petani penggarapc.3. Kepada para bekas gogol tidak tetap, sepanjang tanah itu merupakan bekas gogolan tidak tetap.

B. Atas tanah Hak Guna UsahaMemberi keputusan mengenai permohonan pemberian, perpanjangan waktu atau pembaharuan ijin pemindahan dan menerima peleasan hak guna usah atas tanah Negara, jika:a. Luas tanahnya tidak melebihi dari 25 hab. Peruntukan tanahnya bukan untuk tanaman kerasc. Perpanjangan jangka waktu tidak lebih dari 5 tahunC. Atas tanah Hak Guna Bangunan.Memberi keputusan mengenai permohonan pemberian, perpanjangan/pembaharuan dan menerima pelapasan hak guna bangunan atas tanah Negara kepada Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang bukan bermodal asing yang:a. Luas tanahnya tidak lebih dari 2.000 m2b. Jangka waktunya tidak lebih dari 20 tahun.D. Atas tanah Hak PakaiMemberikan keputusan mengenai:a. Permohonan, pemberian, perpanjangan/pembaharuan dan menerima hak pakai atas tanah Negara kepada/oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang bukan bermodal asing yang:a. 1. Luas tanahnya tidak lebih dari 2.000 m2a. 2. Jangka waktunya tidak melebihi 10 tahunb. Permohonan pemberian hak pakai atas tanah Negara, yang akan dipergunakan sendiri oleh suatu Departemen/Direktoran Jederal, Lembaga-lebaga Negara Non epartemen atau Pemerintah Daerah.Wewenang Bupati/Walikota Kepala Daerah145.A. Atas tanah Hak MilikMemberikan keputusan mengenai permohonan ijin untuk memindahkan hak milik.B. Atas tanah Hak Guna BangunanMemberikan keputusan permphonan ijin untuk memindahkan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara kepada warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang bukan bermmodal asing.C. Atas tanah Hak PakaiMemberi keputusan mengenai permohonan ijin untuk memindahkan Hak Pakai atas tanah negara kepada Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesai yang bukan bermodal asing.D. Atas ijin membuka tanahMemberikan keputusan mengenai ijin untuk membuka tanah jika luasnya lebih dari 2 hektar, tatapi tidak lebih dari 10 hektar.Wewenang Kepala Kecamatan146. Kepala Kecamatan memberikan keputusan mengenai ijin membuka tanah jika luasnya tidak lebih dari 2 hektar dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Desa yang bersangkutan atau Pejabat yang setingkat dengan itu.Wewenang Menteri Dalam Negeri147. Menteri Dalam Negeeri memberi keputusan mengenai permohonan pemberian perpanjangan/pembaharuan, menerima pelepasan, ijin pemindahan serta pembatalan: Hak milik Hak guna usaha Hak guna bangunan Hak pakai Hak pengelolaan Hak penguasaan Ijin membuka tanah negara, yang wewenangnya tidak dilimoahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota Kepala Kecamatan.Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan sesuatu hak atas tanah yang berakibat batalnya setifikat.HAK ATAS TANAH KONVERSI HAK BARAT148. Dasar HukumLahirnya UUPA pada tanggal 24 September 1960 menghapuskan sistem dualisme di bidang hukum Agraria yaitu antara tanah-tanah yang didasarkan pada hukum adat (tanah Indonesia) disatu pihak dan tanah-tanah yang didasarkan pada hukum barat.Untuk unifikasi dalam hukum Agraria ini, maka diatur oleh UUPA didalam Bab II ketentuan-ketentuan konversi sebagai berikut:PasalHak BaratDikonversi menjadiSubjekJangka Waktu

I. 1Hak EigendomHak milika. Warga negara Indonesia tunggalb. Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah: Bank-bank negara Koperasi pertanian Badan-badan hukum: Badan-badan sosial Badan-badan agamaSelama-lamanya

I. 2Hak EigendomHak pakaiPerwakilan asing yang dipergunakan kediaman Kepada Perwakilan dan Gedung KedutaanSelama tanah dipergunakan untuk keperluan tersebut.

I. 3Hak Eigendom kepunyaan orang asing, dwi kewarganegaraan dan badan-badan hukum yang ditujukan oleh pemerintahHak guna bangunan Warga negara Indonesia yang tunggal Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia20 tahun

I. 4Hak Eigendom dibebani dengan hak Opstal dan hak ErfpachtHak guna bangunanPs. 36 UUPASelama sisa waktu hak Opstal/Erfpacht tersebut max. 20 tahun

I. 5Hak Eigendom tersebut dalam ayat 3 pasal ini dibebani dengan hak Opstal dan hak ErfpachtUntuk pemerintahan dikonversi menjadi hak guna bangunanAtas nama bekas pemegang hak Opstal/Erfpacht 20 tahun sejak UUPA Sisa waktu hak Opstal/Erfpacht

III Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar Hak Erfpacht untuk pertanian kecil Hak guna usaha HapusPs. 30 UUPAYang sudah habis waktunya menjadi Hak Pakai

IVPemegang Concensie dan sewa untuk perusahaan kebun besar Hak guna usaha (dalam waktu 1 tahun sejak UUPA)Ps. 30 UUPALalai atau tidak memenuhi syarat-syarat: Berlangsung terus selama sisa waktu max. 5 tahun Sesudah itu hapus

VHak Opstal dan hak Erfpacht untuk perumahan atas tanah negaraHak guna bangunanPs. 36 UUPABerlangsung selama sisa waktu, max. 20 tahun.