makalah teori hukum (reforma agraria

57
PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIA MELALUI REFORMA HUKUM AGRARIA DAN PENGADILAN AGRARIA DALAM DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh : M. Rainoer A. PENDAHULUAN Indonesia termasuk salah satu negara yang bersifat agraris, ini ditandai dengan pertanian sebagai salah satu sektor yang menjadi basis perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dipahami dari kenyataan empiris yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian, baik sebagai petani yang memiliki tanah maupun petani yang tidak mempunyai tanah (buruh tani). 1 Masalah ketersediaan akses terhadap tanah hingga saat ini masih merupakan isu penting di Indonesia, yang dicirikan dengan terjadinya ketimpangan dalam alokasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah antar sektor 1 Nyoman Budijaya, Tinjauan Yuridis Tentang Redistribusi Tanah Pertanian Dalam Pelaksanaan Landreform, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm.1. 1

Upload: lisanhal

Post on 30-Nov-2015

1.337 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIA MELALUI REFORMA HUKUM AGRARIA DAN PENGADILAN

AGRARIA DALAM DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Oleh : M. Rainoer

A. PENDAHULUAN

Indonesia termasuk salah satu negara yang bersifat agraris, ini ditandai

dengan pertanian sebagai salah satu sektor yang menjadi basis perekonomian

masyarakat. Hal ini dapat dipahami dari kenyataan empiris yang menunjukkan

bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di

bidang pertanian, baik sebagai petani yang memiliki tanah maupun petani yang tidak

mempunyai tanah (buruh tani).1

Masalah ketersediaan akses terhadap tanah hingga saat ini masih merupakan

isu penting di Indonesia, yang dicirikan dengan terjadinya ketimpangan dalam

alokasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah antar sektor khususnya

antar sektor pertanian dan non pertanian, yang berdampak kepada penyusutan tanah

pertanian terutama tanah pertanian tanaman pangan. Selain itu, mengingat mayoritas

masyarakat Indonesia berprofesi petani, maka penyusutan tanah tersebut akan

berdampak kepada terjadinya pengangguran secara massal tenaga kerja pertanian.2

Penduduk Indonesia yang saat ini populasinya sudah mencapai di atas 250

(duaratus limapuluh juta) jiwa, dan menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS),

1 Nyoman Budijaya, Tinjauan Yuridis Tentang Redistribusi Tanah Pertanian Dalam Pelaksanaan Landreform, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm.1.2 Ibid.

1

Page 2: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

menunjukkan bahwa kemiskinan paling banyak dialami penduduk Indonesia ada di

wilayah pedesaan yang pada umumnya adalah petani. Hal ini terutama disebabkan

banyaknya rakyat kecil yang tidak memiliki tanah dan lemahnya akses masyarakat

terhadap sumber-sumber ekonomi dan sumber-sumber politik termasuk yang

terutama adalah tanah.3 Ditinjau dari titik padang ekonomi, pemilikan tanah sempit

misalnya kurang dari 0,25 ha menyebabkan petani tidak dapat menyadap manfaat

ekonomi dari perluasan skala ekonomi. Akibatnya, biaya produksi rata-rata untuk

suatu komoditas pada usaha tani bertambah sempit pada umumnya lebih besar dari

biaya produksi usaha tani bertambah luas, sehingga usaha tani yang sempit

menyebabkan pendapatan usaha relatif menjadi rendah.4

Dari masalah ketersediaan akses terhadap tanah, kemudian melahirkan

sengketa tanah yang sangat beragam bentuknya. Ketimpangan penguasaan,

pemilikan dan pengelolaan sumber-sumber agraria (tanah dan sumberdaya alam

lainnya) telah mengakibatkan sengketa-sengketa agraria atau lazim disebut konflik

agraria yang berkepanjangan di berbagai titik di wilayah Indonesia, yang akhirnya

berujung pada kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Istilah hak-hak asasi manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan

sebutan sebagai berikut : droit de l’home (Perancis) yang berarti hak manusia, human

3 Joyo Winoto, Reforma Agraria dan Keadilan Sosial, disampaikan dalam rangka Dies Natalis Universitas Padjajaran ke 50, Bandung, 10 September 2007.4 Lutfi I. Nasution, Beberapa Masalah Pertanahan Nasional dan Alternatif Kebijaksanaan Untuk Menanggulanginya, dalam Masalah Tanah Semakin Meningkat, Analisis CSIS Tahun XX, Nomor 2 Maret April 1991, hlm.115.

2

Page 3: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

right (Inggris) antau mensen rechten (Belanda), yang dalam bahasa Indonesia disalin

menjadi hak-hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.5

Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang

secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini

mengandung arti bahwa HAM merupakan karunia Alloh Yang Maha Pencipta

kepada hambanya. Mengingat HAM itu adalah karunia Alloh, maka tidak ada badan

apapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak

ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan

apapun yang boleh membelenggunya.6

Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan legitimasi

yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional maupun

internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap

HAM, hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Gagasan HAM yang bersifat

teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling hakiki dalam kehidupan

manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat sekuler dan

positivistik, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan

dalam mengatur kehidupan manusia.7

5 Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD’ 45 dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.  83.6 Pengertian yang hampir sama juga dinyatakan dalam Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang diuraikan dalam lampiran ketetapan ini berupa naskah Hak Asasi Manusia pada angka I huruf D butir 1 menyebutkan : “Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia”. Selanjut nya dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan : “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.7 Salman Luthan, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan Hukum  Pidana Nasional, makalah seminar nasional kerjasama Departemen Hukum Internasional FH UII dengan

3

Page 4: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Dalam perspektif sejarah hukum, setiap ada penyalahgunaan kekuasaan yang

berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan dan pemanipulasian HAM oleh

manusia satu kepada manusia yang lain atau oleh penguasa kepada rakyatnya akan

selalu muncul krisis kemanusiaan. Bahkan kemudian memunculkan formula-formula

atau dokumen-dokumen resmi hak-hak asasi manusia atau sumber hukum yang

memberi hak bagi bagi rakyat. Misalnya dokumen Magna Charta di Inggris tajhun

1215 yang memberikan hak-hak bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan

raja. Kemudian dokumen The Virginia Bill of Rights dan declarations of

Independence yang melahirkan kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776, yang

berisi jaminan kebebasan Individu terhadap kekuasaan negara. Begitu pula dokumen

Declarations des Droites L’Home et Du Cituyen di Prancis tahun 1789 yang

berprinsip bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik dan karenanya harus hidup

bebas dan bersamaan kedudukannya dalam hukum. Di Rusia tahun 1918, juga

muncul suatu dokumen yang menyebut hak-hak dasar sosial, tetapi hak-hak dasar

individu tidak disebut sama sekali. Selanjutnya dokumen Declarations of Human

Rights tahun 1948 yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang

menjamin hak-hak sipil, hak-hak sosial dan hak-hak kebebasan politik.

Di Indonesia saat ini banyak sekali sengketa tanah dengan macam-macam

bentuk, seperti masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan perorangan,

masyarakat dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum, badan hukum

dengan instansi pemerintah, instansi pemerintah dengan masyarakat, dan sebagainya.

ELSAM, Yogyakarta, 1995.4

Page 5: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Sengketa tanah di luar kawasan hutan sebagian besar adalah warisan, serta antara

masyarakat dengan badan usaha dan masyarakat dengan instansi pemerintah.

Konflik agraria sepanjang tahun 2011, tercatat 120 kasus meningkat, sekitar

lima kali lipat dari jumlah kasus tahun 2010 yang tercatat 22 kasus. Data ini belum

termasuk konflik masyarakat tani di Bima. Saat ini konflik agraria terjadi antara

petani dengan perusahan swasta perkebunan, pertambangan, AMDK (Air Minum

Dalam Kemasan), dan BUMN. Konflik terjadi terus-menerus secara masif dan

berlarut-larut. Akibatnya, petani terus dihadapkan dengan penangkapan,

penggusuran, penembakan, serta berbagai bentuk kekerasan kriminalisasi.8 Data di

Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan, jumlah permasalahan tanah yang

meliputi sengketa, konflik, dan perkara seluruh Indonesia 4.591 kasus.9

Apabila dilihat dari tipologi permasalahan, hampir 85 persennya merupakan

kasus dengan tipologi sengketa penguasaan dan kepemilikan tanah. Sedangkan

sisanya, dengan tipologi sengketa hak dan sengketa batas/letak tanah.

Dari tipologi permasalahan tersebut, kemudian dapat ditilik lebih mendalam

mengenai para pihak yang bersengketa. Sengketa antar individu mencapai 89%,

sengketa individu dengan badan hukum 6%, sedangkan sengketa antara individu dan

pemerintah 5%. Persengketaan antar individu secara jelas merupakan peringkat

tertinggi karena memang tanah mempunyai hubungan magis dengan si pemiliknya.

Namun demikian persengketaan antara masyarakat dengan badan hukum

8 Tempo, Kamis 29 Desember 2011.9 www.bpn.go.id/Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.20 WIB.

5

Page 6: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit sebagaimana yang terjadi pada kasus

Mesuji Lampung dan di tempat lainnya.

Berdasarkan data, terdapat lebih 25 juta hektare hutan yang dikuasai HPH.

lebih 8 juta hektare dikuasai HTI, dan 12 juta hektare dikuasai perkebunan besar

sawit. Di sisi lain, hampir 85% petani di Indonesia merupakan petani tanpa tanah dan

lahan sempit. Kondisi ini melahirkan dan menyuburkan konflik agraria.10

Provinsi Lampung menempati peringkat pertama dari seluruh provinsi se-

Indonesia untuk wilayah yang mengalami konflik agraria atau sengketa tanah.

Provinsi Lampung juga memiliki potensi konflik yang cukup tinggi antara

masyarakat dan perusahaan. Terdapat sekitar 11 perusahaan besar di Lampung yang

mengalami konflik agraria dengan masyarakat, di antaranya PT Silva Inhutani, PT

BSMI, PT AWS, dan PT Indo Lampung.11

Kasus sengketa lahan Mesuji12 merupakan akibat, sementara ketimpangan

struktur agraria yang terjadi adalah sebab. Sebanyak 71,1 % luas daratan Indonesia

10 http://bataviase.co.id/node/922937 . Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.25 WIB.11 http://nasional.vivanews.com . Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.40 WIB.12 Sebenarnya ada tiga kasus di wilayah yang sama-sama bernama Mesuji. Dua kasus terjadi di Provinsi Sumsel dan satu kasus lainnya di Provinsi Lampung. Kasus pertama terjadi antara PT Sumber Wangi Alam (SWA) dengan warga di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Peristiwa terjadi  pada 21 April 2011. Ada 2 warga terbunuh. Pembunuhan terhadap warga ini membuat warga marah karena menduga 2 warga tewas korban dari PT SWA. Akhirnya, warga menyerang PT SWA yang menyebabkan 5 orang tewas yaitu 2 orang Pam Swakarsa dan 3 orang karyawan perusahaan.Kasus kedua antara PT Silva Inhutani dengan warga di register 45 di Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, terjadi sejak tahun 2009. PT Silva mendapatkan penambahan lahan Hak Guna Usaha (HGU). Warga terpancing amarahnya karena menilai HGU telah melebar ke wilayah pemukiman mereka. Konflik semakin meruncing ketika warga diusir dan rumah mereka dirobohkan paksa. Komnas HAM sendiri masih menyelidiki adanya korban dari kasus kedua ini. Sedangkan kasus ketiga terjadi antara PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) dengan warga di register 45, Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung, pada 10 November 2011. PT BSMI lokasinya berdekatan dengan PT Silva Inhutani.  Komnas HAM mengungkapkan terjadi penembakan terhadap warga yang dilakukan Brimob dan Marinir.  1 warga tewas dan 6 warga menderita luka tembak yang sampai sekarang masih dirawat di rumah sakit. Kasus ini disebut Kapolri, telah ditangani dan telah pula dilakukan pemeriksaan terhadap aparat.

6

Page 7: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

masuk dalam kawasan hutan. Ada lebih 25 juta hektar dikuasai HPH, lebih 8 juta

hektar dikuasai HTI dan 12 juta hektar dikuasai perkebunan besar sawit. Sementara

85 % petani kita adalah petani tak bertanah dan gurem (berlahan sempit). Pembiaran

terhadap ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan tanah

serta sumberdaya alam di dalamnya hanya melahirkan dan menyuburkan tebaran

konflik dan sengketa agraria.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ketimpangan struktur agraria

merupakan penyebab terjadinya konflik agraria. Keadaan yang demikian didukung

oleh sistem dan politik agraria yang dianut pada masa orde baru telah mengakibatkan

penguasaan tanah dan sumberdaya alam yang tanpa batas oleh kelompok penguasa

dan pemilik modal. Pengadaan tanah yang disektoralisasikan rezim menjadi

kekuasaan dan kesewenangan tiada batas dalam mengeluarkan hak-hak baru dan izin

usaha-usaha produksi pertambangan, perkebunan, kehutanan, infrastruktur dan

kawasan industri. Kenyataan ini berakibat pada hilangnya akses warga (petani) atas

tanah sebagai sumber utama hidup dan habitatnya. Dalam penulisan makalah ini,

maka pokok permasalahan adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah kebijakan

reforma agraria dan pengadilan agraria ditinjau dari aspek hak asasi manusia

dapat mengatasi konflik agraria yang semakin meningkat akibat ketimpangan

struktur agraria?”

B. PEMBAHASAN

1. Keberlakuan Reforma Agraria Dalam Mengatasi Konflik Agraria

7

Page 8: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Salah satu masalah pertanahan yang muncul dewasa ini adalah adanya

sengketa antara rakyat yang diwakili oleh sekelompok masyarakat tertentu dengan

“Negara” yang tersimbolisasi dalam berbagai izin dan hak pengusahaan suatu

wilayah (tanah) kepada beberapa pihak atas suatu legitimasi hukum. Bila dicermati,

konflik yang dahulu ada, mempunyai sifat horisontal, antara rakyat dengan rakyat,

namun dalam paradigma dewasa ini konflik yang timbul bersifat vertikal, terjadi

antara rakyat “petani" berhadapan dengan pemilik modal dalam negeri atau asing

yang beraliansi strategis dan taktis dengan penguasa atau rakyat berhadapan

langsung dengan pemerintah. Sengketa ini menjadi semakin intens dengan tidak

tuntasnya penanganan dan penyelesaian terhadap konflik-konfilik pertanahan

tersebut. Penanganan terkesan tidak komprehensif, tidak tuntas dan bersifat partial

atau sektoral.

Meningkatnya konflik penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam,

termasuk tanah baik yang bersifat struktural maupun horizontal yang semakin tajam

antara lain disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;

a. Struktur pemerintahan yang sentralistik mempermudah berlakunya penafsiran

tunggal untuk kepentingan rezim yang berkuasa;

b. Kelembagaan yang ada tidak mampu mendukung tegaknya asas-asas

penyelenggaraan negara yang baik dan bersih;

c. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditafsirkan secara longgar dan dijabarkan lebih

lanjut dalam berbagai undang-undang sektoral yang saling tumpang tindih

dengan segala akibatnya;

8

Page 9: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

d. Tidak adanya kemauan untuk mengakomodasi pluralisme hukum yang

berlaku dalam masyarakat (hukum positif vs hukum adat);

e. Lebih menghargai formalitas ketimbang substansi (pengingkaran hak

masyarakat adat/lokal dan mereka yang tidak dapat menunjukkan alat bukti

hak);

f. Budaya hukum yang tidak mengutamakan harmoni, tetapi bersifat

mempertentangkan (pihak kuat vs pihak lemah, pihak yang berkuasa vs

rakyat kecil, desa vs kota, dan sebagainya) dengan segala dampaknya.13

Selain itu terdapat beberapa pola atau tipologi dari sengketa tanah baik dilihat

dari kawasan atau tempatnya, objek tanahnya, maupun penyebab timbulnya

sengketa. Secara garis besar BPN membagi permasalahan pertanahan ke dalam

delapan kelompok besar yaitu:14

1. Masalah/sengketa tanah perkebunan.

2. Masalah penggarapan tanah kawasan hutan oleh masyarakat.

3. Masalah yang berkaitan dengan putusan pengadilan oleh pihak yang kalah.

4. Masalah permohonan pendaftaran yang berkaitan dengan tumpang tindih hak

atau sengketa batas.

5. Masalah yang berkaitan dengan pendudukan tanah dan/atau tuntutan ganti

rugi masyarakat atas tanah-tanah yang telah dibebaskan oleh pihak swasta

untuk berbagai kegiatan.

6. Masalah tanah yang berkaitan dengan klaim sebagai tanah ulayat.

13 Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Jakarta: Kompas, 2000), hlm. 71.14 Ibid., hlm.110-111.

9

Page 10: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

7. Masalah yang berkaitan dengan tukar menukar tanah bengkok desa yang

telah menjadi kelurahan.

8. Masalah-masalah lainnya seperti sengketa dari pemanfaatan lahan tidur dan

tanah terlantar (BPN, 2003).

Secara garis besar tipologi dari sengketa pertanahan dapat dipilah dalam 5

(lima) kelompok besar, yaitu:15

1. Kasus-kasus yang berkenaan dengan penggarapan atau pendukungan rakyat

atas areal perkebunan, kehutanan, dan tanah-tanah yang dikuasai BUMN dan

ABRI (TNI AD, TNI AL, TNI AU).

2. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform.

3. Kasus-kasus berkenaan dengan ekses-ekses dalam penyediaan tanah untuk

pembangunan.

4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.

5. Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat.

Konsep pembaruan agraria sendiri memiliki bentuk dan sifat yang berbeda

tergantung pada zaman dan negara tempat terjadinya pembaruan agraria tersebut. Hal

ini mengingat setiap negara memiliki struktur agraria dan sistem politik yang

berbeda, meskipun terdapat persamaan mendasar dalam pembaruan agraria, yakni

inti dari pembaruan agraria adalah pemerataan sumber daya agraria.16 Dalam tulisan

ini pembaruan agraria dipahami sebagai suatu proses yang berkesinambungan

berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

15 Ibid., hlm.111-112.16 Ida Nurlinda, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum, (Jakata: Rajawali Pers, 2009), hlm.77.

10

Page 11: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

pemanfaatan sumber daya agraria, yang dilaksanakan dalam rangka tercapainya

kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh

rakyat Indonesia.17

Sebagai suatu isu yang kompleks dan multidimensi, pendefinisian tersebut

terkesan sederhana, namun demikian hal ini tidak dimaksudkan untuk

menyederhanakan komplesitas permasalahan yang ada. Pada intinya pembaruan

agraria (agrarian reform) meliputi hal-hal sebagai berikut:18

a. Suatu proses yang berkesinambungan artinya dilaksanakan dalam satu

kerangka waktu (frame time), namun selama tujuan dari pembaruan agraria

belum tercapai, maka proses pembaruan terus diupayakan.

b. Berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan sumber daya alam (sumber agraria) oleh masyarakat, khususnya

masyarakat pedesaan.

c. Dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum

atas kepemilikan tanah dan pemanfaatan sumber daya alam (sumber agraria),

serta terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pembaruan hukum agraria merupakan bagian dari pembaruan agraria yang

secara yuridis ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan

MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber

daya Alam. Ketetapan MPR ini lahir dengan suatu latar belakang dan landasan

17 Pasal 2 Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumber daya Alam.18 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hlm.70.

11

Page 12: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menggambarkan kondisi kebatinan bangsa

Indonesia akan keprihatinan terhadap persoalan sumber daya agraria dan sumber

daya alam lainnya. Disadari bahwa pengelolaan sumber daya agraria dan sumber

daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas

lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik.19

Terdapat fakta empiris berkenaan dengan eksploitasi secara belebihan

terhadap sumber daya agraria yang hanya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan

jangka pendek, serta pemanfaatannya yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian

kecil masyarakat (para pemodal). Kebijakan agraria pada masa orde baru yang

sangat propertumbuhan ekonomi juga berakibat pada perubahan fungsi sumber daya

agraria terutama tanah yang hanya dinilai dari sisi ekonomi dengan mengabaikan

nilai-nlai non ekonomi, serta globalisasi mengakibatkan semakin langkanya tanah

dan semakin turunya kualitas tanah.20Hal ini didukung dengan perubahan kebijakan

pertanahan dari prorakyat menjadi prokapital yang terbukti semakin menjauh dari

perwujudan pemerataan hasil pembangunan, yang pada akhirnya menyulitkan

perwujudan keadilan sosial.21

Pada masa orde baru, tanah tidak diperhitungkan sebagai strategi

pembangunan, akan tetapi hanya dijadikan objek guna keberlangsungan kegiatan

19 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam, Op. Cit., Konsiderans menimbang huruf c.20 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hlm.92.21 Ibid., hlm.70.

12

Page 13: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

pembangunan. Kebijakan tersebut telah menimbulkan berbagai dampak

diantaranya:22

a. Semakin langka dan mundurnya kualitas tanah.

b. Semakin tajam dan meningkatnya kuantitas konflik penguasaan dan

pemanfaatan sumber daya alam, termsuk tanah baik yang bersifat struktural

maupun horizontal.

c. Kemiskinan dan semakin terbatasnya lapangan pekerjaan yang antara lain

disebabkan oleh alih fungsi tanah, terutama tanah pertanian untu penggunaan

non pertanian seperti industri, perumahan, jasa/pariwisata, infrastruktur dan

lain-lain yang karena berbagai sebab ternayta tidak dimanfaatkan secara

optimal, sementara di sisi lain sebagian besar masyarakat amat sulit

memperoleh sebidang tanah.

d. Semakin timpangnya akses terhadap perolehan dan pemanfaatan tanah atau

sumber daya alam, karena perbedaan akses mdal dan akses politik.

e. Semakin terdesaknya hak-hak masyarakat adat atau masyarakat lokal

terhadap sumber daya alam yang menjadi ruang hidup baik karena diambil

alih secara formal oleh pihak lain atau karena tidak diakuinya hak-hak

masyarakat tersebut atas sumber daya alam termasuk tanah oleh negara yang

ironisnya di sisi lain, tanah dalam skala besar yang dikuasai oleh sekelompok

kecil masyarakat (para pemodal), banyak yang terlantar atau diterlantarkan.

Kegiatan pembangunan yang selama ini menggunakan konsep pendekatan

pertumbuhan (developmentalism) telah membawa dampak buruk pada kuantitas dan

22 Ibid., hlm.70-7213

Page 14: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

kualitas tanah dan sumber daya agraria lainnya. Hal ini juga memperburuk masalah-

masalah keagrariaan sehingga diperlukan upaya untuk mereformasi kebijakan di

bidang keagrariaan (reforma agraria) dengan mendasarkan pada upaya pembaruan

agraria sebagai konsep pembangunannya. 23

Berdasarkan landasan pemikiran pembaruan agraria sebagaimana dimaksud

dalam TAP MPR No.IX/MPR/2001 tersebut terlihat bahwa dalam konteks

pembaruan agraria, pembaruan di bidang hukum agraria merupakan salah satu kunci

bagi arah kebijakan pembaruan agraria secara keseluruhan. Adanya ketidaksinkronan

antar berbagai undang-undang tentang sumber daya agraria semakin memperparah

egoisme sektoral terkait.

Permasalahan konflik agraria yang terjadi di Lampung merupakan salah satu

dari sekian banyak konflik yang terjadi, akar konflik tersebut adalah karena tidak

dilaksanakannya reforma agraria yang telah direncanakan dan semakin sempitnya

lahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab utama kemacetan

pembangunan pertanian adalah tidak dijalankannya reforma agraria di pedesaan.

Tidak dijalankannya reforma agraria membawa implikasi serius terhadap proses

politik, ekonomi dan sosial di suatu masyarakat.

Guna menyikapi permasalahan ini, maka diberlakukan TAP MPR

Nomor/IX/2011 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pada awal kelahirannya, Ketetapan MPR Nomor/IX/2011 tentang Pembaruan

Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam diharapkan menjadi awal dari

komitmen politik pemerintah untuk mengatasi ketimpangan struktural dalam

23 Ida Nurlinda, Op. Cit, hlm. 81.14

Page 15: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

penguasaan, pemilikan, penggunaan serta pemanfaatan tanah dan sumber-sumber

daya agraria lainnya.

Pasal 2 TAP MPR Nomor/IX/2011 Tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam, menyatakan bahwa:

“Pembaharuan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Pengertian pembaharuan agraria yang dirumusakan dalam TAP MPR tersebut

tampaknya ditujukan untuk merestrukturisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan sumber daya agraria agar lebih berkeadilan, berkelanjutan dan

mensejahterakan rakyat. Pengertian di atas juga menunjukkan luasnya dimensi dan

ruang lingkup pembaharuan agraria, sehingga pembaharuan agraria bersifat

kompleks dan multi dimensi.

Dengan mengacu pada ketentuan UUPA, pembaharuan agraria di Indonesia

memang mengandung makna yang luas, bukan hanya pembaharuan pertanahan

(Landreform) tetapi juga pembaharuan sumber daya alam (natural recorces reform),

atau yang dalam UUPA diartikan sumber daya agraria. Oleh karenanya pembaharuan

agraria diartikan sebagai:24

“Upaya-upaya yang dilakukan oleh negara dan masyarakat dalam merubah hubungan-hubungan sosial agraria dan bentuk-bentuk penguasaan tanah dan sumber daya alam ke arah keadilan dan pemerataan, melalui mekanisme dan sistem politik yang demokratis dan terbuka bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.”

24 Tim Lapera, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria: Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2001), hlm.43.

15

Page 16: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Reforma agaria merupakan agenda bangsa yang diharapkan dapat

memberikan titik terang bagi terwujudnya keadilan sosial dan tercapainya

kesejahteraan masyarakat. Reforma agraria dengan berbagai program pelengkapnya

diharapkan dapat membantu masyarakat miskin (sebagian besar petani) untuk dapat

beranjak dari keterpurukan ekonomi menuju kehidupan yang layak dan mandiri.

Dalam kaitannya dengan masa depan pertanian dengan pelaksanaan Reforma

agraria, merupakan suatu solusi yang dilakukan untuk memperbaiki struktur

penguasaan lahan di pedesaan, yaitu suatu usaha yang terstruktur untuk melakukan

pembaharuan dalam pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan.25 Namun upaya

reforma agraria baru sampai pada tahap penyadaran kepada berbagai kalangan

tentang urgensi reforma agraria tersebut dan belum menyentuh pada persoalan

pokoknya yaitu bagaimana bentuk dan strategi reforma agraria yang bisa

dilaksanakan.26

Beberapa prasyarat dasar bagi terlaksananya reforma agraria dikemukakan

oleh Wiradi yang menjadi persoalan sangat krusial dan sulit dipenuhi saat ini, yaitu:27

1. adanya kemauan politik dari pemerintah

2. data yang lengkap dan teliti tentang keagrariaan

3. organisasi rakyat/tani yang kuat, dan

4. elite penguasa yang terpisah dari elite bisnis.

25 Erizal Jamal, Syahyuti dan Aten M. Harus, Reforma dan Masa Depan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertania, Bogor, Jurnal Litbang Pertanian 21 (4), 2002. hlm.1.26 Loc Cit.27 Ibid, hlm.2.

16

Page 17: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Keempat prasyarat tersebut merupakan keharusan (necessary) dan harus

ditambah syarat kecukupan (satisfaction) adanya lembaga yang khusus menangani

masalah ini.28

Dapat disimpulkan bahwa masalah pokok yang menghambat pelaksanaan

reforma agraria, terutama adalah yang berkaitan dengan distribusi pemilikan dan

penguasaan lahan dengan tidak tersedianya data keagrarian yang lengkap dan akurat.

Untuk itu perlu ada upaya yang sistematis dan terencana untuk menyempurnakan

data keagrariaan tersebut.29

Reforma agraria akan menghasilkan revitalisasi sektor pertanian dan

pedesaan yang kokoh. Reforma agraria yang berhasil ditandai oleh kepastian

penguasaan tanah yang menjamin penghidupan dan kesempatan kerja bagi petani,

tata-guna tanah yang mampu memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan

pelestarian mutu lingkungan hidup, kedaulatan pangan, kemampuan produktivitas

yang mampu membuat keluarga petani mampu melakukan re-investasi dan memiliki

daya beli yang tinggi. Kalau hal ini terjadi, sektor pertanian kita akan menjadi

sandaran hidup mayoritas rakyat dan juga sekaligus penyokong industrialisasi

nasional. Dengan demikian reforma agraria akan mewujudkan keadilan,

kesejahteraan dan keamananan.

Dengan kata lain tujuan pokok dari reforma agraria (yang sejati) adalah

penciptaan keadilan sosial yang ditandai dengan adanya keadilan agraria (agrarian

justice), peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Keadilan

28 Ibid, hlm.2.29 Ibid.

17

Page 18: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

agraria itu sendiri dapat dimaknai sebagai suatu kondisi dimana struktur penguasaan

tanah secara relatif tidak memperlihatkan ketimpangan, yang memberikan peluang

bagi terciptanya penyebaran dan penguatan aktivitas perekonomian rakyat yang

berbasis di pedesaan, dan kemudian menjadi basis bagi partisipasi aktif (dan

produktif) bagi sebagian besar penduduk yang nyatanya bergantung pada aktivitas

pertanian untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan nasional baik secara sosial,

ekonomi, maupun politik. Itu sebabnya pula, sejak lama banyak ahli meyakini bahwa

reforma agraria yang sejati akan memberikan kontribusi penting bagi proses

demokratisasi pedesaan yang dalam konteks Indonesia adalah salah satu pangkalan

penting bagi kehidupan sosial sebagai besar penduduknya.

2. Tinjauan Teori Hukum Atas Keberlakuan Reforma Agraria dan

Hak Asasi Manusia

Permasalahan pertanahan dalam politik hukum agraria di Indonesia

merupakan masalah yang bersifat multidimensional dan merupakan masalah nasional

yang krusial. Berbagai aspek terkait dalam masalah pertanahan, baik aspek yuridis,

sosial, ekonomi, budaya bahkan bahkan keamanan. Perubahan atau pergeseran

politik berpengaruh pada perubahan hukum, karena politik hukum pada hakekatnya

merupakan artikulasi perkembangan aspirasi masyarakat dan sekaligus juga

disebabkan oleh kebutuhan dari suatu kekuasaan. Perubahan politik hukum agraria

menjadi siginifikan terlihat dari pranata-pranata yang dikeluarkan dan konflik yang

muncul.30

30 Sediono MP. Tjondronegoro, Sosiologi Agraria, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hlm.3.18

Page 19: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Tujuan pokok dari reforma agraria adalah penciptaan keadilan sosial yang

ditandai dengan adanya keadilan agraria (agrarian justice), sedangkan keadilan

merupakan kunci dari seluruh rangkaian penegakan hukum, sehingga hukum dapat

dirasakan kemanfaatannya dan secara umum hukum menjadi sarana pembangunan.

Aspek kemanfaatan yang tersebut belakangan ini, digambarkan oleh Roscue

Pond sebagai berikut: “ law as tool of social engineering”, yang artinya hukum

dapat digunakan sebagai suatu sarana pembaharuan (untuk membentuk, membangun,

merubah), hukum sebagai sarana rekayasa sosial.31

Oleh karena itulah pentingnya hukum untuk dibangun agar hukum dapat

benar-benar menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat

sebagaimana yang diharapkan, khususnya pembangunan hukum di bidang agraria

melalui reforma agraria. Dalam hal ini, hukum (reforma agraria) dapat berperan

sebagai objek pembangunan dalam rangka mewujudkan hukum yang ideal sesuai

dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Tetapi juga hukum dapat menjadi

subjek pembangunan manakala hukum itu telah berfungsi di masyarakat sebagai

penggerak dan pengaman pembangunan dan hasil-hasilnya. Problem utama dan

mendasar dalam rangka penyelesaian konflik agraria yang terjadi adalah menyangkut

tentang persoalan keadilan. Hal ini dikarenakan hukum atau aturan perundang-

undangannya harusnya adil, akan tetapi kenyataannya seringkali tidak. 32

31 W. Friedman, Legal Theory, Dalam Naskah Akademis Tentang Peradilan Anak, Mahkamah Agung RI, Tahun 2005, hlm.8.32 Bagi kaum non dogmatik hukum bukan sekedar undang-undang, antara lain dapat kita lihat dari apa yang dikemukakan oleh Eugen Ehrlich, bahwa: “…that law depends on popular acceptance and that each group creates its own living law which alone has creative force”. (hukum tergantung pada penerimaan umum dan bahwa setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup, dimana di dalamnya masing-masing terkandung kekuatan kreatif). Lihat: Amstrong Sembiring: http://publikana.com. Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.45 WIB.

19

Page 20: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Hukum dalam pengertiannya yang umum adalah keseluruhan kaidah dan asas

yang berfungsi sebagai alat atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah

kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.33

Asas dan kaidah menggambarkan bahwa hukum dianggap sebagai gejala normatif.34

Kaidah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang

seyogyanya atau seharusnya dilakukan. Bagaimana orang seyogyanya atau

seharusnya bertindak dan bertingkah laku. Kaidah hukum berisi kenyataan normatif:

das Sollen dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit.35

Selanjutnya, hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum

dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-

asas keadilan dari masyarakat itu36. Alasan mengapa keadilan menjadi penting dan

dapat dipaksakan adalah oleh karena kenyataan bahwa pelanggaran atas keadilan

akan menimbulkan kerugian dan kejahatan dalam masyarakat.37 Pelanggaran atas

keadilan inilah yang menuai bentrokan fisik sebagaimana yang terjadi dalam kasus

Mesuji Lampung, yang disebabkan oleh adanya eksploitasi secara belebihan

terhadap sumber daya agraria yang hanya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan

jangka pendek, serta pemanfaatannya yang hanya dapat dinikmati oleh para

33 Muchtar Kusumaatmaja dalam Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia (Bandung: Alumni, 2000), hlm.17.34 Loc Cit..35 Loc Cit.36 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 40 – 41.37 A. Sonny Keraf, Pasar Bebas Keadilan dan Peran Pemerintah (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm.120.

20

Page 21: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

pengusaha dan di sisi lain yang terjadi adalah meningkatnya kemiskinan masyarakat

sekitar karena ketiadaan akses terhadap tanah.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa orientasi pertanahan di waktu lampau tidak

diarahkan kepada upaya pemerataan aset produksi. Tanah lebih ditekankan sebagai

aset produksi dan dialokasikan kepada sektor ekonomi kuat dan besar, karena

diyakini akan mampu mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Akibatnya petani miskin bertambah miskin, hal ini semakin parah karena tanah

pertanian juga diubah menjadi daerah perumahan, perluasan kota, pengembangan

prasarana dan sebagainya. Keadaan ini juga berdampak kepada meningkatnya

konflik-konflik pertanahan. Di satu pihak, petani kecil membutuhkan tanah untuk

sumber kehidupan dan kelanjutan hidup mereka, sedangkan pihak lainnya

(wirausahawan) pada umumnya memerlukan tanah-tanah tersebut untuk

mengembangkan kegiatan usaha ekonomi.38

Untuk itu, maka keadilan merupakan suatu hak yang harus diwujudkan dalam

setiap pengaturan hukum yang bersendikan keadilan tersebut.

Sejalan dengan ini, Adam Smith merumuskan tentang keadilan komutatif,

dimana prinsip utama keadilan komutatif adalah no harm atau prinsip tidak melukai

dan merugikan orang lain. Keadilan komutatif ini menyangkut jaminan dan

penghargaan atas hak-hak individu, khususnya hak-hak asasi. Menurut Smith,

keadilan komutatif tidak hanya menyangkut pemulihan kembali kerusakan yang

terjadi, melainkan juga menyangkut pencegahan terhadap terlanggarnya hak dan

38 Iwan Isa, Kebijakan dan Permasalahan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan, Makalah, 2005, hlm.2.

21

Page 22: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

kepentingan pihak lain.39 Dengan lain kata dapat dikatakan bahwa keadilan

komunikatif tidak terutama terletak dalam melakukan suatu tindakan positif untuk

orang lain, melainkan terletak dalam tidak melakukan tindakan yang merugikan

orang lain. Tujuan keadilan adalah melindungi orang dari kerugian yang diderita

akibat orang lain.40

Keadilan komutatif lalu tertuang dalam hukum yang tidak hanya menetapkan

pemulihan kerugian, melainkan juga hukum yang mengatur agar tidak terjadi

pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu.41 Teori keadilan berdasar Smith

berkaitan dengan konsep resiprositas atau kesetaraan nilai dalam pemulihan kembali

kerugian maupun pertukaran ekonomi. Teori keadilan Smith ini dikembangkan

kemudian bahwa prinsip utama keadilan komunitatif tidak melukai dan merugikan

orang lain. Keadilan menurut Smith menyangkut adanya jaminan dan penghargaan

atas hak-hak individu.42

Adam Smith memandang manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dan

suatu sistem yang mekanismenya mengaitkan perilaku mereka yang spontan dan

pada umumnya naluriah dengan manfaat-manfaat yang tak kelihatan bagi mereka

sendiri dan bagi masyarakat secara keseluruhan. Seperti halnya para fungsionalis,

Smith menganggap masyarakat sebagai sebuah sistem terkait dengan hubungan kait-

mengait yang sedemikian kornpleks di antara bagian-bagiannya, sehingga setiap

39 Ibid, hlm.112.40 Ibid, hlm.116.41 Ibid, hlm.112.42 Sri Gambir Melati Hatta, Peranan Itikad Baik Dalam Hukum Kontrak dan Perkembangannya, Serta Implikasinya Terhadap Hukum dan Keadilan, Pidato diucapkan pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Madya pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 30 Agustus 2000, hlm.16.

22

Page 23: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

bagian menyumbang terhadap yang lainnya atau terhadap sistem tersebut secara

keseluruhan. Masing-masing bagian terkait dan tergantung satu sama lain; dan terkait

dan tergangung pada keseluruhan.43

Thomas Aquinas menyatakan bahwa esensi hukum adalah keadilan, oleh

karena itu hukum harus mengandung keadilan, hukum yang tidak adil bukanlah

hukum itu sendiri..44

Selanjutnya, kebijakan reforma agraria juga selaras dengan teori

pembangunan hukum dari Muchtar Kusumaatmadja dan teori kemanfaatan (utilitas)

dari Jeremy Bentham. Ada beberapa argumentasi krusial mengapa teori hukum

pembangunan tersebut banyak mengundang banyak atensi, khususnya dalam

mendukung keberlakuan reforma agraria, yang apabila dijabarkan aspek tersebut

secara global adalah sebagai berikut:45

Pertama, teori hukum pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang

eksis di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi

dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori

hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi

Indonesia maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan

kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik.

Kedua, secara dimensional maka teori hukum pembangunan memakai

kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa 43 A. Sonny Keraf, Pasar Bebas Keadilan dan Peran Pemerintah (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm.50-5144 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1996), hlm. 79.45 Muchtar Kusumaatmadja Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), (Bandung: Alumni, 2002), hlm.36.

23

Page 24: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap

norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam teori hukum pembangunan

tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur), culture

(kultur) dan substance (substansi) sebagaimana dikatakan oleh Lawrence W.

Friedman.46

Ketiga, pada dasarnya teori hukum pembangunan memberikan dasar fungsi

hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law as a tool social

engeneering)47 dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.48

Selanjutnya, terkait dengan pemberlakuan reforma agraria yang didasarkan

kepada keadilan sosial dalam politik hukum agraria, menurut Maria S.W.

Sumardjono setidaknya terdapat empat hal yang perlu diperhatikan sebagai dasar

berpijak bagi pembuat kebijakan di masa yang akan datang.49

Pertama, prinsip-prinsip dasar yang diletakkan oleh UUPA perlu dipertegas

dan dikembangkan orientasinya agar dapat diterjemahkan dalam kebijakan yang

46 Lawrence W. Friedman, American Law: An invaluable guide to the many faces of the law, and how it affects our daily our daily lives, W.W. Norton & Company, New York, 1984, hlm. 1-8. dan pada Legal Culture and Social Development, Stanford Law Review, New York, hal. 1002-1010 serta dalam Law in America: a Short History, Modern Library Chronicles Book, New York, 2002, hlm. 4-7.47 Lihat Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 7.48 Terhadap eksistensi hukum sebagai suatu system dapat diteliti lebih detail dan terperinci pada: Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 5 dstnya.49 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Tanah: Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta: Kompas, 2001), hlm.43.

24

Page 25: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

konseptual sekaligus operasional dalam menjawab berbagai kebutuhan dan dapat

menuntun ke arah perubahan yang dinamis.

Kedua, perlu persamaan persepsi pembuat kebijakan berkenaan dengan

berbagai hal yang prinsipil, agar tidak menunda jalan keluar dari permasalahan yang

ada.

Ketiga, tanpa mengingkari banyaknya kebijakan yang berhasil diterbitkan,

masih terdapat kesan adanya pembuat kebijakan yang bersifat parsial atau untuk

memenuhi kebutuhan jangka pendek, karena belum ielasnya urutan prioritas

kebijakan yang harus diterbitkan.

Keempat, masih diperlukan adanya suatu cetak biru kebijakan di bidang

pertanahan yang dengan jelas menunjukkan hubungan antara prinsip kebijakan,

tujuan yang hendak dicapai, serta sasarannya.

Berdasarkan kajian Kelompok Studi Pembaruan Agraria (KSPA), guna

mengantisipasi perubahan sistem politik dan pemerintahan, mengatasi krisis ekonomi

dan mengakhiri konflik dan permasalahan lainnya yang berkaitan dengan

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria

lainnya, maka aturan-aturan yang mendesak untuk disusun harus dapat

mengintegrasikan tema-tema perubahan yang terjadi dan mengandung beberapa

prinsip dasar sebagai berikut:50

50 Kelompok Studi Pembaruan Agraria (KSPA), Usulan Rantap MPR RI tentang Pelaksanaan Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Adil dan Berkelanjutan, Bandung: 14-16 September 2001, hlm.2.

25

Page 26: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

1) berorientasi kerakyatan; mengutamakan kepentingan hajat hidup masyarakat

banyak daripada kepentingan pemodal besar;

2) mengedepankan aspek keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya;

3) bersifat integratif antar sektor dengan menghentikan sektoralisme dalam

bentuk kebijakan terpadu;

4) memperhatikan keberlanjutan antargenerasi;

5) memperhitungkan aspek kelestarian dalam pengelolaannya.

Untuk merealisasikan hal tersebut, diperlukan pengaturan yang bertujuan

untuk:

1) menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi pada masa lalu secara tuntas;

2) menata ulang struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemafaatan

tanah dan sumber daya agraria lainnya agar tercipta suatu kontak sosial baru

yang lebih berkeadilan;

3) mengatur masalah pengelolaan tanah dan sumber daya agraria lainnya untuk

masa yang akan datang yang berdasarkan pada kedua kebijakan tersebut di

atas.

3. Pengadilan Agraria Sebagai Wujud Pelaksnaaan Hak Asasi Manusia

Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000

meliputi kejahatan genocide (the crime of genocide) dan  kejahatan terhadap

kemanusiaan (crime against humanity). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan

26

Page 27: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh

atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis kelompok agama, dengan cara :

a. membunuh anggota kelompok ;

b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-

anggota kelompok ;

c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan

kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya ;

d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam

kelompok ;

e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok

lain.51

Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang

dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik  yang

diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk

sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, perampasan

kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, penghilangan orang secara

paksa dan kejahatan apartheid.52

Tragedi tewasnya petani dalam konflik agraria sebenarnya bukan hal baru.

DPP Serikat Petani Indonesia (SPI), misalnya,  mencatat pada tahun 2011, sebanyak

18 petani tewas dari 120 kasus konflik agraria yang terjadi. Pada 2010, setidaknya

ada 22 kasus. Peristiwa yang terjadi sepanjang tahun lalu telah menewaskan lima

51 Lihat: Pasal 8 UU No. 26 Tahun 200052 Lihat: Pasal 9 UU No. 26 Thun 2000

27

Page 28: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

orang petani dan 106 lainnya dikriminalisasikan. SPI juga mencatat setidak-tidaknya

ada 22 kasus konflik agraria yang dialami oleh anggotanya dengan total lahan seluas

77.015 ha. Dari kasus-kasus tersebut, sebanyak 106 orang petani telah

dikriminalisasi, dan 21.367 petani tergusur. Dari jumlah petani yang dikriminalisasi

itu, 12 orang di Riau, 6 orang di Sumatera Barat, 23 orang di Bengkulu, 5 orang di

Sumatera Utara, 2 orang di Sumatera Selatan, 16 orang di Jambi, 24 orang di

Sulawesi Tengah dan 18 orang di Kalimantan.53

Komnas HAM juga mencatat, dari 6.000 kasus pelanggaran HAM yang

terjadi setiap tahunnya, sekitar 1.000 kasus pelanggaran dilakukan oleh perusahaan

perkebunan. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya masalah konflik agraria antara

perusahaan perkebunan dengan masyarakat yang belum juga terselesaikan sejak

masa orde baru hingga sekarang.54

Komnas HAM juga telah melakukan berbagai penyelidikan dalam konflik

agraria yang terjadi di Indonesia. Penyelidikan itu dilakukan mengingat hampir

setiap kasus terindikasi adanya pelanggaran HAM yang dialami oleh para petani.

Hasil penyelidikan itu sudah diteruskan untuk ditindaklanjuti oleh instansi terkait

seperti Kepolisian, BPN, Kejaksaaan dan instansi lainnya.

Dari pengalaman itu Komnas HAM sejak lima tahun lalu mengusulkan

kepada pemerintah untuk membentuk peradilan agraria mengingat banyaknya kasus-

kasus tersebut diputuskan tidak persis sesuai dengan aturan agraria. Bahkan, tidak

53 http://suaramerdeka.com/ Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.40 WIB.54 http://suaramerdeka.com/Diakses tanggal 10 Januari 2013, jam: 13.40 WIB.

28

Page 29: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

sedikit di antaranya yang merugikan petani yang relatif paling banyak mengalami

kasus sengketa lahan, baik dengan pihak swasta maupun dengan pemerintah.

Sampai sekarang pemerintah belum merespon usulan peradilan agraria ini,

padahal konflik agraria masih cukup banyak. Pembentukan peradilan agraria bukan

kebijakan yang sulit dilakukan oleh pemerintah mengingat sudah banyak peradilan

sejenis yang sudah ada saat ini seperti peradilan niaga, peradilan hubungan industrial

dan sebagainya.

Pemerintah harus melindungi hak-hak ekonomi petani, yang merupakan

profesi mayoritas warga miskin negeri ini. Menteri kehutanan, menteri pertanian, dan

menteri BUMN perlu koordinasi untuk menginventarisasi lahan-lahan tidur atau

menganggur agar dapat dimanfaatkan para petani untuk melakukan budidaya

pertanian. Jangan terus menerus petani dipinggirkan, sementara di sisi lain mereka

dituntut memikul tanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan seluruh warga

bangsa lainnya. Selama ini swasembada pangan khususnya dan kedaulatan pangan

pada umumnya sulit dicapai. Salah satunya juga lantaran terbatasnya ketersediaan

lahan bagi para petani untuk berproduksi. Oleh karena itu, pendayagunaan lahan-

lahan tidur milik negara maupun pengusaha-pengusaha besar sangat penting untuk

mendukung tercapainya swasembada pangan dan kedaulatan pangan.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Arian Bima berharap pemerintah dalam

menyikapi konflik-konflik agraria yang melibatkan petani seperti ini tidak boleh

hanya mengedepankan hukum formal kepemilikan lahan, melainkan harus

menggunakan pendekatan yang komprehensif. Aspek politis-sosiologis yang

29

Page 30: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

memperhitungkan nasib para petani juga harus digunakan dalam mencari solusi yang

seadil-adilnya.

Dalam permasalahan ini dapat dikemukakan alasan-alasan yang dapat

dipertimbangkan sebagai bahan pertimbangan untuk membentuk pengadilan agrarian

yaitu sebagai berikut:

1. Masalah Tanah Merupakan Masalah yang Khusus/Spesifik.

Masalah tanah merupakan masalah yang  khusus /spesifik yang memerlukan

penanganan dan pengetahuan khusus  tentang pertanahan. Sengketa agraria

memang merupakan suatu bentuk sengketa yang bersifat spesifik sehingga

memerlukan pengetahuan khusus. Ketika sengketa tersebut diajukan ke

pengadilan untuk diperiksa dan diputus guna mendapatkan keadilan, niscaya

dibutuhkan hakim yang menguasai hukum agrarian. Hakim yang memutus

sengketa agraria pada saat ini, baik di pengadilan umum maupun pengadilan

tata usaha negara pada dasarnya memiliki pengetahuan hukum yang bersifat

general. Dalam setiap pertimbangan hukum putusan hakim sering tidak

mengacu pada hukum tanah nasional dan lebih mengedepankan hukum

perdata dan hukum administrasi. Hal ini tentu saja akan menimbulkan

perbedaan karena dalam melaksanakan tugas BPN berpegang dan mengacu

pada hukum tanah nasional  dan perangkat peraturan pelaksanaannya.

2. Sejumlah besar kasus sengketa tanah di Indonesia belum dapat di selesaikan 

secara tuntas oleh Pengadilan Umum.

30

Page 31: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Sejumlah besar kasus sengketa tanah yang terjadi di Indonesia tidak mampu

diselesaikan dengan tuntas oleh lembaga peradilan nasional. Ini

mengakibatkan sengketa pertanahan yang berlarut-larut dan tidak adanya

kepastian hukum atas status kepemilikan tanah.      Putusan inkracht

(berkekuatan hukum tetap) satu kasus dapat memakan waktu bertahun-tahun

lamanya. Hal ini menambah beban waktu dan tenaga aparat pertanahan dalam

berperkara di pengadilan yang dapat mengganggu kelancaran pelayanan

pertanahan kepada masyarakat.maka asas peradilan yang sederhana, cepat

dan biaya ringan belum terwujud

3. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan masih memiliki banyak 

kelemahan

Dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang dihadapi oleh Badan

Pertanahan Nasional ada beberapa kelemahan dalam penyelesaian sengketa

tersebut. Kelemahan itu adalah :

a) Mekanisme eksekusi yang sulit.

Jika salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan isi

perdamaian/kesepakatan yang telah terjadi dalam mediasi, maka

pihak lain tidak dapat memaksa agar pihak lawan melaksanakannya.

Karena itu, cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan

gugatan ke pengadilan, sehingga pada akhirnya perkara tersebut

memerlukan waktu penyelesaian yang cukup lama;

31

Page 32: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

b)      Proses mediasi sangat bergantung kepada itikad baik para pihak untuk

menyelesaikan masalahnya. Hal itu berarti, bahwa para pihak yang

bersengketa harus benar-benar bersedia menerima dan melaksanakan

kesepakatan yang terjadi melalui mediasi;

c)      Jika di dalam mediasi tidak dilibatkan penasihat hukum atau lawyer

sangat mungkin fakta hukum yang penting tidak disampaikan kepada

mediator sehingga dapat mengakibatkan kesepakatan (keputusan)

menjadi bias

4. Kewenangan pembatalan sertifikat

Suatu sertifikat yang merupakan produk dari Badan Pertanahan Nasional

dapat dibatalkan oleh putusan Pengadilan Negeri apabila terjadi Perkara,

sehingga mengakibatkan kurang kuatnya kepemilikan sertifikat tersebut.

Berdasarkan hal ini, Badan Pertanahan Nasional tidak dapat mengintervensi

Putusan Pengadilan

C. KESIMPULAN

Konflik agraria yang merebak selama ini disebabkan oleh karena tidak

dilaksanakannya reforma agraria, karena konflik agraria itu sendiri merefleksikan

pudarnya keadilan agraria di dalam suatu masyarakat (negara). Persoalan yang

terjadi di Lampung (kasus Mesuji) adalah masalah ketersediaan akses terhadap

tanah, yang dicirikan dengan terjadinya ketimpangan dalam alokasi penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah antar sektor khususnya antar sektor

32

Page 33: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

pertanian/perkebunan dan non pertanian, yang berdampak kepada penyusutan tanah

pertanian/perkebunan. Selain itu, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia

berprofesi petani, maka penyusutan tanah tersebut akan berdampak kepada

terjadinya pengangguran secara massal serta meningkatnya kemiskinan masyarakat

sekitar.

Reforma agraria dimaksudkan untuk menjawab ketimpangan dan konflik

yang timbul. Konflik agraria selain merupakan akibat tidak dilaksanakannya reforma

agraria, juga dapat terjadi dalam proses reforma agraria apabila persiapannya tidak

matang. Karena itu, untuk mencegah terjadinya konflik yang biasanya menyertai

pelaksanaan reforma agraria, maka reforma agraria perlu dipersiapkan dengan

matang dengan memenuhi berbagai prasyarat yang diperlukan. Peran Negara (dalam

hal ini: pemerintah) sangat penting, bahkan tidak tergantikan dalam pelaksanaan

reforma agraria, termasuk menyediakan prasyarat-prasyaratnya.

Dalam kaitannya dengan penyelesaian konflik agraria yang semakin meluas,

maka perlu diupayakan penyelesaiannya melalui pengadilan agraria. Dengan adanya

pengadilan agrarian ini diharapkan perkara-perkara di bidang agraria dapat

diselesaikan dengan lebih mengedepankan keadilan dan kemanfaatan selain

kepastian hukum.

DAFTAR PUSTAKA

33

Page 34: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Buku-buku

Budijaya, Nyoman, Tinjauan Yuridis Tentang Redistribusi Tanah Pertanian Dalam

Pelaksanaan Landreform, Yogyakarta: Liberty, 2000.

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1989.

Friedman, Lawrence W. Legal Theory, Dalam Naskah Akademis Tentang Peradilan

Anak, Mahkamah Agung RI, Tahun 2005.

___________. Legal Culture and Social Development, Stanford Law Review, New

York, 1984.

___________. Law in America: a Short History, Modern Library Chronicles Book,

New York, 2002

Ida Nurlinda, Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum, Jakata:

Rajawali Pers, 2009.

Joyo Winoto, Reforma Agraria dan Keadilan Sosial, disampaikan dalam rangka Dies

Natalis Universitas Padjajaran ke 50, Bandung, 10 September 2007.

Keraf, A. Sonny. Pasar Bebas Keadilan dan Peran Pemerintah, Yogyakarta:

Kanisius, 1996.

Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung:

Mandar Maju, 2003.

Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,,

Jakarta: Kompas, 2000.

___________. Sumardjono, Kebijakan Tanah: Antara Regulasi dan Implementasi,

Jakarta: Kompas, 2001.

Muchtar Kusumaatmadja Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan

Karya Tulis), Bandung: Alumni, 2002.

Sediono MP. Tjondronegoro, Sosiologi Agraria, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1999.

Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan

Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, Bandung: Alumni,

2000.

34

Page 35: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

___________. Peranan Itikad Baik Dalam Hukum Kontrak dan Perkembangannya,

Serta Implikasinya Terhadap Hukum dan Keadilan, Pidato diucapkan pada

Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Madya pada Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, tanggal 30 Agustus 2000.

Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD’ 45 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2001.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Liberty,

1996.

Tim Lapera, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria: Jalan Penghidupan dan

Kemakmuran Rakyat, Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2001

Jurnal, Majalah, Makalah, Mass Media, Internet dll

Amstrong Sembiring: http://publikana.com.

Erizal Jamal, Syahyuti dan Aten M. Harus, Reforma dan Masa Depan Pertanian,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertania, Bogor, Jurnal

Litbang Pertanian 21 (4), 2002.

Iwan Isa, Kebijakan dan Permasalahan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan

Pangan, Makalah, 2005.

Kelompok Studi Pembaruan Agraria (KSPA), Usulan Rantap MPR RI tentang

Pelaksanaan Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang

Adil dan Berkelanjutan, Bandung: 14-16 September 2001.

Nasution, Lutfi I. Beberapa Masalah Pertanahan Nasional dan Alternatif

Kebijaksanaan Untuk Menanggulanginya, dalam Masalah Tanah Semakin

Meningkat, Analisis CSIS Tahun XX, Nomor 2 Maret April 1991.

Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional,

Makalah disampaikan dalam “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII”

di Denpasar, 14-18 Juli 2003.

Salman Luthan, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan

Hukum  Pidana Nasional, makalah seminar nasional kerjasama Departemen

Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM, Yogyakarta, 1995.

35

Page 36: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

Tempo, Kamis 29 Desember 2011.

www.bpn.go.id/Penyelesaian Sengketa Pertanahan.

http://bataviase.co.id/node/922937

http://nasional.vivanews.com

http://suaramerdeka.com

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

Republik Indonesia, Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan

Agraria Dan Pengelolaan Sumber daya Alam.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia,

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok

Agraria

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

36

Page 37: Makalah Teori Hukum (Reforma Agraria

37