hubungan hipertensi terhadap gangguan kognitif

29
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan secara baik, karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penting yang dapat menyebabkan kerusakan organ target seperti otak, jantung, ginjal dan pembuluh darah. 1 Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. 2 Di Amerika Serikat, menurut Center for Diseases Control and Prevention dan National Center for Health Statistic 23,1% dari penduduk Amerika Serikat diperkirakan akan menderita hipertensi. 3 Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter dan yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Pada umumnya prevalensi penderita hipertensi berkisar antara 8,6 – 10 % dan 1,8 – 28,6 % penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. 4 Hipertensi juga merupakan penyakit yang umum pada populasi lansia di barat, dengan prevalensi 41% untuk 1

Upload: randa-yudhistira-refin

Post on 29-Dec-2015

373 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penanggulangan secara baik, karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

penting yang dapat menyebabkan kerusakan organ target seperti otak, jantung,

ginjal dan pembuluh darah.1 Menurut WHO dan the International Society of

Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh

dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10

penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.2

Di Amerika Serikat, menurut Center for Diseases Control and Prevention

dan National Center for Health Statistic 23,1% dari penduduk Amerika Serikat

diperkirakan akan menderita hipertensi.3 Di Indonesia sampai saat ini belum

terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter dan yang dapat

menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Pada umumnya prevalensi

penderita hipertensi berkisar antara 8,6 – 10 % dan 1,8 – 28,6 % penduduk yang

berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.4

Hipertensi juga merupakan penyakit yang umum pada populasi lansia di

barat, dengan prevalensi 41% untuk pria dan 54% untuk wanita 75 tahun.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah tunggal (TD) > 160 mm Hg

sistolik dan / atau > 95 mm Hg diastolik . Data epidemiologis dari Framingham

menebutkan bahwa tidak ada hubungan antara BP dan kinerja kognitif ketika

diukur secara bersamaan, namun, ketika data ini dianalisa kembali selama 20

tahun, hasilnya berbanding terbalik terkait dengan kognitif performance. Tiga

studi lebih lanjut telah menunjukkan hubungan antara hipertensi dengan

kerusakan kognitif. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa kinerja kognitif

pada orang dewasa yang lebih tua tanpa penyakit serebrovaskular yang jelas akan

terganggu sejalan dengan meningkatnya TD.5

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara peningkatan

tekanan darah sistolik dengan penurunan fungsi kognitif. Mekanisme pasti

1

Page 2: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

2

terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita hipertensi belum jelas

diketahui. Apabila tekanan darah sistolik yang tinggi dan kronis akan

mengakibatkan gangguan fungsi kognitif yang dapat berlanjut menjadi demensia

vaskular dibandingkan dengan individu yang normotensi.6 Demensia merupakan

salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada orang-orang dengan usia

lanjut.7 Demensia adalah suatu sindrom penurunan fungsi kognitif yang

bermanifestasi sebagai gangguan memori sehingga mengganggu pekerjaannya,

aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain disertai dua atau lebih gangguan

modalitas kognitif lainnya yaitu orientasi, atensi, berfikir abstrak, fungsi bahasa,

fungsi visuospasial, fungsi eksekutif dan praksis.8

Gangguan mikrovaskular otak diduga berperan pada kejadian vascular

cognitive impairment. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor

penyebab kelainan mikrovaskular seperti, hipertensi, diabetes mellitus, merokok

dan inflamasi.9 Hipertensi dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif melalui

beberapa mekanisme, misalnya suatu infark multiple kecil dapat mengakibatkan

demensia, hal ini tergantung pada jumlah, lokasi dan simetrisitas dari lesi.5

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia

vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler.

Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita

demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus

demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia

antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar

10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.10

Demensia vaskular dapat juga terjadi sebagai akibat dari gangguan

sirkulasi darah di otak, misalnya pada stroke hemoragik, stroke infark karena

emboli atau trombosis yang akan menyebabkan kematian jaringan otak. Dari

berbagai jenis kasus demensia vaskular, jenis yang paling banyak ditemukan

adalah demensia multi infark. Selain itu penyakit Binswanger (demensia vascular

subkortikal) dan demensia karena penyakit sindroma lupus eritomatosus (SLE)

merupakan kasus demensia vaskular yang jarang ditemukan.11

2

Page 3: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan yang umum terjadi, di Indonesia 1,8%

- 28,6% penduduk berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi,1,19 sedangkan di

Amerika angka kejadian pada populasi dewasa adalah 29 %. Hipertensi

merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya infark miokard, gagal

jantung, stroke, demensia, penyakit ginjal.

2.1.1 Pembagian Hipertensi

Tahun 2003 National High Blood Pressure Education Program

(NHBPEP) mengeluarkan Joint National Committee 7 (JNC 7) Joint National

Committee 7 membagi tekananan darah menjadi :

• Normal, bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan tekanan

darah diastolik < 80 mmHg.

• Prehipertensi, bila tekanan darah sistolik 120 mmHg - l39 mmHg

atau tekanan diastolik 80 - 89 mmHg.

• Hipertensi derajat 1 bila tekanan darah sistolik 140 - 159 mmHg

atau tekanan darah diastolik 90 - 99 mmHg .

• Hipertensi derajat 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg.19

Berdasarkan etiologi dari hipertensi, hipertensi dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau

idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain. Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh

pasien hipertensi dan 10 % lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder.

Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder yang dapat diketahui

sebabnya.4,22

2.1.2 Kelainan vaskular akibat hipertensi

Telah diketahui hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berupa

3

Page 4: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

4

kerusakan pada pembuluh darah otak, pembuluh darah jantung, retina dan ginjal.

Dengan demikian erat sekali kaitan antara kenaikan tekanan darah dengan

kerusakan pembuluh darah.12 Pembuluh darah dilapisi oleh selapis sel yang

disebut endotel. Endotel yang berfungsi baik dapat menyebabkan vasokonstriksi

dan vasodilatasi yang seimbang. Endotel juga berperan dalam proses reduksi

oksidasi, dan respon inflamasi terhadap kerusakan vaskular. Hipertensi akan

menyebabkan tekanan pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi

aktivitas atau kerusakan endotelium yang akan mengakibatkan terjadinya

disfungsi endotel. Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya

disfungsi endotel adalah, diabetes melitus, hiperlipidemia, proses menua

dan merokok.12,13 Endotel terletak diantara lumen dengan sel otot polos

pembuluh darah. Sel endotel ini akan mensintesis atau melepas sejumlah

molekul vasoaktif dan tromboregulatorik, serta factor pertumbuhan. Substansi-

substansi yang dilepaskan oleh sel endotel meliputi, nitric oxide (NO),

prostasiklin, endotelin, factor pertumbuhan sel endotel, interleukin, penghambat

plasminogen dan factor von Willebrand.14

Pada pembuluh darah sedang, trombosit dan monosit akan mengalir

dengan bebas dan oksidasi dari low density lipoprotein (LDL) akan

dicegah dengan produksi NO yang cukup.16 Apabila terjadi kerusakan endotel

seperti pada hipertensi yang disertai dengan peningkatan LDL, maka LDL

yang teroksidasi akan melekat pada endotel, kemudian LDL ini akan diikat oleh

molekul adhesi (vascular cell adhesion molecule/VCAM) dan selanjutnya akan

menarik monosit sehingga akan terjadi peningkataan produksi chemokines yang

akan menumpuk di dalam tunika intima. Monosit akan menjadi matang dan

akan menjadi makrofag yang aktif, yang bersama dengan sel T akan

mengeluarkan mediator inflamasi (sitokin). LDL yang sudah berubah tadi

akan dimasukan kedalam makrofag, sehingga terbentuklah sel busa (foam cell).

Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya atherosclerotic plaque. Plak ini

akan membesar dan ditutup oleh lapisan penutup (fibrous cap). Pada

keadaaan tertentu fibrous cap ini dapat pecah dan menyebabkan terbentuknya

thrombus.14

4

Page 5: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

5

2.2 Kognitif

Pengertian mengenai kognitif menurut Benson FD , Cognition is the

process by which information (internal and external) is manipulated in the brain.

Pendapat lain menurut Kaplan dan Sadock (1975), Cognition is mental process

of knowing and becoming aware. Pengertian yang lebih lebih sesuai dengan

behavior neurology dan neuropsikologi : kognitif adalah suatu proses dimana

semua masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) akan diubah, diolah,

disimpan dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna

sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris

tersebut.

Fungsi kognitif mempunyai empat item utama yang dapat

dianalogkan dengan kerja dari komputer, yaitu:

1. Fungsi reseptif, yang melibatkan kemampuan untuk

menyeleksi, memproses, mengklasifikasikan dan

mengintegrasikan informasi.

2. Fungsi memori dan belajar, yang maksudnya adalah

mengumpulkan informasi dan memanggil kembali.

3. Fungsi berpikir adalah mengenai organisasi dan reorganisasi

informasi.

4. Fungsi ekspresif, yaitu informasi-informasi yang didapat

dikomunikasikan dan dilakukan.15

2.3 Insidensi

Sebuah studi dari 2.505 pria berusia antara 71-93 tahun menemukan

bahwa pria dengan tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi 77% lebih

mungkin mengembangkan demensia dibandingkan pria dengan tekanan sistolik di

bawah 120 mm Hg. Dan sebuah studi yang mengevaluasi tekanan darah dan

fungsi kognitif pada orang antara 18-46 tahun dan antara 47-83 tahun menemukan

bahwa dalam kedua kelompok usia sistolik tinggi dan tekanan diastolik terkait

dengan penurunan kognitif dari waktu ke waktu.22

2.4 Etiopatologi

5

Page 6: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

6

Mekanisme pasti terjadinya gangguan kognitif pada hipertensi belum

sepenuhnya dipahami. Suatu hipertensi menyebabkan percepatan terjadinya

arterosklerosis pada jaringan otak yang berimplikasi pada gangguan kognitif, yang

mana pada penelitian sebelumnya ditunjukan adanya hubungan bermakna antara

derajat retinopati hipertensi sebagai akibat hipertensi lama yang mana selain

proses terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah retina sendiri juga peristiwa

arterosklerosis.20

Kapiler dan arteriola jaringan otak akan mengalami penebalan dinding

oleh karena terjadi deposisi hyalin dan proliferasi tunika intima yang akan

menyebabkan penyempitan diameter lumen dan peningkatan resistensi pembuluh

darah. Hal tersebut memicu terjadinya gangguan perfusi serebral, memungkinkan

terjadinya iskemia berkelanjutan pada gangguan aliran pembuluh darah yang kecil

hingga timbul suatu infark lakuner. Hipertensi kronik dapat menyebabkan

gangguan fungsi sawar otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar

otak. Hal iniakan menyebabkan jaringan otak khususnya substansi alba menjadi

lebih mudah mengalami kerusakan akibat adanya stimulus dari luar. Hipertensi tak

terkontrol yang menetap berhubungan dengan kerusakan WMH (White Matter

Hyperintensities) yang lebih besar. Tingkat tekanan darah tampaknya juga

berperan, dengan nilai tekanan darah yang lebih tinggi berhubungan dengan

derajat WMH yang lebih tinggi.20,24

WMH dan silent infarct dianggap sebagai penanda iskemi serebral kronik

yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah serebral kecil. Peningkatan

tekanan darah sistolik mepengaruhi fungsi kognitif terutama pada usia lanjut,

dimana terjadinya gangguan mikrosirkulasi dan disfungsi endotel juga berperan

pada gangguan fungsi kognitif pada hipertensi. Penatalaksanaan efektif hipertensi

dapat mempertahankan fungsi kognitif, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

tingkat tekanan darah tertentu, terutama tekanan darah sistolik sebesar setidaknya

130 mmHg penting dalam mempertahankan fungsi kognitif pada lansia.

Retinopati merupakan indikator kontrol tekanan darah yang buruk pada pasien

hipertensif, risiko demensia telah mengalami peningkatan pada kelompok dengan

retinopati. Sehingga penatalaksanaan hipertensi yang adekuat dapat sekaligus

mengurangi risiko berulangnya stroke iskemik sebagai pemicu timbulnya

6

Page 7: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

7

gangguan kognitif, juga mengurangi komplikasi vaskular dan aterosklerosis yang

ikut mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada orang dengan lanjut usia.20

Sumber lain menyebutkan bahwa pada orang dewasa, efek hipertensi pada

otak diduga karena tekanan darah sistolik melebihi mekanisme autoregulatory

otak. Hal ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh otak kecil yang dapat

menyebabkan gangguan autoregulasi, infark lakunar, angiopati amiloid, dan

bahkan atrofi otak. Pada orang dewasa, angiopati amiloid dan atrofi otak dapat

terlihat mirip dengan penyakit Alzheimer. Perubahan ini membuat sulit untuk

membedakan hipertensi yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer dari

demensia vaskular sekunder karena hipertensi.25

Peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi akan menyebabkan

perburukan kemampuan autoregulasi otak karena peningkatan tekanan sistolik dan

diastolik mempengaruhi pembuluh darah di otak. Selain itu, hipertensi juga

menurunkan vasoreaktif pembuluh darah di otak. Jadi, hipertensi pada pembuluh

darah yang besar menyebabkan aterosklerotik, sedangkan pada pembuluh darah

yang kecil menyebabkan interna vaskular remodelling. Intinya, seperti dijelaskan,

hipertensi dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif meski belum demensia

dan belum mengalami stroke.20

2.5 Gejala Klinis

Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek

bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.

a. Gangguan bahasa

Menurut Critchley (1959) yang dikutip dari Sidarta (1989) gangguan

bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa kata.

Pasien tak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang ditunjukkan

padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi menyebutkan nama benda

dalam satu kategori (category naming), misalnya disuruh menyebutkan nama

buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan

konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensia

dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda dalam satu

kategori, ini didasarkan karena adanya abstraksinya mulai menurun.20

7

Page 8: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

8

b. Gangguan memori

Sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Tahap

awal terganggu adalah memori baru, yakni cepat lupa apa yang baru saja

dikerjakan, lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Fungsi memori

dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus

dan recall, yaitu :

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan

recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan

perhatian untuk mengingat (attention).

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa

menit, jam, bulan bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun

bahkan seusia hidup.21

c. Gangguan emosi

Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke. Sekitar 15% pasien

mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah

menangis dengan tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung

yang paling umum dari penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang

tumpul, disinhibition, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan, dan

menurunnya sensitifitas sosial. Dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan,

depresi dan hipersensitif.20,23

d. Gangguan visuospasial

Sering timbul dini pada demensia. Pasien banyak lupa waktu, tidak tahu

kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga

sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara obyektif gangguan

visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau

menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu.23

e. Gangguan kognisi (cognition)

Fungsi ini yang paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama

daya abstraksinya. Ia selalu berpikir konkret, sehingga sukar sekali memberi

makna peribahasa. Juga daya persamaan (similarities) mengalami penurunan.5

Sedangkan gejala vaskular seperti:

8

Page 9: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

9

a) Sakit kepala,

b) Sesak nafas apabila melakukan aktivitas,

c) Tekanan darah yang tinggi,

d) Ekg yang menunjukkan kelaianan22

2.6 Pemeriksaan Fungsi Kognitif

a. Mini Mental State Examination (MMSE)

Pemeriksaan gangguan fungsi kognisi salah satunya adalah dengan

menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) atau Tes Mini Mental

(TMM), untuk menilai fungsi kognisi yang telah digunakan secara luas oleh para

klinis untuk praktek klinik maupun penelitian. Selain untuk mendeteksi gangguan,

juga untuk follow up perjalanan penyakit dan memonitor respon pengobatan. Tes

ini mudah dilakukan dan membutuhkan waktu yang sangat singkat, kira-kira 10

menit. MMSE ini pertama dikembangkan oleh Folstein dkk (1969) sebagai tes

pendamping yang dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif. TMM

telah digunakan dalam berbagai kultur dan etnik dan telah diterjemahkan dalam

berbagai bahasa.20,23

Versi modifikasi juga telah digunakan untuk orang dengan gangguan

pendengaran. Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa MMSE menunjukkan

level sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima. Fehrer dkk melaporkan

bahwa 4 dari 5 item bahasa dari MMSE sensitivitasnya rendah tapi disimpulkan

bahwa subtest memori, atensi dan konsentrasi dan konstruksi adalah valid.Tes ini

meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengenal kembali

(recall) dan bahasa. Bila pada pemeriksaan didapatkan nilai 23 atau kurang diduga

terdapat gangguan kognitif. Tes ini cukup untuk skrining adanya gangguan fungsi

kognitif dan demensia. Dowell M et all, 1871 menyatakan bahwa MMSE :

1. Mudah dilakukan dan menunjukkan reliabilitas yang bagus. Validitas

sebagai tes skrining secara umum dapat diterima.

2. Meskipun batas yang tetap sudah ditentukan, validitasnya lemah untuk

pasien dengan gangguan psikiatrik.

3. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi disfungsi otak fokal.

4. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi demensia ringan.23

9

Page 10: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

10

Beberapa penulis melaporkan bahwa nilai MMSE dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti faktor sosiodemografik, termasuk di dalamnya adalah

usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang

kedua adalah faktor lingkungan dan faktor behavior, yang termasuk pada faktor

ini adalah beban kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas

fisik,merokok dan minum alkohol. Penelitian lain melaporkan usia dan

pendidikan mempengaruhi nilai MMSE. Sedangkan peneliti lain melaporkan

bahwa yang mempengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja. Beberapa

modifikasi dari MMSE telah dilakukan supaya dapat digunakan pada negara

tertentu. Terdapat beberapa perbedaan diantara para ahli dalam menentukan

klasifikasi penilaian MMSE. Grut et al dan Folstein et al mendapatkan nilai

MMSE normal lebih besar atau sama dengan 27. Wind mengatakan nilai MMSE

normal (27-30), curiga gangguan kognitif (22-26), dan pasti gangguan kognitif (<

21). Kukull et al menyatakan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama

dengan 27.20,23

b. Clock Drawing Test (CDT)

CDT (Clock Drawing Test) telah diusulkan sebagai tes skrining cepat

untuk disfungsi kognitif sekunder untuk demensia, delirium, atau kisaran penyakit

neurologis dan psikiatris. Menurut Sulaiman, CDT melengkapi tes skrining cepat

termasuk MMSE dan merupakan komponen "7 Menit Neurokognitif Pemutaran

Baterai". Kekuatan dan kelemahan dari tes menggambar jam terletak pada

jumlah kognitif, motor dan fungsi persepsi yang diperlukan untuk keberhasilan

penyelesaian secara bersamaan. orientasi, konseptualisasi waktu, organisasi

spasial visual, memori dan fungsi eksekutif, pemahaman pendengaran, memori

visual, pemprograman motorik, pengetahuan numerik, instruksi semantik,

penghambatan stimulus mengganggu, konsentrasi dan frustrasi toleransi. Fungsi

eksekutif yang diperlukan.23

2.7 Lokasi Kelaianan

Penurunan kognitif akibat faktor risiko vaskuler biasanya banyak

terdapat pada kerusakan di pembuluh darah kecil ( small vessel disease ) di otak

dan khususnya di daerah limbik, paralimbik, diensefalon, basal otak bagian depan,

10

Page 11: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

11

lobus frontal dan substansia alba di daerah area 44. Gangguan fungsi eksekutif,

kemampuan verbal dan gerakan psikomotor adalah hal yang membedakan

penurunan kognitif akibat faktor risiko vaskuler atau demensia akibat faktor

risiko vaskuler. Pada penurunan kognitif akibat faktor risiko vaskuler mempunyai

gangguan yang menonjol yaitu terdapat gangguan fungsi eksekutif, atensi,

kemampuan verbal dan psikomotor, akan tetapi memiliki gangguan memori yang

ringan.23

2.8 Diagnosis dan Penatalaksanaan

Deteksi dini memberikan gambaran perkembangan penurunan kognitif

awal akibat faktor risiko vaskuler sebelum terjadinya kerusakan lanjut yang

menyebabkan penurunan kualitas hidup manusia. cara pendekatan, prinsip-

prinsip deteksi dini dan tata laksana penurunan kognitif akibat faktor risiko

vaskuler memerlukan pendekatan khusus di tingkat layanan primer maupun

tingkat rujukan dengan menggunakan instrumen instrument penilaian khusus dan

bentuk-bentuk intervensi khusus. Deteksi dini dan tata laksana faktor risiko

vaskular dengan gangguan kognitif dilakukan pada penyandang hipertensi,

terutama pada kelompok usia lanjut. Yang merupakan suatu rangkaian kegiatan

yang berkesinambungan. Kegiatan deteksi dini dan tata laksana gangguan

kognitif pada faktor resiko vaskuler dilakukan dengan tahapan :

A. Deteksi Dini

1. Deteksi Dini Faktor Risiko vaskular

Penilaian faktor risiko vaskular meliputi wawancara dengan menggunakan

kuisioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit, riwayat anggoat keluarga

yang menderita DM, penyakit jantung koroner, hiperkolesterol, pengukuran

tekanan darah dan denyut nadi, pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran

berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul, pemeriksaan

laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi yang

belum tahu atau belum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula

darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa, Kadar Kolesterol Darah

(Kolesterol Total, LDL, HDL, dan Trigliserida).22

2. Deteksi Dini Gangguan Kognitif

Deteksi dini gangguan kognitif dilakukan dengan menggunakan

11

Page 12: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

12

instrumen Montreal Cognitive Assessment (MOCA) yang telah divalidasi di

Departement Neurologi FKUI RSCM. Komponen-komponen penilaian deteksi

dini gangguan kognitif meliputi penilaian visuospasial/eksekutif, penamaan

(naming), memori, atensi, bahasa, abstraksi, delayed recall, orientasi. Penilaian ini

dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di tingkat pelayanan primer (puskesmas)

dan ditindaklanjuti di tingkat rumah sakit divisi neurobehavior departemen

neurologi.22,28

B. Penatalaksanaan

Sebagai upaya tata laksana faktor risiko vaskular dapat dilakukan di

puskesmas maupun di rumah sakit. tata laksana faktor risiko vaskular di

puskesmas meliputi penatalaksanaan perilaku, mengatasi obesitas /menurunkan

kelebihan berat badan,mengurangi asupan garam di dalam tubuh, menciptakan

keaddaan rileks, melakukan olah raga teratur,berhenti merokok, mengurangi

konsumsi alcohol, terapi farmakologis. Tata laksana faktor risiko vaskular di

rumah sakit meliputi penilaian lanjut faktor risiko vaskular menggunakan

instrument / peralatan spesifik khusus, penilaian vaskular yaitu anamnesis keluhan

vaskular seperti sakit kepala, sesak nafas apabila melakukan aktivitas, tanda-tanda

khusus gangguan vascular lainnya, pemeriksaan tekana darah, EKG, dan

pemeriksaan lainnya (TCD, EECP). Terapi farmakologis untuk pencegahan

komplikasi akibat faktor risiko vaskular dan pengobatan komplikasi akibat faktor

risiko vascular.22

1. Tata laksana Gangguan Kognitif

Tata laksana gangguan kognitf dilakukan melalui pendekatan Brain

Restoration sesuai dengan gangguan yang didapat dari hasil penilaian deteksi dini

dengan instrument MOCA-INA ataupun dengan CERAD-neuropsychological

battery. Tata laksana gangguan kognitif secara garis besar meliputi:

a) Atensi

Atensi adalah suatu komponen proses kognitif yang berkaitan erat dengan

tingkat kesadaran yang tinggi (High Consious) yang berkaitan erat dengan fungsi

kognitif (High Cortical Function).Penanganan tata laksana dapat dilakukan oleh

tenaga perawat terlatih dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Gunakan model penanganan yang disesuaikan dengan teori atensi

12

Page 13: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

13

2) Gunakan terapi kegiatan yang terorganisir secara hirarkis.

3) Lakukan secara berulang-ulang

4) Keputusan jenis penanganan dipilih berdasarkan data pasien

5) Secara aktif memfasilitasi generalisasi dari awal pengobatan

6) Latihan diberikan bersifat fleksibel22

Aktivitas latihan berupa :

Atensi Penerimaan (Sustained attention) :

- Latihan yang memerlukan mendengarkan kata-kata atau urutan kata

dalam kaset, dan menekan bel bila sudah mengenal kata atau urutan

tersebut

- Latihan mendengarkan dari pengertian suatu paragraph

- Latihan yang membutuhkan sebuah urutan nomor urut yang didengar dan

disajikan dalam bentuk urutan menaik atau menurun

- Latihan berhitung

Atensi Alternatif (Alternating Attention)

- Latihan yang memerlukan mendengarkan untuk satu jenis kata atau urutan

dalam kaset yang diberikan, dan kemudian beralih untuk mendengarkan

jenis yang berbeda kata atau urutan

- tugas-tugas yang menghasilkan angka atau huruf

- Kegiatan di mana responden dimulai dengan nomor yang ditunjuk dan

kemudian ditukar dengan menambahkan dan mengurangkan nomor yang

dipilih

Atensi Untuk Seleksi (Selective Attention)

- Diberikan dua macam rangsangan secara bersamaan yaitu mendengar

bunyi musik sambil berbicara. Apakah aktifitas tersebut dapat dilakukan

dengan perhatian tetap pada satu aktifitas

- Setiap perhatian yang dilakukan terus menerus sambil diberikan latar

belakang dengan kebisingan

Pembagian Perhatian (Divided Attention)

- Membaca paragraf untuk pemahaman dan sekaligus memindai kata

(misalnya, saat membaca, klien harus menghitung jumlah angka)

13

Page 14: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

14

- Pada waktu yang sama menyelesaikan tugas yang membutuhkan perhatian

yang terus menerus sambil melakukan tugas lain contoh : komputer

- Menyelesaikan tugas-waktu pemantauan (yang membutuhkan waktu

perhatian) sambil melakukan aktivitas perhatian lain yang

berkelanjutan.22,27

b) Memori

Memori merupakan komponen penting sebagai suatu proses penyimpanan

informasi (information storage) dan proses pemanggilan kembali informasi

tersebut (retrieval/recall information) Latihan memori dapat dilakukan dengan

pengulangan dari suatu pelatihan) Memori melalui praktek latihan:

- Penggunaan memori untuk meningkatkan latihan memori menunjukkan

bahwa memori dapat diperkuat

- Menyarankan bahwa latihan memori kemungkinan besar dapat

disebabkan melalui peningkatan kemampuan pusat perhatian.

- Kami telah melakukan pada klien yang memiliki gangguan "memori"

hasilnya telah berkurang setelah mengikuti pelatihan dalam proses

perhatian

1. Memori melalui strategi pelatihan

- Melalui visual

- Strategi organisasi verbal (misalnya, membentuk akronim; membuat

asosiasi kata dengan memasangkan beberapa kata-kata)

- Elaborasi semantik (menghubungkan kata-kata atau ide-ide dalam cerita)

2. menentukan pelatihan memori yang akan dilakukan

- Teknik restoratif dirancang khusus untuk meningkatkan memori pasien

yang berfungsi untuk meningkatkan proses dalam fungsi memori.

3. Metamemory pelatihan

- Mengajar selfinstructional untuk mengajar rutinitas pemantauan diri (yaitu,

eksekutif strategi) agar meningkatkan fungsi memori mereka.28

2.9 Prognosis

Ilmuwan Eropa melaporkan bahwa terapi jangka panjang antihipertensi

mengurangi risiko demensia sebesar 55%. Beberapa studi Amerika sedikit kurang

14

Page 15: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

15

optimis. Salah satu terapi terkait dengan risiko 38% lebih rendah. Penelitian lain

melaporkan bahwa setiap tahun terapi dikaitkan dengan penurunan 6% dalam

risiko demensia, khususnya, pria yang diobati selama 12 tahun atau memiliki

risiko 65% lebih rendah dari penyakit Alzheimer daripada pria dengan hipertensi

yang tidak diobati. Studi lain di Amerika mengenai terapi pria dan wanita terkait

penurunan 36% dalam risiko penyakit Alzheimer, diuretik tampaknya menjadi

obat yang paling menguntungkan. Dan tim peneliti dari Harvard dan Universitas

Boston melaporkan bahwa enam bulan terapi antihipertensi benar-benar

meningkatkan aliran darah ke otak, memberikan penjelasan yang baik untuk

manfaat yang diamati dalam studi klinis.18

15

Page 16: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mekanisme pasti terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita

hipertensi belum jelas diketahui. Telah diterima secara luas bahwa hipertensi

menyebabkan percepatan terjadi arteriosklerosis pada jaringan otak yang pada

penelitian ditunjukkan dengan adanya hubungan yang bermakna antara derajat

arteriosklerosis pembuluh darah dengan terjadinya gangguan kognitif. Kapiler dan

arteriol jaringan otak akan mengalami penebalan dinding oleh karena terjadi

deposisi hyalin dan proliferasi tunika intima yang akan menyebabkan

penyempitan diameter lumen dan peningkatan resistensi pembuluh darah. Hal

tersebut akan penyebabkan penurunan perfusi jaringan otak yang dapat

menyebabkan iskemia dan infark lakunar jaringan otak. Hipertensi kronik dapat

menyebabkan gangguan fungsi sawar otak yang menyebabkan peningkatan

permeabilitas sawar otak. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak khususnya

substansi putih menjadi lebih mudah mengalami kerusakan.

Kerusakan pembuluh darah kecil jaringan otak selain menyebabkan

peningkatan resistensi pembuluh darah otak tetapi juga menyebabkan gangguan

fungsi vasomotor dan penurunan kapasitas dilatasi pembuluh darah otak. Di lain

pihak juga dilaporkan bahwa tekanan darah sistemik merupakan faktor yang amat

menentukan perfusi jaringan otak sehingga pada penderita hipertensi kronik

dimana telah terjadi adaptasi mekanisme autoregulasi pembuluh darah otak,

tekanan darah yang tinggi diperlukan untuk menjaga perfusi jaringan otak yang

adekuat. Tekanan darah yang lebih rendah pada kelompok dengan gangguan

fungsi kognitif dibandingkan dengan kelompok yang tanpa gangguan fungsi

kognitif mungkin diakibatkan dari arteriosklerosis yag timbul, dimana pada

penderita hipertensi yang disertai arteriosklerosis yang berat akan mengakibatkan

16

Page 17: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

17

kekakuan pada pembuluh darah yang mengakibatkan tekanan darah yang lebih

rendah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Joint National committee VII. 2003. US department of health and human services. NIH Publication.

2. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. 2003. Guidelines of the management of hypertension. J Hypertension 21(11):1983-92.

3. Lee Paul. Hypertension. Available in http://www.eMedicine.com/oph/topic 488.htm. [diakses pada: 29 November 2012].

4. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. 2001. Dalam Hipertensi Primer. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta: BPFKUI 453 – 472.

5. Harrington, F. 2000. Cognitive Performance in Hypertensive and Normotensive Older Subjects. Hypertension 36:1079-1082.

6. Tzourio C. 2002. Vascular factor and cognition: toward prevention of dementia?. Medicografia 24:113-117.

7. Leys D, Parnetti L, Pasquier F. 1999. Vascular dementia. Current review of cerebrovascular disease. Philadelphia Edisi 3: Current Medicine Inc. 13747.

8. Perdossi, 2007. Diagnosis Dini Dan Penatalaksanaan Demensia. Kelompok Studi Neuro-behaviour. 1-8.

9. Wong TY, Klein R, Sharrett AR,Nieto FJ,Boland LL, Couper DJ, et al. 2002. Retinal microvascular abnormalities and Impairment in middle-aged persons. Stroke: 1487-92.

10. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Available in http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. [diakses pada: 30 November 2012].

11. Moroney JT, Bagiella E, Desmond DW. 1997. Meta-analayis of the Hachinski ischemic score in pathologicaly verified dementia. Neurology 49:1196-15.

12. Markum MS. 2002. Hipertensi, dislipidemia dan atherosclerosis. Dalam Simposium on Management of Hypertension in special conditions. Jakarta.

17

Page 18: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

18

13. Haller H. 1997. Endothelial function, General consideration. Drugs 53(suppl):30 – 41.

14. Sica DA. 2000. Endothelial cell function. Eur Heart Journal supp(B) B13-21.

15. Mattei P,Viridis A, Ghiadoni L, Taddei S, Salvetti A. 1997. Endothelial function in hypertension , Journal of Nephrology. 11:192-97.

16. Sutarjo B. 2002. Disfungsi endotel pada hipertensi. Dalam Simposium On Management of Hypertension in special conditions. Jakarta.

17. Wiyoto. 2002. Gangguan Fungsi Kognitif Pada Stroke in Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu penyakit saraf 2002. Surabaya: FK UNAIR. 1- 31

18. Harvard Health Publications. 2009. Blood pressure and your brain. Avalable in http://www.health.harvard.edu/newsletters/Harvard_Mens_Health Watch/ 2009/October/blood-pressure-and-your-brain. [Diakses tanggal: 10 Oktober 2012].

19. Semplicini, Andrea & Inverso, Giulia. 2009. Cognitive impairment in hypertension. SciTopics. Available in http://www.scitopics.com/Cognitive impairment_in_hypertension.html. [diakses pada: 1 November 2012].

20. Hidayati. 2011. Hipertensi Menyebabkan Gangguan Kognitif . Jurnal Medika. Edisi No 04 Vol XXXVI – 2011. Available in http://jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-04-vol-xxxvii-2011/309-kegiatan/594-hipertensi - menyebabkan-gangguan-kognitif. [diakses pada 2 November 2012].

21. Pusat Intelegensia Kesehatan. 2012. Petunjuk Teknis Deteksi Dini Gangguan Kognitif Pada Faktor Risiko Vaskular. Kementerian Kesehatan RI.

22. Kurniati. 2009. Stroke Iskemik. Diakses tanggal: 10 Oktober 2012. Diakses dari: http//:eprints.undip.ac.id/33597/5/Bab_4

23. Harvard Health Publications. 2009. Blood pressure and your brain. Diakses tanggal: 10 Oktober 2012. Diakses dari: http://www.health.harvard.edu/newsletters/Harvard_Mens_Health_Watch/2009/October/blood-pressure-and-your-brain

24. Waldstein, S. 2010. The Relation of Hypertension to Cognitive Function. Diakses tanggal: 10 Oktober 2012. Diakses dari: http://www.psychologicalscience.org/journals/cd/12_1/Waldstein.cfm

25. Kilander, L. Hypertension Is Related to Cognitive Impairment. Hypertension. 1998; 31: 780-786

18

Page 19: Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif

19

26. Cha, S. The Effects of Hypertension on Cognitive Function in Children and Adolescents. International Journal of Pediatrics Volume 2012 (2012).

27. Gorelick, P. Vascular Contributions to Cognitive Impairment and Dementia : A Statement for Association Healthcare Professionals From the American Heart Association/American. Stroke 2011;42:2672-2713; originally published online July 21, 2011; Stroke.

28. Hadjiev, D. Cerebral Blood Flow Changes in Elderly Hypertensive Patients and Cognitive Functions. 2007;38:e153; originally published online September 13, 2007; Stroke.

19