diskusi kasus gangguan kognitif

62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KEPANITRAAN KLINIK SMF GERIATRI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 DISUSUN OLEH: Eko Prayoga Nurraisya Mutiyani Nuzma Anbia Tarikh Azis unu

Upload: nurraisya-mutiyani

Post on 22-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPANITRAAN KLINIK SMF GERIATRIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014

DISUSUN OLEH:Eko PrayogaNurraisya MutiyaniNuzma AnbiaTarikh Azis

unu

Page 2: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

- Nama pasien : Ny.YB

- Usia : 60 tahun

- Jenis kelamin : perempuan

- Alamat : Jakarta

- Pekerjaan : Tidak Bekerja

- Status perkawinan : Menikah

- Nama Kerabat Terdekat : Tn.A

- Tgl. masuk RS : 2010

- Jumlah anak kandung : 4 orang

- Agama : Kristen protestan

- Suku bangsa : Batak

- Pendidikan Formal : Sarjana

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama

pasien mengeluhkan bosan dan ingin keluar dari panti wherda

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk panti sejak 3 tahun yang lalu. Masuk panti bukan karena keinginan

pribadi, melainkan ketika pukul 4 pagi diatas jembatan penyebrangan di Menteng,

pasien ditangkap petugas lalu dibawa ke panti. Sebelumnya pasien mengaku bekerja

sebagai pegawai BPOM di Medan, Sumatra Utara. Kemudian ke Jakarta setelah

pensiun. Awalnya pasien berada dikamar cempaka selama 2 tahun, lalu dipindahkan ke

kamar tulip. Pasien mengatakan bahwa kamar tersebut merupakan penjara dan merasa

ingin sekali keluar dari panti.

2

Page 3: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Pasien mengaku 1 bulan lagi akan keluar dari penjara/ panti. pasien mengaku

berusia 83 tahun. Anaknya, yaitu Tn.Andri yang diakui sebagai polisi sering

mengunjungi pasien.

Keluhan pusing, muntah, mual, demam tidak ada. nyeri perut ada, disekitar ulu hati.

Biasanya timbul apabila pasien tidak makan. Sudah diberi obat dipanti tapi pasien lupa

nama dan jenis obat tersebut. Pasien mengaku SMA di blok m (SMA 6), selain itu

pasien juga mengaku dari kecil sampai pensiun hanya tinggal di Medan. Pasien juga

tidak dapat menyebutkan secara pasti tempat kuliahnya, dan menyebutkan 3 kampus

berbeda. keluhan cepat lelah ada, dan pasien mengaku berat badannya menurun.

BAB dan BAK lancar, jernih, tidak nyeri. Gangguan pendengaran (-),

pandangan kabur (-), Sesak napas (-), Nyeri dada (-) Nyeri ulu hati (-), kembung (-),

Bengkak di kaki (-). Keluhan disertai dengan mata agak kabur ketika membaca, pasien

telah menggunakan kacamata baca.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak terdapat riwayat penyakit keras/ penyakit kronis. Tidak pernah dirawat di

RS. Riwayat operasi tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada. Namun

pasien mengaku sering pusing apabila tidak makan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien sudah meninggal. Riwayat hipertensi dan kencing manis tidak ada.

Sedangkan ibu pasien juga sudah meninggal dengan Riwayat hipertensi dan kencing

manis tidak diketahui.

Riwayat kebiasaan

Pasien mengaku mengkonsumsi makanan sehari sebanyak 2 kali dari apa yang

disediakan oleh panti. Biasanya pasien konsumsi nasi sebanyak 2 piring, disertai lauk

protein nabati berupa tempe, tahu, terkadang proten hewani seperti daging atau telur.

3

Page 4: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Pasien juga mengaku sering memakan mie yang dibeli dikoperasi dengan frekuensi 1

minggu 3 kali.

Riwayat Penggunaan Obat

Saat ini pasien sedang tidak mengonsumsi obat apapun.

Riwayat sosial

Sering mengikuti aktivitas di panti. Keahliannya menjahit gorden dan

menjualnya dipanti. Pasien mengaku tidak sering ke gereja untuk kegiatan agama,

Pasien mengatakan bahwa natal jatuh tanggal 23 Juni dan bukan 25 desember. Namun

pasien dapat menyebutkan nama bulan dengan benar secara berurutan.

Analisis keuangan

Pasien tidak bekerja hanya menjalankan aktifitasnya dipanti saja. Hanya

mendapatkan penghasilan dari hasil menjahit gorden dipanti. Biasanya penghasilan

yang didapatkan 50-70 ribu perbulan. Namun pasien mengaku anak pertamanya sering

mengunjungi pasien, sekitar 3 bulan sekali dan terkadang memberikan uang saku.

Analisa Lingkungan Rumah

Kamar pasien berukuran kurang lebih 7x4 meter, dihuni oleh 20 lansi dengan

lantai keramik, terdapat penerangan dan jendela yang cukup. Terdapat 1 toilet dalam

kamar tersebut.

Analisis gizi

• Karbohidrat : nasi 1 piring 3 X/ hari, roti dan mie instan minimal 1x/minggu.

• Buah, protein nabati, hewani, dan susu selalu dikonsumsi setiap hari.

4

Page 5: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Kajian MNA

5

Page 6: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Analisis Gizi

Analisis Gizi

• BB ideal = 90% x (153-100)x1 kg = 47,7 kg

• IMT = 43 : 1,532 = 18,36 (BB kurang)

• Kebutuhan kalori basal = 25 kal x 60,3 kg = 1192,5 kal

• Kebutuhan aktivitas (+20%)= 20% x 1192,5= 238,5 kal

• Kebutuhan usia (-10%) = 10% x 1809 = 119,25 kal

Total kebutuhan kalori/hari = 1192,5+ 238,5 – 119,25= 1311, 5 kal

Distribusi makanan

• Karbohidrat 60%=60% x 1131,5 = 678,6 kal= 169,5 ≈ 170 gr (678,6kal :

4gr/kal karbohidrat)

• Protein 20%=20%x 1131,5= 226,2 kal = 56,55 ≈ 57gr (226,2 kal: 4 gr/kal

protein)

• Lemak 20%= 20%x 1131,5= 226,2 kal= 25, 13 gr (226,2 kal: 9gr/kal

lemak)

MMSE

No. Pertanyaan Nilai

Orientasi

1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) 2

2. Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (RS), (lt) 3

Registrasi

6

Page 7: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

3. Sebutkan 3 objek: tiap satu detik, pasien disuruh mengulangi nama ketiga

objek tadi. Nilai 1 untuk tiap nama objek yang disebutkan benar. Ulangi

lagi sampai pasien menyebut dengan benar: buku, pensil, kertas

3

Atensi dan Kalkulasi

4. Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar.

Hentikan setelah 5 jawaban, atau eja secara terbalik kata “B A G U S”

(nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan).

5

Mengenal Kembali

5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas tadi 2

Bahasa

6. Pasien disuruh menyebut: pensil, buku 1

7. Pasien disuruh mengulangi kata: “Jika tidak, dan atau tapi” 1

8. Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas itu dengan tangan anda,

lipatlah menjadi 2, dan letakkan di lantai”

2

Bahasa

9. Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perintah kalimat

“pejamkan mata”

1

10. Pasien disuruh menulis dengan spontan (terlampir) 1

11. Pasien disuruh menggambar bentuk (terlampir) 0

TOTAL 23

7

Page 8: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

AMT (Abreviated Mental Test)

• Umur 83 tahun (0)

• Waktu siang (1)

• Alamat tidak bisa menjawab (0)

• Tahun ini 2014 (1)

• Saat ini berada dimana panti werda (1)

• Dokternya (1)

• Tahun kemerdekaan RI 1945 (1)

• Nama presiden RI SBY (1)

• Anak terkahir namanya (0)

• Menghitung terbalik (1)

Berdasarkan hasil MMSE dan AMT pada pasien ini mengalami gangguan demensia

ringan (skor 7)

Penapisan Depresi

Uraian Jawaban

Puas dengan hidup Anda Y T T

Meninggalkan banyak kegiatan Y T T

Merasa kehidupan kosong Y T Y

Sering merasa bosan Y T Y

Mempunyai semangat Y T Y

Takut sesuatu yang buruk terjadi Y T Y

8

Page 9: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

pada Anda

Merasa bahagia pada sebagian

besar hidup Anda

Y T Y

Sering merasa tidak berdaya Y T Y

Lebih senang di rumah daripada di

luar

Y T T

Mempunyai masalah daya ingat Y T T

Hidup Anda saat ini menyenangkan Y T T

Merasa tidak berharga Y T T

Merasa penuh semangat Y T Y

Merasa tidak ada ada harapan Y T T

Orang lain lebih baik dari Anda Y T T

SKOR 5

Hasil : Pasien mengalami depresi

Indeks ADL, Barthel

9

Page 10: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Hasil : pasien tergolong Mandiri

Berg Balance Scale: tidak dilakukan karena pasien tidak bersedia melakukan

1.3 Pemeriksaan Fisik

• Kesadaran : Compos Mentis

• Keadaan Umum : Tampak normal

• Status Gizi : BB 45 TB 151 BMI

• Tanda Vital : TD duduk : 100/70 mmHg

TD berbaring: 100/70 mmHg

TD berdiri : 110/90mmHg

Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi cukup

Pernapasan : 14 kali/menit, reguler

Suhu : 37,3o C

Status Generalis :

• Kepala: normocephal, rambut hitam sebagian putih beruban, rambut tidak

mudah dicabut

10

Page 11: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

• Mata: sklera ikterik (-/-), konjugtiva anemis (-/-), AVOD 6/60, AVOS 6/60

• Hidung: deviasi septum(-), sekret (-), hipertrofi konka (-), pernafasan cuping

hidung (-)

• Gigi & mulut: higiene baik, gigi tidak komplit , gigi palsu (-), Lendir (-), faring

hiperemi (-) tonsil T1-T1.

• Telinga: normotia, tidak hiperemis, liang telinga lapang, sekret -/-

• Leher: tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O

• Paru :

• I: Pergerakan simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

• P: Vocal Fremitus simetris, nyeri tekan (-) di kedua lapang paru

• P: Sonor dikedua lapang paru

• A: Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-

• Jantung:

• I: Iktus kordis terlihat 2 jari medial LMCS ICS 5

• P: Iktus kordis 2 jari medial LMCS ICS 5

• P: Batas jantung kanan relatif ICS 5 parasternal kanan, batas jantung kiri

relatif 2 jari medial LMCS ICS 5

• A: Bunyi Jantung I & II normal, Murmur -, Gallop -

• Abdomen:

• I: Datar, lemas

• P: Supel, nyeri tekan (+), defanse muscular (-), hepatosplenomegali (-)

• P: Shifting Dullness -

• A: Bising Usus + normal

• Kulit: Ikterik (-), kering, dekubitus (-)

• Punggung : deformitas (-), gibus (-)

• KGB : tidak ada pembesaran KGB

• Ekstermitas: perfusi baik, edema (-), akral hangat, sianosis (-) CRT <2 detik

Ekstermitas atas Bahu Siku Wrist (hand) Jari tangan

Deformitas -/- -/- -/- -/-

11

Page 12: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Nyeri -/- -/- -/- -/-

Bejolan -/- -/- -/- -/-

ROM

- - Fleksi

- - Ekstensi

- - Abduksi

- - adduksi

- - Endorotasi

- - Eksorotasi

- - Pronasi

- - Supinasi

Pasif :

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Pasif :

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Pasif :

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Pasif :

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Ekstremitas bawah Paha Lutut Wrist Foot Jari kaki

Deformitas -/- -/- -/- -/-

Nyeri -/- -/- -/- -/-

Bejolan -/- -/- -/- -/-

ROM

- - Fleksi

- - Ekstensi

- - Abduksi

- - adduksi

- - Endorotasi

- - Eksorotasi

- - Pronasi

- - Supinasi

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

Max/Max

1.4 Pemeriksaan Status Neurologis

GCS : E4M5V6

TRM : Kaku kuduk (-), Brudzinski I (- / -), Laseque >70o/>70o, Kernig

>135o/>135o, Brudzinski II (- / - )

12

Page 13: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Nervus kranialis

N.I – Olfaktori : Normosmia +/+

N.II- Optikus

Acies Visus : OD 6/60 OS 6/60

Visus Campus : Sama dengan pemeriksa

Buta warna : Tidak diperiksa

Funduskopi : Tidak diperiksa

N II & III

Pupil Bulat Isokhor Ø 3mm/3mm

OD OS

RCL + +

RCTL + +

N. III (okulomotor), IV (tokhlearis) dan VI (absusen)

1) NIII

Ptosis : (-)

Akomodasi : (+)

2) N.III .IV,VI

Kedudukan bola mata : Normal +/+

Eksoftalmus : (-)/(-)

Pergerakan bola mata :

OD OS

13

Page 14: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

3) N. V (Trigeminus)

1. a. Cab. Motorik

Otot pengunyah kuat dan simetris kanan dengan kiri

b. Cab. Sensorik

Opthalmicus : baik/baik

Maksilaris : baik/baik

Mandibularis : baik/baik

2. Refleks Refleks Kornea: +/+

3. Refleks Masetter: +

4) N. VII (Fasialis)

a. Motorik orbitofrontal : Wajah simetris, dapat mengangkat alis dengan

simetris

b. Motorik orbikularis oculi : Dapat menutup mata dengan sempurna pada

kedua kelopak mata

c. Motorik orbikularis oris : Sudut bibir dan plica nasolabial sinistra lebih

datar daripada dekstra saat pasien diminta untuk mneyeringai, ridak ada

kebocoran pipi dekstra et sinistra saat pasien diminta menggembungkan

pipi dan pemeriksa menekan pipi pasien

d. Pengecapan tidak diperiksa

5) N.VIII (Vestibulochoclear)

Pendengaran normal

6) N. IX (glosofaringeus), X (vagus)

a. Arcus faring : simetris

b. Uvula : di tengah

7) N. XI (Aksesorius)

a. M. sternokleidomastoideus : dapat menahan tahanan simetris kanan kiri

b. M. trapezius : dapat menahan tahanan simetris kanan kiri

8) N. XII (Hipoglosus)

Lidah saat statis dan dinamin tidak ada deviasi, tidak ada tremor atau

fasikulasi

14

Page 15: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Kekuatan lidah simetris

Trofi : Eutrofi

Tonus : Normotonus

Sistem Motorik:

Ekstremitas : Atas 5555 | 4444

Bawah 5555 | 4444

Reflek Fisiologis

Biseps : +2 |+ 2

Triseps : +2 |+2

Patella : +2 |+ 2

Achiles: +2 |+ 2

Reflek Patologi

Hoffman tromer : - | -

Babinski : - | -

Chaddok : - | -

Oppenheim : - | -

Schafer : - | -

Gonda : - | -

Rossolimo : - | -

Mendel-Bechterew : - | -

Klonus Patella : - | -

Klonus Achiles : - | -

Gerakan Involunter

Tremor : - | -

Khorea : - | -

Mioklonik : - | -

Fungsi Serebelar

Ataksia : - | -

15

Page 16: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Jari-jari : - | -

Jari-hidung : - | -

Fungsi Bicara:

Disfoni (-)

Disatria (+)

Fungsi Menelan:

Disfagia (-)

16

Page 17: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

BAB II

DIAGNOSIS DAN PENGKAJIAN MASALAH

2.1 Diagnosa

Diagnosa Medis

malnutrisi

Diagnoa Psikiatri

1. Gangguan depresi ringan tanpa gejala somatik

2. Gangguan demensia ringan

Diagnosa Fungsional :

Impairment : kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Disability : menarik diri dari teman-teman sekamar

Handicap : (-)

17

Penampilan: perempuan, sesuai usia, perawatan diri baikPerilaku dan psikomotorik: normalMood: baikAfek: datar atau tumpulProses pikir: asosiasi longgarIsi pikir: normalGangguan persepsi:(-)

Page 18: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

2.2 Sindrom Geriatri

Intelectual impairment

Inanition

Insomnia

Isolation

impecunity

Tatalaksana

antikolinesterase : donepezil 5 mg/ hari. 10 mg/ hari setelah 1 bulan pemakaian

vitamin E : 250 IU/ hari

golongan SSRI: fluoxatine: 20 mg / hari.

2.3 Pengkajian Masalah

1. Gangguan depresi

Gangguan depresi dibawah naungan mood. Sedangkan definisi mood

merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami, dapat diutarakan oleh

pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi,

elasi, dan marah. Kepustakaan lain mengemukakan mood adalah perasaan, atau

“perasaan hati” seseorang, khususnya yang dihayati secara bathiniah. Sedangkan

gangguan depresi, tanda dan gejalanya berupa keadaan emosional yang ditandai

kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari

orang lain, kehilangan minat untuk tidur, seks, serta hal-hal menyenangkan

18

Page 19: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

lainnya.Orang yang depresi mungkin: Sulit konsentrasi, bicaranya pelan, kata-

kata monoton, suara pelan, memilih untuk sendirian dan berdiam diri.

Sedangkan untuk dapat mendiagnosis gangguan depresi dapat digunakan

DSM-IV, yaitu dengan kriteria:

a. Depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi; ditambah

sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya

b. Depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi; ditambah

sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya

Lama seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan

urusan rumah tangga

c. Depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua 3 gejala utama depresi harus ada

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotorik)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara

menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

19

Page 20: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari

2 minggu.

Sangat tidak mungkin pasien mampu meneruskan kegiatan social,

pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

d. Depresi berat dengan gejala psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa gejala

psikotik

Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemisikinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa

suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging busuk. Retardasi

psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau

halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood

congruent).

Gejala utama:

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan

Kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudha lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan bunuh diri atau membunuh

Tidur tertanggu

Nafsu makan berkurang

20

Page 21: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Pada pasien Ny.Y, 2 dari gejala utama sudah ada gejalanya yaitu merasa

kekurangan energy, mudah lelah, dan menurunnya aktivitas, serta afek depresif.

Sedangkan untuk gejala tambahan terdapat rasa gangguan tidur, dan pandangan

masa depan yang suram. Jadi dari gejala yang dialami pasien, masuk dalam

kategori depresi ringan. Dari hasil pemeriksaan screening depresi dengan

menggunakan Geriatric Depretion Scale (GDS), didapatkan angka 5 yang sudah

menunjukkan kemungkinan pasien mengalami depresi. Dari pemeriksaan

anamnesis, pasien menyatakan tidak ingin tinggal dipanti, karena panti dianggapnya

sebagai penjara. Hal tersebut dirasakan pasien sejak masuk panti, yaitu 3 tahun lalu.

Hal itu menunjukkan bahwa depresi yang dirasakan pasien sudah timbul lebih dari 2

minggu dan masuk dalam kriteria mendiagnosis depresi.

Pada pasien lanjut usia (lansia) dapat terjadi gangguan kognitif yang

mengalami depresi disebut juga sindrom demensia dari depresia (pseudodemensia),

yang mudah rancu dengan demensia sebenarnya. Pada demensia sebenarnya,

gangguan intelektual biasanya bersifat umum dan deficit bersifat menetap. Pada

pseudodemensia, didapatkan deficit pada atensi dan konsentrasi yang bervariasi.

Dibandingkan pasien yang menderita demensia sebenarnya, pasien dengan

pseudodemensia lebih jarang memiliki gangguan bahas san berkonfabulasi. Apabila

mereka tidak yakin, mereka cenderung mengatakan “saya tidak tahu”, kesulitan

daya ingat lebih terbatas pada free-recall. Dibandingkan dengan recall yang

dilakukan pada tes memori. Pseudodemensia terjadi pada kira-kira 15% pasien

lansia yang mengalami depresi, sedang 25-50% pasien dengan demensia mengalami

depresi.

Pada depresi sedang, pasien terganggu saat mengerjakan pekerjaan yang

kompleks. Pasien dengan depresi berat, sering memperlihatkan gejala yang mirip

demensia (pseudodemensia). Hal ini diperkirakan karena pada pasien yang

menderita depresi kronis terjadi juga kerusakan hipokampus karena peningkatan

kadar steroid endogen.

2. Demensia

21

Page 22: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Demensia adalah suatu kondisi di mana kemampuan otak seseorang mengalami

kemunduran. Kondisi ini dapat ditandai dengan keadaan seseorang sering lupa akan

sesuatu, keliru, adanya perubahan kepribadian, dan emosi yang naik-turun atau labil.

Banyak penyebab yang membuat seseorang mengalami Demensia, umumnya karena

penyakit-penyakit kronik seperti Stroke dan Parkinson. Namun diketahui bahwa

penyebab utama seseorang mengalami Demensia adalah penyakit Alzheimer.

Penyakit Alzheimer sendiri adalah suatu kondisi sel-sel saraf di otak mati, yang

mengakibatkan sinyal-sinyal otak sulit tersalurkan dengan baik. Hampir sama dengan

Dimensia, Alzheimer juga membuat penderitanya mengalami gangguan pada ingatan,

penilaian, dan sulit berpikir. Hingga saat ini, terdapat 1 juta penderita Demensia di

Indonesia. Menurut penelitian, pada tahun 2009 lalu kasus penderita Demensia

bertambah satu orang setiap 4 detiknya. Menurut perkiraan, pada tahun 2050 akan ada

sekitar 3 juta penderita Demensia di Indonesia atau 3,5 persen dari total penduduk.

Sementara menurut perkiraan, pada tahun 2050 mendatang kasus Demensia di Asia

Pasifik akan mencapai 20 juta insiden pertahun.

Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain

kemampuan mental lainseperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praktis,

dan visiospasial. Pada kasus pasien kali ini, dari anamnesis didapatkan bukti terjadinya

penurunan memori, dimana pasien tidak mampu menyebutkan secara jelas jumlah anak

pasien, alamat rumah terdahulunya, tidak dapat menyebutkan dengan benar nama bulan,

dan kehilangan kacamata akibat lupa. Namun pasien masih dapat kembali lagi kekamar

panti dan masih hafal jalan dipanti. Selanjutnya, berdasarkan pemeriksaan kognitif dan

neuropsikiatrik dengan menggunakan the minimental status examination (MMSE),

didapatkan nilai 23, yang menunjukkan gejala demensia ringan.

Selain itu, terdapat kriteria diagnosis demensia berdasarkan DSM IV:

A. Munculnya deficit kognitif multiple yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut:

22

Page 23: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk

mengingat informasi yang baru saja dipelajari)

2. Satu (atau lebih) gangguan berikut:

Afasia (gangguan berbahasa)

Apraksia (ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi

motorik masih normal)

Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi

sensorik masih normal

Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir runut,

dan berpikir absktrak)

B. Deficit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan

bermakna pada fungsi social dan okupasi serta menunjukkan penurunan yang bermakna

dari fungsi sebelumnya. Deficit yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya

delirium.

Pada pasien Ny.Y, ditemukan gejala penurunan gangguan memori dan gangguan

fungsi eksekutif, sehingga dapat didiagnosis demensia berdasarkan DSM IV.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DEPRESI

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam yang terjadi setelah

mengalami suatu peristiwa dramatis atau menyedihkan, misalnya kehilangan seseorang

yang disayangi. Seseorang bisa jatuh dalam kondisi depresi jika ia terus-menerus

memikirkan kejadian pahit, menyakitkan, keterpurukan dan peristiwa sedih yang

menimpanya dalam waktu lama melebihi waktu normal bagi kebanyakan orang.1

23

Page 24: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Depresi dapat terjadi pada siapa pun, golongan mana pun, keadaan sosial

ekonomi apa pun, serta pada usia berapa pun. Tetapi umumnya depresi mulai timbul

pada usia 20 sampai 40 tahun-an. Depresi biasanya berlangsung selama 6-9 bulan, dan

sekitar 15-20% penderita berlangsung sampai 2 tahun atau lebih. Episode depresi

cenderung berulang sebanyak beberapa kali dalam kehidupan seseorang.

Menurut National Institute of Mental Health (dalam Siswanto, 2002), gangguan

depresi dipahami sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang

meliputi tubuh, suasana perasaan dan pikiran. Ini berpengaruh terhadap cara makan dan

tidur, cara seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai

sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Ini juga

tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi yang dapat dikehendaki atau

diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit depresi tidak dapat begitu saja “memaksa

diri mereka sendiri” dan menjadi lebih baik.

MANIFESTASI KLINIS

Depresi muncul secara bertahap selama beberapa hari atau minggu. Penderita

tampak tenang dan sedih atau mudah tersinggung dan cemas datang silih berganti, lama

– lama gejala tersebut bertambah berat dan menetap. Gejala depresi yang paling serius

adalah pemikiran tentang bunuh diri. Banyak penderita yang ingin mati atau merasa

mereka sangat tidak berguna sehingga mereka sepantasnya mati. Sebanyak 15%

penderita menunjukkan perilaku bunuh diri. Rencana bunuh diri merupakan keadaan

yang sangat berbahaya sehingga penderitanya harus dirawat dan diawasi secara ketat,

sampai keinginan bunuh dirinya hilang.

Banyak penderita yang tidak dapat merasakan emosi sedih, gembira, dan senang

secara normal. Dari perspektifnya dunia tampak semakin suram, tidak ada kehidupan,

dan menjemukan. Berpikir, berbicaram dan kegiatan umum lainnya semakin jarang

dilakukan, dan akhirnya akan menghentikan seluruh aktivitasnya.

Pikirannya dipenuhi oleh perasaan bersalah dan memiliki gagasan untuk

menghancurkan dirinya sendiri, serta tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dan daya

24

Page 25: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

ingat menurun. Mereka sering bimbang dan menarik diri, merasa tidak berdaya dan

putus asa serta berpikir tentang kematian dan bunuh diri.

Penderita mengalami kesulitan tidur dan seringkali terbangun, terutama pada

dini hari. Gairah dan kenikmatan seksualnya hilang. Nafsu makan yang buruk dan

penurunan berat badan kadang menyebabkan penderita menjadi kurus dan siklus

menstruasinya terganggu atau berhenti. Pada sekitar 20% penderita, gejalanya lebih

ringan tetapi berlangsung selama bertahun – tahun bahkan berpuluh-puluh tahun.

Apabila depresinya ringanm penderita akan makan sangat banyak sehingga terjadi

penambahan berat badan berlebihanm terjadi kegemukan.1,2

MACAM DAN BENTUK DEPRESI

Depresi dapat muncul dalam beberapa bentuk, antara lain:

1. Depresi Situasional, merupakan depresi yang terjadi setelah mengalami suatu

peristiwa sedih yang berat/traumatik, seperti kematian orang yang dicintai, di-

PHK, kehilangan mata pencaharian mendadak, bangkrut, dan sebagainya.

2. Holiday Blues, merupakan depresi yang terjadi ketika sedang berlibur atau

merayakan suatu momen sedih, mengenang peristiwa masa lalu yang pahit, lalu

timbul depresi. Depresi jenis ini biasanya bersifat sementara, begitu momen

perasaan khususnya selesai, ia akan kembali pulih.

3. Depresi Endogenous, merupakan depresi tanpa penyebab yang pasti, tiba – tiba

saja muncul tanpa diketahui faktor pencetusnya.

4. Depresi Vegetatif, merupakan depresi yang membuat penderita cenderung

menarik diri dari pergaulan, jarang berbicara, tidak mau makan dan tidak mau

tidur. Yang dilakukannya hanya melamun dan bingung.

5. Depresi Agitatif, diketahui dari penderitanya yang tampak sangat gelisah, cemas,

meremas – remas tangannya serta banyak bicara, hiperaktif, tidak bisa diam.

6. Depresi Disrtimik, depresi jenis ini berhubungan dengan perubahan kepribadian

yang nyata. Penderita tampak lusuh, muram, pesimis, tidak suka bercanda atau

tidak mampu menikmati kesenangan. Ia berlaku pasif, menarik diri (introvert),

25

Page 26: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

curiga, suka mengkritik, dan sering menyesali dirinya sendiri. Pikiran penderita

dipenuhi dengan kekurangan, kegagalan, dan hal – hal negatif, bahkan

menikmati kegagalannya.

Beberapa penderita mengeluhkan penyakit fisik, berupa sakit dan nyeri,

ketakutan akan musibah, atau takut menjadi gila. Penderita juga merasa bahwa

mereka menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau yang memalukan

(misalnya kanker atau penyakit menular seksual, AIDS/HIV) dan berpikir telah

menularkannya kepada orang lain sehingga timbul rasa bersalah dan penyelasan

mendalam.

F 34.1 Distimia

Pedoman Diagnostik

• Ciri esensial ialah efek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak

pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan

depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1)

• Biasanya mulai pada usia dini masa dewasa dab berlangsung sekurang-

kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.

Jika onsetnya pada usia lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan

suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa

berkabung atau stress lain yang tampak jelas.

7. Depresi Psikotik. Sekitar 15 % penderita terutama pada depresi berat, akan

mengalami delusi (keyakinan yang salah terhadap sesuatu) atau halusinasi

(melihat atau mendengar sesuatu yang sesungguhnya tidak ada). Mereka yakin

telah berbuat dosa atau kejahatan besar yang tidak dapat diampuni atau

mendengar suara-suara yang menuduh mereka telah melakukan berbagai

perbuatan asusila yang tidak senonoh atau suara-suara yang mengutuk mereka

supaya mati. Kadang penderita membayangkan bahwa mereka melihat peti mati

dan orang-orang yang sudah meninggal. Perasaan tidak aman dan tidak berharga

26

Page 27: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

bisa menyebabkan depresi yang sangat berat pada penderita yang yakin bahwa

mereka diawasi dan dihukum.1,2,3

KRITERIA DIAGNOSIS

(Menurut PPDGJ III)

1. Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di

bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana

perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan

berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja

sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah Konsentrasi dan perhatian

berkurang

a. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

b. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada

episode tipe ringan sekalipun)

c. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

d. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

e. Tidur terganggu

f. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan,

biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan

diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar

biasa beratnya dan berlangsung cepat

F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan

kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala

27

Page 28: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah

sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan

diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya

seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang

gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan

kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama

sekali

F32.1 Episode depresif sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas

yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-

kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala

mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara

keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode

berlangsung minimal sekitar 2 minggu Individu dengan episode depresif

taraf; sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan

kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan

ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi

merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak

berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata

terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom

somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat.

Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif

ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala

28

Page 29: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila

gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien

mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya

secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam

subkategori episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif

biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi

jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan

untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita

akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah

tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif

berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus

digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2

terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya

biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu.

Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina

atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi

psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham

atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan

suasana perasaan (mood).

Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari

skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya.

Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat

tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan

subkategori gangguan depresif berulang.

29

Page 30: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

TERAPI

Terapi Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita

gangguan depresi mayor, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya,

dokter akan bekerjasama dengan penderita untuk menentukan terapi yang

paling sesuai. Diperkirakan hampir 80% dari penderita dengan gangguan

depresi mayor bisa diterapi dengan baik, tetapi keberhasilan terapi

bergantung kepada terapi yang dipilih (Bjornlund, 2010). Penggunaan obat

untuk mengurangi gejala (simptomatis) dan psikoterapi telah terbukti efektif

dalam mengobati gangguan depresi mayor, samada secara sendirian

maupun kombinasi (Halverson, 2011).

Penggunaan obat antidepresan merupakan terapi pertama untuk penderita

gangguan depresi mayor dewasa dengan rekuren dan persisten.

Antidepresan bekerja dengan cara menormalkan kembali neurotransmitter

yang memberi efek pada mood seseorang, biasanya neurotransmitter

serotonin dan norepinefrin. Ada juga obat antidepresan yang bekerja pada

neurotransmitter dopamine (National Institute of Mental Health, 2008).

Obat yang paling sering digunakan adalah selective serotonin reuptake

inhibitors (SSRIs). SSRIs meningkatkan jumlah neurotransmitter serotonin

dengan cara menghambat reuptake kembali serotonin ke sel presinaps.

Hasilnya, jumlah serotonin di synaptic cleft yang akan berikatan dengan

reseptor akan meningkat. Contoh obat yang digunakan adalah fluoxetine

(Prozac), paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft). SSRIs paling sering

digunakan

3.2 Demensia

3.2 Demensia

Klasifikasi demensia. Demensia terbagi atas 2 dimensi:

Menurut umur; terbagi atas:

30

Page 31: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Demensia senilis onset > 65 tahun

Demensia presenilis < 65 tahun

Menurut level kortikal:

Demensia kortikal

Demensia subkortikal

Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-

anatomisnya

1. Anterior : Frontal premotor cortex

Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.

2. Posterior: lobus parietal dan temporal

Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik.

3. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.

4. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

Pemeriksaan demensia

Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai

saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain

untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat

dilakukan antara lain :

1. Riwayat medik umum

Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat

menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit

jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan

arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara

biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign.

2. Riwayat neurologi umum

Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi

khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi

susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau

31

Page 32: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik,

gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan

kelainan struktural dari pada sebab degeneratif.

3. Riwayat neurobehavioral

Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau

tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan

memori jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi

eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan

membuat keputusan.

4. Riwayat psikiatrik

Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah

mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat

depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi,

dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal

ini disebut pseudodemensia.

5. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan

Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan

gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi,

alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia

Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti

kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif.

6. Riwayat keluarga

Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga,

terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.

7. Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum,

pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status

fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.

32

Page 33: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan

untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible,

walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil

laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan

laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,

elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.

Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah

menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih

dipertanyakan.

Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian

besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran

perlambatan difus dan kompleks periodik.

Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang

dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi

atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang

memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk

APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia

33

Page 34: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif

APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.

Diagnosa banding demensia

Delirium

Delirium adalah keadaan akut dan serius, dapat mengancam jiwa. Dapat disebabkan

oleh berbagai penyakit, gangguan metabolik dan reaksi obat.

Delirium

Awitan akut dengan waktu awitan

diketahui dengan tepat

Perjalanan klinis akut, berlangsung

sampai berhari-hari sampai mingguan

Biasanya reversibel

Disorientasi terjadi pada fase awal

penyakit

Fluktuasi dari jam kejam

Perubahan fisiologis yang nyata

Tingkat kesadaran yang berfluktuasi

Gangguan siklus tidur-bangun bervariasi

dari jam ke jam

Gangguan psikomotor jelas terjadi pada

fase awal

Demensia

Awitan tidak jelas dengan waktu awitan

tidak diketahui

Perjalanan klinis perlahan, bertahap dan

progresif memburuk

Biasanya irreversible

Disorientasi terjadi pada fase lanjut

Fluktuasi ringan dari hari ke hari

Perubahan fisiologis tidak begitu nyata

Rentang waktu atensi normal

Gangguan siklus tidur-bangun bervariasi

dari siang ke malam

Gangguan psikomotor terjadi pada fase

lanjut

Pseudodemensia

34

Page 35: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Depresi dapat mempengaruhi status kognisi penyandang, oleh sebab itu sebelum

mencari etiologi demensia perlu dipastikan apakah penyandang mengalami demensia

atau pseudodemensia karena depresi.

Gambaran klinis Pseudodemensia Demensia

Awitan (onset)

Mood /tingkah laku

Pandangan tentang diri sendiri

Keluhan terkait

Durasi

Alasan konsultasi

Riwayat hidup sebelumnya

Akut dengan

perubahaan tingkah

laku

Banyak keluhan;

seperti tidak dapat

melakukan test tetapi

hasil test objektif

baik

Jelek

Ansietas, insomnia,

anoreksia

Bervariasi dapat

berhenti spontan/

setelah terapi

Rujukan sendiri

Riwayat psikiatri

Perlahan, berbulan-

bulan

Test neuropsikologis

jelek tetapi penyandang

berusaha

meminimalkan/merasio

n aliasasi

kekurangannya

Normal

Jarang, kadang-kadang

insomnia

Keluhan progresif

perlahan dalam

berbulan-bulan-

bertahun

Penyandang dibawa

oleh keluarga yang

merasakan perubahan

memori, kepribadian

dan tingkah laku

35

Page 36: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Tidak jarang ditemukan

riwayat keluarga

dengan demensia

Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas

sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. .(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003). Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan

pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang

mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem

solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat

ringanuntuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat

pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut: mampu menyaring

secara cepat suatu populasi , mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah

diindentifikaskan demensia.

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah

test yang paling banyak dipakai. tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori

ringan.

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering

dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi

gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam

kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan

gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.

36

Page 37: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah

24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko

untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993

didapatkan median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25

untuk yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun,

26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.

Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia

dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat

Menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002). Penilaian

fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori,

orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan

hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu

derajat penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan

kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat

demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,

menggambarkan suatu derajat demensia yang berat.

PENATALAKSANAAN 

Pada prinsipnya penatalaksanaan gangguan prilaku dan demensia dapat dibagi dalam

terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa.

Terapi medikamentosa

Terapi obat-obatan diberikan untuk mengatasi faktor penyebab dan mencegah atau

memperlambat perkembangan demensia. Pada kasus demensia lanjut, terapi obat-obatan

tidak untuk mengobati penyebab melainkan ditujukan untuk meminimalkan gejala

psikologis dan gangguan prilaku yang terjadi. Beberapa obat-obatan dapat digolongkan

menjadi:

a.       Neurotropika: pyritinol, piracetam, sabeluzole

37

Page 38: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

b.      Ca-antagonis: nimodipine, citicholine, cinnarizine, pentoxiphiline, pantoyl GABA

c.       Acethylcholinesterase inhibitor: tacrine, donopezil, galantamine, rivastigmin,

memantine

Obat-obat lain dapat diberikan sesuai dengan gejala akibat gangguan psikologis dan

perilaku seperti:

a.       Antipsikotik tipikal: haloperidol

b.      Antipsikotik atipikal: clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine

c.       Anxiolitik: clobazam, lorazepam, buspirone, trazodone dan sebagainya.

d.      Antidepresan: amitriptilin, tofranil, asendin, SSRI.

e.       Mood stabilizer: carbamazepine, divalproex, neurontin dan sebagainya

Terapi nonmedikamentosa

Intervensi nonfarmakologis harus dilakukan secara holistic meliputi lingkungan,

psikologis, kemampuan bahasa dan lain-lain. Intervensi psikologis dapat berupa

psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberikan rasa aman dan ketenangan baik

dalam bentuk psikoterapi individual, kelompok maupun keluarga. Lingkungan tempat

tinggal juga perlu mendapat perhatian agar memberikan cukup kenyamanan serta

keamanan bagi penderita. Warna, bentuk, bahan, fasilitas seyogyanya disesuaikan untuk

mendukung program yang akan dilaksankan. Pendekatan lain meliputi adat, budaya,

keagamaan, pengembangan kesukaan/ hobi juga biasa dilakukan untuk memaksimalkan

potensi yang ada pada penderita sekaligus memberikan keselarasan dengan sisitem

sosial yang ada. Untuk caregiver diperlukan dukungan mental, pengembangan

kemampuan adaptasi, peningkatan kemandirian dan kemampuan menerima kenyataan.

Meskipun seorang individu dengan demensia harus selalu berada di bawah

perawatan medis, anggota keluarga idealnya menangani sebagian besar perawatan

sehari-hari. Perawatan medis harus fokus pada mengoptimalkan kesehatan individu dan

kualitas hidup sementara anggota keluarga membantu mengatasi dengan banyak

tantangan untuk merawat anggota keluarga dengan demensia. Perawatan medis

tergantung pada kondisi yang mendasari, tapi paling sering terdiri dari obat-obatan dan

perawatan nonmedikamentosa seperti terapi perilaku.Penghilangan stigma dan

diskriminasi secara sosial terutama pada daerah-daerah yang lebih cenderung

38

Page 39: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

materialistik menjadi penting untuk memberikan kenyamanan secara psikologis bagi

lansia. International Labour Organization serta WHO menganjurkan pemerintah untuk

memasukkan beberapa prinsip dalam program nasional, diantaranya:

A.    Kebebasan

1.      Para lansia harus mendapatkan akses yang baik terhadap makanan, air, perlindungan,

pakaian, serta kesehatan melalui ketersediaan pendapatan, dukungan keluarga dan

masyarakat serta kemandirian.

2.      Para lansia harus memiliki kesempatan untuk bekerja atau memiliki akses pada

kesempatan yang memungkinkan mereka mendapatkan sumber pendapatan

3.      Lansia harus dapat berpartisipasi dalam memutuskan kapan dan bagaimana akan

meninggalkan pekerjaannya

4.      Para lansia harus mendapatkan akses untuk pendidikan dan program-program

pelatihan

5.      Para lansia harus mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang aman

dan bisa menyesuaikan dengan perubahan kapasitasnya

6.      Lansia harus bisa tetap tinggal dirumah selama mungkin

B.     Partisipasi

1.      Para lansia harus tetap tergabung dalam masyarakat, berpartisipasi secara aktif dalam

formulasi dan implementasi kebijaksanaan yang secara langsung mempengaruhi

kesejahteraannya dan membagikan pengetahuan dan ketrampilan mereka dengan

generasi berikutnya.

2.      Lansia harus mampu mencari dan mencari kesempatan untuk melayani masyarakat

sebagai sukarelawan sesuai dengan kemampuannya.

3.      Para lansia harus selalu dalam kerjasama dengan lansia lainnya.

C.    Perhatian

1.      Para lansia harus mendapatlkan keuntungan dari keluarga dan masyarakat serta

pelindungan selaras dengan setiap sistem sosial dari nilai-nilai budaya.

39

Page 40: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

2.      Para lansia harus memiliki akses pada pelayanan kesehatan untuk membantu mereka

menjaga atau mengembalikan tingkat kesejahteraan fisik, mental, dan emosional serta

untuk mencegah keterlambatan penyakit.

3.      Lansia harus memiliki akses pada pelayanan sosial dan hukum untuk meningkatkan

otonomi, perlindungan dan perhatian.

4.      Lansia harus mampu menggunakan ketersediaan institusi perlindungannya dengan

baik untuk memberikan perlindungan, rehabilitasi, stimulasi sosial dan mental dalam

lingkungan yang aman.

5.      Lansia harus mampu menikmati hak asasi manusia dan kebebasan ketika tinggal di

tempat manapun, fasilitas pengobatan, termasuk penghormatan akan martabatnya,

keyakinan, kebutuhan, dan privasi serta hak untuk membuat keputusan untuk kehidupan

dan kualitas hidupnya.

D.    Pemenuhan diri

1.      Lansia harus mampu mencari kesempatan untuk pembangunan sepenuhnya potensi

diri mereka.

2.      Lansia harus memiliki akses akan sumber pendidikan, budaya, spiritual, dan

rekreasional di masyarakat.

E.     Martabat

1.      Lansia harus mampu hidup dalam lingkungan yang aman dan bermartabat dan bebas

dari eksploitasi fisik maupun mental.

2.      Lansia harus diperlakukan dengan baik tanpa melihat umur, jenis kelamin, ras atau

latar belakang etnik, disabilitas atau status yang lain dan di hargai secara bebas akan

kontribusi ekonomis mereka.

Para lansia yang mengalami demensia selayaknya mendapat penghargaan yang baik

tanpa memandang usia serta sejauh mana gangguan yang ada dan bahwasanya setiap

orang adalah unik, memiliki kepribadian tersendiri sehingga pendekatan masing-masing

haruslah disesuaikan. Beberapa kunci pokok dalam penanganan secara holistik yang

dapat dilaksanakan antara lain (NICE, 2004):

40

Page 41: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

a.      Tanpa diskriminasi

Para penderita demensia tidak boleh dikecualikan dari semua pelayanan semata-mata

karena diagnosis, usia atau gangguan yang ada.

b.      Penjelasan yang tepat

Para penyedia layanan kesehatan harus selalu memberikan penjelasan dengn baik

kepada para penderita. Mereka harus mendapatkan informasi dengan baik, dipastikan

bahwa mereka dapat mengerti dan apabila terdapat gangguan dalam pemahaman maka

bias menggunakan alat bantu Mental Capacity Act 2005.

c.       Carers/ penjaga yang membantu dalam kegiatan sehari hari

Para penyedia layanan kesehatan harus dipastikan mendapatkan hak untuk mendapatkan

penilaian atas apa yang dibutuhkan dan apabila mengalami stress psikologis, mereka

harus mendapatkan terapi psikologi termasuk cognitive behavioural therapy dari

ahlinya.

d.      Koordinasi dan integrasi layanan kesehatan dan sosial

Penyedia layanan keehatan dan sosial harus berkoordinasi dalam bekerja melalui suatu

prosedur tertulis. Rencana dan strategi harus memasukkan sistem lokal serta pendekatan

budaya lokal yang bersifat spesifik mengingat kultur, penilaian, penghargaan serta

peranan setiap lansia dalam masyarakat tidaklah sama dalam setiap system budaya.

e.       Penilaian memori

Penilaian memori harus dilakukan dan merupakan titik dimana rujukan dan penanganan

yang komperhensif harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita demensia.

f.       Alat bantu diagnosis

selain alat bantu terstandar untuk menilai status kognitif, alat bantu untuk menilai

gangguan struktur lain terutama pada otak juga harus ada.

g.      Gangguan perilaku

Faktor pencetus terjadinya gangguan prilaku harus diidentifikasi dan penanganan harus

disesuaikan. Terapi kognitif dan perilaku bisa diberikan dengan pendekatan individu

bersamaan dengan terapi medikamentosa.

h.      Pelatihan

41

Page 42: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

Para penyedia layanan harus dipastikan mendapat pelatihan yang sesuai sesuai dengan

peranan dan tangung jawab masing-masing.

i.        Kebutuhan kesehatan mental pada kondisi “acute hospitals”

Dalam keadaan tertentu dimana diperlukan penanganan perawatan rumah sakit, fasilitas

untuk itu harus tersedia sesuai dengan kebutuhan medis, sosial dan mental penderita.

BAB 4

KESIMPULAN

Penatalaksanaan demensia pada usia lanjut harus meliputi beberapa komponen

baik medikamentosa dan nonmedikamentosa dan dilakukan secara holistik, saling

terkait, sistematis dan melibatkan banyak pihak. Pendekatan budaya lokal harus

dilakukan dan penderita harus diperlakukan secara individual sesuai dengan kapasitas,

kondisi, penyakit komorbid, kebiasaan serta gangguan yang ada untuk memaksimalkan

pelayanan yang diberikan. Konsep biopsikososiospiritual harus diterapkan secara

integratif karena keseluruhan aspek merupakan faktor yang sangat terkait dan

mempengaruhi satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I dan III. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009

2. Rani A Aziz, dkk. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009

42

Page 43: Diskusi Kasus Gangguan Kognitif

3. Martono H Hadi, Pranaka H Hadi. Buku Ajar Geriatri. Edisi IV. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2011

4. Kane Robert L, et al. Essentials of Clinical Geriatrics. 5th edition. New York :

McGraw-Hill; 2004

43