hiv

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. (djauzi dan djoerban,2003). AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibat oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( center for disease control and prevention).

Upload: umi-nurjanah

Post on 25-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hiv

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS.AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. (djauzi dan djoerban,2003). AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibat oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( center for disease control and prevention).Belum ada seorang pun yang diketahui benar-benar sembuh dari AIDS. Penyakit PCP ini pertama kali diketahui pada tahun 1981 ketika 5 orang di Los Angeles menderita penyakit PCP tsb. Meskipun AIDS telah ditemukan di hampir setiap negara, tetapi negara asal penyakit ini belum diketahui.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana definisi HIV/AIDS?2. Bagaimana tindakan pencegahan infeksi: sistem pengisolasian substansi tubuh terhadap HID/AIDS?3. Bagaimana tindakan penjagaan universal untuk mencegah penularan HIV/AIDS?4. Bagaimana prinsipperawatandanpenangananaids?1.3 Tujuan1. Mahasiswa memahami definisi HIV/AIDS.2. Mahasiswa memahami tindakan pencegahan infeksi: sistem pengisolasian substansi tubuh3. Mahasiswa memahami tindakan penjagaan universal untuk mencegah penularan HIV/AIDS4. Mahasiswa memahami prinsipperawatandanpenangananHIV/AIDS

10BAB IIPEMBAHASAN

2.1DEFINISI HIV/AIDSHIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS. Stres psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut, akan mempercepat kejadian AIDS dan bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997) jika stres mencapai tingkat exhausted stage dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun, yang memperparah keadaan pasien dan mempercepat kejadian AIDS. Modulasi respons imun akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Th1 (CD4); IFN; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan Anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 cells/L per tahun. Pada umumnya penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien kontrol ke rumah sakit menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4). Hal tersebut terbukti ada faktor lain yang mempengaruhi. Pasien yang mengalami stres yang berkepanjangan, berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada sistem limbik berefek pada hipotalamus. Kemudian hipofisis akan menghasilkan CRF, yaitu pada sel basofilik. Sel basofilik tersebut akan mengekspresikan ACTH (adrenal cortico tropic hormone) yang akhirnya dapat mempengaruhi kelenjar kortek adrenal pada sel zona fasiculata, kelenjar ini akan menghasilkan cortisol yang bersifat immunosupressive. Apabila stres yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan cortisol dalam jumlah banyak sehingga dapat menekan sistem imun (Apasou & Sitkorsky, 1999), yang meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); dan sel plasma: IFN; IL-2; IgM IgG dan Antibodi-HIV (Ader, 2001). Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya dan pemberian dukungan sosial, berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman & Lazarus, 1988). Salah satu metoda yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah menerapkan model Asuhan Keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan sosial yang bertujuan untuk mempercepat respons adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respons imun (Ader, 1991; Setyawan, 1996; Putra, 1999; ) respons psikologis; dan respons sosial (Steward, 1997). Dengan demikian penelitian bidang imunologi dengan 4 variabel dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasar pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien terinfeksi HIV (Nursalam, 2005).2.2 PRINSIPPERAWATANdanPENANGANANAIDS2.2.1 PRINSIPPRINSIPPERAWATANPerawatan penderita ARC dan AIDS di rumah sakit tergantung pad gejala-gejala yang muncul. Pada umumnya tidak memerlukan perawatan tersendiri (isolasi) kecuali bila muncul gejala yang mungkin membahayakan lingkungannya (source isolation). Yang paling penting adalah penyiapan tenaga kesehatan mengingat perawatan penderitatidak dapat hanya dibebankan pada tenaga khusus saja namun harus pula melibatkan seluruh staf rumah sakit baik dari tingkat structural sampai fumgsional bedah dan medic, serta tenaga penunjang termasuk tenaga teknis.2.2.2PETUNJUKUMUMRuanganUntukperawatanpenderitapadaumumnyatidakdibutuhkanruanganisolasi,kecuali:1) penderitatidak/kurangkooperatif.2) adagejalagejala:a) batuk-batukyangdidugamenular.b) diareberat.c) penyakitoportunistik.d) Perdarahan.e) netropeniaberat.Untukitumemerlukanpertimbanganterhadaptenagakesehatanyangmerawatharusdipilih yangtidaksedangmenderitainfeksi.2.2.3PENULARANJalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B. pada homo seksual pria, anal intercouse atau anal manipulation akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh. Penignkatan frekuensi praktik dan hubungan seksual inti dengan pasangan yang bergantian juga turut menyebarkan penyakit ini. Hubungan heterokseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV juga merupakan bentuk penularan yang terus tumbuh secara bermakna.Penularan melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit relatif kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatn suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan menigkatkan risiko penularan. Darah dan produk darah, yang mencakup transfusi yang diberikan pada penderita hemofilia, dapat menularkan HIV pada resipien. Namun demikian, risiko yang berkaitan dengan transfusi kini sudah banyak berkurang sebagai hasil dari pemeriksaan serologi yang secara suka rela diminta sendiri, pemrosesan konsentrat faktor bekuan dengan pemanasan, dan cara-cara inaktivasi virus yang semakin efektif (Donegan, 110). Insiden penyakit AIDS pada petuga kesehatan yang terpajan HIV lewat tertusuk jarum suntik diperkirakan kurang dari 1%. Penelitian berskala besar terhadap para petugas kesehatan yang terpajan kini sedang dilaksanakan oleh CDC dan kelompok-kelompok lainnya. Virus HIV dapat pula ditularkan in utero dari ibu kepada bayinya dan kemudian melalui air susu ibu. 2.2.4PENCEGAHAN dan PENULARANSebelum ditemukan vaksin yang efektif, pencegahan penularan HIV dengan cara menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat penting. Upaya pencegahan primer melalui program pendidikan yang efektif amat penting untuk pengendalian dan pencegahan. Penyakit AIDS tidak ditularkan lewat kontak secara kebetulan. Bukti epidemiologi menunnjukkan bahwa penyakit AIDS hanya ditularkan melalui hubungan seks yang intim, pajanan parenteral dengan darah atau produk darah dan penularan perinatal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Penelitian terhadap kontak nonseksual pasien AIDS dalam rumah tangga di sampiing kontak nonseksusal antar individu yang umumnya terjadi di tempat kerja tidak memperlihatkan penigkatan risiko penularan AIDS lewat kontak tersebut.Bagi kepentingan kesehatan masyarakat, CDC dan ikatan dokter di Amerika Serikat telah mempublikasikan beberapa rekomendasi untuk mencegah penularan HIV. Pedoman ini berlaku bagi semua petugas kesehatan dalam segala situasi di samping bagi keluarga dan teman penderita yang melaksanakan perawatan di rumah. Pedoman yang berjudul Universal Blood and Body Fluid Precautions dimaksudkan untuk mencegah pajanan (kontak) parenteral, membrane mukosa dan kulit yang tidak utuh dari petugas kesehatan terhadap mikroorganisme pathogen dari semua penderita tanpa mempedulikan status HIV mereka. Meskipun HIV pernah diisolasi dari semua tipe cairan tubuh, namun risiko penularan pada petugas kesehatan dari feses, secret hidung, sputum, keringat, air susu ibu, air mata, urin dan muntahan adalah lebih kecil, kecuali jika cairan tubuh ini mengandung darah yang nyata. CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan universal diterapkan pada darah; cairan serebrospinal, synovial, pleural, peritoneal, pericardial, amnion dan vaginal; dan semen. Dalam keadaan darurat ketika tipe-tipe cairan tersebut sulit dibedakan, semua cairan tubuh dianggap berpotensi membahayakan kesehatan.Sistem isolasi lainnya, yaitu Body Subtance Isolation System (Sistem Pengisolasian Substansi Tubuh), digunakan oleh beberapa lembaga di Amerika Serikat sebagai pilihan alternatif untuk Universal Blood and Body Fluid Precaution (Tindakan Pencegahan Universal untuk Darah dan Cairan Tubuh). Sistem ini menawarkan strategi pengisolasian yang lebih luas untuk mnegurangi resiko penularan penyakit kepada pasien serta petugas kesehatan, dan membuat petugas kesehatan tidak perlu mengenali jenis-jenis cairan tubuh.

2.3TINDAKAN PENJAGAAN UNIVERSAL untuk MENCEGAH PENULARAN HIV1. 2. Perhatikan benda-benda tajam (misalnya jarum suntik, mata pisau bedah {skapel}) yang berpotensi untuk menularkan penyakit, dan tangani benda-benda tersebut dengan sangat hati-hati untuk mencegah cedera yang tidak disengaja.3. Tempatkan spuit dan jarum disposable, skapel dan benda-benda tajam lainnya yang sudah tidak terpakai dalam wadah antitembus yang diletakkan didekat tempat benda-benda tadi digunakan. Jarum suntik yang sudah dipakai harus ditutup kembali, dibengkokkan, dipatahkan dan dilepaskan dari spuit sekali pakai.4. Kenakan alat pelindung (sarung tangan, gaun bedah, masker dan kacamat pelindung) untuk mencegah agar tidak terken darah, cairan tubuh yang mengandung darah, dan cairan lain yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan yang universal. Tipe alat pelindung harus sesuai dengan prosedur yang akan dilakukan dan tipe pajanan yang diantisipasi.5. Basuh dengan segera dan seksama kedua belah tangan serta permukaan kulit lainnya yang terkontaminasi darah, cairan tubuh yang mengandung darah dan cairan lain yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan yang universal.6. Sedapat mungkin meminimalkan kebutuhan untuk melakukan resusitasi mulut ke mulut dengan menyediakan alat resusitasi yang dilengkapi bagian mulut, kanting (bag) resusitasi atau alat ventilasi lainnya sehingga bisa segera digunakan di tempat dimana kebutuhan resusitasi dapat diramalkan.7. Pada saat hamil, laksanakan dan pertahankan tindakan penjagaan yang cermat dan benar. Petugas kesehatan yang hamil tidak terbukti berisiko lebih besar terjangkit HIV dibandingkan wanita yang tidak hamil, namun demikian, jika seorang petugas kesehatan yang hamil tertular infeksi HIV, maka bayi yang dikandungnya akan menghadaoi resiko yang meningkat untuk terkena infeksi tersebut sebagai akibat dari penularan perinatal.8. Di lingkungan rumah, buang dan siramlah darah serta cairan tubuh ke dalam kloset.9. Bungkus barang-barang yang terkontaminasi yang tidak dapat dibuang ke dalam kloset dengan menggunakan kantongplastik, dan kemudian masukkan kantong tersebut ke dalam kantong ke dua sebelum dibuang di tempat sampah menurut pareturan daerah setempat bagi pembuangan limbah padat.10. Bersihkan setiap ceceran darah atau cairan tubuh lainnya dengan sabun dan air atau dengan larutan detergen. Larutan sodium hipoklorit yang baru (larutan pembersih rumah tangga) dalam konsentrasi pengenceran 1:10 merupakan desinfektan yang efektif. Orang yang membersihkan ceceran tersebut harus menggunakan sarung tangan pelindung.

2.4TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI: SISTEM PENGISOLASIAN SUBSTANSI TUBUHMencuci tangan Cuci tangan selama 10 detik dengan sabun, air mengalir dan menggosoknya sebelum menyentuh pasien serta pada saat kedua tangan kotor.Sarung tangan Kenakan sarung tangan bersih sebelum menyentuh membrane mukosa dan kulit yang tidak utuh. Kenakan sarung tangan yang tepat setiap kali terdapat kemungkinan terkenanya kedua tangan dengan substansi tubuh yang basah. Lepaskan segera sarung tangan sesudah tugas diselesaikan.Gaun atau apron plastik Kenakan ketika terdapat kemungkinan pakaian atau kulit menjadi kotor.Masker Kenakan masker ketika bekerja langsung pada kulit dengan bagian terbuka yang luas. Kenakan masker ketika terdapat kemungkinan terkenanya membrane mukosa nasal atau oral dengan substansi tubuh yang basah.Jarum suntik dan benda tajam Buang jarum dan benda tajam bekas pakai ke dalam wadah yang kaku dan tahan tembus. Jangan memasang kembali tutup jarum bekas dengan tangan. Berhati-hati ketika memanipulasi alat-alat kecil seperti heparin lock.

Pemilihan teman sekamar Hindari kombinasi teman sekamar dimana pasien yang satu besar kemungkinannya tersentuh dengan substansi tubuh pasien lain yang basah. Tempatkan pasien dengan penyakit menular dalam ruangan/tempat isolasi tersendiri atau dengan pasien lain yang sistem kekebalannya tidak terganggu.Sampah dan kain kotor Tempatkan semua sampah dan kain kotor dalam kantong yang tertutup ketat. Buang sampah dan kain kotor menurut kebijakan fasilitas. Kenakan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya ketika menangani sampah dan kain kotor.Pekerjaan rumah tangan Bersihkan semua ruangan menurut jadwal secara teratur. Bersihkan barang-barang, peralatan, perabot yang dikotori oleh substansi tubuh yang basah dengan segera. Kenakan sarung tangan.Spesimen laboratorium Tangani semua specimen laboratorium dengan kecermatan yang sama. Label untuk menyatakan tindakan penjagaan yang khusus tidak diperlukan.Tanda-tanda dan label Hindari tanda-tanda dan label yang menyatakan bahwa pasien menderita penyakit menular. Hal seperti ini tidak diperlukan dan dapat mendorong standar ganda dalam perawatan. Identifikasi ruangan bagi pasien penyakit menular sehingga kerentanan petugas kesehatan dapat dinilai.Kepatuhan petugas kesehatan Kembangkan program untuk memastikan bahwa semua petugas kesehatan mematuhi sistem tindakan penjagaan infeksi

BAB IIIPENUTUP3.1KESIMPULANAIDSmerupakan penyakit yang paling ditakuti saat ini. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur, dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.virus yang merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Berdasarkan data Departemen Kesehatan, pada tahun 2010 jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS mencapai 22.726 kasus, 16.964 kasus AIDS dan 3492 orang di antaranya meninggal.3.2SARANBagi tenaga kesehatan diharapkan lebih banyak lagi memberikan penyuluhan mengenai upaya pencegahan HIV. Diharapkan dapat memberikan penanganan dan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien HIV/AIDS dengan komplikasi herpes. Serta terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi klien.Dan bagi klien diharapkan klien dapat memahami tentang penyakit herpes meliputi penyebab, pencegahan, serta penanganannya sehingga bisa meningakatkan status kesehatan dan dapat beraktivitas seperti biasa.