hiv dan aids serta penatalaksanaannya secara holistic

8
HIV dan AIDS serta penatalaksanaannya secara holistic Dr.Dwiana Savitri,SpKK Pendahuluan Perkembangan epidemik HIV dan AIDS di dunia telah menyebabkan penyakit ini menjadi masalah global dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus di masyarakat Indonesia. Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang denganHIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku resiko tinggi untuk tertular infeksi HIV. Beberapa kelompok yang memiliki resiko tinggi antara lain: penjaja seks komersial (PSK), pengguna jarum suntik (penasun) untuk penyalahgunaan NAPZA. Provinsi dengan epidemik yang terkonsentrasi (concentrated level of epidemic) dengan kelompok resiko tinggi di atas antara lain provinsi:DKI Jakarta, Riau,Bali, Jawa barat dan Jawa timur. Provinsi Papua telah memasuki tahapan epidemic meluas (generalized epidemic). Langkah pertama tata laksana ODHA adalah diagnosis infeksi HIV. Diagnosis HIV seringkali mengalami kendala karena sensitifitas dan spesifisitas alat uji yang dipakai. Pengenalan klinis infeksi HIV sulit dilaksanakan pada tahap awal infeksi karena tidak memberikan manifestasi yang patognomonis. Keputusan untuk melakukan tes HIV seseorang tanpa manifestasi HIV dan AIDS biasanya berdasarkan pada faktor resiko yang ada, antara lain: penasun ,PSK, lelaki seks lelaki (LSL), infeksi menular seksual. Pemeriksaan tes HIV memiliki ciri yang lain dibandingkan dengan pemeriksaan untuk sebagian besar penyakit yang lain, karena sebaiknya memenuhi prinsip 3C conseling-consent-confidentiality. Manifestasi Klinis HIV dan AIDS Infeksi HIV primer seringkali tidak memberikan manifestasi klinis yang spesifik. Presentasi klinis pada penderita biasanya muncul karena adanya infeksi oportunistik

Upload: bachrul-alam-arriza

Post on 11-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

TRANSCRIPT

Page 1: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

HIV dan AIDS serta penatalaksanaannya secara holistic

Dr.Dwiana Savitri,SpKK

Pendahuluan

Perkembangan epidemik HIV dan AIDS di dunia telah menyebabkan penyakit ini menjadi masalah global dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus di masyarakat Indonesia. Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang denganHIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku resiko tinggi untuk tertular infeksi HIV. Beberapa kelompok yang memiliki resiko tinggi antara lain: penjaja seks komersial (PSK), pengguna jarum suntik (penasun) untuk penyalahgunaan NAPZA. Provinsi dengan epidemik yang terkonsentrasi (concentrated level of epidemic) dengan kelompok resiko tinggi di atas antara lain provinsi:DKI Jakarta, Riau,Bali, Jawa barat dan Jawa timur. Provinsi Papua telah memasuki tahapan epidemic meluas (generalized epidemic).

Langkah pertama tata laksana ODHA adalah diagnosis infeksi HIV. Diagnosis HIV seringkali mengalami kendala karena sensitifitas dan spesifisitas alat uji yang dipakai. Pengenalan klinis infeksi HIV sulit dilaksanakan pada tahap awal infeksi karena tidak memberikan manifestasi yang patognomonis. Keputusan untuk melakukan tes HIV seseorang tanpa manifestasi HIV dan AIDS biasanya berdasarkan pada faktor resiko yang ada, antara lain: penasun ,PSK, lelaki seks lelaki (LSL), infeksi menular seksual. Pemeriksaan tes HIV memiliki ciri yang lain dibandingkan dengan pemeriksaan untuk sebagian besar penyakit yang lain, karena sebaiknya memenuhi prinsip 3C conseling-consent-confidentiality.

Manifestasi Klinis HIV dan AIDS

Infeksi HIV primer seringkali tidak memberikan manifestasi klinis yang spesifik. Presentasi klinis pada penderita biasanya muncul karena adanya infeksi oportunistik ataupun karena memburuknya kondisi umum penderita. Beberapa gejala klinik yang dapat timbul pada penderita seperti:

Keadaan umum

Penurunan berat badan >10% berat badan dasar

Demam (terus menerus atau intermiten,suhu oral >37,5oC) selama lebih dari satu bulan

Diare (terus menerus atau intermiten) selama lebih dari satu bulan

Limfadenopati meluas

Page 2: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

Kulit

PPE dan kulit kering yang luasa merupakan dugaan kuat infeksi HIV

Kutil genital (genital warts),folikulitis,psoriasis

Infeksi

Infeksi jamur Kandidiasis oralDermatitis seboroikKandidiasis vagina berulang

Infeksi viral Herpes Zoster berulang /melibatkan lebih dari satu dermatomHerpes genital berulangMoluskum kontagiosumKondiloma akuminata

Gangguan respirasi Batuk lebih dari satu bulanSesak nafas, tuberkulosis,Pneumonia berulangSinusitis kronis berulang

Gangguan neurologis Nyeri kepala beratKejangPenurunan fungsi kognitif

Pemeriksaan Laboratorium HIV

Skrining terhadap infeksi HIV merupakan hal yang sangat penting dilakukan, karena penderita yang terinfeksi dapat tetap asimptomaris selama bertahun – tahun, bersamaan dengan infeksi yang semakin memberat. Tes serologis merupakan tes utama dalam evaluasi infeksi HIV. Tes-tes sekunder lain yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis atau untuk staging penyakit, antara lain: kultur virus, biopsy kelenjar, proviral DNA PCR, dan genotyping DNA/RNA virus. Staging HIV biasanya berdasarkan presentasi klinis, namun pemeriksaan laboratorium dapat membantu untuk menentukan inisiasi terapi atau modifikasi terapi.

Apabila ditemukan antibodi terhadap HIV pada seseorang, maka berarti dia terinfeksi HIV. Tes antibodi terhadap HIV relatif lebih murah biayanya, lebih cepat dan memiliki spesifisitas yang setara dengan tes deteksi langsung yang lebih rumit. Keterbatasan adalah bila belum terbentuk antibodi terhadap HIV pada penderita yang terinfeksi HIV (windows period) maka tes antibodi akan memberikan hasil negatif palsu. Antibodi biasanya baru terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Bila tes HIV yang dilakukan pada windows period menunjukkan hasil negatif maka perlu dilakukan tes ulang terutama bila masih terdapat perilaku beresiko.

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi III dan selalu didahului dengankonseling pra tes atau inforamsi singkat,serta konseling pasca tes. Strategi III adalah strategi yang

Page 3: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

digunakan hanya untuk mendiagnosis orang tanpa gejala klinis di sautu daerah dengan prevalensi HIV kurang atau sama dengan 10% dan tanpa faktor resiko. Untuk pemeriksaan pertama harus digunakan tes dengan sensitifitas tinggi (>99%) sedangkan untuk pemeriksaan selanjutnya menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi. Apabila tersedia tes konfirmasi seperti Western Blot (WB), indirest immunofluorescense assays (IFA) atau radio-immunoprecipitation assay (RIPA) maka tes tersebut dapat digunakan untuk pemeriksaan selanjutnya.

Untuk pemeriksaan pertama (A1) biasanya digunakan rapid test untuk melakukan uji tapis dengan sensitifitas yang tinggi. Untuk hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda dan / atau menggunakan preparasi antigen yang berbeda dari tes yang pertama untuk mengurangi hasil positif palsu. Biasanya digunakan metode ELISA atau pemeriksaan sejenis dari rapid tes yang pertama. Hasil tes yang meragukan dapat terjadi pada stadium awal serokonversi. Untuk itu harus diambil sedaian kesua pada 2-4 minggu kemudian dan dipeiksa kembali. Metode yang sebaiknya dipakai adalah WB. Bila masih sama orangnn tersebut haurs menjalani pemeriksaan lanboratorium serial setiap 3 bulan selama minimal 6 bulah.Sesorang denganhasil tes WB terus menerus meraguakn selama 6 bulan tanpa adanya factor resiko yang jelas maupun gejala klinis dapat dianggao sebagai negarig=f,Bila memnkgikan dpat diperiksa PCR.

Terapi HIV dan AIDS

Kebijakan Penanggulangan AIDS di Indonesia

Program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar yang semuanya menuju paradigma Zero infection, Zero AIDS-related death dan Zero Discrimination

Empat pilar tersebut adalah:

1. Pencegahan (prevention); yang meliputi pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dan alat suntik, pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi (Prevention Mother to Child Transmission, PMT,PMTCT), pencegahan di kalangan pelanggan penjaja seks dan lain-lain.

2. Perawatan; dukungan dan pengobatan (PDP) yang meliputi penguatan dan pengembangan layanan kesehatn, pencegahan dan pengobatan infeksi oprtunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan dan pelatihan bagi ODHA, Program PDP terutama ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan dengan AIDS dan meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV (berbagai stadium). Pencapaian tujuan tersebut antara lain dengan pemberian terapi antiretroviral (ARV).

3. Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio-ekonomi4. Penciptaan lingkungan yang kondusif yang meliputi program peningkatan lingkungan

yang kondusif adalah dengan penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program serta penyelarasan kebijakan dan lain-lain

Page 4: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

Perkembangan ARV Terkini

Setiap tipe atau golongan ARV menyerang HIV dengacara berbeda. Saat ini ada lima golongan obar disetujui di AS.

ARV yan gada di Indonesia hanya ada tiga golongan:

1. Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau NRTI- 3TC (lamivudine)- Abacavir (ABC)- AZT (ZDV, Ziduvudine)- d4T (stavudine)- ddl (didanosine)- Emtricitabine (FTC)- Tenofovir (TDF)

2. Golongan non nucleoside reverse transcriptse inhibitor atau NNRI- Efaviren- Nevirapin

3. Golongan protease inhibitor (PI)- Lopinavir- Ritonavir

Page 5: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

Perbedaan antara pedoman nasional terapi ARV tahun 2007 dan 2011

Populasi targetIndikasi mulai terapi ARV

Pedoman terapi ARV 2007 Pedoman terapi ARV 2011

ODHA tanpa gejala klinis(stadium klinis 1)dan belum pernah mendapat terapi ARV(ARV –naïve)

CD4<200 sel/mm3 CD4< 350 sel/mm3

ODHA dg gejal klinis dan CD4 belum pernah mendapat terapi ARV(ARV –naïve)

- semua pasien CD4<200 sel/mm3- stasium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4

Stadium klinis 2 bila <350 sel/mm3 atauStadium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4

Perempuan hamil dg HIV Stadium klinis 1 atau 2 dan CD4 < 200 sel/mm3Stasium klinis 3 dan CD4 <350 sel/mm3Stadium klinis 4 berapapun jumlah CD4

Semua ibu hamil berapapun jumlah CD4 atau apapun stasium klinis

ODHA dh koinfeksi TB yg belum pernah mendapat terapi ARV

Adanya gejala TB aktif dan CD4 <350 sel/mm3

Mulai terapi berapapun jumlah CD4

ODHA dg koinfeksi Hepatitis B (HBV) yg belum pernah mendapat terapi ARV

Tidak ada rekomendasi khusus

Berapapun jumlah CD4

Paduan Terapi ARV

ODHA yg belum mendapat terapi ARV ARV-naïve)

AZT atau d4T+3TC (atau FTC)+EFV atau NVP

TDF sebagai lini pertamaPerlunya memulai phase-out d4T dan memulai terapi dg AZT atau TDF mengingat efek samping

Perempuan hamil HIV+ AZT+3TC+NVP AZT atau TDF sebagai lini pertama

Koinfeksi TB-HIV AZTataud4T+3TC(atauFTC)+EFV TDF menggantikan d4T sebagai lini pertama

Koinfeksi HIV-hepatitis B (kronis aktif)

TDF+3TC(atauFTC)+EFV Diperlukan paduan NRTI yg berisi TDF+3TC

Ringkasan

HIV dan AIDS saat ini menjadi epidemi di dunia. Denga diagnosis yang tepat waktu serta pemberian obat antiretrovitral yang tepat aktiitas vitus HIV dalam penderita dapat dikendalikan. Penegakan diagnosis

Page 6: HIV Dan AIDS Serta Penatalaksanaannya Secara Holistic

infeksi HIV dapat dengan menggunakan metode pemeriksaan terhadap antibosi anti HiV maupun dengan cara langsung dengan memeriksa antigen virus, Secara umum pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan antibobi lebih terjangkau untuk dilaksakakan. Alur penegakan diagnosis infeksi HIV dapa menggunkan alur yang digunakan secara nasional. Pemeriksaan terhadap infeksi HV harus mengikuti prinsip 3C.

Perkembangan dalam penatalaksanaan HIV dengan ditemukan ARV sudah mengalami kemajuan yang pesat. Tetapi dengan adanya toksisitas dan keberhasilan yang masih belum 100% membuat para ilmuwan terus berusaha mengembangkan terapi yang lebih ideal dan memuaskan .

Kepustakaan

1. Baliga CS,Paul ME.Chinen J,Shearer WT (2008).HIV infection and acaquires immune deficiency syndrome.In: Clinical Immunology Principles and Practice,3rd ed. Rich RR,ed.Philadelphia: Mosby Elsevier,p 561

2. Fauci AS,Lane HC (2010).Human immunodeficiency virus disease:AIDS and related disorders. In: Harrison’s Infectious Diseases.Kasper DL.Fauci AS,eds.New York: McGraw-Hill,p.792

3. Hirschel B(2010).Primary HIV infection. In: Infectious Diseases,3rd ed.Cohen J,Powdwely WG,Opal SM,eds.Philadelphia: Mosby Elsevier.p 954

4. Kementrian Kesehatan Indonesia (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.p.4

5. Saag M (2009).Strategic Use of ntiretroviral Therapy AIDS Therapy 3rd ed: DolimR.Masur H,Saag M.Philadelhia,pp71-80