hipofisis

13
EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN Oleh: Nama : Andriani Diah irianti NIM : B1J012011 Rombongan : III Kelompok : 3 Asisten : Anisa Rahmawati LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014

Upload: andriani-diah-irianti

Post on 16-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan II

TRANSCRIPT

Page 1: Hipofisis

EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN

Oleh:

Nama : Andriani Diah irianti NIM : B1J012011 Rombongan : III Kelompok : 3 Asisten : Anisa Rahmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

2014

Page 2: Hipofisis

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan hewan vertebrata akuatik yang memiliki kemampuan fertilisasi

secara eksternal, perkawinan mereka terjadi secara alami sesuai dengan musimnya.

Sebagai contoh ikan mas pada awal musim penghujan, ikan tawes pada musim penghujan

dan ikan nilem pada musim kemarau (Rovara et al., 2007). Telur yang terdapat pada ikan

betina akan bersatu membentuk zigot dengan sperma yang dikeluarkan oleh ikan jantan di

air. Selain itu, kemampuan ikan dalam fertilisasi ialah mampu mengeluarkan telur dan

menghasilkan anakan dalam jumlah yang sangat banyak bisa mencapai puluhan bahkan

ratusan. Kemampuan ikan ini sebenarnya terjadi karena adanya rangsangan dalam ovulasi

melalui sekresi hormonal dalam tubuh ikan tersebut. Kemampuan ikan dalam ovulasi dan

pemijahan sangat bergantung sekali dengan kadar hormon dan efek hormonal dari dalam

tubuhnya dalam keadaan yang stress kadar hormonal ikan akan mengalami penurunan

(Sumantadinata, 1981).

Pemijahan merupakan peristiwa bertemunya ikan jantan dan ikan betina dengan

tujuan dapat terbuahinya sel telur ikan betina oleh spermatozoa ikan jantan. Pembuahan

pada ikan umumnya terjadi di luar tubuh. Salah satu teknik pemijahan yaitu teknik

hipofisasi melalui pemberian suntikan hormon pada tubuh ikan. Pemijahan sistem

hipofisasi menurut Muhammad dan Irfan (2003), ialah merangsang pemijahan induk ikan

dengan menyuntikkan kelenjar hipofisis. Ada 3 cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra

muscular, intra cranial, dan intra perineal. Kelenjar hipofisis ikan terdapat di bawah otak

sebelah depan. Kelenjar ini menempel pada infundibulum dengan satu tangkai yang

pendek, agak panjang atau pipih tergantung pada jenis ikannya. Suatu lekukan tulang pada

lantai otak yang disebut cella turcica melindungi kelenjar ini. Pengambilan kelenjar ini yaitu

dengan membuka tulang tengkorak dan otak diangkat, biasanya butir kelenjar hipofisis

akan tertinggal di dalam cella turcica (Sumantadinata, 1981).

Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar pengendali

karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya.

Kelenjar pituitari itu sendiri juga memiliki master yaitu hipotalamus. Hipotalamus

merupakan penghubung utama antara saraf dengan kelenjar endokrin. Kelenjar ini

berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan diameter 1,3 cm. Hipofisis dibagi menjadi

hipofisis bagian anterior, bagian tengah (pars intermedia), dan bagian posterior. Kelenjar ini

disebut pula hypophysa terletak pada lekukan tulang di dasar otak (sela tursika) di bawah

Page 3: Hipofisis

diencephalon. Suatu tangkai yang menghubungkan antara kelenjar ini dengan diencephalon

disebut Infundibulum. Kelenjar ini walaupun kecil, fungsi dan strukturnya merupakan organ

tubuh yang sangat rumit dan sulit, terdiri dari dua bagian utama, yaitu adenophipofisa dan

neurohipofisa (Milne, 1999). Menurut Oka (2009), Kelenjar hipofisa merupakan organ yang

ukurannya relatif kecil jika dibandingkan dengan ukuran tubuh, tetapi mempunyai

pengaruh pada sejumlah proses vital dalam tubuh manusia maupun hewan. Pengaruh yang

luas dari kelenjar hipofisa di dalam tubuh disebabkan oleh kerja hormon yang dihasilkan

oleh kelenjar hipofisa tersebut (Oka, 2009).

Ikan secara luas memiliki hormon gonadotropin hanya kadarnya yang berbeda-

beda tiap spesies. Ikan Mas (Cyprinus carpio) memiliki titer hormon gonadotropin yang

tinggi dalam tubuhnya sehingga laju reproduksinya dapat bertahan konsisten. Sedangkan

ikan jenis teleostei lainnya seperti ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki titer

gonadotropin yang naik turun berfluktuatif. Keberadaan kelenjar hipofisis yang

menghasilkan hormon gonadotropin yang banyak menjadikan ikan Mas menjadi donor

universal dan sebaliknya ikan Nilem merupakan resipien. Donor universal dapat

memberikan kelenjar hipofisisnya tepatnya hormon gonadotropinnya sebagai pemicu dan

penginduksi ikan resipien supaya mengalami ovulasi dan memijah (Sumantadinata, 1981).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk merangsang ikan untuk ovulasi dan

memijah dengan induksi kelenjar hipofisis.

Page 4: Hipofisis

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat yang digunakan adalah disetting set, spuit volume 1 cc dan 5 cc, bantalan

karet busa berukuran 40x30 cm dilapisi plastik, lap atau talenan, ember plastik, akuarium,

homogeniser, centrifuge, pisau besar dan kecil, pinset dan tabung reaksi.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Mas (Cyprinus carpio)

sebagai donor, ikan Nilem (Osteochilus hasselti) sebagai resipien, air dan akuabides.

2.2 Cara Kerja

1. Ember plastik dan akuarium diisi dengan air bersih.

2. Kepala ikan Mas (donor) dipotong dengan menggunakan pisau besar hingga putus.

3. Potongan kedua dilakukan di bagian belakang kepala dimulai dari lubang hidung di atas

otak sampai putus sehingga tengkorak terbuka.

4. Berkas saraf yang berwarna putih dipotong, kemudian otak diangkat hingga terlihat

kelenjar hipofisis tepat di bawah otak.

5. Kelenjar hipofisis dimasukkan ke homogeniser, dicuci dengan akaubides, akuabides

dibuang, ditambahkan 1 cc akuabides, kemudian kelenjar hipofisis digerus hingga lumat.

6. Akuabides ditambahkan sesuai kebutuhan.

7. Ekstrak kelenjar hipofisis diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

8. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam centrifuge, dan diputar selama 5 menit dengan

kecepatan 3500 rpm.

9. Ekstrak kelenjar hipofisis disuntikkan ke ikan Nilem (resipien) sebanyak 0,3 cc untuk ikan

jantan dan 0,5 cc untuk ikan betina.

10. Keesokan harinya diamati apakah ikan mengalami ovulasi dan memijah atau tidak(dilihat

dari kekeruhan air dan bau yang timbul).

Page 5: Hipofisis

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1 Data Waktu Pengamatan Efek Hormonal pada Ovulasi dan Pemijahan Ikan

Waktu Keterangan

Rabu, 2 April 2014 Pukul 20.00 WIB.

Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis dari ikan donor (ikan Mas) pada ikan resipien untuk uji dosis ( 2,5 ; 5 dan 7,5 mL/ gr)

kamis, 3 April 2014 Pukul 07.00 WIB.

Pengamatan pemijahan ikan

Rabu, 2 April 2014 Pukul 20.00 WIB.

Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis dari ikan donor (ikan Mas) pada ikan resipien untuk uji rasio 1:3 dan 1:2

Rabu, 2 April 2014 Pukul 20.00 WIB.

Pengamatan pemijahan ikan

Tabel 3.1.2 Data Hasil Pengecekan Proses Pemijahan Efek Hormonal pada Ovulasi dan

Pemijahan Ikan

Kelompok Hasil

Dosis Rasio

1 - -

2 - -

3 + -

4 + -

5 - -

Keterangan :

+ (positif) : berhasil memijah

- (negatif : tidak berhasil memijah

Rombongan IV Rombongan III

Kelompok 1 dan 2, dosis: 2,5 mL/ gr Kelompok 1,2 dan 3, rasio: 1:3

Kelompok 3 dan 4, dosis: 5 mL/ gr Kelompok 4 dan 5, rasio: 1:2

Kelompok 5, dosis: 7,5 mL/gr

Ikan Donor : ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan Resipien : ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Page 6: Hipofisis

3.2 Pembahasan

Percobaan kali ini menggunakan ikan Mas (Cyprinus carpio) sebagai ikan donor dan

ikan Nilem (Osteochilus hasselti) sebagai ikan resipien. Kelenjar hipofisis ikan Mas diambil

kemudian dibuat ekstrak dan disentrifuse. Kemudian hasilnya diencerkan dan disuntikan ke

ikan resipien sebanyak 0,3 cc untuk ikan Nilem jantan dan 0,5 cc untuk ikan Nilem betina.

Hasil percobaan yang dilakukan dengan perbandingan rasio 1:3 untuk rombongan III

kelompok 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa setelah 11 jam dilakukan penyuntikan kelenjar

hipofisis pada ikan resipien, ikan tersebut tidak melakukan pemijahan, begitu pula pada

perbandingan 1:2 yang dilakukan kelompok 4 dan 5 Ikan resipien tidak memijah. Hal

tersebut ini tidak sesuai dengan pernyataan Kay (1998), yang menyatakan bahwa

penyuntikan kelenjar hipofisis akan memberikan respon dan menyebabkan ikan memijah

antara 7-11 jam. Hormon yang berperan adalah gonadotropin, yaitu Leuteinizing Hormone

(LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh

kelenjar adenohipofisa yang akan merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada

akhirnya merangsang induk betina untuk memijah (Pickford dan Atz, 1957).

Hasil percobaan yang dilakukan dengan perbandingan dosis untuk rombongan IV

untuk rombongan 1 dan 2 yang menggunakan dosis: 2,5 mL/ gr ikan resipien tidak

mengalami pemijahan, untuk kelompok 3 dan 4 yang menggunakan dosis: 5 mL/ gr ikan

resipien mengalami pemijahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kay (1998), bahwa

penyuntikan kelenjar hipofisis akan memberikan respon dan menyebabkan ikan memijah

antara 7-11 jam. kelompok 5 yang menggunakan dosis 7,5 mL/ gr ikan resipien tidak

mengalami pemijahan. Kegagalan yang terjadi pada kelompok 1, 2 dan 5 bisa jadi

disebabkan karena ikan resipien belum matang kelamin atau salah dalam menyuntikkan

ekstrak kelenjar hipofisa pada ikan resipien. Ikan resipien yang digunakan adalah ikan nilem

(Osteochillus hasselti) sedangkan ikan donor digunakan ikan mas (Cyprinus carpio).

Menurut Sumantadinata (1981), ikan yang belum matang kelamin kelenjar hipofisanya

mengandung gonadotropin dalam jumlah yang sedikit sekali atau tidak mengandung

gonadotropin. Effendi (1978), menyatakan bahwa tingkat kematangan ikan pada tiap waktu

bervariasi. Tingkat kematangan tertinggi akan didapatkan paling banyak pada saat

pemijahan akan tiba.

Teknik hipofisasi memerlukan ikan donor dan ikan resipien yang telah memenuhi

syarat. Ikan donor merupakan ikan yang akan diambil kelenjar hipofisisnya dapat untuk

memijahkan ikan resipien, sedangkan ikan resipien merupakan ikan yang diinduksi dengan

ekstrak kelenjar hipofisis yang berasal dari ikan donor. Adapun persyaratan dari ikan

Page 7: Hipofisis

resipien antara lain ikan harus benar-benar masak kelamin, sehat dan memiliki berat tubuh

ideal yaitu antara 150 gram/ekor-200 gr/ ekor. Ikan donor harus sudah matang kelamin dan

benar-benar sehat (Pickford dan Atz, 1957). Menurut Hardjamulia (1980), Syarat ikan

donor yaitu ikan harus dalam keadaan menghasilkan hormon gonadotropin yang aktif,

sehat, lebih baik bersifat donor universal, dan sudah matang kelamin. Syarat ikan resipien

yaitu induk yang matang kelamin dan tidak cacat. Ikan donor dan resipien yang berlainan

jenis namun masih dalam satu famili dapat dilakukan teknik hipofisasi, untuk itu donor

harus dua kali lebih berat dari resipiennya.

Tanda-tanda ikan yang sudah mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya

yaitu ikan terlihat gelisah, sering muncul di permukaan air dan ikan jantan sering

berpasangan dengan ikan betina. Ikan yang telah memijah ditandai dengan perubahan air

yang menjadi keruh dan berbau (Ville et al., 1988). Menurut Gordon (1982), ciri-ciri betina

yang sudah masak kelamin diantaranya perut mengembung, lubang genital kemerahan dan

perut lembek. Sedangkan pada ikan jantan yang telah masak kelamin adalah bila perut

distripping akan keluar cairan putih seperti susu (milt). Ikan betina matang kelamin dicirikan

dengan perut yang relatif membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang genital keluar

cairan jernih kekuningan, naluri gerakan lambat, postur tubuh gemuk, warna tubuh kelabu

kekuningan dan lubang kelamin berbentuk bulat telur dan agak melebar serta agak

membengkak. Ciri ikan jantan yang sudah matang kelamin antara lain mudah mengeluarkan

milt jika perutnya diurut, naluri gerakan lincah, postur tubuh dan perut ramping, warna

tubuh kehijauan dan kadang gelap, lubang kelamin agak menonjol serta sirip dada kasar

dan perutnya keras (Sumantadinata, 1981). Syamsudin (1981), ciri-ciri ikan betina masak

kelamin diantaranya yaitu perutnya membengkak ke arah lubang genital, lubang genital

berwarna kemerah-merahan, dan perutnya bila diraba terasa lembek jika, sedangkan ciri-

ciri ikan jantan masak kelamin adalah jika bagian perut di striping ke arah lubang genitalia

maka akan keluar cairan putih susu (milt), jika sirip dadanya diraba akan terasa kasar

(Johnson, 1984).

Pemijahan merupakan peristiwa bertemunya ikan jantan dan ikan betina dengan

tujuan dapat terbuahinya sel telur ikan betina oleh spermatozoa ikan jantan. Pembuahan

pada ikan umumnya terjadi di luar tubuh. Ada tiga macam pemijahan, yaitu pemijahan

alami (pemijahan ikan yang terjadi dengan sendirinya tanpa bantuan manusia), pemijahan

semi buatan (pemijahan dengan cara perangsangan ikan untuk kawin dengan penyuntikan

hormon tertentu dengan dibantu manusia, tetapi proses perkawinan dan pembuahan ikan

dilakukan dengan sendirinya) dan pemijahan buatan (pemijahan yang pemberian

rangsangan, proses perkawinan dan pembuahan ikan dibantu oleh manusia) (Lannida,

Page 8: Hipofisis

2011). Hipofisasi merupakan salah satu teknik pemijahan semi buatan, yaitu pembenihan

dengan sistem suntik yang dilakukan dengan merangsang ikan untuk memijah agar terjadi

ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisis (Susanto, 1992). Teknik ini digunakan

untuk membiakan ikan-ikan yang belum dapat dipijahkan di kolam secara tradisional. Bagi

jenis ikan yang telah dapat dipijahkan di kolam, cara hipofisasi biasanya digunakan untuk

efisiensi penggunaan induk dan peningkatan hasil anakan (Sumantadinata, 1981).

Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, sifat fisik dan kimia juga

mempengaruhi tingkah laku hewan. Suhu dan cahaya akan mempengaruhi sistem syaraf

dan otak pada proses pemijahan, dimana suhu optimum yang dibutuhkan ikan untuk

memijah ialah 28-30OC. Rangsangan dari syaraf pusat akan dihantarkan ke hipotalamus dan

akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang sistem syaraf pusat untuk meneruskan

rangsang ke sel-sel gonadotropin yang berada dalam sistem hormon tersebut, yang

merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan dalam

proses pemijahan (Bond,1979). Susanto (1996), menambahkan bahwa suhu air merupakan

salah satu faktor fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan serta

proses metabolisme lainnya. Kisaran suhu dalam bak pemijahan yang tidak sesuai dengan

batas toleransi ikan akan dapat menggagalkan proses pemijahan.

Menurut Bagnara (1988), Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemijahan

diantaranya adalah kematangan gonad, tingkat stress, dosis kelenjar hipofisis dan makanan.

Ikan yang akan digunakan haruslah yang telah benar-benar matang kelamin. Jika yang

digunakan belum matang kelamin maka ikan tersebut tidak dapat memijah ataupun volume

kelenjar hipofisisnya masih sedikit. Stress yng dialami oleh ikan dapat disebabkan karena

adanya sisik yang terkelupas, lamanya waktu penyuntikan, kualitas airnya tidak sesuai

dengan habitat ikan. Pemberian dosis yang kurang tepat dapat mempengaruhi kecepatan

ikan dalam memijah, hal ini berarti supaya ikan tersebut memijah dalam waktu yang relatif

cepat diperlukan dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang diberikan pada

ikan haruslah yang mencukupi dalam hal kebutuhan nutrisinya, hal ini karena ikan yang

memijah memerlukan pasokan nutrisi yang cukup banyak untuk mensuplai telurnya.

Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar terhadap pembenihan,

tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi seperti dosis dan sumber

kelenjar hipofisis. Efek dosis yang lebih tinggi terbukti akan menyebabkan makin cepatnya

masa laten pemijahan. Kemampuan ovulasi ikan sangat berkaitan dengan penggunaan dosis

yang efektif untuk tiap spesies. Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar

Page 9: Hipofisis

terhadap pembenihan, tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi

seperti dosis dan sumber kelenjar hipofisa (Muhammad dan irfan, 2003).

Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak

mau memijah secara alami tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari

ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin

(Susanto, 1996). Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang berperan dalam

kegiatan seksual dan gonadotropin. Terdapat tiga macam hormon thyropin yang berfungsi

mengatur kerja thyroid dan gonadotropin yang dihasilkan oleh sel chianophil yang terletak

pars distalis, dan berperan dalam pematangan gonad serta mengawasi sekresi hormon-

hormon yang dihasilkan oleh gonad, dimana hormon tersebut berperan dalam proses

pemijahan. Hormon yang berperan dalam pemijahan menurut Pickford dan Atz (1957)

adalah gonadotropin yaitu Leuteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone

(FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisa yang akan

merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada akhirnya merangsang induk betina untuk

memijah. Teknik hipofisasi telah banyak memberikan manfaat dalam pembenihan ikan,

tetapi dalam penerapannya masih banyak kendala terutama dalam penentuan dosis dan

teknik penyuntikan (Muhammad dan Irfan, 2003). Hormon lain yaitu ICSH (Intestill Cell

Stimulating Hormone) yang dapat mengontrol sekresi estrogen dan progesteron dalam

ovarium dan testoteron dalam testis. Testosteron dibutuhkan dalam alam melengkapi

proses spermatosit bersama dengan sekresi pituitary dari ICSH. Peranan-peranan hormon

LHRH adalah untuk kematangan gonad ikan (Satyani, 2004).

Kelenjar hipofisis ikan terdapat di bawah otak sebelah depan. Kelenjar ini

menempel pada infundibulum dengan satu tangkai yang pendek, agak panjang atau pipih

tergantung pada jenis ikannya. Suatu lekukan tulang pada lantai otak yang disebut cella

turcica melindungi kelenjar ini. Pengambilan kelenjar ini yaitu dengan membuka tulang

tengkorak dan otak diangkat, biasanya butir kelenjar hipofisis akan tertinggal di dalam cella

turcica (Sumantadinata, 1981). Sivan et al., (2005) menambahkan Pituitari (hipofisis)

anterior dari ikan teleostei berisi bermacam-macam sel endokrin di bawah kendali

hipotalamus, hormon release trophic dan memainkan peranan utama dalam reproduksi

ikan, tingkah laku sosial ikan dan pertumbuhan ikan. Kumpulan hormon hipothalamic ke

membran reseptor di sel pituitari menunjukkan aksi potensial, berupa kenaikan zat kapur

dalam cytosolic dan eksositosis.

Ekstrak kelenjar hipofisis yang disuntikkan ke dalam ikan resipien akan masuk ke

dalam tubuh ikan resipien, selanjutnya hormon gonadotropin dalam ekstrak kelenjar

hipofisis tersebut akan dibawa aliran darah menuju gonad ikan. Ikan resipien karena sudah

Page 10: Hipofisis

masuk masak kelamin, dengan penambahan hormon gonadotropin akan merangsang

ovulasi lebih cepat (Hardjamulia, 1980). Mekanisme pemijahan dimulai dari ekstrak kelenjar

hipofisis yang disuntikkan akan menimbulkan rangsangan pada hipotalamus. Rangsangan

dibawa akson yang berakhir pada penonjolan tengah di dasar ventral ketiga hipotalamus.

Hormon FSH dan LH bekerja merangsang perkembangan gonad dan merangsang ovulasi.

FSH dan LH juga merangsang perkembangan fungsi testis. FSH meningkatkan ukuran

saluran seminiferus dan LH merangsang sel intestinum dari testis untuk memproduksi

hormon kelamin jantan (Ville et al., 1988).

FSH menyebabkan berkembang dan membesarnya folikel di dalam ovari dengan

elaborasi simultan estrogen folikel. Peningkatan kadar estrogen yang beredar

menyebabkan produksi FSH dihambat seperti halnya mekanisme umpan balik lainnya.

Menurunnya produksi FSH menyebabkan produksi LH meningkat, sehingga folikel menjadi

masak dan terjadilah ovulasi. FSH juga merangsang proses gametogenesis dalam tubulus

seminiferus di testis pada hewan jantan melalui perkembangan spermatosit sekunder,

tetapi testosteron dibutuhkan dalam melengkapi perkembangan spermatozoa bersama

dengan sekresi pituitary dari ICSH (LH) yang bekerja dengan testosteron (Gordon, 1982).

Selama hipofisasi, ikan jantan membuat gelembung-gelembung udara bercampur dengan

lendir dari mulutnya membentuk busa yang mengapung di permukaan air. Ikan jantan akan

melilitkan tubuhnya ke tubuh ikan betina dengan ketat dan membalikkannya ke atas,

kemudian lilitan tersebut akan mengendur dilanjutkan dengan ikan betina mengeluarkan

telur-telurnya disusul ikan jantan mengeluarkan spermanya dan terjadi pembuahan. Telur

tersebut akan ditangkap oleh ikan jantan dengan mulutnya dan dibawa ke atas permukaan

air (Sugiarto, 1983).

Terdapat beberapa cara pemberian kelenjar hipofisis yaitu intracranial, intra

peritoneal, intramuscular. Beberapa waktu intra-injeksi peritonial diambil dari ikan mas dan

di berikan pada pangkal sirip dada. Bagian atas intramuscular agar dapat diakses ke pituari

diberikan pada pangkal sirip ekor tengkorak yang dibelah dengan menggunakan pisau

(More, 2010). Sumantadinata (1981) menambahkan penjelasan tentang cara penyuntikan

dalam hipofisasi yaitu sebagi berikut :

1. Intramuscular, dengan cara menyuntik lewat punggung atau otot batang ekor.

2. Intra peritoneal, dengan cara menyuntikkan ke dalam rongga perut, lokasinya antara

kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada sebelah depan. Suntikan ini

disejajarkan dengan dinding perut.

Page 11: Hipofisis

3. Intra cranial, dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini dengan

memasukkan jarum injeksi ke dalam rongga otak melalui tulang occipitial pada bagian

yang tipis.

Page 12: Hipofisis

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil menunjukkan bahwa ikan yang telah disuntik dengan kelenjar hipofisis kebanyakan

tidak mengalami pemijahan namun teknik hipofisasi berhasil yaitu kelompok 3 dan 4

rombongan IV sehingga ikan mengalami pemijahan.

2. Hipofisasi merupakan salah satu teknik pemijahan semi buatan, yaitu pembenihan

dengan sistem suntik yang dilakukan dengan merangsang ikan untuk memijah agar

terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisis.

3. Terdapat 3 (tiga) cara penyuntikan dalam hipofisasi yaitu intramuscular, intra peritoneal,

dan intracranial.

4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan yaitu suhu, lingkungan, kematangan

gonad, teknik penyuntikan, keadaan fisiologis ikan, cahaya dan arus air serta sifat fisik

dan kimia.

Page 13: Hipofisis

DAFTAR REFERENSI

Bagnara, T. 1988. Endokrinologi Umum. Airlangga University Press, Surabaya.

Bond,C.E. 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company, Phyladelphia.

Gordon, M, S. 1982. Animal Physiology. Mac Millan Publishing Co. Inc, New York.

Hardjamulia, A. 1980. Pembenihan Ikan dengan Teknik Hipofisasi. Balai Penelitian Perikanan Darat, Bogor.

Johnson, K. D. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin Cummins Publishing Co Inc, London.

Kay, I. 1998. Introduction of Animal Physiology. Bion Scientific Publisher Ltd, Canada.

Lannida. 2011. Pemijahan Ikan. Intan Pariwara, Klaten.

More, P.R, Bhandare, R.Y, Shinde, S.E, Pathan, T.S, and D.L. Sonawane. 2010. Comparative Study of Synthetic Hormones Ovaprim and Carp Pituary Extract Used in Induced Breeding of Indian Major Carps. Libyan Agriculture Research Center Journal Internation 1 (5): 288-295

Muhammad, H. S. dan Irfan A. 2003. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch). J. Sains & Teknologi 3 (3): 87-94.

Milne, L.J. 1999. Animal Zoology. Prentice Hall Inc, New Jersey.

Pickford, G.E, and Atz. 1957. The Physiology for Pituitary Gland of Fisher. Zoological Society, New York.

Rovara, O., Ridwan A., M. Z. Junior, Srihadi A. dan Mozes R. T. 2008. Pematangan Gonad Ikan Sidat Betina (Anguilla bicolor bicolor) Melalui Induksi Ekstrak Hipofisis. Journal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 15(1) : 69-79.

Satyani, D. 2004. Percobaan Pemijahan Ikan Botia di Laboratorium. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 10 (5).

Sivan, Berta L., Corine L. B., Michael J. G. and Ilya A. F. 2005. Electrotonic Coupling in the Anterior Pituitary of a Teleost Fish. Endocrinology 146 (3): 1048–1052.

Sugiarto. 1983. Teknik Pemijahan Ikan. BPLPP Departemen Pertanian, Bogor.

Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Budaya, Jakarta.

Susanto, H. 1992. Budidaya Ikan. Kanisius, Jakarta.

Susanto, H. 1996. Budidaya Kodok Unggul. Swadaya, Jakarta.

Syamsudin, A. R. 1981. Pengantar Perikanan. Karya Nusantara, Jakarta.

Ville, C.A, W.D Wallon and F.E. Smith. 1988. Zoologi. Erlangga, Jakarta.