functional adenoma hipofisis

39
ADENOMA PITUITARI FUNGSIONAL PENDAHULUAN Adenoma Pituitari merupakan tumor jinak yang bertumbuh lambat yang berasal dari kelenjar pituitari. Adenoma Pituitari diklasifikasikan berdasarkan produksi sekretnya atau berdasarkan ukuran. Berdasarkan ukuran, mikroadenoma dikatakan bila ukuran tumor <1 cm dan makro adenoma bila lebih dari 1 cm. 1 Adenoma pituitari fungsional (endokrin aktif) meliputi 70% dari seluruh tumor pituitari yang memproduksi 1 atau 2 jenis hormon yang dapat diukur kadarnya dalam serum dan menimbulkan gejala klinis dan diklasifikasikan sesuai dengan hormon yang disekresikan. Sedangkan Adenoma pituitari non fungsional merupakan endokrin inaktif. Adenoma pituitari fungsional cenderung mudah dideteksi lebih dini karena adanya efek fisiologis dari kelebihan hormon. Sedangkan pada adenoma pituitari non fungsional cenderung terdeteksi apabila telah menimbulkan efek massa seperti sakit kepala, gangguan lapangan pandang, defisit nervus kranialis, dan apopleksi pituitari. 1,2 Adenoma pituitari fungsional berdasarkan jenis hormon yang disekresikannya dibagi menjadi Prolaktinoma, GH Adenoma, ACTH Adenoma, TSH adenoma dan Gonadotropin Adenoma. 2 1

Upload: bumi-zulheri-herman

Post on 13-Aug-2015

136 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Functional Adenoma Hipofisis

ADENOMA PITUITARI FUNGSIONAL

PENDAHULUAN

Adenoma Pituitari merupakan tumor jinak yang bertumbuh lambat yang

berasal dari kelenjar pituitari. Adenoma Pituitari diklasifikasikan berdasarkan

produksi sekretnya atau berdasarkan ukuran. Berdasarkan ukuran, mikroadenoma

dikatakan bila ukuran tumor <1 cm dan makro adenoma bila lebih dari 1 cm.1

Adenoma pituitari fungsional (endokrin aktif) meliputi 70% dari seluruh

tumor pituitari yang memproduksi 1 atau 2 jenis hormon yang dapat diukur

kadarnya dalam serum dan menimbulkan gejala klinis dan diklasifikasikan sesuai

dengan hormon yang disekresikan. Sedangkan Adenoma pituitari non fungsional

merupakan endokrin inaktif. Adenoma pituitari fungsional cenderung mudah

dideteksi lebih dini karena adanya efek fisiologis dari kelebihan hormon.

Sedangkan pada adenoma pituitari non fungsional cenderung terdeteksi apabila

telah menimbulkan efek massa seperti sakit kepala, gangguan lapangan pandang,

defisit nervus kranialis, dan apopleksi pituitari.1,2

Adenoma pituitari fungsional berdasarkan jenis hormon yang

disekresikannya dibagi menjadi Prolaktinoma, GH Adenoma, ACTH Adenoma,

TSH adenoma dan Gonadotropin Adenoma. 2

Sekitar 40 % dari adenoma pituitari adalah prolaktinoma. Prevalensi umur

cenderung bervariasi mulai dari usia 20-50 tahun. Prolaktinoma cenderung terjadi

pada perempuan dengan insidensi tertinggi pada saat membesarkan anak. 2,3,4Angka insiden prolaktinoma mencapai 100 per 1000000 dewasa dengan rasio

perempuan berbanding laki-laki mencapai 10:1. Pada usia lebih dari 60 tahun,

prolaktinoma muncul denganfrekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Laki

laki cenderung mengalami makroadenoma sedangkan perempuan cenderung

mengalami mikroadenoma. Rata-rata umur saat didiagnosis lebih lama 10 tahun

pada laki-laki, hal ini terjadi karena pasien dengan prolaktinoma cenderung

datang saat mengalami gangguan visual dan hipopituarisme.2

1

Page 2: Functional Adenoma Hipofisis

Pada ACTH adenoma dikenal dua bentuk yakni Penyakit Cushing dan

Sindrom Nelson. Secara umum penyakit Cushing merupakan 10-15% dari

keseluruhan jenis adenoma pituitari dan cenderung mikroadenoma. Insidensi

puncak penyakit ini pada dekade ketiga dan keempat kehidupan dan lebih umum

pada perempuan. Meskipun cenderung kecil dan non invasif, 15% kasus dapat

berupa makroadenoma yang dapat menyerang struktur sekitarnya seperti tulang,

dura dan saraf Pada sindrom nelson, pasien cenderung mengalami makroadenoma

dan kecenderungan rekurensi jauh lebih tinggi dibandingkan sindrom cushing.5

Sindrom Nelson jarang terjadi dan merupakan suatu komplikasi dari Total

Bilateral Adrenalektomi (TBA)6 Insiden mencapai 8-43% pada orang dewasa dan

25–66% pada anak-anak. Sindrom nelson dapat berkembang hingga 24 tahun

pasca operasi TBA dengan waktu rata-rata sekitar 15 tahun pasca TBA. Angka

mortalitas mencapai 12% namun menurun seiring dengan berkembangnya

teknologi pencitraan. Pasien cenderung datang dengan keluhan efek kompresi

tumor terhadap jaringan sekitar.7

Growth hormone adenoma (GH adenoma) merupakan 15–20% dari

adenoma pituitari.8 Kelompok tumor ini meliputi adenoma somatotroph, adenoma

mammosomatotroph adenoma dan adenoma somatotroph–lactotroph. Prevalensi

terjadinya akromegali sebagai manifestasi penyakit ini mencapai 30-50 per 1 juta

orang dan insidensinya mencapai 5 untuk setiap satu juta orang. 9

Thyroid Stimulating Hormon Adenoma (TSH adenoma) mengambil

proporsi sebesar 0,9-2,8% persen dari keselurahan adenoma pituitari dan

umumnya berupa makroadenoma.2

Gonadotropin Adenoma cenderung sulit terdeteksi dan terkadang

digolongkan secara klinis sebagai nonfungsional. Namun pada pemeriksaan

immonositokimia menunjukkan sekitar 80-90% tumor pituitari non fungsional

ternyata mensekresi hormon gonadotropin atau subunit inaktif lainnya. Sekitar 40-

50% dari makroadenoma pituitari merupakan Gonadotropin Adenoma.2

ANATOMI

Terletak di pusat cranium, sella turcica merupakan tempat dimana kelenjar

pituitari atau hipofisis berada dan berada pada os sphenoid. Neurocranium yang

2

Page 3: Functional Adenoma Hipofisis

awalnya banyak mengandung kartilago menjadi dasar daripada tengkorak. Pada

awal pembentukannya os sphenoid berupa sebuah plat yang dibentuk dari

kondensasi mesenkim yang berhubungan dengan bagian depan dari foramen

magnum dan bagian paling depan dari cranium. Plat ini akan berkembang menjadi

corpus sphenoid, selanjutnya akan membentuk “sayap” dan berakhir dengan

terbentuknya fossa crania media. Ala major os sphenoid terbentuk dari fossa

crania media dan ala minornya terbentuk dari prosesus clinoideus anterior yang

akan menuju ke lateral untuk membentuk tepi sphenoid dan dipisahkan oleh

fissura orbitalis superior. Saat itu dasar tengkorak disebut sebagai chondrocranium

dan seiring waktu terjadilah proses osifikasi. Sella turcica dibentuk dari depresi

badan os sphenoid dan kemudian dilapisi duramater dan diisi oleh kelenjar

pituitari. Kelenjar Pituitari kemudian dibungkus dengan diafragma dan

disambungkan dengan infundibulum. Sinus Cavernosus dibentuk oleh duramater

yang terlipat dan menguhubungkan arteri karotis, cabang maxillaris dari nervus

trigeminus dan nervus III, IV, VI. Sinus Cavernosus menerima darah dari sinus

petrosus dan sphenopariteal serta vena lokal yang mendarahi sella. Diatas sella

turcica terletak nervus optikus, kiasma, ventrikel tertius dan hipotalamus.9

Gambar 1 : Sella turcica (11) pada os sphenoid.10

3

Page 4: Functional Adenoma Hipofisis

Lobus anterior dan intermedia kelenjar pituitari terbentuk dari kantong

Rathke yang merupakan suatu evaginasi dari atap faring. Hipofisis posterior

sebagian besar terbentuk dari ujung ujung akson dari nukleus supraoptik dan

paraventrikularis hipotalamus pada pembulah darah. Serabut saraf simpatis

mencapai lobus anterior dari kapsulanya sedangkan parasimpatis berasal dari saraf

petrosal, Hubungan langsung antara hipotalamus dan hipofisis dibentuk oleh

pembuluh portal hipofisis. Cabang dari arteri karotis dan sirkulus Willisi

membentuk jaringan kapiler berjendela yang dinamakan pleksus primer

dipermukaan ventral hipotalamus yang akan masuk ke eminensia mediana dan

membentuk kapiler yang bermuara ke kapiler hipofisis anterior. Hal inilah yang

disebut sebagai sistem portal.11

Gambar 2 : kelenjar Pituitari (9) dibatasi oleh sinus sphenoidal (17).10

Berat rata-rata kelenjar pituitari adalah 100 mg pada masa kanak-kanak

dan bertambah menjadi 500-600 mg pada saat dewasa, Ukuran kelanjar pituitari

20% lebih berat pada wanita dan dapat bertambah 12-100% pada saat kehamilan

karena membesarnya pars distalis. Volume kelenjar pituitari menurun seiring

dengan penuaan.12

Kelenjar Pituitari menerima darah dari dua kelompok arteri yakni arteri

hipofisialis superior yang mempercabangkan pituitari pars anterior. Pituitari pars

4

Page 5: Functional Adenoma Hipofisis

anterior merupakan bagian yang paling kaya vaskularisasi dan menerima 0,8

mL/g/menit darah dari sistem portal. Sedangkan arteri hipofisialis inferior

memperdarahi pars nervosa. Arteri hipofisialis superior berasal dari tonjolan

supraclinoid dari arteri karotis interna atau dari arteri komunikans posterior

sedangan arteri hipofisialis inferior berasal dari trunkus meningohipofisial yang

merupakan cabang dari segmen kavernosa dari arteri karotis interna. Selain itu

arteri hipofisialis superior juga memperdarahi tangkai pituitari, adenohipofisis,

dan permukaan bawah dari nervus optikus dan kiasma optikum. Arteri

beranastomosis dengan arteri hipofisisalis inferior untuk memperdarahi bagian

atas tangkai pituitari. Anastomose arteri lainnya berakhir menjadi kapiler

fenestrata dan masuk ke jaringan hipofisis dan menerima produk yang disekresi

hipofisis. Kapiler tersebut akan berubah bentuk menjadi vena porta hipofisial dan

merupakan tempat pelepasan hormon hasil sekresi dari hipotalamus. Aliran vena

dikembalikan pada sinus kavernosus yang selanjutnya akan bermuara pada sinus

petrosus dan sphenoparietal.12

HISTOLOGI DAN FISIOLOGI

Bagian utama dari hipofisis terdiri dari lobus anterior, posterior da

infundibulum. Bagian anterior pars distalis menyatu ke kranium dalam bentuk

tubular dari hipofisis serebri yang disebut infundibularis dan menghubungkan pars

posterior ke diencephalon. 13

Gambar 3: Potongan sagital kelenjar hipofisis terdiri dari kapsul (1) lobus anterior (2), lobus

posterior, pars nervosa (3) infundibulum pars infundibularis (4) eminentia mediana (5) dan lobus

intermedius (6)13

5

Page 6: Functional Adenoma Hipofisis

Bagian anterior terdiri dari 3 jenis sel yang berbeda berdasarkan

asiditasnya yakni asidofilik, basofilik, dan kromofobik. Sel asidofilik berbentuk

bulat dan mengandung granul asam. Sel ini terdiri dari sel somatotropik dan

mammotropik. Yang membedakannya adalah ukuran granul pada sel

somatotropik asidofilik lebih kecil dengan diameter 300nm, dibandingkan dengan

sel mammotropik dengan ukuran granul 600–900nm.13

Sel basofilik memiliki bentuk yang bervariasi terdiri dari sel gonadotropik

(ukuran granul: 300–400nm), sel tirotropik (granul: 60–160nm), sel adrenotropik

(granul 200–500nm), sel lipotropik (granul: 200–500nm) dan melanotropik

(granule size: 200–400nm).13

Sel kromofobik cenderung tidak berpartisipasi dalam pembentukan

hormon namun cenderung menjadi prekursor sel yang memproduksi hormon.13

Gambar 4 : Sel asidofilik (1) Basofilik (2) kromofobik (3) dan kapiler (4)13

Lobus intermedius masuk kedalam adenohipofisis. Sel basofilik masuk ke

dorsal hipofisis. Kista berisi koloid merupakan bagian yang penting pada lobus

intermedius. Kista dilapisi oleh epitel selapis atau epitel berlapis dam

menghasilkan MSH (melanocyte stimulating hormon).13

Bagian posterior dan infundibulum membentuk suatu struktur

neurohipofisis yang terdiri dari sel neuroglia (pituisit dan sel protoplasmik glial),

sejumlah serabut saraf tidak bermielin dari hipotalamus, jaringan penyambung

dan pembuluh darah serta sel basofilik.13

6

Page 7: Functional Adenoma Hipofisis

Gambar 5 : sel adenohipofisis (3) dan kista koloid (2)13

Hipofisis anterior mensekresi 6 hormon yakni Adenokortikotropik

Hormon (ACTH), Thyroid Stimulating Hormon (TSH), Growth Hormone (GH),

Follicle Stimulating Hormon (FSH) Luteinizing Hormon (LH) dan Prolaktin

(PRL). Sekresis hipofisis anterior dikontrol oleh senyawa kimia yang disalurkan

melalui pembuluh portal hipofisis dari hipotalamus ke hipofisis yang disebut

senyawa hipofisiotropik yang terdiri dari Corticotropik releasing hormon (CRH),

Thyrothropin Releasing Hormon (TRH) Growth Hormon Releasing Hormon

(GHRH) Growth Hormon Inhibiting Hormon (GHIH=Somatostatin)

Gonadotropin releasing Hormon (GnRH) dan Prolaktin Inhibiting Hormon (PIH)

dan Prolaktin Releasing Hormon (PRH) Lobus Intermedia menghasilkan

Melanosit Stimulating Hormon (MSH), sedangkan lobus posterior menghasilkan

oksitosin dan vasopresin.11

Gambar 6 : serabut saraf tidak bermyelin (1), sel basofilik (2) dan vena (3)13

7

Page 8: Functional Adenoma Hipofisis

PATOFISIOLOGI TUMOR PITUITARI

Sebagian besar mayoritas tumor pituitari berasal dari neoplasma epitelial

yang berkembang dari parenkim adenohipofise dan mengubah struktur histologi

pituitari. Selain itu dibentuk lah beberapa hormon yang dihasilkan oleh jenis sel

yang berubah. Pada keadaan tertentu tidak ditemukan adanya sekresi hormon

hipofise sehingga digolongkan non fungsional. Beberapa tumor dapat

mensekresikan lebih dari satu jenis hormon karena adanya gen hormon dan

reseptor yang multipel misalnya ekspresi gen growth hormon (GH) 50% terjadi

pada prolaktinoma dan 30% pada ACTH adenoma. Patogenesisnya cenderung

multifaktoral dan tentunya berdasar pada hal berikut :9

1. Abnormalitas gen yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan sel

2. Abnormalitas tumor supresor gen

3. Gangguan kematian sel terprogram

Secara umum tumor pituitari dan massa sellar lainnya memberikan setidaknya

empat gejala berikut antara lain:

1. Difungsi Endokrin yang terjadi akibat overproduksi hormon pituitari

2. Efek massa pada struktur terdekat misalnya kompresi nervus optikus dan

kiasma optikum dan terkadang menekan nervus III terutama pada kasus

apoplexy. Hidorsefalus mungkin dapat terjadi apabila ada penekanan

terhadap ventrikel tertius

3. Sakit kepala merupakan manifestasi peregangan lapisan dura pada sella

atau diafragma yang dipersarafi nervus trigeminus

4. Penemuan insidental dari radiologis yang terkadang disebut insidentaloma

Gambar 7 : Efek massa pada tumor pituitari yang ditandai dengan kelumpuhan otot levator

palpebra superior karena kompresi nervus oculomotor9

8

Page 9: Functional Adenoma Hipofisis

DIAGNOSIS

Diagnosis diarahkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis terutama yang

berhubungan dengan gejala endokrin dan gejala kompresi. Gejala endokrin akan

dijelaskan lebih detail pada bahasan berikutnya. Efek massa yang perlu

diperhatikan antara lain :9

1. Nyeri kepala

2. Gangguan lapangan pandang (hemianopsia bitemporal akibat kompresi

serat saraf medial nervus opticus yang melewati kiasma optikum)

Pemeriksaan laboratorium dan radiologis juga sangat penting untuk

dilakukan. Pemeriksaan biokimia akan dijelaskan lebih lanjut. Dengan modalitas

radiologi sebagian besar tumor pituitari dideteksi dengan MRI karena

keunggulannya pada resolusi spasial dan kemampuannya untuk melakukan

analisis volumetrik. Kelenjar pituitari tidak mempunyai sawar darah otak.

Pemberian kontras Gadolinium akan timbul sesuai dengan urutan vaskularisasi.

Daerah infundibulum dan lobus posterior akan terwarna lebih dulu, kemudian

bagian anterior diwarnai karena sistem portal yang rumit.9

Gambar 8 : Gambaran Radiologis MRI tumor hipofisis pada potongan sagital (kiri) dan koronal

(kanan)9

9

Page 10: Functional Adenoma Hipofisis

PENDEKATAN TRANSPHENOIDAL

Pendekatan transphenoidal merupakan pendekatan bedah yang dilakukan

untuk mengeksisi lesi intrasella. Isi ruangan sella dapat diambil dari sinus

sphenoidalis melalui suatu lapisan tulang yang tipis yang membentuk lantai sella.

Tahapan ini dimulai dengan:14

1. Memotong mukosa pada bagian alveolar maxila ( disebut juga sublabial

transsphenoidal),

2. Melakukan insisi sepanjang mukosa nasal anterior berdekatan dengan

columella (transeptal transsphenoidal)

3. Melakukan insisi mukosa melalui rostrum sphenoidal (endonasal

transsphenoidal).

Sinus Cavernosus memiliki empat dinding dural, dimana dinding lateral,

superior dan posterior disusun dari lapisan dura endosteal dan periosteal. Bagian

medial dibentuk dari lapisan dura tunggal yang tipis. Pada bagian tengah,

diafragma sella memiliki pembukaan dimana infubdibulum lewat, Ukuran rata-

rata 7.26 mm + 1.99 mm, mulai dari 3.4 mm hingga 10.7 mm. Jarak lateralis

pembukaan diafragma adalah 7,33 mm + 2,79 mm, bervariasi dari 2,8 mm hingga

14,1 mm. 14

Américo et al pada tahun 2010 melakukan suatu analisa teknik

transhpenoidal terhadap 30 pasien dengan Adenoma Pituitari. Sekitar 23 pasien

memiliki makroadenoma dan sisanya mikroadenomas. Dua belas pasien memiliki

tumor nonfungsional, 9 pasien dengan ACTH adenoma, 8 pasien dengan GH

adenoma dan 1 prolaktinoma. Melalui pendekatan ini 6 kasus makroadenoma

telah diangkat total, 6 pasien di reseksi subtotal dan parsial reseksi sebanyak 11

pasein. Pada pasien dengan mikroadenoma, keseluruhan tumor dapat diangkat

melalui pendekatan operasi ini menjadikan operasi ini sebagai teknik yang bagus

dalam mereseksi tumor pituitari. 15

10

Page 11: Functional Adenoma Hipofisis

Gambar 9 : Identifikasi struktur sinus sphenoidal. Pada gambar kiri ditemukan septum intrasinusal

(SPT), clivus (C), dasar sellar (S), planum sphenoidal (PS) Prominensia karotis (CP) dan resesus

optikokarots (OC) Pada gambar kanan tampak tumor diindetifikasi setelah lantai dasar sella

dievakuasi (T)15

PROLAKTINOMA

Prolaktin merupakan protein globular yang mengandung 199 asam amino

dengan ikatan disulfida intramolekular. Awalnya disintesis sebagai prehormon

seberat 26 kDa Ketika prehormon diaktivasi maka akan terbentuk hormon seberat

23 kDa. Prolaktin disekresikan oleh hipofisis anterior dan dikontrol oleh

hipotalamus. Prolaktin cenderung tinggi pada kehamilan dan laktasi dan lebih

tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.16

Peningkatan prolaktin ini dapat mencapai 10 kali lipat. Selain itu, makan,

olahraga dan stimulasi dinding dada dapat pula meningkatkan kadar prolaktin.

Stres fisik dan psikologis dapat pula meningkatkan prolaktin hingga mencapai 40

μg per liter.17

Pelepasan prolaktin dipengaruhi oleh dopamin dan segala proses yang

mengganggu sekresi dopamin atau proses penghantaran dopamin ke pembuluh

portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Kadar prolaktin normal pada

perempuan dan laki-laki adalah dibawah 25 μg per liter dan 20 μg per liter. 17

Prolaktinoma merupakan adenoma pituitari fungsional yang

mensekresikan prolaktin. Tumor ini bersifat jinak dan hampir 90% dari

prolaktinoma berukuran kecil dan merupakan tumor intrasellar yang jarang

membesar. Tumor ini dapat bersifat agresif dan lokal invasif dan dapat

menyebabkan kompresi struktur vital.3,18

11

Page 12: Functional Adenoma Hipofisis

Prolaktinoma mengandung laktotrop yang mensekresi prolaktin, proses ini

dirangsang oleh estrogen dan diinhibisi oleh dopamin yang disintesis oleh

hipotalamus dan di transpor ke pituitari melalui pembuluh portal. Prolaktinoma

dapat menimbulkan hiperprolaktinemia namun obat obatan seperti antagonis

reseptor dopamin D2 atau kondisi lain yang dapat menyebabkan hambatan

produsi dopamin oleh hipotalamus, transpor ke pituitari atau gangguan reseptor

dopaminergik juga dapat menyebabkan hiperprolaktinemia tanpa prolaktinoma.

Gagal ginjal dapat mempengaruhi proses eliminasi prolaktin seingga dapat

menimbulkan hiperprolaktinemia.3,16

Gambaran Klinis

Hipersekresi dari prolaktin akan memicu terjadinya amenorrhea,

galactorrhea dan infertilitas. Pria dengan prolactinoma datang dengan keluhan

sakit kepala, gangguan pengelihatan, atau defisit neurologis, selain itu

hipogonadisme, impotensi dan infertilitas juga dapat muncul. 16,18

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada anamnesis, pasien dengan prolaktinoma perlu diarahkan pada

munculnya gejala endokrin yang khas akibat peningkatan prolaktin. Anamnesis

perlu diarahkan pada riwayat menstruasi tertama adanya amenorrhea dan

hilangnya siklus menstruasi, Riwayat munculnya galaktorea diikuti konfirmasi

dengan pemeriksaan fisis juga perlu dievaluasi. Pada laki laki perlu ditanyakan

mengenai adanya penurunan libido dan infertilitas. Riwayat kehamilan, laktasi

dan penggunaan obat-obatan neuroleptik perlu ditanyakan.2 Obat-obatan

neuroleptik dapat menurunkan aktivitas dopamin yang memicu terjadinya

hiperprolaktinemia.19

Anamnesis dan pemeriksaan fisis terhadap tanda-tanda efek massa perlu

dilakukan. Pemeriksaan lapangan pandang perlu dilakukan terutama untuk menilai

efek kompresi tumor pada kiasma optikum.

12

Page 13: Functional Adenoma Hipofisis

Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran tunggal kadar prolaktin pada sampel darah yang diambil

secara acak dianggap cukup untuk mengetahui adanya hiperprolaktinemia. Pada

tes yang menunjukkan angka 25 to 40 µg per liter harus diulangi karena rentang

angka tersebut merupakan rentang angka yang fisiologis. Yang penting dibedakan

adalah sumber hiperprolaktinemia berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis

terutama untuk mengetahui apakah ada efek massa, serta pemeriksaan kehamilan.

Bila penyebab hiperprolaktinemia lainnya dapat disingkirkan dan diagnosa

prolaktinoma perlu ditegakkan maka dapat dikonfirmasi dengan menggunakan

sarana radiologis seperti MRI + gadolinium terutama untuk mengetahui ukuran

tumor dan perluasannya.17

Secara umum kadar prolaktin serum berhubungan dengan besarnya ukuran

tumor. Makroadenoma biasanya berhubungan dengan peningkatan kadar

prolaktin lebih dari 250 µg per liter bahkan dapat mencapai 1000 µg per liter.

Makroadenoma dapat pula tidak menunjukkan kadar prolaktin yang berlebih

terutama apabila terjadi kompresori tangkai pituitari.17

Penatalaksanaan

Farmakoterapi

Pengobatan lini pertama adalah menggunakan farmakoterapi yakni agonis

dopamin dan Cabergoline. Agonis dopamin dan Cabergoline digunakan untuk

menurunkan kadar prolaktin dan mengecilkan ukuran tumor, namun penggunaan

agonis dopamin tidak disarankan pada pasien yang asimtomatik. Pengguanaan

kontrasepsi oral juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan amenorhea.

Penggunaan agonis dopamin dapat diturunkan dosisnya hingga mencapai

setidaknya selama 2 tahun setelah tidak didapatkannya peningkatan kadar

prolaktin dan ukuran tumor tidak tampak pada MRI. Pada pasien yang kurang

memberikan respon, sebaiknya dosis agonis ditingkatkan daripada dirujuk untuk

pembedahan. Pada pasien yang sedang dalam kehamilan, agonis dopamin

sebaiknya dihentikan namun bila terjadi ancaman gangguan visual atau efek

massa lainnya maka pengobatan harus dilanjutkan. 4,20

13

Page 14: Functional Adenoma Hipofisis

Operatif

Pembedahan transphenoidal ditujukan pada pasien yang tidak dapat

menolerir kabergolin dosis tinggi atau terapi agonis dopaminnya. Radioterapi

disarankan pada pasien dengan prolaktinoma yang gagal ditangani dengan

pembedahan.4 Pendekatan operasi terhadap prolaktinoma adalah trans-sphenoidal.

Operasi trans-sphenoidal tidak menjamin kesembuhan dan angka rekurensi juga

cenderung tinggi. Angka keberhasilan operasi pada mikroadenoma mencapai 75%

terutama pada pasien dengan kadar prolaktin yang kurang dari 200 µg/l (∼4000

mIU/l), ukuran tumor yang kecil dan pada pasien dengan episode amenorrhoea

yang singkat. Akan tetapi hasil ini muncul dari studi terhadap tindakan yang

dilakukan oleh ahli bedah saraf dengan pusat pelayanan bedah saraf yang

memadai. Diluar dari pada itu hasil operasi akan diperkirakan jauh dari harapan.

Tumor yang sudah meluas ke sinus cavernosus tidak dapat disembuhkan melalui

operasi. Angka rekurensi mencapai 20% dari total pasien. Indikasi operasi lainnya

yakni apopleksi dengan tanda neurologis makroadenoma, makroprolaktinoma

kistik yang tidak dapat mengerut dengan pengobatan agonis dopamin, dan adanya

intoleransi agonis dopamin.3

Radioterapi

Radiasi eksternal jarang dilakukan untuk mengobati prolaktinoma dan

biasanya berhubungan dengan efek samping seperti hipopituitarisme, gangguan

nervus optikus, disfungsi neurologis, dan resiko terjadi stroke dan tumor otak

sekunder. Sehingga radioterapi tidak disarankan sebagai terapi primer pada

prolaktinoma dan hanya disarakan pada pasien yang tidak berespon dengan agonis

dopamin, tidak membaik dengan pembedahan atau pada kasus prolaktinoma

malignan.3

ADENOKORTIKOTROPIK ADENOMA

Secara umum, Adenoma Pituitari yang mensekresi ACTH dibagi menjadi

dua sindrom klinis yakni penyakit Cushing dan Sindrom Nelson.5 Penyakit

Cushing atau Adenoma Kortikotrophik atau pituitary dependent Cushing’s

syndrome merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh tumor pituitari yang

14

Page 15: Functional Adenoma Hipofisis

mensekresi ACTH. Penyakit ini dideskripsikan oleh Harvey Cushing pada tahun

1932 yang akan menimbulkan hipersekresi kortisol dari kelenjar adrenal. 20,21

Sindrom Nelson ditemukan pada pasien yang menjalani adrenalektomi

bilateral untuk mengontrol overproduksi glukokortikoid refrakter. Don Nelson

menemukan penyakit ini pada seorang perempuan berusia 33 tahun yang

menjalani operasi total bilateral adrenalektomi (TBA). Muncul hipotesis bahwa

berkurangnya umpan balik negatif glukokortikoid pada adrenalektomi bilateral

memicu terjadinya kecenderungan adenoma kortikotropik.5,11

Gambaran Klinis

Gambaran Hipersekresi kortisol meliputi penambahan berat badan,

keletihan, kelemahan otot, peningkatan tekanan darah, depresi, gangguan

kognitif, striae pada kulit, hiperpigmentasi, hilangnya libido, gangguan

metabolisme glukosa, hirsutisme, akne, dan gangguan menstruasi.22,23

Hiperkortikolisme kronik berhubungan dengan peningkatan insidensi

hipertensi arterial sistemik, diabetes mellitus, obesitas sentral, hiperlipidemia, dan

hiperkoagulobilitas. 22

Penyakit Cushing berhubungan dengan peningkatan mortalitas akibat

meningkatnya resiko komplikasi kardiovaskular, Gagal jantung dan gangguan

serebrovaskular.24

Gangguan akibat efek massa juga terjadi terutama pada tumor berukuran

besar seperti pada Sindrom Nelson yakni gangguan lapangan pandang dan

kelumpuhan nervus cranialis lainnya, akan tetapi pada saat ini, gambaran

hiperkortisol cenderung lebih mendominasi misalnya hiperpigmentasi. 7

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Secara sederhana untuk mengarahkan diagnosis yang harus menjadi dasar

adalah bagaimana menentukan sumber penyebab terjadinya hiperkortisol,

kemudian menentukan sumber ACTH ektopik dan melakukan konfirmasi dengan

radiologis serta patologis.21

15

Page 16: Functional Adenoma Hipofisis

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisis perlu dievaluasi mengenai

munculnya gejala gejala seperti obesitas sentral, moon face dan bufallo hump,

adanya striae, edema dan hirsutisme. Riwayat penggunaan steroid juga perlu

ditanyakan sebagai hal yang dapat menentukan adanya paparan glukokortikoid

dari luar. Riwayat adrenalektomi juga penting untuk mendiagnosa kecurigaan

sindrom nelson.5

Secara umum pada orang normal, kadar kortisol mencapai puncaknya pada

pagi hari dan mencapai titik terendah sekitar <50 nmol/l pada tengah malam.

Pasien dengan Sindrom Cushing mengalami gangguan ritme circadian ini

sehingga hal inilah yang akan dijadikan dasar untuk mengetahui adanya

hiperkortisolisme. 21

Pemeriksaan Hiperkortisolisme meliputi :

1. Pemeriksaan urin bebas kortisol 24 jam yang diulang sedikitnya 2 kali

dengan nilai 220–330 nmol/24 jam. Namun nilai normal didapatkan pada

8-15% pasien dengan hiperkortisolisme.25

2. Respon kortisol dengan tes supresi 1mg dexametason. Nilai kortisol <50

nmol/l (< 2 μg/dl) mengeksklusi Sindrom Cushing dengan sensitivitas

tinggi (95%) namun spesifitasnya rendah.22

3. Respon Kortisol dengan tes supresi dexametason dosis rendah (0.5 mg

dexametason setiap 6 jam selama 48 jam) Nilai kortisol <50 nmol/l (< 2

μg/dl) mengeksklusi Sindrom Cushing dengan sensitivitas dan spesifitas

tinggi hampir mencapa 100%

4. Kortisol Liur tengah malam dimana nilai kortisol >2 ng/ml (5.5 nmol/l)

memiliki sensitivitas 100% dan spesifitas 96%. 23

Tes Injeksi CRH dan digabungkan dengan tes supresi dexametason

dilakukan untuk membedakan sindrom cushing dengan pseudocushing sindrom

misalnya pada peningkatan konsumsi alkohol. 22,25

Untuk membedakan Sindrom Cushing lainnya dengan Sindrom ACTH

dependen dilakukan tes pengukuran ACT, tes supresi dexametason dosis tinggi (8

mg/hari selama 2 hari), tes CRH (100 μg intravena) dan tes desmopresin (10 μg

intravena) 21,22,25

16

Page 17: Functional Adenoma Hipofisis

Penatalaksanaan

Operatif

Penatalaksanaan terbaik untuk penyakit Cushing adalah menghilangkan

adenoma dengan pendekatan transphenoidal. Hal ini akan memicu terjadinya

remisi pada 80% pasien walaupun 30% pasien akan mengalami relaps pada jangka

waktu yang panjang. Alternatif terapi yang lain masih bersifat kontroversial.

Mengulangi tindakan operasi dapat memberikan hasil yang baik apabila residu

tumor dapat terdeteksi oleh MRI walaupun akan berujung pada resiko

hipopituitarisme yang tinggi. Reseksi dilakukan pada batas histologis

pseudokapsul yang membungkus lobus anterior yang akan memberikan hasil yang

lebih baik dengan komplikasi yang ringan.2

Farmakoterapi

Obat-obatan yang dapat menghambat sintesis steroid seperti ketoconazole,

metyrapone, aminoglutethimide, mitotane efektif dalam mengatasi

hiperkortikolisme sebelum operasi, atau pada operasi yang belum berhasil

mengevakuasi keseluruhan tumor atau selama menunggu efek penuh dari

radioterapi dan terapi definitif lainnya.21

Radioterapi

Radioterapi yang dikombinasi dengan ketokonazole atau radiosurgery

tergolong lebih efektif namun perlu evaluasi jangka panjang yang ketat terutama

terhadap fungsi otak dan hipopituitarisme. Bedah pisau Gamma cenderung lebih

cepat menurunkan kadar kortisol namun angka relaps mencapai 20%.21

GROWTH HORMON ADENOMA

Growth hormone (GH) merupakan hormon rantai tunggal seberat 21000-

Dalton yang diproduksi dibagian lateral anterior kelenjar pituitari.7 Growth

hormone (GH) terdiri dari 191 asam amino yang dilepaskan dari bagian anterior

pituitari dan pelepasannya dipengaruhi oleh GHRH dan diinhibisi oleh

somatostatin yang diinduksi oleh hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena

17

Page 18: Functional Adenoma Hipofisis

pelepasan GH memicu terjadinya sintesis insulin-like growth factor-1 (IGF-1)

melalui reseptor GH hepatik.20 Oleh karena itulah analog somatostatin dapat

digunakan untuk menekan sekresi GH dan tes toleransi glukosa oral dapat

digunakan untuk menilai respon terhadap pengobatan. 9

Gambaran Klinis

Kelebihan GH dapat menimbulkan akromegali atau gigantisme. Yang

membedakannya adalah gigantisme merupakan proses terhadap GH yang

berlebihan sebelum lempeng epifisial tertutup dan akromegali terjadi sebaliknya. 9

Sekitar 95% pasien dengan GH adenoma menunjukkan gejala akromegali dan

umumnya berasal dari sel somatotroph sehingga GH adenoma sering disebut

adenoma somatotroph walau pada kenyataannya terdapat jenis adenoma yang lain. 26 Diagnosis dapat ditegakkan secara ko-insidental karena adanya komplikasi

seperti carpal tunnel syndrome, diabetes mellitus, hipertensi, hypopituitarisme.

Hipertensi kronik dapat menimbulkan gangguan cerebrovaskular, penyakit arteri

koroner dan gagal jantung kongestif. Pasien dengan akromegali juga cenderung

mengalami malignansi seperti polip kolon, karsinoma kolon dan karsinoma

payudara dibanding populasi umum. Selain itu pasien juga dapat mengalami

gejala hiperprolaktinemia.9 Secara umum dibandingkan dengan populasi normal,

pasien dengan akromegali cenderung memiliki angka mortalitas 2.4 hingga 4.8

kali lebih tinggi. 20

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan modalitas yang baik untuk

mengenali akromegali. Umumnya gejala berlangsung perlahan hingga pasien akan

datang perubahan bentuk yang nyata Pasien akan mengeluhkan beberapa

gangguan metabolik, gangguan muskuloskeletal seperti carpal tunnel syndrome

gangguan tidur dan gejala kardiovaskular seperti aritmia dan hipertensi.2

18

Page 19: Functional Adenoma Hipofisis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan biokimia didasarkan pada pemeriksaan GH sewaktu lebih

dari 10 mU/l (5.0 ng/ml), dan dikatakan gagal tersupresi apabila kadar GH kurang

dari 2.0 mU/l (1.0 ng/ml) pasca pembebanan 75 gram glukosa oral dan adanya

peningkatan insulin-like growth factor 1 (IGF-1). Untuk membedakan GH yang

diproduksi oleh pituitari dan dari sumber ektopik lainnya maka pemeriksaan kadar

GHRH harus diperiksa terutama pada pasien dengan kecurigaan yang minim

kearah pituitari adenoma. Eksposure GH juga diamati dengan pengukuran kadar

IGF-1. Pada kasus tertentu prolaktin juga perlu diperiksa untuk mengetahui

adanya jenis adenoma campuran yang juga mensekresi prolaktin, selain GH.9

Modalitas MRI mampu mendeteksi adenom pituitari yang menjadi

penyebab akromegali. Pemeriksaan oftalmologis juga perlu dilakukan bila terjadi

penyebaran tumor yang luas.2

Penatalaksanaan

Penanganan secara umum dari GH adenoma adalah dengan membuang

bagian tumor dan mengembalikan kadar sekresi GH ke kadar yang normal.

Mengembalikan kadar GH ke dalam batas normal dapat mengurangi angka

mortalitas. Kriteria kesembuhan akromegali didefinisikan sebagai kadar GH

kurang dari 0.4 μg/L pasca pembebanan glukosa oral menggunakan GH assay dan

kembalinya kadar IGF-1 ke level normal menurut umur dan jenis kelamin.

Pendekatan terapi meliputi operasi transphenoidal, terapi medikamentosa dan

radioterapi. 20

Secara umum penanganan GH adenoma adalah dengan operasi baik atau

tanpa radioterapi. Akan tetapi pada kasus dimana terdapat jenis tumor campuran

yang mensekresi GH dan prolaktin, pemberian dopamin agonis hanya berespon

terhadap 20% pasien. Pengobatan dengan analog somatostatin inhibitor

menunjukkan penurunan terhadap sekresi GH, akan tetapi penggunaanya terbatas

akibat harga, cara pemberian dan efek samping cholelithiasis. 9

19

Page 20: Functional Adenoma Hipofisis

THYROID STIMULATING HORMON ADENOMA

Thyroid Stimulating Hormon Adenoma merupakan tumor yang belum

jelas mengenai varian onkogennya. Menurut studi yang dilakukan clarke

menungngkapkan bahwa TSH adenoma merupakan kasus yang sulit didiagnosis,

makroadenoma dan bersifat plurihormonal.2

Tumor ini jarang terjadi dan ditandai dengan adanya peningkatan TSH

disertai hipertioridisme atau hipotiroidisme. Riwayat hipotiroidisme yang lama

juga bisa menjadi faktor resiko terjadinya hiperplasia sel tirotropik dan memicu

terjadinya adenoma.20

Gambaran Klinis

Suatu laporan kasus oleh Thomas Arnason mengungkapkan suatu kasus

TSH adenoma pada seorang wanita 49 tahun dengan hipertiroidisme yang sulit

dikontrol dengan terapi methimazole. Pasien tersebut mengeluhkan sakit kepala,

berdebar debar, nyeri pada mata kiri dan gangguan saluran cerna. Kadarserum

thyroid-stimulating hormone (TSH) level adalah 10.45 (normal 0.35–5.5) mIU/L

dan kadar FT4 17.8 (normal 11.5–22.7) pmol/L. Dan pada pengukuran dengan

MRI didapatkan ukuran tumor sebesar 12 mm. Tiga minggu pasca operasi kadar

TSH mencapai 1.19 mIU/L dan FT4 9.7 pmol/L. Pasien diberikan levothyroxine

dan kondisi eutiroid didapatkan dalam 3 bulan berikutnya.27

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis perlu diarahkan pada adanya gejala

hipertiroidisme seperti palpitasi walaupun pada kenyataannya pasien memiliki

profil hormon tiroid yang sedikit meningkatkan atau bahkan normal.Pemeriksaan

fisis cenderung diarahkan pada gejala efek massa seperti gangguan pengelihatan.2

Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi Hormonal perlu dilakukan terutama pada kadar TSH dan tiroksin

bebas. Hal ini akan jelas membedakan antara hipertiroidisme primer dan sekunder

20

Page 21: Functional Adenoma Hipofisis

Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dapat memberikan gambaran adenoma

yang jelas. Konfirmasi TSH adenoma dapat dilakukan dengan scan radioaktif 99m

Tc octeotride 2.

Penatalaksanaan

Operatif

Penanganan terbaik pada tumor ini adalah reseksi bedah melalui

pendekatan transphenoidal. Reseksi komplit akan memberikan perubahan yang

cepat dan kembalinya profil hormon ke kondisi normal. Terapi tambahan perlu

dilakukan untuk mengurangi tumor dan menangani keadaan hipertiroid.6

Radioterapi

Radiasi perlu dilakukan dalam jangka panjang untuk memperoleh hasil

yang baik namun potensi terjadinya hipopituarisme cenderung besar. Penggunaan

terapi radioaktif iodine dapat mengurangi gejala hipertiroidisme.6

Farmakoterapi

Penggunaan obat antitiroid dapat mengurangi gejala hipertiroid. Octreotide

efektif dalam mengontrol sekresi TSH pada 80–90% pasien. Octeotride dapat

mengurangi konsentrasi TSH dan dengan demikian menurunkan kadar hormon

tiroid. Kombinasi berbagai terapi perlu dilakukan agar mencapai hasil yang

optimal. 6

Pada laporan kasus yang dipaparkan oleh Thomas Arnason menunjukkan

tiga minggu pasca operasi kadar TSH mencapai 1.19 mIU/L dan FT4 9.7 pmol/L.

Pasien diberika levothyroxine dan kondisi eutiroid didapatkan dalam 3 bulan

berikutnya.27

GONADOTROPIN ADENOMA

Beberapa tumor yang dianggap non fungsional mengekskresikan hormon

gonadotrophin sub unit alpha,beta atau keduanya meskipun demikian tidak ada

gambaran klini yang nampak ataupun hanya berupa disfungsi gonadal. Efek

massa merupakan hal yang paling dikeluhkan pada pasien dengan tumor golongan

21

Page 22: Functional Adenoma Hipofisis

ini. Pada pria usia pertengahan tumor ini sering dideteksi dan pada wanita muda

timbul gangguan ovarium primer karena peningkatan serum gonadotropin secara

kronik menghambat fungsi ovarium. 9,11

Gambaran Klinis

Gonadotropin adenoma biasanya tidak secara tipikal berhubungan dengan

gambaran klinis. Biasanya pasien cenderung datang dengan gangguan visual, sakit

kepala, dan hipopituairisme. Pada pasien pria dengan paparan LH yang tinggi

akan memiliki kadar testosteron yang tinggi dan peningkatan libido. Pada

perempuan dengan paparan LH yang tinggi akan menimbulkan hiperstimulasi

ovarium.6

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis cenderung tidak memberikan gejala

yang khas selain adanya penurunan libido dan tanda-tanda gangguan visual

lainnya.6

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kadar basal FSH, LH dan sub unit hormon lainnya perlu

dilakukan terutama pada keadaan tumor yang cenderung non fungsional. Lebih

dari 10% sel yang direseksi dari jaringan adenoma positif terhadap pewarnaan

FSH, LH atau subunit lainnya.6

Penatalaksanaan

Operatif

Adenomektomi transphenoidal merupakan terapi primer pada

Gonadotropin Adenoma. Prosedur operasi serupa dengan prosedur dalam

penanganan tumor hipofisis lainnya.6

22

Page 23: Functional Adenoma Hipofisis

Radioterapi

Radiasi dapat dilakukan pada pasien dengan tumor yang sulit dieradikasi

sempurna pada pembedahan atau pada tumor rekuren yang tidak mengkompresi

kiasma optikum. Terapi radiasi ajuvan tidak umum dilakukan pada tumor yang

tereseksi sempurna karena angka rekurensinya rendah.6

Farmakoterapi

Tidak ada terapi standar pada gonadotropin adenoma. Agonis dopamin

dapat menekan pelepasan gonadotropin dan subunitnya baik invivo maupun

invitro. Penekanan aktivitas sekresi hormon biasanya ditandai dengan perbaikan

lapangan pandang dan perubahan ukuran hormon. Terapi agonis dopamin perlu

dilakukan bila reseksi bedah tidak sempurna mengeradikasi tumor. Obat GnRH

antagonis efektif dalam menormalkan kadar FSH namun tidak mengurangi ukuran

tumor pada penggunaan 3- 12 bulan.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Ezzat S, Asa SL, Couldwell WT, Barr CE, Dodge WE, Vance ML, et

al. The prevalence of pituitary adenomas, a systematic review.

American Cancer Society. 2004;101:613-9.

23

Page 24: Functional Adenoma Hipofisis

2. Sharif-Alhoseini M, Laws ER, Rahimi-Movaghar V. Functioning

pituitary adenoma. In: Rahimi-Movaghar V, editor. Pituitary

adenomas. Shanghai: InTech; 2012. p. 33-48.

3. Casanueva FF, Molitch ME, Schlechte JA, Abs R, Bonert V, Bronstein

MD, et al. Guidelines of the pituitary society for the diagnosis and

management of prolactinomas. Journal of clinical endocrinology.

2006;65:265-73.

4. Melmed S, Casanueva FF, Hoffman AR, Kleinberg DL, Montori VM,

Schlechte JA, et al. Diagnosis & treatment of hyperprolactinemia: an

endocrine society clinical practice guideline. Journal of clinical

endocrinology & metabolism. 2011;96:273-88.

5. Cheunsuchon P, Whyte EH. Pathology of cushing's disease. In:

Swearingen B, Biller BM, editors. Cushing's disease. New York:

Springer; 2011. p. 33-5.

6. Arafah BM, Nasrallah MP. Pituitary tumors: pathophysiology, clinical

manifestations and management. Journal of endocrine related cancer.

2001;8:287-305.

7. Barber TM, Adams E, Ansorge O, Byrne JV, Karavitaki N, Wass JAH.

Nelson’s syndrome. European Journal of Endocrinology.

2010;163:495-507.

8. Kaye AH. Pituitary tumours In: essential neurosurgery. New York:

Springer; 2005. p. 109-20.

9. Stacey RJ, Powell MP. Sellar and parasellar tumours. In: Newell DW,

Moore AJ, editors. Neurosurgery. Singapore Springer; 2005. p. 187-

97.

10. Rohen JW, Yokochi C, Drecoll EL, editors. Color atlas of anatomy.

Singapore: Spring; 2005. p. 29, 118.

11. Ganong FW. Kelenjar hipofisis In: Buku ajar fisiologi kedokteran.

Jakarta: EGC 2008 p 244-5,413-27

12. Amar AP, Weiss MH. Pituitary anatomy and physiology. Journal of

Neurosurgery Clinics of North America 2003;13:11-23.

24

Page 25: Functional Adenoma Hipofisis

13. Kuehnel W. hypophysis-pituitary gland. In: Color atlas of cytology,

histology, and microscopic anatomy Stuttgart: Thieme; 2003. p. 254-6.

14. Campero A, Campero A, Martins C, Yasuda A, Rhoton A. Anatomical

considerations of the endonasal transsphenoidal approach Brazilian

Journal Of Neurosurgery. 2008;19:48-53

15. Santos ARLD, Neto RMF, Veiga JCE, Jr. JV, Scaliassi NM,

Lancellotti CLP, et al. Endoscopic endonasal transsphenoidal approach

for pituitary adenomas, technical aspects and report of casuistic.

Brazilian Journal Of Neurosurgery. 2010;48:608-12.

16. Gibney J, Smith TP, McKenna TJ. Clinical relevance of

macroprolactin. Journal of clinical endocrinology. 2005;62:633–43.

17. Schlechte JA. Prolactinoma. New England Journal Of Medicine.

2003;349:2035-41.

18. Schlechte JA. Approach to the patient, long-term management of

prolactinomas. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism.

2007;92:2861-5

19. Molitch ME. Medication-induced hyperprolactinemia. Mayo Clinical

Proceedings. 2005;80:1050-7.

20. Biller BM, Colao A, Petersenn S, Bonert VS, Boscaro M.

Prolactinomas, cushing's disease and acromegaly: debating the role of

medical therapy for secretory pituitary adenomas. BMC endocrine

disorders. 2010;10:10-24.

21. Castinetti F, Morange I, Conte-Devolx B, Brue T. Cushing's disease.

Orphanet Journal of Rare Diseases. 2012;7:41-9

22. Arnaldi G, Angeli A, Atkinson AB, Bertagna X, Cavagnini F,

Chrousos GP, et al. Diagnosis and complications of cushing’s

syndrome: a consensus statement. The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism. 2003;88:5593-602.

23. Findling JW, Raff H. Cushing’s syndrome: important issues in

diagnosis and management. The Journal of Clinical Endocrinology &

Metabolism. 2006; 91:3746–53

25

Page 26: Functional Adenoma Hipofisis

24. Atkinson AB, Kennedy A, Wiggam MI, McCance DR, Sheridan B.

Long-term remission rates after pituitary surgery for cushing’s disease:

the need for long-term surveillance. The Journal of Clinical

Endocrinology 2005;63:549-59

25. Nieman LK, Biller BMK, Findling JW, Newell-Price J, Savage MO,

Stewart PM, et al. The diagnosis of cushing’s syndrome: an endocrine

society clinical practice guideline. The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism. 2008;93:1526–40

26. Chanson P, Salenave S. Acromegaly. Orphanet Journal of Rare

Diseases. 2008;3:17-34.

27. Arnason T, Clarke DB, Imran SA. Hyperthyroidism caused by a

pituitary adenoma. Canadian Medical Association Journal.

2011;183:11.

26