hipersensitivitas 1.doc

13
TIU 1. Menjalaskan dan memahami reaksi hipersensivitas TIK 1.1 Menjelaskan definisi dan etiologi reaksi hipersensitivitas Hipersensivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Respon imun yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh alergen yang datang dari luar tubuh, misalnya debu, makanan, obat, asap, dan bau bauan. Ada pula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi hipersensitivitas, antara lain faktor musim, faktor tempat, faktor kelelahan, kurang tidur, faktor hewan, hawa dingin, dan pergantian cuaca. TIK 1.2 Menjelaskan jenis-jenis reaksi hipersensitivitas Berdasarkan Pembagian waktu: 1. Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. 2. Reaksi intermediat Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan sel NK/ ADCC. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet dapt berupa: a. Reaksi tranfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun.

Upload: vinna

Post on 25-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: hipersensitivitas 1.doc

TIU 1. Menjalaskan dan memahami reaksi hipersensivitas

TIK 1.1 Menjelaskan definisi dan etiologi reaksi hipersensitivitas

            Hipersensivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

            Respon imun yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh alergen yang datang dari luar tubuh, misalnya debu, makanan, obat, asap, dan bau bauan. Ada pula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi hipersensitivitas, antara lain faktor musim, faktor tempat, faktor kelelahan, kurang tidur, faktor hewan, hawa dingin, dan pergantian cuaca.

TIK 1.2 Menjelaskan jenis-jenis reaksi hipersensitivitas

Berdasarkan Pembagian waktu:

1.    Reaksi cepat

     Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.

2.    Reaksi intermediat

     Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan sel NK/ ADCC. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet dapt berupa:

a.    Reaksi tranfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun.

b.    Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES

 

3.    Reaksi lambat

     Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, Sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

 

 

 

Page 2: hipersensitivitas 1.doc

Berdasarkan pembagian menurut gell dan coombs:

1.    Tipe I (Tipe anafilaksis):

     Ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basofil melepas mediator vasoaktif. Manifestasi khas: anafilaksis sistemik dan lokal seperti rinitis, asma, urtikaria, alergi makanan dan akzem.

2.    Tipe II (antibodi terhadap antigen jaringan tertentu.

     Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen atau ADCC. Manifestasi khas: reaksi tranfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun.

3.    Tipe III (Penyakit kompleks imun)

     Kompleks Ag-Ab mengaktifkan komplemen dan respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil. Manifestasi khas: reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES.

4.    Tipe IV (Hipersensitivitas seluler)

     Sel Th1 yang disensitasi melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag arau sel Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel Th2 dan Tc menimbulkan respons sama. Manifestasi khas: dermatitis kontak, lesi tuberkulosis dan penolakan tandur.

TIU 2. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe 1

TIK 2.1 Menjelaskan mekanisme proses reaksi

 

Pada reaksi Tipe 1, terdapat tiga fase yaitu :

a.       Fase Sensitasi

Fase sensitasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada mast/basofil.

b.      Fase Aktivasi

Fase aktivasi adalah waktu yang dibutuhkan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

c.       Fase Efektor

Fase efektor terjadi saat terjadinya respon yang kompleks(anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.

Page 3: hipersensitivitas 1.doc

 

TIK 2.1 Menjelaskan Performed Mediator

a.       Histamin

Histamin merupakan mediator primer reaksi hipersensitivitas tipe 1. Dalam trombosit, histamin ada dalam bentuk prekursor. Histamin juga ditemukan dalam granula sel mast dan eosinofil. Pelepasan hista,in menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos (bronkospasme).

b.      Prostaglandin dan tromboksan

Prostaglandin dan tromboksan dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase. Prostaglandin menyebabkan bronkokonstriksi dan dilatasi serta peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan juga menyebabkan agregasi trombosit. Mediator-mediator tersebut beserta sitokin seperti TNF-alfa dan IL-4 disebut sebagai mediator sekunder pada reaksi hipersensitivitas tipe 1.

TIU 3. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe 2

TIK 3.1 Menjelaskan mekanisme proses reaksi

Reaksi tipe II merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran permukaan sel. Mengakibatkan muncul sel klon baru pada sel tumor, sel yang terinfeksi virus, dan sel yang terinduksi mutagen. Ketiga sel klon tersebut disebut dengan sel target yang akan mengalami gangguan karena: mutagen (bahan kimia, radiasi), infeksi virus dan sel tumor

Page 4: hipersensitivitas 1.doc

Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.

Agranulomasitosis       : meetamizol, fenotiazin

Anemia hemolitik        : sefalosporin, beta-laktam, kinidin, metildopa, steptomisin

Trombositopenia         : karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan

Reaksi ini dapat melalui 2 jalur, antara lain :

a.       ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxity)

Merupakan respon sistem imun humoral. Mengekspresikan protein asing pada sel target lalu menghasilkan limfosit B dan menjadi sel plasma yang mempunyai antibodi. Antigen yang masuk dibawa menuju sel natural killer kemudian menuju sel T. Hal ini merangsang sel T sitotoksin menuju sel target sehingga antigen lisis.

b.      Aktivitas komplemen

Merupakan respon imun selular. Mengekspresikan protein asing pada sel target lalu menghasilkan limfosit B dan menjadi sel plasma yang mempunyai antibodi. Antigen dibawa oleh sel antibodi menuju ke sel yang berfungsi untuk mengaktifkan aktivitas komplemen mempunyai tipe dari C-1– C-9 sehingga dapat menyebabkan sel target lisis. Selain itu juga menyebabkan degranulasi sel mast, edema interstisial, dan kerusakan jaringan. Contoh reaksi tipe 2 adalah destruksi sel darah merah, miastenia gravis, tirotoksikosis, anemia hemolitik, reaksi transfusi ABO dan hemolitik Rh.

TIK 3.2 Menjelaskan jenis jenis reaksi

Reaksi transfusi, sel darah merah dari seorang donor yang tidak sesuai diikat dan kemudian dirusak oleh antibodi resipien yang diarahkan untuk melawan antigen golongan darah donor.

Eritoblastosisfetalis, karena imkompatibilitas antigen rhesus.

Anemia hemolitik autoimun, agranulositosis, atau trombositopenia, yang disebabkan oleh antibodi yang dihasilkan seseorang yang menghasilkan antibodi terhadap sel darah merahnya sendiri.

Reaksi obat, antibodi diarahkan untuk melawan obat tertentu yang secara non spesifik diadsorpsi pada permukaan sel, contohnya penisilin.

Pemfigus vulgaris, disebabkan oleh antibodi terhadap protein desmosom yang menyebabkan terlepasnya taut antarsel epidermis.

TIU 4. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe 3

Page 5: hipersensitivitas 1.doc

TIK 4.1 Menjelaskan mekanisme proses reaksi

Hipersensitivitas tipe III merupakan reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh terbentuknya kompleks antigen dan antibodi. Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke hati, limpa, dan di sana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen.

Permasalahan akan timbul bila kompleks imun tersebut mengendap di jaringan.

Mekanisme reaksi :

Antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks antigen antibodi Aktivasi sistem komplemen, menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Vasodilatasi dan akumulasi PMN yang menghancurkan kompleks. Merangsang PMN sehingga sel–sel tersebut melepaskan isi granula berupa enzim proteolitik diantaranya proteinase, kolegenase, dan enzim pembentuk kinin. Kompleks antigen-antibodi itu mengendap dijaringan, proses diatas bersama–sama dengan aktivasi komplemen dapat sekaligus merusak jaringan sekitar kompleks.

 

1.      Kompleks imun mengendap di pinding pembuluh darah

 Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun).infeksi dapat disertai antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa adanya respon antibodi yang positif.

Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan.

Kompleks imun yang terdiri atas antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 (dapat juga IgA) diendapkan di membran basal vaskular dan membran basal ginjal yang menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan luas. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, produksi dan penglepasan mediator inflamasi dan bahan kemotaktik serta influks neutrofil. Bahan toksik yang dilepas neutrofil dapat menimbulkan kerusakan jaringan setempat.

2.    Kompleks imun mengendap di jaringan

Hal yang memungkinkan pengendapan kompleks imun di jaringan ialah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskular yang meningkat, antara lain karena histamin yang dilepas sel mast.

TIK 4.2. Bentuk-bentuk reaksi hipersensitivitas tipe III

Page 6: hipersensitivitas 1.doc

            Reaksi tipe III Mempunyai 2 bentuk Reaksi, yaitu reaksi lokal dan reaksi sistemik.

a.      Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus

Artus yang menyuntikan serum kuda kedalam kelinci intradermal berulang kali ditempat yang sama menemukan reaksi yang makin menghebat ditempat suntikan. Reaksi tersebut menghilang keesokan harinya. Suntikan kemudian menimbulkan edema yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan dan nekrosis yang sulit sembuh. Hal tersebut disebut fenomena arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah jenis presipitin.

            Pada pemeriksaan mikroskopis, terlihat neutrofil menempel pada endotel vaskular dan berimigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul berupa kerusakan jaringan lokal dan vaskular akibat akumulasi cairan (edem) dan SDM (eritema) sampai nekrosis. Reaksi tipe arthus dapat terjadi intrapulmoner yang diinduksi kuman, spora jamur atau protein fekal kering yang dapat menimbulkan pneumonitis atau alveolitis atau farmer’s lung.

            C3a dan C5a (anafilatoksin) yang terbentuk pada aktivasi komplemen, meningkatkan permeabilitas pembulu darah yang dapat menimbulkan edema. C3a dan C5a berfungsi juga sebagai faktor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan ketempat reaksi dan menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah. Sasaran anafilatoksin adalah pembuluh darah kecil, cell mast, otot polos dan leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi cell mast, peningkatan permeabilitas vaskular dan respons tripel terhadap kulit. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahab vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

            Dengan pemeriksaan imunofluoresen, antigen, antibody dan berbagai komponen komplemen dapat ditemukan ditempat kerusakan pada dinding pembuluh darah. Bila kadar komplemen atau jumlah granulosit menurun ( pada hewan kadar komplemen dapat diturunkan dengan bisa kobra), maka kerusakan khas dari arthus tidak terjadi. Reaksi arthus di dalam klinik dapat berupa vaskulitis.

b.      Reaksi Sistemik – Serum Sickness

Antibodi yang berperan biasanya bentuk IgM atau IgG. Komplemen yang diaktifkan melepas anafilatoksin ( C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. Mediator lainnya dan MCF ( C3a, C5a, C5, C6, C7 ) mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan protein polikationik. Kompleks imun lebih mudah diendapkan ditempat tempat dengan tekanan darah yang meninggi yang disertai putaran arus, misalnya dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah pleksus koroid dan korpus silier mata. Pada LES, ginjal merupakan tempat endapan kompleks imun. Pada artritis reumatoid, sel plasma dalam sinovium membentuk anti-IgG (FR berupa IgM) dan membentuk kompleks imun disendi.

            Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotrombi dan melepas amin vasoaktif. Bahan vasoaktif yang dilepas sel mast dan trombosit menimbulkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular dan inflamasi. Neutrofil dikerahkan dan menyingkirkan  kompleks imun. Neutrofil yang terkepung di jaringan akan sulit untuk

Page 7: hipersensitivitas 1.doc

menangkap kompleks, tapi akan melepas granulnya (angry cell). Kejadian ini menimbulkan lebih banyak kerusakan jaringan. Makrofag yang dikerahkan ketempat tersebut melepas berbagai mediator  antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Dalam beberapa hari-minggu setelah pemberian serum asing, mulai terlihat manifestasi panas dan gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh, sendi dan KGB yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artritis. Reaksi itu disebut reaksi pirquet dan schick.

TIU 5. Memahami reaksi hipersensitivitas tipe 4

TIK 5.1 Menjelaskan mekanisme proses reaksi

 

 

 

 

 

 

 

TIK 5.2 Menjelaskan bentuk bentuk reaksi

            Berbagai jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV atau DTH (Delayed Type Hypersensitivity) adalah:T Cell Mediated Cytolisis

Dalam T cell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saaja dan biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi. Sel CD8+ yang spesifik untuk antigen atau autologus dapat membunuh sel dengan langsung. Pada banyai penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self-antigen dan kedua jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

 Hipersensitivitas Kontak

Hipersensitivitas kontak terjadi setelah sensitivitas dengan zat kimia sederhana (misal nikel, formaldehid), bahan tanaman (poison ivy, racun pohon oak), obat-obatan yang digunakan secara topikal (sulfonamide, neomisin), beberapa kosmetika, sabun, dan zat-zat lain. Pada semua kasus, molekul kecil masuk ke dalam kulit, dan kemudian bekerja sebagai hapten, melekat pada protein tubuh untuk berperan sebagai antigen yang lengkap. Keadaan ini mencetuskan hipersensitivitas selular, terutama pada kulit. Bila kulit sekali lagi kontak dengan agen pengganggu, orang tersensitisasi akan mengalami eritema, gatal, kulit melepuh, eksema, atau nekrosis kulit dalam waktu 12-48 jam. Uji temple pada area kecil dikulit kadang-kadang dapat mengidentifikasiantigen pengganggu. Penghindaran berikutnya terhadap bahan tersebut akan mencegah rekurensi. Sel penyaji antigen pada sensitivitas

Page 8: hipersensitivitas 1.doc

kontak ini kemungkinan adal sel-sel Langerhans di epidermis, yang berinteraksi dengan sel-sel Th1 dan CD4 yang akan memberikan respons.

 Reaksi Tuberkulin

Hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen mikroorganisme terjadi pada banyak penyakit infeksi dan telah digunakan sebagai alat bantu diagnosis. Hal ini juga dikenal sebagai reaksi tuberculin. Bila sedikit tuberculin disuntikan ke dalam epidermis pasien yang sebelumnya terpajan Mycobacterium tuberculosis, akan terjadi reaksi tipe cepat yang ringan, namun secara bertahap akan timbul indurasi dan kemerahan serta mencapai puncaknya dalam waktu 24-72 jam. Sel-sel mononuclear menumpuk dalam jaringan subkutan, dan terdapat banyak sel Th1 dan CD4 inflamasi. Uji kulit positif menunjukan bahwa orang tersebut telah terinfeksi agen tetapi bukan berarti orang tersebut sedang sakit. Namun, perubahan respons uji kulit yang baru terjadi (dari negative menjadi positif) menunjukan infeksi baru terjadi dan kemungkinan aktivitas saat ini. Respons uji kulit yang positif dapat membantu diagnosis. Misalnya, pada penyakit lepra, uji kulit lepromin yang positif menunjukan adanya penyakit tuberkuloid, dengan imunitas selular aktif, sedangkan hasil ujinegatif menunjukan lepra tipe lepromatosa, dengan imunitas seluler yang lemah.

  

Reaksi Jones MoteReaksi jones mote adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap antigen protein

yang berhubungan dengan infiltrasi basofil mencolok di kulit di bawah dermis. Reaksi juga disebut hipersensitivitas tipe IV lainnya, reaksi ini lemah dan Nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan reaksi dapat diinduksi dengan suntikan antigen larut seperti ovalbumin dengan ajuvan Freund.

 

TIU 6 Memahami dan menjelaskan atihistamin dan kortikosteroid

TIK 6.1 Farmakodinamik dan farmakokinetik atihistamin dan kortikosteroid

a.       Antihistamin

-          Farmakodinamik :menghambat efek histamine dalam darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos

-          Farmakokinetik : setelah pemberian oral efeknya timbul setelah 15-30 menit lama kerja kurang lebih 3-6 jam. Konsentrasi tertinggi terdapat pada paru-paru sednagkan konsentrasi makin rendah pada limfa, ginjal, otak, otot, dab kulit.

b.      Kortikosteroid

-          Farmakodunamik : mempengaruhi sintesis protein pada proses transkripsi darah

-          Farmakodinamik : absorpsi melalui saluran cerna metabolism dan eksresinya -> kortikosteroid dalam plasma 90% bila terikat protein plasma dan sisanya dalam bentuk bebas.

Page 9: hipersensitivitas 1.doc

TIK 6.2 efek samping antihistamin dan kortikosteroid

a.       Antihistamin

Sedasi , vertigo, tinnitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisa, insomnia dna tremor.

b.      Kortikosteroid

Menimbulkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, antralgia, dan malaise.

Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialaah gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberculosis.