health education : ancaman partus prematurus

31
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Persalinan prematur/preterm adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu. Ancaman Partus Prematurus (APP) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan yaitu timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 – 37 minggu). 1 Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi prematur. WHO menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian perinatal tanpa kelainan kongenital yaitu 75% dari seluruh kematian perinatal. (12) Indonesia memiliki angka kejadian partus prematurus sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. 2 Setiap tahun, diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur (sebelum 37 minggu usia kehamilan), dan jumlah ini meningkat. Lebih dari 1 juta bayi meninggal setiap tahun dari komplikasi kelahiran prematur. Secara global kelahiran prematur merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir (bayi dalam empat minggu pertama kehidupan) dan penyebab 1

Upload: ester-elisabeth-wowor

Post on 19-Jan-2016

423 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ancaman Partus Prematurus / Ancaman Persalinan Prematur

TRANSCRIPT

Page 1: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan prematur/preterm adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20

– 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995). Himpunan

Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan

preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu. Ancaman

Partus Prematurus (APP) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan yaitu timbulnya

tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 – 37 minggu).1

Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi

prematur. WHO menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia

kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh

kehamilan dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian perinatal tanpa

kelainan kongenital yaitu 75% dari seluruh kematian perinatal.(12) Indonesia memiliki

angka kejadian partus prematurus sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian

perinatal.2

Setiap tahun, diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur (sebelum 37 minggu usia

kehamilan), dan jumlah ini meningkat. Lebih dari 1 juta bayi meninggal setiap tahun dari

komplikasi kelahiran prematur. Secara global kelahiran prematur merupakan penyebab

utama kematian bayi baru lahir (bayi dalam empat minggu pertama kehidupan) dan

penyebab utama kedua kematian setelah pneumonia pada anak di bawah lima tahun. Di

184 negara, tingkat kelahiran prematur berkisar antara 5% sampai 18% dari bayi yang

lahir. Indonesia termasuk dalam 10 negara yang memiliki angka kelahiran bayi prematur

terbesar, yaitu 15,5 per 100 bayi lahir hidup.2

Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6 – 10%. Hanya

1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada

kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan dua pertiga dari

kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi

preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas.

Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm/prematur masih

sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak,

dan gastrointestinal. Di negara Barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat

1

Page 2: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka

panjang. Penyebab persalinan preterm sering dapat dikenali dengan jelas. Namun, pada

banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor pada ibu, faktor janin

dan plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.1-2

Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan preterm akan memberikan

harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa negara

maju Angka Kematian Neonatal pada persalinan prematur menunjukkan penurunan, yang

umumnya disebabkan oleh meningkatnya peran neonatal intensive care dan akses yang

lebih baik dari pelayanan ini. Di Amerika Serikat bahkan menunjukkan kemajuan yang

dramatis berkaitan dengan meningkatnya umur kehamilan, dengan 50% neonatus selamat

pada persalinan usia kehamilan 25 minggu, dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu.1

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir

saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu

dengan berat bayi > 1500 gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur

kehamilan sama dengan berat bayi < 1500 angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur

kehamilan < 32 minggu dengan berat lahir < 1500 gram angka keberhasilan hanya sekitar

59%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya tergantung

dari umur kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.1

Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada kematian

perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan kelainan, baik kelainan

jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi

adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC

(Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko-pulmonar, sepsis, dan paten duktus

arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti

serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral

dan prestasi sekolah yang kurang baik.1

2

Page 3: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Persalinan prematur/preterm adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20

– 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995). Himpunan

Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan

preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu. Ancaman

Partus Prematurus (APP) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan yaitu timbulnya

tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm / preterm (20 – 37

minggu).1

B. ETIOLOGI

Ancaman persalinan prematur merupakan suatu keadaan yang multifaktorial. Kombinasi

keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal yang dijumpai seperti

distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan

prematur sebagai akibat dari proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang

mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:1

1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin,

akibat stres pada ibu atau janin

2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus

genitourinaria atau infeksi sistemik

3. Perdarahan desidua

4. Peregangan uterus patologik

5. Kelainan pada uterus atau serviks

Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan

prematur harus dicermati berbagai kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, sehingga

menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan

pada saat usia kehamilan belum cukup bulan.1

3

Page 4: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

C. FAKTOR PREDISPOSISI

a. Faktor Ibu

1. Infeksi Bakteri

Terdapat korelasi yang kuat antara infeksi dalam uterus dan mulainya permulaan

persalinan preterm spontan. Infeksi pada selaput dan cairan amnion disebabkan

oleh berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan beberapa kasus seperti ketuban

pecah, persalinan prematur, atau keduanya. Infeksi dalam uterus memiliki potensi

untuk mengaktivasi semua jalur biokimia yang mengarah pada pematangan

serviks dan kontraksi uterus. Infeksi dari darah dari tempat lain jarang terjadi.3-4

Telah diketahui bahwa kelemahan atau pendeknya serviks merupakan

faktor utama terjadinya risiko infeksi asenden bakteri. Namun, terdapat

kemungkinan juga bahwa dengan jumlah patogen yang tinggi dalam vagina,

bakteri dapat memperoleh akses menuju daerah uterus melalui leher uterus yang

berfungsi normal, di mana bakteri tersebut mengaktifkan mediator inflamasi yang

membuat serviks menjadi matang dan memendek. Bakteri mungkin juga

mendapatkan akses menuju rongga ketuban melalui penyebaran secara hematogen

atau melalui bersamaan dengan dilakukannya prosedur yang invasif.3-4

Produk-produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua

untuk memproduksi sitokin, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan

interleukin-6, yang pada gilirannya merangsang asam arakidonat dan kemudian

memproduksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2 bertindak sebagai parakrin

untuk merangsang kontraksi miometrium.3-4

Faktor pengaktif trombosit juga ikut berperan dalam aktivasi jaringan

sitokin, yang ditemukan di dalam cairan amnion. Faktor pengaktif trombosit

diperkirakan diproduksi di dalam paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin

tampaknya memainkan suatu peran sinergistik untuk inisiasi kelahiran preterm

yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teoritis, hal ini kemungkinan

menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingkungan yang

terinfeksi.3-4

2. Gaya Hidup

Faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur (terutama kelahiran prematur

spontan) masih belum diketahui dan diapahami dengan baik. Walaupun jalur yang

4

Page 5: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

tepat antara merokok selama kehamilan dan kelahiran prematur tidak diketahui,

para peneliti berteori bahwa salah satu mekanisme yang dapat diperkirakan ialah

gangguan aliran darah plasenta akibat nikotin dan karbon monoksida, yang

merupakan vasokonstriktor yang poten pada pembuluh plasenta.5-6

Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih besar, dengan

meningkatnya luas permukaan plasenta, dan memiliki karakteristik lesi-lesi

sebagai akibat kurangnya perfusi dari uterus. Merokok dapat menyebabkan

perubahan sel endotel yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan kekakuan

dinding arteriol, dengan perfusi yang kurang dari plasenta. Hal ini, dapat

mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan

terjadi perdarahan.6

Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu oksigenasi janin

dengan membentuk carboxyhemoglobin, dan nikotin dapat meningkatkan tekanan

darah ibu dan detak jantung, juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga

pada ibu perokok sering dapat membuat pertumbuhan janin terganggu dan

melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah.6

Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama placenta

abruption (solutio plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah plasenta previa,

merupakan faktor yang penting dalam predisposisi kelahiran prematur dan bayi

lahir mati pada ibu yang merokok selama kehamilan.6

Dalam sebuah penelitian ditemukan faktor-faktor ibu lain yaitu ibu terlalu

muda atau lanjut usia; kemiskinan; penggunaan alcohol, dan faktor-faktor seperti

pekerjaan lama berjalan atau berdiri, kondisi kerja berat dan panjang

meningkatkan insidensi kelahiran prematur.7

Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses ateriosklerosis) pada

arteri miometrium sehingga dapat menyebabkan perfusi yang kurang dari plasenta

mengarah pada risiko yang lebih tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas

perinatal. Perfusi yang kurang dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis,

yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. 5-6

Hipotesis bahwa adanya hubungan yang buruk antara usia ibu yang terlalu

muda dan pendarahan vagina pada awal kehamilan disebabkan adanya bagian ke

ketidakdewasaan dari sumbu hipothalamus-hipofisis-gonad saat menarche dan

adanya hubungan ginekologis yang terbalik antara usia dan kadar progesteron

5

Page 6: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

selama fase luteal dari ovulasi siklus menstruasi. Dan terjadinya pendarahan

vagina dikaitkan dengan peningkatan insiden kelahiran premature.8

3. Perdarahan

Abruptio plasenta atau solutio plasenta dapat mengakibatkan terjadinya prematur

pelahiran. Ini terjadi melalui pengeluaran trombin yang merangsang kontraksi

miometrium oleh reseptor yang diaktivasi protease tetapi secara independen juga

disebabkan sintesis dari prostaglandin. Ini menjelaskan kesan klinis bahwa

persalinan preterm berkaitan dengan chorionamnionitis sering cepat sedangkan

yang berhubungan dengan plasenta abruptio ialah kurang begitu karena pada

abruptio plasenta tidak ada proses kematangan (preripening) serviks uterus.

Pembentukan trombin mungkin juga mempunyai peran dalam persalinan prematur

yang disebabkan karena chorionamnionitis ketika dilepaskannya trombin sebagai

akibat dari perdarahan desidua.6

Plasenta previa ditandai dengan perdarahan yang tidak nyeri, yang tidak

muncul sampai trimester II akhir atau setelahnya. Mekanismenya adalah sebagai

berikut setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus

lebih cepat tumbuhnya dari uterus sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri

tertarik menjadi dinding cavum uteri (segmen bawah uterus). Pada plasenta

previa, ini tidak mungkin tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus, saat

perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada

isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan

perdarahan tapi sudah jelas dalam prsalinan his pembukaan menyebabkan

perdarahan karena bagian plasenta di atas akan terlepas pada dasarnya.4,9

4. Kelainan Uterus

Uterus yang tidak normal menganggu resiko terjadinya abortus spontan dan

persalinan prematur. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat

menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks mengakibatkan kulit ketuban menonjol

keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan kemudian pecah yang biasanya

diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian menyatakan bahwa risiko terjadinya

persalinan prematur akan makin meningkat bila serviks < 30 mm. Hal ini

6

Page 7: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

dikaitkan dengan makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin

pendek.6

5. Penyakit Sistemik

Ibu dengan penyakit sistemik kronis misalnya: diabetes mellitus, penyakit jantung,

hipertensi, penyakit ginjal dan paru kronis meningkatkan resiko terjadinya

kelahiran prematur.6,8

6. Senggama

Prostaglandin yang terlibat dalam mekanisme orgasme serta ada dalam cairan

seminal dapat merangsang pematangan serviks dan kontraksi miometrium

sehingga menyebabkan persalinan kurang bulan pada ibu yang sensitif.6

7. Riwayat Obstetri

Riwayat persalinan prematur dan abortus merupakan faktor yang berhubungan

sangat erat dengan persalinan prematur berikutnya. Penderita yang pernah

mengalami 1 kali persalinan premature mempunyai resiko 37% untuk mengalami

persalinan prematur lagi dan penderita yang pernah mengalami persalinan

prematur 2 kali atau lebih mempunyai resiko 70% untuk mengalami persalinan

prematur.6,8

b. Faktor Janin

1. Kehamilan ganda dan Hidramnion

Distensi uterus berlebihan sering menyebabkan persalinan prematur. Usia

kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda, 25% bayi kembar 2, 50% bayi

triplet dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu sebelum kehamilan cukup bulan.6

Patogenesis

Beberapa kehamilan mungkin mengarah pada kelahiran prematur melalui

setidaknya dua mekanisme. Over-distensi uterus mengarah ke regulasi prematur

terkait dengan kontraksi yang disebabkan oleh protein-protein dan faktor yang

memediasi kematangan cervix, yang seluruhnya menunjukkan adanya kepekaan

terhadap regangan mekanis. Kehamilan kembar yang berhubungan dengan jumlah

7

Page 8: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

beberapa plasenta sehingga terjadi peningkatan CRH yang lebih awal dalam

sirkulasi dibandingkan dengan janin yang tunggal.6

2. Stress pada ibu dan janin

Ada bukti bahwa janin dan ibu yang stres mungkin menjadi faktor risiko

persalinan prematur. Janin stres mungkin timbul dalam hubungannya dengan

terhambatanya pertumbuhann. Ibu stres dapat disebabkan oleh faktor-faktor

lingkungan. Pada kedua kasus tersebut dipostulasikan bahwa sekresi berlebih dari

kortisol menyebabkan meningkatnya regulasi dari produksi CRH dalam plasenta.6

c. Faktor Lain

1. Genetik

Sifat keluarga, riwayat prematur dan sifat rasial kelahiran prematur telah diketahui

bahwa genetika mungkin memainkan peran dalam menyebabkan persalinan

preterm. Gen untuk relaksin desidua merupakan salah satu kandidat. Defek pada

protein trifunctional mitokondria defek janin atau polimorfisme dalam kompleks

gen interleukin-1, reseptor 2-adrenergik, atau faktor nekrosis tumor (TNF)

mungkin juga terlibat dalam ruptur membran yang prematur.7

Untuk saat ini, hubungan antara polimorfisme dalam calon gen dan risiko

kelahiran prematur adalah moderat. Misalnya, variasi dalam reseptor progesteron

telah terlibat sebagai faktor risiko ibu dalam sebuah penelitian, tetapi tidak dalam

penelitian lainnya. Demikian juga, meskipun polimorfisme dalam gen yang

mengkode sel inflamasi sitokin pada awalnya diidentifikasi sebagai faktor risiko

yang mungkin dapat terjadi, namun hubungan yang konsisten dengan kelahiran

prematur belum dapat ditentukan. studi asosiasi Genomewide sekarang sedang

berlangsung terus dan berjanji untuk membuat wawasan baru dalam waktu dekat.

Untuk menjelaskan interaksi antara gen-gen dan gen-lingkungan yang

meningkatkan risiko kelahiran prematur, kohort besar (> 10.000 objek penelitian)

akan diperlukan, terutama jika tujuannya adalah untuk menemukan varian dengan

ukuran efek kecil yang bisa menjelaskan wawasan fisiologis yang baru.10

Para ilmuwan dari Amerika Serikat berhasil menemukan perbedaan DNA

pada bayi yang lahir prematur. Para peneliti dari US National Institutes of Health

melakukan penelitian terhadap 700 varian DNA pada 190 gen wanita yang

8

Page 9: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

melahirkan bayi prematur dan yang melahirkan bayi cukup bulan. Darah tali pusat

bayi mereka juga diperiksauntuk mengetahui variannya. Terungkap bahwa variasi

gen lebih sering ditemukan pada para ibu yang melahirkan bayi prematur dan juga

bayinya. Bayi yang membawa gen "interleukin 6 receptor" cenderung lahir lebih

dini. Gen ini diyakini memegang peran penting dalam mengatur sistem imun

untuk melawan infeksi dan peradangan.Bila terjadi infeksi, gen tersebut akan

mengirim sinyal pada tubuh untuk segera menyiapkan diri pada persalinan. Kadar

gen interleukin 6 yang terlalu tinggi dalam cairan ketuban dan darah bayi diduga

menyebabkan bayi lahir sebelum waktunya meski sebenarnya tidak terjadi

infeksi.10

D. DIAGNOSIS

Sering terjadi kesulitan dapam menentukan diagnosis ancaman partus prematurus. Tidak

jarang kontraksi yang timbul saat kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman

partus prematurus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai diagnosis ancaman

partus prematurus, yaitu:1,11,12

- Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 – 8 menit sekali, atau 2 – 3 kali dalam

waktu 10 menit

- Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)

- Bercak perdarahan

- Perasaan menekan daerah serviks

- Pada pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,

dan penipisan 50 – 80%

- Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika

- Selabut ketuban pecah dapat merupakan tanda ancaman partus prematurus

- Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu

Kriteria yang diusulkan oleh The American Collage of Obstetricians and

Gynecologists untuk mendiagnosis persalinan prematur adalah sebagai berikut:13

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan

kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,

3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

9

Page 10: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

E. PENCEGAHAN PERSALINAN PREMATUR

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan prematur dapat dilakukan sejak awal,

sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang

berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan

prematur serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat

segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan antenatal,

sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan

terjadinya persalinan prematur. Bila dijumpai serviks pendek (< 1 cm) disertai dengan

pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai

risiko terjadinya persalinan prematur 3 – 4 kali.1

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan

prematur, sebagai berikut.1

a. Indikator Klinik

Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks

(secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan

akan terjadinya persalinan prematur.

b. Indikator Laboratorium

Beberapa indikator laboratorium yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit

dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan

leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).

c. Indikator Biokimia

- Fibronektin janin: peningkatan kadar fibrinektin janin pada vagina, serviks dan air

ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan

desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibrinektin janin 50 ng/ml

atau lebih mengindikasikan risiko persalinan prematur.

- Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada

trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan prematur.

- Sitokin inflamasi: seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai

mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.

- Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar 10

U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai

puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum

akan berisiko terjadinya persalinan prematur.

10

Page 11: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

- Feritin: rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan

kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan

reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada

hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan,

termasuk persalinan prematur.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur

antara lain sebagai berikut:1

- Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)

- Hindari jarak kehamilan terlalu dekat

- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal

yang baik

- Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)

- Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat

- Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur

- Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing

- Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan prematur

F. PENATALAKSANAAN

Menjadi pemikiran utama pada penatalaksanaan ancaman partus prematurus adalah :

apakah ini memang merupkan ancaman partus prematurus. Selanjutnya mencari

penyebabnya dan menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis,

laboratoris, ataupun ultrasonografi meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan

keadaan cairan amnion, presentasi dan keadaan janin atau adanya kelainan kongenital.

Bila ancaman partus prematurus tetap berlangsung, meski telah dilakukan segala upaya

pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:1

- Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kandungan kebidanan, dokter

spesialis anak, peralatan) untuk dapat menjada kehidupan bayi prematur atau

berapa persen yang dapat bertahan hidup menurut berat dan usia kehamilan

tertentu.

- Bagaimana persalinan sebaiknya dilakukan, pervaginam atau seksio sesarea.

- Komplikasi apa yang dapat timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma gawat

napas.

11

Page 12: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

- Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan bayi

prematur dan kemungkinan hidup atau cacat.

- Seberapa besar biaya yang diperlukan untuk merawat bayi prematur, dengan

rencana perawatan intensif neonatus.

Ibu hamil dengan risiko terjadi persalinan prematur atau dengan ancaman partus

prematurus perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan neonatal outcomes.1

Manajemen ancaman partus prematurus bergantung pada beberapa faktor, yaitu:1

- Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan prematur tidak dihambat jila

selaput ketuban sudah pecah.

- Pembukaan serviks. Persalinan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm.

- Usia kehamilan. Makin muda usia kehamilan, maka upaya untuk mencegah

terjadinya proses persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat

dipertimbangkan berlangsung bila kehamilan > 34 minggu.

- Penyebab/komplikasi persalinan prematur

- Kemampuan neonatal intensive care facilities

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama

mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:1

- Menghambat proses persalinan prematur dengan pemberian tokolisis

- Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid

- Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi

Tokolisis

Alasan pemberian tokolisis pada ancaman partus prematurus adalah:1

- Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur

- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru

janin

- Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap

- Mengoptimalkan keadaan ibu

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:1,11,12

- Kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2 – 3 kali/jam, dilanjutkan tiap

8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat digunakan lagi jika timbul kontraksi

berulang.

12

Page 13: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

- Obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat

digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.

- Magnesium sulfat dan antiprostaglandin (indometasin) : jarang dipakai karena

efek samping pada ibu ataupun janin.

- Untuk menghambat proses persalinan prematur selain tokolisis, perlu membatasi

aktivitas atau tirah baring.

Kortikosteroid

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin,

menurunkan insidensi RDS (Respiratory Distress Syndrome), mencegah perdarahan

intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu

diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.1,11,13

Obat yang diberikan adalah: betametason atau deksametason. Pemberian steroid ini tidak

diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.1

Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:1

- Betametason: 2 x 12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam

- Deksametason: 4 x 6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam

Antibiotik

Antibiotik hanya diberikan bila kehamilan memiliki risiko terjadinya infeksi seperti pada

kasus ketuban pecah dini (KPD). Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah:

eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg

selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotik lain seperti klindamisin. Tidak

dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.1

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan KPD/PPROM

(Preterm premature rupture of the membrane) adalah:1

- Semua alat yang digunakan untuk memeriksa vagina harus steril.

- Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan

spekulum.

- Pada pemeriksaan USG jika ditemukan penurunan indeks cairan amnion (ICA)

tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada

kemungkinan KPD.

13

Page 14: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

Pada penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia

kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32 – 35 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan

maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi) sangat

menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.1

Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik), maka

pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.

Persiapan persalinan prematur perlu dipertimbangkan berdasar:1

a. Usia Kehamilan

- Usia kehamilan 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan di tingkat dasar/primer,

mengingat prognosis yang relatif baik.

- Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas

perawatan neonatus yang memadai.

b. Keadaan Selaput Ketuban

- Bila didapatkan KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,

maka ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara pengelolaan setelah

diberi konseling dengan baik.

Cara Persalinan

Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan prematur seperti: apakah

sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada berat

janin yang sangat rendah dan prematur sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi

kepala janin, dan apakah adanya manfaatnya dilakukan episiotomi profilkasis yang luas

untuk mengurangi trauma kepala.1

Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio

sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.

Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Oleh

karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetri.1,11,12

Pada kehamilan letak sungsang 30 – 34 minggu, seksio sesarea dapat

dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi

karena mobiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.1,11,12

14

Page 15: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

Perawatan Neonatus

Untuk perawatan bayi preterm/prematur baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,

biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.

Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan

yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia

pada neonatus (suhu badan di bawah 36,5oC), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara

KANGURU untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan

dan asupan cairan.

ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak memungkinkan, diberikan dengan

sonde atau dipasang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapatkan nutrisi sesuai

dengan kemampuan dan kondisi bayi.

Sebaiknya persalinan bayi prematur berlangsung pada fasilitas yang memadai,

seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang adekuat termasuk

perawatan perinatal intensif.1

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan prematur antara lain:14-15

- Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi

mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi

preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987) menyatakan

bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko

mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal,

necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar.

- Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).

- Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas

dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara

dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang

disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan

tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan

dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.

- Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi

Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya

dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika

15

Page 16: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator

dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah

selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).

- Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks

menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau

serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi prematur

juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu

(henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang. Untuk

mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan.

Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang

sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera .

- Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian

makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi

jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu

banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran

kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga

pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.

- Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)

- Displasia bronkopulmoner.

- Penyakit jantung.

- Jaundice.

Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk

membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)

dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,

memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang

dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).

- Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena

kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.

Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan

perbaikan fungsi pencernaan bayi.

- Infeksi atau septikemia.

- Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka

belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.

16

Page 17: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.

Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi

(peradangan pada usus).

- Anemia .

- Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa

tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).

- Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.

- Keterbelakangan mental dan motorik.

17

Page 18: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi prematur.

Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyebab

utama kesakitan dan kematian perinatal tanpa kelainan kongenital yaitu 75% dari seluruh

kematian perinatal.(12) Indonesia memiliki angka kejadian partus prematurus sekitar 19%

dan merupakan penyebab utama kematian perinatal.

Ancaman persalinan prematur merupakan suatu keadaan yang multifaktorial.

Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh

terhadap terjadinya persalinan prematur.

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan prematur dapat dilakukan sejak

awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang

berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan

prematur serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat

segera dilakukan. Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya

persalinan prematur, yaitu indikator klinik, laboratorium, dan biokimia.

Ibu hamil dengan risiko terjadi persalinan prematur atau dengan ancaman partus

prematurus perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan neonatal outcomes.

Manajemen ancaman partus prematurus bergantung pada beberapa faktor, yaitu keadaan

selaput ketuban, pembukaan serviks, usia kehamilan, penyebab/komplikasi persalinan

prematur, kemampuan neonatal intensive care facilities.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama

mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm antara lain, menghambat proses

persalinan prematur dengan pemberian tokolisis, pematangan surfaktan paru janin dengan

kortikosteroid, dan dilakukan pencegahan terhadap infeksi bila diperlukan.

Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan prematur seperti: apakah

sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea. Akan tetapi

prematuritas tidak dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Tindakan

seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetri.

18

Page 19: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

B. SARAN

Pencegahan sedini mungkin terdahap munculnya ancaman partus prematurus perlu

dilakukan, dengan cara mendeteksi faktor-faktor risiko terjadinya persalinan prematur

pada ibu saat pemeriksaan ante natal. Untuk itu ibu hamil dan keluarga perlu diedukasi

mengenai faktor-faktor predisposisi terjadinya ancaman partus prematurus agar dapat

meminimalisasi faktor-faktor tersebut, serta tanda-tanda ancaman partus prematurus dan

tindakan yang perlu diambil oleh ibu serta keluarga.

19

Page 20: Health Education : Ancaman Partus Prematurus

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar AB. Persalinan Preterm. Dalam Prawihardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2010.

2. WHO. Preterm Birth. Accessed from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/

3. Cunningham FG, et al. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw Hill Inc. 2001.

4. Rompas, J. Pengelolaan Persalinan Prematur. Cermin Dunia Kedokteran 2001;145.

5. Santoso, A.B. Hubungan Antara Kelahiran Prematur dengan Tumbuh Kembang Anak pada Usia 1 Tahun. Tesis. Semarang : Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro. 2003.

6. Yusuf, J. Efektivitas dan Efek Samping Ketorolac sebagai Tokolitik pada Ancaman Persalinan Prematur Tinjauan Perbandingan dengan Nifedipin. Tesis. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2008.

7. Philip, S. The epidemiology of preterm labour. Br J Obstet Gynaecol 2005;112:1-3

8. Husslein P. Strategies to prevent the morbidity and mortality associated with prematurity. Br J Obstet Gynaecol 2003;110-135

9. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jakarta : EGC. 1998.

10. Widjanarko, B. Persalinan Preterm. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta. 2009.

11. Goepfert AR. Preterm delivery. In : Obstetrics and Gynecology Principle for Practise. McGraw-Hill. 2001.

12. Iams JD. Preterm labor and delivery. In : Maternal – Fetal Medicine 5th Edition. Saunders. 2004.

13. ACOG Practice Bulletin. Assessment of risk factor for preterm birth. Am J Obstet Gynecol 2001:709–716.

14. American Pregnancy Association. Premature Birth Complication. Accessed from : http://americanpregnancy.org/labornbirth/complicationspremature.htm

15. University of Rochester Medical Center. Preterm Labor. Accessed from : http://www.urmc.rochester.edu/Encyclopedia/Content.aspx?ContentTypeID=90&ContentID=P02497

20