hasil ptk termokimia3.doc

Upload: man-alfarisy

Post on 07-Mar-2016

291 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kimia merupakan salah satu bidang studi yang dianggap kurang menarik dan sulit dipahami siswa. Rusmansyah (2001) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa. Kesulitan mempelajari kimia itu terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia seperti yang disebutkan oleh Kean dan Middle Camp (dalam Rusmansyah, 2001) bahwa :

1. Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak

2. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya

3. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat

4. Ilmu kimia tidak sekedar memecahkan soal-soal

5. Bahan atau materi yang dipelajari dalam kimia sangat banyak.

Banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak yang harus diserap siswa dalam waktu relatif terbatas menjadikan ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran tersulit bagi siswa saat ini. Akibatnya, banyak siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) yang gagal dalam belajar kimia (Rusmansyah, 2001).

Beberapa hasil penelitian, diantaranya adalah Wiseman 1981; Nakhleh 1992; Carter 1989; Kirkwood dan Symington 1996 (dalam Rusmansyah, 2001), menunjukkan banyak siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran lain, tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia. Hal ini disebabkan karakteristik konsep ilmu kimia berbeda dengan konsep ilmu lainnya, sehingga cara mempelajarinya juga tidak sama. Apalagi, secara formal konsep ilmu kimia baru diperoleh ketika siswa masuk SMU, sehingga wajar bila mereka mempelajari konsep ilmu kimia dengan cara belajar yang cenderung sama dengan cara belajar untuk konsep ilmu lainnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pendley, Bretz dan Novack 1994 (dalam Rusmansyah, 2001) menunjukkan bahwa pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep kimia. Menurut Nakhleh 1992 (dalam Rusmansyah, 2001), hal tersebut menyebabkan sebagian besar konsep-konsep kimia masih merupakan konsep yang abstrak bagi siswa, dan bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut.Akibatnya, siswa tidak membangun pemahaman konsep-konsep kimia yang fundamental pada awal mereka belajar kimia.

Termokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari secara khusus tentang perubahan energi yang terlibat dalam reaksi kimia dan merupakan salah satu konsep dari ilmu kimia yang cukup berat dan sulit dipahami siswa karena disamping harus bisa memahami konsep perubahan energi, siswa juga harus dapat menghitung harga-harga dari perubahan energi yang terjadi. Selain membutuhkan pemahaman belajar, pada materi ini juga membutuhkan ketekunan dan ketelitian serta banyak latihan.

Kenyataan di lapangan siswa kurang memahami Termokimia serta kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal perhitungannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan pada pokok bahasan ini dari 4 kelas hanya satu kelas yang mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu kelas XI PMS-1 dengan ketuntasan 97%, sedangkan tiga kelas yang lain belum menunjukkan hasil yang memuaskan apalagi mencapai ketuntasan secara klasikal yaitu :

Kelas XI PMS-2 ketuntasan klasikal 48%

Kelas XI PMS-3 ketuntasan klasikal 49,97%

Kelas XI PMS-4 ketuntasan klasikal 47,2%

Hasil yang diperoleh dari tiga kelas sangat rendah di bawah 50% padahal satu kelas dikatakan berhasil jika ketuntasannya 85%. Ketidaktahuan kegunaan kimia dalam praktek sehari-hari juga menjadi penyebab siswa cepat bosan dan tidak tertarik pada pelajaran kimia, disamping pengajar yang monoton serta metode yang kurang bervariasi dan hanya berpegang pada buku-buku paket saja.

Pradigma belajar bagi siswa menurut jiwa kurikulum 2013 adalah siswa aktif mencari bukan lagi menerima. Berkaitan hal berikut, pembelajaran harus dikembangkan berbasis kegiatan, bersifat interaktif, dan partisipasif yang memotivasi siswa dalam mencapai kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi proses belajar menjadi dinamis dan efektif, diantaranya dengan menimbulkan motivasi dan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar. Salah satu cara untuk dapat menumbuhkan semangat dan keterlibatan siswa dalam belajar sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen ( Slavin dalam Isjoni 2010 : 15 ). Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

Terdapat beberapa variasi model yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah sebagai berikut: Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (Group Investigation), Number Heads Together (NHT) dan Team Games Tournament (TGT). Pembelajaran STAD, mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 - 5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi. Diharapkan dengan pembelajaran STAD dapat meningkatkan motivasi, minat dan rasa percaya siswa dalam belajar kimia, dan diharapkan dapat meningkatkan kekompakan untuk menuntaskan materi pelajaran dengan kerjasama.

Berdasarkan uraian di atas, untuk menjawab permasalahan yang ada maka masalah ini penting untuk diteliti melalui suatu penelitian tindakan kelas dengan judul PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPA2 PADA POKOK BAHASAN TERMOKIMIA SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM .1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Mata pelajaran kimia masih dianggap sulit oleh sebagian siswa

2. Termokimia merupakan salah satu konsep dari ilmu kimia yang cukup berat dan sulit dipahami siswa.

3. Kurangnya motivasi dan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar kimia di kelas.

4. Metode mengajar guru kurang efektif dan kurang kreatif.

1.3. Batasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif STAD pada pokok bahasan Termokimia di kelas XI PMS- 2 SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM.

1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan untuk meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia.

2. Bagaimana ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia setelah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan dalam meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia.

2. Untuk mengetahui bagaimana ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia setelah pener apan model pembelajaran kooperatif STAD.1.6. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan adalah suatu perkiraan tentang tindakan yang diduga dapat mengatasi permasalahan yang ada. Tindakan dilakukan dengan cara mengintervensi kegiatan agar dapat memperbaiki proses pembelajaran. Dengan demikian untuk menjawab permasalahan dari penelitian yang dilakukan dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa Kelas XI pada pokok bahasan Termokimia di SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM.

1.7. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa :

a. Meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi Termokimia.

b. Meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa

c. Meningkatkan ketuntasan belajar siswa

2. Bagi guru :

a. Membuka wawasan berfikir guru dalam mengajar dan mengembangkan metode mengajar

b. Membuka wawasan berfikir dalam mengenal model pembelajaran kooperatif khususnya STAD.

c. Meningkatkan kemampuan mengajar guru.

3. Bagi sekolah :

a. Meningkatkan kwalitas dan mutu sekolah melalui peningkatan prestasi belajar siswa dan kinerja guru.

b. Hasil penelitian sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar

Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan gejala yang berkaitan dengan pembelajaran. Belajar dilakukan oleh siswa secara individu, perkembangan dialami dan dihayati oleh individu siswa, sedangkan pendidikan merupakan kegiatan interaksi. Dalam kegiatan interaksi itu, pendidik atau guru bertindak mendidik siswa sehingga tindakan mendidik tersebut tertuju pada perkembangan siswa manjadi mandiri. Gagne (dalam Djamarah dan Zain, 2002) mengatakan bahwa : Belajar adalah suatu perubahan dalam disposisi (watak) atau kapasitas (kemampuan) manusia yang berlangsung selama suatu jangka waktu dan tidak sekedarnya menganggap proses pertumbuhannya.

Selanjutnya Slameto (1995) menyatakan bahwa : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu tersebut dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999) bahwa : Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Oleh sebab itu, aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lamanya waktu untuk mempelajari bahan tersebut juga tergantung dari kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu yang lama.

Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Dalam usaha membelajarkan siswa, maka guru melakukan (a) pengorganisasian belajar, (b) menyajikan bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu, (c) serta melakukan evaluasi hasil belajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern dan ekstern. Pada umumnya masalah belajar yang sifatnya ekstern berkaitan dengan sikap siswa terhadap belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, serta kurikulum di sekolah.

Dari uraian di atas, tergambar dengan jelas bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan aktivitas yang kompleks dan berkaitan dengan masalah-masalah praktis yang bersumber dari dalam diri siswa dan diluar dirinya. Demikian juga dalam proses belajar mengajar kimia, banyak faktor yang mempengaruhi siswa maupun gurunya sendiri.

2.2. Pengertian Hasil Belajar

Hal pokok yang mendasari sukses pelaksanaan pendidikan adalah merubah pandangan atau persepsi setiap individu yang terlibat langsung dalam pendidikan. Dari berbagai defenisi belajar maka perubahan tingkah laku itu bisa saja dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan dalam sikap dan kebiasaan, perubahan pandangan, kegemaran dan lain-lain. Kegiatan dan usaha untuk mencapai tingkah laku merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu : hasil dan belajar. Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (1990) mengemukakan bahwa : Hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan.

Hal ini sesuai dengan Sudjana (1990) yang menegaskan bahwa : Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan, keterampilan menghargai perkembangan sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani.

Hasil pembelajaran secara umum dapat dikategorisasikan menjadi tiga indikator, yaitu (1) efektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut; (2) efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajar dan atau biaya pembelajaran, (3) daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus-menerus. Secara spesifik, hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh.

2.3. Ketuntasan Belajar

Model belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carrol (dalam Suryosubroto, 1997). Pokok pikiran yang membedakan strategi ini dari model yang tergolong tradisional adalah model ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar di kalangan siswa sebagai konsekuensi adanya perbedaan bakat. Carrol menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi pengajaran yang diharapkan.

Secara sederhana konsep belajar tuntas mengajarkan bahwa bilamana siswa diberi kesempatan mempergunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar dan ia mempergunakannya sebaik-baiknya, maka ia akan mencapai tingkat hasil belajar seperti yang diharapkan. Dengan kata lain bahwa setiap siswa yang mempunyai kecakapan rata-rata (normal) jika diberi waktu yang cukup untuk belajar, mereka dapat diharapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya secara tuntas, sepanjang kondisi belajar yang tersedia cukup menguntungkan.

Siswa yang bakat dan kemampuannya baik membutuhkan waktu misalnya 60 menit, sedangkan untuk siswa yang bakat dan kemampuannya sedang barangkali membutuhkan waktu yang lebih lama, misalnya 90 menit. Maksud utama konsep belajar tuntas adalah usaha dikuasainya bahan oleh sekelompok siswa yang sedang mempelajari bahan tertentu secara tuntas. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan merupakan persyaratan (kriteria) minimum yang harus dikuasai siswa. Persyaratan penguasaan bahan tersebut bergerak antara 75% sampai dengan 90%. Bila persen ini belum tercapai siswa harus dibantu sehingga akhirnya mencapai penguasaan pada taraf tersebut. Batas minimum penguasaan ini kadang-kadang dijadikan dasar kelulusan bagi siswa yang menempuh (mempelajari) bahan tersebut. (Ahmadi, 1997).

Untuk setiap topik atau pokok bahasan, siswa harus mencapai taraf penguasaan yang ditetapkan, yaitu minimal 75%. Untuk topik atau pokok bahasan dan kegiatan kokurikuler dalam satu semester, harus diperoleh taraf penguasaan minimal 65%. Besarnya taraf penguasaan tersebut, dapat diketahui dari penelitian formatif, sub sumatif, sumatif dan kokurikuler. Apabila hasil penilaian formatif lebih besar atau sama dengan 75% rata-rata hasil penilaian sub sumatif, sumatif dan kokurikuler lebih besar atau sama dengan 69%, dikatakan siswa telah tuntas di dalam belajarnya (Suryosubroto, 1997).

2.4. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang bisa terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran sampai tuntas. Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling bantu. Yang cepat harus membantu yang lemah, oleh karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.

Lie (2002) mengatakan Kooperatif learning bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturan atau sistem kerja/ belajar kelompok yang berstruktur. Model pembelajaran kooperatif adalah belajar yang sifatnya membelajarkan siswa secara kelompok atau bersama. Johnson (1990) menyatakan bahwa student meet in heterogeneous groups of five members and work in assigned, the members submir a single sheet for the entire group. Artinya: pembelajaran kooperatif dapat dibentuk dari beberapa orang siswa yaitu empat atau lima orang siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam suatu kesatuan (kelompok) dan saling kerjasama dalam memecahkan masalah untuk mencapai tujuan yang sama.

Robert L. Cilstrap dan William R. Martin (dalam Roestiyah, 1989) memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa biasa berjumlah kecil yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu. Adapun tujuan dari kelompok ini adalah agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lainnya dalam mencapai tujuan bersama.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok adalah suatu pembelajaran yang mempelajarkan siswa secara kooperatif atau bergotong- royong untuk mencapai tujuan belajar yang semaksimal mungkin. Roestyah, (1989) menjelaskan bahwa pengelompokan itu biasanya didasarkan pada :

a. Adanya alat pelajaran yang tidak mecukupi jumlahnya. Agar penggunaan alat pengajaran dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan kelompok-kelompok kecil. Dengan pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang terbatas itu dengan sebaik mungkin, tanpa saling menunggu gilirannya.

b. Kemampuan belajar siswa. Di dalam kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.

c. Minat khusus. Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan, sehingga memungkinkan dibentuknya kelompok. Agar mereka dapat dibina dan mengembangkan bersama minat khusus tersebut.

d. Memperbesar partisipasi siswa. Mengikut sertakan setiap siswa untuk berperan aktif akan lebih efektif jika dibentuk kerja kelompok, karena setiap siswa akan ikut serta melaksanakan tugas dan memecahkan masalah yang diberikan itu.

e. Pembagian tugas pekerjaan. Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas. Dengan demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan itu.

f. Kerja sama yang efektif. Dalam kelompok siswa harus dapat bekerja sama, mampu menyesuaikan diri, menyeimbangkan pikiran/pendapat, ide, gagasan untuk kepentingan bersama, sehingga mencapai tujuan bersama.

Ditinjau dari segi teorinya kooperatif ini sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan belajar tetapi fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pengajar/guru di lapangan jarang sekali menggunakan model pembelajaran kooperatif ini, hal ini tidak dapat dipungkiri dikarenakan anggapan bahwa menggunakan model kooperatif dipandang lebih sukar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Guru banyak mencari cara yang dirasakannya lebih mudah dan lebih efisien untuk dirinya tetapi bukan untuk siswanya.

Arend (dalam Syahputra, 1998) mengemukakan : belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi tinggi bekerja sama dalam tugas akademik, siswa berkemampuan tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa berkemampuan rendah. Hal ini berarti bahwa siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat keuntungan karena memberi bantuan sebagai tutor pada topik tertentu yang memerlukan pemikiran yang lebih mendalam. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah memberikan pengetahuan, pemahaman, konsep dan keterampilan yang diperlukan siswa dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada teman-teman kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif yang diterima paling banyak dikembangkan dengan pembentukan kelompok yang beraneka ragam melalui berbagai cara, antara lain kelompok boleh terdiri dari pelajar yang mempunyai kemampuan berlatar belakang yang berbeda dengan menentukan kelompok dengan secara acak dengan ditempatkan seorang yang pintar dalam setiap kelompok.Ada beberapa keuntungan model pembelajaran kooperatif antara lain :

a. Model pembelajaran ini melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses belajar.

b. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dalam berkelompok.

c. Setiap siswa dapat kesempatan lebih terampil bertanya dan intensif mengadakan penyelidikan masalah.

d. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhannya belajar.

e. Para siswa lebih kreatif tergabung dalam pelajaran mereka dan lebih aktif berpartisipasi dalam kelompok.

Di samping keunggulan dari model pembelajaran kooperatif sebagaimana disebutkan di atas, model pembelajaran ini memiliki kelemahan antara lain :

1. Model pembelajaran kooperatif sering melibatkan hanya kepada siswa mampu dan pandai.

2. Adanya perselisihan pendapat dan terjadi perpecahan dalam kelompok karena kemampuan siswa memimpin kelompok atau kerja sendiri.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan yaitu :

1. Saling ketergantungan positif

2. Tanggung jawab perseorangan.

3. Tatap muka

4. Komunikasi antara anggota

5. Evaluasi proses kelompok

Ada 6 langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar, tahap ini diikuti bimbingan guru saat siswa bekerja bersama menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi persentasi hasil kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Tabel 2.1. Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASETINGKAH LAKU GURU

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok BelajarGuru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transaksisi secara efisien

FASE-FASETINGKAH LAKU GURU

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang akan dipelajari masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaanGuru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Ada empat pendekatan yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

1. Jigsaw

2. Investigasi Kelompok (IK)

3. Pendekatan Struktural

4. Student Teams Achievement Division (STAD)

2.5. Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi. Secara individual, setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.

Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor yang tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan yang tertinggi, atau siswa yang mencapai skor yang sempurna pada kuis-kuis itu, kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

Ada enam tahap model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses kegiatan pembelajaran, meliputi :

Tahap Persiapan

Dalam tahap ini, guru mempersiapkan materi yang dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok. Dalam pembentukan kelompok sesuai dengan pembelajaran kooperatif, yakni tiap kelompok beranggotakan 4 - 5 orang, yang terdiri siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya, seperti jenis kelamin, dan ras.

Tahap Penyajian Materi

Penyajian materi dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD pada awalnya di perkenalkan melalui penyajian kelas. Penyajian materi dilakukan oleh guru menggunakan media, umumnya melalui pengajaran secara langsung atau dengan ceramah dan diskusi. Tahap Kegiatan Kelompok

Dalam kerja kelompok, guru membagikan lembar kegiatan siswa (LKS) kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dikerjakan. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berbagi dalam mengerjakan tugas-tugas dan selanjutnya saling memberi informasi hasil pekerjaannya.

Tahap Tes Hasil Belajar

Ide dibalik skor perkembangan individu adalah memberikan kesempatan setiap siswa untuk meraih prestasi bagi dirinya dan kelompoknya berdasarkan prestasi sebelummya. Cara perhitungan skor perkembangan individu (sumbangan untuk skor kelompok) disajikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Skor Perkembangan Individu

NoNilai Hasil BelajarNilai Perkembangan

1Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar5

210 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar10

3Skor dasar sampai 10 poin diatasnya20

4Lebih 10 poin di atas skor dasar30

5Hasil /nilai sempurna (untuk tidak berdasar skor)30

Tahap Penghargaan Kelompok

Setelah melakukan tes hasil belajar dan melakukan perhitungan skor perkembangan individu, maka dilakukan perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing sumbangan skor individu anggota dalam kelompok dan hasilnya dibagi sesuai dengan jumlah anggota, sehingga dapat skor rata-rata.

Dalam pemberian penghargaan, ada tiga jenjang yaitu:

a. Kelompok dengan skor rata-rata 20, sebagai kelompok baik

b. Kelompok dengan skor rata-rata 25, sebagai kelompok hebat

c. Kelompok dengan skor rata-rata 30, sebagai kelompok super

Sebagai kelompok super dan hebat, dapat diberikan sertifikat penghargaan. Jika kelompok tersebut termasuk kelompok baik guru cukup mengucapkan terimakasih. Mengembalikan tes hasil belajar/kuis

Saat guru mengembalikan tes belajar/kuis, guru perlu menjelaskan sistem poin perkembangan, agar siswa paham dan mengerti dalam penilaian.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

1. Meningkatkan prestasi belajar khususnya pada bidang studi kimia.

2. Meningkatkan motivasi, minat mempelajari kimia

3. Meningkatkan rasa percaya diri bagi siswa yang berprestasi rendah.

4. Mengurangi sikap apatis (tidak perduli) dalam diri siswa terhadap kimia

5. Menerima keragaman dan menjalin hubungan sosial yang baik dalam hubungannya dengan belajar.

6. Meningkatkan kerjasama, kekompakan untuk menuntaskan materi pelajaran.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD :

1. Menimbulkan sikap bahwa LKS yang diberikan pada waktu pembelajaran hanya sebatas diisi dan dikumpulkan tidak untuk dipelajari.

2. Adanya saling memindahkan tanggung jawab kepada salah satu anggota untuk menuntaskan materi yang diberikan guru.

2.6. TermokimiaTermokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari secara khusus tentang perubahan energi yang terlibat dalam reaksi kimia. Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau menghasilkan kalor. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Yang dapat berlangsung adalah perubahan dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Misalnya Energi listrik diubah menjadi energi kalor, Energi kimia di ubah menjadi energi listrik, dan lain-lain.

Dalam reaksi-reaksi kimia, perubahan energi pada umumnya berlangsung dalam bentuk perubahan kalor. Itulah sebabnya kita mengenal apa yang disebut reaksi eksoterm yaitu reaksi yang melepaskan kalor, dan reaksi endoterm yaitu reaksi yang menerima kalor.

Reaksi eksoterm adalah suatu reaksi yang berlangsung karena adanya energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan (dari dalam keluar) dan akibatnya energi sistem akan berkurang. Dapat juga dikatakan reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan, membebaskan, mengeluarkan, memberikan atau menghasilkan kalor. Dengan harga H = negatif (-). Reaksi endoterm adalah suatu reaksi yang berlangsung karena adanya energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem (dari luar kedalam) dan akibatnya energi sistem bertambah.Dapat juga dikatakan reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap, menerima, membutuhkan, memerlukan atau menarik kalor. H = positif (+)

Sedangkan sistem adalah zat atau proses yang sedang dipelajari atau diamati perubahan energinya. Dan lingkungan adalah segala sesuatu diluar sistem dengan apa sistem mengadakan pertukaran energi. Hal ini dapat dinyatakan dengan gambar sebagai berikut :

Gambar 2.1.

Suatu sistem memiliki energi tertentu. Energi yang tersimpan didalam suatu sistem disebut energi dalam. Jika suatu sistem menerima energi, maka energi dalam sistem itu akan bertambah, dan jika suatu sistem melepaskan energi maka energi dalam sistem itu akan berkurang. Antara sistem dan lingkungan dapat terjadi pertukaran kalor. Akan tetapi pada suatu sistem yang ter isolasi (tersekat) tidak dapat terjadi pertukaran kalor.1. Entalpi (H) dan Perubahan Entalpi (H)

Entalpi (H) adalah jumlah energi dari semua bentuk energi yang dimiliki oleh suatu zat yang terdiri atas energi dalam dan kerja. Entalpi dinyatakan dengan tanda (H) Heart Content. Harga entalpi suatu zat tidak dapat ditentukan, yang dapat ditentukan adalah perubahan entalpinya (H). Perubahan entalpi adalah selisih entalpi akhir (produk) dengan entalpi awal (pereaksi).

Untuk reaksi,

R P

HR = entalpi Pereaksi (R)

H = HP - HR HP = entalpi Produk (P)

Apabila reaksi berlangsung pada tekanan tetap dan jenis kerja yang menyertainya hanya kerja ekspansi, maka perubahan entalpi reaksi sama dengan jumlah kalor yang diserap atau dibebaskan:

H = qp ; dengan qp = kalor reaksi pada tekanan tetap

Oleh karena reaksi kimia pada umumnya berlangsung pada tekanan tetap, maka kalor reaksi selalu dituliskan sebagai perubahan entalpi. Jadi, jika suatu system membebaskan kalor sebesar q kj pada tekanan tetap, maka entalpi system berkurang sebesar q kj. Sebaliknya, jika system menyerap kalor sebesar q kj pada tekanan tetap, maka entalpi system bertambah sebesar q kj.

2. Persamaan Termokimia

Persamaan termokimia adalah persamaan reaksi yang mengikut sertakan perubahan entalpinya. Oleh karena kalor reaksi sesuai dengan jumlah zat yang bereaksi, maka penulisan kalor reaksi harus dikaitkan dengan koefisien reaksinya. Kalor reaksi juga bergantung pada wujud zat-zat yang terlibat dalam reaksi.

Contoh :

1. Pada pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan gas oksigen dibebaskan 286 kj. Kata dibebaskan menyatakan bahwa reaksi tergolong eksoterm. Oleh karena itu, H = -286 kj untuk setiap mol air yang terbentuk. Persamaan termokimianya adalah :H2(g) + O2(g) H2O(l) H = -286 kj

atau

2H2(g) + O2(g) 2H2O(l) H = -572 kj

2. Untuk menguraikan 1 mol amonia menjadi gas nitrogen dan gas hidrogen diperlukan kalor 46 kj. Kata diperlukan menunjukkan bahwa reaksi tergolong endoterm. Oleh karena itu, H = +46 kj untuk setiap mol amonia yang diuraikan. Persamaan termokimianya adalah :NH3(g) N2(g) + 1H2(g) H = +46 kj

atau

2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) H = +92 kj

2.1. Perubahan Entalpi Standart

Perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi bergantung pada suhu dan tekanan pengukurannya. Perubahan entalpi yang diukur pada 250C dan 1 atm, disebut perubahan entalpi standart dan dinyatakan dengan lambang H0. Kondisi dengan suhu 250C dan tekanan 1 atm selanjutnya disebut kondisi standart. Data termokimia pada umumnya ditetapkan pada kondisi tersebut. Perubahan entalpi reaksi yang tidak merujuk kondisi pengukurannya dinyatakan dengan lambang H saja.

a. Entalpi Pembentukan Standart (Hf = Standart Entahlpy of Formation)

Perubahan entalpi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsurnya dalam bentuk standart yang diukur pada 298 K dan 1 atm disebut entalpi pembentukan standart. Satuan untuk entalpi pembentukan dalam Sistem Internasional (SI) adalah kilojoule per mol (kj mol-1).

Contohnya :

Reaksi pembentukan 1 mol air

H2(g) + O2(g) H2O(l) H = -285,85 kjb. Entalpi penguraian (H d = Standart Enthalpy of Dissosiation)

Reaksi penguraian adalah kebalikan dari reaksi pembentukan. Oleh karena itu, sesuai dengan azas kekekalan energi, nilai entalpi penguraian sama dengan entalpi pembentukannya, tetapi tandanya berlawanan.

Contoh :

Diketahui Hf H2O(l) = -286 kj mol-1, maka entalpi penguraian H2O(l) menjadi gas hidrogen dan gas oksigen adalah +286 kj mol-1 H2O(l) H2(g) + O2(g) H = +286 kj

c. Entalpi Pembakaran Standart (Hc = Standart Enthalpy of Combustion)

Perubahan entalpi pembakaran standart (Hc) adalah kalor yang dilepaskan jika 1 mol zat dibakar pada keadaan standart (298 K, 1 atm).

Reaksi suatu zat dengan oksigen disebut reaksi pembakaran. Zat yang mudah terbakar adalah unsur karbon, hydrogen , belerang, dan berbagai senyawa dari unsur tersebut. Pembakaran dikatakan sempurna jika ;

Karbon (C) terbakar menjadi CO2Hydrogen (H) terbakar menjadi H2O

Belerang (S) terbakar menjadi SO2Contoh :

C(s) + O2(g) CO2(g) H = -263,5 kj mol-1 CO(g) + O2(g) CO2(g) H = -283 kj mol-1CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) H = -74,85 kj mol-12.2. Penentuan H Secara Kalorimetri

Suatu bentuk energi yang menyebabkan materi mempunyai suhu disebut kalor. Kalor juga dapat menyebabkan perubahan wujud. Apabila suatu zat menyerap kalor, maka suhu zat itu akan naik sampai tingkat tertentu hingga zat itu akan mencair (jika zat padat) atau menguap (jika zat cair). Sebaliknya jika kalor dilepaskan dari suatu zat, maka suhu zat itu akan turun sampai tingkat tertentu hingga zat itu akan mengembun (jika zat gas) atau membeku (jika zat cair). Kita dapat menentukan perubahan jumlah kalor dari suatu zat, dari perubahan suhu atau perubahan wujud yang dialaminya.

Besarnya entalpi yang dibebaskan atau diperlukan dari suatu reaksi dapat ditentukan dengan cara :

1. Perhitungan besarnya energiJumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram zat sebesar 10C atau 1 K disebut kalor jenis. Kalor jenis dinyatakan dalam joule per gram per derajat celcius (J g-1 0C-1) atau joule per gram per kelvin (J g-1 K-1).

Contoh :

Kalor jenis air adalah 4,18 J g-1 K-1. Jadi, untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 100C diperlukan 4,18 j, untuk menaikkan suhu 5 gram air sebesar 20C diperlukan 5 x 4,18 x 2 J. Secara umum, berlaku rumus :

q = m.c.t

dengan q = jumlah kalor (dalam joule)

m = massa zat (dalam gram)

t = perubahan suhu (t akhir t awal)

C = kalor jenis

Contoh soal :

Berapa joule diperlukan untuk memanaskan 100gram air dari 250C menjadi 1000C jika kalor jenis air = 4,18 J g-1 K-1Jawab : q = m.c.t

= 100 g x 4,18 J g-1 K-1 x (100 25) K

= 31.350 J

= 31,35 kJ

Untuk memanaskan 200 gram air dari suhu 250C menjadi 750C, berapa kilojoule energi yang diperlukan dan tentukan H reaksi perubahannya.

Jawab : q = m.c.t

= 200 gr x 4,18 g J-1 K-1 x (75 25) K

= 41800 J

= 41,8 kJ

untuk H reaksi perubahannya adalah merupakan kebalikannya yaitu -41,8 kj.

Apabila kapasitas kalor diketahui, maka rumusnya menjadi : q = C.t

Kapasitas kalor adalah jumlah kalor yng diperlukan oleh suatu zat atau sistem untuk menaikkan suhu 10C atau 10K, dinyatakan dalam joule per derajat Celcius (J0C-1) atau dalam Joule per Kelvin (J K-1).

Contoh soal :

Sepotong besi mempunyai kapasitas kalor 5,5 J K-1. Berapa joule diperlukan untuk memanaskan besi itu dari 250C hingga 550C.

Jawab : q = C.t

= 5,5 J K-1 x 30 K

= 165 J

2. Perhitungan H reaksi dengan kalorimetriPada umumnya pengukuran H0 dilakukan dengan alat yang disebut kalorimeter. Untuk mengukur kalor reaksi dalam kalorimeter, kalor yang dipertukarkan perlu diperhitungkan lebih dahulu. Besarnya kalor yang dipertukarkan dengan kalorimeter dapat dihitung dengan rumus :

q reaksi + q larutan = 0

atau

q reaksi = - q larutan

Jika kapasitas kalor dari kalorimeter diketahui, maka rumus yang dipakai :

q reaksi + q kalorimeter + q larutan = 0

atau

q reaksi = - (q kalorimeter + q larutan)

Contoh soal :

Sebanyak 7,5 gram kristal LiOH ditambahkan ke dalam kalorimeter yang berisi 120 gram air. Setelah kristal LiOH itu larut, ternyata suhu kalorimeter beserta isinya naik dari 23,250C menjadi 34,90C. Jika diketahui Mr LiOH = 24, dan kalor jenis larutan = 4,2 Jg-1 0C-1, kapasitas kalor kalorimeter = 11,7 J 0C-1Tentukan entalpi pelarutan LiOH dalam air.

LiOH(s) Li+ (aq) + OH-(aq) H = .. ?

Jawab :

q reaksi = -(q larutan + q kalorimeter)

q larutan = m.c.t

= (120 + 7,5)gram x 4,2 Jg-10C-1 x (34,9 - 23,25)0C

= 6238,6 J

q kalorimeter = C.t

= 11,7 J0C-1 x (34,9 23,25)0C

= 136,3 J

maka : q reaksi = - (6238,6 + 136,3) J

= - 6374,9 J

kalor tersebut dibebaskan pada pelarutan 7,5 gram LiOH. Pada pelarutan LiOH (24 g) akan dibebaskan kalor sebanyak;

= 20269,7 J mol-1 = 20,4 kJ mol-1jadi, H pelarutan LiOH = -20,4 kJ mol-1

2.3. Penentuan H Dengan Hukum Hess

Perhitungan perubahan entalpi reaksi tanpa melalui suatu percobaan dapat dikerjakan dengan menggunakan Hukum Hess. Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi reaksi tidak bergantung pada lintasan (jalannya) reaksi tetapi hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir reaksi. Artinya, harga H dari suatu reaksi yang berlangsung satu tahap akan sama dengan harga H jika reaksi itu berlangsung dalam beberapa tahap.

Contoh :

N2(g) + 2O2(g) 2NO2(g) H = 67 kJ

Reaksi ini dapat juga ditulis dalam dua tahap

N2(g) + O2(g) 2NO(g) H = +180 kJ

2NO(g) + O2(g) 2NO2(g) H = -113 kJ

N2(g) + 2O2(g) 2NO2(g) H = +67 kJ

Jumlah kedua tahap reaksi merupakan keseluruhan reaksi yang menghasilkan perubahan entalpi total reaksi.

Dan reaksi diatas dapat dituliskan dengan diagram tingkat energi sebagai berikut :

2.4. Penentuan H Menggunakan Data Perubahan Entalpi Pembentukan Standar

Perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung dari selisih perubahan entalpi hasil reaksi (keadaan akhir) dengan perubahan entalpi zat-zat pereaksi (keadaan awal), dan dirumuskan sebagai berikut :

H0reaksi = Hf (produk) - Hf (pereaksi)

Contoh :

Dengan menggunakan data perubahan entalpi pembentukan standar hitunglah perubahan entalpi standar untuk reaksi pembakaran amoniak dalam oksigen berlebih. Persamaan reaksinya :

4NH3(g) + 7O2(g) 4NO2(g) + 6H2O(g)

Jawab :

Langkah pertama adalah penentuan data perubahan entalpi standar masing-masing zat, kemudian penyetaraan persamaan reaksi yang terjadi untuk menentukan koefisien reaksi, yang menyatakan jumlah mol yang terlibat dalam reaksi. Selanjutnya koefisien reaksi dikalikan dengan data H0.

Dari tabel diperoleh data :

H0 NH3 = -46.19 kj H0 O2 = 0 kj H0NO2 = 33,84 kj H0 H2O = -241,8 kj

Kemudian, harga-harga tersebut dimasukkan ke dalam rumus dan dikalikan dengan jumlah mol yang terlibat dalam reaksi :

H0reaksi = H0produk H0pereaksi

= ( 4 x H0NO2 + 6 H0H2O) ( 4 x H0NH3 + 7 x H0O2 )

= ( 135,36 kj 1450,8 kj ) ( -184,76 kj + 0 )

= ( -1315,44 kj ) ( -184,76 kj )

= -1130,68 kj

Jadi, pembakaran empat mol amoniak melepaskan kalor sebanyak 1130,68 kj.

3. Penentuan H dari Energi Ikatan Energi ikatan adalah besarnya energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas. Energi ikatan dinyatakan dalam kj/mol dengan lambang D. Untuk memutuskan ikatan diperlukan energi. Sebaliknya, untuk membentuk ikatan dilepaskan sejumlah energi. Selisih energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan lama (pereaksi) dan energi yang dilepaskan pada pembentukan ikatan yang baru (produk reaksi) merupakan perubahan entalpi reaksi. Secara matematis, hal ini dirumuskan sebagai berikut :

H = D (ikatan putus) D (ikatan terbentuk)

menyatakan jumlah ikatan yang terlibat, dan D menyatakan energi ikatan rata-rata per mol ikatan.

Contoh :

Pembentukan molekul HF dari unsur-unsurnya menurut persamaan reaksi berikut ini,

H2(g) + F2(g) 2HF(g)

Energi ikatan rata-rata yang terlibat adalah :

H-H = 432 kj/mol ; F-F = 154 kj/mol ; H-F = 565 kj/mol

Hitunglah perubahan entalpi energi ikatan rata-rata reaksi tersebut.

Jawab :

Perubahan entalpi energi ikata rata-rata reaksi tersebut dapat dihitung sebagai berikut:

H = (D H-H + D F-F ) (2D H-F)

= (1 mol x 432 kj/mol + 1 mol x 154 kj/mol) - (2 mol x 565 kj/mol)

= - 544 kj

Jadi, jika 1 mol H2(g) dan 1 mol F2(g) bereaksi membentuk 2 mol HF(g) dilepaskan energi sebesar 544 kj.

4. Energi Bahan BakarKayu, batu bara, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber energi yang biasa digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini, minyak bumi masih digunakan sebagai sumber energi utama untuk bahan bakar, baik di rumah tangga maupun industri, misalnya kerosin (minyak tanah) dan LPG yang biasa digunakan untuk memasak. Gasoline (terutama bensin) digunakan untuk bahan bakar kenderaan bermotor. Beberapa industri menggunakan batu bara sebagai sebagai bahan bakarnya.

Selama ini, kita jarang atau bahkan belum pernah membandingkan efisiensi dari setiap jenis bahan bakar yang biasa kita gunakan sehari-hari. Untuk itu sangat disarankan agar kita dapat menggunakan bahan bakar secara efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan bensin untuk kenderaan bermotor dan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga sudah cukup tepat. Namun demikian, beberapa tahun terakhir ini terdapat beberapa masalah serius sehubungan dengan pemakaian bahan bakar tersebut, yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Pembakaran bensin untuk bahan bakar kenderaan dan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga yang tidak sempurna, berdampak pada dihasilkannya gas karbon monoksida (CO) yang beracun pada ambang batas tertentu. Sebab, makin tinggi berat molekul bahan bakar (rantai karbon makin panjang) kecenderungan pembakaran tidak sempurna makin tinggi.

Makin sempurna suatu bahan bakar ketika dibakar, warna nyala api makin biru. Nyala api merah apalagi disertai asap, menunjukkan pembakaran kurang sempurna. Dengan demikian, ditinjau dari aspek lingkungan, pembakaran tidak sempurna kurang baik karena tingkat polusinya tinggi. Penggunaan bahan bakar dari minyak bumi cenderung kurang efektif, karena dapat meningkatkan pruduksi gas karbon dioksida, CO2(g). gas ini bersama-sama dengan uap air yang berada diatmosfer dapat menyebabkan efek rumah kaca.

5. Sumber Energi Baru sebagai suatu AlternatifDengan diketahuinya berbagai masalah lingkungan akibat hasil pembakaran minyak bumi dan gas alam, maka para pakar di bidang sains berusaha mencari jalan keluar untuk memperoleh sumber energi masa depan, dengan memperhatikan dan menimbang aspek ekonomi, cuaca dan bahan dasarnya. Terdapat beberapa sumber energi potensial, diantaranya sinar matahari, biomassa tanaman dan bahan bakar sintetis. Pemamfaatan langsung sinar matahari sebagai sumber energi bagi rumah tangga, industri dan transfortasi tampaknya menjadi pilihan utama untuk masa depan sehingga sampai saat ini masih terus dikembangkan.2.7. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu dari penelitian yang memiliki berbagai aturan dan langkah-langkah yang harus diikuti. PTK merupakan terjemahan dari classroom action research, yaitu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. PTK ini pada hakekatnya merupakan rangkaian risettindakanrisettindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka memecahkan masalah sampai masalah itu dapat diselesaikan. Oleh karena itu mengadakan penelitian untuk keperluan pembelajaran merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh guru untuk meningkatkan profesionalisme mengajar di dalam kelas.

Stephen Kemmis dan D. Hopkins (dalam Tim Pelatihan Proyek PGSM, 1999) mendefenisikan bahwa :

PTK adalah sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran itu dilakukan.

Selanjutnya Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Kasbullah, 1998) menyatakan bahwa :

Penelitian tindakan juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi harus dipahami bukan sebagai langkah-langkah yang statis terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang menyangkut perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan demi perbaikan dan peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru. Oleh karena itu PTK merupakan salah satu cara strategis dalam memperbaiki dan meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks atau dalam peningkatan kwalitas program sekolah secara keseluruhsan dalam masyarakat yang cepat berubah.

Tujuan utama penelitian tindakan kelas demi perbaikan dan penigkatan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis keadaan. Merefleksi adalah melakukan analisis-sintesis-interprestasi-eksplanasi dan kesimpulan. Kemudian mencoba alternatif tindakan dan dievaluasi efektivitasnya. Ini merupakan satu daur tindakan.

Menurut Wardhani, (2007) karakteristik PTK adalah sebagai berikut :

1. An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya).

2. Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian).

3. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.

4. Tujuannya adalah memperbaiki pembelajaran.

Ciri khas PTK adalah adanya siklus-siklus yang merupakan suatu pemecahan menuju praktek pembelajaran yang lebih baik. Menurut Wardhani (2007) langkah-langkah dalam PTK merupakan suatu daur atau siklus yang terdiri dari :

1. Merencanakan perbaikan (Planning)

2. Melaksanakan tindakan (Acting))

3. Mengamati (Observasing)

4. Melakukan refleksi (Reflecting)

Untuk merencanakan perbaikan terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi masalah serta analisis dan perumusan masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang pembelajaran yang dikelola. Setelah masalah teridentifikasi, masalah perlu dianalisis dengan cara melakukan refleksi dan menelaah berbagai dokumen yang terkait, dari hasil analisis dipilih dan dirumuskan masalah yang paling mendesak dan mungkin dipecahkan oleh guru. Masalah kemudian dijabarkan secara operasional agar dapat memandu usaha perbaikan.

Setelah masalah dijabarkan, langkah berikutnya adalah mencari/ mengembangkan cara perbaikan, yang dilakukan dengan mengkaji teori dan hasil penelitian relevan, berdiskusi dengan teman sejawat dan pakar, serta menggali pengalaman sendiri. Berdasarkan hasil yang dicapai dalam langkah ini, dikembangkan cara perbaikan atau tindakan yang sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru, kemampuan siswa, sarana dan fasilitas yang tersedia, serta iklim belajar dan iklim kerja di sekolah.

Pelaksanaan tindakan dimulai dengan mempersiapkan rencana pembelajaran dan skenario tindakan termasuk bahan pelajaran dan tugas-tugas, menyiapkan alat pendukung/sarana lain yang diperlukan, mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data, serta melakukan simulasi pelaksanaan jika diperlukan. Dalam pelaksanaan tindakan atau perbaikan, observasi dan interpretasi dil secara simultan. Aktor utama adalah guru, namun guru dapat dibantu oleh alat perekam data atau teman sejawat sebagai pengamat.

Langkahlangkah penelitian tindakan kelas secara umum diperlihatkan pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Spiral Tindakan Kelas (Aqib, 2006)

2.8. Kerangka Konseptual

Keberhasilan siswa dalam menguasai suatu pokok bahasan tergantung dari bagaimana mereka dapat mempelajari pokok bahasan dengan baik, di samping kemampuan guru dalam menyampaikan pokok bahasan tersebut. Kegiatan siswa secara aktif dalam proses belajar dapat menimbulkan pengalaman yang berarti dan bermanfaat bagi dirinya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya dan memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik siswa dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Di dalam pembelajaran kooperatif STAD, guru bertugas membantu siswa untuk mencapai tujuannya. Guru mengelola kelas sebagai sesuatu yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).

Model pembelajaran kooperatif STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa, guru menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah. Pada model ini anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi.

Jika model pembelajaran ini diterapkan dengan benar maka dapat memberikan peluang bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memungkinkan siswa dapat berfikir ke tingkat lebih tinggi sehingga pengetahuannya terus berkembang serta mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang ada.

BAB III

METODE PENELITIAN3.1. Objek Tindakan

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Motivasi siswa untuk belajar dan berkerjasama dalam kelompok

2. Kerjasama dalam mengkomunikasikan hasil belajarnya, dan

3. Keaktifan dan sikap kooperatif siswa selama mengikuti pembelajaran

3.2. Subjek Penelitian

Lokasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM, kelas XI PMS - 2 dengan jumlah siswa orang. Mata pelajaran Kimia, pada pokok bahasan Termokimia semester 1 Tahun Pelajaran 2014/20153.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini langsung dilakukan di dalam kelas meliputi kegiatan pelaksanaan PTK berupa refleksi awal dan observasi untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di kelas. Pelaksanaan PTK dilakukan selama 2 siklus.

Siklus I

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan, peneliti mengadakan beberapa kali pertemuan dengan mitra kolaborasi untuk membahas teknis pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Dalam pertemuan tersebut dikaji kurikulum sebagai acuan untuk materi pelajaran antara lain :

Membuat rencana pembelajaran (RPP) dengan model pembelajaran kooperatif STAD,

Membuat soal-soal tugas (LKS, kuis) yang akan diberikan pada masing-masing siswa berdasarkan kompetensi dasar yang dipelajari

Membuat lembar observasi tentang keaktifan belajar siswa

Menyusun tes untuk mengukur hasil belajar siswa selama tindakan penelitian diterapkan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario tindakan yang telah disusun dengan memperlihatkan tindakan yang ingin diterapkan yaitu pembelajaran kooperatif STAD.

3. Observasi dan Evaluasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

Melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan secara khusus dan proses pembelajaran secara umum dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan dibantu dengan mitra kolaborasi.

Peneliti dibantu mitra kolaborasi memberikan tes hasil belajar kimia pada pokok bahasan termokimia kepada masing-masing siswa untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa setelah diberikan tindakan.

4. Refleksi

Refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis data observasi di dalam kelas tentang aktivitas siswa dan tes hasil belajar siswa. Refleksi ini dilakukan oleh peneliti dibantu mitra kolaborasi untuk mencari perbaikan-perbaikan tindakan selanjutnya. Refleksi ini dilakukan untuk menganalisa dan memberikan makna terhadap data yang diperoleh, memperjelas data yang diperoleh dan mengambil kesimpulan dari tindakan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk perencanaan pada siklus berikutnya.

Siklus II

1. Perencanaan

Prosedurnya sama seperti siklus I. Rencana tindakan pada siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan skenario kegiatan yang telah direncanakan.

3. Observasi dan Evaluasi

Kegiatan observasi dan evaluasi yang dilaksanakan sama dengan siklus I dan pelaksanaan observasi juga tetap dibantu oleh mitra kolaborasi. Hasil observasi dan evaluasi ditindak lanjuti dengan analisis untuk bahan refleksi.4. Refleksi

Kegiatan refleksi ini dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan selama siklus II dengan mengamati secara rinci segala sesuatu yang terjadi di kelas pada pertemuan siklus II.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat urutan pelaksanaan pembelajaran dalam siklus kecil penelitian tindakan kelas (PTK) seperti gambar berikut ini.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan melalui catatan obervasi dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal penelitian sampai dengan siklus II bersama mitra kolaborasi. Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dan pemunculan keterampilan kooperatif siswa, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan ketuntasan belajar siswa.

Pada bagian refleksi dilakukan analisis data mengenai proses, masalah dan hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan. Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan.

3.5. Metode Analisis Data

Data hasil observasi pembelajaran dianalisis bersama-sama dengan mitra kolaborasi, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru. Sedangkan hasil belajar siswa (evaluasi) dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar siswa, sebagai berikut :

1. Tingkat Penguasaan

Tingkat penguasaan =

Arti Tingkat Penguasaan :

90% 100%baik sekali

80% 89%baik

65% 79%cukup

< 65%kurang

2. Ketuntasan Belajar Siswa

User (2000) mengemukakan bahwa seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa telah mencapai skor 65% atau nilai 65. Ketuntasan tersebut dihitung dengan menggunakan rumus :

Kriteria :

DS < 65 %

Siswa belum tuntas dalam belajar

DS 65 %

Siswa telah tuntas dalam belajar

Secara individu siswa dikatakan telah tuntas belajar apabila DS 65%

Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika kelas tersebut terdapat 85% yang telah tuntas belajar. Ketuntasan dihitung dengan menggunakan rumus :

D =

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengambil setting di SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM , pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut :1. Perencanaan, meliputi penetapan materi pembelajaran kimia dan penetapan alokasi waktu pelaksanaannya (10 Oktober 3 November 2014)2. Tindakan, meliputi seluruh proses kegiatan belajar mengajar melalui model pembelajaran kooperatif STAD3. Observasi dan Evaluasi, dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa.4. Refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya.Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaborasi dengan teman sejawat, yang membantu dalam pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian berlangsung, sehingga secara tidak langsung kegiatan penelitian dapat dikontrol sekaligus menjaga kevalidan hasil penelitian. 4.2. Penjelasan Per SiklusModel unjuk kerja yang dilakukan adalah model proses dalam bentuk siklus-siklus setelah terlebih dahulu diperoleh permasalahan utama peningkatan pembelajaran kimia dan alternatif pemecahannya. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2 siklus dan langkah-langkahnya dijelaskan sebagai berikut :Tabel 4.1

Siklus I (Pertama)NoPerencanaanTindakanObservasiRefleksi

1 Menyusun rencana pembelajaran

Menyiapkan soal/masalah

Menyiapkan blangko observasi

Menyiapkan blangko evaluasi Menjelaskan kegiatan belajar mengajar secara umum

Membentuk kelompok sebanyak 6 kelompok dengan masing-masing anggota sebanyak 6-7 orang (terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah) Memberikan beberapa masalah dengan menggunakan LKS Diskusi kelompok membahas masalah yang diberikan Memotivasi siswa selama diskusi

Diskusi kelas

Menarik kesimpulan/membuat rangkuman Mengamati perilaku siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Memantau diskusi/kerjasama antar siswa dalam kelompok

Mengamati catatan dan pemahaman masing-masing siswa berdasarkan hasil diskusi Mencatat hasil observasi Mengevaluasi hasil observasi

Menganalisis hasil pembelajaran

Memperbaiki untuk siklus berikutnya

Tabel 4.2

Siklus II (Kedua)

NoPerencanaanTindakanObservasiRefleksi

2 Menyusun rencana perbaikan

Memadukan hasil refleksi siklus I agar siklus II lebih efektif

Menyiapkan blangko observasi

Menyiapkan blangko evaluasi Menjelaskan pemantapan materi dan informasi hasil pada siklus I Membentuk kelompok sebanyak 6 kelompok dengan masing-masing anggota sebanyak 6-7 orang (terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah)

Memberikan beberapa soal / masalah dengan menggunakan LKS

Diskusi kelompok membahas masalah yang diberikan

Memotivasi dan membimbing siswa selama diskusi

Melaksanakan diskusi kelas

Menarik kesimpulan/membuat rangkuman Mengamati perilaku siswa terhadap penggunaan model pembelajaran

Memantau diskusi/kerjasama antar siswa dalam kelompok

Mengamati proses transfer informasi

Mengamati catatan dan pemahaman masing-masing siswa berdasarkan hasil diskusi Mencatat hasil observasi

Mengevaluasi hasil observasi

Menganalisis hasil pembelajaran

Memperbaiki untuk siklus berikutnya

4.3. Proses Analisis Data

4.3.1. Siklus I

Dalam proses pembelajaran siklus pertama pengenalan materi dilakukan dengan diskusi kelas, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang materinya dikembangkan dari LKS. Hasil penelitian diperoleh :Tabel 4.3

Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus I

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 73,33. Berdasarkan tingkat penguasaan (TP) 11,11% siswa yang memiliki tingkat penguasaan yang tergolong kurang; 58,34% yang tergolong cukup; 19,44% yang tergolong baik dan 11,12% siswa yang memiliki tingkat penguasaan sangat baik. Berdasarkan tingkat ketuntasan belajar menunjukkan 11,11% siswa yang belum tuntas dan 88,89% yang telah tuntas. Dengan demikian secara kelas dikatakan siswa belum mencapai ketuntasan belajar.Selanjutnya aktivitas belajar siswa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dua orang teman sejawat, diperoleh hasil (lampiran )sebagai berikut :Tabel 4.4

Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I

Tabel 4.5

Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Pada Siklus I

NoKategori Aspek yang DiamatiPengamat IPengamat II

1Penampilan mengajarBaikBaik

2Penyajian materi dari segi :

InisiasiBaikSangat Baik

Pengembangan KonsepBaikBaik

Memandu Kegiatan Aplikasi KonsepBaikBaik

Pemantapan KonsepBaikBaik

Cara Penilaian/PenghargaanCukupCukup

3Bagaimana guru berinteraksi dengan siswaBaikBaik

4Memotivasi siswa dalam diskusi kelompokBaikBaik

Tabel 4.6

Penghargaan Kelompok Pada Siklus IKelompokRata-rataPenghargaan/Kategori

Einstein26,0Hebat

Lewis22,9Baik

Rutherford22,5Baik

Thomson20,0Baik

Dalton22,5Baik

Arrhenius20,0Baik

Interpretasi Pengenalan materi perlu diperjelas dalam kelompok dan sebaiknya disampaikan oleh anggota kelompok. Karena materi awal belum begitu dikuasai, akibatnya proses pembelajaran belum maksimal dan peran siswa dalam pembelajaran masih kurang nampak.4.3.2. Siklus II

Pengenalan materi dilakukan guru melalui diskusi kelas yang selanjutnya dilakukan pada kelompok oleh anggota kelompok yang menguasai materi, kemudian dikembangkan dengan pembahasan hasil lain dalam kelompok melalui tugas-tugas (LKS) yang diberikan. Hasil penelitian diperoleh :

Tabel 4.7Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus II

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 81,11. Berdasarkan tingkat penguasaan (TP) 22,22% siswa yang memiliki tingkat penguasaan yang tergolong cukup; 63,88% yang tergolong baik dan 13,89% siswa yang memiliki tingkat penguasaan sangat baik. Berdasarkan tingkat ketuntasan belajar menunjukkan seluruh siswa (100%) yang telah tuntas dengan nilai 65%. Dengan demikian secara kelas dikatakan siswa telah mencapai ketuntasan belajar.

Selanjutnya aktivitas belajar siswa pada siklus II berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dua orang teman sejawat, diperoleh hasil (lampiran ) sebagai berikut :

Tabel 4.8Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II

Tabel 4.9Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Pada Siklus IINoKategori Aspek yang DiamatiPengamat IPengamat II

1Penampilan mengajarBaikSangat Baik

2Penyajian materi dari segi :

InisiasiBaikSangat Baik

Pengembangan KonsepBaikBaik

Memandu Kegiatan Aplikasi KonsepSangat BaikSangat Baik

Pemantapan KonsepSangat BaikSangat Baik

Cara Penilaian/PenghargaanCukupBaik

3Bagaimana guru berinteraksi dengan siswaBaikBaik

4Memotivasi siswa dalam diskusi kelompokBaikBaik

Tabel 4.10Penghargaan Kelompok Pada Siklus IIKelompokRata-rataPenghargaan/Kategori

Einstein30,0Super

Lewis28,6Hebat

Rutherford30,0Super

Thomson28,0Hebat

Dalton27,5Hebat

Arrhenius24,5Baik

InterpretasiPada akhir siklus kedua hasil pembelajaran sudah memenuhi harapan, yakni peningkatan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa secara individu maupun kelompok serta peningkatan keterampilan kooperatif/kerjasama dengan adanya kelompok super.

4.4. PembahasanHasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan untuk meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia. Secara keseluruhan penelitian menunjukkan adanya peningkatan baik dari aktivitas, keterampilan kooperatif/kerjasama, maupun hasil belajar siswa. Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa sebesar 74,62 dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60. Berdasarkan tingkat penguasaan dan daya serap siswa terhadap materi pelajaran menunjukkan 15,38% siswa yang belum tuntas dan 84,62% yang telah tuntas, sehingga disimpulkan pada siklus I secara kelas siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Setelah dilakukan pembelajaran siklus II, hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata sebesar 80,77 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 65 serta ketuntasan siswa baik secara individu maupun klasikal sudah mencapai ketuntasan sebesar 100%. Secara ringkas disajikan pada tabel 4.10 berikut.Tabel 4.11Ringkasan Ketuntasan dan Hasil Belajar Siswa

SiklusRata-rata Hasil Belajar SiswaPersentase Ketuntasan BelajarKeterangan

I74,6284,62 %Belum tuntas secara kelas

II80,77100 %Telah tuntas secara kelas

Berikut grafik peningkatan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari tiap siklus.

Gambar 4.1

Grafik Peningkatan Ketuntasan dan Hasil Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran diamati oleh dua orang pengamat (teman sejawat), menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa. Hasil pengamatan oleh pengamat I di pada siklus I terlihat rata-rata 20 orang (76,44%) aktif, dan oleh pengamat II rata-rata 21 orang (79,33%) yang aktif dari masing-masing kategori aspek yang diamati. Selanjutnya setelah dilakukan siklus II menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa yaitu menurut pengamat I rata-rata 25 orang (95,67%) yang aktif, sementara menurut pengamat II rata-rata 25 orang (94,71%) yang aktif dari masing-masing kategori aspek yang diamati.Berikut grafik hasil penelitian tentang aktivitas siswa.

Gambar 4.2

Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari PTK ini adalah sebagai berikut :1. Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan dalam meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia.2. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 74,62 dan meningkat dengan rata-rata sebesar 80,77 pada siklus II. 3. Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 84,62% (belum tuntas secara klasikal) dan pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 100% (telah tuntas secara klasikal)4. Aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dari siklus I hingga siklus II dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD mengalami peningkatan. Pada siklus I 76,44% (pengamat I) dan 79,33% (pengamat II) yang aktif. Sedangkan pada siklus II 95,67% (pengamat I) dan 94,71% (pengamat I) yang aktif dari masing-masing kategori aspek yang diamati.5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :1. Pembelajaran kimia yang selama ini hanya menggunakan cara-cara konvensional sudah waktunya untuk menggunakan pembelajaran yang inovatif, seperti model pembelajaran kooperatif tipe STAD.2. Diharapkan para guru khususnya guru kimia, untuk menerapkan pembelajaran koopetatif termasuk tipe STAD untuk mengembangkan kemampuan kooperatif (kerjasama) siswa dalam belajar.3. Diharapkan para guru khususnya guru kimia melakukan kerja kolaboratif dalam PTK sebagai wahana pengembangan profesionalisme guru dalam pembelajaran.4. Dengan melihat hasil pembelajaran model koopetatif tipe STAD ini, tentunya bisa dikembangkan dengan pendekatan model atau variasi (inovasi) pembelajaran lainnya.DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z., (2006), Peneltian Tindakan Kelas Untuk Guru, CV. Yrama Widya, Bandung.

Dimyati dan Mudjiono, (1999), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, S.B., dan Zain, A., (2002), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Hamalik, O., (1990), Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Alumni, Bandung.

Ibrahim, H.M., Rachmadiarti, F., dan Ismono, (2000), Pembelajaran Kooperatif, UNESA - Universitas Press, Surabaya.

Jhonson, (1990), Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya

Muslich, M., (2007), KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Bumi Aksara, Jakarta.

Roestiyah, (1989), Strategi Belajar Mengajar , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Rusmansyah dan Irhasyuarna, Y., (2001), Penerapan Model Latihan Berstruktur Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Persamaan Reaksi, http://www.pdk.go.id/Jurnal/35/editorial.htm.

Slameto, (1995), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

Sudjana, N., (1990), Model-Model Mengajar CBSA, Sinar Baru, Bandung.

Sukmadinata, S, (2004), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Suryosubroto, B., (1997), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.

Suyanto, (2002), Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium Ketiga, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

User, U., (2000), Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.Wardhani, IGAK., dkk, (2007), Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas, Universitas Terbuka, Jakarta.

Winkel, W.S., (2004), Psikologi Pengajaran, Media Abadi, Yogyakarta.Lampiran. 1

RENCANA PELAJARAN I

( SIKLUS I )

Mata Pelajaran: KIMIA

Konsep: Termokimia

Satuan Pendidikan: SMA

Kelas: XI PMSWaktu: 8 Jam Pelajaran

Standar Kompetensi

Memahami perubahan energi dalam kimia, cara pengukuran dan sifat ketidak teraturan dalam alam semesta.

Kompetensi Dasar

1. Menjelaskan pengertian entalpi suatu zat dan perubahannya

2. Menentukan (H reaksi berdasarkan eksperimen

Pertemuan ke-1

1.1. Melalui diskusi tentang bentuk energi yang dimiliki oleh zat, dapat diberikan contoh peristiwa perubahan energi dan pengertian entalpi.

1.2. Melalui tanya jawab siswa dapat menjelaskan pengertian perubahan entalpi ((H).

1.3. Melalui diskusi, siswa dapat menyebutkan tanda (H pada reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.

Pertemuan ke-2

2.1. Melalui tugas siswa dapat menjelaskan kondisi standar untuk berbagai (H reaksi dan menyebutkan satuan (H reaksi molar . 2.2. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan hubungan (H dengan koefisien reaksi.

Pertemuan ke-3

3.1. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan pengertian entalpi pembentukan suatu senyawa, entalpi pembakaran, dan entalpi penguraian.

3.2. Siswa dapat menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi melalui kegiatan latihan.

Pertemuan ke-4

4.1. Melalui diskusi tentang eksperimen penentuan (H dengan kalorimeter siswa dapat menjelaskan perhitungan kalorimetri.

4.2. Siswa dapat menentukan (H reaksi berdasarkan rumus Q = m.c. (t.

Materi Pelajaran.

Pertemuan ke-1

1.1. Pengertian entalpi zat.

1.2. Pengertian (H.

1.3. Reaksi eksoterm dan endoterm.

1.4. Tanda (H.

Pertemuan ke-2

2.1. Kondisi standar dan satuan (H reaksi.

2.2. Hubungan koefisien dengan harga (H rekasi.

Pertemuan ke-3

3.1 Entalpi reaksi pembentukan, penguraian, dan pembakaran.

3.2. Menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi

Pertemuan ke-4

a. Harga (H melalui eksperimen.

b. Menghitung (H berdasarkan rumus Q = m.c.t

Kegiatan Belajar Mengajar.

Pendekatan yang digunakan : - Konsep.

- Keterampilan proses

- Lingkungan

Metode yang digunakan : Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dll.

A. Langkah-langkah

NoPertemuan keMateriKegiatanTugas

1

2

3

41

2

3

41.1

1.2

2.1

2.2

3.1

3.2

4.1Diskusi tentang macam-macam energi sampai pengertian entalpi dan perubahan entalpi.

Percobaan perubahan entalpi pada reaksi dan membahas reaksi eksoterm dan endoterm berdasarkan data percobaan.

Diskusi tentang standar dan satuan (H reaksi

Melalui diskusi dan pengamatan terhadap beberapa persamaan reaksi dan (H reaksinya, siswa mencari hubungan (H dengan koefisien reaksi.

Diskusi tentang macam-macam perubahan entalpi

Persamaan reaksi termokimia.

Praktikum penentuan (H dengan kalorimeter K

K

K

K/P

K

K/P

K

B. Alat/Sarana dan Sumber Pembelajaran

A. Alat/Sarana

LKS

B. Sumber

Buku paket kimia

GBPP

Buku penunjang

Perangkat PKG

Lampiran 2

TEST SIKLUS I1.Tuliskan persamaan termokimia untuk:

a. pembentukan C2H2(g), diketahui (Hf C2H2 (g) = +226,7 kj/mol

b. penguraian CH3COOH (l), diketahui (Hd CH3COOH (l) = -478,0 kj/molc. pembakaran CH3OH (l), diketahui (Hc CH3OH (l) = -638,0 kj/mol2. Sebanyak 100 mL larutan NaOH 1M dan 100 mL larutan HCl 1M diukur temperaturnya sebesar 270C direaksikan dalam kalorimeter dan temperature campuran menjadi 320C. Jika kalor jenis air = 4,18 J/gram K, berapakah (H reaksi tersebut ?

3. Kalsium karbida bereaksi dengan air membentuk gas asitilen, menurut persamaan reaksi: CaC2(g) + 2H2O (l) Ca(OH)2 (aq) + C2H2(l) (H = -411kj. Berapakah (H untuk reaksi:

Ca(OH)2 (aq) + C2H2(l) CaC2(g) + 2H2O (l)

Lampiran. 3

RENCANA PELAJARAN II

( SIKLUS 2)

Mata Pelajaran: KIMIA

Konsep: Termokimia

Satuan Pendidikan: SMA

Kelas: XI PMSWaktu: 8 Jam Pelajaran

Standar Kompetensi

Memahami perubahan energi dalam kimia, cara pengukuran dan sifat ketidak teraturan dalam alam semesta.

Kompetensi Dasar

Menggunakan Hukum Hess, data perubahan entalp standar, dan data energi ikatan

Pertemuan ke-1

1.1. Melalui percobaan tentang hukum Hess dapat menyimpulkan berlakunya hukum Hess

1.2.Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan hukum Hess dengan menggunakan diagram tingkat energi.

Pertemuan ke-2

2.1. Siswa dapat menghitung (H reaksi berdasarkan hukum Hess.

2.2. Siswa dapat menghitung (H suatu senyawa dalam reaksi jika (Hf senyawa lainnya diketahui.

Pertemuan ke-3

3.1. Melalui diskusi tentang pembentukan dan pemutusan ikatan siswa dapat menjelaskan pengertian energi ikatan.

3.2. Siswa dapat menghitung (Hf, melalui data energi ikatan rata-rata beberapa senyawa.

Pertemuan ke-4

4.1.Melalui diskusi (H pembakaran beberapa bahan bakar.

4.2.Siswa dapat menentukan bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya.

Materi Pelajaran.

Pertemuan ke-1

1.1. Hukum Hess.

1.2. Diagram tingkat energi.

Pertemuan ke-2

2.1. Penentuan (H reaksi berdasarkan Hukum Hess.

2.2.Menghitung (Hf senyawa lainnya diketahui.

Pertemuan ke-3

3.1. Energi ikatan.

3.2. (Hf ikatan rata-rata.

Pertemuan ke-4

a. (H pembakaran beberapa bahan bakar.

b. Bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya.

Kegiatan Belajar Mengajar.

Pendekatan yang digunakan : - Konsep.

- Keterampilan proses

- Lingkungan

Metode yang digunakan : Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dll.

A.Langkah-langkah

NoPertemuan keMateriKegiatanTugas

1

2

3

41

2

3

41.1

1.2

2.1

2.2

3.1

3.2

4.1

4.2Hukum Hess

Mengolah data yang ada/tersedia.

Latihan soal (H.

Menentukan (Hf menggunakan harga (Hf.

Diskusi tentang energi ikatan.

Menghitung (Hf menggunakan data energi ikatan.

Diskusi tentang energi bahan bakar.

Bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya. K/P

K/P

K/P

K

B. Alat/Sarana dan Sumber Pembelajaran

a. Alat/Sarana LKS

b. Sumber

Buku paket kimia

GBPP

Buku penunjang yang relevanLampiran 4

TEST SIKLUS II1. Diketahui data-data sebagai berikut:

Ca(s) + O2 (g) CaO(s) (H = -635,5 kj C (s) + O2 (g) CO2(g) (H = -263,5 kj Ca(s) + C(s) + 1 O2(g) CaCO3(s) (H = -1.207,1 kj

Hitunglah (H reaksi : CaO (s) + CO2 (g) CaCO3 (s) MgO

H2 = -8,84 kkal

Mg (OH)2 H1 = kkal

H3 = -26,06 kkal

MgCl2Kurva diatas adalah reaksi dari:

MgO (s) + HCl (aq) Mg Cl2 (aq) + H2O (l)

H2 adalah reaksi MgO dengan H2O sedangkan H3 adalah reaksi Mg (OH)2

dengan HCl maka H1 adalah

2. Dengan menggunakan tabel energi ikatan rata-rata, hitunglah (H reaksi dari

CH4 (g) + Cl2 (g) CH3Cl (g) + HCl (g)

3. Jika energi ikatan rata-rata dari:

C C = 146 kkal/mol

C Cl = 79 kkal/mol

C C = 83 kkal/mol

H Cl = 103 kkal/mol

C H = 99 kkal/mol

Maka perubahan entalpi pada adisi etena dengan asam klorida menurut

persamaan H2 C CH2 + HCl CH3 CH2 Cl adalah sebesar .

4. Tuliskan persamaan reaksi pada pembakaran tidak sempurnaLampiran. 5SKENARIO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN STAD

(Siklus I)

Pokok Bahasan: Termokimia

Waktu : 360 menit (8 Jam Pelajaran x 45 menit)

Metode : Eksperimen, Diskusi dan Tanya Jawab

Masalah yang di perkirakan muncul : Bagaimana menuliskan persamaan reaksi termokimia dengan benar Bagaimana menentukan H berdasarkan rumus

Q = m.c. t

a. Persiapan Peneliti

Sebelum kegiatan berlangsung, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Mempersiapkan pokok bahasan yang akan dibicarakan.

2. Menambah wawasan dengan membaca buku-buku rujukan yang berhubungan dengan pokok bahasan termokimia.

3. Membuat Rencana Pembelajaran

4. Membuat dan memperkirakan masalah-masalah yang akan muncul.

5. Membuat antisipasi terhadap situasi kelas yang pasip dengan cara membuat pertanyaan dan memberi contoh bagaimana cara memecahkan masalah.

6. Membagi kelompok diskusi atau kelompok kerja siswa

7. Membuat daftar tugas-tugas yang akan dikerjakan oleh siswa untuk diskusi kelompok atau kerja kelompok.

b. Persiapan siswa/peserta

Sebelum pelaksanaan, siswa telah ditugaskan oleh guru pada pertemuan sebelumnya agar :

1. Membaca buku sumber pelajaran tentang pokok bahasan termokimia.

2. Membaca buku rujukan lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan termokimia.

3. Mencatat dan merumuskan masalah-masalah yang ditemukan dalam mempelajari pokok bahasan.

4. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan kerja kelompok.

c. Metode

Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1. Tanya jawab

2. Diskusi kelompok.

d. Tujuan yang hendak dicapai.

Setelah pembelajaran dilaksanakan, diharapkan siswa dapat :

1. Menjelaskan dengan singkat pengertian dan perubahan entalpi zat.

2. Membedakan reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.

3. Menjelaskan kondisi standar untuk berbagai (H reaksi.

4. Menjelaskan pengertian entalpi pembentukan suatu senyawa, entalpi pembakaran, entalpi penguraian.

5. Menentukan (H rekasi berdasarkan rumus Q = m.c. (t.

e. Skenario Kegiatan

Skenario kegiatan belajar mengajar ini diperkirakan sebagai berikut :

Pendahuluan

Pada bagian ini guru memperkenalkan topik masalah yang akan dibahas

Kegiatan Inti (Pelaksanaan/Pembahasan)

Pada bagian ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

Pertemuan ke-1

Langkah I: selama 45 menit

Guru memandu penggalian pendapat peserta tentang pengertian entalpi zat, dan perubahan yang terjadi. Guru mempertajam pendapat pembicara agar lebih merangsang proses berpikir siswa.

Pertemuan ke-2

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu siswa agar dapat menjelaskan kondisi standar untuk berbagai (H reaksi dan dapat memberikan contohnya.

Langkah II : selama 45 menit

Siswa melakukan diskusi agar dapat menjelaskan hubungan (H dengan koefisien reaksi

Pertemuan ke-3

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu penggalian pendapat siswa tentang pengertian entalpi pembentukan suatu senyawa, entalpi penguraian, dan entalpi pembakaran.

Langkah II : selama 45 menit

Siswa dapat menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi

Pertemuan ke-4

Langkah I : selama 45 menit

Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang terdapat dalam buku pegangan siswa tentang (H reaksi berdasarkan rumus Q = m.c. (t

Lampiran. 6SKENARIO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN STAD

(Siklus II)

Pokok Bahasan: Termokimia

Waktu: 360 menit (8 Jam Pelajaran x 45 menit)

Metode: Eksperimen, Diskusi dan Tanya Jawab

Masalah yang diperkirakan muncul : Bagaimana menentukan H reaksi berdasarkan hokum Hess Menentukan H energi ikatan rata-rata

a. Perencanaan

Rencana tindakan pada siklus II ini disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I

b. Persiapan siswa/peserta

Sebelum pelaksanaan, siswa telah ditugaskan oleh guru pada pertemuan sebelumnya agar :

1. Membaca buku sumber pelajaran tentang pokok bahasan termokimia.

2. Membaca buku rujukan lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan termokimia.

3. Mencatat dan merumuskan masalah-masalah yang ditemukan dalam mempelajari pokok bahasan.

4. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan kerja kelompok.

c. Metode

Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1. Eksperimen.

2. Tanya jawab

3. Diskusi kelompok.

d. Tujuan yang hendak dicapai.

Setelah pembelajaran dilaksanakan, diharapkan siswa dapat :

1. Menjelaskan hukum Hess dengan menggunakan diagram tingkat energi.

2. Menjelaskan pengertian energi ikatan.

3. Mengetahui bahan bakar dan penggunaannya

e. Skenario Kegiatan

Skenario kegiatan belajar mengajar ini diperkirakan sebagai berikut :

Pendahuluan

Pada bagian ini guru memperkenalkan topik masalah yang akan dibahas

Kegiatan Inti (Pelaksanaan/Pembahasan)

Pada bagian ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

Pertemuan ke-1

Langkah I: selama 10 menit

Guru memandu siswa dalam menjelaskan hukum Hess

Langkah II : selama 35 menit

Menggunakan diagram tingkat energi dan menjelaskan pengertian tingkat energi.

Pertemuan ke-2

Langkah I : selama 45 menit

Siswa melakukan diskusi untuk menentukan H reaksi berdasarkan Hukum Hess

Langkah II : selama 45 menit

Menghitung Hf senyawa lainnya.

Pertemuan ke-3

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu siswa untuk memahami energi ikatan dan menentukan H energi ikatan rata-rata

Langkah II : selama 45 menit

Siswa mendiskusikan H pembakaran beberapa bahan bakar dan penggunaanya

Pertemuan ke-4

Langkah I : selama 45 menit

Langkah ini merupakan kegiatan penutup, guru menyimpulkan pokok-pokok masalah yang dibicarakan dan kecenderungan perbedaan pendapat yang berkembang selama berlangsung kegiatan pembelajaran.

Langkah II : selama 90 menit

Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang merupakan soal-soal hasil belajar (Post-Test).

Penutup

Selama berlangsung penelitian guru dibantu dengan mitra kolaborasi hendaknya mencatat peristiwa yang terjadi. Hal-hal yang perlu dicatat antara lain :

1. Apakah persiapan atau rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan seluruhnya atau tidak.

2. Apakah masalah-masalah yang diperkirakan muncul benar-benar terjadi.

3. Apakah terdapat masalah-masalah yang muncul diluar yang diperkirakan.

4. Bagaimana keadaan siswa selama kegiatan berlangsung

Lampiran. 7JADWAL PENELITIANSiklusPertMateri PelajaranSiklus ISiklus II

Waktu (Bulan)Waktu (Bulan)

10 Okt 1413 Okt 1417 Okt 1420 Okt 1424 Okt 1427 Okt 1431 Okt 143 Nov 14

II1.1. Pengertian Entalpi Zat

1.2. Pengertian H

1.3. Reaksi Eksoterm dan Endoterm

1.4. Tanda H

II2.1. Kondisi standar dan satuan H reaksi

2.2. Hubungan koefisien dengan harga H reaksi

IIIEntalpi reaksi pembentukan, penguraian dan pembakaran

Menuliskan persamaan termokimia dan macam-macam reaksi

IVHarga H melalui eksperimen

Menghitung H berdasarkan rumus q = m.c.t

III1.1. Hukum Hess

1.2. Mengolah data yang ada

II2.1. Latihan soal H

2.2. Membedakan Hf menggunakan harga Hf

III3.1. Diskusi tentang energi ikatan

3.2. Menghitung Hf menggunakan data energi ikatan

IV4.1. Dikusi tentang engeri bahan bakar

4.2. Bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya

Lampiran. 8Format Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa oleh Pengamat I dan Pengamat IISiklusKategori Aspek yang DiamatiAktifCukup AktifKurang Aktif

Jumlah%Jumlah%Jumlah%

IMenden