hasil dan pembahasan 4.1 karakteristik massa air...

49
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Sebaran Suhu Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal ini merupakan sebaran suhu pada lapisan permukaan. Sebaran vertikal diambil berdasarkan perpotongan bujur 112,5 o BT dan perpotongan lintang 12,5 o LS. Perpotongan bujur dan lintang ini dipilih berdasarkan data sebaran Tuna. 4.1.1.1 Sebaran Horisontal Hasil pengolahan data suhu secara horisontal dilapisan permukaan yang dirata-ratakan secara klimatologi memiliki nilai berkisar antara 23,5 o C – 29,5 o C dengan rata-rata 26,5 o C. Suhu perairan yang mendekati daratan memiliki suhu yang lebih hangat dibandingkan suhu perairan di lepas pantai. Pada Musim Barat suhu di lapisan permukaan memiliki suhu yang cukup hangat yaitu berkisar antara 25 – 29 o C dengan rata-rata 27 o C (Gambar 10a). Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada di bumi bagian selatan (BBS), sehingga radiasi matahari yang diterima oleh perairan selatan Jawa lebih besar dibandingkan musim Timur (Wyrkti 1961, Silalahi 2013). Selain itu, tingginya suhu permukaan pada Musim Barat juga diduga akibat berkembangnya Arus Pantai Jawa (APJ) yang mengalir ke perairan selatan Jawa dari perairan barat Sumatera yang membawa massa air hangat (Wilopo 2005). Menurut Quadfasel dan Cresswell (1992) dalam Farita (2006), APJ di lapisan permukaan membawa suhu yang lebih hangat (lebih dari 27,5 ºC) dengan salinitas yang rendah. Massa air hangat yang dibawa oleh APJ di perairan Selatan Jawa – Sumbawa berasal dari Pantai Barat Daya Sumatera dan juga Laut Jawa yang masuk melalui Selat Sunda.

Upload: trinhdan

Post on 02-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Sebaran Suhu

Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting

yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal ini merupakan

sebaran suhu pada lapisan permukaan. Sebaran vertikal diambil berdasarkan

perpotongan bujur 112,5oBT dan perpotongan lintang 12,5oLS. Perpotongan bujur

dan lintang ini dipilih berdasarkan data sebaran Tuna.

4.1.1.1 Sebaran Horisontal

Hasil pengolahan data suhu secara horisontal dilapisan permukaan yang

dirata-ratakan secara klimatologi memiliki nilai berkisar antara 23,5oC – 29,5oC

dengan rata-rata 26,5oC. Suhu perairan yang mendekati daratan memiliki suhu yang

lebih hangat dibandingkan suhu perairan di lepas pantai. Pada Musim Barat suhu di

lapisan permukaan memiliki suhu yang cukup hangat yaitu berkisar antara 25 – 29oC

dengan rata-rata 27oC (Gambar 10a). Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat

posisi matahari berada di bumi bagian selatan (BBS), sehingga radiasi matahari yang

diterima oleh perairan selatan Jawa lebih besar dibandingkan musim Timur (Wyrkti

1961, Silalahi 2013). Selain itu, tingginya suhu permukaan pada Musim Barat juga

diduga akibat berkembangnya Arus Pantai Jawa (APJ) yang mengalir ke perairan

selatan Jawa dari perairan barat Sumatera yang membawa massa air hangat (Wilopo

2005). Menurut Quadfasel dan Cresswell (1992) dalam Farita (2006), APJ di lapisan

permukaan membawa suhu yang lebih hangat (lebih dari 27,5 ºC) dengan salinitas

yang rendah. Massa air hangat yang dibawa oleh APJ di perairan Selatan Jawa –

Sumbawa berasal dari Pantai Barat Daya Sumatera dan juga Laut Jawa yang masuk

melalui Selat Sunda.

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

27

Gambar 1. Sebaran Suhu Horisontal (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(a)

(b)

(c)

(d)

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

28

Pada Musim Timur suhu perairan lebih rendah dibandingkan musim lainnya

yaitu berkisar antara 24oC – 28,5oC dengan rata-rata 26,25oC (Gambar 10b). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Wyrkti (1961) yang menyatakan bahwa pada Musim Timur

suhu permukaan laut di Selatan Jawa cenderung lebih rendah karena matahari sedang

berada di bumi bagian utara (BBU) dimana intensitas cahaya matahari yang mencapai

permukaan laut tidak sebesar musim sebelumnya.

Pada Musim Peralihan 1 suhu perairan di lapisan permukaan memiliki suhu

yang lebih hangat dibandingkan Musim Peralihan 2. Kisaran suhu pada lapisan

permukaan di Musim Peralihan 1 bernilai antara 25,5oC – 29oC dengan rata-rata

27,25oC, sedangkan suhu permukaan pada Musim Peralihan 2 bernilai antara 23,5 –

28oC dengan rata-rata 25,75oC (Gambar 10c dan 10d). Hal ini disebabkan karena

pada Musim Peralihan 1 suhu hangat pada Musim Barat cenderung mempengaruhi

perairan Samudera Hindia bagian Timur, sedangkan pada Musim Peralihan 2 suhu

perairan lebih cenderung dipengaruhi oleh Musim Timur yang bersifat dingin.

4.1.1.2 Sebaran Vertikal a. Suhu Pada Perpotongan Bujur 112,5oBT

Sebaran suhu secara vertikal menunjukkan adanya penurunan suhu

berdasarkan kedalaman (Gambar 11). Berdasarkan pengukuran suhu secara vertikal

dengan menggunakan pemotongan pada bujur 112,5oBT dapat dijelaskan bahwa suhu

perairan pada Musim Barat dan Musim Peralihan 1 memiliki suhu yang lebih hangat

dibandingkan dengan suhu perairan pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2. Hal

ini dapat dilihat dari hasil visualisasi bahwa suhu pada kedalaman 0-50 meter saat

Musim Barat dan Musim Peralihan 1 mencapai angka 27,5oC, sedangkan saat Musim

Timur dan Musim Peralihan 2 suhu dengan kedalaman yang sama hanya

menunjukkan angka 25oC.

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

Gambar 2. Sebaran Suhu Vertikal di Perpotongan 112,5(b) Musim

Sebaran Suhu Vertikal di Perpotongan 112,5oBT pada Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(d)

(a)

(b)

(c)

29

BT pada (a) Musim Barat, Musim Peralihan 2

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

30

Pada Musim Barat (Gambar 11a) dapat dilihat bahwa suhu lebih hangat

ditemukan pada stasiun yang mendekati pantai dibandingkan dengan stasiun di

daerah laut lepas. Pada lapisan dekat permukaan suhu cenderung homogen hingga

kedalaman sekitar 50 meter dengan suhu 27,5oC kemudian suhu turun secara cepat

hingga kedalaman sekitar 300 – 400 meter. Musim Peralihan 1 (Gambar 11b) suhu

hangat pada lapisan permukaan berangsur-angsur menipis di bandingkan pada Musim

Barat. Hal ini diduga akibat arah angin yang mulai berubah dan berkembangnya

Angin Muson Tenggara (Wilopo 2005), kemudian suhu turun secara cepat hingga

kedalaman sekitar 300 hingga 400 meter. Pada Musim Timur suhu pada lapisan

homogen cenderung lebih dingin dibandingkan pada musim sebelumnya yaitu

bernilai 25oC dengan kedalaman mencapai 29 meter pada lintang 10 – 12oLS dan

semakin dalam pada lintang 12 – 20oLS yaitu berkisar antara 70 – 100 meter. Pada

musim ini juga terlihat kenaikan massa air pada lintang 12oLS yang merupakan

indikasi dari fenomena upwelling. Purba et al (1992) dalam Wilopo (2005)

menjelaskan bahwa pada Musim Timur upwelling terjadi secara intensif di perairan

selatan Jawa. Pada Musim Peralihan 2, kedalaman lapisan homogen berkisar 50 meter

dan semakin dangkal pada lintang 18oLS hanya mencapai kedalaman 10 meter

dengan suhu 25oC, kemudian suhu turun secara cepat hingga kedalaman maksimal

yaitu 410 meter pada lintang 19,5oLS.

b. Suhu Pada Pemotongan Lintang 12,5oLS

Sebaran suhu pada pemotongan lintang 12,5oLS juga menunjukkan bahwa

kisaran suhu semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Suhu perairan

pada Musim Barat hingga Musim Peralihan 1 menujukkan suhu yang lebih hangat

dibandingkan dengan suhu pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2. Hal ini

terlihat dari hasil visualisasi yang menunjukkan pada lapisan permukaan di Musim

Barat dan Musim Peralihan 1 kisaran suhu mencapai 27,5oC, sedangkan di Musim

Timur hingga Musim Peralihan 2 kisaran suhu permukaan hanya bernilai 25oC.

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

Gambar 3. Sebaran Suhu Vertikal di Perpotongan 12,5

Musim Peralihan 1

Sebaran Suhu Vertikal di Perpotongan 12,5oLS pada (a) Musim BaratMusim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(b)

(a)

(c)

(d)

31

(a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 2

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

32

Pada Musim Barat, suhu disekitar lapisan permukaan bernilai 27,5oC dan

cenderung homogen hingga kedalaman berkisar antara 50 meter kemudian suhu

menurun secara cepat hingga kedalaman berkisar antara 380 meter. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Purba et al. (1997) yang menjelaskan bahwa ketebalan lapisan

homogen di perairan selatan Jawa (bagian dari Samudera Hindia bagian Timur)

berkisar antara 40 – 75 meter dengan suhu permukaan laut umumnya lebih dari 27oC.

Pada Musim Peralihan 1, kedalaman lapisan homogen mencapai kedalaman 50 – 75

meter dengan suhu 27,5oC. Lapisan termoklin pada musim ini mencapai kedalaman

380 meter. Nybakken (1988) dalam Syafrizal (1991) menjelaskan bahwa lapisan

termoklin merupakan zona kejelukan tempat penurunan suhu yang paling cepat.

Kedalaman lapisan homogen pada Musim Timur berdasarkan pemotongan

lintang 12,5oLS menunjukkan nilai yang cukup dalam yaitu berkisar antara 75 meter

hingga 90 meter dengan suhu 25oC. Kemudian suhu menurun cepat pada hingga

kedalaman antara 350 hingga 400 meter. Pada Musim Peralihan 2, kedalaman lapisan

homogen bervariasi berdasarkan posisi bujurnya. Pada bujur 100oBT kedalaman

lapisan ini mencapai 118 meter, namun pada bujur 118oBT kedalamannya hanya

mencapai 69 meter dengan suhu sekitar 25oC. Berdasarkan hasil visualisasi pada

bujur 104oBT dan 109oBT terlihat indikasi kenaikan massa air atau upwelling. Hal ini

mungkin terjadi karena Angin Muson Tenggara yang bertiup di selatan Jawa dimulai

sejak bulan Mei dan berakhir pada bulan September (awal Musim Peralihan 2)

(Wilopo 2005). Angin Muson Tenggara ini menyebabkan terjadinya upwelling karena

angin ini bertiup dari arah tenggara ke arah barat laut sehingga terjadi Transport

Ekman yang mengarah menjauhi pantai selatan Jawa, maka akan terjadi kekosongan

yang berakibat naiknya air (upwelling) dari bawah menuju lapisan permukaan

(Wyrkti 1962 dalam Wilopo 2005; Purba et al., 1992 dalam Wilopo 2005).

4.1.2 Sebaran Salinitas

Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran salinitas pada dua bagian penting

yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal ini merupakan

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

33

sebaran suhu pada lapisan permukaan. Sebaran vertikal diambil berdasarkan

perpotongan bujur 112,5oBT dan perpotongan lintang 12,5oLS. Perpotongan bujur

dan lintang ini dipilih berdasarkan data sebaran Tuna.

4.1.2.1 Sebaran Horisontal

Hasil pengukuran salinitas secara horisontal di lapisan permukaan pada tahun

1980 – 2010 yang dirata-ratakan setiap musim memiliki nilai berkisar antara 33,5 psu

- 35,25 psu dengan rata-rata 34,37 psu (Gambar 13). Secara umum nilai salinitas yang

mendekati daratan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai salinitas

yang menuju lepas pantai. Hal ini diduga disebabkan karena salinitas yang mendekati

daratan masih mendapatkan pengaruh seperti aliran sungai yang bermuara ke

Samudera Hindia bagian Timur, sehingga menyebabkan salinitas disekitarnya

menjadi lebih rendah. Supangat dan Susanna (2003) juga menyatakan bahwa salinitas

berkurang ke arah lintang tinggi maupun ke arah ekuator akibat adanya air tawar di

mulut sungai-sungai besar akibat lelehan es dan salju pada lintang tinggi. Hasil

visualisasi juga menunjukkan bahwa adanya massa air dari Selat Sunda yang

membawa salinitas rendah masuk ke wilayah kajian. Kejadian ini terlihat hampir

sepanjang tahun dari mulai Musim Barat hingga Musim Peralihan 2.

Pada Musim Barat, salinitas di perairan Samudera Hindia bagian Timur

memiliki nilai berkisar antara 33,5 – 35,25 psu dengan rata-rata 34,37 psu (Gambar

13a) dengan nilai salinitas bertambah ke arah selatan dan tenggara. Pada musim ini

terlihat adanya massa air dari Selat Sunda masuk ke wilayah kajian dengan membawa

salinitas bernilai rendah yang ditunjukkan dengan garis isohalin 33,5 psu. Pada

musim peralihan 1, salinitas di wilayah kajian berkisar antara 33,25 – 35 psu dengan

nilai salinitas yang semakin bertambah ke arah selatan. Berdasarkan gambar, salinitas

minimum berada pada perairan sekitar Jawa Barat dan pulau Sumatera dengan garis

isohalin 33,25 psu, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh daratan dan adanya

aliran sungai-sungai disekitar perairan yang kemudian terbawa hingga lepas pantai

(Anggriandika 2012).

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

34

Gambar 4. Sebaran Salinitas Horisontal (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(a)

(b)

(d)

(c)

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

35

Pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2, salinitas di perairan Samudera

Hindia bagian Timur cenderung homogen. Salinitas minimum pada Musim Timur

tercatat 33,25 psu dan salinitas maksimum tercatat 35 psu dengan rata-rata 34,12 psu

sedangkan, salinitas minimum pada Musim Peralihan 2 tercatat 33,5 psu dan salinitas

maksimum tercatat 35 dengan rata-rata 34,25 psu. Berdasarkan hasil visualisasi

sebaran salinitas secara horisontal ini terlihat bahwa pada Musim Timur hingga

Musim Peralihan 2 konsentrasi salinitas terlihat adanya peningkatan dibandingkan

Musim Peralihan 1. Hal ini diduga disebabkan karena aliran massa air yang

disebabkan oleh angin musim. Hadi (2006) dalam Safitri et al. (2012) menyatakan

bahwa pada Musim Timur (Juni, Juli, Agustus) diselatan equator dan timur laut di

utara equator bertiup angin muson tenggara yang mengakibatkan perairan Indonesia

memiliki karakteristik dengan nilai salinitas yang lebih tinggi.

4.1.2.2 Sebaran Vertikal a. Salinitas Pemotongan Bujur 112,5 BT

Sebaran salinitas vertikal dengan pemotongan lintang pada 112,5 BT pada

setiap musimnya menunjukkan bahwa nilai salinitas semakin meningkat dengan

bertambahnya kedalaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhayati (2006) yang

menyatakan bahwa secara umum distribusi salinitas di lapisan tercampur permukaan

atau mixed layer depth (MLD) menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada di

lapisan dalam. Selain itu, distribusi salinitas di suatu perairan dipengaruhi oleh oleh

penguapan, jumlah air tawar yang masuk ke perairan tersebut, "run-off" atau aliran

permukaan, pasang surut air laut, curah hujan dan musim (Bowden 1980 dalam

Nurhayati 2006).

Berdasarkan hasil visualisasi sebaran salinitas pada Musim Barat terlihat

bahwa nilai salinitas yang lebih tinggi berada pada stasiun yang menuju laut lepas

dibandingkan dengan stasiun yang mendekati daratan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Soeriaatmadja (1957) dalam Anggriandika (2012) yang menyatakan

bahwa suplai air tawar dari daratan sekitarnya serta curah hujan selama Musim Barat

akan mempengaruhi penurunan salinitas pada perairan yang lebih dekat dengan

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

36

pantai. Pada musim ini,salinitas minimal berada pada koordinat 9,5oLS dengan garis

isohalin 34,25 psu, sedangkan salinitas maksimal berada pada koordinat 17,5oLS –

19,5oLS dengan garis isohalin 35,25 psu dan berada pada kedalaman 150 meter

hingga 300 meter,sedangkan rata-rata salinitas di wilayah kajian pada musim

inibernilai 34,75 psu (Gambar 14a). Pada Musim Peralihan 1, nilai salinitas

bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Salinitas minimal pada musim

ini ditunjukkan dengan garis isohalin 34 psu, sedangkan salinitas maksimal berada

pada garis isohalin 35,25 psu dengan rata-rata 34,75 psu. Salinitas tertinggi

ditemukan pada koordinat 18oLS – 19,5oLS pada kedalaman 150 meter hingga 300

meter (Gambar 14b).

Pada Musim Timur, salinitas di wilayah kajian berkisar antara 34,25 psu

hingga 35,25 psu dengan rata-rata 34,75 psu. Nilai salinitas pada musim ini

bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Berdasarkan hasil visualisasi

terlihat bahwa adanya salinitas bernilai tinggi dari Samudera Hindia masuk ke

wilayah kajian pada kedalaman 150 – 320 meter dengan garis isohalin 35,25 psu.

Nilai salinitas yang masuk ini semakin meningkat hingga Musim Peralihan 2. Pada

Musim Peralihan nilai salinitas yang berasal dari Samudera Hindia dan masuk ke

wilayah kajian memiliki garis isohalin 35,5 psu dan berada pada kedalaman 200 –

250 meter. Sebaran vertikal salinitas pada Musim Peralihan 2 di stasiun yang berada

di lepas pantai memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun

yang mendekati daratan. Hal ini terlihat dari hasil visualisasi yang menunjukkan

bahwa garis isohalin di lintang 9,5oLS – 15oLS berkisar antara 34,5 psu, sedangkan

garis isohalin di lintang 16oLS – 19oLS berkisar antara 34,75 psu.

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

37

Gambar 5. Sebaran Salinitas Vertikal di Perpotongan 112,5oBT pada (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(a)

(b)

(c)

(d)

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

38

b. Salinitas Perpotongan Lintang 12,5 LS

Sebaran salinitas vertikal berdasarkan perpotongan pada lintang 12,5oLS

menunjukkan salinitas bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Berbeda

dengan perpotongan bujur, dengan menggunakan perpotongan lintang sebaran

vertikal salinitas lebih terlihat homogen meskipun masih terlihat adanya variasi. Pada

Musim Barat besaran salinitas berkisar antara 34,5 psu hingga 34,75 psu dengan rata-

rata 34,62 psu. Pada lapisan permukaan hingga kedalaman berkisar 75 meter salinitas

berada pada garis isohalin 34,5 psu dengan kedalaman yang bertambah ke arah timur.

Hal ini menunjukkan bahwa salinitas lebih rendah berada pada wilayah timur

perairan. Anggriandika (2012) menyatakan bahwa pola sebaran salinitas ini konsisten

terjadi pada Musim Barat, dimana massa air salinitas tinggi terlihat semakin

tenggelam pada wilayah timur perairan.

Pada Musim Peralihan 1, besaran salinitas berkisar antara 34,25 psu hingga

34,75 psu dengan rata-rata 34,5 psu. Besaran salinitas ini bertambah seiring dengan

bertambahnya kedalaman. Pada koordinat 100,5oBT – 108,5oBT salinitas pada

lapisan permukaan hingga kedalaman 30 meter berada pada isohalin 34,25 psu

sedangkan wilayah lain berada pada garis isohalin 34,5 psu dan mencapai kedalaman

100 meter. Kemudian di kedalaman 100 meter hingga 400 meter disisi barat terlihat

adanya instrusi massa air yang masuk wilayah kajian dengan ditandai garis isohalin

34,75 psu. Pada Musim Timur, besaran salinitas berkisar antara 34,25 psu hingga

34,75 psu dengan rata-rata 34,5 psu. Sebaran salinitas pada musim ini terlihat lebih

merata dan besarannya bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan

permukaan hingga kedalaman berkisar antara 75 meter ditemukan garis isohalin

34,25 psu. Pada kedalaman 150 meter hingga 470 meter disisi barat wilayah kajian

terlihat adanya instrusi massa air yang masuk dengan ditandai garis isohalin 34,75

psu namun dengan luasan yang lebih sempit daripada Musim Peralihan 1.

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

39

Gambar 6. Sebaran Suhu Vertikal di Perpotongan 12,5oLS pada (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(a)

(b)

(c)

(d)

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

40

Pada Musim Peralihan 2, besaran salinitas berkisar antara 34,5 psu hingga

34,75 psu dengan rata-rata 34,62 psu. Garis isohalin 34,5 psu ditemukan pada lapisan

permukaan hingga kedalaman 100 meter. Selain itu pada lapisan yang lebih dalam

yaitu pada 250 meter ditemukan salinitas dengan garis isohalin 34,75 psu hingga

mencapai kedalaman 350 meter disisi barat wilayah kajian.

4.1.3 Sebaran Oksigen Terlarut

Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting

yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal ini merupakan

sebaran suhu pada lapisan permukaan. Sebaran vertikal diambil berdasarkan

perpotongan bujur 112,5oBT dan perpotongan lintang 12,5oLS. Perpotongan bujur

dan lintang ini dipilih berdasarkan data sebaran Tuna.

4.1.3.1 Sebaran Horisontal

Hasil pengukuran oksigen terlarut secara horisontal di lapisan permukaan

pada tahun 1980-2010 yang dirata-ratakan setiap musim memiliki nilai berkisar

antara 4,2 ml/l – 4,7 ml/l dengan rata-rata 4,45 ml/l (Gambar 17). Secara keseluruhan,

sebaran oksigen pada wilayah yang mendekati daratan memiliki nilai yang lebih

rendah dibandingkan dengan daerah lepas pantai. Hal ini diduga karena wilayah

mendekati daratan lebih banyak mendapat masukan bahan-bahan organik

dibandingkan dengan daerah lepas pantai. Ulqodry et al. (2010) menyatakan bahwa

rendahnya kandungan oksigen di suatu perairan salah satunya disebabkan karena

masuknya bahan-bahan organik yang masuk ke perairan tersebut sehingga

memerlukan banyak oksigen untuk menguraikannya.

Pada Musim Barat, sebaran oksigen terlarut di Samudera Hindia bagian timur

memiliki nilai berkisar antara 4,4 ml/l hingga 4,7 ml/l dengan rata-rata 4,55 ml/l dan

nilai oksigen ini bertambah ke arah lepas pantai. Kandungan oksigen tertinggi pada

musim ini ditemukan pada koordinat 100,5 BT – 19,5 LS dengan nilai 4,71 ml/l.

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

41

Gambar 7. Sebaran Oksigen Horisontal (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(a)

(b)

(c)

(d)

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

42

Pada Musim Peralihan 1, nilai oksigen terlarut pada wilayah kajian berkisar

antara 4,2 ml/l hingga 4,6 ml/l dengan rata-rata 4,4 ml/l. Oksigen terendah ditemukan

di daerah pantai selatan Jawa Timur dan Bali yaitu berkisar 4,2 ml/l. Hal ini diduga

karena pada daerah tersebut banyak terdapat kegiatan yang menghasilkan limbah

organik sehingga menyebabkan mikroorganisme membutuhkan oksigen lebih banyak

untuk menguraikan zat organik tersebut.

Pada Musim Timur dan Musim Peralihan 2, sebaran oksigen di Samudera

Hindia bagian timur mengalami kenaikan di bandingkan dengan Musim Barat dan

Musim Peralihan 1. Hal ini ditunjukkan dengan sebaran oksigen dengan nilai yang

lebih tinggi tersebar lebih luas dibandingkan dua musim sebelumnya. Kisaran nilai

oksigen pada Musim Timur berkisar antara 4,5 ml/l hingga 4,8 ml/l dengan rata-rata

4,65 ml/l. Luasan sebaran oksigen dengan nilai yang cukup tinggi ini terus

berlangsung hingga Musim Peralihan 2.

Pada Musim Peralihan 2, kisaran oksigen bernilai antara 4,4 ml/l hingga 4,8

ml/l dengan rata-rata 4,6 ml/l. Hal ini diduga karena pada kedua musim ini yaitu

Musim Timur dan Musim Peralihan 2 terindikasi fenomena upwelling yang

menyebabkan nutrien di lapisan dalam muncul ke permukaan dan menyebabkan

lapisan permukaan kaya akan nutrien sehingga banyak terdapat fitoplankton yang

kemudian melakukan proses fotosintesis dan menyebabkan kandungan oksigen pada

saat itu meningkat. Simanjutak dan Kamlasi (2012) menyatakan bahwa sumber utama

oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan proses fotosintesis

fitoplankton.

4.1.3.2 Sebaran Vertikal a. Oksigen Perpotongan Bujur 112,5 BT

Sebaran vertikal oksigen terlarut dengan perpotongan bujur 112,5 BT pada

setiap musimnya menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut semakin menurun dengan

bertambahnya kedalaman (Gambar 17). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di

beberapa perairan Indonesia yang menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

43

berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman, seperti pada penelitian

Simanjuntak dan Kamlasi (2012) di perairan Lamelera, Nusa Tenggara Timur. Selain

itu, turunnya kadar oksigen terlarut disuatu perairan disebabkan tingginya suhu, dan

salinitas serta terjadinya proses penguraian senyawa organik menjadi senyawa

anorganik serta bertambahnya kedalaman laut (Simanjuntak dan Kamlasi 2012). Pada

lapisan dalam juga terlihat bahwa kandungan oksigen pada stasiun yang mendekati

daratan lebih rendah dibandingkan stasiun di daerah lepas pantai. Berdasarkan hasil

visualisasi setiap musim terlihat bahwa terdapat kandungan oksigen dengan nilai

yang relatif tinggi pada kedalaman diatas 300 meter pada kisaran lintang 16-19,5oLS.

Hal ini diduga disebabkan karena adanya proses remineralisasi yang menghasilkan

oksigen yang terjadi di Samudera Hindia dan masuk ke wilayah kajian akibat adanya

arus dalam.

Pada Musim Barat, besaran kandungan oksigen terlarut berkisar antara 2 ml/l

hingga 4,5 ml/l. Kandungan oksigen di Samudera Hindia bagian timur ini relatif

rendah dibandingkan dengan kandungan oksigen pada perairan umumnya yang

berkisar antara 5,7-8,5 ml/l (Sidabutar dan Edward 1994 dalam Ulqodry et al. 2010).

Hal ini diduga disebabkan karena penghasil oksigen di Samudera Hindia bagian timur

lebih sedikit dibandingkan perairan lain. Pada Musim Peralihan 1, kisaran oksigen

terlarut pada lapisan permukaan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan

lapisan dalam. Kandungan oksigen terlarut pada musim ini berkisar antara 1,5 ml/l –

4,5 ml/l dengan rata-rata 3 ml/l. Pada musim ini terlihat adanya oksigen bernilai antar

4ml/l – 4,5ml/l yang masuk dari arah Samudera Hindia ke wilayah kajian pada

kedalaman antara 300-500 meter.

Pada Musim Timur, oksigen terlarut di wilayah kajian bernilai antara 2 ml/l

hingga 4,5 ml/l dengan rata-rata 3,25 ml/l dan kandungan oksigen terlarut ini

menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Sama seperti musim sebelumnya,

pada musim ini juga ditemukan oksigen yang bernilai tinggi pada lintang 16,5 –

19,5oLS namun kandungan oksigen ini ditemukan pada kedalaman 250 meter hingga

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

44

500 meter. Kandungan oksigen telarut dengan nilai yang cukup tinggi pada lapisan

dalam ini mencapai puncaknya pada Musim Peralihan 2.

(a)

(b)

(c)

(d)

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

45

Gambar 8. Sebaran Oksigen Vertikal di Perpotongan 112,5oBT pada (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

Pada musim Peralihan 2 kandungan oksigen berkisar antara 2 ml/l hingga 5

ml/l dengan rata-rata 3,5 ml/l dan nilai 5 ml/l ditemukan pada kedalaman 400 – 450

meter. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan lapisan permukaan yang hanya bernilai 4,5

ml/l. Hal ini diduga disebabkan karena adanya aktivitas downwelling di perairan

Samudera Hindia dan masuk ke wilayah kajian akibat adanya arus dalam. Kemudian

kandungan oksigen tinggi dilapisan dalam ini kembali berkurang pada Musim Barat

hingga Musim Peralihan 1.

b. Oksigen Perpotongan Lintang 12,5oLS

Sebaran oksigen vertikal berdasarkan perpotongan lintang 12,5oLS

menunjukkan kandungan oksigen berkurang seiring dengan bertambahnya

kedalaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ulqodry et al. (2010) yang menjelaskan

bahwa lapisan dasar cenderung memiliki nilai oksigen yang lebih rendah

dibandingkan dengan lapisan permukaan yang diakibatkan karena proses

dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen lebih tinggi di lapisan dasar.

Pada Musim Barat, lapisan permukaan hingga kedalaman 50 meter memiliki

kandungan oksigen berkisar antara 4,5 ml/l dan semakin menurun seiring

bertambahnya kedalaman hingga mencapai 2,5 ml/l di kedalaman 500 meter. Pada

Musim Peralihan 1, kandungan oksigen terlarut pada wilayah kajian terlihat lebih

rendah dibandingkan dengan Musim Barat. Hal ini dapat terlihat dari ditemukannya

oksigen terlarut dengan nilai 2,5 ml/l sejak kedalaman 200 meter dan hampir merata

hingga kedalaman 500 meter. Kisaran oksigen terlarut pada Musim Peralihan 1

berkisar antara 2,5 ml/l hingga 4,5 ml/l dengan rata-rata 3,5 ml/l.

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

46

Gambar 9. Sebaran Oksigen Vertikal di Perpotongan 12,5oLS pada (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

(d)

(c)

(b)

(a)

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

47

Pada Musim Timur, lapisan permukaan hingga kedalaman 75 meter memiliki

kandungan oksigen berkisar antara 4 ml/l, namun pada kisaran bujur 115,5 –

119,5oBT ditemukan kandungan oksigen bernilai 4,5 ml/l yang berada pada lapisan

permukaan hingga kedalaman 10 meter. Hal ini diduga disebabkan karena pada

daerah tersebut banyak ditemukan fitoplankton sehingga menghasilkan banyak

oksigen dari hasil fotosintesisnya. Pada Musim Peralihan 2, kandungan oksigen

terlarut berkisar antara 2,5 ml/l hingga 4,5 ml/l dengan rata-rata 3,5 ml/l. Lapisan

permukaan hingga kedalaman 50 meter kandungan oksigen terlarut bernilai 4,5 ml/l

dan nilai ini berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada bujur 117,5

BT ditemukan kandungan oksigen dengan nilai 2,5 ml/l pada kedalaman 250 meter

dan kandungan oksigen ini homogen hingga kedalaman 500 meter. Berbeda dengan

wilayah lain, kandungan oksigen terlarut bernilai 2,5 ml/l baru ditemukan pada

kedalaman 400 – 500 meter.

4.1.4 Diagram TS

a. Musim Barat

Diagram T-S pada Musim Barat di perairan Samudera Hindia bagian Timur

menunjukkan adanya temperatur 18oC-27oC yang terindentifikasi sebagai massa air

Subtropical Lower Water (SLW) Samudera Hindia yang mempunyai karakteristik S-

maksimum dengan salinitas 34,0 – 34,6psu dan suhu 16-27oC. Massa air Subtropical

Lower Water berasal dari lautan India bagian tengah dan barat laut pada kedalaman

75 m dan menyebar bersama Arus Khatulistiwa Selatan ke arah timur dan tenggelam

sampai kedalaman 100-125 m di perairan barat daya sumatera dan di selatan Jawa

massa air ini ditemukan pada kedalaman 125-150 m (Wyrtki 1961).

Dibawah massa air SLW di temukkan massa air Northern Salinity Minimum

(NSM) dan Southern Salinity Minimum (SSM) yang keduanya memiliki karakteristik

S-minimum dengan suhu 16-19oC untuk NSM dan 12-17oC untuk SSM, sedangkan

nilai salinitas berkisar antara 34,8-35 psu untuk NSM dan 34,5-34,8 psu untuk SSM.

Di bawah massa air NSM ditemukan pula massa air Banda Sea Water (BSW) yang

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

48

memiliki karakteristik S-minimum yaitu 34,5-34,9 psu dan suhu 4,5-6oC. Massa air

BSW ditemukan dibagian timur Samudera Hindia pada kedalaman 900 meter dan

masuk ke dalam Samudera Hindia timur laut melalui perairan timur kepulauan

Indonesia yaitu Laut Timor dan Selat Omai (Wyrkti 1961).

Gambar 10. Diagram Temperatur–Salinitas di Perairan Samudera Hindia Bagian Timur pada Musim Barat. SLW (Subtropical Lower Water), NSM (Northern Salinity Minimum), SSM (Southern Salinity Minimum), dan BSW (Banda Sea Water)

b. Musim Peralihan 1

Pada Musim Peralihan 1 sebaran salinitas dan temperatur pada Gambar 17

menunjukkan adanya suhu antara 20-27oC dengan salinitas 34-34,6 psu. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat massa air SLW (Subtropical Lower Water) yang

memiliki karakteristik S-maksimum yaitu 34-34,6 psu dan suhu 16-27oC (Wyrkti

1961). Selain itu, pada kolom yang sama ditemukan pula massa air SSM (Southern

l

w

SLW

NSM

SSM

BSW

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

49

Salinity Minimum) yang memiliki karakteristik salinitas 34,5-34,8 psu dan suhu 12oC-

17oC.

Gambar 11. Diagram Temperatur–Salinitas di Perairan Samudera Hindia Bagian Timur pada Musim Peralihan 1. SLW (Subtropical Lower Water), SSM (Southern Salinity Minimum), PGW (Persian Gulf Water) dan BSW (Banda Sea Water)

Dibawah massa air SSM ditemukan massa air Persian Gulf Water (PGW)

yang mempunyai karakteristik salinitas 34,6-35 psu dan suhu 8-14oC. Massa air PGW

berasal dari bagian barat Samudera Hindia pada kedalaman 150-500 meter (Wyrkti

1961). Dibawah massa air PGW ditemukan massa air BSW (Banda Sea Water)

dengan karakteristik suhu 4,5-6oC dan salinitas 34,5-34,9 psu yang berada pada

kolom antara 27 dan 28.

c. Musim Timur

Diagram T-S pada Musim Timur di Samudera Hindia bagian timur

menunjukkan adanya suhu antara 17-27oC dengan salinitas 34-34,6 psu. Karakteristik

ini sesuai dengan karakteristik dari massa air SLW (Subtropical Lower Water) yang

SLW

SSM

PGW

BSW

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

50

memiliki karakteristik S-maksimum dengan salinitas 34,0 – 34,6psu dan suhu 16-

27oC (Wyrkti 1961). Dibawah massa air SLW ditemukan massa air dengan suhu 17-

18oC dan salinitas 34,8-35 psu sehingga sesuai dengan massa air NSM (Northern

Salinity Minimum). Karakteristik NSM adalah S-minimum dengan suhu 16-19oC dan

salinitas 34,8 – 35 psu. Massa air ini berasal dari Laut Celebes yang terbawa oleh arus

Mindano (Wyrkti 1961).

Gambar 12. Diagram Temperatur–Salinitas di Perairan Samudera Hindia Bagian Timur pada Musim Timur. SLW (Subtropical Lower Water), NSM (Northern Salinity Minimum), SSM (Southern Salinity Minimum), Sigma t dan BSW (Banda Sea Water)

Dibawah massa air NSM ditemukan massa air SSM (Southern Salinity

Minimum) dengan karakteristik S-minimum yaitu 34,5-34,8 psu, suhu 12-17oC dan

kandungan oksigen 1,6-2,5 ml/L. Dibawah massa air SSM ditemukan massa air

dengan suhu 6-10oC dan salintas 34,6-34,9 psu. Hal ini sesuai dengan karakter dan

ciri dari massa air Sigma t 27,2 – 27,4 yaitu suhu 6-10oC dan salinitas 34.6-35.0 psu.

SLW

NSM

SSM

BSW

Sigma t

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

51

Selain itu, ditemukan pula massa air BSW (Banda Sea Water) pada kolom antara 27

dan 28 dengan karakteristik S-minimum yaitu 34,5-34,8 psu dan suhu 4,5-6oC.

d. Musim Peralihan 2

Pada Musim Peralihan 2, diagram T-S dari Samudera Hindia bagian timur

menunjukkan bahwa terdapat massa air dengan karakteristik suhu antara 20-27oC dan

salinitas 34-34,5 psu. Karakteristik tersebut sesuai dengan karakteristik dari massa air

SLW (Subtropical Lower Water) yang memiliki karakteristik S-maksimum dengan

salinitas 34,0 – 34,6 psu dan suhu 16-27oC (Wyrkti 1961).

Gambar 13. Diagram Temperatur–Salinitas di Perairan Samudera Hindia Bagian Timur pada Musim Peralihan 2. SLW (Subtropical Lower Water), NSM (Northern Salinity Minimum), SSM (Southern Salinity Minimum) dan BSW (Banda Sea Water)

Dibawah massa air SLW ditemukkan massa air dengan suhu 16-18oC dan

salinitas 34,8 – 35 psu yang merupakan karakteristik dari Northern Salinity Minimum

(NSM) yang berada pada kolom antara 25 dan 26. Massa air NSM memiliki karakter

dan ciri suhu antara 16-19oC dan salinitas berkisar antara 34,8-35 psu. Selain itu,

SLW

NSM

SSM

BSW

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

52

pada kolom yang sama ditemukan pula massa air Southern Salinity Minimum (SSM)

yang memiliki karakteristik S-minimum dengan suhu 12-17oC dan 34,5-34,8 psu.

Dibawah massa air SSM yakni pada kolom antara 25 dan 26 ditemukan massa air

dengan ciri suhu antara 4,5-6oC dan salinitas 34,5-34,7 psu yang menandakan bahwa

massa air tersebut merupakan massa air BSW (Banda Sea Water) yang memiliki

karakteristik berupa S-minimum yaitu 34,5-34,9 psu dan suhu 4,5-6oC.

4.2 Variabilitas Mixed Layer Depth (MLD)

a. Musim Barat

Sebaran lapisan MLD pada Musim Barat di perairan Samudera Hindia bagian

Timur dengan menggunakan kriteria MLD ∆T = 0,5oC menunjukkan bahwa lapisan

MLD berada pada kedalaman sekitar 22 – 60 dbar (1 dbar = 1,01 meter) berkisar

antara 23,5 – 30oC (Gambar 23). Berdasarkan hasil visualisasi dapat dilihat bahwa

pada musim ini ketebalan MLD masih dikategorikan cukup dangkal dengan suhu

yang relatif hangat. Hal ini mungkin disebabkan karena pada musim ini angin muson

bertiup dari barat ke timur dengan kecepatan rendah dan membawa Arus Pantai Jawa

(APJ) yang mengalir sepanjang pesisir selatan Jawa dan membawa massa air yang

bersuhu relatif tinggi (Panjaitan 2009). Selain itu, Wyrkti (1961) juga menjelaskan

bahwa lapisan homogen (MLD) pada Musim Barat berkisar antara 0 – 100 meter.

MLD dengan kriteria ∆T = 0,5oC berada pada suhu yang relatif hangat yaitu

sekitar 29oC pada wilayah yang masih mendapatkan pengaruh dari daratan dan pada

daerah laut lepas suhu untuk lokasi MLD semakin menurun. Hal ini diduga karena

pada wilayah laut lepas angin berhembus lebih kencang dibandingkan dengan

wilayah yang mendekati daratan sehingga suhu perairan menjadi lebih dingin dan

menyebabkan suhu pada daerah MLD juga menjadi lebih dingin. Hasil visualisasi

juga menunjukkan bahwa wilayah perairan yang mendapatkan masukan massa air

dari Selat Sunda memiliki kedalaman MLD yang cukup tinggi dibandingkan wilayah

lainnya yaitu 60 dbar. Wyrkti (1961) juga menyatakan bahwa salah satu yang

mempengaruhi variasi MLD adalah pergerakan massa air. Selain itu, wilayah yang

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

53

berada di laut lepas juga memiliki kedalaman yang lebih tinggi dibandingkan wilayah

yang mendekati daratan. Hal ini mungkin diakibatkan karena adanya pengaruh dari

angin lokal yang berpengaruh terhadap kekuatan proses mixing pada lapisan MLD.

Gambar 14. Sebaran MLD ∆T 0,5oC pada Musim Barat berdasarkan (a) suhu dan (b) kedalaman

(a)

(b)

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

54

b. Musim Peralihan 1

Pada Musim Peralihan 1, sebaran lapisan MLD kriteria ∆T 0,5oC di Samudera

Hindia bagian Timur memiliki kedalaman yang lebih dalam di bandingkan pada

Musim Barat. Kisaran kedalaman MLD di musim ini berkisar antara 40 hingga 60

dbar (1 dbar = 1,01 meter). Kedalaman MLD pada stasiun yang mendekati pantai

memiliki nilai yang lebih dangkal dibandingkan dengan stasiun di laut lepas. Hal ini

mungkin terjadi karena angin yang berhembus di laut lepas memiliki kekuatan yang

lebih besar di bandingkan dengan di dekat pantai sehingga proses mixing semakin

kuat dan merambah ke lapisan dalam sehingga mengakibatkan lapisan MLD menjadi

semakin tebal atau dalam. Harsono (2010) juga menjelaskan bahwa semakin besar

energi pembangkitnya maka proses mixing-nya juga semakin merambah ke lapisan

yang lebih dalam atau dengan kata lain ketebalan mixed layer ini menjadi lebih besar.

Suhu MLD pada musim ini berada pada kisaran suhu yang relatif hangat.

terutama di perairan selatan Jawa dan sekitarnya yaitu berkisar antara 28,5 – 29,5oC.

Hal ini diduga karena masih ada pengaruh dari Musim Barat yang membawa massa

air APJ yang cukup hangat sehingga menyebabkan MLD musim ini berada pada suhu

yang relatif hangat pula. Selain itu, suhu MLD pada stasiun yang mendekati daratan

memiliki suhu yang lebih tinggi di bandingkan dengan stasiun yang berada di laut

lepas. Hal ini terlihat dari hasil visualisasi yang menunjukkan bahwa suhu MLD di

stasiun yang mendekati pantai memiliki kisaran suhu antara 28,5 – 29,5oC, sedangkan

pada stasiun yang berada di laut lepas kisaran suhunya berkisar antara 25 – 28oC. Hal

ini diduga disebabkan karena panas matahari di laut lepas lebih tersebar hingga

perairan yang lebih dalam di bandingkan dengan daerah dekat pantai yang kedalaman

perairannya cukup dangkal.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

55

Gambar 15. Sebaran MLD ∆T 0,5oC pada Musim Peralihan 1 berdasarkan (a) suhu dan (b) kedalaman

c. Musim Timur

Sebaran lapisan MLD kriteria ∆T 0,5oC pada Musim Timur di Samudera

Hindia bagian Timur memiliki kedalaman yang lebih dalam di bandingkan dengan

dua musim sebelumnya, namun dengan suhu yang lebih rendah. Kisaran kedalaman

MLD pada musim ini berkisar antara 60 hingga 100 dbar. Namun, pada perairan

(a)

(b)

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

56

sekitar selatan Jawa Timur dan Sumbawa kedalaman MLD hanya 40 dbar atau

berkisar antara 40,79 meter (Gambar 25).

Gambar 16. Sebaran MLD ∆T 0,5oC pada Musim Timur berdasarkan (a) kedalaman dan (b) suhu

Suhu di lapisan MLD pada musim ini memiliki nilai yang cukup rendah

dibandingkan dengan dua musim sebelumnya yaitu berkisar antara 23 – 28oC

(Gambar 25b). Rendahnya suhu lapisan MLD pada musim ini diduga disebabkan

karena adanya pengaruh upwelling yang intensif terjadi di perairan ini. Menurut

(a)

(b)

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

57

Nontji (1993) dalam Panjaitan (2009) pada periode musim timur di perairan

Samudera Hindia berhembus Angin Muson Tenggara yang membuat Arus

Katulistiwa Selatan (AKS) semakin berkembang di sepanjang pantai Selatan Jawa.

AKS yang bergerak di sepanjang pantai Selatan Jawa mendorong massa air di

perairan tersebut ke arah barat daya, sehingga terjadi kekosongan dan kekosongan ini

diisi oleh massa air yang berasal dari lapisan yang lebih dalam atau yang lebih

dikenal dengan peristiwa upwelling. Massa air yang dibawa dari lapisan dalam ini

memiliki suhu yang relatif dingin. Akibat dari berhembusnya Angin Muson Tenggara

yang memiliki kekuatan yang cukup tinggi pada musim ini, berpengaruh terhadap

proses turbulensi di lapisan permukaan menjadi semakin kuat sehingga menyebabkan

lapisan MLD pada musim ini memiliki kedalaman yang cukup dalam (Gambar 25a).

d. Musim Peralihan 2

Pada Musim Peralihan 2, sebaran MLD ∆T 0,5oC di Samudera Hindia bagian

Timur memiliki variasi kedalaman dan suhu yang cukup beragam. Berdasarkan hasil

visualisasi kedalaman lapisan MLD pada musim ini memiliki nilai yang lebih

dangkal dibandingkan dengan Musim Timur dan semakin dangkal hingga Musim

Barat. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan MLD dipengaruhi oleh keadaan musiman.

Wyrtki (1961) juga menjelaskan bahwa variasi MLD diakibatkan oleh adanya

pergerakan massa air dan pergantian angin musim.

Kedalaman MLD pada musim ini berkisar antara 20 dbar hingga 80 dbar

dengan suhu berkisar antara 23oC hingga 29oC. Pada perairan disekitar selatan Jawa

Timur terlihat adanya lapisan MLD dengan kedalaman yang lebih dangkal

dibandingkan wilayah lain yaitu hanya 20 dbar atau 20,39 meter dan memiliki suhu

27,5oC. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya kenaikan massa air (upwelling) pada

daerah tersebut yang menyebabkan naiknya lapisan termoklin sehingga lapisan

diatasnya yaitu MLD menjadi semakin tipis.

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

58

Gambar 17. Sebaran MLD ∆T 0,5oC pada Musim Peralihan 2 berdasarkan (a) kedalaman dan (b) suhu

4.3 Hubungan MLD dengan Indian Ocean Dipole (IOD)

Indian Ocean Dipole (IOD) dapat ditentukan berdasarkan dipole mode indeks

(DMI). Setelah dilakukan ploting grafik hubungan antara kedalaman MLD dengan

DMI serta suhu MLD dengan DMI didapatkan pola seperti pada Gambar 27 dan

Gambar 28. Grafik ini hanya menggambarkan pola IOD musiman pada tahun 2001 –

2009 sehingga pola IOD dapat berubah apabila dilakukan terhadap rerata musiman di

(a)

(b)

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

59

tahun yang berbeda. Hal ini disebabkan karena IOD tidak terjadi setiap tahun.

Berdasarkan grafik hubungan kedalaman MLD dan pola IOD (Gambar 27) terlihat

bahwa pada Musim Barat hingga Musim Timur semakin tinggi nilai IOD maka

semakin tinggi pula kedalaman MLD pada musim tersebut. Hal ini berbeda dengan

hubungan kedalaman MLD dan IOD pada Musim Peralihan 2. Pada musim ini pola

IOD berada pada titik tertinggi, namun tidak sebanding dengan kedalaman MLD.

Kedalaman MLD pada Musim Peralihan 2 memiliki nilai rata-rata 51,9 dbar atau 52,9

meter sedangkan pola IOD berada pada nilai tertinggi yaitu 0,14. Nilai terendah baik

pada kedalaman MLD maupun pola IOD berada pada Musim Barat. Pada musim ini

kedalaman MLD memiliki nilai rata-rata 36,6 dbar atau 37,3 meter dan pola IOD

memiliki nilai rata-rata -0,07.

Gambar 18. Grafik Kedalaman MLD dan DMI

Berdasarkan grafik suhu MLD dan pola IOD (Gambar 28) terlihat pola yang

berbanding terbalik dibandingkan dengan grafik kedalaman MLD dan pola IOD

(Gambar 27). Pada Gambar 28 terlihat bahwa semakin rendah suhu MLD justru

menyebabkan pola IOD meningkat. Hal ini diduga terjadi karena pada saat DM (+)

suhu permukaan laut menjadi menurun (Saji et al. 1999). Berbeda dengan musim

-0,1

-0,05

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Barat Peralihan 1 Timur Peralihan 2

Grafik Kedalaman MLD dan DMI

Kedalaman MLD

IOD

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

60

lainnya, pada Musim Barat menuju Musim Peralihan 1 terlihat bahwa pola suhu

MLD dan pola DMI berjalan sejajar yaitu sama-sama mengalami kenaikan. Suhu

MLD pada Musim Barat memiliki nilai rata-rata 28,12oC dan meningkat pada Musim

Peralihan 1 menjadi 28,47oC. Hal serupa terjadi pada pola DMI yang mengalami

peningkatan pada musim tersebut, pada Musim Barat nilai DMI bernilai -0,07 dan

meningkat pada Musim Peralihan 1 menjadi 0,02.

Gambar 19. Grafik Suhu MLD dan DMI

4.4 Sebaran Ikan Tuna

Sebaran Ikan Tuna pada setiap musim menunjukkan bahwa secara umum Ikan

Tuna lebih banyak tersebar pada daerah lintang 10oLS – 15oLS dan bujur 110oBT –

115oBT atau sekitar 90 mil dari pantai (Gambar 29). Adhitya (2012) menyatakan

bahwa sebaran Ikan Tuna di perairan Indonesia secara horisontal tersebar pada

perairan selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan hasil plot dari data suhu,

salinitas dan oksigen (sub bab 4.1) terlihat bahwa kisaran suhu pada wilayah sebaran

Tuna berkisar antara 26,5 – 28,5oC, salinitas berkisar antara 34,25 – 34,5 psu dan

oksigen berkisar antara 4,3 – 4,5 ml/l. Kisaran ini sesuai dengan kisaran suhu dan

-0,1

-0,05

0

0,05

0,1

0,15

0,2

25

25,5

26

26,5

27

27,5

28

28,5

29

Barat Peralihan 1 Timur Peralihan 2

Grafik Suhu MLD dan DMI

Suhu MLD

IOD

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

61

salinitas dari distribusi Ikan Tuna yaitu berkisar antara 17 - 31oC untuk suhu dengan

salinitas antara 32 – 35 psu (Adhitya 2012).

Gambar 20. Sebaran Tuna pada (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan 1, (c) Musim Timur dan (d) Musim Peralihan 2

Pada Gambar 29 dapat dilihat bahwa penyebaran Ikan Tuna yang lebih luas

terlihat pada Musim Timur yakni berada pada lintang 10oLS – 18oLS dan bujur

105oBT – 119oBT, sedangkan pada Musim Peralihan 1 sebaran Ikan Tuna lebih

sempit dibandingkan musim lainnya yaitu pada lintang 11oLS - 16oLS dan bujur

105oBT - 117oBT . Pada Musim Barat sebaran Ikan Tuna berada pada lintang 10oLS

– 15oLS dan bujur 105oBT – 120oBT sedangkan, Musim Peralihan 2 sebaran Ikan

Tuna berada pada lintang 10oLS – 18oLS dan bujur 106oBT – 118oBT.

Sebaran Ikan Tuna lebih banyak tersebar pada musim Timur diduga

disebabkan karena pada Musim Timur perairan Samudera Hindia bagian timur

(a)

(c) (d)

(b)

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

62

diidentifikasikan terjadi fenomena upwelling dan menyebabkan perairan menjadi

lebih subur dibandingkan dengan musim lainnya (Wyrkti 1961; Silalahi 2013).

Upwelling sendiri merupakan proses terangkatnya massa air dalam yang kaya

permukaan ke lapisan permukaan (Anggriandika 2011). Ilahude dan Nontji (1990)

juga menyatakan bahwa upwelling umumnya menurunkan suhu, menaikan nilai

salinitas, oksigen dan juga berbagai unsur hara atau nutrien di tempat terjadinya

upwelling. Faizah (2010) juga menyatakan bahwa Ikan Tuna dewasa ditemukan di

Samudera Hindia bagian timur pada bulan April hingga September.

Gambar 21. Grafik Hasil Tangkapan Tuna Setiap Musim

Hasil tangkapan Ikan Tuna setiap musim menunjukkan nilai yang sesuai

dengan luasan sebaran Ikan Tuna. Semakin luas sebaran Ikan Tuna menghasilkan

hasil tangkapan lebih banyak pada musim tersebut. Berdasarkan data penangkapan

dari Loka Penelitian Tuna Badan Litbang KP Benoa Bali pada tahun 1997 dan 1999

dapat dilihat bahwa pada Musim Timur jumlah tangkapan yang dihasilkan mencapai

23.162 ekor, sedangkan pada Musim Peralihan 1 jumlah tangkapan hanya berjumlah

0

5000

10000

15000

20000

25000

Barat Peralihan 1 Timur Peralihan 2

Jum

lah

Ta

ng

ka

pa

n (

ek

or)

Musim

Hasil Tangkapan Tuna

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

63

12.873 ekor (Gambar 30). Hasil tangkapan pada Musim Barat berjumlah 14.421 ekor

dan pada Musim Peralihan 2 berjumlah 19.170 ekor.

Hasil tangkapan Ikan Tuna ini selain dipengaruhi oleh keadaan musiman, juga

dipengaruhi oleh jumlah armada kapal penangkapan dan alat tangkap yang

digunakan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan jumlah penangkapan Tuna setiap tahun

yang didapatkan dari data dari statistik perikanan tangkap Indonesia (Gambar 31).

Pada tahun 2007 jumlah alat tangkap rawai Tuna (Longline Tuna) (Lampiran 1) di

Selatan Jawa berjumlah 426 unit dengan jumlah armada kapal 3.680 buah dan

menghasilkan jumlah tangkapan Tuna sebanyak 10.157 ton, sedangkan pada data

statistik perikanan tangkap Indonesia tahun 2008 jumlah alat tangkap rawai Tuna di

Selatan Jawa hanya berjumlah 291 dengan jumlah armada kapal 4.566 buah dan

menghasilkan jumlah tangkapan Tuna yang lebih sedikit pula yaitu sebanyak 8.283

ton (Gambar 31).

Gambar 22. Grafik Hasil Tangkapan Tuna Setiap Tahun

Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa komposisi hasil tangkapan Ikan Tuna

setiap musimnya, dapat dilihat bahwa Ikan Tuna jenis Big Eye dan Yellow Fin lebih

banyak tersebar di perairan Samudera Hindia bagian Timur dibandingkan dengan

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

2000 2001 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jum

lah

Ta

ng

ka

pa

n (

ton

)

Tahun

Hasil Tangkapan Tuna Tiap Tahun

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

64

jenis Albacor dan Bluefin Tuna (Gambar 32). Jumlah ini diduga disebabkan karena

Ikan Tuna jenis Big Eye dan Yellow Fin menyukai hidup di lapisan atas termoklin

atau biasa disebut dengan MLD sehingga alat pancing seperti Longline Tuna dapat

mencapai kedalaman tersebut. Faizah (2010) menyatakan bahwa Ikan Tuna jenis Big

Eye bersifat epipelagik, mesopelagik dan berada pada permukaan sampai kedalaman

250 meter. Hasil tangkapan Ikan Tuna jenis Bluefin Tuna memiliki jumlah paling

sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya yaitu hanya berkisar antara 30 sampai 40

ekor setiap musimnya. Hal ini diduga disebabkan karena Ikan Tuna jenis Bluefin

Tuna lebih banyak tersebar di belahan bumi bagian selatan sehingga ikan ini tidak

terlalu banyak tertangkap oleh nelayan Indonesia (Adhitya 2012).

Gambar 23. Grafik Hasil Tangkapan Tiap Jenis Ikan Tuna Setiap Musim

4.5 Hubungan Variabilitas MLD dengan Tuna

4.5.1 Hubungan Variabilitas MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna

Setelah dilakukan ploting grafik hubungan antara kedalaman MLD dengan

hasil tangkapan Tuna serta suhu MLD dengan hasil tangkapan Tuna, maka dihasilkan

gambar grafik seperti dalam Gambar 33 dan Gambar 34. Pengujian korelasi

hubungan antara kedalaman MLD dengan hasil tangkapan Tuna menghasilkan nilai

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

Barat Peralihan 1 Timur Peralihan 2

Jum

lah

Ta

ng

ka

pa

n (

ek

or)

Musim

Hasil Tangkapan Tiap Jenis Tuna

Big Eye

Albacor

Bluefin

Yellowfin

Page 40: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

65

koefisien korelasi Pearson sebesar 0,891. Berdasarkan nilai koefisien korelasi Pearson

ini menunjukkan bahwa antara kedalaman MLD dan hasil tangkapan Tuna memiliki

nilai korelasi linier positif yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam

lapisan MLD maka semakin banyak pula hasil tangkapan Tuna.

Berdasakan grafik, kedalaman rata-rata MLD tertinggi berada pada musim

Timur dengan jumlah tangkapan yang tinggi pula. Kedalaman rata-rata MLD pada

Musim Timur bernilai 73,18 dbar atau 74,64 meter dan hasil tangkapan Tuna yang

didapatkan berjumlah 23.162 ekor. Kedalaman MLD terendah berada pada Musim

Barat yang memiliki nilai rata-rata sebesar 36,66 dbar atau 37,39 meter, namun hasil

tangkapan Tuna terendah justru berada pada Musim Peralihan 1 yang berjumlah

12.873 ekor. Hal ini mungkin saja terjadi karena hasil tangkapan juga dipengaruhi

oleh banyaknya jumlah kapal dan alat tangkap yang digunakan.

Gambar 24. Grafik Korelasi antara Kedalaman MLD dan Tangkapan Tuna

Hasil sebaliknya terlihat pada grafik hubungan antara suhu MLD dan hasil

tangkapan Tuna yang memiliki grafik berbanding terbalik. Pada Gambar 34 terlihat

bahwa semakin rendah suhu MLD justru menghasilkan penangkapan Tuna yang

semakin tinggi. Pengujian korelasi hubungan antara suhu MLD dengan hasil

y = 269,9x + 3368,

R² = 0,794

0

5000

10000

15000

20000

25000

0 20 40 60 80

Ta

ng

ka

pa

n T

un

a (

ek

or)

Kedalaman MLD (dbar)

Korelasi Kedalaman MLD dengan Hasil

Tangkapan Tuna

Pearson : 0,8911

4

2

3

Ket :

1 : Barat

2. Peralihan 1

3. Timur

4. Peralihan 2

Page 41: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

66

penangkapan Tuna pun menghasilkan nilai koefisian korelasi Pearson yang tinggi

namun dengan nilai negatif yaitu -0,927. Gambar 34 menunjukkan bahwa nilai suhu

MLD yang memiliki nilai terendah berada pada Musim Timur dan menghasilkan

jumlah tangkapan tertinggi pada musim yang sama. Hal ini diduga disebabkan karena

pada Musim Timur perairan Selatan Jawa (bagian dari Samudera Hindia bagian

timur) secara intensif mengalami upwelling yang menyebabkan suhu MLD menjadi

lebih rendah dan nutrien meningkat sehingga hasil penangkapan Tuna pun meningkat.

Nugraha dan Nugroho (2013) menyatakan bahwa umumnya Tuna hidup di perairan

seperti pertemuan antara dua arus atau tempat terjadinya upwelling yang merupakan

tempat berkumpulnya plankton. Suhu MLD tertinggi berada pada Musim Peralihan 1

yang mencapai nilai rata-rata 28,47oC namun menghasilkan tangkapan yang paling

rendah yaitu 12.873 ekor. Hal ini diduga disebabkan karena kandungan oksigen

terlarut pada Musim Peralihan 1 di daerah sebaran Tuna (Gambar 16b) memiliki nilai

yang cukup rendah, sehingga mengakibatkan jumlah Tuna berkurang. Dahuri (2008)

juga menjelaskan bahwa tiga faktor perairan laut yang sangat mempengaruhi

kehidupan Ikan Tuna adalah suhu, salinitas dan oksigen terlarut (DO).

Gambar 25. Grafik Korelasi antara Suhu MLD dan Tangkapan Tuna

y = -4181,x + 13200

R² = 0,860

0

5000

10000

15000

20000

25000

26 27 28 29

Ta

ng

ka

pa

n T

un

a (

ek

or)

Suhu MLD (degree Celcius)

Korelasi Suhu MLD dengan Hasil

Tangkapan Tuna

Pearson : -0,9274

Ket :

1 : Barat

2. Peralihan 1

3. Timur

4. Peralihan 2

3

12

Page 42: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

67

4.5.2 Hubungan Variabilitas MLD dengan Sebaran Tuna

a Musim Barat

Setelah dilakukan plotting overlay dari variabilitas MLD dengan sebaran Tuna

pada Musim Barat terlihat bahwa sebaran Tuna pada musim ini berada pada kisaran

kedalaman MLD 40 dbar atau 40,79 meter dengan suhu MLD yang relatif hangat

yaitu berkisar 29oC (Gambar 35 dan Gambar 36). Garis merah pada peta

menunjukkan batas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dimana perairan selatan

Jawa berada pada WPP 573 (Lampiran 6). Berdasarkan hasil visualisasi terlihat

bahwa sebaran Tuna lebih banyak berada di luar batas WPP atau berada pada daerah

laut lepas. Hal ini menunjukkan bahwa penangkapan Tuna ini lebih banyak dilakukan

oleh kapal-kapal besar.

Gambar 26. Overlay Kedalaman MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Barat. Shaded countour menjelaskan kedalaman MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Pada Musim Barat sebaran Tuna tersebar pada lintang 10oLS – 15oLS dan

bujur 105oBT – 120oBT. Sebaran Tuna ini cukup luas meskipun dengan kedalaman

MLD yang dangkal. Hal ini diduga disebabkan karena proses penangkapan dilakukan

di pagi hari sehingga Tuna sedang berada di lapisan MLD untuk mencari makan.

Page 43: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

Nugraha dan Nugroho (2013) juga menjelaskan bahwa pada saat matahari akan terbit

Tuna berada pada lapisan di atas termoklin atau MLD. Sebaran Tuna pada Musim

Barat berada pada suhu MLD yang relatif hangat yaitu berkisar

sesuai dengan pernyataan Adhitya (2012) yang menjelaskan bahwa distribusi Tuna

berada pada kisaran suhu 17

Gambar 27. Overlaycountourserta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

b. Musim Peralihan 1

Setelah dilakukan

Tuna pada Musim Peralihan 1 didapatka

38. Berdasarkan hasil visualisasi terlihat bahwa sebaran Tuna berada pada perairan di

luar WPP RI. Hal ini terlihat dari banyaknya sebaran Tuna yang berada di luar batas

garis merah yang merupakan batas WPP RI dan

Sebaran Tuna pada musim ini berada pada

117oBT. Hasil visualisasi ini juga menunjukkan bahwa pada Musim Peralihan 1 Ikan

Nugraha dan Nugroho (2013) juga menjelaskan bahwa pada saat matahari akan terbit

Tuna berada pada lapisan di atas termoklin atau MLD. Sebaran Tuna pada Musim

Barat berada pada suhu MLD yang relatif hangat yaitu berkisar antara 29

sesuai dengan pernyataan Adhitya (2012) yang menjelaskan bahwa distribusi Tuna

berada pada kisaran suhu 17 – 31oC.

Overlay Suhu MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Barat. countour menjelaskan suhu MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

b. Musim Peralihan 1

Setelah dilakukan plotting pada kedalaman dan suhu MLD dengan sebaran

Tuna pada Musim Peralihan 1 didapatkan hasil seperti pada Gambar 37 dan Gambar

38. Berdasarkan hasil visualisasi terlihat bahwa sebaran Tuna berada pada perairan di

luar WPP RI. Hal ini terlihat dari banyaknya sebaran Tuna yang berada di luar batas

garis merah yang merupakan batas WPP RI dan lebih mengarah ke Samudera Hindia.

Sebaran Tuna pada musim ini berada pada lintang 11oLS - 16oLS dan bujur 10

. Hasil visualisasi ini juga menunjukkan bahwa pada Musim Peralihan 1 Ikan

68

Nugraha dan Nugroho (2013) juga menjelaskan bahwa pada saat matahari akan terbit

Tuna berada pada lapisan di atas termoklin atau MLD. Sebaran Tuna pada Musim

antara 29oC. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Adhitya (2012) yang menjelaskan bahwa distribusi Tuna

Suhu MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Barat. Shaded suhu MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna

serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan

pada kedalaman dan suhu MLD dengan sebaran

n hasil seperti pada Gambar 37 dan Gambar

38. Berdasarkan hasil visualisasi terlihat bahwa sebaran Tuna berada pada perairan di

luar WPP RI. Hal ini terlihat dari banyaknya sebaran Tuna yang berada di luar batas

lebih mengarah ke Samudera Hindia.

LS dan bujur 105oBT -

. Hasil visualisasi ini juga menunjukkan bahwa pada Musim Peralihan 1 Ikan

Page 44: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

Tuna lebih banyak tersebar pada kedalaman MLD berkisar antara 50

sekitar 51 – 61 meter.

Gambar 28. Overlay1. Shaded countourmenjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Pada Musim Peralihan 1 juga terlihat bahwa sebaran Tuna berada suhu ML

yang relatif hangat yaitu pada kisaran 28,5

sesuai dengan kisaran suhu untuk distribusi Tuna yaitu 17

Sebaran Tuna pada musim ini memiliki luasan yang paling sempit dibandingkan

dengan musim lainnya meskipun kedalaman MLD pada musim ini bukan merupakan

kedalaman MLD yang paling dangkal. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang

mempengaruhi sebaran Tuna selain kedalaman dan suhu MLD, salah satunya adalah

oksigen. Berdasarkan Gambar 16b terlihat

Peralihan 1 memiliki nilai yang cukup rendah.

Tuna lebih banyak tersebar pada kedalaman MLD berkisar antara 50

61 meter.

Overlay Kedalaman MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Peralihan Shaded countour menjelaskan kedalaman MLD, titik hitam

menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Pada Musim Peralihan 1 juga terlihat bahwa sebaran Tuna berada suhu ML

yang relatif hangat yaitu pada kisaran 28,5 – 29oC (Gambar 37). Kisaran suhu ini

sesuai dengan kisaran suhu untuk distribusi Tuna yaitu 17 – 31

Sebaran Tuna pada musim ini memiliki luasan yang paling sempit dibandingkan

nnya meskipun kedalaman MLD pada musim ini bukan merupakan

kedalaman MLD yang paling dangkal. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang

mempengaruhi sebaran Tuna selain kedalaman dan suhu MLD, salah satunya adalah

oksigen. Berdasarkan Gambar 16b terlihat bahwa kandungan oksigen pada Musim

Peralihan 1 memiliki nilai yang cukup rendah.

69

Tuna lebih banyak tersebar pada kedalaman MLD berkisar antara 50 – 60 dbar atau

Tuna pada Musim Peralihan menjelaskan kedalaman MLD, titik hitam

menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis

Pada Musim Peralihan 1 juga terlihat bahwa sebaran Tuna berada suhu MLD

C (Gambar 37). Kisaran suhu ini

31oC (Adhitya 2012).

Sebaran Tuna pada musim ini memiliki luasan yang paling sempit dibandingkan

nnya meskipun kedalaman MLD pada musim ini bukan merupakan

kedalaman MLD yang paling dangkal. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang

mempengaruhi sebaran Tuna selain kedalaman dan suhu MLD, salah satunya adalah

bahwa kandungan oksigen pada Musim

Page 45: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

70

Gambar 29. Overlay Suhu MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Peralihan 1. Shaded countour menjelaskan suhu MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

c. Musim Timur

Setelah dilakukan plotting overay pada kedalaman dan suhu MLD dengan

sebaran Tuna pada Musim Timur didapatkan hasil seperti Gambar 39 dan Gambar 40.

Sebaran Tuna pada musim ini berada pada lintang 10oLS – 18oLS dan bujur 105oBT –

119oBT dan daerah sebarannya lebih banyak berada pada batas luar WPP RI yang

dibatasi oleh garis merah. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa pada Musim Timur,

Tuna lebih banyak tersebar pada kedalaman MLD 70 – 90 dbar atau sekitar 71,39 –

91,79 meter dengan luasan sebaran Tuna yang lebih luas dibandingkan dua musim

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan MLD maka semakin

luas pula wilayah penyebaran Tuna.

Page 46: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

71

Gambar 30. Overlay Kedalaman MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Timur. Shaded countour menjelaskan kedalaman MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Pada Musim Timur juga terlihat bahwa pada kisaran suhu MLD yang lebih

rendah dibandingkan dua musim sebelumnya yakni berkisar antara 26,5 - 27oC,

sebaran Tuna terlihat semakin banyak. Rendahnya suhu MLD pada musim ini diduga

diakibatkan adanya upwelling, yang mengakibatkan suhu dingin lapisan dalam

terbawa hingga lapisan MLD. Naiknya suhu dari lapisan dalam ini juga diikuti oleh

naiknya unsur hara dan nutrien ke lapisan MLD, sehingga lapisan MLD menjadi

subur. Hal inilah yang menyebabkan sebaran Tuna di lapisan MLD pada Musim

Timur memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan musim-musim lainnya.

Page 47: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

72

Gambar 31. Overlay Suhu MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Timur. Shaded countour menjelaskan suhu MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

d. Musim Peralihan 2

Pengolahan data overlay antara kedalaman MLD dengan sebaran Tuna serta

suhu MLD dengan sebaran Tuna menghasilkan visuaslisasi seperti Gambar 41 dan

Gambar 42. Sebaran Tuna lebih banyak tersebar pada daerah luar WPP RI meskipun

masih ada yang berada di daerah WPP RI. Sebaran Tuna pada musim ini berada pada

koordinat 10oLS – 18oLS dan 106oBT – 118oBT. Berdasarkan hasil visualisasi

menunjukan bahwa pada Musim Peralihan 2, Tuna lebih banyak tersebar pada MLD

dengan kedalaman 50 – 60 dbar atau 51 - 61 meter. Kedalaman MLD pada musim ini

menurun dibandingkan dengan Musim Timur dan hal ini sebanding dengan luas

sebaran Tuna yang juga menurun.

Page 48: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

73

Gambar 32. Overlay Kedalaman MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Peralihan 2. Shaded countour menjelaskan kedalaman MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Pada Musim Peralihan 2 juga terlihat bahwa sebaran Tuna berada pada MLD

dengan suhu berkisar antara 26 – 27oC. Kisaran suhu ini cocok untuk daerah hidup

Yellowfin Tuna (Kawai 1967 dalam Abdulkadir 2010). Berdasarkan grafik hasil

tangkapan Tuna (Gambar 32) terlihat bahwa Yellowfin Tuna paling banyak ditemukan

pada Musim Peralihan 2. Pada musim ini terlihat bahwa sebaran Tuna juga terdapat

pada suhu MLD mencapai 29oC yang berada di sekitar perairan dekat pulau Sumba.

Hal ini masih mungkin terjadi karena Tuna masih dapat bertahan hidup pada perairan

dengan suhu mencapai 31oC.

Page 49: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air ...media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090005_4_5723.pdf · Hal ini disebabkan karena pada Musim Barat posisi matahari berada

74

Gambar 33. Overlay Suhu MLD dengan Sebaran Tuna pada Musim Peralihan 2. Shaded countour menjelaskan suhu MLD, titik hitam menjelaskan sebaran tuna serta garis merah menandakan batas garis wilayah pengelolaan perikanan (WPP)