bab iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum lokasi...

16
34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bira Besar termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Harapan yang merupakan salah satu kawasan dari TNKpS dengan luas pulau 29 ha. Pulau Bira Besar memiliki keunikan dibandingkan pulau-pulau lainnya pada wilayah TNKpS karena masuk kedalam dua zona, yaitu Zona Inti pada bagian utara dan Zona Pemanfaatan pada bagian lainnya (Lampiran 2) yang dibatasi oleh pelampung yang berjumlah 8 buah sebagai tanda pemisah antara Zona Inti dan Zona Pemanfaatan (Gambar 7). Gambar 7. Tanda Wilayah Zona Inti III Kondisi pantai pulau Bira Besar dimulai dengan pantai berpasir halus yang diikuti dengan campuran pasir kasar dan pecahan karang, kemudian diikuti oleh daerah pertumbuhan alga yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi berbagai jenis alga. Pada daerah tubir didominasi oleh karang marga Porites berukuran besar (Aziz dan Darsono 1988 dalam P2O-LIPI 2000). Tipe terumbu karang di Pulau Bira Besar adalah tipe terumbu karang tepi (fringing reef) dengan beragam kontur dari landai hingga membentuk slope. Fringing reef adalah terumbu karang yang tumbuh di tepi suatu pulau atau di tepi sepanjang pantai yang luas menghadap langsung ke laut (Thamrin 2006). Fasilitas yang ada di Pulau Bira Besar terbilang sangat mewah karena tardapat lapangan golf dengan 9 hole, kolam renang, helipad dan 20 cottage.

Upload: lecong

Post on 26-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pulau Bira Besar termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Harapan yang

merupakan salah satu kawasan dari TNKpS dengan luas pulau 29 ha. Pulau Bira

Besar memiliki keunikan dibandingkan pulau-pulau lainnya pada wilayah TNKpS

karena masuk kedalam dua zona, yaitu Zona Inti pada bagian utara dan Zona

Pemanfaatan pada bagian lainnya (Lampiran 2) yang dibatasi oleh pelampung

yang berjumlah 8 buah sebagai tanda pemisah antara Zona Inti dan Zona

Pemanfaatan (Gambar 7).

Gambar 7. Tanda Wilayah Zona Inti III

Kondisi pantai pulau Bira Besar dimulai dengan pantai berpasir halus yang

diikuti dengan campuran pasir kasar dan pecahan karang, kemudian diikuti oleh

daerah pertumbuhan alga yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi

berbagai jenis alga. Pada daerah tubir didominasi oleh karang marga Porites

berukuran besar (Aziz dan Darsono 1988 dalam P2O-LIPI 2000). Tipe terumbu

karang di Pulau Bira Besar adalah tipe terumbu karang tepi (fringing reef) dengan

beragam kontur dari landai hingga membentuk slope. Fringing reef adalah

terumbu karang yang tumbuh di tepi suatu pulau atau di tepi sepanjang pantai

yang luas menghadap langsung ke laut (Thamrin 2006).

Fasilitas yang ada di Pulau Bira Besar terbilang sangat mewah karena

tardapat lapangan golf dengan 9 hole, kolam renang, helipad dan 20 cottage.

35

35

Namun kondisinya saat ini hampir semua fasilitas itu tidak lagi terpakai, hanya 8

cottage yang berfungsi sebagai tempat penginapan bagi para pengunjung (Jowo

2012). Selain itu terdapat dua dermaga sebagai tempat bersandar kapal yaitu pada

sisi selatan pulau yang saat ini sudah kurang layak karena tidak terawat,

sedangkan dermaga pada bagian barat pulau yang langsung berhadapan dengan

kawasan Zona Inti III masih dapat dikatakan layak dan langsung menuju ke lokasi

penginapan di Pulau Bira Besar.

4.2 Kondisi Kualitas Perairan

Kondisi kualitas perairan di Pulau Bira Besar memiliki perbedaan di

masing-masing stasiun yang tidak terlalu signifikan (Lampiran 3 Tabel 4). Suhu

permukaan air laut berkisar 29˚C-30,5˚C. Suhu tertinggi terdapat di stasiun 2

(utara), sedangkan suhu terendah terdapat pada stasiun 5 (selatan) (Tabel 4).

Menurut Nybakken (1992) perkembangan terumbu karang yang optimal terjadi di

perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25°C, terumbu karang dapat

mentoleransi suhu 36-40°C. Data suhu perairan menunjukan bahwa di lokasi

penelitian masih mendukung pertumbuhan terumbu karang yang berada pada

perairan Pulau Bira Besar.

Hasil pengukuran kedalaman dengan menggunakan secchi disk di tiap

stasiun menunjukan kecerahan berkisar antara 4,75m-6,50m, dimana nilai

tertinggi berada pada stasiun 3 (6,5m). Hal ini disebabkan karena sedang terjadi

angin barat sehingga pada bagian timur pulau terlindungi dari arus dan laju

sedimentasi yang mengindikasikan adanya perubahan kemampuan penetrasi

cahaya matahari yang dapat dipengaruhi oleh suspensi dalam air (lumpur) akibat

pengaruh musim.

Tingkat salinitas yang didapat pada setiap stasiun berkisar antara 30,5-31,7

ppt dimana tidak terjadi perbedaan yang cukup tinggi di tiap stasiun dan nilai

tersebut termasuk dalam kondisi baik bagi pertumbuhan karang. Salinitas

optimum bagi kehidupan karang berkisar antara 30-35‰ (Romimohtarto dan

Juwana 2007).

36

36

Tabel 4. Data Kualitas Perairan tiap Stasiun

Parameter Stasiun

1 2 3 4 5 6

Suhu(°C) 30 30,5 30 30 29,5 30

Kecerahan Perairan (m) 4,75 5,95 6,50 5,95 6,00 5,00

Kedalaman Perairan (m) 6,60 7 7 6,30 7 5,90

Salinitas (‰) 31,2 30,8 30,80 31,70 30,50 30,80 Kecepatan Arus

(m/detik) 0,35 0,27 0,19 0,18 0,25 0,31

Keterangan Stasiun 1 : Barat (Zona Pemanfaatan)

Stasiun 2 : Utara (Zona Inti III)

Stasiun 3 : Timur (Zona Inti III)

Stasiun 4 : Timur (Zona Pemanfaatan)

Stasiun 5 : Selatan (Zona Pemanfataan)

Stasiun 6 : Barat (Zona Pemanfaatan)

Kecepatan arus permukaan di tiap stasiun berkisar antara 0,18-0,35

m/detik. Kecepatan arus pada stasiun 1 dan 6 yaitu 0,35 m/detik dan 0,31 m/detik

sedangkan stasiun 3 dan 4 yaitu 0,19 m/detik dan 0,18 m/detik. Hal ini

dikarenakan sedang terjadi angin barat sehingga untuk stasiun 1 dan 6 yang

berada pada bagian barat pulau tidak terlindungi dari pengaruh angin barat

sedangkan untuk stasiun 3 dan 4 terlindungi oleh pengaruh angin barat karena

terhalang oleh pulau. Arus dapat berdampak positif yaitu membawa nutrien dan

bahan-bahan organik yang dibutuhkan oleh karang dan zooxanthellae serta juga

dapat berdampak negatif yaitu menyebabkan sedimentasi yang dapat

mengakibatkan kematian karang (Romimohtarto dan Juwana 2007). Hal ini

dibuktikan dengan tutupan karang pada stasiun 1 dan 6 yang berada pada bagian

Barat Pulau Bira Besar hanya sebesar 24,68% dan 30,08% yang disebabkan oleh

angin barat sehingga menyebabkan tingginya laju sedimentasi di perairan Pulau

Bira Besar yang berada pada bagian Barat Pulau. Sedangkan pada stasiun 3 yang

berada pada bagian Timur Pulau Bira Besar memiliki tutupan karang yang

tertinggi sebesar 42,68% karena terlidung dari laju sedimentasi.

37

37

4.3 Kondisi Tutupan Karang Hidup

Komposisi substrat dasar perairan Pulau Bira Besar di tiap stasiun terdiri

dari karang hidup, biotik non-coral, alga, abiotik dan karang mati. Adapun

persentase tutupan karang hidup berkisar antara 24,68%-42,09% sedangkan hasil

dari survei yang dilakukan oleh TERANGI (2009) persentase tutupan karang pada

bagian Barat perairan Pulau Bira Besar sebesar 39%., persentase tutupan biotik

non-coral berkisar antara 3,52%-6,21%, persentase tutupan alga berkisar antara

0%-5,69%, sedangkan persentase tutupan abiotik berkisar antara 2,51%-52,97%,

sedangkan untuk persentase tutupan karang mati berkisar antara 14,40%-46,19%

(Gambar 8).

Gambar 8. Grafik Persentase Tutupan Substrat Dasar Perairan Pada tiap Stasiun

Stasiun 1 memiliki persentase tutupan karang hidup terendah yaitu sebesar

24,68% dimana nilai tersebut termasuk dalam kategori buruk, sedangkan tutupan

karang mati sebesar 18,11%. Hal ini disebabkan karena lokasi pengamatan tepat

di depan dermaga Pulau Bira Besar dimana banyak terjadi aktifitas manusia. Hal

ini dibuktikan dengan tingginya tutupan rubble pada stasiun 1 sebesar 40,69%

dengan tutupan Sand sebesar 12,28%. Namun tidak ditemukannya alga pada

stasiun 1 dikarenakan sedang terjadi musim angin barat, dimana stasiun 1 berada

24

.68

33

.31

42

.09

32

.70

32

.43

30

.08

4.2

4

5.6

0

3.5

2

4.2

2

6.2

1

4.9

5

0 0.3

6

5.6

9

1.7

5

0.6

1

0.6

4

52

.97

46

.33

2.5

1

37

.89

43

.06

43

.91

18

.11

14

.40

46

.19

23

.43

17

.67

20

.41

1 2 3 4 5 6

Karang Hidup

Biotik Non-

Coral

Alga

Abiotik

Karang Mati

Stasiun Pengamatan

Tutu

pan

(%

)

60

50

40

30

20

10

0

38

38

pada bagian barat Pulau Bira Besar dan tidak terlindungi oleh pulau-pulau

disekitar dari laju sedimentasi dan nutrien yang terbawa oleh arus. Menurut

Silvitiani (2013) hal tersebut dapat terjadi karena adanya run off yang

mengakibatkan banyaknya sedimentasi dan nutrien yang masuk ke dalam perairan

(Gambar 8). Kondisi other fauna (OT) sebesar 3,73%, ini merupakan yang

tertinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan karena pada

stasiun 1 banyak terdapat ban bekas yang dibuang ke dasar laut (Gambar 9)

sebagai upaya untuk rumah ikan (rumpon), namun sayangnya tidak ramah

lingkungan karena ban bekas mengandung senyawa dioksin yang bisa meracuni

biota laut dan manusia yang mengkonsumsinya (Budiharso 2013).

Gambar 9. Ban Bekas Sebagai Rumpon pada Stasiun 1

Stasiun 2 memiliki persentase tutupan karang hidup sebesar 33,31% yang

termasuk kedalam kategori sedang. Tutupan karang mati sebesar 14,40%, dimana

nilai tersebut merupakan yang terendah dibandingkan stasiun lainnya. Persentase

tutupan substrat dasar perairan di dominasi oleh abiotic sebesar 46,33%. Hal ini

diduga karena letak stasiun 2 yang berada dekat dengan stasiun 1 yang

memungkinkan masih adanya aktifitas manusia seperti memancing, snorkling dan

diving bagi para pemula yang cenderung menginjak-injak substrak dasar perairan

serta penurunan jangkar kapal.

Persentase tutupan karang hidup pada stasiun 3 sebesar 42,09% dimana

nilai tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan stasiun lainnya dan

termasuk kategori sedang. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang terlindungi

39

39

dari arus dan laju sedimen oleh pulau dan gosong karang karena berada pada

bagian timur Pulau Bira Besar (Gambar 10). Tutupan alga sebesar 5,69% dan

tutupan karang mati sebesar 46,19% yang didominasi oleh dead coral algae

(DCA) atau karang mati akibat tertutup alga sebesar 39,35%, yang merupakan

angka tertinggi dibandingkan stasiun lainnya. Jompa & Mcbook (2003a)

menyebutkan bahwa ada tiga bentuk interaksi alga dengan karang hidup 1) kontak

langsung antara karang dan alga, 2) kompetisi memperebutkan ruang, dan 3)

kelangsungan untuk bertahan hidup. Ketiga bentuk interaksi tersebut bersifat

merugikan koloni karang. Hal ini menunjukan bahwa tingginya tingkat kematian

karang bukan disebabkan oleh aktifitas manusia, melainkan karena faktor alam,

dibuktikan dengan tutupan abiotic hanya sebesar 2,51% dimana nilai tersebut

merupakan yang terendah dibandingkan dengan stasiun lainnya (Gambar 8).

Gambar 10. Bagian Timur (Gosong Karang) Pulau Bira Besar

Stasiun 4 yang terletak di bagian timur Pulau Bira Besar memiliki tutupan

karang hidup sebesar 32,70% yang termasuk dalam kategori sedang, dengan

tutupan karang mati dari DCA sebesar 23,43% serta tutupan alga sebesar 1,75%,

Sedangkan untuk tutupan abiotic sebesar 37,89% yang didominasi oleh rubble

sebesar 35,09%. Hal ini diduga karena stasiun 4 yang berada pada Zona

Pemanfaatan yang difungsikan sebagai kegiatan wisata serta pengelolaan

tradisional (BTNKpS 2007) yang memungkinkan banyaknya aktifitas manusia.

Stasiun 5 memiliki tutupan karang hidup sebesar 32,43% yang termasuk

kategori sedang dimana jumlahnya tidak jauh berbeda dengan stasiun 4. Tutupan

40

40

karang mati sebesar 17,67% yang berasal dari DCA dimana tutupan alga sebesar

0,61%. Rendahnya jumlah tutupan alga dikarenakan letak dari stasiun 5 yang

terlindung oleh sisi Pulau Bira Besar (Lampiran 2) serta rendahnya arus dan

gelombang. Sedangkan untuk tutupan abiotic sebesar 43,06% yang dari rubble

sebesar 30,16%, sand sebesar 7,01% dan water (WA) sebesar 5,89%. Nilai (WA)

pada stasiun 5 merupakan yang tertinggi dari dibandingkan stasiun lainnya.

Tingginya jumlah (WA) pada stasiun 5 disebabkan karena kontur dasar perairan

adalah tubir sehingga banyak celah-celah yang dalam.

Stasiun 6 memiliki tutupan karang hidup sebesar 30,08% dimana nilai

tersebut merupakan yang terendah kedua setelah stasiun 1 namun masih termasuk

dalam kategori sedang. Hal ini diduga karena kondisi arus permukaan yang tinggi

(Tabel 5) serta lokasi pengamatan yang berdekatan dengan dermaga selatan Pulau

Bira Besar (Lampiran 2) dimana banyak terjadi aktifitas manusia. Hal ini

didukung dengan besarnya jumlah tutupan abiotic sebesar 43,91%. Sedangkan

untuk tutupan karang mati sebesar 20,41% yang berasal dari (DCA) serta tutupan

alga sebesar 0,64%. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tutupan alga

maka semakin tinggi tutupan karang mati yang diakibatkan oleh alga.

4.3.1 Indeks Kematian Karang

Nilai indeks kematian karang yang didapatkan dari perhitungan data

lapangan tiap stasiun (Lampiran 5) didapatkan perbedaan. Nilai indeks kematian

terumbu karang di (6) enam stasiun berkisar antara 0,30-0,52 (Gambar 11). Nilai

indeks kematian tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,523 stasiun ini berada

pada Zona Inti III yang menunjukan adanya perubahan yang berarti dari karang

hidup menjadi karang mati karena mendekati angka 1. Hal ini di duga karena letak

lokasi pengamatan yang berada di bagian timur Pulau Bira Besar terlindung dari

arus dan gelombang sehingga banyak ditumbuhi alga yang menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan larva karang. Hal ini juga di dukung oleh pernyataan

Bahtiar (2003) dalam Setyawan dkk (2011), bahwa tutupan alga yang lebat bisa

menghambat penempelan larva atau menurunkan kelulusan hidup rekruitmen

karang karena kompetisi ruang.

41

41

Pada Zona Pemanfaatan yang berada pada stasiun 1, 4, 5 dan 6 memiliki

nilai indeks kematian karang sebesar 0,42, 0,417, 0,352 dan 0,404 dimana nilai

tersebut menunjukan tidak adanya perubahan yang signifikan dari karang hidup

menjadi karang mati. Indeks kematian karang terendah terdapat pada stasiun 2

yang termasuk kedalam Zona Pemanfaatan sebesar 0,30 dimana nilai tersebut

menunjukan tidak adanya perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi

karang mati. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kondisi perairan di stasiun ini

memiliki kondisi yang baik secara lingkungan ataupun terjaga dari gangguan

manusia yang bersifat merusak seperti penangkapan ikan oleh nelayan secara

ilegal dan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Gambar 11. Grafik Indeks Kematian Karang tiap Stasiun

Nilai indeks kematian karang pada perairan Pulau Bira Besar memiliki

rata-rata 0,40 yang menunjukkan adanya nilai perubahan tetapi tidak terlalu

berarti. Seperti halnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2012) bahwa

indeks kematian tertinggi juga berada pada wilayah Zona Inti I TNKpS yang

terletak di Pulau Gosong Rengat sebesar 0,587 yang menggambarkan adanya

indikasi perubahan pada karang hidup. Masih dalam Faizal (2012) yang

menyatakan Pengawasan di Zona Inti dan Zona Perlindungan harus ditingkatkan

karena cenderung mengalami kerusakan.

0.42

0.30

0.52

0.417

0.352

0.40

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3 STASIUN 4 STASIUN 5 STASIUN 6

Indeks Kematian Karang

42

42

4.4 Kelimpahan Ikan Karang Target

Hasil pengamatan dari (6) enam stasiun di perairan Pulau Bira Besar

ditemukan 13 jenis dari 4 famili ikan karang target yaitu Lethrinidae, Lutjanidae,

Scaridae dan Serranidae sebanyak 196 individu (2100m2)-1

(Lampiran 6). Secara

keseluruhan kelimpahan ikan karang target pada Zona Inti III sebanyak 84

individu (700m2)-1

dan 112 individu (1400m2)-1

pada Zona Pemanfaatan. Jenis

ikan terbanyak yang ditemukan adalah famili Scaridae sebanyak 5 jenis yaitu

Chlorurus sordidus, Scarus ghobban, Scarus niger, Scarus rivulatus dan Scarus

quoyi dengan jumlah kelimpahan 124 individu (2100m2)-1

. Tingginya jumlah ikan

famili Scaridae yang ditemukan karena ikan karang ini merupakan ikan yang

umumnya aktif pada siang hari (diurnal) (Allen 1997). Hal ini juga disebabkan

karena ikan dari famili Scaridae merupakan pemakan alga yang berada di dalam

rangka karang (Nybakken 1992) serta didukung oleh tingginya tutupan alga yang

menutupi karang pada tiap stasiun (Lampiran 4).

Kelimpahan ikan pada stasiun 1 sebanyak 18 individu (350m2)-1

(Gambar

12) yang termasuk kategori rendah. Kelimpahan ikan di stasiun 1 terdiri dari 3

famili merupakan yang terendah dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini diduga

karena rendahnya tutupan karang hidup yang hanya sebesar 24,68%, sehingga

menyebabkan rendahnya kelimpahan ikan karang target yang ditemukan. Ikan

terbanyak ditemukan dari famili Scaridae sebanyak 10 individu (350m2)-1

sedangkan jumlah yang paling sedikit ditemukan dari famili Serranidae sebanyak

3 individu (350m2)-1

. Famili Lutjanidae tidak ditemukan pada stasiun 1, hal ini di

duga karena rendahnya tutupan karang hidup pada stasiun 1 yaitu sebesar 24,68%,

dimana famili Lutjanidae menjadikan terumbu karang sebagai tempat tinggal dan

mencari makan (Setiawan 2010).

43

43

Gambar 12. Grafik Kelimpahan Ikan Karang Target

Stasiun 2 ditemukan 3 famili yang terdiri dari 7 jenis ikan dengan jumlah

33 individu (350m2)-1

yang termasuk kategori rendah. Jumlah tertinggi di dapat

dari famili Scaridae sebanyak 26 individu (350m2)-1

dan jumlah terendah dari

famili Serranidae sebanyak 1 individu (350m2)-1

. Menurut Setiapermana (1996)

famili Serranidae merupakan ikan yang aktif mencari makan di malam hari

(noctunal), namun faktor manusia juga bisa menjadi ancaman yang berarti bagi

kelimpahan ikan serta tutupan karang hidup seperti kegiatan penangkapan karena

harganya yang cukup tinggi, sedangkan famili Lethrinidae tidak ditemukan,

menurut TERANGI (2004) ikan dari famili Lethrinidae sering ditemukan pada

pasir dan patahan karang pada daerah tubir serta memiliki cara makan karnivora

dengan memakan bermacam hewan pada pasir dan patahan karang tersebut,

sedangkan pada stasiun 2 tutupan pasir hanya sebesar 2,45%.

Stasiun 3 memiliki kelimpahan ikan sebanyak 51 individu (350m2)-1

dari 4

famili dimana jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan

stasiun lainnya walaupun masih termasuk kategori rendah. Kelimpahan ikan di

stasiun 3 di dominasi oleh famili Scaridae sebanyak 31 individu (350m2)-1

dan

yang terendah dari famili Lethrinidae sebanyak 2 individu (350m2)-1

. Famili

Serranidae ditemukan 6 individu (350m2)-1

dimana angka tersebut merupakan

5

0 2

0 2 3

0

6

12 11 9

2

10

26

31

26

19

12

3 1

6 5

2 3

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6

Lethrinidae

Lutjanidae

Scaridae

Serranidae

Stasiun Pengamatan

Kel

impah

an i

nd(3

50m

2)-1

Kelimpahan Ikan Karang Target

44

44

yang tertinggi dibandingkan pada stasiun lainnya. Famili Lutjanidae ditemukan

sebanyak 12 individu (350m2)-1

, merupakan angka tertinggi dibandingkan pada

stasiun lainnya. Hal ini di duga karena tingginya persentase tutupan karang hidup

sebesar 42,09%, dimana ikan dari famili Serranidae dan Lutjanidae menjadikan

terumbu karang sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Setiawan 2010).

Pada stasiun 4 ditemukan sebanyak 7 jenis ikan dari 3 famili dengan

jumlah kelimpahan 42 individu (350m2)-1

yang termasuk kategori rendah. Jumlah

terbesar ditemukan dari famili caridae sebanyak 26 individu (350m2)-1

, jumlah

terendah di dapat dari famili Serranidae sebanyak 5 individu (350m2)-1

. Untuk

famili Lethrinidae tidak ditemukan pada stasiun 4 sama seperti stasiun 2 karena

rendahnya tutupan pasir yang menjadi habitat ikan famili ini hanya sebesar 2,80%

sehingga sedikitnya ketersediaan makanan bagi ikan famili tersebut.

Stasiun 5 ditemukan sebanyak 32 individu (350m2)-1

dari 4 famili yang

termasuk kategori rendah. Jumlah tertinggi terdapat pada famili Scaridae 19

individu (350m2)-1

sedangkan jumlah terendah terdapat pada famili Lethrinidae

dan Serranidae masing-masing 2 individu (350m2)-1

. Hal ini di duga karena faktor

manusia yang menjadi ancaman bagi kelimpahan ikan serta tutupan karang hidup

seperti kegiatan penangkapan. Sedangkan untuk famili Lutjanidae memiliki

kelimpahan sebanyak 9 individu (350m2)-1

.

Kelimpahan ikan karang target pada stasiun 6 yang berada pada bagian

barat Pulau Bira Besar memiliki tutupan karang sebesar 30,08% ditemukan 7 jenis

ikan dari 4 famili dengan jumlah kelimpahan 20 individu (350m2)-1

yang termasuk

kategori rendah. Kelimpahan ikan pada stasiun 1 di dominasi dari famili Scaridae

sebanyak 12 individu (350m2)-1

dan yang terendah didapat dari famili Lutjanidae

sebanyak 2 individu (350m2)-1

. Ikan famili Lethrinidae dan Serranidae masing-

masing ditemukan sebanyak 3 individu (350m2)-1

.

4.5 Hubungan Kondisi Karang Hidup dengan Kelimpahan Ikan Karang

Target

Hubungan kondisi karang hidup dengan kelimpahan ikan karang target

dihitung menggunakan persamaan Analisis Korelasi Sederhana (Lampiran 9).

45

45

Hasil analisis korelasi tutupan karang hidup dengan famili ikan karang target

menunjukkan hubungan yang sangat kuat (Tabel 5). Kuat tidaknya hubungan

dapat dilihat dengan koefisien determinasi KD yang nilainya berkisar antara

27,1%-81,9%.

Tabel 5. Hubungan Kondisi Karang Hidup dengan Kelimpahan Ikan Karang

Target

Ikan karang target tertinggi dilihat dari nilai KD yaitu ikan dari famili

Scaridae sebesar 77% dan yang paling rendah adalah ikan dari famili Lethrinidae

sebesar 27,1%. Secara keseluruhan kelimpahan kelompok ikan karang target yang

dipengaruhi oleh tutupan karang hidup memiliki nilai KD sebesar 81,9% yang

menunjukan hubungan yang positif (Gambar 13) dan termasuk kategori sangat

kuat, yang sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Gambar 13. Grafik Analisis Regresi Linier antara Hubungan Tutupan Karang

Hidup dengan Kelimpahan Ikan Karang Target

Y = -33.249 + 2.0252X

R² = 0.8192

0

10

20

30

40

50

60

0 10 20 30 40 50

Jum

lah (

ind)

Tutupan Karang Hidup (%)

Ikan Karang Target

Kelompok Ikan

Karang Target r r

2 KD Keterangan

Lethrinidae 0.520 0.271 27.1% Rendah

Lutjanidae 0.831 0.691 69.1% Kuat

Scaridae 0.877 0.770 77% Kuat

Serranidae 0.523 0.274 27.4% Rendah

Ikan Karang Target 0.905 0.819 81.9% Sangat Kuat

46

46

Ikan dari famili Lethrinidae memiliki nilai KD sebesar 27,1% yang

menunjukan hubungan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan

Lethrinidae adalah negatif dan rendah. Dikatakan negatif karena hasil dari analisis

regresi linier turun dan dikatakan memiliki hubungan yang rendah antara tutupan

karang hidup dengan kelimpahan ikan famili Lethrinidae karena nilai KD hanya

sebesar 27,1% (Gambar 14).

Gambar 14. Grafik Analisis Regresi Linier antara Hubungan Tutupan Karang

Hidup dengan Kelimpahan Ikan Famili Lethrinidae

Menurut Setiawan 2010 ikan dari famili Lethrinidae memiliki pola hidup

yang menyendiri (soliter) sehingga jarang ditemukan dalam jumlah yang banyak.

Serta sering ditemukan dalam daerah berpasir dan patahan karang (rubble) karena

memiliki cara makan karnivora dengan memakan berbagai macam hewan di pasir

dan patahan karang (TERANGI 2004). Hal ini di dukung dengan kelimpahan ikan

Lethrinidae yang paling banyak ditemukan yaitu pada staisun 1 dan 6 karena

memiliki jumlah tutupan pasir dan patahan karang yang tinggi (Lampiran 6).

Nilai KD dari famili Lutjanidae sebesar 69,1% yang menunjukan

hubungan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan Lutjanidae adalah

positif dan kuat (Gambar 15). Besarnya nilai KD dari famili Lutjanidae diduga

karena tingginya jumlah yang ditemukan yaitu sebanyak 40 individu (2100m2)-1

.

Hal ini disebabkan karena kebanyakan ikan dari famili Lutjanidae biasa hidup

bergerombol (schooling) serta menjadikan terumbu karang sebagai tempat tinggal

Y = 7.6878 + (-0.1747X)

r² = 0.2709

0

1

2

3

4

5

6

0 10 20 30 40 50

Jum

lah (

ind

)

Tutupan Karang Hidup (%)

Lethrinidae

47

47

dan mencari makan (Setiawan 2010). Pola makan ikan famili Lutjanidae juga

dapat mempengaruhi kuatnya hubungan dengan tutupan karang hidup. Dimana

ikan ini merupakan tipe karnivora pemakan ikan-ikan berukuran kecil dan

crustacean serta sebagai pemakan plankton (plankton feeders) (TERANGI 2004).

Gambar 15. Grafik Analisis Regresi Linier antara Hubungan Tutupan Karang

Hidup dengan Kelimpahan Ikan Famili Lutjanidae

Dimana ikan-ikan kecil menjadikan terumbu karang sebagai tempat

berlindung, oleh karena itu banyak ditemukan ikan famili Lutjanidae berada pada

perairan yang memiliki jumlah tutupan karang yang tinggi. Hal ini di dukung

dengan tingginya jumlah ikan famili Lutjanidae yang ditemukan pada stasiun 3

yang memiliki tutupan karang tertinggi yaitu sebesar 42,09% sebanyak 12

individu (350m2)-1

, sedangkan pada stasiun 1 yang memiliki tutupan karang

terendah yaitu sebesar 24,68% tidak ditemukan ikan dari famili Lutjanidae.

Famili Scaridae memiliki nilai KD sebesar 77% yang menunjukan

hubungan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan Scaridae adalah

positif dan kuat (Gambar 16) dimana nilai tersebut merupakan yang tertinggi

dibandingkan dengan nilai KD pada ikan lainnya. Kuatnya hubungan antara

tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan famili Scaridae disebabkan karena

ikan famili Scaridae merupakan ikan yang umumnya aktif pada siang hari

(diurnal) (Allen 1997).

Y = - 16.723 + 0.7186X

r² = 0.6909

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 10 20 30 40 50

Jum

lah

(in

d)

Tutupan Karang Hidup (%)

Lutjanidae

48

48

Gambar 16. Grafik Analisis Regresi Linier antara Hubungan Tutupan Karang

Hidup dengan Kelimpahan Ikan Famili Scaridae

Menurut Setyawan (2010) ikan dari famili Scaridae sering dijumpai di

daerah patahan karang hingga karang yang sehat. Hal ini didukung dengan jumlah

ikan famili Scaridae yang ditemukan berjumlah 124 individu (2100m2)-1

yang

menunjukan bahwa ikan famili Scaridae keberadaannya merata pada semua

stasiun. Positif dan kuatnya hubungan tutupan karang hidup dengan kelimpahan

ikan famili Scaridae juga dapat dilihat dari kesukaan makanannya yang

mengkonsumsi alga (Nybakken 1992). Jumlah tutupan alga (DCA) yang jumlah

tutupannya melimpah pada semua stasiun (Lampiran 4).

Nilai KD dari famili Serranidae sebesar 27,4% yang menunjukan

hubungan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan Serranidae adalah

positif dan rendah. Dikatakan positif karena bentuk grafik dari hasil analisis

regresi linier naik ke atas (linier) (Gambar 17) dan dikatakan rendah karena nilai

koefisien determinasi yang didapat hanya sebesar 27,4%. Rendahnya nilai KD

pada ikan famili Serranidae diduga karena hidupnya yang menyendiri (soliter) dan

bersembunyi di gua-gua karang dan aktif mencari makan di malam hari

(TERANGI 2004). Rendahnya nilai KD yang didapat juga dapat diakibatkan oleh

aktifitas manusia seperti penangkapan. Hal ini diduga karena harga jual yang

tinggi dari ikan famili Serranidae yang menyebabkan banyaknya masyarakat lokal

yang mencari ikan famili Serranidae selain dari kegiatan budidaya perikanan,

Y = - 21.936 + 1.3089X

r² = 0.7698

0

5

10

15

20

25

30

35

0 10 20 30 40 50

Jum

lah

(in

d)

Tutupan Karang Hidup (%)

Scaridae

49

49

sehingga sedikitnya ketersediaan jumlah ikan famili Serranidae yang berada di

alam.

Gambar 17. Grafik Analisis Regresi Linier antara Hubungan Tutupan Karang

Hidup dengan Kelimpahan Ikan Famili Serranidae

Hasil analisis regresi linier yang didapat antara tutupan karang hidup

dengan kelimpahan ikan karang target menunjukan bahwa tidak idealnya rata-rata

persentase tutupan karang hidup sebesar 32,55% dengan rata-rata kelimpahan ikan

karang target sebanyak 33 individu (350m2)-1

. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan

transplantasi, monitoring karang yang berkelanjutan serta penetapan kawasan

yang ideal agar mendapatkan kelimpahan ikan karang target yang ideal yaitu

dengan rata-rata nilai persentase tutupan karang sebesar 50,98% pada perairan

Pulau Bira Besar.

Y = - 2.2774 + 0.1724X

r² = 0.2737

0

1

2

3

4

5

6

7

0 10 20 30 40 50

Jum

lah

(in

d)

Tutupan Karang Hidup (%)

Serranidae