4. hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/bab iv.pdf · 4....

46
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7 0 43’ – 8 0 46’ Lintang Selatan (LS) dan 113 0 53’ – 114 0 38’ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2010): 1. Sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso 2. Sebelah timur : Selat Bali 3. Sebelah selatan : Samudra Indonesia 4. Sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso Wilayah yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudra Hindia, menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah yang potensi di bidang perikanan dan merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur. Kecamatan Muncar umumnya memiliki kondisi topografi dataran rendah, berdasarkan klasifikasi wilayah tanah usaha Kecamatan Muncar memiliki ketinggian 0 – 50 meter diatas permukaan laut dan merupakan daerah Kecamatan pantai di Kabupaten Banyuwangi. Dilihat dari kondisi fisik wilayah, Kecamatan Muncar merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan berkisar atara 0 – 8 %. Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar Banyuwangi adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang pada awalnya pernah menjadi Daerah Kerja Khusus Perikanan Muncar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1984. Pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 24 Tahun 1993 menjadi Badan Pengelola

Upload: others

Post on 13-Dec-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7043’ – 8046’ Lintang

Selatan (LS) dan 113053’ – 114038’ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2010):

1. Sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso

2. Sebelah timur : Selat Bali

3. Sebelah selatan : Samudra Indonesia

4. Sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso

Wilayah yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi

tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudra Hindia, menjadikan Kabupaten

Banyuwangi daerah yang potensi di bidang perikanan dan merupakan salah satu

daerah perikanan utama di Jawa Timur.

Kecamatan Muncar umumnya memiliki kondisi topografi dataran rendah,

berdasarkan klasifikasi wilayah tanah usaha Kecamatan Muncar memiliki

ketinggian 0 – 50 meter diatas permukaan laut dan merupakan daerah Kecamatan

pantai di Kabupaten Banyuwangi. Dilihat dari kondisi fisik wilayah, Kecamatan

Muncar merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan berkisar atara 0 –

8 %.

Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar Banyuwangi adalah

Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang

pada awalnya pernah menjadi Daerah Kerja Khusus Perikanan Muncar

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa

Timur Nomor 15 Tahun 1984.

Pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan

Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 24 Tahun 1993 menjadi Badan Pengelola

Page 2: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

54

Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI) Muncar. Berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 12/MK/2004 Muncar ditingkatkan

statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai

(PPP), kemudian menjadi Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPPP)

Muncar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Timur Nomor : 061/6614/116.01/2010.Berdasarkan Peraturan

Gubernur Jawa Timur Nomor 31 Tahun 2014 UPPPP berubah menjadi Unit

Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan (UPT PP) Muncar.

Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar berada di Desa

Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Kecamatan Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 08º 10’ – 08º 50’ LS atau 114º

15’ – 115º 15’ BT yang mempunyai teluk bernama Teluk Pangpang, mempunyai

luas wilayah 146.707 Ha dengan panjang pantai 13 km dan pendaratan ikan

sepanjang 4,5 km. Jarak Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Muncar

dengan kantor Kecamatan 2 km, dengan ibukota Kabupaten 37 km, dan dengan

ibukota Provinsi 332 km.

4.1.2 Alat Tangkap dan Komposisi Hasil Tangkapan di Lokasi Penelitian

4.1.2.1 Alat Tangkap Gillnet

Ikan tembang (S. fimbriata) di daerah Muncar ditangkap menggunakan alat

tangkap jaring insang (gillnet). Gillnet yang digunakan adalah jenis gillnet

permukaan atau memiliki nama daerah jaring setet. Kapal yang digunakan adalah

kapal dengan kekuatan rata-rata 3 GT, dengan ABK 1-2 orang dengan alat bantu

lampu petromak sebagai penerangan saat operasi penangkapan dilakukan.

Berikut merupakan jumlah alat tangkap gillnet pada 5 tahun terakhir.

Page 3: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

55

Gambar 5. Grafik jumlah alat tangkap gillnet di Muncar, Banyuwangi

Konstruksi umum alat tangkap gillnet permukaan (jaring setet) yaitu

memiliki panjang 60 m dan dalam 10,5 m serta memiliki mesh size 1 − 11

4 inch

dengan memakai bahan nilon berdiameter 3

4. Tali temali pada gillnet terdiri dari tali

ris atas dengan panjang 60 m, diameter 3 mm, tali pelampung dengan panjang 70

m, diameter 3 mm, tali ris bawah memiliki panjang 60 m dengan diameter 8 mm,

dan tali pemberat yang memiliki panjang 70 m dengan diameter 3 mm.

Alat tangkap gillnet permukaan menggunakan pelampung yang terbuat dari

jerigen yang berbahan plastik dengan jarak antar pelampung satu dengan

pelampung lainnya yaitu 15 m atau berjumlah 4 buah, serta dengan menggunakan

pelampung yang terbuat dari gabus dengan jarak 1 m, selain itu menggunakan

pemberat yang terbuat dari bahan semen cor yang memiliki berat masing-masing

0,3 kg dengan jarak antar pemberat satu dengan yang lainnya yaitu 1 m.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Kapal gillnet; (b) proses pengambilan ikan tembang dari jaring

Hasil tangkapan utama alat tangkap gillnet permukaan adalah ikan

tembang (S. fimbriata) dengan hasil tangkapan sampingan berupa ikan kembung

679 674 624 624

2600

200

400

600

800

2012 2013 2014 2015 2016

Jum

lah

(U

nit

)

Tahun

Page 4: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

56

(Rastrelliger spp), belanak (Valamugil seheli) dan lain-lain. Produksi hasil

tangkapan gillnet di UPT PP Muncar pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Grafik produksi alat tangkap gillnet tahun 2016 di UPT PP Muncar

4.1.2.2 Alat Tangkap Purse Seine

Saat ini alat penangkap ikan yang aktif di operasikan di UPT PP Muncar

adalah alat tangkap purse seine. Purse seine di UPT PP Muncar terdapat dua

macam yaitu Purse seine dan mini purse seine yang biasa disebut dengan gardan.

Purse seine merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk ikan pelagis yang

suka bergerombol seperti lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella spp),

kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus russelli), tongkol (Euthynnus

affinis). Pada satu operasi penangkapan purse seine dapat menangkap beberapa

jenis ikan-ikan pelagis tertentu. Berikut merupakan grafik jumlah alat tangkap

purse seine serta produksi hasil tangkapan kapal purse seine di UPT PP Muncar.

Gambar 8. Grafik jumlah alat tangkap purse seine

0

20

40

60

80

TEMBANG BELANAK SELAR KEMBUNG LAIN-LAIN

78.43

22.118

42.7736.81

3.76Jum

lah

(To

n)

207203

190 190 190180

190

200

210

2012 2013 2014 2015 2016

Jum

lah

(u

nit

)

Tahun

Page 5: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

57

Gambar 9. Grafik hasil tangkapan kapal purse seine

Kapal purse seine di UPT PP Muncar memiliki 2 jenis yaitu purse seine

dengan satu kapal dan purse seine dengan dua kapal. Kapal penangkap tipe dua

kapal yaitu kapal jaring dan kapal pemburu. Kapal purse seine di Muncar memiliki

ukuran rata-rata panjang 23 m, lebar 5,5 m dan dalam 2,5 m serta dilengkapi

dengan mesin 300 PK, sedangkan jaring purse seine di Muncar memiliki ukuran

panjang antara 210-500 m, dan dalam antara 60-70 m, serta ukuran mata jaring 1

inch untuk badan jaring dan 0,75 inch untuk bagian yang berbentuk kantong.

Pengoperasian alat tangkap purse seine diperluhkan antara 39-47 orang ABK.

(a) (b)

Gambar 10. (a) Kapal gardan; (b) kapal purse seine

4.1.3 Produksi Ikan Tembang di Lokasi Penelitian

Produksi ikan tembang (S. fimbriata) di UPT PP Muncar setiap tahunnya

mengalami kenaikan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 dan mengalami

0.01000.02000.03000.04000.05000.06000.07000.08000.0

510.629.8 22.4 76.2 404.5

7158.6

0.9 3.2 12.6 1.5 2.3 4.2

Jum

lah

(To

n)

Page 6: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

58

penurunan pada tahun 2016. Data jumlah hasil tangkapan dari ikan tembang (S.

fimbriata) 5 tahun terakhir serta hasil tangkapan perbulan pada tahun 2016 dapat

dilihat pada grafik berikut:

Gambar 11. Grafik hasil tangkapan Ikan tembang 5 tahun

Gambar 12. Grafik hasil tangkapan ikan tembang tahun 2016

Ikan tembang (S. fimbriata) di daerah Muncar justru muncul pada saat

musim paceklik ikan lemuru (S. lemuru), sehingga pada saat ini banyak nelayan

yang memburunya. Dahulu ikan tembang (S. fimbriata) tidak memiliki nilai

ekonomis, tetapi dikarenakan musim paceklik seperti saat ini maka nelayan

memaksa mencari peruntungan lain di laut seperti memburu ikan tembang (S.

fimbriata). Ikan tembang yang didapatkan oleh nelayan akan dijual di tengkulak

yang kemudian didistribusikan ke tempat pengolahan seperti ikan asin dan tepung

ikan.

Nelayan memburu ikan tembang (S. fimbriata) didaerah Teluk Pangpang

dan sekitarnya dengan jarak kurang lebih 1 mil dari UPT PP Muncar, sehingga

para nelayan tidak memerluhkan biaya operasional yang tinggi. Dari data yang

47,602

165,951 171,254 161,655

0

50,000

100,000

150,000

200,000

2012 2013 2014 2015 2016

Pro

du

ksi (

ton

)

Tahun

15710

5780 5755

19445

5085

38510

1891023525 23300

17525 18125

4860

0

10000

20000

30000

40000

50000

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Pro

du

ksi (

Kg)

Bulan

Page 7: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

59

diperoleh ikan tembang (S. fimbriata) dapat hidup pada perairan yang hangat

seperti di perairan Teluk Pangpang dengan suhu rata-rata 29,45 oC.

4.1.4 Deskripsi Ikan Tembang

Ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali yang didaratkan di UPT

PP Muncar memiliki nama lokal ikan tamban. Umumnya ikan tembang (S.

fimbriata) yang tertangkap berukuran lebih kecil dibandingkan dengan perairan

lainnya, yaitu berkisar antara 9,1 – 14,1 cm. Ikan tembang (S. fimbriata) memiliki

bentuk tubuh yang pipih (compressed), pada bagian kepala dan badan bagian atas

berwarna hijau kebiruan sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakan. Ikan

ini memiliki sirip dorsal, caudal, ventral, pectoral dan anal yang berwarna

transparan dan memiliki ciri khas yaitu terdapat dark spot pada sirip dorsal. Ciri

khas lain dari ikan ini yaitu memiliki banyak sisik pada tubuhnya sehingga ikan ini

juga disebut sebagai ikan sisik.

Gambar 13. Ikan tembang (S. fimbriata) perairan Selat Bali

Dari segi morfologi, ikan tembang (S. fimbriata) tidak memiliki duri

punggung keras tetapi memiliki duri punggung lunak dengan keseluruhan

berjumlah 13-21 buah, tidak memiliki duri dubur tetapi memiliki sirip dubur lunak

sebanyak 12-23 buah, dan memiliki sirip ventral lunak sebanyak 8 buah, dan

memiliki scute sebanyak 29-33 buah.

Page 8: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

60

4.2 Aspek Biologi Ikan

4.2.1 Nisbah Kelamin

Analisis nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) dilakukan untuk

mengetahui apakah jumlah ikan tembang (S. fimbriata) jantan dan betina

menunjukkan kondisi populasi yang seimbang. Ikan tembang (S. fimbriata) yang

diperoleh selama penelitian berjumlah 1000 ekor terdiri dari 501 ekor ikan jantan

dan 499 ekor ikan betina. Nisbah kelamin antara jantan dan betina 1 : 1 (ikan jantan

501 ekor : ikan betina 499 ekor) dengan prosentase sebesar 50,1% dan 49,9%.

Analisis nisbah kelamin digunakan untuk mengetahui apakah rasio antara

ikan tembang (S. fimbriata) jantan dan betina seimbang, maka dilakukan uji chi-

square. Dari hasil uji chi-square didapatkan X2 hitung < X2 tabel dengan nilai

sebesar 0,004 < 12,7062, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji chi-square

secara keseluruhan nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) yaitu tidak ada

perbedaan nyata sehingga dapat dikatakan nisbah kelamin ikan tembang (S.

fimbriata) seimbang. Nisbah kelamin dalam pemijahan tiap-tiap spesies ikan

berbeda-beda, tetapi umumnya mendekati 1:1 (Effendie, 2002).

Gambar 14. Persentase nisbah kelamin ikan tembang secara keseluruhan

Nisbah kelamin ikan tembang (S. fimbriata) bervariasi setiap bulannya,

nisbah kelamin pada bulan Desember yaitu 66% ikan jantan dan 34% ikan betina,

pada bulan Januari didapatkan 43% ikan jantan dan 57% ikan betina, pada bulan

Jantan50,1%

Betina49,9%

Page 9: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

61

Februari terdapat 43,5 % ikan jantan dan 56,5% ikan betina, pada bulan Maret

terdapat 52,5% ikan jantan dan 47,5% ikan betina sedangkan pada bulan April

terdapat 45,5% ikan jantan dan 54,5% ikan betina.

Gambar 15. Persentase nisbah kelamin ikan tembang berdasarkan bulan

Menurut Febianto (2007) dalam Simarmata (2013) umumnya perbedaan

jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola

tingkah laku ruaya ikan baik untuk memijah ataupun mencari makan, sedangkan

menurut Purwanto (1986) dalam Sulistiono, et al. (2011) mengatakan bahwa untuk

mempertahankan kelangsungan hidup suatu populasi, perbandingan ikan jantan

dan betina diharapkan dalam keadaan seimbang atau sebaiknya ikan betina lebih

banyak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana

(2001) dalam Saputra, et al. (2009), yang menyatakan bahwa pengetahuan

mengenai rasio kelamin berkaitan dengan upaya mempertahankan kelestarian

populasi ikan yang diteliti, maka diharapkan perbandingan ikan jantan dan betina

seimbang. Keseimbangan perbandingan jumlah individu jantan dan betina

mengakibatkan kemungkinan terjadinya pembuahan sel telur oleh spermatozoa

hingga menjadi individu-individu baru semakin besar.

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

Desember Januari Februari Maret April

Pe

rse

nta

se n

isb

ah

kela

mim

Nisbah Kelamin Jantan Nisbah Kelamin Betina

Page 10: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

62

4.2.2 Hubungan Panjang Berat

Hubungan panjang dengan berat ikan tembang (S. fimbriata) dapat dilihat

dari nilai koefisien korelasi (r). Nilai r ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat

Bali didapatkan 0,81 sedangkan pada ikan jantan didapatkan nilai 0,84 dan pada

ikan betina didapatkan nilai 0,80. Menurut Syahriani, et al. (2015) nilai koefisien

korelasi (r) mendekati 1, maka terdapat hubungan linier yang kuat antara kedua

variabel, karena nilai koefisien korelasi (r) mendekati nilai satu maka hal ini

menunjukkan adanya keeratan hubungan antara panjang total dengan berat tubuh

ikan tembang (S. fimbriata).

Hubungan panjang dan berat menggambarkan pola pertumbuhan ikan

yang ditunjukkan dari nilai b melalui persamaan W=aLb. Nilai b menunjukkan

apakah pola pertumbuhan ikan termasuk isometris, allometris positif atau

allometris negatif. Hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata) di perairan

Selat Bali terdapat pada gambar 16.

Gambar 16. Hubungan panjang dan berat ikan tembang seluruh sampel (n=1000)

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pola pertumbuhan ikan tembang

(S. fimbriata) di perairan Selat Bali adalah allometrik negatif, dengan nilai b

W = 0,00963 L2,94248

R2 = 0,8117n = 1000

0

5

10

15

20

25

30

8 9 10 11 12 13 14 15

Be

rat

(gr)

Panjang total (cm)

Page 11: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

63

sebesar 2,94248. Selanjutnya, analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S.

fimbriata) dibedakan tiap bulan, karena faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah

dan ketersediaan makanan bagi pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) bersifat

dinamis atau berbeda setiap bulannya. Analisis ini juga dibedakan berdasarkan

jenis kelamin ikan. Pemisahan ini dikarenakan kaitannya dengan kondisi fisiologis

yang mungkin membedakan pola pertumbuhan ikan jantan dan betina. Hasil

analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata) secara rinci disajikan

dalam tabel berikut:

Tabel 12. Hubungan panjang berat ikan tembang pada total seluruh bulan

Waktu Variabel Total Jantan Betina

Total

a 0,0096274 0,0092377 0,0111524

b 2,9424807 2,962051 2,8803847

n 1000 501 499

R square 0,811742 0,8408108 0,8070095

Seb 0,0448555 0,0576966 0,0631831

T hit 40,550596 14,722097 42,289832

T tab 1,9623415 1,9647198 1,964739

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Hasil analisis hubungan panjang berat pada total sampling seluruh bulan

didapatkan nilai R-square antara 0,80-0,84 sehingga dapat dikaakan bahwa

hubungan panjang dan berat memiliki selang kepercayaan sebesar 80%-84%.

Hasil analisis t-test didapatkan bahwa nilai T hitung lebih besar daripada nilai T

tabel yang berarti tolak H1 yaitu nilai b≠3 atau pertumbuhan allometrik. Dari hasil

tersebut kemudian dilihat hasil regresi nilai b yaitu 2,94 yang berarti bahwa

pertumbuhan dapat dikatakan allometrik negatif.

Page 12: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

64

Tabel 13. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Desember 2016

Waktu Variabel Total Jantan Betina

31-Dec-16

a 0,0125277 0,0194985 0,0111722

b 2,789263 2,5938359 2,8470343

n 200 132 68

R square 0,8418255 0,8055159 0,8743863

Seb 0,0859239 0,111783 0,1328274

T hit 34,685003 41,745788 9,4964448

T tab 1,9719565 1,9782385 1,9960084

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Dari hasil analisis hubungan panjang berat ikan tembang (S. fimbriata)

pada bulan Desember, didapatkan nilai T hitung lebih besar dari T tabel dan nilai

b pada ikan jantan dan betina sebesar 2,59383 dan 2,84703 atau kurang dari 3,

hal ini menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif.

Tabel 14. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Januari 2017

Waktu Variabel Total Jantan Betina

27-Jan-17

a 0,0266405 0,0173968 0,0342487

b 2,519553 2,6880737 2,4223337

n 200 86 114

R square 0,752073 0,7710412 0,783031

Seb 0,102807 0,1598238 0,1204854

T hit 66,090296 18,099219 51,191173

T tab 1,9719565 1,9882679 1,9811804

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Bulan Januari didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan

nilai b pada ikan jantan dan betina didapatkan sebesar 2,68807 dan 2,42233 yang

menunjukkan pola petumbuhan allometrik negatif.

Page 13: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

65

Tabel 15. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Februari 2017

Waktu Variabel Total Jantan Betina

26-Feb-17

a 0,0433415 0,0396785 0,0551586

b 2,2925234 2,3280147 2,1922532

n 200 87 113

R square 0,758758 0,8013111 0,6896252

Seb 0,0918663 0,1257368 0,1395937

T hit 108,91083 49,849048 61,510401

T tab 1,9719565 1,9879342 1,9813718

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Pada bulan Februari didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab

dan nilai b yang lebih kecil yaitu sebesar 2,32801 pada ikan jantan dan 2,19225

pada ikan betina, sehingga dapat dikatakan bahwa pola pertumbuhannya bersifat

allometrik negatif.

Tabel 16. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan Maret 2017

Waktu Variabel Total Jantan Betina

26-Mar-17

a 0,0483834 0,0788003 0,0375243

b 2,3473452 2,1429433 2,4542808

n 200 105 95

R square 0,8181616 0,7173579 0,8761973

Seb 0,0786444 0,1325387 0,0956637

T hit 117,36291 66,261562 55,601186

T tab 1,9719565 1,9830375 1,9855234

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Bulan Maret didapatkan didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan

nilai b pada ikan jantan sebesar 2,14294 dan pada ikan betina sebesar 2,45428

yang menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif.

Page 14: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

66

Tabel 17. Hubungan panjang berat ikan tembang pada bulan April 2017

Waktu Variabel Total Jantan Betina

24-Apr-17

a 0,0428514 0,0481339 0,0400592

b 2,3590431 2,3070635 2,3902672

n 200 91 109

R square 0,7313924 0,6815597 0,7713173

Seb 0,1015985 0,1671578 0,1258214

T hit 89,21885 39,544631 50,593897

T tab 1,9719565 1,9866745 1,9821735

Keterangan Allometrik negatif

Allometrik negatif

Allometrik negatif

Pada bulan April didapatkan nilai T hit lebih besar dari T tab dan nilai b

sebesar 2,30706 dan 2,39026 pada ikan jantan dan betina, hal ini menunjukkan

bahwa pola pertumbuhan ikan tembang adalah allometrik negatif.

Pola pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali

merupakan pertumbuhan allometrik negatif, hal ini menunjukkan bahwa ikan

tembang (S. fimbriata) dalam kondisi yang kurus atau pertumbuhannya lebih

didominasi oleh panjang daripada beratnya. Nilai b yang ditunjukkan ikan jantan

dan betina setiap bulannya juga berbeda, hal ini disebabkan karena tingkat

kematangan gonad, perkembangan gonad akan mempengaruhi berat total ikan.

Pada saat ikan memasuki tahap matang gonad, berat ikan bertambah disebabkan

penambahan berat gonad. Ikan betina cenderung lebih berat dibandingkan ikan

jantan pada saat matang gonad, disebabkan gonad ikan betina lebih berat

dibandingkan gonad ikan jantan.

Nilai b yang berbeda setiap bulannya diduga disebabkan oleh faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi jumlah dan ketersediaan makanan bagi

petumbuhan ikan tembang (S. fimbriata). Menurut Rahman dan Hafzath (2002)

dalam Nugraha (2015) mengatakan bahwa perbedaan pola pertumbuhan dapat

dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal maupun kombinasi antar kedua faktor.

Faktor internal yang mempengaruhi pola pertumbuhan adalah genetik dan

Page 15: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

67

perkembangan gonad, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah

lingkungan tempat ikan hidup dan kebiasaan makan. Menurut Osman (2004)

dalam Syakila (2009) perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh musim, jenis

kelamin, area, suhu, fishing time, fishing vessel dan tersedianya makanan. Dapat

juga disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.

4.2.3 Hubungan Panjang Dan Lingkar Tubuh

Analisis untuk mengetahui hubungan panjang dan lingkar tubuh ikan

tembang (S. fimbriata) menggunakan analisis regresi dan korelasi hubungan

panjang dan lingkar tubuh. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh panjang terhadap lingkar tubuh ikan, hasil analisis tersebut dapat

dilihat pada grafik sebagai berikut:

Gambar 17. Grafik linier pengaruh panjang terhadap lingkar tubuh seluruh sampel (n= 1000)

Berdasarkan gambar diatas dan analisis regresi dapat diketahui bahwa

fungsinya adalah G = 0,49L + 0,2089. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap

panjang ikan tembang (S. fimbriata) bertambah 1 cm maka rata-rata lingkar tubuh

meningkat sebesar 0,49 cm. Koefisien determinasi (R) sebesar 𝑅2 = 0,7397

menunjukkan bahwa faktor panjang ikan mempengaruhi lingkar tubuh ikan

tembang (S. fimbriata) sebesar 73,97% sedangkan sisanya 26,03% dipengaruhi

G = 0,49L + 0,2089R² = 0,7397

4

4.5

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8.5 9.5 10.5 11.5 12.5 13.5 14.5

Lin

gkar

Tu

bu

h (

cm)

Panjang total (cm)

Page 16: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

68

oleh faktor lain. Sementara nilai korelasi (r) mendekati 1 berarti bahwa antara

panjang dan lingkar tubuh terdapat hubungan yang nyata.

Hasil uji t-student, dapat diketahui bahwa nilai t hitung = 8625,26

sedangkan t tabel = 1,96234. Jadi nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel,

sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima bahwa ada

pengaruh antara panjang dan lingkar tubuh ikan tembang (S. fimbriata). Analisis

hubungan panjang dan lingkar tubuh setiap bulannya dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 18. Pengaruh panjang dan lingkar tubuh ikan tembang

Variabel Desember Januari Februari Maret April

n 200 200 200 200 200

a 0,219 0,822 0,477 1,243 0,875

b 0,662 0,535 0,567 0,504 0,508

R-squere 0,804 0,716 0,729 73,553 0,834

Seb 0,023 0,024 0,025 0,021 0,016

T hit 1422,485 1453,674 1402,045 1642,855 2191,644

T tab 1,972 1,972 1,972 1,972 1,972

Hipotesa H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima

4.2.4 Tingkat Kematangan Gonad

Jenis kelamin diketahui berdasarkan pembedahan terhadap ikan contoh

kemudian tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan dengan menggunakan

klasifikasi tingkat kematangan gonad menurut Tester dan Takata (1953) dalam

Effendie (2002), dengan 5 skala tingkat kematangan gonad, yaitu TKG I-V. Tingkat

kematangan gonad ikan tembang (S. fimbriata) tiap bulan ditunjukkan pada

gambar di bawah ini:

Page 17: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

69

Gambar 18. Tingkat kematangan gonad tiap bulan

Gambar 19. Jumlah ikan matang dan belum matang gonad tiap bulan

Pada grafik diatas terlihat bahwa pada bulan Desember ikan tembang (S.

fimbriata) matang gonad sebesar 29 ekor sedangkan tidak matang gonad sebesar

171 ekor. Bulan Januari ikan yang ditemukan tidak matang gonad sebesar 94 ekor

sedangkan ikan matang gonad sebesar 106 ekor. Bulan Februari ditemukan ikan

tidak matang gonad sebanyak 78 ekor sedangkan ikan matang gonad sebanyak

122 ekor. Bulan Maret ditemukan ikan tidak matang gonad sebanyak 134 ekor

sedangkan ikan matang gonad sebanyak 66 ekor. Bulan April ditemukan ikan tidak

matang gonad sebanyak 91 ekor dan ikan matang gonad sebanyak 109 ekor.

Tingkat kematangan gonad dapat memberikan pengetahuan mengenai

kondisi kematangan gonad pada ikan melalui ciri-ciri gonad yang dapat diamati.

108

21 6

74

21

63

73

72

60

70

27

8199

53

70

225 23 12

38

0 0 0 1 1

D E S 2 0 1 6 J A N - 1 7 F E B - 1 7 M A R - 1 7 A P R - 1 7

V

IV

III

II

I

171

94 78134

91

29

106 12266

109

D E S - 1 6 J A N - 1 7 F E B - 1 7 M A R - 1 7 A P R - 1 7

Matang

Belum Matang

Page 18: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

70

Melalui pengetahuan tentang tingkat kematangan gonad akan didapat keterangan

ikan itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Shendra dan Merta

(1986) dalam Sulistyono, et al.(2009) menyatakan bahwa jika ditemukan ikan

yang sudah mencapai TKG III dan IV dapat menjadi indikator adanya ikan yang

memijah di perairan tersebut, pemijahan ikan dilakukan pada saat kondisi

lingkungan mendukung keberhasilan pemijahan dan kelangsungan hidup larva.

Perbedaan musim pemijahan ikan dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi musim

hujan tahunan, letak geografis dan kondisi lingkungan.

Secara keseluruhan, persentase ikan tembang (S. fimbriata) yang belum

matang gonad (immature) sebanyak 57% dan yang matang gonad (mature) hanya

43%. Hasil tersebut mengidentifikasikan telah terjadi growth overfishing di perairan

Selat Bali, karena hasil tangkapan didominasi oleh ikan yang belum sempat

matang gonad. Persentase kematangan gonad ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 20. Persentase kematangan gonad ikan tembang keseluruhan sampel

Hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai X2 hitung 18,496 sedangkan

X2 tabel didapatkan 12,7062. Jadi nilai X2 hitung lebih besar dari pada nilai X2 tabel

yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antara rasio ikan matang gonad

dengan yang tidak matang gonad.

Belum Matang

57%

Matang43%

Page 19: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

71

4.2.5 Indeks Kematangan Gonad

Perkembangan kematangan gonad pada umumnya ditunjukkan dengan

indeks kematangan gonad. Hasil dari penelitian secara keseluruhan nilai indeks

kematangan gonad ikan tembang (S. fimbriata) bervariasi setiap pengambilan

sampelnya. Rata-rata indeks kematangan gonad pada bulan Desember 2016

sebesar 2,35%, pada bulan Januari memiliki rata-rata indeks kematangan gonad

sebesar 3,35%, bulan Februari memiliki nilai indeks kematangan gonad paling

besar yaitu sebesar 4,11%, sedangkan pada bulan Maret memiliki nilai indeks

kematangan gonad paling kecil yaitu sebesar 1,32% dan pada bulan April memiliki

nilai indeks kematangan gonad sebesar 1,54%. Nilai IKG dapat dilihat pada chart

berikut:

Gambar 21. Grafik indeks kematangan gonad maksimum, minimum dan rata-rata

Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya

akan menurun setelah melakukan pemijahan. Yustina dan Arnentis (2002)

mengatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20% adalah

kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali pada setiap tahunnya,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tembang merupakan ikan yang dapat

9,38%

7,76%

9,2 %

7,32%6,75%

0,70%0,09%

1,04%

0,08% 0,25%

2,35%

3,35%

4,11%

1,32% 1,54%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

Desember Januari Februari Maret April

Pe

rse

nta

se IK

G

Bulan

IKG maks

IKG min

Rata-rata

Page 20: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

72

memijah lebih dari 1 kali pada setiap tahunnya. Menurut Sulistiono, et al. (2011)

perbedaan kisaran nilai IKG untuk ikan jantan dan betina diduga karena pada ikan

betina pertumbuhan lebih cenderung pada berat gonad. Pertambahan gonad pada

ikan betina dapat mencapai 10-25% dari berat tubuh sedangkan pada ikan jantan

hanya mencapai 5-10% dari berat tubuh.

4.2.6 Panjang Ikan Pertama Kali Matang Gonad (Lm)

Perhitungan panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan tembang (S.

fimbriata) dibedakan antara ikan jantan dan betina. Dari hasil perhitungan

didapatkan Lm total sebesar 11,92263 cm, Lm ikan jantan sebesar 12,445 cm

sedangkan pada Lm ikan betina didapatkan sebesar 10,242 cm. Hasil ini

menunjukkan bahwa ikan betina dan ikan jantan mengalami matang gonad pada

ukuran yang berbeda, yaitu ikan betina matang gonad pada ukuran yang lebih kecil

dibandingkan dengan ikan jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wujdi, et al.

(2013) bahwa ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm) adalah

bervariasi antar spesies dan didalam spesies itu sendiri sehingga ikan pada kohort

atau ukuran yang sama tidaklah perlu mendapatkan kematangan gonadnya yang

pertama pada suatu umur atau panjang yang sama pula.

Ikan tembang hasil tangkapan mempunyai panjang minimum 9,1 cm dan

panjang maksimum 14,1 cm. Dari hasil data banyak ikan dibawah panjang Lm

yang sudah tertangkap, yang berarti ikan yang tertangkap adalah ikan yang belum

pernah memijah. Nilai Lm ikan tembang (S. fimbriata) jantan maupun betina dapat

dilihat pada gambar berikut:

Page 21: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

73

Gambar 22. Grafik hubungan logaritma natural presentasion kematangan gonad

dan panjang total ikan tembang jantan

Gambar 23. Grafik hubungan logaritma natural presentasion kematangan gonad

dan panjang total ikan tembang betina

Lagler, et al. (1977) dalam Novitriana, et al. (2004) juga menjelaskan

perbedaan ukuran pertama kali ikan matang gonad dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur

dan ukuran serta fungsi fisiologis individu, sedangkan faktor luar antara lain suhu,

arus dan adanya individu yang berjenis kelamin berbeda di tempat berpijah yang

sama dan lokasi tempat pengambilan sampel penelitian.

Ln Z = 0,6358L - 7,84R² = 0,889

-1.8

-1.6

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13Lo

gari

tma

nat

ura

l pre

sen

tasi

on

ke

mat

anga

n g

on

ad

Panjang Total (cm)LM Jantan Linear (LM Jantan)Ln Z = a + bL

y = 0,4199x - 4,3051R² = 0,9454

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

9 10 11 12 13 14

Loga

ritm

a n

atu

ral p

rese

nta

sio

n

kem

atan

gan

go

nad

Panjang Total (cm)

LM Betina Linear (LM Betina)

LM

LM

Ln Z

Ln Z Ln Z = a + bL

Page 22: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

74

4.3 Aspek Dinamika Populasi

4.3.1 Pemisahan Kelompok Umur Ikan Menurut Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi ikan tembang (S. fimbriata) menggunakan metode

bhattacharya yang terdapat dalam program FISAT II dengan menggunakan data

pengambilan sampel perbulan yaitu pada bulan Desember 2016 sampai April

2017. Ikan tembang (S. fimbriata) yang diperoleh selama penelitian berjumlah

1000 ekor yaitu pada tiap bulan mendapatkan sampel sebanyak 200 ekor dengan

panjang total berkisar antara 9,1 – 14,1 cm. Kisaran panjang total tersebut dapat

dibagi menjadi 16 kelas ukuran panjang.

Menurut Boer (1996) dalam Simarmata (2013) penggunaan frekuensi

panjang sering dianggap sebagai teknik yang paling sederhana diterapkan untuk

mengetahui pola tingkatan stok ikan, tetapi struktur data panjang sangat bervariasi

tergantung letaknya secara geografis, habitat maupun tingkah laku. Menurut

Effendie (2002) dalam Simarmata (2013) Perbedaan struktur panjang

menggambarkan adanya perbedaan pertumbuhan di masing-masing lokasi

karena adanya perbedaan karakteristik dari perairan,seperti faktor eksternal (suhu,

air, kandungan oksigen terlarut, ammonia dan fotoperiod) dan faktor internal

(keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit). Faktor-faktor tersebut kemudian

berinteraksi dengan faktor lain seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan dan

tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan.

Page 23: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

75

(Sampel 1. 31 Desember 2016)

(Sampel 2. 27 Januari 2017)

(Sampel 3. 26 Februari 2017)

(Sampel 4. 26 Maret 2017)

(Sampel 5. 24 April 2017)

Gambar 24. Kurva pengelompokan panjang ikan tembang

Page 24: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

76

Dari pengelompokkan panjang terlihat bahwa dari semua sampel ikan tiap

bulannya merupakan satu kohort. Dari hasil analisis bhattacharya setelah

diplotkan menjadi grafik, akan didapatkan nilai mean, standard deviation, r2 dan

S.I.

Tabel 19. Hasil analisis metode bhattacharya

Parameter 31-Des 27-Jan 26-Feb 26-Mar 24-Apr

mean 10,48 10,5 10,69 11,29 11,74

standard deviation 0,49 0,44 0,36 0,36 0,6

r2 0,856 0,905 0,978 0,974 0,811

S.I n.a n.a n.a n.a n.a

population 200 190 197 200 197

Hasil analisis bhattacharya diatas terlihat pada mean setiap bulannya,

mean length ikan bergerak dari ukuran yang kecil ke ukuran yang lebih besar,

sehingga dapat ditarik hubungan bahwa jika ukuran ikan kecil maka stok ikan

dalam perairan banyak. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,

mortalitas alami maupun penangkapan.

Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan menggunakan metode

bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi (S.I) yang

diperoleh. Menurut Sparre dan Venema (1999) dalam Syakila (2009) menjelaskan

bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila

dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen

yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin

dilakukan pemisahan diantara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih

yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan tabel nilai indeks

separasi dari hasil analisis ikan tembang didapatkan nilai n.a yang artinya

kelompok ukuran panjang ikan merupakan 1 kohort.

Page 25: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

77

Sebaran frekuensi panjang diplotkan kedalam bentuk grafik sehingga

dapat dilihat jumlah sebaran normal tersebut diangap sebagai kelompok umur

(kohort) (gambar 25).

Gambar 25. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang

Dari sebaran frekuensi panjang dapat disimpulkan bahwa ikan tembang (S.

fimbriata) yang tertangkap dari perairan Selat Bali terdiri dari satu kelompok

ukuran, dengan modus pada panjang 10,7 cm dengan ukuran panjang antara 9,1

cm sampai dengan 14,1 cm.

4.2.2 Panjang Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)

Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) dihitung berdasarkan data

frekuensi panjang ikan tembang (S. fimbriata) yang didapat pada saat penelitian.

Nilai Lc yaitu panjang 50% pertama kali tertangkap. Pendugaan ukuran ikan

pertama kali tertangkap dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara

distribusi panjang kelas (sebagai sumbu x) dengan jumlah ikan yang dinyatakan

dengan presentase kumulatif (sebagai sumbu y) sehingga terbentuk kurva linier.

Dari hasil perhitungan data diperoleh nilai Lc ikan tembang (S. fimbriata) adalah

sebesar 10,089 cm.

0 114

73

197

234

207

154

73

21 175 2 1 1 0

0

50

100

150

200

250

8.7 9.1 9.5 9.9 10.3 10.7 11.1 11.5 11.9 12.3 12.7 13.1 13.5 13.9 14.3 14.7

FREK

UEN

SI

PANJANG TOTAL (CM)

Page 26: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

78

Nilai Lc berpengaruh terhadap nilai Lm, karena nilai Lc < Lm maka ikan

belum layak untuk ditangkap, karena ikan belum melakukan pemijahan. Jika

penangkapan dilakukan secara terus menerus, maka akan sangat berpengaruh

terhadap ketersediaan stok ikan tembang (S. fimbriata), baik jantan maupun

betina, jumlah stok ikan akan terus berkurang jika penangkapan dilakukan terus

menerus tanpa terkendali.

Gambar 26. Grafik hubungan batas atas dan selisih kelas panjang dalam linier

(Length at first Capture)

Hasil menunjukkan bahwa ikan tembang betina yang tertangkap di perairan

Selat Bali kebanyakan sudah matang gonad sedangkan pada ikan tembang jantan

yang tertangkap belum mengalami matang gonad. Menurud Wujdi, et al.(2013),

salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai Lc adalah alat tangkap

yang digunakan untuk menangkap ikan sampel. Nilai Lc<Lm kemungkinan karena

ukuran mata jaring (mesh size) yang digunakan pada alat tangkap gillnet terlalu

kecil yaitu 1 inch.

y = -3.3298x + 33.5951R² = 0.981

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4

Selis

ih a

nta

ra k

elas

pan

jan

g d

alam

lin

ier

Batas atas dari kelas panjang

LC

Page 27: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

79

4.3.3 Parameter Pertumbuhan

Input yang digunakan pada analisis parameter pertumbuhan adalah data

frekuensi panjang sampel ikan tembang (S. fimbriata). Parameter pertumbuhan

dikerjakan dengan ELEFAN I dalam program FISAT II. Tujuan dari pengerjaan

ELEFAN I adalah untuk memperoleh nilai K dan L∞. Penentuan nilai K dan L∞

dapat melalui tiga bagian yaitu response surface, automatic search dan K scan.

Penentuan nilai K dan L∞ dilakukan melalui bagian response surface

dimana kita mencari nilai Rn yang paling tinggi. Hasil dari response surface dari

starting sample pada bulan 5 dan starting length 11,5 didapatkan nilai Rn tertinggi

sebesar 0,934 pada L∞ 19,6 cm dan nilai K sebesar 0,51 pertahun. Nilai K

mempengaruhi waktu yang diperluhkan ikan tembang (S. fimbriata) untuk

mencapai panjang asimptot atau panjang maksimumnya.

Tabel 20. Parameter pertumbuhan ikan tembang di selat Bali

Parameter Nilai Satuan

Rn 0,934

L∞ 19,6 Cm

K 0,51 / tahun

t0 -0,147 tahun

Analisis K-scan pada Ellefan I didapatkan grafik K-scan untuk mengetahui

seberapa besar laju pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata). Analisis ini

menggunakan input nilai L∞, starting sample dan starting length. Kemudian

didapatkan nilai Parameters at maximum serta grafik K-Scan.

Page 28: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

80

Gambar 27. Grafik hasil K-Scan ikan tembang

Nilai K diduga dipengaruhi oleh faktor makanan di lingkungannya serta

faktor kondisi lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhannya. Nilai K

sebesar 0,51 menunjukkan bahwa ikan tembang memerluhkan waktu yang lama

untuk mencapai panjang maksimum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sparre

(1998), bahwa ikan yang mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang tinggi

memerluhkan waktu yang cepat untuk mencapai panjang maksimum dan ikan

yang mempunyai koefisien laju pertumbuhan yang rendah memerluhkan waktu

yang lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Untuk kurva pertumbuhan

dapat dilihat plot VBGF sebagai berikut:

Gambar 28. Kurva pertumbuhan plot Von Bertalanffy Growth Function

Page 29: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

81

Hasil kurva pertumbuhan plot VBGF menunjukkan frekuensi panjang yang

direstruksikan dengan kurva pertumbuhan yang mengindikasikan adanya 1 kohort.

Dan awal pertumbuhan terjadi pada bulan Agustus.

Setelah didapatkan nilai K dan L∞, maka nilai t0 dapat diduga dengan

menggunakan rumus empiris Pauly (1984), sehingga diperoleh nilai t0 sebesar -

0,147 tahun. Jika nilai K, L∞ dan t0 diketahui, maka akan didapatkan persamaan

pertumbuhan panjang Von Bertalanffy untuk ikan tembang (S. fimbriata) yaitu 𝐿𝑡 =

19,6(1 − 𝑒−0,51(𝑡+0,147)). Dari persamaan tersebut didapatkan kurva pertumbuhan

ikan tembang (S. fimbriata) dengan memasukkan t (tahun) dan Lt (cm).

Gambar 29. Grafik laju pertumbuhan ikan tembang

Secara teori panjang asimtotik (L∞) ikan tembang (S. fimbriata) sebesar

19,6 dapat dicapai pada saat ikan berumur 6,8 tahun. Berdasarkan kurva

pertumbuhan seperti tampak diatas terlihat bahwa pertumbuhan panjang ikan

tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seirig dengan

bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptot dimana ikan bertambah

panjang lagi. Menurut Jalil dan Mallawa (2001) dalam Aswar (2011), pertumbuhan

cepat ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari

makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-5 0 5 10 15 20 25 30 35

Lt (

cm)

Umur (tahun)

L∞ = 19,6 cm

𝐿𝑡 = 19,6(1 − 𝑒−0,51(𝑡+0,147))

Page 30: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

82

yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan, tetapi

hanya digunakan untuk mempertahankan diri dan mengganti sel-sel yang rusak.

Panjang maksimum (Lmax) ikan dapat dicapai secara teori yaitu sebesar

18,6 cm dan dapat dicapai pada saat ikan berumur 5,687 tahun. Kurva

pertumbuhan ikan tembang (S. fimbriata) diatas menunjukkan bahwa laju

pertumbuhan ikan selama rentang hidupnya tidak sama. Ikan muda memiliki

pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan yang mendekati L∞. L∞ ikan tembang

di Selat Bali sebesar 19,6 cm yang mampu dicapai ikan pada saat berumur 6,8

tahun.

Tabel 21. Umur ikan tembang (S. fimbriata)

Parameter Panjang Umur Bulan Hari

Lc 10,0894 1,270 15,245 457,358

Lm jantan 12,4451 1,828 21,942 658,256

Lm Betina 10,2422 1,302 15,626 468,791

Lmax 18,6 5,687 68,243 2047,291

L∞ 19,6 6,8 81,6 2448

4.3.4 Pola Rekruitmen

Rekruitmen dapat diartikan sebagai penambahan atau masuknya individu

kedalam area penangkapan terjadi. Pola rekruitmen ikan tembang (S. fimbriata)

berdasarkan data frekuensi panjang diperoleh melalui program recruitment pattern

dalam program FISAT II. Analisis ini dengan memasukkan nilai L∞ sebesar 19,6

dan nilai K sebesar 0,51 sehingga didapatkan grafik pola rekruitmen (Gambar 30)

dengan hasil group 1 yaitu 6,75.

Page 31: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

83

Gambar 30. Pola rekruitmen ikan tembang dalam satu tahun

Berdasarkan gambar pola rekruitmen tersebut dapat diketahui bahwa pola

rekruitmen hanya memiliki satu puncak dalam satu tahun, jadi dapat dikatakan

bahwa ikan tembang di perairan Selat Bali mengalami satu kali rekruitmen dalam

satu tahun. Presentase rekruitmen terus mengalami peningkatan hingga mencapai

musim puncak rekruitmen pada bulan tertentu. Rekruitmen yang telah mencapai

puncak, maka presentase rekruitmen akan mengalami penurunan. Grafik yang

berwarna kuning menunjukkan dugaan rekruitmen yang terjadi setiap bulan

selama satu tahun. Bulan ke-8 (Juli) merupakan puncak yang diduga terjadi

rekruitmen dengan persentase sebesar 30,64%. Besar nilai rekruitmen ikan

tembang (S. fimbriata) pada setiap bulannya mengalami kenaikan dan penurunan

pada setiap bulannya.

Page 32: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

84

Tabel 22. Numeric Results Recruitment Pattern

Relative Time Bulan Percent Recruitment

Bulan 1 Desember 0,07

Bulan 2 Januari 0,13

Bulan 3 Februari 0,90

Bulan 4 Maret 2,28

Bulan 5 April 6,06

Bulan 6 Mei 16,81

Bulan 7 Juni 27,59

Bulan 8 Juli 30,64

Bulan 9 Agustus 12,19

Bulan 10 September 3,08

Bulan 11 Oktober 0,25

Bulan 12 November 0,00

Berdasarkan analisis recruitment pattern diatas persentase tertinggi terjadi

pada bulan ke-8, yang artinya pada bulan Juli tersebut merupakan puncak

masuknya ikan ke area penangkapan. Pada bulan ke 12 persentase rekruitment

0% karena pada bulan tersebut diduga ikan tembang (S. fimbriata) berada pada

luar daerah penangkapan atau melakukan ruaya mencari makan. Pada bulan 1

rekruitmen kembali terjadi, akan tetapi tidak terlalu banyak. Dugaan lain adalah

ikan yang masuk daerah tangkapan masih berukuran kecil sehingga ikan tersebut

dapat lolos dari alat tangkap.

Tingginya pola rekruitmen pada bulan Juli lebih dipengaruhi oleh proses

terjadinya upwelling di Selat Bali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salijo (1973)

dalam Wujdi, et al. (2013) bahwa proses upwelling di Selat Bali terjadi pada musim

timur atau bulan April-Oktober dan terjadi puncak pada bulan Juli yang ditandai

dengan tingginya konsentrasi fosfat dan nitrat dalam zona eufotik sehingga

mendukung perkembangan fitoplankton di perairan tersebut.

Pengetahuan tentang pola rekruitmen dan musim pemijahan dapat

dipergunakan untuk alternatif pengelolaan yaitu manajemen musim. Manajemen

musim dapat diartikan sebagai usaha penutupan atau pembatasan alat tangkap,

Page 33: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

85

untuk menentukan penambahan anggota baru kedalam suau kelompok pada

periode berikutnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah tertangkapnya ikan yang

belum memijah atau lebih tangkap pertumbuhan (growth over fishing). Penutupan

atau pembatasan alat tangkap dilakukan pada saat musim pemijahan.

4.3.5 Laju Mortalitas

Pendugaan konstanta mortalitas alami (M) dengan menggunakan Pauly’s

M equation pada program FISAT II dengan memasukkan nilai L∞, K dan rata-rata

suhu perairan tahunan dimana ikan tembang (S. fimbriata) tertangkap dengan

asumsi rata-rata suhu perairan tertangkapnya ikan tembang (S. fimbriata) adalah

konstan. Dengan suhu 29,450C didapatkan nilai M sebesar 1,32345 pertahun. Nilai

M dipengaruhi oleh nilai parameter pertumbuhan yaitu nilai K dan panjang asimptot

selain itu faktor lingkungan seperti suhu permukaan laut juga mempengaruhi nilai

M. Pauly (1984) menyatakan bahwa rumus M menggambarkan 3 hal yang pertama

ikan kecil mempunyai mortalitas alami yang tinggi, kedua spesies ikan yang

tumbuh cepat sehingga mortalitas alaminya tinggi dan yang terakhir makin hangat

suhu lingkungan perairan makin tinggi mortalitas alami.

Analisis mortalitas total (Z) dilakukan menggunakan pendugaan kurva

penangkapan yang dikonversikan kedalam ukuran panjang (length-converted

catch curve) melalui program FISAT II. Hasil dugaan mortalitas ikan tembang (S.

fimbriata) yang tertangkap di perairan Selat Bali yaitu mortalitas total (Z) sebesar

7,69, mortalitas alami (M) sebesar 1,33 dengan suhu perairan 29,45oC, mortalitas

penangkapan (F) sebesar 6,37 serta laju eksploitasi (E) sebesar 0,83.

Page 34: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

86

Gambar 31. Kurva hasil tangkapan (catch curve) berdasarkan pada data panjang

yang dihubungkan dengan umur ikan

Titik yang tidak dilalui garis merupakan sample atau jumlah ikan yang

belum sepenuhnya masuk daerah penangkapan sehingga data tidak digunakan,

kemudian satu buah titik yang ada dibawah setelah garis tidak diikutkan kedalam

analisis karena titik tersebut mendekati L∞ hubungannya dengan umur, sehingga

hasilnya akan menjadi tidak menentu dan untuk menghindari bias dalam

pendugaan umur ikan (Spare and Venema, 1999).

Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa nilai F lebih besar

daripada nilai M. Idealnya nilai F harus seimbang dengan nilai M, sehingga bisa

didapatkan tangkapan yang optimum lestari.

Nilai probabilitas tertangkap ikan dapat diketahui melalui grafik probability

of capture. Pada gambar 31 menunjukkan grafik panjang yang mungkin ikan

tertangkap. Berdasarkan nilai panjang kelas (Length class) serta nilai probability

diperoleh nilai probabilitas tertangkapnya ikan tembang di perairan Selat Bali pada

L-50 yaitu pada panjang 9,46 cm.

Page 35: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

87

Gambar 32. Grafik probability of capture

4.3.6 Pendugaan Status Perikanan Dan Pengelolaan Ikan Tembang

Laju penangkapan ikan tembang (S. fimbriata) di perairan Selat Bali

menggunakan nilai Z dan F yang sudah diketahui. Nilai laju penangkapan (E) dari

penelitian ini adalah sebesar 0,83 pertahun. Nilai E didapatkan dari pembagian

dari nilai F dan nilai Z, dimana nilai F sebesar 6,37 pertahun dan nilai Z sebesar

7,69 pertahun. Dari hasil laju penangkapan kemudian dihitung pendugaan status

perikanan dengan cara membagi nilai E dengan 0,5 (nilai MSY) kemudian

dikalikan 100%. Dari perhitungan tersebut didapatkan hasil sebesar 166%,

sehingga dapat di simpulan bahwa status pengusahaan ikan tembang (S.

fimbriata) di Selat Bali telah mengalami status perikanan depleted. Status

pegusahaan depleted yaitu dimana stok sumberdaya ikan dari tahun ketahun

jumlahnya menurun drastis, sehingga upaya penangkapan sangat dianjurkan

untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah mulai terancam. Hal ini

sesuai dengan pendapat Aswar (2011) bahwa jika penangkapan dilakukan terus

menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya usaha

pengaturan, maka sumberdaya hayati ikan (waktu yang akan datang) dapat

mengalami kelebihan tangkap dan berakibat mengganggu kelestarian hayati.

Page 36: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

88

Permintaan tinggi dari konsumen terhadap ikan-ikan ekonomis penting

mengakibatkan peningkatan eksploitasi terhadap ikan tersebut. Hal ini dicirikan

dengan bertambahnya nelayan, armada penangkapan, alat tangkap yang

beroperasi dan meningkatnya konsumsi ikan perkapita (Dahuri, 2002 dalam

Prasetyo, 2006). Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga hal yang harus dilakukan

dalam mengelola stok ikan tembang yaitu pengaturan hasil tangkapan, pengaturan

upaya penangkapan (waktu penangkapan, jumlah nelayan dan jumlah armada

penangkapan) serta pegaturan teknik penangkapan (ukuran mata jaring dan cara

operasi alat tangkap). Hal utama yang harus diperhatikan yaitu ukuran mata jaring.

Jaring yang digunakan oleh nelayan Muncar banyak menggunakan jaring

setet yang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil (1-11

4 inchi). Ukuran ikan

yang disarankan untuk ditangkap yaitu berukuran lebih dari 12 cm, karena pada

ukuran tersebut ikan tembang sudah selesai memijah dan ukuran tubuh yang

sudah besar.

4.3.7 Analisis Yield Per Recruit (Y/R) Dan Biomass Per Recruit (B/R)

Analisis perhitungan untuk yield per recruit (Y/R) dan biomass per recruit

(B/R) menggunakan knife-edge selection dalam program FISAT II dengan

memasukkan nilai M/K dan nilai Lc/ L∞. Setelah memasukkan nilai M/K sebesar

2,621 dan nilai Lc/ L∞ sebesar 0,515, maka didapatkan nilai Y/R sebesar 0,019

dan nilai B/R didapatkan sebesar 0,085.

Pada gambar menunjukkan bahwa adanya titik hitam pada gambar

merupakan perpotongan nilai antara laju penangkapan (E) dengan (Lc/ L∞). Ada

sembilan unsur warna yang menunjukkan tingkat pemanfaatan dari ikan tembang

(S. fimbriata). Pada grafik Y/R warna merah menunjukkan semakin tinggi tingkat

pemanfaatan perikanan dan grafik B/R warna merah menunjukkan semakin

banyak sumberdaya ikan tembang (S. fimbriata).

Page 37: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

89

Gambar 33. Grafik isobar Yield per Recruit ikan tembang

Perpotongan yang dihasilkan untuk Y/R dari penelitian ini berada pada

warna merah sehingga dapat diartikan bahwa tingkat pemanfaatan ikan tembang

(S. fimbriata) sudah sangat maksimal. Nilai Y/R sebesar 0,019 artinya sejumlah

ikan tembang (S. fimbriata) yang masuk ke perairan hanya sebesar 0,019 dari total

tangkapan sebesar 0,020 yang berhasil ditangkap oleh nelayan. Hal tersebut

dapat diartikan bahwa hampir seluruh ikan yang masuk ke wilayah penangkapan

tertangkap oleh nelayan.

Gambar 34. Grafik isobar Biomass per Recruit ikan tembang

Nilai B/R sebesar 0,085 dapat diartikan bahwa biomas yang tersisa dari

ikan yang masuk ke perairan sebesar 0,085 dari total biomassa sebesar 0,894, hal

ini menunjukkan bahwa penangkapan mengalami over fishing sehingga biomas

Page 38: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

90

yang tersisa di perairan tersebut sudah semakin berkurang. B/R pada warna biru

dapat diartikan bahwa semakin sedikit biomasa yang tersisa sehingga

penambahan alat tangkap sangat tidak dianjurkan. Kondisi tersebut merupakan

dampak dari besarnya tingkat penangkapan. Biomassa akan semakin berkurang

jika hal tersebut terus dilakukan dan spesies akan mengalami kepunahan.

Gambar 35. Grafik hubungan Yield per Recruit dan Biomass per Recruit

Hasil analisis relatif Beverton dan Holt menunjukkan bahwa pada garis

hijau (E.10) merupakan target hasil ekonomi maksimum (MEY), pada garis merah

(E.50) menunjukkan indeks untuk hasil lestari / tingkat eksploitasi optimal dan pada

garis kuning (E.max) merupakan tingkat eksploitasi pada maximum sustainable

yield (MSY) (Gheshlaghi, et al., 2011). Dari grafik dapat disimpulkan bahwa 0,807

merupakan tingkat eksploitasi dengan hasil ekonomi maksimum, 0,378

menunjukkan tingkat eksploitasi optimal dan 0,950 merupakan tingkat eksploitasi

pada saat MSY.

Page 39: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

91

4.3.8 VPA (Virtual Population Analysis)

Metode VPA ini digunakan untuk menganalisis apa yang dapat diukur, hasil

tangkapan, dengan maksud untuk menghitung populasi yang seharusnya pernah

ada di air untuk menghasilkan hasil tangkapan. VPA dapat melihat suatu populasi

dalam suatu perspektif sejarah. Keuntungan mengerjakan suatu VPA adalah

sekali sejarahnya diketahui akan menjadi lebih mudah untuk memprediksi hasil-

hasil tangkapan di masa depan, yang biasanya merupakan suatu upaya paling

penting dari para ilmuan perikanan.

Pada analisis VPA harus memasukkan beberapa parameter sepert nilai a

dan b dari hubungan panjang dan berat total ikan selama sampling penelitian yaitu

nilai a sebesar 0,0096 dan nilai b sebesar 2,9424. Selain itu maka perlu juga untuk

memasukkan parameter lain seperti mortalitas alami (M) sebesar 1,3234,

mortalitas penangkapan (Ft) sebesar 6,37, L∞ sebesar 19,6 serta nilai K sebesar

0,51 sehingga akan didapatkan grafik serta diagram VPA. Selain itu juga

didapatkan tabular results yang berisi mid-length, catch (in number), population

(N), fishing mortality (F) dan steady-state biomass (tonnes).

Tabel 23. Tabular Results Length-Structured Virtual Population Analysis (VPA)

No Mid-Length

Catch (in numbers)

Population (N)

Fishing mortality (F)

Steady-State Biomass (tonnes)

1 8,7 0 1954,29 6,3700 0,0

2 9,10 1 1776,76 0,0079 0,0

3 9,50 14 1608,55 0,1185 0,0

4 9,90 73 1438,15 0,6799 0,0

5 10,30 197 1223,05 2,2081 0,0

6 10,70 234 907,98 3,6048 0,0

7 11,10 207 588,08 5,0438 0,0

8 11,50 154 326,76 7,1259 0,0

9 11,90 73 144,16 7,5513 0,0

10 12,30 21 58,37 4,5052 0,0

11 12,70 17 31,20 7,6434 0,0

12 13,10 5 11,26 5,3632 0,0

13 13,50 2 5,02 4,3665 0,0

14 13,90 1 2,42 6,3700 0,0

15 14,30 1 0,00 6,3700 0,0

Page 40: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

92

Gambar 36. Grafik Virtual Population Analysis

Dari gambar 35, kurva berwarna hijau merupakan jumlah pesintas yaitu

jumlah ikan yang selamat dari upaya penangkapan atau ikan yang mampu

mempertahankan diri, kurva ungu merupakan jumlah ikan yang dapat lolos dari

jaring, sedangkan kurva berwarna kuning merupakan jumlah ikan yang ditangkap,

selain kurva pada grafik VPA juga dilengkapi dengan grafik fishing mortality yaitu

jumlah ikan yang mengalami mortalitas penangkapan.

VPA merupakan suatu metode untuk menganalisis data historis untuk

menduga parameter-parameter populasi. Penggunaan terakhir dari parameter

yang demikian adalah untuk menentukan strategi penangkapan yang optimum,

yaitu deretan nilai F menurut panjang atau disebut juga “pola penangkapan”. Yang

dalam jangka panjang memberikan yield yang terbesar dari stok yang

bersangkutan. Untuk mengkaji strategi penangkapan alternatif (dimasa depan),

kita memerluhkan model semacam VPA, yakni suatu model yang dapat

memprediksi stok dan hasil tangkapan untuk berbagai asumsi pada pola

penangkapan dimasa depan.

Page 41: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

93

4.3.9 Thompson dan Bell Yield – Stock Prediction

Model Thompson dan Bell ini digunakan untuk meramalkan pengaruh-

pengaruh dan perubahan-perubahan upaya penangkapan terhadap hasil di masa

depan, sedangkan VPA digunakan untuk menentukan jumlah ikan yang

seharusnya telah ada dilaut, yang memberikan hasil tangkapan yang dapat

dipertahankan, dan upaya-upaya penangkapan yang seharusnya telah

dipergunakan pada setiap kelompok panjang untuk memperoleh jumlah ikan yang

tertangkap.

Dengan luaran yang didasarkan pada deretan nilai f tersedia untuk

meramalkan pengaruh penambahan dan pengurangan upaya penangkapan atau

mortalitas penangkapan. Untuk setiap kelompok panjang jumlah pada batas

bawah dari kelompok panjang, hasil tangkapan dalam jumlah, hasil dalam bobot,

biomassa dikalikan dengan ∆t, yaitu waktu yang diperluhkan untuk tumbuh dari

batas bawah ke batas atas dari kelompok panjang dan nilai. Akhirnya hasil

tangkapan total, biomassa rata-rata×∆t, hasil dan nilai dapat diperoleh.

Perhitungan diulangi untuk suatu kisaran dari nilai X (faktor-F) dan hasil akhir

(total) diplotkan pada grafik.

Gambar 37. Kurva hubungan f-factor dengan hasil tangkapan

Gambar 38. Kurva hubungan f-factor dengan biomass

Page 42: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

94

Gambar 39. kurva hubungan f-factor dengan nilai total

Gambar 40. Kurva Thompson dan Bell yield-stock prediction

Dari gambar pada garis merah merupakan grafik hasil tangkapan, grafik

berwarna ungu merupakan biomassa sedangkan kurva biru merupakan nilai total.

Pada kurva nilai total penangkapan dengan semakin meningkatnya upaya

penangkapan maka akan semakin tinggi hasil tangkapan. Tetapi pada titik tertentu

mengalami titik puncak dan tidak dapat untuk meningkat kembali, sedangkan

pada kurva biomassa semakin meningkatnya upaya penangkapan maka biomassa

akan semakin menurun, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara nilai hasil

tangkapan dan nilai biomasa berbanding terbalik semakin besar nilai hasil

tangkapan maka akan semakin kecil sisa biomassa yang ada pada suatu perairan.

Page 43: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

95

Tabel 24. Hasil analisis prediksi stok

No f-factor

Yield Biomass Value

(10^ 2) (10^ 2) (10^ 1)

1 0 0 236,023 0

2 0,1 79,916 145,631 13,01

3 0,2 108,317 104,487 25,89

4 0,3 120,406 81,828 38,642

5 0,4 126,186 67,754 51,267

6 0,5 129,18 58,246 63,768

7 0,6 130,816 51,412 76,146

8 0,7 131,253 46,262 88,404

9 0,8 132,022 42,236 100,542

10 0,9 132,261 38,994 112,563

11 1 132,316 36,322 124,469

12 1,1 132,514 34,076 136,26

13 1,2 132,395 32,157 147,939

14 1,3 132,46 30,495 159,507

15 1,4 132,449 29,039 170,966

16 1,5 132,259 27,75 182,318

17 1,6 132,224 26,599 193,563

18 1,7 132,155 25,565 204,703

19 1,8 131,934 24,627 215,741

20 1,9 131,877 23,774 226,676

21 2 131,798 22,992 237,511

22 2,1 131,707 22,273 248,247

23 2,2 131,483 21,608 258,886

24 2,3 131,419 20,992 269,428

25 2,4 131,342 20,418 279,875

26 2,5 131,257 19,882 290,229

27 2,6 131,166 19,38 300,49

28 2,7 130,939 18,908 310,659

29 2,8 130,886 18,464 320,739

30 2,9 130,822 18,046 330,729

31 3 130,751 17,649 340,632

32 3,1 130,674 17,274 350,449

33 3,2 130,595 16,918 360,18

34 3,3 130,514 16,579 369,827

35 3,4 130,433 16,256 379,39

36 3,5 130,262 15,948 388,872

37 3,6 130,217 15,654 398,272

38 3,7 130,164 15,373 407,592

39 3,8 130,106 15,104 416,834

40 3,9 130,043 14,845 425,997

41 4 129,978 14,597 435,083

Page 44: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

96

4.3.10 Analisis Pendugaan Potensi Tangkap Lestari

Pendugaan potensi tangkapa lestari menggunakan model Scheafer 1954

dan model Fox 1970. Model analisis ini menggunakan data dari Thompson and

Bell Yield Stock Prediction , data yang diolah adalah nilai f-factor dan nilai yield.

Analisis model scheafer dan model fox membutuhkan data upaya penangkapan

(effort) dan data hasil tangkapan (catch). Untuk mendapatkan data effort dengan

cara membagi nilai f factor dengan nilai q (catch ability), untuk mendapatkan nilai

catch dengan cara mengalikan nilai yield dengan nilai berat dari panjang rata-rata.

Berdasarkan hasil regresi linear tungal antara variabel x berupa effort dan

variabel y berupa CpUE pada model Scheafer didapatkan persamaan 𝑌 =

−0,000000011𝑥 + 0,0035217, dari persamaan tersebut didapatkan nilai a

(intersept) 0,0035217 , nilai b (slope) 0,000000011 dan nilai R Square 50%.

Analisis regresi linear tunggal pada model Fox antara variabel x berupa effort dan

variabel y berupa Ln CpUE didapatkan persamaan 𝑌 = −0,000007028x −

5,652584082 , dari persamaan tersebut didapatkan nilai c (Intersept) -

5,652584082, nilai d (slope) -0,000007028 dan nilai R Square 88%. Hasil analisis

kedua model tersebut kemudian dilakukan perhitungan nilai MSY sebagai berikut:

Tabel 25. Hasil perhitungan menggunakan model Fox dan Scheafer

Model Scheafer Fox

a 0,003521712 -5,652584082

b -0,000000011 -0,000007028

R square 50% 88%

fMSY 157703 142290

YMSY 277,693 183,652

TPF 377% 418%

TPY 49% 73,47%

Penentuan model dalam menduga tingkat pemanfaatan dan pengusahaan

ikan tembang (S.fimbriata) dapat menggunakan acuan nilai R-Square yang

tertinggi, pada model Scheafer nilai R square sebesar 50% sedangkan pada model

Page 45: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

97

Fox sebesar 88%. Nilai R-Square ini menunjukkan keeratan antara variabel x

berupa effort dan variabel y berupa CpUE atau Ln CpUE. Nilai R-Square pada

model Fox memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan model Scheafer sehingga

model Fox dipilih sebagai dasar untuk menduga tingkat pengusahaan dan

pemanfaatan ikan tembang (S.fimbriata)

Selain nilai R square, hasil pendugaan nilai estimasi hasil penangkapan

juga dapat digunakan dalam memilih model analisis. Model Scheafer didapatkan

adanya nilai estimasi dengan nilai hasil tangkapan negatif dikarenakan melebihi

batas effort sehingga asumsi model Scheafer tidak dapat digunakan, sedangkan

pada model Fox tidak ditemukan nilai nilai negatif dikarenakan model Fox adalah

model eksponensial yang menyebabkan nilai estimasi hasil tangkapan tidak

pernah negatif. Hasil estimasi tangkapan disajikan pada gambar 41.

Gambar 41. Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan

menggunakan metode Scheafer dan FOX

Pendugaan tingkat pemanfaatan dan pengusahaan pada penelitian

menggunakan model Fox 1970. Hasil pendugaan tingkat pemanfaatan ikan

tembang (S. fimbriata) dengan menggunakan acuan rata-rata hasil tangkapan

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000

Has

il Ta

ngk

apan

(to

n)

Effort (trip)

Scheafer Fox MSY Scheafer MSY Fox

YMSY

YMSY

fMSY fMSY

Page 46: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/6791/5/BAB IV.pdf · 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Kabupaten

98

dibagi dengan nilai YMSY sehingga didapatkan nilai TPY sebesar 73,47%. Hasil

pendugaan tingkat pengusahaan ikan tembang (S. fimbriata) dengan

menggunakan acuan rata-rata effort dibagi dengan nilai fMSY didapatkan hasil

tingkat pengusahaan sebesar 418%. Hasil status pengusahaan ikan tembang (S.

fimbriata) didapatkan dari nilai tingkat pengusahaan, tingkat pengusahaan

didapatkan nilai 418% sehingga dapat disimpulkan status pengusahaan ikan

tembang adalah depleted.