bab iv hasil dan pembahasan 4.1. pemetaan sebaran...

16
28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut berguna untuk mempertajam hasil pencitraan dari lamun yang selanjutnya menghasilkan peta tematik yang berupa hasil peta sebaran lamun. 4.1.1. Klasifikasi Citra Proses pengklasifikasian diolah dengan software ER Mapper yang didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi. Sebelumnya kita melakukan praproses citra ( Lampiran 1) sebelum masuk ke klasifikasi citra. Kelas yang dihasilkan pada unsupervised classification adalah kelas spektral dimana kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra. Banyaknya kelas diperlihatkan pada histogram hasil algoritma lyzenga yang diwakili oleh puncak- puncak nilai piksel yang dominan (Lampiran 4) dan hasil citra dari klasifikasi algoritma lyzenga (Lampiran 5). Klasifikasi citra dibagi menjadi 20 kelas agar lebih memudahkan dalam penggabungan kelas mengingat jumlah kelas yang dihasilkan diperkirakan sekitar 100 kelas yang selanjutnya di reclass menjadi 7 kelas yaitu kelas lamun, pasir, karang hidup, karang mati, pecahan karang, darat dan laut dalam sesuai kunci interpretasi yang digunakan (Siregar 1995) (Lampiran 6). Proses klasifikasi juga di reclass kembali untuk menggabungan kelas yang sama dengan menggunakan ArcToolbox dengan ekstensi Reclassify pada Software Arc GIS 9.3 berdasarkan nilai-nilai data raster citra. Hasil reklasifikasi dilakukan pengeditan warna dan interpretasi kelas serta diberi label. Pengeditan dilakukan untuk memperbaiki keakuratan kondisi sebenarnya dan menghilangkan fitur yang tidak diinginkan setelah diidentifikasi seperti awan, pecahan karang, dan karang mati sehingga pada akhirnya hanya mempunyai 5 kelas. Hasil tersebut masih perlu diakurasikan dengan pemeriksaan langsung dengan survei lapangan

Upload: doanhanh

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemetaan Sebaran Lamun

Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit

menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi

tersebut berguna untuk mempertajam hasil pencitraan dari lamun yang selanjutnya

menghasilkan peta tematik yang berupa hasil peta sebaran lamun.

4.1.1. Klasifikasi Citra

Proses pengklasifikasian diolah dengan software ER Mapper yang

didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi. Sebelumnya kita

melakukan praproses citra ( Lampiran 1) sebelum masuk ke klasifikasi citra.

Kelas yang dihasilkan pada unsupervised classification adalah kelas spektral

dimana kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra. Banyaknya kelas

diperlihatkan pada histogram hasil algoritma lyzenga yang diwakili oleh puncak-

puncak nilai piksel yang dominan (Lampiran 4) dan hasil citra dari klasifikasi

algoritma lyzenga (Lampiran 5). Klasifikasi citra dibagi menjadi 20 kelas agar

lebih memudahkan dalam penggabungan kelas mengingat jumlah kelas yang

dihasilkan diperkirakan sekitar 100 kelas yang selanjutnya di reclass menjadi 7

kelas yaitu kelas lamun, pasir, karang hidup, karang mati, pecahan karang, darat

dan laut dalam sesuai kunci interpretasi yang digunakan (Siregar 1995)

(Lampiran 6).

Proses klasifikasi juga di reclass kembali untuk menggabungan kelas yang

sama dengan menggunakan ArcToolbox dengan ekstensi Reclassify pada Software

Arc GIS 9.3 berdasarkan nilai-nilai data raster citra. Hasil reklasifikasi dilakukan

pengeditan warna dan interpretasi kelas serta diberi label. Pengeditan dilakukan

untuk memperbaiki keakuratan kondisi sebenarnya dan menghilangkan fitur yang

tidak diinginkan setelah diidentifikasi seperti awan, pecahan karang, dan karang

mati sehingga pada akhirnya hanya mempunyai 5 kelas. Hasil tersebut masih

perlu diakurasikan dengan pemeriksaan langsung dengan survei lapangan

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

29

sehingga hasil klasifikasi dapat disajikan dalam bentuk peta tematik sebagai

informasi sebaran dan kondisi lamun di perairan Bintan Timur.

4.1.2. Peta Tematik Sebaran Ekosistem Lamun

Hasil data citra yang telah di olah dapat dijadikan sebagai informasi sebaran

ekosistem padang lamun di Perairan Bintan Timur dan disajikan dalam bentuk peta

tematik sebaran ekosistem lamun yang diolah menggunakan perangkat lunak ArcGIS

9.3. (Gambar 7, 8, 9, 10 dan 11). Panjang keseluruhan garis pantai pada peta adalah

25,254 Km dan luas padang lamun adalah 455.132 ha, dimana panjang garis pantai

dan luas lamun dari setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 6. Penghitungan ini di

dapat dari pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3.

Stasiun 1 merupakan stasiun yang memiliki sebaran lamun yang paling luas

dibanding tiga stasiun yang lain yaitu seluas 264,89 ha dan merupakan kondisi

lamun yang baik. Pada peta dapat dilihat adanya seberan terumbu karang yang

berada didepan ekosistem lamun di banding pada stasiun yang lainya hal ini

disebabkan adanya asosiasi antara ekosistem lamun dan ekosistem terumbu

karang yang berjalan dengan baik, berupa ekosistem lamun sebagai penahan

sedimen yang baik sebelum sedimen masuk dan merusak ekosistem terumbu

karang, hal ini menyebabkan pertumbuhan terumbu karang yang baik sehingga

terdapat terumbu karang yang cukup luas. Menurut (Supriadi 2008) ekosistem

terumbu karang sebagai pelindung bagi ekosistem padang lamun dan ekosistem

mangrove dari hempasan gelombang dan arus yang datang dari laut lepas,

sehingga jika kondisi terumbu karang yang baik dan banyak dapat membantu

ekosistem lamun dari hempasan gelombang dan arus.

Pada stasiun 2 masih terdapat terumbu karang walaupun lebih sedikit

dibandingkan dengan stasiun 1, sedangkan pada stasiun 3 dan stasiun 4 tidak

ditemukannya terumbu karang di karenakan luasan lamun yang sedikit yaitu

hanya sebesar 56.572 ha pada stasiun 3 dan 34.107 ha pada stasiun 4 ditambah

lagi dengan kondisi perairan yang sangat buruk seperti salinitas pada stasiun 4

hanya sebesar 25,75‰ jauh dibawah standar baku mutu yaitu antara ±35‰ -

±40‰ (waycot et al 2007). Kadar oksigen terlarut pada stasiun 4 sebesar

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

30

4,4mgL-1s, sedangkan menurut (Effendi 2003) dimana perairan yang

diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memilih kadar oksigen tidak

kurang dari 5mgL-1, subtrat yang terdapat pada stasiun 4 dan stasiun 3 lebih

berlumpur dibandingkan dengan stasiun 1 dan stasiun 2 yang subtratnya sebagian

besar adalah pasir sehingga kecerahan perairan bisa rendah. Kecerahan

berpengaruh terhadap cahaya yang masuk keperairan untuk kepentingan

fotosintesis lamun, dengan kondisi parameter perairan dan subtrat seperti itu tidak

baik untuk pertumbuhan pada ekosistem lamun maupun ekosistem terumbu

karang.

Tabel 6. Panjang Garis Pantai dan Luas Lamun

Stasiun Panjang Garis Pantai (km) Luas lamun (ha)

Stasiun 1 6.907 264,89

Stasiun 2 6.052 99,563

Stasiun 3 6.061 56,572

Stasiun 4 6.504 34,107

Jumlah 25.254 455,132

Gambar 7. Peta Sebaran Ekosistem Lamun Di Bintan Timur

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

31

Gambar 8. Peta Sebaran Ekosistem Gambar 9. Peta Sebaran Ekosistem

Lamun Di Stasiun 1 Lamun Di Stasiun 2

Gambar 10. Peta Sebaran Ekosistem Gambar 11. Peta Sebaran Ekosistem

Lamun Di Stasiun 3 Lamun Di Stasiun 4

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

32

4.2. Kondisi Parameter Perairan

Pengamatan parameter lingkungan fisika dan kimia perairan di lakukan

pada saat perairan pasang yaitu pada kisaran pukul 08.00 -12.00 WIB

pengambilan sampel dilakukan 4 pengulangan di setiap stasiun (Lampiran 10).

Hasil dari penghitungan parameter perairan dilapangan seperti : suhu, salintas,

derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), kecepatan arus, kedalaman,

kecerahan disajikan dalam bentuk grafik yang disatukan dari setiap stasiun agar

lebih muda dianalisis perbedaan setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik Parameter Parairan Setiap Stasiun

Pada stasiun 1 berdasarkan pengukuran langsung di lapangan didapatkan :

suhu sebesar 30,55 °C, kedalaman 1,22 m, kecerahan sebesar 100%, DO sebesar

6,6 mgL-1, arus sebesar 0.13 ms-1, pH sebesar 7,67, dan salinitas sebesar

35,075‰. Kondisi dari perairan tersebut sangat mendukung untuk pertumbuhan

lamun, dikarenakan nilai-nilai tersebut masih masuk dalam baku mutu yang baik

untuk pertumbuhan lamun.

Pada stasiun 2 dan stasiun 3 berdasarkan pengukuran langsung di lapangan

hasilnya tidak terlalu berbeda didapatkan berturut-turut : suhu sebesar 32,3 °C dan

1.22 1.34

75

1.11

75 1.80

5

6.6

5.57

5

5.7

4.4

7.67

5

7.12

5 7.77

5

6.27

5

30.5

5

32.3 34

.975

28.0

75

100

100

100

87.5

13 12

8

30

35.0

75

34.3

25

34.1

75

25.7

5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4Stasiun

Parameter Perairan Setiap Stasiun

Kedalaman (m)

DO (mg/L)

pH

Suhu (C)

Kecerahan (%)

Arus (cm/s)

Salinitas (‰)

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

33

34,9 °C, kedalaman 1,34 m dan 1,11 m , kecerahan sebesar 100% dan 100%, DO

sebesar 5,57 mgL-1 dan 5,7 mgL-1, arus sebesar 0.12 ms-1dan 0.08 ms-1, pH

sebesar 7,12 dan 7,77, dan salinitas sebesar 34,32‰ dan 34,17‰. Dibandingkan

dengan stasiun 1 parameter di stasiun 2 dan stasiun 3 tidak sebagus pada stasiun 1

namun nilai tersebut masih masuk dalam nilai standar baku mutu yang baik untuk

pertumbuhan lamun.

Pada stasiun 4 berdasarkan pengukuran langsung di lapangan didapatkan :

suhu sebesar 28,07 °C, kedalaman 1,8 m, kecerahan sebesar 87,5%, DO sebesar

4,4 mgL-1, arus sebesar 0.3 ms-1, pH sebesar 6,27, dan salinitas sebesar 25,75‰.

Kualitas perairan di stasiun 4 ada beberpa parameter yang di bawah baku mutu

seperti DO hanya 4,4 mgL-1, menurut (Effendi 2003) perairan yang diperuntukkan

bagi kepentingan perikanan sebaiknya memilih kadar oksigen tidak kurang dari 5

mgL-1. Salinitas hanya sebesar 25,75‰ menurut (Waycott et al. 2007) Salinitas

yang ideal bagi kehidupan lamun adalah senilai ±35‰ - ±40‰. Sehingga perairan

di stasiun 4 termasuk perairan yang tidak baik untuk pertumbuhan lamun.

Perbedaan kualitas air di setiap stasiun disebabkan karena kondisi

lingkungan yang berbeda dari setiap stasiun seperti adanya muara sungai yg besar

pada stasiun 4 hal ini dapat mempengaruhi parameter salinitas karena perbedaan

salinitas pada air tawar yang lebih rendah dibandingkan dengan air laut, semakin

besar debit air yang masuk ke perairan laut maka semakin tinggi juga pengaruh ke

salinitasnya. Akitifitas manusia disekitar lingkungan stasiun juga mempengaruhi

perbedaan dari setiap parameter perairan pada stasiun 1 tidak ada ditemukan nya

aktifitas manusia yang mengganggu perairan sehingga keadaan parameter perairan

di stasiun 1 lebih bagus di banding 3 stasiun lainnya.

Berdasarkan pengamatan secara langsung di lapangan substrat pada setiap

stasiun tidak jauh berbeda, sehingga peneliti menggunakan data sekunder dari

Bappeda Kabupaten Bintan (2010) yang menyatakan substrat yang berada pada

perairan Bintan Timur adalah pasir yaitu pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3

kecuali di daerah kawal atau stasiun 4 yang merupakan substrat pasir belumpur.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

34

4.3. Kondisi Ekositem Lamun

Survei lapangan dilakukan selama 10 hari yaitu pada tanggal 22 april

sampai 2 Mei 2013. Pengambilan dan penghitungan sampel dilakukan saat

perairan surut yaitu sekitar pukul 15.00 – 18.00 WIB. Pemeriksaan lapangan di

lakukan untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun pada empat stasiun yang

berbeda agar dapat digabungkan hasilnya dengan peta sebaran lamun yang telah di

dapat, dimana setiap stasiun ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan sekitar.

Hasil dari pengambilan data kondisi lamun mencakup persentasi jumlah jenis

lamun, persentasi tutupan lamun dan biomassa lamun dapat dilihat pada Table 7.

Tabel 7. Hasil Pengambilan Data Kondisi Lamun

Stasiun Jenis Lamun Biomassa g(m2)-1 Persen Tutupan %

Stasiun 1 5 727.08 66

Stasiun 2 3 370.66 30

Stasiun 3 3 479.08 39

Stasiun 4 2 197.25 3

4.3.1 Persentase Jumlah Jenis Lamun

Berdasarkan pengamatan dilapangan dari empat stasiun yang berbeda,

ditemukan 5 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichi,

Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halophila spinulosa. Jenis

lamun yang banyak ditemukan di perairan Bintan Timur adalah jenis Enhalus

acoroide dan Thallasia hemprichi.

Pada stasiun 1 merupakan stasiun yang paling banyak di temukan jenis

lamun dibandingkan dengan stasiun 2, 3 dan 4. Hal ini disebabkan lokasi pada

stasiun 1 merupakan lokasi yang masih dapat dikatakan alami karena belum

terjadinya pencemaran lingkungan disekitar lokasi selain itu juga pada stasiun 1

merupakan lokasi yang sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun karena dari

pengamatan parameter perairan di lapangan hasilnya masuk kedalam standar baku

mutu untuk pertumbuhan lamun.

Pada stasiun 2 dan stasiun 3 sama-sama hanya ditemukan tiga jenis lamun,

hal ini dikarenakan lokasi pada stasiun 2 dan stasiun 3 yang berdekatan hanya

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

35

berjarak sekitar 3 Km di banding ke stasiun 1 berjarak 9 Km dan ke stasiun 4

berjarah 8 Km. Lingkungan pada stasiun 2 yang berdekatan dengan tempat

penginapan atau hotel sedangkan pada stasiun 3 berdekatan dengan tempat makan

atau restoran dimana hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dari

limbah pembuangan hotel dan restoran yang dapat mempengaruhi kualitas

perairan.

Pada stasiun 4 sangat sedikit ditemukan jenis lamun yaitu hanya terdapat

dua jenis lamun, hal ini di karenakan lokasi pada stasiun 4 merupakan daerah

yang kondisi parametr perairan yg paling buruk dari 3 stasiun lainnya ditambah

lagi lokasi stasiun 4 yang berdekatan dengan pemukiman warga sehingga tingkat

pencemaran di lokasi tersebut lebih tinggi dibanding 3 stasiun lainnya yang tidak

ada pemukiman warga. Pencemaran-pencemaran dapat ditimbulkan dari aktifitas

warga seperti tumpahan bahan bakar minyak dari kapal-kapal nelayan yang

berlabuh disekitar perairan stasiun 4 dan pengecatan kapal yang dilakukan

langsung didekat perairan.

Pada stasiun 1 ditemukan jenis lamun yang paling banyak yaitu Enhalus

acoroides, Thallasia hemprichi, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium

dan Halophila spinulosa (Lampiran 7) . Jenis lamun Enhalus acoroides

merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu dengan persentase sebesar

44,81%, Thallasia hemprichi 26,41%, Cymodocea rotundata 16,03%,

Syringodium isoetifolium 8,0% dan Halophila spinulosa 4,71%. Hasil penelitian

persentase jumlah jenis lamun dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Presentase Jumlah Jenis Lamun di Stasiun 1

45%

26%

16%

8%5% Stasiun 1

Enhalus acoroides

Thalasia hemprichi

Cymodecea rotundata

syringodium isoetifolium

Halophila spinulosa

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

36

Pada stasiun 2 ditemukan jenis lamun lebih sedikit dibandingkan stasiun 1

hanya tiga jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichi dan

Cymodocea rotundata (Lampiran 7). Jenis lamun Enhalus acoroides tetap

merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu dengan persentase sebesar

65,16%, Thallasia hemprichi 24,71% dan Cymodocea rotundata 10,11%. Hasil

penelitian persentase jumlah jenis lamun dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Presentase Jumlah Jenis Lamun di Stasiun 2

Pada stasiun 3 ditemukan jenis lamun tidak jauh berbeda dengan stasiun 2

tetapi lebih sedikit dibandingkan stasiun 1. Persentase jenis lamun pada stasiun 3

yaitu Enhalus acoroides 62,59%, Thallasia hemprichi 24,42% dan Cymodocea

rotundata 12,97%. Hasil penelitian persentase jumlah jenis lamun dapat dilihat

pada Gambar 15.

Gambar 15. Presentase Jumlah Jenis Lamun di Stasiun 3

Pada stasiun 4 ditemukan jenis lamun yang paling sedikit dibandingkan

stasiun 1, 2 dan 3 hanya ditemukan dua jenis lamun yaitu Enhalus acoroides dan

Thallasia hemprichi (Lampiran 7) dengan masing-masing persentase Enhalus

65%

25%

10%

Stasiun 2

Enhalus acoroidesThalasia hemprichiCymodecea rotundata

63%

24%

13%

Stasiun 3

Enhalus acoroidesThalasia hemprichiCymodecea rotundata

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

37

acoroides sebesar 80% dan Thallasia hemprichi sebesar 20%. Hasil penelitian

persentase jumlah jenis lamun dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Presentase Jumlah Jenis Lamun di Stasiun 4

4.3.2. Analisis Data Biomasa Lamun

Berdasarkan data pengamatan dilapangan dari empat stasiun yang berbeda,

ditemukan 5 jenis lamun yang berbeda pula, dimana setiap pengambilan sampel

dilakukan tiga kali pengulangan disetiap stasiun. Penghitungan biomassa lamun

yang digunakan adalah jenis lamun Enhalus acoroides karena jenis lamun

Enhalus acoroides yang paling banyak ditemukan disetiap stasiun dibandingkan

dengan jenis lamun yang lainya.

Pada stasiun 1 dapat kita lihat berat biomassa lamun Enhalus acoroides

sebesar 636,25 g(m2)-1, 684,25 g(m2)-1, dan 860,75 g(m2)-1 dengan rata-rata dari

tiga kali pengulangan tersebut adalah 727,08 g(m2)-1. Pada Stasiun 2 berat

biomassa lamun Enhalus acoroides sebesar 441,75 g(m2)-1, 354,25 g(m2)-1 dan

316 g(m2)-1 dengan rata-rata dari tiga kali pengulangan tersebut adalah 370,66

g(m2)-1. Pada stasiun 3 tidak jauh berbeda dengan stasiun 2 yaitu sebesar 553,25

g(m2)-1, 391 g(m2)-1 dan 493 g(m2)-1 dengan rata-rata 479,08 g(m2)-1. Pada stasiun

4 berat biomassa lamun yang paling kecil yaitu sebesar 233,5 g(m2)-1, 190,5

g(m2)-1 dan 167,75 g(m2)-1 dengan rata-rata dari tiga kali pengulangan tersebut

adalah 197,25 g(m2)-1 (Lampiran 8). Perbandingan persentase dari ke 4 stasiun di

atas dapat dilihat pada Gambar 17.

80%

20%

Stasiun 4

Enhalus acoroides

Thalasia hemprichi

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

38

Gambar 17. Presentase Biomassa dari Setiap Stasiun

Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa nilai berat biomassa lamun

Enhalus acoroides pada stasiun 1 merupakan nilai biomassa yang tertinggi

dibandingkan dari stasiun lainnya, hal ini di sebabkan daun-daun dari lamun

Enhalus acoroides distasiun 1 masih sangat bagus dan meliliki kerapatan yang

tinggi, sehingga mempunyai berat yang lebih tinggi di banding pada stasiun 2 dan

stasiun 3 yang mempuyai biomassa lebih kecil dibanding stasiun 1 walaupun

demikian perbedaan yang sangat mencolok terdapat pada stasiun 4 dengan

kerapatan yang sangat rendah dan kulitas daun-daun lamun yang tidak bagus. Hal

ini disebabkan karena kondisi lingkungan pada setiap stasiun berbeda-beda dan

lokasi pada stasiun 4 berdekatan dengan permukiman warga dan pelabuhan

nelayan sehingga pengaruh pencemaran yang terjadi juga lebih tinggi.

4.3.3. Persentase Penutupan Lamun

Berdasarkan data pengamatan dilapangan dari empat stasiun yang berbeda,

ditemukan persentase penutupan yang berbeda-beda. Pengambilan data dilakukan

dengan tiga kali pengulangan pada setiap stasiun. Persentase penutupan lamun

dapat kita lihat dari seberapa banyak sub-transek yang tertutupi oleh lamun,

jumlah sub-transek sebanyak 25 sub-transek dimana transek kuadrat tersebut

mempunyai ukuran sebesar 1m x 1m.

41%

21%

27%

11%

Biomassa

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

39

Hasil penghitungan dilapangan menunjukan bahwa nilai persentase

penutupan yang tertingi pada stasiun 1 yaitu sebesar 66% hal ini menunjukan

bahwa lingkungan distasiun 1 sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun,

dibandingkan stasiun 2 dan stasiun 3 yang memiliki nilai persentase yang tidak

jauh berbeda yaitu sebesar 30% dan 39% hal ini dikarenakan lokasi pada stasiun 2

dan stasiun 3 yang berdekatan sehingga kondisi lingkungan perairan tersebut tidak

jauh berbeda. Pada stasiun 4 memiliki perbedaan yang signifikan lebih rendah

persentasi penutupan lamun dibandingkan dengan 3 stasiun yang lainnya, dimana

nilai persentase penutupan lamun stasiun 4 hanya sebesar 3% hal ini dikarenakan

kondisi parameter perairan yang tidak mendukung untuk pertumbuhan lamun dan

pada stasiun 4 lokasinya berdekatan dengan muara sungai yang cukup besar

sehingga perairan tersebut dapat mengalami perubahan dari setiap parameter

perairan dimana perubahan yang secara drastis akan sangat mempengaruhi

terhadap pertumbuhan dan perkembangan lamun.

Pada stasiun 1 jumlah sub-transek yang tertutupi lamun adalah 21, 23, dan

22 dimana dari ketiga pengulangan tersebut mempunyai rata-rata 22 sub transek

yang tertutupi lamun dengan begitu hasil persentase penutupan lamun pada

stasiun 1 sebesar 66% (Lampiran 9). Persentase penutupan lamun pada stasiun 1

dapat kita lihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Presentase Penutupan Lamun pada Stasiun 1

Pada stasiun 2 jumlah sub-transek yang tertutupi oleh lamun adalah 20, 11

dan 10 dimana dari ketiga pengulangan tersebut mempunyai rata-rata 13.6 sub

transek yang tertutupi lamun dengan begitu hasil persentase penutupan lamun

66%

34%

Stasiun 1Penutupan LamunSisa Penutupan

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

40

pada stasiun 2 sebesar 30.5% (Lampiran 9). Persentase penutupan lamun pada

stasiun 2 dapat kita lihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Presentase Penutupan Lamun pada Stasiun 2

Pada stasiun 3 jumlah sub-transek yang tertupi oleh lamun adalah 12, 18

dan 15 dimana dari ketiga pengulangan tersebut mempunyai rata-rata 15 sub

transek yang tertutupi lamun dengan begitu hasil persentase penutupan lamun

pada stasiun 3 sebesar 39% (Lampiran 9). Persentase penutupan lamun pada

stasiun 3 dapat kita lihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Presentase Penutupan Lamun pada Stasiun 3

Pada stasiun 4 jumlah sub-transek yang tertupi oleh lamun adalah 5, 3 dan

6 dimana dari ketiga pengulangan tersebut mempunyai rata-rata 4,6 sub transek

yang tertutupi lamun dengan begitu hasil persentase penutupan lamun pada

stasiun 4 sebesar 3,2% (Lampiran 9). Persentase penutupan lamun pada stasiun 4

dapat kita lihat pada Gambar 21.

30%

70%

Stasiun 2Penutupan LamunSisa Penutupan

39%

61%

Stasiun 3

Penutupan LamunSisa Penutupan

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

41

Gambar 21. Presentase Penutupan Lamun pada Stasiun 4

4.3.4. Kondisi Ekosistem Lamun

Kondisi ekosistem lamun yang berada pada perairan Bintan Timur di bagi

menjadi tiga klasifikasi kondisi lamun yaitu buruk, sedang dan baik. Pengamatan

kondisi ekosistem lamun dilakukan di masing-masing stasiun. Hasil pengamatan

tiap stasiun dari kondisi lamun berbeda-beda, di mana stasiun 1 memiliki kondisi

ekosistem lamun baik dengan persentasi IKL 73,33%, stasiun 2 dan stasiun 3

memiliki kondisi lamun yang sama yaitu sedang dengan persentasi IKL 46,66%,

berbeda hal nya dengan stasiun 4 yang memilki kondisi lamun yang buruk dengan

persentasi IKL 20% (Lampiran 11). Meningkatnya lahan terbangun atau lahan

terbuka hasil aktifitas manusia dan kegiatannya di wilayah pesisir pantai dapat

menjadi salah satu ancaman bagi ekosistem lamun terutama akan meningkatkan

suplai sedimen terlarut dan sedimentasi ke perairan dan meningkatnya muatan

nutrien (Duarte 2002).

Penyebab perbedaan kondisi ekosistem lamun dari setiap stasiun

dikarenakan beberapa faktor diantaranya : perbedaan kualitas perairan, aktifitas

masyrakat disekitarnya, pelabuhan nelayan, muara sungai yang besar. Pada

stasiun 4 memiliki nilai persentasi IKL yang paling rendah hal ini dikarenakan

hasil dari perhitungan jumlah jenis, biomassa dan persen penutupan pada stasiun 4

sangat rendah dibandingkan tiga stasiun lainnya, dimana kondisi perairan pada

stasiun 4 banyak nilai yang tidak mencakup nilai baku mutu untuk kondisi yang

baik dalam pertumbuhan lamun. Nilai parameter perairan pada stasiun 4 yang

3%

97%

Stasiun 4

Penutupan LamunSisa Penutupan

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

42

buruk disebabkan oleh banyaknya aktifitas masyrakat sekitar yang kurang peduli

dengan pencemaran yang dilakukannya seperti diantaranya membuang air limbah

rumah seperti air bekas mandi, pencucian baju yang langsung dibuang ke perairan

laut karena rumah masyarakat sekitar berupa rumah panggung yang berada

langsung di atas perairan langsung dan aktifitas yang paling merusak perairan

yaitu adanya kegiatan nelayan yang memperbaiki kapalnya langsung di perairan

tersebut dari membuang oli-oli bekas sampai pengecatan lambung-lambung kapal,

ditambah lagi lokasi stasiun 4 yang berdekatan dengan muara sungai yang cukup

besar dan membawa air tawar masuk ke perairan laut sekitar. Bandingkan dengan

stasiun 1 yang kondisi ekosistem lamun yang baik, dimana lokasi tersebut sangat

jauh dari aktifitas masyarakat yang dapat merusak dan mencemari perairan

sehingga stasiun 1 sangat cocok dan baik untuk pertumbuhan lamun.

Menurut (Short dan Echeverria 2000) salah satu sebab kerusakan lamun

karena kurangnya kesadaran manusia terhadap nilai dan fungsi ekosistem lamun.

Pembangunan wilayah pesisir dengan konsep “sustainable tourism” dapat

dijadikan alternatif dalam pemecahan masalah pemanfaatan ruang perairan pantai.

Setelah mendapatkan kondisi dari ekosistem lamun dari setiap stasiun pengamatan

maka kita akan mendapatkan hasil peta berupa sebaran dan kondisi ekosistem

lamun di perairan Bintan Timur Kepulauan Riau (Gambar 22).

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran …media.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090004_4_8720.pdf · didasarkan pada algoritma lyzenga sebagai kunci interpretasi

43

Gambar 22. Peta Sebaran dan Kondisi Ekosistem Lamun Di Perairan

Bintan Timur.