bab ii tinjauan pustaka -...

34
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 hektar. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18 ha dan Teluk 5 ha), terumbu karang tipe fringing reef, mangrove dan lamun bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m (TNKpS, 2008). Ditinjau dan letak kontinental dan oseanografisnya, wilayah Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun yang disebut angin muson. Banyaknya uap air laut yang berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena Kepulauan Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang dipengaruhi variasi tekanan udara. Dimana musim basah mencapai kondisi maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada bulan Juni - Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut - Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober - April; serta angin Tenggara - Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei September (TNKpS, 2008). Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,5-28,5 °C, suhu udara maksimum berkisar antara 29,5-32,5 °C, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 23,4-23,8 °C. Kelembaban nisbi rata-rata berkisar antara 75-85 %, sedangkan tekanan udara rata-rata antara 1009,0-1011,0 mb (Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2003 dalam TNKpS, 2008).

Upload: vuongdat

Post on 03-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan

kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 5°24' -

5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran

Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 hektar. Taman Nasional Laut

Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-Pulau Sangat Kecil dan Perairan

Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil,

86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136

hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18 ha dan Teluk 5 ha), terumbu

karang tipe fringing reef, mangrove dan lamun bermedia tumbuh sangat miskin

hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m (TNKpS, 2008).

Ditinjau dan letak kontinental dan oseanografisnya, wilayah Kepulauan

Seribu mempunyai iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin

setiap setengah tahun yang disebut angin muson. Banyaknya uap air laut yang

berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena Kepulauan

Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang

dipengaruhi variasi tekanan udara. Dimana musim basah mencapai kondisi

maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada

bulan Juni - Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut -

Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober - April; serta angin

Tenggara - Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei – September

(TNKpS, 2008).

Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,5-28,5 °C, suhu udara maksimum

berkisar antara 29,5-32,5 °C, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara

23,4-23,8 °C. Kelembaban nisbi rata-rata berkisar antara 75-85 %, sedangkan

tekanan udara rata-rata antara 1009,0-1011,0 mb (Dinas Tata Kota DKI Jakarta,

2003 dalam TNKpS, 2008).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

7

Pengamatan angin permukaan menunjukkan bahwa angin dominan di

Kepulauan Seribu adalah angin timur. Dikaitkan dengan arah angin dominan yang

terjadi tersebut, karakteristik arah gelombang datang teramati yaitu 130° (dan

Timur-Tenggara) menunjukkan adanya ketergantungan gelombang terhadap

angin. Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar

0,5-1,5 m, sedangkan pada musim timur sebesar 0,5-1,0 meter. Bervariasinya

tinggi gelombang ini dikarenakan terdapat perbedaan kecepatan angin musim

yang bertiup di atasnya (Kab. Adm. Kep. Seribu-LAPI ITB, 2004 dalam TNKpS,

2008).

Suhu dan salinitas air permukaan laut di Kepulauan Seribu secara umum

berkisar antara 30-34 0/00. Salinitas air permukaan pada musim barat, musim timur

dan msim pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata (Suyarso, 1995; Pardjaman,

1977 dalam Dinas Perikanan DKl Jakarta, 1997). Kecerahan perairan berkisar

antara 3-8 meter, sedangkan kekeruhannya berkisar antara 0,5-1,1 NTU yang

bervariasi dimana pada musim barat umumnya mempunyai kecerahan lebih

rendah dan kekeruhan lebih tinggi dibanding musim timur (Dinas Perikanan DKI

Jakarta, 1997 dalam TNKpS, 2008).

Pulau-pulau di Kepulauan Seribu umumnya dikelilingi oleh terumbu

karang tepian (fringing reefs) pada kedalaman 0,5-10 meter. Jenis-jenis karang

yang dapat ditemukan di sini termasuk ke dalam jenis karang keras (hard coral)

dan karang lunak (soft coral). Dari Pengamatan yang dilakukan selama kurun

waktu 22 tahun oleh berbagai instasi tercatat jenis terumbu karang yang terdapat

di Taman Nasional Kepulauan Seribu mencakup 68 genera dan subgenera dengan

134 spesies. Sedangkan diberbagai penelitian ditemukan bahwa di kawasan

Kepulauan Seribu secara keseluruhan terdapat sekitar 276 jenis karang di wilayah

Kepulauan Seribu Utara dan Selatan. Terumbu karang di kawasan perairan ini

membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu

karang tepian (fringing reef) dengan kedalaman 1-20 meter (TNKpS, 2008).

Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang terletak di gugusan

Kepulauan Seribu. Secara administratif pulau ini termasuk dalam wilayah

kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Pulau Semak Daun termasuk

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

8

dalam Zona Pemukiman Taman Nasional yang dijadikan sebagai pusat

pemerintahan dan perumahan penduduk masyarakat.

Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island

shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman

kurang dari 5 meter, dan juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas

(reef flat) dan berpasir putih.

2.2 Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reefs) merupakan kelompok organisme karang

yang hidup di dasar perairan laut dangkal, terutama di daerah tropis. Meskipun

karang ditemukan hampir di seluruh dunia, baik di perairan kutub maupun

perairan ugahari (temperate, bermusim empat), tetapi hanya di daerah tropik

terumbu dapat berkembang. Karenanya pembentukan terumbu karang digunakan

untuk membatasi lingkungan lautan tropik (Kordi, 2010).

Terumbu karang disusun oleh karang-karang kelas Anthozoa, filum

Cnidaria (cnide = sengat)/ Coelenterata, dan ordo Madreporaria (Scleractinia),

yang termasuk karang hermatifik (hermatypic coral) atau jenis-jenis karang yang

mampu menghasilkan bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat

(CaCO3). Selain scleractinian corals adalah algae yang banyak diantaranya juga

mengandung atau menghasilkan kapur. Hewan karang termasuk kelas Anthozoa,

yang berarti hewan berbentuk bunga (Antho = bunga; zoa = hewan) (Kordi, 2010).

Di dalam klasifikasi hewan, karang termasuk dalam kelompok besar

Cnidaria/Coelenterata (hewan berongga) seperti ubur-ubur dan anemone laut.

Karang dikelompokkan sebagai karnivora dan pemakan zooplankton (hewan

mikroskopis yang sifat hidupnya terbawa air), seperti larva udang dan larva

moluska. Makanan karang berasal dari tiga sumber, yaitu (a) plankton yang

ditangkap melalui tentakel yang dilengkapi dengan sel penyengat pelumpuh

mangsa (nematocyst); (b) nutrisi organik yang diserap secara langsung dari air;

dan (c) senyawa organik yang dihasilkan zooxanthellae, yaitu sejenis algae yang

hidup di polip karang. Untuk kepentingan pembentukan karang, zooxanthellae

merupakan yang paling penting (Dahuri, 2003 dalam Kordi, 2010).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

9

2.2.1 Tipe Terumbu Karang

Terumbu karang dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu atol, terumbu

penghalang (barrier) dan terumbu pinggir atau tepi (fringing), sebagai berikut

(TERANGI, 2011):

A. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di

sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh

ke permukaan dan ke arah laut terbuka (Gambar 2).

B. Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang

dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya

terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai (Gambar 3).

C. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang

muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang

memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. Gambar tersebut dikutip dari

White, 1987 dalam Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah

Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (Gambar 4).

Gambar 2. Terumbu Karang Tepi(White, 1987 dalam TERANGI, 2011)

Gambar 3. Terumbu Karang Penghalang(White, 1987 dalam TERANGI, 2011)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

10

Ketiga bentuk tersebut sebenarnya merupakan evolusi dari atol

(Romimohtarto dan Juwana, 2005). Salah satu teori populer yang menjelaskan

asal atol adalah teori penenggelaman (subsidence theory) Charles Darwin.

Menurut teori ini, asal mula atol adalah saat terumbu tepi mulai tumbuh di pantai

pulau-pulau vulkanik yang baru terbentuk yang telah muncul ke permukaan air

dari perairan dalam. Pulau-pulau ini kemudian mulai turun dan apabila penurunan

ini tidak terlalu cepat, pertumbuhan terumbu akan seimbang dengan penurunan

pulau tersebut, kemudian akan membentuk terumbu penghalang dan akhirnya

akan menjadi sebuah atol, sedangkan pulaunya menghilang di bawah laut. Kalau

pulau sudah menghilang, pertumbuhan karang yang diteruskan di sebelah luar

akan menahan terumbu di atas permukaan, tetapi di bagian dalam di mana pulau

dahulu berada, keadaan air tenang dan pengendapan yang tinggi sehingga

mencegah pertumbuhan karang yang terus-menerus, dan oleh karenanya

terbentuklah gobah (Nybakken, 1988).

Teori penenggelaman (subsidence theory) Darwin baru dapat dibuktikan

pada pertengahan abad ke-20. (Ladd et al, 1953 dalam Nybakken, 1988)

melaporkan pengeboran di Eniwetok Atol di Kepulauan Marshall sampai

kedalaman 1283 m pada batu kapur terumbu, dan membentur batuan vulkanik.

Kebenaran teori ini diperkuat dengan ditemukannya gunung-gunung dengan

puncak dasar atau guyot, yang pada saat sekarang, puncak-puncak itu berada

ratusan atau ribuan meter di bawah permukaan lautan, tetapi pada permukaannya

terdapat bekas-bekas karang perairan dangkal. Ternyata, gunung-gunung itu

Gambar 4. Terumbu Karang Cincin (Atol)(White, 1987 dalam TERANGI, 2011)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

11

tenggelam terlalu cepat bagi terumbu yang tumbuh di zona yang mendapat

cahaya.

Teori penenggelaman (subsidence theory) mengaitkan ketiga tipe terumbu

dalam rangkaian yang evolusioner, tetapi bukan merupakan penjelasan untuk

semua tipe terumbu penghalang dan terumbu tepi. Meskipun teori ini

merangkaikan ketiga tipe terumbu dalam suatu urutan, itu tidak berarti bahwa bila

di kemudian hari terjadi terumbu penghalang dan terumbu tepi di suatu tempat,

suatu urutan seperti itu terjadi juga. Penyebab terjadinya terumbu penghalang dan

terumbu tepi di sekitar tepi-tepi benua dan di pulau bukan vulkanik yang intesif

adalah karena daerah-daerah ini mempunyai kondisi lingkungan yang susuai bagi

pertumbuhan. Oleh karena itu, terumbu yang luas di sekeliling Kepulauan

Indonesia, Filipina, Nugini, Fiji, dan kebanyakan dari Kepulauan Karibia dan

Florida, dapat tumbuh karena substrat yang memulai pertumbuhannya. Di daerah-

daerah ini tidak ada daratan yang turun, sehingga terumbu tidak akan menjadi atol

(Nybakken, 1988).

2.2.2 Pertumbuhan Karang

Laju pertumbuhan pada koloni-koloni karang dapat berbeda satu sama

lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan spesies, umur koloni, dan daerah

suatu terumbu. Tetapi beberapa hal yang umum dapat dicatat, koloni yang muda

dan kecil cenderung tumbuh lebih cepat daripada koloni-koloni yang lebih tua;

koloni-koloni yang besar, dan bercabang-cabang atau karang yang menyerupai

daun cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada karang masif (Nybakken,

1988). Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Vaughn (1915 dalam

Nybakken, 1988) diketahui bahwa genus Acropora yaitu spesies Acropora

foliaceous (seperti daun) dapat tumbuh dengan diameter 5-10 cm dan tingginya 2-

5 cm pertahun. Sedangkan spesies Montastrea annularis, sebuah tipe karang

masif hanya tumbuh dengan diameter 0,5-2 cm dan tinggi 0,25-0,75 cm per tahun.

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang

Acropora dan non-Acropora (English et al., 1994). Perbedaan Acropora dengan

non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

12

disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki

radial koralit (TERANGI, 2011) (Gambar 5 dan 6).

Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora terdiri atas (TERANGI, 2011):

A. Bentuk Bercabang (Branching), memiliki cabang lebih panjang daripada

diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian

atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak

memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

B. Bentuk Padat (Massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk

seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya

ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

C. Bentuk Kerak (Encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat

pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang

tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-

hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

D. Bentuk lembaran (Foliose), merupakan lembaran-lembaran yang menonjol

pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,

terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat

memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

E. Bentuk Jamur (Mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,

memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga

pusat mulut.

F. Bentuk submasif (Submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

kolom-kolom kecil.

Gambar 5. Skeleton Acropora(TERANGI, 2011)

Gambar 6. Skeleton Non-Acropora(TERANGI, 2011)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

13

G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan

adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila

disentuh.

H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada

rangkanya

Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut (TERANGI, 2011):A. Acropora bentuk cabang (Acropora Branching), bentuk bercabang seperti

ranting pohon.

B. Acropora meja (Acropora Tabulate), bentuk bercabang dengan arah mendatar

dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau

bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

C. Acropora merayap (Acropora Encursting), bentuk merayap, biasanya terjadi

pada Acropora yang belum sempurna.

D. Acropora Submasif (Acropora Submassive), percabangan bentuk

gada/lempeng dan kokoh.

E. Acropora berjari (Acropora Digitate), bentuk percabangan rapat dengan

cabang seperti jari-jari tangan.

2.2.3 Faktor-faktor Pembatas

Menurut Nybakken (1988), Faktor-faktor pembatas pada terumbu karang,

yaitu sebagai berikut (Gambar 7):

A. Suhu

Bahwa hampir semua terumbu hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi

oleh permukaan yang isoterm 20 0C. Karang hermatipik dapat bertahan selama

beberapa waktu pada suhu agak di bawah 20 0C; akan tetapi, seperti yang

dicatat oleh Wells (1957 dalam Nybakken, 1988), tidak ada terumbu yang

berkembang pada suhu minimum tahunan di bawah 18 0C. perkembangan

terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu

tahunannya 23-25 0C, terumbu karang dapat mentoleransi suhu sampai kira-

kira 36-40 0C.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

14

B. Kedalaman

Terumbu karang juga dibatasi oleh kedalaman. Terumbu karang tidak dapat

berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 m, kebanyakan terumbu

tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang.

C. Cahaya

Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu

karang. Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthellae

simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup,

laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang

untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan

berkurang pula. Titik kompensasi untuk karang nampaknya merupakan

kedalaman di mana intensitas cahaya berkurang sampai 15-20 persen dari

intensitas di permukaan.

D. Salinitas

Faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang adalah salinitas.

Karang hermatipik adalah organisme lautan sejati dan tidak dapat bertahan

pada salinitas yang jelas menyimpang dari salinitas air laut yang normal (32-

35 0/00). Bagaimanapun perairan pantai akan terus-menerus mengalami

pemasukan air tawar secara teratur dari aliran sungai, sehingga salinitasnya

berkurang, dan tidak akan ada terumbu. Sebalikanya, terumbu karang dapat

terjadi di wilayah yang salinitasnya tinggi seperti di Teluk Persia, di mana

terumbu berkembang pada salinitas 42 0/00.

E. Sedimentasi

Endapan, baik di dalam air maupun di atas karang, mempunyai pengaruh

negatif terhadap karang. Kebanyakan karang hermatipik tak dapat bertahan

dengan adanya endapan yang berat, yang menutupinya dan menyumbat

struktur pemberian makannya. Endapan dalam air, juga mempunyai akibat

sampingan yang negatif, yaitu mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk

fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya,

perkembangan terumbu karang berkurang atau menghilang dari daerah-daerah

yang pengendapannya besar. Kalau endapan ini diangkut oleh sungai-sungai

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

15

atau aliran-aliran, gabungan dari berkurangnya salinitas dan endapan yang

berlebihan merupakan penyebab tidak terbentuknya terumbu. Spesies karang

hermatipik dapat bervariasi dalam hal ketahanan mereka terhadap adanya

endapan; ada beberapa yang dapat tahan terhadap laju pengendapan yang

tinggi, dan ini ditemukan sebagai koloni yang terisolasi di daerah

pengendapan.

F. Gelombang

Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah yang

mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan kerangka-kerangka yang

padat dan masif dari kalsium karbonat tidak akan rusak oleh gelombang yang

kuat. Pada saat yang sama, gelombang-gelombang itu memberikan sumber air

yang segar, member oksigen dalam air laut dan menghalangi pengendapan

pada koloni. Gelombang-gelombang itu juga memberi plankton yang baru

untuk makanan koloni karang

G. Udara

Pertumbuhan karang kearah atas dibatasi oleh udara. Banyak karang yang

mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga pertumbuhan

mereka kearah atas terbatas hanya sampai tingkat pasang-turun terendah. Pada

waktu tingkat pasang-turun sangat rendah dalam waktu lima hari di Teluk

Aquaba, Loya (1977 dalam Nyabakken, 1988) menemukan kematian karang

antara 80-90 persen, yang berarti faktor ini sangat penting. Pada tingkat

pasang-turun terendah di musim semi, daerah terumbu akan berada dalam

udara terbuka untuk waktu yang singkat, hanya beberapa jam yang tidak akan

merugikan, setidak-tidaknya di wilayah Indo-Pasifik.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

16

2.3 Lingkungan Bentik

Zona bentik di bawah zona neritik pelagik pada paparan benua disebut

sublitoral atau zona paparan. Zona ini mendapat cahaya dan pada umumnya

dihuni oleh organisme yang melimpah yang terdiri dari berbagai komunitas,

termasuk padang rumput, kebun kelp, dan terumbu karang. Sebagian besar zona

ini terdiri dari sedimen lunak, pasir, lumpur, dan sedikit daerah dengan substrat

keras. Secara ekologis terdapat dua kelompok organisme yang agak berbeda di

daerah ini. Epifauna adalah organisme bentik yang hidup pada atau, dalam

keadaan lain, berasosiasi dengan permukaan. Infauna adalah organisme yang

hidup di substrat lunak. Kedua istilah ini berlaku untuk semua habitat bentik.

Kelompok ketiga terdiri dari predator-predator besar dan bergerak aktif seperti

ikan dan kepiting (Nybakken, 1988).

Organisme infauna biasanya digolongkan menurut ukurannya.

Makrofauna adalah organisme yang berukuran lebih besar dari 1 mm, meiofauna

1.0 mm sampai 0.1 mm, dan mikrofauna lebih kecil dari 0.1 mm. kelompok ini

terutama terdiri dari protozoa dan bakteri (Nybakken, 1988).

Secara umum pembagian zonasi bentik adalah sebagai berikut (Wibisono, 2010):

A. Supralithoral: merupakan dasar perairan yang selalu dalam keadaan basah

karena adanya hempasan ombak yang dating/pergi.

B. Sublithoral: merupakan daerah pasang surut sampai kedalaman + 20 meter.

Gambar 7. Ringkasan Faktor-faktor Fisik yang Bekerja pada PolipKarang dan Terumbu Karang yang dapat MembatasiPenyebaran Keduanya (Nybakken, 1988)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

17

C. Eu-lithoral: bagian dasar perairan dihitung mulai dari garis surut samapi

kedalaman + 200 meter.

D. Archibenthal: daerah lanjutan lithoral yang melengkung kebawah sehingga

dasar laut menjadi lebih dalam lagi.

E. Batial : lanjutan dari archibental sampai kedalaman + 2.000 meter.

F. Abisal: lanjutan Batial dengan kedalaman dari 2.000 sampai dengan 4.000

meter.

G. Hadal: lanjutan Abisal dengan kedalaman lebih dari 4.000 meter.

2.3.1 Kondisi Lingkungan

Perairan paparan benua kurang konstan dan kondisi lingkungannya

menunjukkan lebih banyak variasi dibandingkan dengan daerah epipelagik laut

terbuka atau laut-dalam. Kemungkinan faktor fisik terpenting yang bereaksi pada

komunitas dasar adalah turbulensi atau gerakan ombak. Pada perairan-dangkal ini,

interaksi ombak, arus, dan upwelling menimbulkan turbulensi. Turbulensi ini

secara umum mencegah perairan pantai terstratifikasi secara termal kecuali untuk

waktu yang singkat di daerah beriklim sedang, jadi nutrien jarang menjadi faktor

pembatas. Produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan perairan lepas

pantai yang serupa karena melimpahnya nutrien, baik berasal dari runoff daratan

maupun pendaur ulangan. Produktivitas yang tinggi ini menyangga populasi

zooplankton dan organisme bentos yang tinggi (Nybakken, 1988).

Pergerakan ombak merupakan faktor yang penting di daerah ini. Priode

pergerakan laut dan gelombang badai yang lama, berpengaruh terhadap dasar

perairan yang dangkal ini. Pada dasar yang lunak, jalur ombak ini dapat

menimbulkan gerakan bergelombang besar di dasar, yang sangat mempengaruhi

stabilitas substrat. Pratikel substrat dapat teraduk dan tersuspensi kembali, hal ini

sangat mempengaruhi hewan infauna yang hidup di dalam substrat. Pergerakan

ombak juga menentukan tipe pratikel yang terkandung. pergerakan ombak yang

kuat memindahkan partikel halus sebagai suspense dan menyisakan pasir, jadi

sedimen lumpur yang baik hanya dapat terbentuk pada dasar yang pergerakan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

18

ombaknya rendah atau letaknya lebih dalam sehingga tidak terlalu dipengaruhi

oleh ombak (Nybakken, 1988).

Salinitas di daerah ini lebih bervariasi dari pada di laut terbuka atau laut-

dalam, tetapi kecuali di daerah dekat sungai-sungai besar yang mengeluarkan

sejumlah besar air tawar, salinitas tidak berubah banyak sehingga dapat

menimbulkan perbedaan ekologis. Suhu juga lebih bervariasi di perairan pantai

dan menunjukkan perubahan musiman yang jelas di daerah yang beriklim sedang.

Perubahan suhu ini dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau

mengakhiri berbagai aktivitas, misalnya reproduksi. Penetrasi cahaya pada

perairan turbulen ini lebih kecil dibandingkan dengan daerah laut terbuka.

Kumpulan partikel-partikel sisa, baik dari daratan, dari potongan-potongan kelp

dan rumput laut, ditambah kepadatan plankton yang tinggi akibat melimpahnya

nutrien, menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya sampai beberapa meter

(Nybakken, 1988).

Persedian makanan di daerah ini melimpah. Sebagian disebabkan karena

produktivitas plankton meningkat dan juga disebabkan oleh produksi tumbuhan

yang melekat seperti kelp dan rumput laut. Ini merupakan salah satu dari sedikit

daerah di laut di mana tumbuhan makroskopik mempunyai pengaruh yang nyata

terhadap produksi. Sumber makanan terakhir adalah runoff dari daratan.

Walaupun terdapat banyak tanaman besar di daerah perairan sublitoral, secara

relatif terdapat sedikit hewan pemakan tanaman yang berukuran besar.

Penggunaan terbesar dari kelp dan rumput laut sebagai makanan hanyalah setelah

tanaman tersebut dirombak menjadi partikel detritus (Nybakken, 1988).

Dasar lunak di sublitoral tidak memiliki diversitas topografik dan

menyebar luas secara monoton sampai jarak yang jauh. Karena kurangnya relief

topografik, maka untuk membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lain

hanyalah berdasarkan besarnya butir-butir substrat. Di pihak lain substrat subtidal

yang keras dapat memiliki relief yang cukup besar dengan banyak habitat yang

potensial. Kurangnya relief di daerah infauna umumnya berarti lebih sedikit

variasi habitat untuk dihuni hewan dan lebih sedikit cara yang potensial untuk

mempertahankan hidup. Akibatnya jumlah spesies infauna lebih sedikit daripada

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

19

jumlah spesies epifauna, relung yang terdapat juga lebih sedikit. Kebanyakan

hewan infauna merupakan pemakan deposit, mencerna detritus yang berlimpah

yang jatuh ke bawah, atau sebagai pemakan suspense-menyaring plankton yang

berlimpah atau detritus yang melayang dalam kolom air. Di pihak lain, ikan-ikan

yang hidup di dasar umumnya karnivora (Nybakken, 1988).

2.3.2 Invertebrata Bentik

Invertebrata bentik adalah mahluk invertebrata (tanpa tulang punggung)

yang hidup di dasar perairan. Selain ikan terdapat penghuni terumbu karang yang

jumlahnya sangat melimpah meliputi 9 phylum. Invertebrata ini termasuk yang

memberikan sumbangsih secara ekologi serta ekonomi di terumbu karang.

Berikut beberapa filum yang berasosiasi dengan terumbu karang menurut

Romimohtarto dan Juwana (2005):

A. Filum Annelida

Annelida (L: annulus = cincin; Y: eidos = bentuk) berbeda dengan

kelompok-kelompok cacing yang lain dalam hal-hal berikut:

Tubuhnya dibagi ke dalam satu deretan memanjang ruas-ruas serupa yang

juga disebut metame (metamere) atau somit (somites), yang kelihatan dari

luar karena adanya cekungan yang mengelilingi tubuh dan kelihatan dari

dalam karena adanya sekat yang dinamakan septa atau sekat.

Rongga tubuh antara saluran pencernaan dan dinding tubuh merupakan

rongga tubuh yang sebenarnya.

Hewan ini mempunyai satu ruas pra-oral yang dinamakan prostomium.

Sistem saraf terdiri dari satu pasang ganglia pra-oral dorsal, otak, dan satu

pasang benang saraf ventral khas dengan satu pasang ganglia dalam setiap

ruas.

Kutikula (cuticle) bukan dari bahan kitin. Permukaan tubuh ada yang

dilengkapi dengan bulu-bulu kitin atau bulu kaku.

Filum Annelida erdiri dari lima kelas, yakni:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

20

Kelas Cheatopoda, yakni cacing Annelid yang hidup di laut, air tawar dan

di darat, dengan ruas-ruas tubuh yang kelihatan nyata, mempunyai sekat

antar-ruas, bulu kaku dan sebuah rongga tubuh

- Ordo Polychaeta, cacing laut yang mempunyai banyak bulu-baku yang

melekat pada embelan samping tubuh berdaging yang dinamakan

parapodia; biasanya kepalanya berkembang baik dengan embelan tubuh;

kelamin terpisah; dan mempunyai larva trokofor yang berenang bebas.

Contoh Nereis, Amphitrite, Arenicola.

- Ordo Oligochaeta, sebagian besar hidup di darat dan air tawar. Contoh

Tubifex.

Kelas Archiannelida, cacing kecil tanpa bulu-kaku atau tanpa parapodia.

Contoh Polygordius

Kelas Hirudinea, lintah, hidup di darat dan di laut. Tubuhnya pipih atas

bawah dengan sebuah prostomium dan 32 ruas tubuh, dua penghisap, satu

mengelilingi mulut dan lainnya di ujung belakang; tidak mempunyai bulu-

kaku maupun parapodia; hermafrodit dan rongga tubuh sempit karena

ditumbuhi sel-sel mesenkima. Lintah laut jarang dijumpai. Jika dijumpai di

mana pun jumlahnya sedikit. Mereka banyak terdapat pada hiu dan pari.

Kelas Gephyrea, cacing Annelida tanpa ruas, bulu-kaku dan parapodia; dan

rongga tubuh besar. Hewan ini mempunyai larva trokofor. Contoh

Phascolosoma.

Kelas myzostomaria, cacing parasit pada Echinodermata. Ada lima pasang

parapodia yang disenjatai dengan asikula (acicula) dan kait, biasanya ada

10 pasang sirus (cirri) dan biasanya ada empat pasang penghisap.

Contohnya, Myzostoma

B. Filum Arthropoda

Arthropoda (Y: arthron = sendi; pous=kaki) merupakan kelompok

terbesar di antara seluruh dunia hewan. Namanya berasal dari kakinya yang

bersendi. Sifat umum kelas ini mencakup kerangka luar keras dari kitin, yakni

polisakarida (polysacharida) majemuk, suatu jenis karbohidrat. Cangkang ini

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

21

dihasilkan oleh epidermis dan karena sifatnya yang tak elastik jika mengeras,

ia harus ditanggalkan secara berkala untuk memungkinkan hewan tumbuh.

Sifat umum yang terpenting yang berlaku untuk semua anggota

kelompok Arthropoda dan khas filum ini ialah adanya embelan tubuh yang

bersendi (jointed appendages) dan bebas dari bulu-getar. Bentuk tubuhnya

simetri bilateral dan tubuhnya terdiri dari ruas-ruas yang tersusun secara linier

berurutan. Pada masing-masing ruas atau pada beberapa ruas melekat embelan

tubuh. Tubuh tertutup kerangka luar dari kitin yang elastik pada bagian-bagian

untuk pergerakan sendi. Mereka mempunyai sistem saraf jenis Annelida,

mempunyai rongga tubuh yang menyempit pada hewan dewasa dan rongga

tubuh ini terisi darah (karenanya dinamakan hemosoel (haemocoel).

Arthropoda terdiri dari delapan kelas, yakni:

Kelas Crustacea, contoh udang, kepiting dan sebangsanya;

Kelas Oxychophora, contoh Paraperipatus (terdapat di Seram) dan

Eoperipatus (terdapat di Sumatra dan semenanjung Malaya);

Kelas Chilopoda, contoh kelabang atau lipan (centipede);

Kelas Diploda, contoh luwing (millipede);

Kelas Insecta, contoh kupu-kupu, belalang, nyamuk dsb;

Kelas Arachnoida, contoh laba-laba, kalajengking, mimi, dsb;

Kelas Pauropoda, contoh Pauropus;

Kelas Symphila, contoh Scutigerella.

C. Filum Coelenterata

Hewan dari filum ini berbentuk simetri meruji. Mereka mempunyai

dinding tubuh yang terdiri dari dua lapis sel, yakni bagian luar yang

dinamakan ektoderma dan bagian dalam yang dinamakan endoderma. Karena

itu bersifat diploblastik (diploblastic; Y: diploss = lipat dua; blastos = tunas),

yang artinya dua tunas. Meskipun demikian banyak hewan dari kelas

Anthozoa mempunyai mesoderma (kulit tengah) yang cukup berkembang. Di

antara kedua lapisan tersebut terdapat zat kental seperti agar-agar atau

mesoglea. Dinding tubuh tersebut membungkus satu rongga saja yang disebut

selenteron (coelenterons) atau rongga lamubng-pembuluh darah

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

22

(gastrovascular cavity), yang menampung dua proses, pencernaan dan

sirkulasi. Mereka tak mempunyai organ khusus untuk respirasi dan ekskresi

dan tidak mempunyai darah. Ruang pencernaan dengan hanya satu pintu. Pada

beberapa jenis Coelenterata, seperti Hydra, hewan air tawar, rongga tersebut

sederhana, tetapi pada jenis yang lain seperti Aurelia, rongga tersebut

dimodifikasi sehingga menjadi banyak kantung dan saluran-saluran

bercabang.

Sepanjang yang diketahui orang, semua Coelenterata mempunyai sel

penyengat yang dinamakan nematosista (nematocyst), yang menjadi alat untuk

menyerang dan mempertahankan diri. Nematosista terdapat hampir disekujur

badannya, tetapi jumlah terbesar terdapat di tentakel. Nematosista ini sering

berkelompok membentuk “baterai” untuk menangkap mangsa dan melindungi

hewan itu.

Ada serat otot (muscle fibrils) yang setidak-tidaknya dalam keadaan

terpusat (terkumpul). Ada serat saraf dan alat pengindera yang merupakan

struktur yang khas. Mereka berjumlah sedikit dan tersebar pada Hydra, atau

banyak dan terkumpul pada Aurelia.

Makanan Coelenterata terutama terdiri dari hewan berenang bebas yang

kecil, yang biasanya ditangkpa dengan nematosista dan dibawa ke dalam

mulut oleh tentakel dan bulu-getar. Pencernaan terjadi secara ekstraselular.

Dalam hal ini enzim dikeluarkan ke dalam rongga-rongga ke berbagai tubuh

oleh arus di dalam rongga tersebut dan kemudian diambil oleh sel kulit luar

dan diserahkan kepada sel kulit dalam. Pembuangan (dan pernafasan)

dilakukan oleh permukaan kulit luar dan dalam.

Gerakan hewan ini dapat dilakukan karena adanya serat otot dan banyak

jenis yang mampu berjalan. Coelenterata tidak mempunyai kerangka yang

sesungguhnya, meskipun batu karang yang dibangun oleh polip hewan karang

setidak-tidaknya menopang jaringan lunak untuk tegak. Coelenterata

umumnya peka terhadap intensitas cahaya, perubahan suhu, rangsangan-

rangsangan mekanik dan kimia dan gravitas.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

23

Filum ini dibagi ke dalam tiga kelas dan setiap kelas mempunyai sebaran

yang luas. Mereka adalah anemone laut dan karang (Anthozoa); ubur-ubur

(Scyphozoa); dan hydroid (Hydrozoa).

D. Filum Echinodermata

Pada echinodermata bentuk simetri meruji hanya pada dewasa. Pada

larva, bentuknya simetri bilateral. Sifat dari filum ini selanjutnya ialah

epidermis hewan dari filum ini biasanya berbulu-getar dan berisi sel-sel

kelenjar dan sel-sel indera. Osikula (ossicle), yakni kerangka berupa lempeng-

lempeng kapur dalam dinding tubuh dapat berjumlah beberapa, kecil dan

tersebar luas dan dapat berukuran besar jumlahnya besar, kurang lebih

tergabung erat menjadi kerangka yang nyata. Osikula-osikula tertentu

biasanya membentuk duri. Ada pediselari (pedicellaria), yakni pinset yang

sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.

Rongga tubuh majmeuk, terdiri dari sejumlah ruang, termasuk satu ruang

periviseral (perivisceral), satu sistem perihemal (perihaemal), satu sistem

sinus aboral, satu sistem pembuluh air, satu vesikula madreporik dan satu

sinus sumbu. Saluran pencernaan bersifat sumbu atau tergulung dan ada yang

memiliki divertikula. Pernafasan dilakukan oleh kaki-tabung pada banyak

hewan atau dengan pohon respirasi. Kaki-tabung mempunyai berbagai fungsi

lain, yang jelas untuk berjalan, akan tetapi barangkali mulanya sebagai alat

indera atau pengumpul makanan. Tidak ada nefridia (ginjal), pekerjaan

pembuangan (eksresi) diambil alih oleh sel-sel ameboid yang berkeliaran,

yang lewat melalui epitelium. Sistem saraf primitive, terdiri dari cincin-cincin

saraf, saraf meruji dan saraf ke kaki-tabung, ke duri dan sebagainya. Alat

pengindera tidak berkembang baik. Permukaan tubuh peka terhadap sentuhan.

Kaki-tabung dan tentakel terminal pada ujung setiap pembuluh meruji

khususnya peka terhadap stimuli tektil (tectile). Pada Asteroidea, di dasar

setiap tentakel terminal terdapat sebuah bintik mata. Teripang tertentu

mempunyai statosista.

Kelamin terpisah, alat perkembang-biakan sederhana, telur dan

spermatozoa ditebar langsung keluar tanpa bantuan kelenjar-kelenjar

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

24

tambahan, penis, vesikula seminal (kandung semen) dan reseptakel seminal.

Dalam sebagian besar kelompok hewan ini, telur berkembang melalui suatu

fase blastula yang berbulu getar, suatu fase gastrula dan suatu fase larva, yang

dalam waktu antara dua minggu sampai dua bulan bermetamorfosis ke

dewasa.

Larva dari empat kelas utama Echinodermata Nampak serupa antara satu

dengan lainnya, tetapi mereka sangat berbeda. Mereka adalah kelas

Stelleroidea, Crinoidea, Echinoidea, dan Holothuroidea.

E. Filum Mollusca

Filum mollusca memiliki sifat-sifat khas sebagai berikut :

Bentuk simetri bilateral, tetapi pada Hastropoda dan beberapa

Cephalopoda, visera dan cangkang tergulung seperti gelung rambut

wanita, ada tiga lapisan benih, tidak beruas, epithelium satu lapis, sebagian

besar berbulu-getar dan dengan kelenjar lender.

Tubuh biasanya pendek, terbungkus dalam mantel dorsal tipis yang

mengeluarkan bahan pembentuk cangkang berupa satu, dua atau delapan

bagian. Pada beberapa kelompok, cangkang terdapat di dalam tubuh,

mengecil atau tak ada sama sekali. Bagian kepala membesar, kecuali pada

Scaphopoda dan Pelecypoda. Kaki berotot ventral yang berubah menjadi

alat merayap, meliang atau berenang.

Saluran pencernaan lengkap, sering berbentuk U atau melingkar. Mulut

dengan radula yang mempunyai deretan-deretan gigi kitin kecil melintang

untuk menggerus makannya, kecuali Pelecypoda yang tidak mempunyai

radula. Anus membuka ke rongga mantel, kelenjar pencernaan besar

sering mempunyai kelenjar ludah.

Sistem sirkulasi mencakup jantung sebelah punggung dengan satu atau

dua aurikel (auricle) atau rongga atas dan satu ventrikel (ventricle) atau

rongga bawah, biasanya di dalam rongga pericardial (pericardial) atau

selaput jantung, sebuah aorta anterior, dan pembuluh-pembuluh lain.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

25

Pernapasan dilakukan oleh satu atau banyak insang yang disebut

ktenidium (ctenidium) atau sebuah paru-paru di dalam rongga mantel, oleh

mantel, atau oleh epidermis.

Ekskresi oleh ginjal yang disebut nefridia, terdiri dari satu atau dua atau

hanya satu saja, menghubungkan rongga selaput jantung dan pembuluh

darah. Rongga tubuh mengecil menjadi rongga-rongga atau nefridia,

gonad, dan selaput jantung.

Sistem saraf tipikal terdiri dari tiga pasang ganglia (serebral di atas mulut,

pedal di kaki, visceral di tubuh), digabungkan oleh penghubung membujur

dan melintang dan saraf-saraf; banyak yang dengan alat untuk menyentuh,

membau atau merasakan, bintik mata atau mata majemuk, dan statosista

untuk keseimbangan.

Kelamin biasanya terpisah, beberapa jenis hermafrodit, sedikit yang

protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih dahulu

sebelum sel kelamin betina masak, gonad dua atau satu, dengan saluran,

fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan ovipar, pembelahan telur

tertentu (determinate), tak sama, dan (pada Cephalopoda, diskoidal), larva

veliger (trochophore), atau stadia parasit (Unionidae), atau perkembangan

langsung (Pulmonata, Cephalopoda); tak ada perkembang-biakan aseksual.

Ada tujuh kelas Mollusca hidup. Lima diantaranya banyak kita jumpai.

Ketujuh kelas tersebut adalah Polyplacophora atau Amphineura (chiton);

Gastropoda (keong); Pelecypoda (kerang); Cephalopoda (cumi-cumi atau

gurita); Scaphopoda (cangkang tanduk); Aplocophora; dan Monoplacophora.

F. Filum Nemathelminthes

Nemathelminthes (Y: nema = benang; helmins = cacing) dinamakan

cacing bulat tak beruas. Cacing dari filum ini panjang dan ramping dengan

permukaan tubuh halus dan mengkilap, salah satu atau kedua ujungnya

meruncing. Kelamin terpisah, menghasilkan beribu-ribu telur. Filum ini

terbagi ke dalam dua kelas, yakni Nematoda, mempunyai usus tetapi tidak

mempunyai belalai, dan Acanthocephala, tidak mempunyai usus tetapi

mempunyai belalai. Belalainya berduri.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

26

Cacing bulat tersebar sangat luas, banyak yang hidup di dasar laut,

sebagian besar mikroskopik dan banyak yang parasit. Cacing sepanjang 1,8 m

ditemukan di dalam daging ikan matahari, Mola mola.

G. Filum Platyhelminthes

Filum Platyhelminthes (Y: platys = pipih; helmins = cacing) meliputi

kelompok yang mula-mula dimasukkan ke dalam kelompok hewan-hewan

seperti cacing dalam satu filum yang dinamakan Vermes. Kini merupakan

filum terpisah. Kelompok ini dikenal sebagai cacing pipih karena bentuknya

yang pipih atas bawah. Hewannya tidak beruas, triploblastik, simetri bilateral,

tidak mempunyai anus maupun atau selom (coelom) dan biasanya hermafrodit.

Umumnya mulutnya terletak di bagian bawah dan di tengah tubuhnya, jadi

tidak di ujung tubuh seperti kebanyakan hewan.

Kelompok hewan ini ada yang hidup parasit pada hewan laut dan darat

seperti Trematoda (fluke) dan Cestoda (cacing pita). Yang lain hidup bebas di

dalam air tawar (kolam dan sungai) dan di laut.

Filum ini dapat dibagi menjadi empat kelas yakni:

Kelas Turbellaria, sebagian besar hidup bebas di air tawar, di darat dan di

laut.

Kelas Trematoda, parasit pada hewan darat dan laut.

Kelas Cestoda, endoparasit.

Kelas Nemertinea, sebagian besar hidup bebas di laut.

H. Filum Porifera

Porifera berarti pemilik pori-pori atau pore bearers (Y: poros = pori atau

saluran; Latin (L): feres = memiliki). Melalui pori-pori dan saluran-saluran ini,

air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher (collar cell), yang dalam

banyak menyerupai cambuk. Jenis sel ini lebih pantas dinamakan koanosit

(choanocyte; Y: choane = cerobong; kytos = berongga), yakni nama menurut

anak-kelompok dari Flagellata, Choanoflagellata. Sel leher adalah sel

berbentuk seperti kerah baju yang terdapat di sekeliling pangkal sebuah

cambuk seperti pada Choanoflagellata.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

27

Filum hewan ini lebih dikenal sebagi sepon. Sepon adalh hewan

multiseluler (bersel banyak) yang primitif, mungkin berasal dari jantan

Paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu. Berbeda dengan Eumetazoa,

sepon tidak mempunyai jaringan yang terorganisasi. Sebagian besar hidup di

laut dan hanya beberapa jenis yang hidup di air tawar. Di dunia terdapat

sekitar 5.000 jenis sepon yang berbeda. Sebenarnya sangat luas. Mereka

bahkan dijumpai di bawah tutupan es dari Kutub Selatan. Kelompok hewan ini

mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran. Sepon biasanya merupakan

hewan menetap pada jenis dewasa. Sebarannya didukung oleh larva yang

bergerak aktif atau oleh hewan muda yang terbawa arus sebelum mereka

menempel.

Sepon dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis

seperti yang dijumpai pada marga Leucosolenia. Atau masif bentuknya dan

agak tidak teratur. Banyak sepon juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak

tentu bentuknya, membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-

tumbuhan dan pada benda-benda inilah mereka menempel. Kelompok sepon

lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui

sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki sepon dapat beragam,

namum tetap. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk

seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran sepon juga

beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul samapi ke

jenis yang ukuran garis tengahnya 0,9 m dan tebalnya 30,5 cm. jenis-jenis

sepon tertentu Nampak berbulu-getar karena spikulanya menyembul keluar

dari badannya. Banyak sepon berwarna putih atau abu-abu, tetapi lainnya

berwarna kuning, oranye, merah atau hijau. Sepon yang berwarna hijau

biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut zoochlorellae

yang terdapat di dalamnya.

Sistem saluran ini bertindak seperti halnya sistem sirkulasi pada hewan

tingkat tinggi. Sistem ini melengkapi jalan bebas untuk pemasukan makanan

ke dalam tubuh dan untuk pengangkutan zat buangan ke luar dari tubuh. Ada

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

28

tiga macam sistem, yakni yang dinamakan askon (ascon), sikon (sycon) dan

ragon (rhagon).

Semua sepon, kecuali mereka yang termasuk ordo kecil Myxospongia,

dilengkapi dengan kerangka. Kerangka ini ada yang terdiri dari kapur

karbonat atau silicon dalam bentuk spikula atau dari sponging dalam bentuk

serat yang kurang-lebih erat bersatu. Spikula silicon tersusun dari opal, suatu

bentuk silica terhidrasi serupa dengan kwarsa dalam reaksi kimianya. Spikula

bermacam-macam bentuknya dan karenanya berguna untuk menyusun sepon

ini ke dalam kelompok-kelompok. Sponging adalah zat yang secara kimia

bersekutu dengan sutera. Ia dikeluarkan oleh sel berbentuk staples yang

dinamakan spongoblas (spongoblast) yakni sel penghasil sponging. Spikula

tertimbun dalam sel-sel yang disebut skleroblas (scleroblast), yakni sel sepon

tempat berkembangnya spikula, dan lebih dari satu sel dapat mengambil

bagian dalam pembentukan satu spikula. Kapur karbonat dan silicon

dieskstrak oleh sel-sel dari air sekitarnya. Susunan serat-serat sponging dapat

diamati dengan mudah dengan meletakkan sepotong sepon mandi di bawah

mikroskop. Sepon masiftak pernah berdiri tegak jika tidak karena adanya

spikula atau spon-gin yang membentuk kerangka, yang menopang tubuh

sepon sehingga dapat berdiri tegak dan mencegahnya rontok menjadi

seonggok bahan kental seperti agar-agar yang tidak memungkinkan adanya

saluran dan ruang-ruang bercambuk.

Sepon adalah hewan bersel banyak dengan sel-sel somatic yang dibeda-

bedakan ke dalam tipe-tipe untuk fungsi-fugsi khusus, jadi pembagian kerja di

antara sel-sel tersebut telah berkembang. Ini merupakan kemajuan nyata yang

penting dibandingkan dengan sistem kinerja sel dalam Protozoa laut dari

semua tingkat. Sel-sel sepon dapat dipisahkan menjadi tiga kelompok, yakni

(1) mereka yang tersusun sebagai lapisan kulit, (2) mereka yang berupa

lapisan lambung dan (3) sel-sel ameba di dalam cairan kental agar-agar di

antara lapisan kulit dan lapisan lambung, yakni lapisan tengah.

Sepon adalah pemakan menyaring (filter feeder). Ia memperoleh

makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

29

bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk

yang terbuka dalam air, dan di bawa kedalam rongga lambung atau ruang-

ruang bercambuk. Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari sepon

diciptakan oleh cambuk koanosit yang memukul-mukul terus-menerus.

Koanosit juga mencernakan partikel makanan, baik di sebelah maupun di

dalam sel leher sebuah vakuola (vacuole) makanan terbentuk dan di vakuola

ini pencernaan berlaku. Sisa makanan yang tak tercerna dibuang keluar dari

dalam sel leher. Makanan itu dipindahkan dari satu sel ke sel lain dan

barangkali diedarkan dalam batas tertentu oleh sel-sel ameba yang berkeliaran

di lapisan tengah. Penting bagi sepon untuk hidup dalam air bersirkulasi,

karenanya kita temukan hewan ini dalam air yang jernih, bukannya di air

keruh. Karena arus air yang lewat melalui sepon membawa serta zat buangan

dari tubuh sepon, maka penting tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung

asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tesebut.

Perkembang-biakan sepon dilakukan baik secara seksual maupun secara

aseksual. Dengan cara aseksual, mereka menghasilkan tunas dan apa yang

disebut gamul (gammules). Tunas itu dapat lepas dan membentuk hewan

terpisah atau tetap menempel seperti pada Leucosolenia, bahkan suatu

kumpulan hewan-hewan yang rumit dihasilkan dan dapat menjadi besar.

Banyak sepon, baik yang hidup di laut maupun di air tawar, mempunyai cara

perkembang-biakan yang aneh dengan pembentukan gamul. Sejumlah sel

dalam lapisan tengah dari dinding tubuh berkumpul membentuk sebuah bola

dan dikelilingi oleh cangkang kitin yang ditopang oleh spikula. Dalam

perkembang-biakan seksual, telur dan spermatozoa berasal dari sel-sel ameba

yang berkeliaran di lapisan tengah, seperti pada tipe sikon. Larva berbulu-

getar dihasilkan dari telur holoblastik. Menyebar, kemudia tertambat dan

melalui banyak perubahan, akhirnya membuat ostium dan sebuah oskulum

yang penting untuk proses makan dan tumbuh.

Sepon tidak mudah diklasifikasi, tetapi biasanya dikelompokkan menjadi

tiga kelas yakni:

Kelas Calcarea (L: calcarius = kapur) dengan spikula dari kapur karbonat

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

30

Kelas Hexactinellida (Y: hex = enam; aktin = jari-jari), dengan spikula dari

silicon berbentuk triakson.

Kelas Demospongia (Y: demos = masyarakat; sponges = sepon), biasanya

dengan spikula silicon, tidak berbentuk triakson atau dengan sponging,

atau dengan kedua-keduanya.

I. Filum Protozoa

Protozoa (Y: protos = pertama; zoa = hidup) adalah hewan mikroskopik

yang terdapat di semua lingkungan di mana kehidupan dapat terjadi. Mereka

tersebar luas di seluruh dunia. Banyak dari mereka mampu membentuk sista

(cyst), atau membuat semacam cangkang yang menutupi sekujur badannya

sehingga mereka dapat hidup dalam kondisi yang kering sama sekali, yang

tidak memungkinkan makhluk lain hidup. Sifat khas utama ialah bahwa

mereka terdiri dari satu sel. Protozoa dapat dikelompokkan menurut

habitatnya menjadi dua, yakni mereka yang hidup di dalam air atau di tempat-

tempat lembab dan dikenal sebagai Protozoa yang hidup bebas, dan mereka

yang hidup di dalam atau pada hewan atau tumbuh-tumbuhan lain dan disebut

Protozoa parasitic.

Kelompok pertama tidak tersebar begitu saja dalam lingkungan air,

tetapi setiap jenis kurang lebih mendiami tipe habitat tertentu seperti halnya

hewan tingkat tinggi. Beberapa jenis Protozoa hidup di air tawar, lainnya di air

laut dan lainnya lagi pada dasar perairan. Kelompok Protozoa ini terdapat di

mana-mana di dunia di mana terdapat air atau tempat berair atau tempat

lembab.

Kelompok kedua mudah dipisahkan, karena mereka semua parasitic dan

tidak mempunyai cara untuk bergerak sendiri. Mereka mempunyai habitat

yang terbatas. Protozoa parasitic biasanya dipisahkan menjadi dua kelompok,

yakni mereka yang hidup di dalam saluran pencernaan dinamakan Protozoa

usus dan mereka yang hidup di dalam darah dinamakan Protozoa penghuni

darah. Jumlah jenis Protozoa sangat besar sehingga tidak dapat diperkirakan.

Filum Protozoa terdiri empat kelas yakni:

Kelas Ciliata (Infursoria)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

31

Kelas Rhizopoda atau Sarcodina

Kelas Flagellata

Kelas Sporozoa

2.3.3 Interaksi Invertebrata Bentik dengan Terumbu Karang

Sepon sangat mencolok di terumbu karang dan Nampak dalam berbagai

ukuran, bentuk dan warna. Sepon menyediakan substrat untuk teritip dan alga

berkerak dan sering juga menampung cacing-cacing annelid, bintang mengular

dan Crustacea di dalam sistem tabungnya (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Hewan karang dari Filum Cnidaria atau Coelenterata merupakan

kelompok-kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi

terumbu karang. Filum coelenterate tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yakni

hydroid, ubur-ubur dan Anthozoa yang meliputi karang lunak, bangsa akar bahar,

kalamunek (anemone laut), pena laut, karang hitam (akar bahar) dan karang batu

(Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Hydroid adalah karang api (Millepore) yang Nampak seperti karang batu.

Hewan ini mempunyai nematosista yang kuat, karenanya jangan disentuh.

Sebagai bagian tak terpisahkan dari komunitas terumbu, karang api menyediakan

habitat bagi banyak jenis ikan dan Avertebrata, termasuk sepon, anemone,

Mollusca, lili laut dan bintang mengular. Jenis hydroid lainnya adalah pakis laut,

ubur-ubur berbisa dan Portugues man o’ war. Karang lunak merupakan satu

kelompok hewan yang banyak, sangat beraneka-ragam dan berwarna-warni.

Polipnya membentuk koloni masif berbentuk lobus atau jamur, tetapi tidak

membentuk kerangka kapur yang keras. Jadi kebanyakan terasa lunak kalau

disentuh, agak berlendir dan kelihatan seperti jari yang menuding ke atas. Karang

lunak menyediakan makanan untuk beberapa jenis keong seperti kuwuk (false

cowries) dan nudibrank (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Kalamunek sebenarnya polip menyendiri, lebih besar dan lebih berat

daripada polip karang lain. Banyak jenis yang dapat mencapai diameter ½ m dan

sering berwarna mencolok. Mereka menjadi habitat ikan giru (Amphiprion spp.

dan lain-lain) dan beberapa jenis kepiting dan udang. Dalam simbiosis ini, ikan-

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

32

ikan giru tidak terpengaruh oleh sengat dari Anemone dan dilindungi di antara

tentakelnya. Ia memikat ikan lain untuk dapat tertangkap oleh tentakel dan

menjadi mangsa bersama (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Karang batu (Scleractinia) meliputi ciri tunggal yang penting dari terumbu

karang. Bentuk yang beragam, formasi, warna dan tekstur hamper tak terbatas.

Lima ratus jenis atau lebih karang batu telah diketahui terdapat di Asia Tenggara,

kebanyakan adalah pembentuk terumbu (hermatypic). Struktur fisik dari karang

menyediakan substratum dan ruang hidup bagi beberapa ribu jenis Avertebrata

lain, ikan dan alga laut. Jadi karang membentuk landasan bagi suatu ekosistem

yang rumit. Karang batu selalu terdapat dalam koloni melekat pada substrat yang

keras, kecuali beberapa jenis yang menyendiri dan pada waktu matang, terlepas

dari substratnya. Pada semua formasi karang, hanya bagian permukaan yang

menerima cukup sinar yang tetap hidup. Bagian bawahnya merupakan kerangka

kapur mati yang dihasilkan oleh polip di atasnya. Kadang-kadang kerangka ini

dapat mencapai beberapa meter. Konfigurasi kerangka koralit sebagian ditentukan

oleh pola pertumbuhan koloni secara keseluruhan. Baik konfigurasi polip maupun

bentuk pertumbuhan dipengaruhi oelh faktor-faktor lingkungan seperti arus,

salinitas, intensitas cahaya, suhu, ruang, dan mungkin juga persaingan antara

berbagai jenis biota penghuni. Dua dari faktor-faktor tersebut, yakni suhu dan

cahaya, perlu mendapat perhatian. Karang pembentuk terumbu sangat peka

terhadap suhu dan terbatas keberadaaannya di perairan hangat karena mereka

tumbuh hanya pada suhu antara 18-27 0C. kebanyakan karang hermatipik

memerlukan intesitas cahaya dan karenanya keberadaan mereka terbatas pada

perairan dangkal, sekitar 50 m, tergantung pada kejernihan air. Kebutuhan akan

cahaya disebabkan adanya alga zooxanthella yang memerlukan sinar matahari

untuk berfotosintesis. Kalau tidak, polip karang akan dengan giat makan

zooplankton dan partikel organik dalam air pada malam hari. Pemintakan secara

menegak yang didasarkan pada penembusan cahaya beserta tipe-tipe karang yang

hidup di masing-masing mintakat (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Berbagai jenis cacing hidup di terumbu karang. Kebanyakan kecil

ukurannya dan tidak kelihatan. Mereka hidup dalam liang-liang batu dan karang.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

33

Beberapa cacing pita, dan cacing beruas berukuran besar biasanya berasosiasi

dengan karang. Cacing berperan dalam proses erosis yang dilakukan oleh hewan

secara alami, yang disebut bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur

sampai ke pasir dengan meliang pada bantuan tadi (Romimohtarto dan Juwana,

2005).

Crustacea merupakan kelompok teramat terkenal dari filum Arthropoda

yang hidup dalam terumbu karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang,

lobster, dan udang karang. Banyak hewan Crustacea ini mempunyai hubungan-

hubungan khusus dengan hewan lain di terumbu karang. Teritip menempel pada

beberapa substrat seperti penyu dan kepiting. Banyak udang yang hidup komensal

dengan hewan lain seperti ikan gobi dan kepiting; udang pembersih dengan

beberapa ikan; atau udang kecil berwarna dengan anemone. Ada juga kepiting

yang hidup di dalam kloaka teripang atau hidup dengan bintang laut. Kelomang

membawa cangkang yang ditempeli anemone, sepon atau teritip. Crustacea besar

kebanyakan mempunyai nilai makanan dan merupakan komoditi penting

(Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Mollusca menyumbangkan cukup banyak kapur kepada ekosistem

terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir laut. Keaneka-

ragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan makanan

terumbu yang rumit ini. Mereka juga menjadi dasar bagi perdagangan besar

cangkang hias dan penunjang utama perikanan karang dan cumi-cumi

(Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal dan umumnya terdapat

di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang omnivore memakan apa

saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang, Echinodermata lain, cacing

Polychaeta, kepiting kecil samapi karang, alga, dan sedimen dalam air yang dapat

dimakan. Salah satunya bintang laut yang terkenal, bulu seribu atau dinamakan

juga mahkota duri, Acanthaster planci, sangat ganas dan melahap karang batu

sampai menimbulkan kehancuran yang meluas. Pemangsa bintang laut ini

terutama triton raksasa. Kepiting sepon, kerapu dan udang juga memakan anak-

anak bintang laut ini. Jadi kalau hewan-hewan pemangsa ini ditangkapi, bulu

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

34

seribu tersebut dapat berkembang-biak bebas tak terkendali (Romimohtarto dan

Juwana, 2005).

Bulu babi (Diadema setosum) besar mamakan alga pada daerah berpasir

dan berbatu dan dimangsa oleh bintang laut dan ikan atau ditangkap manusia.

Populasinya yang jumlahnya naik turun mempengaruhi komunitas alga dan

pemangsa di terumbu karang. Beberapa jenis bulu babi menjadi makanan yang

popular dan menunjang industri ekspor kecil (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

Teripang mendiami sebagian besar terumbu karang dan memakan alga dan

detritus dasar. Mereka mempunyai musuh alami sedikit dan manusia barangkali

yang menjadi pemangsa yang rakus (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

2.4 Struktur Komunitas

Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang hidup di daerah tertentu

atau habitat fisik tertentu, merupakan satuan yang terorganisir serta mempunyai

hubungan timbal balik. Konsep komunitas digunakan dalam menganalisa

lingkungan perairan karena komposisi dan karakter komunitas merupakan

indikator yang cukup baik untuk melihat keadaan lingkungan tempat komunitas

tersebut berada (Odum 1993). Pola penyebaran dan kelimpahan dari komunitas

biotik dipengaruhi oleh adanya perubahan yang terjadi di lingkungan komunitas

itu berada (Soewignyo dkk., 1987 dalam Suwarno, 2000).

Struktur ekosistem terdiri dari beberapa indikator yang menunjukan

keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Beberapa penyusun

struktur ekosistem antara lain adalah densitas (kerapatan), biomas, materi, energi,

dan faktor-faktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan sistem tersebut.

Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam

sistem (Odum 1993). Dalam struktur komunitas terdapat 5 karakteristik yang

dapat diukur, yaitu keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan,

relatif, dan pola pertumbuhan (Odum, 1993).

Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang

dan memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk menjaga

keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem misalnya penyakit.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

35

Sedangkan rendahnya keanekaragaman menunjukkan keadaan stress dari system

atau salah satu system mengalami penurunan, misalnya akibat pencemaran (Clark,

1974 dalam Suwarno, 2000). Untuk mengetahui keanekaragaman jenis adalah

dengan menghitung kelimpahan relatif masing-masing jenis atau genera dalam

suatu komunitas (South-World, 1976 dalam Syamsurisal, 2011). Dikatakan bahwa

nilai indeks keanekaragaman (H’) terbesar didapatkan jika semua individu yang

didapatkan berasal dari jenis atau genera yang berbeda-beda dan keanekaragaman

mempunyai nilai kecil atau sama dengan 0, jika suatu individu berasal dari suatu

atau hanya beberapa jenis. Suatu lingkungan yang memiliki keanekaragaman

jenis yang besar umumnya akan terdiri dari populasi-populasi yang masing-

masing dengan jumlah individu yang relatif kecil. Sebaliknya, lingkungan

yang memiliki keanekaragaman jenis kecil umumnya dalam lingkungan

tersebut akan dihuni oleh jenis yang terbatas dengan jumlah individu melimpah.

Kategori angka indeks keanekaragaman jenis kedalam kelompok

keanekaragaman besar, kecil atau sedang dapat dilakukan dengan mengacu pada

Shannon-Wiener (1949 dalam Syamsurisal, 2011) berikut:

H’ < 1: keanekaragaman spesiesnya/genera rendah, penyebaran jumlah

individu tiap spesies atau genera rendah, kestabilan komunitas rendah dan

keadaan perairan telah tercemar berat.

1 < H’ < 3: Keanekaragaman sedang penyebaran jumlah individu tiap

spesies atau genera sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan

perairan telah tercemar sedang.

H’ > 3: keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies

atau genera tinggi dan perairannya masih bersih/belum tercemar.

Dahuri (1994) dalam Syamsurisal (2000), menyatakan bahwa indeks

keseragaman (E) digunakan untuk melihat apakah didalam komunitas jasad

akuatik yang diamati, terdapat pola dominansi oleh satu atau beberapa kelompok

jenis jasad. Apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu-individu antar

(spesies) relatif merata. Tetapi jika nilai E mendekati 0, terdapat sekelompok jenis

spesies tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah (dominan) dari pada jenis

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

36

lainnya. Selain itu ditambahkan juga oleh Daget (1976) dalam Syamsurisal (2000)

yang mengelompokan nilai indeks kesamaan komunitas sebagai berikut :

0,00 < E < 0,50: komunitas berada pada kondisi tertekan

0,50 < E < 0,75: komunitas berada pada kondisi labil

0,75 < E < 1,00: komunitas berada pada kondisi stabil

Keseragaman hewan bentos dalam suatu perairan dapat diketahui dari

indeks keseragamannya. Semakin kecil nilai suatu indeks keseragaman (E)

semakin kecil pula kecil pula keseragaman jenis dalam komunitas, artinya

penyebaran jumlah individu tidak sama ada kecenderungan didominansi oleh jenis

tertentu. Suatu komunitas yang masing-masing jenisnya mempunyai jumlah

individu yang cukup besar dan menunjukkan bahwa ekosistem tersebut

mempunyai satuan (Odum, 1993). Selanjutnya untuk dominansi dapat diketahui

dengan menghitung indeks dominansinya (C), bahwa nilai indeks dominansi yang

tinggi (ada yang mendominansi) sedangkan nilai indeks dominansi terkait satu

sama lain, dimana apabila organisme beranekaragam, berarti organisme tersebut

tidak seragam dan tentu ada yang dominan.

2.5 Metoda Survey Terumbu Karang dan Invertebrata Bentik

Meskipun telah banyak metode survei pada saat ini, namun masing-masing

memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dikatakan belum ada suatu

metode yang memuaskan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya

menggambarkan suatu kondisi terumbu karang dengan metode survei yang ada

saat ini (Suharsono, 1994 dalam Johan, 2003), antara lain:

A. Terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai

tipe yang berbeda.

B. Ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa centimeter hingga

beberapa meter.

C. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu.

D. Bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, masif, merayap,

seperti daun, dan sebagainya.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

37

E. Tata nama jenis karang masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis

yang hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi

dari jenis yang sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda maupun

tempat yang berbeda.

Penggunaan metode survei dalam menggambarkan kondisi terumbu

karang biasanya disajikan dalam bentuk struktur komunitas yang terdiri dari data:

persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan karang mati, jumlah marga,

jumlah jenis, jumlah koloni, ukuran koloni, kelimpahan, frekuensi kehadiran,

bentuk pertumbuhan, indeks keanekaragaman jenis (Suharsono, 1994 dalam

Johan, 2003).

Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam

menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:

A. Metode Transek Garis

B. Metode Transek Kuadrat

C. Metode Manta Tow

D. Metode Transek Sabuk (Belt transect)

Pemilihan metode pemantauan kondisi disesuaikan dengan tujuan dan

kebutuhan pemantauan itu sendiri. Metode Line Intercept Transect ( LIT ) dan

Transek Kuadrat dipilih karena metode ini memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan, diantaranya (Johan, 2003):

A. Metode Line Intercept Transect (LIT) (Gambar 8 dan 9):

Kelebihan metode LIT :

Pengelompokkan biota ke dalam beberapa kategori mempermudah peneliti

atau orang dengan kemampuan terbatas untuk identifikasi terumbu karang.

Metode ini merupakan metode sampling untuk menghitung persentase

tutupan biota yang sangat efisien dan dapat dipercaya.

Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang dapat

diperoleh dengan baik.

Hanya memerlukan sedikit peralatan dan relatif sederhana dalam

penerapannya.

Sedangkan beberapa kekurangan metode LIT adalah:

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

38

Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak dan waktu yang lama.

Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal lifeform dan

sebaiknya genus atau spesies.

Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik.

Biaya yang dibutuhkan relatif lebih besar.

Gambar 8. Cara Pencatatan Data Koloni Karang Pada Metode TransekGaris (English et al, 1994 dalam Johan, 2003).

Gambar 9. Koloni Karang Masif Berukuran BesarDianggap Dua Data, CM, Apabila GarisMeteran Melewati Algae Persis Diatas KoloniTersebut (English et al, 1994 dalam Johan,2003).

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080034_2_4458.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu ... mangsa (nematocyst);

39

B. Metoda Transek Kuadrat

Kelebihan metode transek kuadrat :

Data yang diperoleh lengkap dengan menggambar posisi biota yang

ditemukan pada kuadrat, dengan bantuan underwater photo.

Sumber informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan,

tingkat kematian, laju rekruitmen.

Kekurangan metode transek kuadrat :

Proses kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama

Peralatan yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang

berarus

Metode ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil

Sedimen trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada

daerah yang berarus