germinasi kel.22
DESCRIPTION
fileTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK
Germinasi
Disusun oleh:
Kelompok XXII
Dwi Amri Wikusno (PT/6030)
Sinu Saputri (PT/6031)
Ifwan Alghiffari (PT/6062)
Destyamas Nirwana (PT/6150)
Riona Caroline (PT/6154)
Asisten Pendamping: Astiari Tia Legawa
LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURABAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2013
ACARA
GERMINASI
Tinjauan Pustaka
Germinasi
Germinasi adalah bentuk awal dari embrio yg berkembang menjadi
sesuatu yg baru yaitu tanaman anakan yang sempurna. Germinasi juga
merupakan proses tumbuhnya embrio atau keluarnya radicle dan
plumulae dari kulit biji. Perkecambahan merupakan transformasi dari
bentuk embrio menjadi tanaman anakan yang sempurna. Rangkaian
proses-proses fisiologis yang berlangsung pada perkecambahan adalah
penyerapan air secara imbibisi dan osmose, pencernaan atau pemecahan
senyawa menjadi bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan
dapat diangkut, pengangkutan hasil pencernaan, asimilasi atau
penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, pernafasan atau
respirasi yang merupakan perombakan cadangan makanan, dan
pertumbuhan pada titik-titik tumbuh (Himam et al, 2008).
Menurut Acquaah (2001) yang disitasi oleh Su’i (2010), germinasi
atau pertunasan biji adalah suatu proses yang melibatkan metabolisme,
respirasi, dan hormonal. Mula-mula, biji kering menyerap air untuk
memulai pemecahan enzimatis cadangan metabolit. Selama germinasi,
cadangan makanan (protein, lemak dan minyak) dimetabolisme untuk
memperoleh energi (ATP), juga DNA dan RNA. RNA dibutuhkan untuk
produksi enzim hidrolitik tertentu seperti amilase, protease dan lipase.
Hasil dari proses biokimia dan enzimatik ini adalah produksi sel baru dan
pembentukan jaringan baru yang mengawali pertumbuhan dan
perkembangan embryo menjadi kecambah.
Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu.
Faktor yg mempengaruhi kecepatan penyerapan air pada benih antara
lain permeabilitas kulit atau membran biji, konsentrasi air, suhu air,
tekanan hidrostatik, luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya
intermolekuler, spesies dan varietas, tingkat kemasakan, komposisi kimia
serta umur (Himam et al, 2008)
Metode Germinasi
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi
walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya
perkecambahan. Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk
mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan prinsip yang
sama yakni bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan
dapat berlangsung pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis
benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik
untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti perlakuan mekanis
(skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan,
pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum,
kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik (Yanti, 2011).
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui
tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode
ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat
juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila
perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio
sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak
benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu bervariasi tiap jenis.
Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran
terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Yanti, 2011).
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam
ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada
legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih
yang mudah sekali menjadi permeabel, karena asam akan merusak
embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal,
yaitu kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan
imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio (Yanti, 2011).
Menurut Cahyadi (2008), berbagai cara yang dapat dilakukan agar
dormansi dapat dipecahkan atau lama dormansinya dapat dipersingkat
adalah perlakuan mekanis, dipergunakan untuk memecahkan dormansi
benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air
atau udara. Perlakuan mekanis meliputi skarifikasi dan tekanan.
Skarifikasi dilakukan dengan mengikir atau menggosok kulit biji dengan
kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, menggoncang benih
untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Hal ini bertujuan untuk
melemahkan biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau
udara. Tekanan dilakukan dengan memberi tekanan hidrolik 2000 atm
pada 18ºC selama 5 sampai 20 menit sehingga dapat meningkatkan
perkecambahan sebesar 50 sampai 80%. Efek tekanan akan terlihat
setelah benih-benih tersebut dikeringkan dan disimpan.
Perlakuan kimia ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan
kimia seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat agar
kulit biji menjadi lebih lunak sehingga air dengan mudah terserap. Bahan
kimia lain yang juga sering digunakan adalah potassium hydroxide, asam
hidrochlorit, potassium nitrat, dan thiourea. Disamping itu dapat pula
digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih,
antara lain adalah: cytokinin, giberelin, dan auxin (contoh: Indole Acetic
Acid). Perlakuan perendaman dengan air ini dilakukan dengan cara
merendam benih dengan air panas pada suhu perendaman dan lama
perendaman tertentu agar kulit biji lebih mudah dalam proses penyerapan
air (imbibisi) (Cahyadi, 2008).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum germinasi kali ini
meliputi amplas, pisau, cawan petri, oven, dan kapas.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum germinasi
kali ini meliputi biji Zea mays (jagung), biji Vigna unguiculata (kacang
tunggak), air hangat, dan larutan H2SO4.
Metode
Biji yang digunakan dalam germinasi diskarifikasi dengan lima
perlakuan yaitu diamplas, dilukai, direndam dengan H2SO4, direndam air
hangat, dan di oven pada suhu 55° C selama 10 menit. Biji-biji tersebut
ditanam dengan media kapas kemudian disiram dan diamati
pertumbuhannya selama 14 hari.
Hasil dan Pembahasan
Praktikum germinasi bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya
germinasi dan dorminasi, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
germinasi dan dormansi, dan untuk mengetahui perlakuan skarifikasi yang
paling baik untuk menunjang proses germinasi. Hal-hal yang diamati
adalah hari berkecambah, keluarnya daun, tinggi tanaman, dan jumlah
daun. Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji jagung (Zea mays)
dan biji kacang tunggak (Vigna unguiculata).
Hari berkecambah dan keluarnya daun
Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama
pada biji tanaman adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hari berkecambah dan keluarnya daun
No. Biji Hari berkecambah Keluarnya daun1. Zea mays 2 62. Vigna unguiculata 2 8
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa biji jagung (Zea
mays) paling cepat berkecambah pada hari ke dua dan paling cepat
keluar daun pada hari ke enam, sedangkan pada biji kacang tunggak
(Vigna unguiculata) paling cepat berkecambah juga pada hari ke dua
tetapi paling cepat keluar daun baru pada hari ke delapan. Hal ini
menunjukkan bahwa proses germinasi pada biji jagung (Zea mays) lebih
cepat dari pada biji kacang tunggak (Vigna unguiculata).
Perbedaan kecepatan proses germinasi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu. Air
berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2,
pengenceran protoplasma untuk aktivasi fungsi, dan alat trasnportasi
makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi. Aplikasi fluktuasi
suhu yang tinggi berhasil mematahkan dormansi pada banyak spesies,
terutama yang mengalami termodormansi. Aplikasi fluktuasi suhu ini dapat
berupa chilling atau alternating temperature maupun pembakaran
permukaan. O2 dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk energi
perkecambahan. Cahaya mempengaruhi perkecambahan melalui tiga
macam bentuk yaitu intensitas cahaya, panjang gelombang, dan
fotoperiodisitas (Himam et al, 2008).
Tinggi tanaman
Biji jagung (Zea mays). Hasil pengukuran tinggi tanaman terhadap
biji jagung adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Tinggi biji jagung dengan berbagai perlakuan
Hari ke Tinggi tanamanDilukai Diamplas Direndam
air hangatDirendam
H2SO4
Dioven 55°C
2 - - - - 0,5 cm3 0,5 cm 0,5 cm - 0,3 cm 1,3 cm4 1,5 cm 2 cm - 0,5 cm 3 cm6 2 cm 4 cm - 0,8 cm 8 cm8 2,3 cm 6 cm - 0,9 cm 14 cm
10 2,7 cm 11 cm - 1,2 cm 16 cm12 2,9 cm 16 cm 0,5 cm 1,4 cm 18 cm14 3,1 cm 17 cm 0,5 cm 1,5 cm 20,5 cm
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui bahwa biji
jagung yang dilukai mulai berkecambah pada hari ke tiga dengan tinggi
0,5 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai tinggi 3,1 cm. Biji
jagung yang diamplas mulai berkecambah pada hari ke tiga dengan tinggi
0,5 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai tinggi 17 cm. Biji
jagung yang direndam air hangat mulai berkecambah pada hari ke dua
belas dengan tinggi 0,5 cm dan pada hari terkahir pengamatan tetap (tidak
berubah). Biji jagung yang direndam H2SO4 mulai berkecambah pada hari
ke tiga dengan tinggi 0,3 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai
tinggi 1,5 cm. Biji jagung yang dioven 55°C mulai berkecambah pada hari
ke dua dengan tinggi 0,5 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai
tinggi 20,5 cm.
Grafik 1. Grafik perbandingan perkecambahan biji jagung
Biji kacang tunggak (Vigna unguiculata). Hasil pengukuran tinggi
tanaman terhadap biji kacang tunggak adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Tinggi biji kacang tunggak dengan berbagai perlakuan
Hari ke Tinggi tanamanDilukai Diamplas Direndam
air hangatDirendam
H2SO4
Dioven 55° C
2 0,3 cm 0,3 cm - 0,5 cm -3 0,4 cm 0,3 cm 1 cm 0,6 cm -4 0,7 cm 0,3 cm 1,3 cm 0,7 cm -6 1 cm 0,6 cm 1,5 cm 0,8 cm 0,3 cm8 - - 1,5 cm - 1 cm
10 - - 1,7 cm - 1,5 cm12 - - 2 cm - 1,5 cm14 - - - - 1,5 cm
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui bahwa biji
kacang tunggak yang dilukai mulai berkecambah pada hari ke dua dengan
tinggi 0,3 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai tinggi 1 cm.
Biji kacang tunggak yang diamplas mulai berkecambah pada hari ke dua
dengan tinggi 0,3 cm dan pada hari terkahir pengamatan mencapai tinggi
0,6 cm. Biji kacang tunggak yang direndam air hangat mulai berkecambah
pada hari ke tiga dengan tinggi 1 cm dan pada hari terkahir pengamatan
mencapai tinggi 2 cm. Biji kacang tunggak yang direndam H2SO4 mulai
berkecambah pada hari ke dua dengan tinggi 0,5 cm dan pada hari
terkahir pengamatan mencapai tinggi 0,8 cm. Biji kacang tunggak yang
dioven 55°C mulai berkecambah pada hari ke enam dengan tinggi 0,3 cm
dan pada hari terkahir pengamatan mencapai tinggi 1,5 cm.
Grafik 2. Grafik perbandingan perkecambahan biji kacang tunggak
Berdasarkan hasil pengamatan dan grafik diatas, maka dapat
diketahui bahwa pada semua biji yang diuji dengan lima perlakuan
tersebut dapat tumbuh lebih cepat apabila dibandingkan dengan biji yang
tidak diberi perlakuan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan kelimanya
merupakan perlakuan mekanis (skarifikasi) yang bertujuan untuk
mempercepat pecahnya dormansi pada biji. Berdasarkan lima perlakuan
yang dilakukan pada saat praktikum tersebut, perlakuan yang paling
bagus dampaknya terhadap proses germinasi pada biji jagung adalah
perlakuan dioven dengan suhu 55°C, sedangkan pada biji kacang tunggak
adalah direndam dengan air hangat.
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan
cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,
dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara
yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik (Yanti, 2011). Menurut
Schmidt (2002), karena setiap benih ditangani secara manual maka dapat
perlakuan yang diberikan ke setiap individu dapat disesuaikan dengan
ketebalan biji. Semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan
yang kecil, asal daerah radicle tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air.,
Lapisan sel palisade dari kulit biji pada benih legum, menyerap air dan
proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji
dalam beberapa jam. Embrio juga menyerap air pada saat yang sama.
Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah
microphylar dimana terdapat radicle harus dihindari. Kerusakan pada
daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon
tidak akan mempengaruhi perkecambahan (Yanti, 2011). Perlakuan yang
dilakukan dengan cara merendam benih dengan air panas pada suhu
perendaman dan lama perendaman tertentu agar kulit biji lebih mudah
dalam proses penyerapan air (imbibisi) (Cahyadi, 2008).
Jumlah daun
Biji jagung (Zea mays). Hasil pengamatan jumlah daun pada biji
jagung adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Jumlah daun biji jagung dengan berbagai perlakuan
Hari ke Jumlah daunDilukai Diamplas Direndam
air hangatDirendam
H2SO4
Dioven 55° C
2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - 1 - - 18 1 2 - 1 2
10 1 2 - 1 212 1 2 - 1 214 1 2 - 1 2
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui bahwa biji
jagung yang dilukai mulai keluar daun pada hari ke delapan dan pada hari
terakhir pengamatan jumlah daun sebanyak 1 helai. Biji jagung yang
diamplas mulai berdaun pada hari ke enam dan pada hari terakhir
pengamatan jumlah daun sebanyak 2 helai. Biji jagung yang direndah air
hangat hingga hari terakhir pengamatan tidak keluar daun. Biji jagung
yang direndam H2SO4 mulai keluar daun pada hari ke delapan dan pada
hari terakhir pengamatan jumlah daun sebanyak 1 helai. Biji jagung yang
dioven 550C mulai keluar daun pada hari ke enam dan pada hari terakhir
pengamatan jumlah daun sebanyak 2 helai.
Grafik 3. Grafik perbandingan jumlah daun pada biji jagung
Biji kacang tunggak (Vigna unguiculata). Hasil pengamatan
jumlah daun pada biji kacang tunggak adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Jumlah daun biji kacang tunggak dengan berbagai perlakuan
Hari ke Jumlah daunDilukai Diamplas Direndam
air hangatDirendam
H2SO4
Dioven 55° C
2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - - - - -8 - - 1 - -
10 - - 1 - 112 - - 1 - 114 - - - - 1
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat diketahui bahwa biji
kacang tunggak yang dilukai, diamplas dan direndam H2SO4 hingga hari
terakhir pengamatan tidak keluar daun. Biji kacang tunggak yang
direndam air hangat mulai keluar daun pada hari ke delapan dan pada
hari terakhir pengamatan jumlah daun sebanyak 1 helai. Biji jagung yang
dioven 550C mulai keluar daun pada hari ke sepuluh dan pada hari
terakhir pengamatan jumlah daun sebanyak 1 helai.
Grafik 4. Grafik perbandingan jumlah daun pada biji kacang tunggak
Berdasarkan hasil pengamatan dan grafik perbangdingan terhadap
keluarnya daun, maka dapat diketahui bahwa perlakuan yang paling
bagus dampaknya terhadap keluarnya daun pada biji jagung adalah
perlakuan dilukai dan diamplas, sedangkan pada biji kacang tunggak
adalah direndam dengan air hangat dan dioven 55°C.
Pertumbuhan tumbuhan dari waktu ke waktu tidak pernah sama.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yakni faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi suhu, cahaya,
kelembaban serta air dan nutrien. Faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan besar batang dan daun yaitu intensitas cahaya
matahari. Tanaman di daerah gelap cenderung untuk mempunyai batang
yang panjang dan lemah, daun yang tidak tumbuh dengan jaringan tidak
berklorofil. Keadaan seperti demikian disebut etiolasi. Tanaman yang
tumbuh dengan cukup cahaya, daunnya mempunyai epidermis dan
lapisan palisade yang tebal dengan ruang antar sel. Biji tanaman yang
berkecambah di tempat gelap akan lebih cepat memanjang dibandingkan
dengan di tempat terang. Berarti cahaya matahari menghambat
pertumbuhan tanaman, walaupun semua makhluk hidup sangat
membutuhkan cahaya matahari untuk kehidupannya (Jumhana, 2012).
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah gen dan
fitohormon. Gen terbawa dalam kromosom yang menentukan sifat
generasi berikutnya. Misalnya batang bersifat tinggi dapat diturunkan pada
generasi berikutnya dengan memperlihatkan sifat batang tinggi pula.
Fitohormon (zat tumbuh), hormon ini banyak didapatkan pada meristem
terutama di ujung akar, daun muda yang sedang tumbuh, biji dan buah
yang sedang berkembang, misal auksin, kalin, giberelin, sitokinin,dan
florigen (Jumhana, 2012).
Kesimpulan
Proses germinasi dapat dipecepat dengan cara memecah
kemampuan dormansi dari suatu benih. Proses pemecahan dormansi
tersebut adalah skarifikasi dengan cara biji dilukai, diamplas dan dioven
55°C, perlakuan kimia dengan direndam H2SO4 dan perlakuan direndam
dengan air hangat . Berdasarkan lima perlakuan yang dilakukan pada saat
praktikum tersebut, perlakuan yang paling bagus dampaknya terhadap
proses germinasi pada biji jagung adalah perlakuan dioven dengan suhu
55°C, sedangkan pada biji kacang tunggak adalah direndam dengan air
hangat sedangkan berdasarkan hasil pengamatan perbandingan terhadap
keluarnya daun, diketahui bahwa perlakuan yang paling bagus
dampaknya terhadap keluarnya daun pada biji jagung adalah perlakuan
dilukai dan diamplas, sedangkan pada biji kacang tunggak adalah
direndam dengan air hangat dan dioven 55°C.
Daftar Pustaka
Cahyadi, F. 2008. Pengujian Germinasi Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan Perlakuan Air Panas. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Himam, et al. 2008. Pengujian dan Peretasan Benih Centrosema pubescens. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Jumhana, N. 2012. Berbagai Fungsi pada Tumbuhan. Available at http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195905081984031-NANA_JUMHANA/modul_lengkap/BERBAGAI_ FUNGSI _PADA_TUMBUHAN-Modul_6.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2013 pukul 16.00 WIB.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Su’i, M. 2010. Perubahan Fisiologis Buah Kelapa selama Germinasi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Widyagama Malang. Malang.
Yanti, S. D. 2011. Dormansi. Available at http://www.gobookee.com /get_book.php. Diakses pada tanggal 18 Maret 2013 pukul 16.00 WIB