gas gangren
DESCRIPTION
xxTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gas gangren, manifestasi dari myositis nekrosis, merupakan keadaan
darurat penyakit infeksi. Organisme yang membentuk spora dari spesies
clostridial, termasuk Clostridium perfringens, Clostridium septicum, dan
Clostridium novyi, menyebabkan sebagian besar kasus. Bentuk nonclostridial
disebabkan oleh infeksi campuran organisme aerobik dan anaerobik. Hal
penting dari penyakit ini adalah onset mionekrosis yang cepat dengan
pembengkakan otot, nyeri hebat, produksi gas, dan sepsis. Perkiraan kejadian
gas gangren bervariasi, namun dengan perbaikan dalam teknik bedah dan
perawatan luka, kasus relatif jarang. Data dari tahun 1975 memperkirakan
900-1000 kasus per tahun, atau 0,03-5,2% dari luka terbuka, tergantung pada
jenis luka dan pengobatan. Kontaminasi luka clostridial sudah biasa, meskipun
dengan tidak adanya cedera dalam, myonecrosis dan infeksi tidak biasanya
terjadi (Sukla, et.al, 2011)
Infeksi gas gangren biasanya hasil dari pasokan darah yang terhambat
ke organ atau jaringan akibat cedera (trauma), operasi, atau sebagai
komplikasi gangren yang disebabkan oleh suplai darah yang terblokir tapi
tanpa infeksi (gangren kering). Pasca trauma gangren gas dapat terjadi setelah
patah tulang majemuk, luka bakar, atau injeksi subkutan atau intramuskular
(misalnya insulin untuk pengobatan diabetes, epinefrin untuk mengobati
reaksi alergi, atau suntikan analgesik untuk manajemen nyeri). Kematian
jaringan dan benda asing pada luka meningkatkan risiko gangren gas. Gas
gangren pascaoperasi terjadi, saat operasi pada individu dengan diabetes atau
penyakit kronis lainnya. Gas gangren spontan dapat berhubungan dengan
kanker yang mendasari. Waktu antara cedera dan timbulnya penyakit (masa
inkubasi) dapat berkisar dari 6 jam sampai 2 hari. Risiko kematian dari
gangren gas akan terjadi dalam waktu 48 jam tanpa pengobatan, dan bahkan
pada pasien yang diobati, penyakit ini masih fatal pada sekitar 12% dari
mereka dengan infeksi ekstremitas dan 66% dari individu dengan infeksi
sistemik (Beers). Insiden dan prevalensi di AS, sekitar 900 sampai 1.000 kasus
gangren gas terjadi setiap tahun (Anonim, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang
disebabkan toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama
Clostridium perfringens (Ho, 2012).
B. Etiologi
Kuman penyebab gangren gas adalah Clostridium welchii
(Clostridium perfringens). Kuman ini merupakan flora normal usus,
bersifat anaerob, dan termasuk dalam golongan basil gram positif. Kuman
yang membentuk spora keluar bersama tinja dan terdapat di kulit di
seluruh bagian tubuh dan juga di tanah. Spora ini tahan kering, tahan
beberapa desinfektan, dan tidak selalu mati dalam air mendidih
(Syamsudin & de Jong, 2005).
C. Gambaran Klinis
Gas gangren menyebabkan nyeri berat di daerah yang terinfeksi.
Awalnya, daerah tersebut bengkak dan pucat tetapi akhirnya berubah
merah, kehijauan, kemudian keabu-abuan, dan akhirnya kehitaman. Sering
terbentuk luka lecet yang besar. Gelembung gas dapat terlihat atau dapat
dirasakan di bawah kulit, biasanya setelah infeksi berlangsung. Cairan
mengalir dari luka dan berbau busuk. Pasien cepat berkeringat dan sangat
cemas. Mungkin disertai muntah. Denyut jantung dan pernapasan sering
menjadi cepat. Pada beberapa orang, kulit menjadi kuning, menunjukkan
penyakit kuning. Efek ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh
bakteri. Biasanya, orang tetap waspada sampai akhir penyakit, bilamana
sangat rendah tekanan darah (syok) dan menjadi koma. Gagal ginjal dan
diikuti kematian. Tanpa pengobatan, kematian terjadi dalam waktu 48 jam.
Bahkan dengan pengobatan, sekitar satu dari delapan orang dengan
anggota badan yang terinfeksi dan sekitar dua dari tiga orang dengan
infeksi pada tubuh meninggal (Levison, 2008).
Masa tunas klostridium adalah satu sampai tiga hari sejak
terjadinya luka. Gambaran lokalnya mula-mula berupa tanda inflamasi
akut yang sangat cepat menyebar, membuat keadaan umum penderita
sangat buruk. Nyeri, pada hari pertama. Krepitasi, tanda adanya gas di
jaringan, yang dapat diraba maupun didengar dengan stetoskop. Penderita
tampak pucat, capai, lemas, apati, berkeringat dingin, tidak berdaya,
demam dan sesak napas. Denyut nadi kecil dan cepat, dan suhu tidak
terlalu tinggi pada hari pertama. Cairan yang keluar dari luka encer,
berwarna merah muda sampai coklat, dan biasanya berbau (Sjamsuhidayat
& Jong, 2004)
D. Diagnosa
Diagnosis awal berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Sinar-X diambil untuk memeriksa gelembung gas dalam jaringan otot,
atau computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)
dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda keterlibatan otot. Temuan ini
mendukung diagnosis. Namun, gelembung gas juga dapat terjadi pada
infeksi anaerob lainnya. Cairan dari luka diperiksa di bawah mikroskop
untuk memeriksa Clostridia, dan kultur dilakukan untuk mengkonfirmasi.
Namun, tidak semua orang dengan Clostridia memiliki gangren gas.
Konfirmasi diagnosis mungkin memerlukan pembedahan eksplorasi atau
pengangkatan sampel jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop
(biopsi) untuk memeriksa perubahan karakteristik dalam otot (Levison,
2008).
E. Patologi
Gas gangren biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa spesies
klostridium yang menghasilkan eksotoksin kuat penyebab nekrosis
jaringan. Bila infeksi terbatas pada jaringan subkutan, akan terjadi
selulitis, radang jaringan, terutama radang jaringan subkutan anaerob.
Umumnya infeksi meluas ke jaringan otot, terjadi nekrosis otot yang
progresif oleh eksotoksin. Karbohidrat otot dihancurkan oleh enzim
sakarolitik sehingga terjadi gas hidrogen dan karbondioksida, serta asam
laktat. Kemudian terjadi penyebarab infeksi sehingga tekanan dalam
jaringan menjadi lebih besar, ini memperberat iskemia yang menyebabkan
nekrosis yang lebih luas lagi. Pembengkakan makin hebat dengan cairan
eksudat dan gas yang makin banyak. Mionekrosis atau nekrosis otot
menjadi kunci diagnosis patologis (Syamsuhidayat & de Jong, 2005).
F. Penatalaksanaan
Antibiotik yang sering dipakai antaralain:
1. Penisilin G
Merupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta
unit/hari. Obat ini menghambat sintesis dinding sel bakteri selama
proses multipikasi.
2. Klindamisin
Obat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan
adalah 600-1200 mg/hari.
3. Metronidazol
Aktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak
boleh lebih dari 4 gram/hari.
4. Vancomisin
5. Kloramfenikol
6. Tetrasiklin
Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Clindamycin sudah
secara luas digunakan. Kombinasi Clindamycin dan metronidazol
adalah pilihan apabila pasien alergi penicillin. Studi terbaru
menunjukkan obat penghambat sintesis protein (Clindamiccin,
Chloramfenicol, rifamfisin, tetrasiklin) lebih efektif karena
menghambat sintesis eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek
lokal ataupun sistemik dari toksin tersebut (Ho, 2012; Revis, 2012).
Kemudian dianjurkan tindak bedah darurat karena keadaan umum
akan segera memburuk dengan menyebarnya toksin. Penyaliran segera
dilakukan setelah debridemen, yaitu pengeluaran benda asing dan segala
jaringan mati atau kotoran dari luka sehingga yang tertinggal hanya
jaringan yang baik peredaran darahnya (Syamsuhidayat& Jong, 2005).
BAB III
KESIMPULAN
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan
toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens.
Insiden dan prevalensi di AS, sekitar 900 sampai 1.000 kasus gangren gas terjadi
setiap tahun. Keluhan yang pertama dan paling sering dirasakan pasien dengan
gas gangrene adalah nyeri yang timbul secara tiba- tiba, makin lama makin berat
dan meluas sesuai dengan penyebaran dari gas gangren. Diagnosis ditegakkan
dengan anamnesis, CT scan, MRI, kultur dan biopsi. Penatalaksanaan gas gangren
meliputi pemberian antibiotik, dan tindakan debridemen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Gas Gangrene. www.mdguideline.com
Ho, H. 2012. Gas gangrene. http://emedicine.medscape.com.
Levison, M.E., 2008. Gas Gangrene. www.merckmanuals.com
Revis, DR, 2012. Clostridial Gas Gangrene. http://emedicine.medscape.com.
Sukla, A., Rosen, C.L., Wong, J.K., Edwin, M., 2010. Gas Gangrene in
Emergency. www.emedicine.medscape.com
Syamsuhidayat, R., de Jong, W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC