gangguan pada anak gastro
DESCRIPTION
docTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah. Hal ini terjadi karena secara fisiologis sistem pencernaan pada
balita belum cukup matur (organ-organnya belum matang), sehingga rentan sekali terkena
penyakit saluran pencernaan. Anak-anak rentan terkena diare karena anak-anak biasa daya
tahan tubuhnya masih rendah sehingga sangat mudah terinfeksi virus.
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini
lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi
anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari
penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen
dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan
masa depan dari sang anak.
Dari pernyataan diatas, kami tertarik untuk membahas materi tentang asuhan
keperawatan gangguan sistem pencernaan pada anak (Diare dan Malformasi anorektal).
B. Rumusan masalah
a. Jelaskan konsep medis dari gangguan sistem pencernaan pada anak (Diare dan
Malformasi anorektal)!
b. Jelaskan Askep dari gangguan sistem pencernaan pada anak (Diare dan Malformasi
anorektal)!
C. Tujuan
a. Dapat mendeskripsikan konsep medis dari gangguan sistem pencernaan pada anak (Diare
dan Malformasi anorektal)
b. Dapat mendeskripsikan Askep dari gangguan sistem pencernaan pada anak (Diare dan
Malformasi anorektal)
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS DIARE
A. DefinisiDiare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare mungkin dalam
volume besar atau sedikit dan dapat disertai atau tanpa darah.Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari.Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah
B. Klasifikasi DiareKlasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan diare kronis. (Asnil et al, 2003).a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah
b. Diare PersistenDiare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronisDiare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
C. Etiologi Faktor infeksi
Infeksi enteral: Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Faktor Makanan:Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
Faktor Psikologis Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
D. PatofisiologiDiare sekresi biasanya diare dengan volume banyak disebabkan oleh peningkatan
produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen usus. Diare osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam usus oleh tekanan osmotik dari partikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehinggga reabsorbsi air menjadi lambat. Diare campuran disebabkan oleh peningkatan kerja peristaltis dari usus (biasanya karena penyakit usus inflamasi ) dan kombinasi penigkatan sekresi atau penurunan absorbsi dalam usus.
E. Manifestasi Klinik Frekuensi defekasi meningkat Perut kram Distensi Gemuruh usus (borborigimus) anoreksia Haus
F. PenatalaksanaanPenatalakasanaan medis utama diarahkan pada pengendalian atau pengobatan
penyakit dasar. Obat-obatan tertentu (mis. Prednison) dapat mengurangi beratnya diare dan penyakit.
Untuk diare ringan, cairan oral dengan segera ditingkatkan dan glukosa oral serta larutan elektrolit dapat diberikan untuk rehidrasi pasien. Untuk diare sedang akibat sumber non-infeksius, obat-obatan tidak spesifik seperti difenoksilat (lomotil) dan loperamid (Imodium) juga diberikan untuk menurunkan motilitas. Preparat antimikrobial diberikan bila preparat infeksius telah teridentifikasi atau bila diare sangat berat.
Terapi cairan intravena mungkin diperlukan untuk hidrasi cepat, khusunya untuk anak kecil atau lansia.
G. KomplikasiKomplikasi diare mencakup potensial terhadap disritmia jantung akibat hilangnya
cairan dan elektrolit secra bermakna (khususnya kehilangan kalium). Haluaran urin berkurang dari 30 ml/jam selama 2 sampai 3 jam berturut-turut, kelemahan otot, dan preentase kalium di bawah 3,0 mEq/L (SI: 3 mmol/L) harus dilaporkan. Penurunan kadar kalium menyebabkan disritmia jantung (takikardi atrium dan ventrikel,fibrilasi ventrikel, dan kontraksi ventrikel prematur) yang dapat menimbulkan kematian.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIARE
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
A. Pengkajian data fokus1) Hidrasi
- Turgor kulit- Membran mukosa- Asupan haluaran
2) Abdomen- Nyeri- Kekakuan- Bising usu- Muntah-jumlah frekuensi dan karakteristik- Feses-jumlah,frekuensi, dan karakteristik- Kram- Tenesmus
B. Diagnosa keperawatan1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi.2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
dan intake inadekuat.3. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare.5. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap
patogen.6. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.7. Defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan dengan
kurang paparan sumber informasi.
C. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
kekurangan volume cairan akan teratasi dan keseimbangan elektrolit dan
asam basa dapat tercapai.
Kriteria hasil :
- hidraasi dan status nutrisi adekuat
- TTV normal
- Elektrolit serum normal
- Serum dan Ph urine normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan Larutan Rehidrasi Oral (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah
LRO untuk rehidrasi dan
penggantian kehilangan cairan
melalui feses.
2. Berikan dan pantau cairan IV sesuai ketentuan.
Mengobati patogen khusus yang
menyebabkan kehilangan cairan
yang berlebihan
3. Berikan diet reguler pada anak sesuai toleransi
Pemberian diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk
menurunkan jumlah defekasi dan
penurunan berat badan serta
pemendekan durasi penyakit.
4. Ganti LRO dengan cairan rendah natrium seperti ASI, formula bebas laktosa, atau formula yang mengandung setengah laktosa.
Mempertahankan terapi cairam
5. Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
Mengevaluasi keefektififan
intervensi
6. Pantau berat jenis urin setiap 8 jam atau sesuai indikasi.
Mengkaji hidrasi
7. Timbang berat badan anak, kaji tanda-tanda vital, turgor kulit,
Mengkaji hidrasi
membran mukosa dan status mental setiap 4 jam atau sesuai indikasi.
8. Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat dan gelatin
Cairan ini biasanya tinggi
karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolalitas tinggi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake inadekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- asupan makanan dan cairan adekuat
- zat gizi terpenuhi
- asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi dengan baik
- mencapai berat badan yang ideal
INTERVENSI RASIONAL
1. Instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI.
Hal ini penting untuk mengurangi
kehebatan dan durasi penyakit
2. Hindari pemberian diet dengan pisang, beras , apel, dan roti panggang atau teh.
Diet ini rendah energi dan protein,
terlalu tinggi dalam karbohidrat dan
rendah elektrolit
3. Observasi dan catat respon terhadap pemberian makan.
Mengkaji toleransi pemberian
makanan
4. Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat.
Meningkatkan kepatuhan terhadap
program terapeutik
5. Anjurkan untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering.
Gastrik tidak tertekan sehingga
mengurangi perasaan mual dan
muntah.
6. Timbang berat badan setiap hari Mengetahui perkembangan nutrisi
setiap hari.
3. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
masalah hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
- suhu tubuh normal
- TTV normal
-tidak ada perubahan warna kulit
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertai
Suhu 38-41oC menunjukan proses
infeksius akut sehingga dapat
membantu dalam diagnosis
sehingga dapat ditentukan
intervensi yang tepat.
2. Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha.
Kompres hangat dapat mengurangi
demam
3. Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam.
Sebagai indikator perkembangan
keadaan klien.
4. Anjurkan untuk minum cukup Intake cairan yang adekuat
membantu penurunan suhu tubuh
serta mengganti jumlah cairan yang
hilang melalui evaporasi
5. Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Mempercepat proses evaporasi.
Jumlah selimut perlu dibatasi untuk
mempertahankan suhu mendekati
normal.
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik.
Mengurangi demam dengan aksi
sentralnya di hipotalamus
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
integritas kulit tidak terjadi kerusakan
Kriteria hasil :
- Suhu, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna dalam rentang yang
diharapkan.
- Terbebas dari adanya lesi jaringan
- Keutuhan kulit terjaga
INTERVENSI RASIONAL
1. Ganti popok jika basah atau kotor
Menjaga agar kulit tetap bersih dan
kering
2. Bersihkan bokong perlahan-lahan dengan sabun lunak, non-alkalin, dan air atau celupkan anak dalam bak untuk pembersihan yang lembut.
Karena feses diare sangat
mengiritasi kulit.
3. Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika mungkin.
Meningkatkan penyembuhan
4. Hindari menggunakan tissue basah yang dijual bebas yang mengandung alkohol pada kulit yang teriritasi.
Karena dapat menyebabkan rasa
menyengat.
5. Observasi bokong dan perinium akan adanya infeksi.
Mengetahui secara dini adanya
tanda-tanda infeksi dan untuk
memberikan terapi yang sesuai.
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat berupa salep pelindung pada kulit.
Untuk mempercepat penyembuhan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
paisen tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
- Status imunitas baik
- Nutrisi adekuat
- Nadi dan Suhu normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan cuci tangan yang benar
Mengurangi resiko penyebaran
infeksi
2. Pakaikan popok dengan tepat. Mengurangi kemungkinan
penyebaran feses
3. Gunakan popok sekali pakai Superabsorbent untuk menampung
feses dan menurunkan
kemungkinan terjadinya dermatitis
popok
4. Ajarkan anak, bila mungkin tindakan perlindungan diri misal dengan cuci tangan setelah menggunakan toilet.
Mencegah penyebaran infeksi
5. Anjurkan keluarga dan pengunjung dalam praktik isolasi khususnya mencuci tangan
Mencegah penyebaran infeksi.
6. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
ansietas berkurang atau teratasi.
Kriteria hasil :
- Klien tidak cemeas atau gelisah
- Klien dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak
- Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang
membuat stress
- Mampu mempertahankan penampilan peran.
-Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
- Tidak ada kecemasan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan Respon individu dapat beravariasi
tergantung pada pola kultural yang
dipelajari.
2. Pertahankan kontak sering dengan orang tua, selalu bersedia mendengarkan dan bicara bila dibutuhkan
Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar
perasaan
3. Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat bantuan Jika dibutuhkan.
Memantapkan hubungan dan
membantu orang tua untuk melihat
realisasi dari penyakit atau
pengobatan yang diberikan
4. Berikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan jika diminta oleh pasien atau orang terdekat
Memberikan jaminan bahwa
perawat bersedia untuk mendukung
dan membantu
5. Beri stimulus sensori dan pengalihan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan kondisinya. Misalnya dengan terapi bermain
Meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal
7. Defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya
berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
keluarga pasien termotivasi untuk merawat anaknya dengan baik dan benar
Kriteria hasil :
- Keluarga pasien mengerti pengertian, penyebab, tanda dan gejal a, cara
pencegahan penyakit serta mampu mendemonstrasikan cara membuat
oralit dan LGG dengan baik dan benar.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit dan cara perawatan anaknya.
Menentukan intervensi secara tepat
dengan masalah yang ada
2. Berikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
Menurunkan rasa takut dan cemas
terhadap kondisi anaknya
3. Berikan penjelasan setiap akan melakukan prosedur tindakan keperawatan.
Berbagai tingkat bantuan mungkin
di perlukan berdasarkan kebutuhan
4. Berikan penjelasan kepada orang tua tentang perawatan anak dengan gastroentritis (diare) dirumah seperti oembuatan larutan gula garam
Pembuatan larutan gula garam
dilakukan sebagai penangan
pertama untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang.
KONSEP MEDIS MALFORMASI ANOREKTAL
A. Definisi
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara
abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Malformasi
anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan pertumbuhan dan
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah
suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik dimana rectum
tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus.
B. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi
seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada. Paling
banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa
keluarga memiliki anak dengan malformasi.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Wingspread (1984), berdasarkan consensus internasional menghasilkan
modifikasi sebagai berikut:
Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I Tindakan
1. Fistel urine
2. Atresia rekti
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram
Kolostomi neonatus
Operasi definitif
Usia 4 – 6 bulan
Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rectum
terhadap marka anus dikulit peritoneum.
Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
2. Membrane anal meconium tract
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara <>
Operasi definitif pada
neonatus
Tanpa kolostomi
Perempuan:
Golongan I Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina
3. vistel vestibulum ano atau retro vestibuler
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel
Kolostomi neonatus
Usia 4-6 bulan
Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
2. Stenosis
3. Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram.
Operasi definitif pada
neonatus
D. Manifestasi Klinis
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Perut kembung
2) Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
3) Kejang usus.
4) Bising usus meningkat.
5) Distensi abdomen.
6) Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).
7) Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
E. Patofisiologi
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan
pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum berawal
dari gangguan pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan perkembangan septum
unorektal yang memisahkannya. Kedua malforamsi membentuk fistel-fistel yang
menghambat pengeluaran mekonium kolon sehingga terjadi obstruksi usus yang nampak
gambaran perut kembung, distensi abdomen, muntah dengan cairan mula-mula berwarna
hijau kemudian bercampur tinja. Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan
intra abdomen ke torakal sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.
Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah-
muntah didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini mengganggu pola eliminasi
feses. Malformasi harus segera ditangani yang pertama untuk tindakan sementara dengan
kolostomi baru kemudian dilakukan pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya.
Pasca pembedahan pasien tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi
aktivitas. Adanya perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi infeksi
karena luka merupakan part entry kuman.
Selain itu juga menimbulkan kerusakan integritas kulit. Anestesi yang diberikan juga
mempengaruhi penurunan fungsi organ, misal penurunan sistem pernafasan, penurunan
fungsi jantung dan penurunan peristaltik usus.
6. Komplikasi.
1) Asidosis hiperkloremia
2) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3) Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4) Komplikasi jangka panjang :
a) Eversi mukosa anal
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rektum jari tidak masuk lebih 1–2 cm.
2) Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.
3) Urogram intravena; sistourethrogram: dilakukan pada waktu miksi harus dilakukan karena
seringnya malformasi traktuf urinarius menyertai anomali ini.
4) Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui kelainan yang menyertai yaitu
anomali vertebra
5) Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara dini.
6) Ultrasound: dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.
7) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm, defek itu disebut defek tingkat tinggi
8. Penatalaksanaan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur
penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 3-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik
kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup.
Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran
tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap
tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat
diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat
umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan
pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase
feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal
atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan
dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma.
Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul
dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus
malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital
Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT).
Teknik lama ini mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.
Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorektal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi
usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa keuntungan disbanding
dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi
akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan
kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi
lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai
dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah
dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi
distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak
di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan
meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan
aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta
pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan
dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang
menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari. Double barrel
transversocolostomy dextra dengan tujuan dekomprasi dan diversi memiliki keuntungan
antara lain :
8) Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak
menimbulkan kesulitan.
9) Tidak terlalu sulit dikerjakan
10) Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal
11) Feses kolon kanan relatif tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses.
12) Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini
memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP
dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan
stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah
melewati pusat sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam
dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang
coccygeus dibelah sehingga tampak dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari
dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga, rectum dipisahkan dengan vagina
yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum ditarik melewati otot
levator,muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga
agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical
fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rectum dengan
vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah
adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah
tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-
masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan
pada fistel perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa
fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited PSARP dilakukan pada
atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak
tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada
fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.
ASUHAN KEPERAWATAN MALFORMASI ANOREKTAL
1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam medic,
alamat.
b) Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak
normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-
48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan
mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital
ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
o Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT),
imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau perilaku ibu
sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan pertumbuhan janin,
seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum minuman keras,
mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.
o Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan,
berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya pernafasan,
tangisan pertama dan tindakan khusus.
o Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan
paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap,
kesulitan pemberian makan atau ASI.
o Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan
langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula
ke kulit. Untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar
bersama urine untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel.
2) Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung). Amati adanya distensi
abdomen. Ukur lingkar abdomen. Dengarkan bising usus ( 4 kuadran). Perkusi
abdomen. Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
3) Kaji hidrasi dan status nutrisi
Timbang berat badan tiap harridan amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
4) TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
Ukur nadi (terjadinya takikardia)
5) Observasi manifestasi malformasi anorektal
6) Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila tidak dapat masuk
lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
2. Dioagosa Keperawatan
A. Pra Operatif
1) Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder
terhadap distensi abdomen.
3) Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan.
B. Post operatif
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder
terhadap pemberian anestesi.
2) Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap
pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder terhadap
tirah baring
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
3. Rencana Keperawatan
Pra Operatif
Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
Ketidakseimbangan
volume cairan
berhubungan
dengan muntah.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan pasien tidak
mengalami
kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB,
2. Elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
1. Ukur jumlah
Input–Output
cairan.
2. Inspeksi turgor
kulit.
3. Ukur tanda-
tanda vital.
4. Inspeksi adanya
distensi abdomen.
5. Kolaborasi
berikan cairan
IV.
1. Mengidentifikasi
adanya
ketidakseimbangan.
2. Pada keadaan
dehidrasi turgor kulit
tidak elastis.
3. Keadaan dehidrasi
diidentifikasi dg
adanya perubahan
TTV :takikardi,hipot
ensi,peningkatan
suhu.
4. Peningkatan tekanan
3. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
normal
4. Distensi abdomen
meurun
5. Tidak ada tanda- tanda
dehidrasi,
abdomen ditandai
dengan adanya perut
kembung
5. Mengganti cairan dan
elektrolit yang
hilang.
Ketidakefektifan
pola nafas
berhubungan
dengan penekanan
torakal sekunder
terhadap distensi
abdomen.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan pasien
menunjukkan pola nafas
efektif dengan frekuensi dan
kedalaman rentang normal.
Kriteria hasil :
1. Pasien tidak merasa
sesak
2. Frekuensi
pernafasan pasien
nolmal (16-20 kali/
menit)
3. Pasien tidak tampak
memakai alat bantu
pernafasan
4. Tidak terdapat
tanda-tanda sianosis
1. Posisikan anak
pada posisi yang
nyaman dengan
penggunaan
bantal 30°
2. Catat TTV dan
irama jantung
3. Berikan O2
sesuai dengan
kebutuhan
4. Auskultasi bunyi
nafas catat
adanya bunyi
nafas adventisius
seperti :
krekel,mengi
5. Inspeksi adanya
sianosis
1.Untuk efisiensi ventilasi
maksimum
2 t 2. Takikardi, disritmia dan
perubahan tekanan dapat
menunjukkan efek
hipoksia sistemik pada
fungsi jantung.
3. 3. Dapat memperbaiki
dan mencegah hipoksia
4. 4. Biasanya bunyi nafas
menurun.
5. 5.Mengindikasikan
adanya kekurangan
oksigen ke jaringan.
Ansietas pada
orang tua
berhubungan
dengan tindakan /
prosedur
pembedahan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan ansietas
orang tua pasien berkurang
Kriteria hasil :
1. Tingkat ansietas hanya
1.Identifikasi
ketidaktahuan.
2. Peningkatan
support terhadap
keluarga
“tindakan atau
1. Dengan memberikan
kejelasan dari
keluarga agar sedikit
tenang.
2. Dengan support akan
menurunkan cemas
ringan sampai sedang
2. Memahami prosedur
tindakan yang akan
dijalani oleh anaknya
prosedur tsb
tindakan tepat”.
3. Menjelaskan
tentang prosedur
tepat waktu.
3. Meningkatkan rasa
optimis dengan
pembedahan
Post operatif
Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan
pola nafas
berhubungan
dengan penurunan
kapasitas paru
sekunder terhadap
pemberian
anestesi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan pasien
menunjukkan pola nafas
efektif dengan frekuensi dan
kedalaman rentang normal.
Kriteria hasil :
1. Frekuensi pernafasan
pasien normal (16-20
kali/ menit)
2. Pasien tidak merasa
sesak
3. Pasien tidak tampak
memakai alat bantu
pernafasan
1. Catat kecepatan/
kedalaman
pernafasan,
auskultasi bunyi
nafas, amati
adanya pucat,
sianosis.
2. Posisikan klien
dengan
meninggikan
kepala 30°.
3. Ubah posisi
secara periodik
4. Berikan O2
sesuai kebutuhan
1. Pernafasan mengorok/
pengaruh anestesi
menurunkan ventilasi
dan dapat
mengakibatkan
hipoksia
2. Dapat mendorong
ekspansi paru optimal
dan meminimalkan
tekanan isi ke
abdomen pada rongga
thorak
3. Meningkatkan
pengisian udara
seluruh segmen paru.
4.Memaksimalkan
sediaan O2 untuk
pertukaran gas dan
penurunan kerja
pernafasan
Nyeri
berhubungan
dengan
vasodilatasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan nyeri pada
anak berkurang atau hilang
1. Kaji dan catat
adanya
peningkatan
nyeri
1. Digunakan untuk
mengetahui keadaan
nyeri klien untuk
menentukan tindakan
pembuluh darah
sekunder terhadap
pembedahan
Kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang atau
hilang
2. Ekspresi wajah rileks
3. Tanda-tanda vital normal
4. Skala nyeri 1-0.
2. Hindari palpasi
area pembedahan
kecuali jika
diperlukan
3. Berikan
lingkungan yang
nyaman dan
tenang
4. Kolaborasi
pemberian
analgesik sesuai
ketentuan dan
pantau
keefektifannya.
pengurangan nyeri
2. Agar terhindar dari
peningkatan rasa
nyeri pasca operasi.
3. Berkurangnya
stimulus nyeri.
4. Digunakan untuk
farmakoterapi untuk
nyeri
Risiko tinggi
infeksi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x24
jam status kekebalan pasien
meningkat
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh sesuai yang
diharapkan
2. Tidak didapatkan infeksi
berulang
1. Ukur suhu tubuh
setiap 4 jam
2. Gunakan teknik
septik dan
aseptik medik
3. Lakukan
perawatan luka
dengan hati-hati
agar luka tetap
bersih
4. Ganti balutan
luka setelah 3
hari post operasi
dengan cara; luka
dialas betadin
dan tutup dengan
kasa kering.
1. Peningkatan suhu
tubuh menunjukkan
terjadinya infeksi
sistemik.
2. Mencegah terjadinya
infeksi dan sepsis.
3. Untuk meminimalkan
resiko infeksi.
4. Dengan balutan dapat
meningkatkan
kelembaban dan
mempercepat
penyembuhan luka
5. Digunakan untuk
pencegahan infeksi
secara sistemik
5. Kolaborasi
pemberian
antimikrobial/
antibiotik sesuai
kebutuhan.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
penumpukan asam
laktat sekunder
terhadap tirah
baring
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan anak toleran
terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
1. Tidak ada keluhan
2. Tidak ada takikardia dan
takipnea bila melakukan
aktivitas
3. Kebutuhan aktivitas klien
terpenuhi
1. Periksa tingkat
toleransi fisik
anak
2. Beri periode
istirahat dan tidur
yang sesuai
dengan
kondisinya
3. Berikan
lingkungan yang
tenang dan
nyaman
1. Dapat digunakan
untuk mengetahui
tingkat kelelahan
anak.
2. Istirahat digunakan
untuk menghemat
energi dan kelelahan
dapat berkurang
3. Lingkungan yang
tenang dapat
meningkatkan
rentang istirahat
klien untuk
penghematan energi.
Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan adanya
perlukaan jaringan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24
jam diharapkan fungsi
fisiologis kulit normal
Kriteria hasil :
1. Memiliki warna kulit
normal
2. Mendemonstrasikan
aktivitas perawatan kulit
rutin yang efektif
3. Tidak terdapat infeksi
1. Inspeksi warna
ukuran luka.
2. Bersihkan
permukaan kulit
dg menggunakan
air dengan sabun
lunak/petrolatum
3. Gunakan balutan
teknik aseptik
1. Kemerahan bengkak
mengidentifikasi
adanya kerusakan
integritas kulit
2.Petrolatum
membersihkan feses
yang menempel
3. Menurunkan iritasi
kulit.
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulanDiare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare mungkin dalam
volume besar atau sedikit dan dapat disertai atau tanpa darah. Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan lama waktu diare yang terdiri dari diare akut, diare persisten dan diare kronis. Penyakit saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan amoeba atau parasit melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan juga malabsorpsi.
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Diare dan malformasi anorektal merupakan gangguan sistem pencernaan yang biasa menyerang pada anak-anak. Untuk itu perlu manajemen yang tepat untuk mendapatkan prognosis yang baik, dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (1999). Ilmu kesehatan anak Nelson (15 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2009). Buku saku keperawatan pediatri (5 ed.). Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : konsep klinis porses-proses penyakit (6 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC (9 ed.). Jakarta: EGC.
MAKALAH
ASKEP GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA ANAK
“DIARE DAN MALFORMASI ANOREKTAL”
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
MUTIA MUSYAFIRAH C12112004
NURUL ATIKA C12112007
RISMAYANTI C12112011
RAHMAWATI C12112018
HERMEI PASALLI MARJO N C12112025
ELI TRI LESTARI C12112032
INDRAHAYU AKUB C12112108
AYU NENGSI TARRA C12112252
LULUIL MAKNUN C12112256
FENTY APRILIANAH.H C12112260