fraktur basis cranii.docx

40
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Laporan Kasus 27 Mei 2014 REFERAT FRAKTUR BASIS CRANII DISUSUN OLEH : Abdul Rahim 1102090067 PEMBIMBING dr. XXXXX PEMBIMBING SUPERVISOR dr.xxxxxxxxxxxx DISUSUN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

Upload: abdul-rahim-abdullah

Post on 08-Feb-2016

1.558 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

fraktur akibat trauma pada dasar tengkorak

TRANSCRIPT

Page 1: Fraktur basis cranii.docx

Bagian Neurologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Laporan Kasus

27 Mei 2014

REFERAT

FRAKTUR BASIS CRANII

DISUSUN OLEH :

Abdul Rahim

1102090067

PEMBIMBING

dr. XXXXX

PEMBIMBING SUPERVISOR

dr.xxxxxxxxxxxx

DISUSUN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2014

Page 2: Fraktur basis cranii.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Abdul Rahim

Nim : 1102090067

Referat : Fraktur basis cranii

Telah menyatakan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 27 Mei 2014

Pembimbing Supervisor Pembimbing

dr. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx dr. xxxxxxxxxxxxxxxx

Page 3: Fraktur basis cranii.docx

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat

dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Fraktur

Basis Cranii”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi Kepanitraan Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan

dalam penguasaan ilmu, sehingga referat ini masih jauh dari kesempurnaan.

Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat

diharapkan demi penyempurnaan reparat ini. Akhirnya penulis berharap semoga

refarat ini memberikan manfaat bagi semua pembaca. Amin.

Makassar, 27 Mei 2014

Penulis

Page 4: Fraktur basis cranii.docx

Fraktur Basis Cranii

I. Pendahuluan

Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan. Manfaat

dari tulang tengkorak untuk melindungi otak terhadap cedera. Selain dilindungi

oleh tulang, otak juga tertutup lapisan keras yang disebut meninges fibrosa, dan

juga terdapat cairan yang disebut cerebrospinal fuild (CSF). Trauma dapat

berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorak, perdarahan di ruang sekitar

otak, memar pada jaringan otak, atau kerusakan saraf pada otak.

Fraktur basis Cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat

benturan langsung di sekitar dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,

supraorbita), transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau

mandibula, atau efek “remote” dari benturan pada kepala (“tekanan gelombang”

yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).

Pasien dengan fraktur basis Cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai

dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Penampakan fraktur

basis Cranii fossa anterior ditandai dengan adanya Rhinorrhea dan memar di

sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale

dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial. Untuk penegakan

diagnosis fraktur basis Cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap,

analisis laboratorium dasar, diagnostic untuk fraktur dengan pemeriksaan

radiologik.

Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan

bahwa airway, breathing, circulation bebas dan aman. Banyak korban cedera

kepala disertai dengan multiple trauma dan penanganan pada pasien tersebut tidak

menempatkan penanganan kepala menjadi prioritas, resusisati awal dilakukan

secara menyeluruh.

II. Definisi

Tengkorak adalah kerangka tulang kepala. Tengkorak terdiri dari dua

bagian yang terpisah: tengkorak dan rahang bawah. Mandibula adalah rahang

Page 5: Fraktur basis cranii.docx

bawah atau rahang, dan tempurung kepala adalah sisa tengkorak. Mandibula

adalah satu-satunya bagian dari tengkorak yang tidak bergabung dengan sutura.

Tengkorak bertanggung jawab untuk berbagai macam fungsi penting

termasuk: mendukung struktur wajah (seperti hidung dan mata), membentuk jarak

antara mata, membentuk posisi telinga untuk membantu otak menentukan arah

dan jarak suara dan menjaga serta membentuk rongga/cavitas otak.

Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik satu atau lebih tulang pada

tengkorak. Meskipun dalam hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang lebih besar

adalah bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan otak, yang berada di dalam

tengkorak dapat terlindungi. Fragmen kecil dari tengkorak juga bisa pecah dan

menyebabkan kerusakan tambahan pada otak. Selain itu, energi yang dipakai

dalam benturan tengkorak bisa melukai jaringan otak.

Fraktur tulang tengkorak dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari dua

cara, baik dengan jenis cedera yang diderita atau lokasi dari cederanya. Sebuah

fraktur tengkorak basilar terjadi di dasar tengkorak. Ini adalah cedera yang sangat

jarang terjadi hanya dalam 4% dari semua kasus fraktur. Fraktur ini pada dasarnya

adalah fraktur linear, atau retak garis lurus di dasar tengkorak. Patah tulang

tengkorak basilar bisa sangat berbahaya karena batang otak dapat terluka, yang

antara lain mengirimkan pesan dari otak ke sumsum tulang belakang. Jika otak

atau batang otak terluka maka kematian seringkali sangat mungkin terjadi.

Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang

menyebabkan kerusakan pada tulang dasar tengkorak. Ini sering dikaitkan dengan

perdarahan di sekitar mata (raccoon eyes) atau di belakang telinga (Battle sign).

Garis fraktur dapat meluas ke sinus wajah yang memungkinkan bakteri dari

hidung dan mulut untuk masuk keadalam dan kontak dengan otak, menyebabkan

infeksi yang potensial.

III. Epidemiologi

Fraktur basis Cranii merupakan salah satu fraktur pada area kepala dan

leher yang sulit untuk dievaluasi dan diobatai. Fraktur ini didefinisikan sebagai

fraktur linear dasar tengkorak, dan biasanya frakturnya banyak pada wajah dan

Page 6: Fraktur basis cranii.docx

meluas kedasar tengkorak. Sinus sphenoid, foramen magnum, os temporal dan

sphenoidal adalah daerah yang paling umum terjadi patahan.

Sekitar 2 juta cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini

adalah salah satu penyebeb utama kecacatan dan kematian pada anak. Kecelakaan

kendaraan bermotor adalah penyebab utama dari trauma ini yang ada dinegara-

negara industri. Persentase cedera kepala dan leher yang terjadi adalah 1/3 dari

kecelakaan kendaraan bermotor, dengan 28% kasus fraktur ada pada kepala dan

leher

Fraktur basis Cranii terjadi sekitar 20-24% dari semua kasus cedera

kepala. Pada studi retrospective yang dilakukan oleh Behbahani dkk pada tahun

2013, mengatakan bahwa Dalam hal ini kejadian fraktur basis Cranii hanya

terdapat 2% dari seluruh kasus kejadian trauma. Dalam sebuah studi dari

Behbahani et al in 2013, sebuah studi retrospektif tentang trauma kepala. Mereka

menemukan bahwa dari 1060 pasien dengan trauma kepala. 965 pasien

mengalami fraktur tulang kepala dengan 220 diantaranya frakturnya berada pada

dasar tengkorak. Dari 220 fraktur ini diantaranya 78 fraktur os temporal, 47

orbital superior, 44 sphenoid, 30 os occipitalis, 21 ethmoidal, dan 2 clivus.

IV. Anatomi

Page 7: Fraktur basis cranii.docx

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Craniii. Tulang

tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu: Os frontal, Os Ethmoidal, Os

sphenoidal, Os occipital dan Os temporal, pada regio temporal strukturnya lebih

tipis, namun pada bagian ini dilindungi oleh otot-otot temporalis.

Basis Craniii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga dapat melukai

bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.

Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa Cranii anterior,

fossa Cranii media dan fossa Cranii posterior

Page 8: Fraktur basis cranii.docx

Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun

kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20%

fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.

Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh

permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.

Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina

cribiformis os etmoidalis di media. Permukaan atas lamina cribiformis

menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa

dilalui oleh nervus olfaktorius.

Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat

cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi

mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau

kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars

orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau

periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis

cranii fossa anterior

Fossa Cranii media : Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os

sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri

yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os

sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan

Page 9: Fraktur basis cranii.docx

a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os

temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.

Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan

minor os sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis,

n.occulomotorius dan n.abducens.

Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini

merupakan tempat yang paling lemah dari basis Cranii. Secara anatomi kelemahan

ini disebabkan oleh banyaknya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani

dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera.

Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi

(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars

perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral

sinus cavernosus robek.

Fossa Cranii posterior melindungi otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons

dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars

petrosa os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars

squamosa os occipital. Dasar fossa Cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris,

condylaris, dan squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal.

Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui

oleh medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis

assendens n. accessories dan kedua a.vertebralis.

Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di

bawah otot-otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan

muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane

mukosa atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang

mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat ceder

V. Patofisiologi

Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada

daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi

energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula, atau efek “remote”

Page 10: Fraktur basis cranii.docx

dari benturan pada kepala (“gelombang tekanan” yang dipropagasi dari titik

benturan atau perubahan bentuk tengkorak).

Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring fracture, karena

area ini mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana

spinal cord lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat

cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al.

1994). Kematian biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai

dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar tengkorak.

Fraktur basis Cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk

benturan dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban

inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya beban

inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak

akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kepala

kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan gerakan namun pada area

medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia

tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi

akibat ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari inferior

diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior

kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula.

Huelke et al. (1988) menyelidiki sebuah pandangan umum bahwa fraktur

basis Cranii akibat hasil dari benturan area kubah kranial. Kasus benturan pada

area kubah non-kranial, yang terjadi dalam berbagai jenis kecelakaan kendaraan

bermotor, telah didokumentasikan. Para peneliti menemukan fraktur basis Cranii

juga bisa disebabkan oleh benturan pada area wajah saja.

Pada studi eksperimen berdasarkan pengujian mayat, Gott et al.(1983)

meneliti secara rinci tengkorak dari 146 subjek yang telah mengalami

benturan/ruda paksa pada area kepala. 45 kasus fraktur tengkorak diamati secara

rinci. Terdapat 22 BSF pada grup ini. Penyebab dari kasus tersebut disebabkan

oleh ruda paksa pada area frontal (5 kasus), daerah Temporo-parietal tengkorak (1

kasus), seluruh wajah (2 kasus) dan berbagai jenis ruda paksa kepala lainnya (14

kasus).

Page 11: Fraktur basis cranii.docx

Saat memeriksa respon leher akibat beban daya regang aksia, Sances et al.

(1981) mengamati BSF tanpa kerusakan ligamen melalui analisa quo-statistic

didapatkan 1780N sementara dan 3780N tampak utuh pada area leher, kepala dan

tulang belakang. Beberapa peneliti mengamati complex kepala-leher terhadap

ruda paksa dari arah superior-inferior. Secara umum, menunjukkan bahwa lokasi

fraktur tengkorak hasil dari ruda paksa langsung. Ketika area kepala terlindungi,

leher menjadi wilayah yang paling rentan terhadap cedera pada tingkat kekuatan

di atas 4 kN (Alem et al 1984). Para peneliti menguji 19 cadaver dalam posisi

supine dan hanya mampu menghasilkan BSF tunggal. Fraktur basis Cranii

membutuhkan durasi yang rendah (3 ms), energi tinggi (33 J) ruda paksa dengan

kekuatan benturan dari 17 kN pada kecepatan ruda paksa 9 m /s.

Hopper et al. (1994) melakukan dua studi eksperimental pada mayat

bertujuan untuk memahami mekanisme biomekanik yang mengakibatkan fraktur

basis Cranii ketika kepala mandibula yang dikarenakan ruda paksa

Pada studi awal, cedera yang dapat ditoleransi oleh mandibula ketika

mengalami ruda paksa adalah pada area pertengahan simfisis atau area mentalis

(dagu). Enam dampak yang dinamis dengan jalur vertikal pada satu tes dilakukan

dengan menggunakan uji quasi-static. Suatu ruda paksa yang bervariasi diberikan

untuk menilai pengaruh yang terjadi. Ditemukan bahwa toleransi energi ruda

paksa untuk fraktur mandibula pada ke enam tes tersebut adalah 5270 + 930N.

Pada setiap tes, dijumpai fraktur mandibula secara klinis namun tidak

menghasilkan fraktur basis Cranii.

Studi kedua menilai toleransi fraktur basis Cranii ketika beban langsung

diberikan kearah Temporo-mandibula joint yang secara tidak langsung

menghasilkan pembebanan secara lokal sekitar foramen magnum. Kekuatan

puncak dan energi untuk setiap kegagalan ditentukan dalam setiap pengujian.

Beban rata rata pada setiap fraktur ditemukan dengan kekuatan energi 4300 +350

N. Peneliti dapat menghitung energi untuk fraktur pada tiga dari tes dengan rata-

rata 13,0 + 1.7 J. Cedera dihasilkan dengan cara ini konsisten dengan pengamatan

klinis fraktur basis cranii.

Page 12: Fraktur basis cranii.docx

Peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis

bahwa ruda paksa pada mandibula saja biasanya hanya menyebabkan fraktur

mandibula. Selanjutnya, complete dan partial ring type BSF membutuhkan ruda

paksa temporo-mandibular yang secara tidak langsung menghasilkan pembebanan

pada daerah sekitar foramen magnum.

Jenis Fraktur Basis Cranii

Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii.

Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan

mixed. Tipe transversal dari fraktur temporal dan type longitudinal fraktur

temporal ditunjukkan di bawah ini.

(A)Transverse temporal bone fracture and (B)Longitudinal temporal bone fracture

(courtesy of Adam Flanders, MD, Thomas Jefferson University, Philadelphia,

Pennsylvania)

Page 13: Fraktur basis cranii.docx

A B

Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan

bagian squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus

externus dan tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian

anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada

fossa Cranii media dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur

longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur

transversal dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea

dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki

unsur unsur dari kedua fraktur longitudinal dan transversal.

Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os temporal telah diusulkan.

Sistem ini membagi fraktur os temporal kedalam petrous fraktur dan nonpetrous

fraktur, yang terakhir termasuk fraktur yang melibatkan mastoid air cells. Fraktur

tersebut tidak disertai dengan deficit nervus cranialis.

Fraktur condylar occipital (Posterior), adalah hasil dari trauma tumpul

energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada

pada ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan

morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini

menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I

fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari

kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang

dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur

Page 14: Fraktur basis cranii.docx

tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan

membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi

sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur

tidak stabil.

VI. Manifestasi klinis

Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan

memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis Cranii fossa

anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes).

Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada

kondisi patologis intrakranial.

Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang

pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung

lebih dari 6-7 minggu. tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang

dari 3 minggu disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa

tympany. Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder

dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.

Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin,

sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran

permanen (permanent neural hearing loss).

Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan

serius12. Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama

dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang

servikalis. Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan

hemiplegia atau guadriplegia.

Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus

cranialis IX, X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi

fonasi dan aspirasi dan paralysis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain

sign), superior pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-

Sicard sindrom adalah fraktur condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus

cranial IX, X, XI, dan XII.

Page 15: Fraktur basis cranii.docx

VII. Penananganan

A. Penananganan Khusus

Penanganan khusus dari fraktur basis Cranii terutama untuk mengatasi

komplikasi yang timbul, meliputi : fistula cairan serebrospinal, infeksi, dan

pneumocephalus dengan fistula.

a) Fistula cairan serebrospinal:

Mengakibatkan kebocoran cairan dari ruang subarachnoid ke ruang

extraarachnoid, duramater, atau jaringan epitel.Yang terlihat sebagai rinore dan

otore.Sebagian besar rinore dan otore baru terlihat satu minggu setelah terjadinya

trauma.Kebocoran cairan ini membaik satu minggu setelah dilakukan terapi

konservatif. Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest

dengan posisi kepala lebih tinggi. Hindari batuk, bersin, dan melakukan aktivitas

berat. Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, diuretic dan steroid.

Rinore

Terjadi pada sekitar 25 persen pasien dengan fraktura basis anterior. CSS

mungkin bocor melalui sinus frontal (melalui pelat kribrosa atau pelat orbital

dari tulang frontal), melalui sinus sfenoid, dan agak jarang mela- lui klivus.

Kadang-kadang pada fraktura bagian petrosa tulang temporal, CSS mungkin

memasuki tuba Eustachian dan bila membran timpani intak, mengalir dari

hidung. Pengaliran dimulai dalam 48 jam sejak cedera pada hampir 80 persen

kasus

Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi

kepala lebih tinggi. Hindari batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan

aktivitas berat. Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, diureticdan steroid.

Dilakukan punksi lumbal secara serial dan pemasangan kateter sub-rachnoid

secara berkelanjutan. Disamping itu diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Pendekatan pembedahan dapat secara intraCraniial, ekstraCraniial dan secara

bedah sinus endoskopi. Pendekatan intraCraniial yaitu dengan melakukan

Craniiotomi melalui daerah frontal (frontal anterior fossa craniotomi), daerah

Page 16: Fraktur basis cranii.docx

temporal (temporal media fossa craniotomi) atau daerah oksipital (ocsipital

posterior fossa craniotomi) tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan teknik

ini dapat melihat langsung robekan dari dura dan jaringan sekitarnya. Bila

dilakukan tampon pada kebocoran akan berhasil baik dan berguna bagi pasien

yang tidak dapat diketahui lokasi kebocoran atau fistel yang abnormal. Kerugian

teknik ini adalah angka kematian yang tinggi, terjadi retraksi dari otak seperti

edema, hematoma dan perdarahan. Disamping itu dapat terjadi anosmia yang

permanen. Sering terjadi kebutaan terutama pada pembedahan didaerah fossa

Craniii anterior. Kerugian lain adalah waktu operasi dan perawatan yang lama.

Pendekatan EkstraCraniial dilakukan dengan cara eksternal sinus dan bedah sinus

endoskopi. Pendekatan eksternal sinus yaitu melakukan flap osteoplasti anterior

dengan sayatan pada koronal dan alis mata. Disamping itu dapat juga dengan

pendekatan eksternal etmoidektomi, trans-etmoidal sfenoidotomi, trans-septal

sfenoidotomi atau trans antral, tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan

teknik ini adalah memiliki lapangan pandang yang baik, angka kematian yang

rendah, tidak terdapat anosmia dan angka keberhasilan 80%. Kerugian teknik ini

adalah cacat pada wajah dan tidak dapat mengatasi fistel yang abnormal.

Disamping itu sulit menangani fistel pada sinus frontal dan sfenoid.

Pendekatan bedah Sinus

endoskopi merupakan tehnik operasi yang lebih disukai dengan angka

keberhasilan yang tinggi (83% - 94%) dan angka kematian yang rendah. Pada

fistel yang kecil (<3mm) dapat diperbaiki dengan free graftmukoperikondrial

yang diletakkan diatas fistel. Pada fistel yang besar (>3mm) digunakan graft dari

tulang rawan dan tulang yang diletakkan dibawah fistel dan dilapisi dengan flap

local atau free graft. Keuntungan teknik ini adalah lapangan pandang yang jelas

sehingga memberikan lokasi kebocoran yang tepat. Mukosa dapat dibersihkan

dari kerusakan tulang tanpa memperbesar ukuran dan kerusakan dari tulang.

Disamping itu graft dapat ditempatkan lebih akurat pada kerusakannya.(1)

Otore

Terjadi bila tulang petrosa mengalami fraktura, duramater dibawahnya serta

arakhnoid robek, serta membran timpanik perforasi. Fraktura tulang petrosa

Page 17: Fraktur basis cranii.docx

diklasifi- kasikan menjadi longitudinal dan transversal, berdasar hubungannya

terhadap aksis memanjang dari piramid petrosa; namun kebanyakan fraktura

adalah campuran. Pasien dengan fraktura longitudinal tampil dengan kehilangan

pendengaran konduktif, otore, dan perdarahan dari telinga luar. Pasien dengan

fraktura transversal umumnya memiliki membran timpanik normal dan

memperlihatkan kehilangan pendengaran sensorineural akibat kerusakan labirin,

kokhlea, atau saraf kedelapan didalam kanal auditori. Paresis fasial tampil hingga

pada 50 persen pasien. Fraktura longitudinal empat hingga enam kali lebih sering

dibanding yang transversal, namun kurang umum menyebabkan cedera saraf

fasial. Otore CSS berhenti spontan pada kebanyakan pasien dalam seminggu.

Insidens meningitis pasien dengan otore mungkin sekitar 4 persen, dibanding 17

persen pada rinore CSS. Pada kejadian jarang, dimana ia tidak berhenti,

diperlukan pengaliran lumbar dan bahkan operasi.(2)

Infeksi

Meningitis merupakan infeksi tersering pada fraktur basis Cranii.Penyebab paling

sering dari meningitis pada fraktur basis Cranii adalah S. Pneumoniae.Profilaksis

meningitis harus segera diberikan, mengingat tingginya angka morbiditas dan

mortalitas walaupun terapi antibiotic telah digunakan.Pemberian antibiotic tidak

perlu menunggu tes diagnostic.Karena pemberian antinbiotik yang terlambat

berkaitan erat dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Profilaksis

antibiotic yang diberikan berupa kombinasi vancomycin dan

ceftriaxone.Antiobiotik golongan ini digunakan mengingat tingginya angka

resistensi antibiotic golongan penicillin, cloramfenikol, maupun meropenem.(3)

Pnemocephalus:

Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang melalui

menings.Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara masuk melalui

cranial cavity melalui defek pada duramater dan menjadi terperangkap.Tik yang

meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan menekan otak dan udara yang

terperangkap. Terapi dapat berupa kombinasi dari: operasi untuk membebaskan

udara intracranial,serta memperbaiki defek yang ada, dan tredelenburg position.(2)

Page 18: Fraktur basis cranii.docx

Adapun penangannan umum dari trauma kepala sendiri, meliputi:

Penatalaksanaan :

1. Pengendalian Tekanan IntraCraniial

Manitol efektif untuk mengurangi edem serebral dan TIK. Selain karena efek

osmotik , manitol juga dapat mengurangi TIK dengan meningkatkan arus

microcirculatory otak dan pengiriman oksigen. Efek pemberian bolus manitol

tampaknya sama selama rentang 0,25 sampai 1,0 g / kg

2. Mengontrol tekanan perfusi otak

Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg , baik dengan

mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP . Rehidrasi secara adekuat dan

mendukung kardiovaskular dengan vasopressors dan inotropik untuk

meningkatkan MAP dan mempertahankan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.

3. Mengontrol hematokrit

Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematokrit. Viskositas darah meningkat

sebanding dengan semakin meningkatnya hematokrit dan tingkat optimal sekitar

35%. Aliran darah otak berkurang jika hematokrit meningkat lebih dari 50% dan

meningkat dengan tingkat hematokrit di bawah 30.

4. Obat obatan

Pemberian rutin obat sedasi, analgesik dan agen yang memblokir neuromuscular.

Propofol telah menjadi obat sedative pilihan. Fentanil dan morfin sering

diberikan untuk membatasi nyeri , memfasilitasi ventilasi mekanis dan

mempotensiasi efek sedasi. Obat yang memblokir neuromuscular mencegah

peningkatan TIK yang dihasilkan oleh batuk dan penegangan pada

endotrachealtube.

5. Pengaturan suhu

Demam dapat memperberat defisit neurologis yang ada dan dapat memperburuk

kondisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat sebesar 6-9 % untuk

setiap kenaikan derajat Celcius. Tiap fase akut cedera kepala , hipertermia harus

diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.

6. mengontrol bangkitan

Page 19: Fraktur basis cranii.docx

Bangkitan terjadi terutama di mereka yang telah menderita hematoma ,

menembus cedera, termasuk patah tulang tengkorak dengan penetrasi dural ,

adanya tanda fokal neurologis dan sepsis. Antikonvulsan harus diberikan apabila

terjadi bangkitan.

7. Kontrol cairan

NaCl 0,9% , dengan osmolaritas 308 mosm / l, telah menjadi kristaloid pilihan

dalam manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9 % saline membutuhkan

4 kali volume darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik . 8.

posisi kepala

Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-300 dapat menurunkan TIK dan

meningkatkan venous return ke jantung.

9. merujuk ke dokter bedah saraf

Rujukan ke seorang ahli bedah saraf:

• GCS kurang dari atau sama dengan setelah resusitasi awal

• Disorientasi yang berlangsung lebih 4 jam

• penurunan skor GCS terutama respon motoric

• tanda-tanda neurologis fokal progresif

• kejang tanpa pemulihan penuh

• cedera penetrasi

• kebocoran cairan serebrospinal(4)

Prognosis

Pada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda

tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan

sedini mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis

antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur

basis Cranii posterior, prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior

dapat mengakibatkan kompresi batang otak.

Kesimpulan:

Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang mengakibatykan

kerusakan pada tulang dasar tengkorak. Terbagi atas 3 jenis: fraktur basis Cranii

anterior yang mengenai lobus frontal yang ditandai dengan adanya raccoon eyes,

Page 20: Fraktur basis cranii.docx

fraktur basis Cranii media yang mengenai fossa Cranii media, dengan gejala khas

berupa rinore dan otore serta battle sign, dan fraktuir basis Cranii posterior yang

mengenai fossa Cranii posterior namun jarang memberikan gejala yang khas.

Penanganan fraktur basis Cranii ini meliputi konservatif dan operativ, dengan

tujuan utama megurangi TIK, dan mengatasi fistula yang ada, serta profilaksis

infeksi meningitis.Prognosis fraktur basis Cranii tergantung pada lokasi, apabila

mengenai anterior dan media, umumnya prognosis baik, namun apabila mengenai

daerah posterior umumnya prognosis buruk.

Daftar pustaka:

1. Haryono Y. Rinorea cairan serebrospinal. USU. Departemen THT-KL FK

USU. 2006

2. Nadeau K. Neurologic injury(chapter 29) in Jones and barlett learning.com.

2004

3. Bamberger D. Diagnosis, initial management and prevention of meningitis,

University of Missouri–Kansas City School of Medicine, Kansas City, Missouri.

4. Pillai P, Sharma R,MacKenzie R, Reilly EF, Beery PR, Thomas, Papadimos ,

Stawicki SPA. raumatic tension pneumocephalus: Two cases and comprehensive

review of literature. OPUS 12 Scientist 2010;4(1):6-11

Page 21: Fraktur basis cranii.docx

Gejala Klinis

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Craniii.

Khusus di regio temporal, kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot temporalis.

Basis Craniii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak

saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Lantai dasar rongga

tengkorak dibagi atas 3 fossa yaitu: fossa anterior tempat lobus frontalis, fossa

media tempat lobus temporalis dan fossa posterior adalah ruang untuk bagian

bawah batang otak dan otak kecil (serebelum).

Fraktur basis Craniii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar

tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada

durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis Craniii

berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa

media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di

daerah basis Craniii dan tulang kalvaria. Durameter daerah basis Cranii lebih

tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih

erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur

daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat

menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko

terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Tanda/gejala klinis fraktur tulang

tengkorak antara lain:

1. Ekimosis periorbital (raccoon eyes sign) ditemukan jika frakturnya pada

bagian basis Craniii fossa anterior.

2. Ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran cairan serebro spinal

(CSS) dari hidung (rhinorrhea) dan telinga (otorrhea) dimana keluarnya

cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada petrous

pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane

timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul

disamping membrane timpani tidak robek tanda ini ditemukan jika

frakturnya pada bagian basis Craniii fossa media.

Page 22: Fraktur basis cranii.docx

3. Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi/gangguan nervus Craniialis VII

dan VIII (parase otot wajah dan kehilangan pendengaran), yang dapat

timbul segera atau beberapa hari setelah trauma.(BTLS,

http://www.psychologymania.com/2012/09/klasifikasi-cedera-kepala.html,

Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan penunjamg untuk fraktur basis Craniii antara lain:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, fungsi

2. Pemeriksaan radiologi

a. Foto rontgen

b. CT-scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis

frakturnya.

c. MRI (Magnetic Resonance Angiography)

d. Pemeriksaan arteriografi

Diagnosis Banding

1. Perdarahan epidural

Merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala yang

menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural paling

sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arteria meningea

media. Hematoma epidural di daerah frontal dan oksipital sering tidak

dicurigai dan member tanda-tanda setempat yang tidak jelas. Bila

hematoma tidak disertai dengan cedera otak lainnya, pengobatan dini

biasanya dapat menyembuhkan penderita dengan sedikit atau tanpa deficit

neurologik.

Gejala dan tanda yang tampak bervariasi, tetapi penderita hematom

epidural yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak

sadar dalam waktu pendek, diikuti oleh periode lusid. Hematoma yang

meluas didaerah temporal menyebabkan tertekannya lobus temporalis otak

kea rah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

Page 23: Fraktur basis cranii.docx

(unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi dibawah

tepi tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda

neurologik.

Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio

retikularis medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran, ditempat

ini juga terdapat nuclei saraf cranial III (okulomotorius). Tekanan pada

saraf ini menyebabkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan

pada jaras kortikospinalis ascendens pada area ini menyebabkan

kelemahan respon motorik kontralateral (yaitu, berlawanan dengan tempat

hematoma, reflex hiperaktif dan tanda babinski positif. Dengan

meluasnya, seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan

sehingga terjadi peningkatan ICP, termasuk kekakuan deserebrasi dan

gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan.

Diagnosis perdarah epidural ditegakkan dengan gejala dan tanda

klinis, serta arteriogram karotis, echoensefalogram, serta CT-scan.

Pengobatan dengan evakuasi bedah hematoma dan mengatasi perdarahan

arteria meningea media yang terkoyak. Intervensi bedah harus dilakukan

dini sebelum penekanan pada jaringan otak menimbulkan kerusakan otak.

2. Perdarahan subdural

Hematoma subdural berasal dari vena yang terjadi akibat rupturnya

vena dalam ruangan subdural. Hematoma subdural dibedakan menjadi 3

berdasarkan gejala dan pronosisnya:

a. Hematoma subdural akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologic yang

penting dan serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Hematoma

subdural akut terjadi pada pasien yang konsumi obat antikoagulan

secara terus menerusyang tampaknya mengalami trauma kepala minor.

Cedera ini biasanya terjadi pada pasien dengan kecelakaan bermotor.

Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan

otak dan herniasi batang otak kedalam foramen magnum, yang

menimbulkan tekanan pada batang otak.hal ini dapat menyebabkan

Page 24: Fraktur basis cranii.docx

henti napas, hilang control denyut nadi, dan tekanan darah. Diagnosis

ditegakkan dengan arteriogram karotis dan echoensefalogram dan CT-

Scan perlu diperhatikan keadaan neurologic yang memburuk.

Pengobatan terutama dengan pengangkatan hematoma, dekompresi

dengan mengangkat tempat-tempat pada tengkorak dan bagian-bagian

lobus frontalis atau lobus temporalis (bila perlu), serta melepaskan

kompresi dura. Bahkan diagnosis dan pembedahan dini sekalipun,

angka mortalitas berkisar 60% yang disebabkan karena trauma berat.

b. Hematoma subdural subakut

Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik

bermakna dalam waktu 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah

cedera dan disebabkan karena perdarahan vena kedalam ruang

subdural. Riwayat klinis yang khas adanya ketidaksadaran dan setelah

beberapa waktu tertentu akan memburuk, tingkat kesadaran semakin

menurun sejalan dengan peningkatan ICP akibat timbunan hematoma,

pasien akan sulit berespon terhadap rangsang verbal dan nyeri.

Pengobatan subdural subakut adalah dengan mengangkat bekuan darah

dengan berbagai cara dan dilakukan eksplorasi bedah (bila

diindikasikan).

c. Hematoma subdural kronis

Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruang

subdural sehingga perdarahan lambat kedalam ruang subdural dalam 7

sampai 10 hari setelah perdarahn, darah dikelilingi oleh membrane

fibrosa. Terjadi kerusakan sel darah dalam hematoma sehingga

terbentuk perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya

cairan kedalam hematoma sehingga ukuran hematoma semakin

membesar. Biasanya penderitanya mengalami tanda yang sangat khas

yang dimulai dari tingkat kesadaran apati, letargi, berkurangnya

perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk menggunakan

kecakapan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis, dan

Page 25: Fraktur basis cranii.docx

kelainan pupil ditemukan pada kurang dari 50% kasus. Bila terdapat

afasia pada umumnya tipe anomik.

Diagnosis paling baik ditegakkan dengan arteriografi dan CT-Scan.

Pengobatan yang baik untuk penderita dengan gangguan neurologic

yang progresif dengan pembedahan karena dapat menyebabkan

terjadinya herniasi unkus dan kematian.

3. Cedera otak akibat trauma ringan (konkusio)

Cedera yang terjadi pada saat bermain maupun pada saat

berolahraga, gejala dan tanda bervariasi sesuai tingkat keparahan cedera,

tidak terdapat gejala neurologis yang khas, sebagian pasien sembuh tanpa

gejala, tetapi beberapa pasien dapat mengalami sindrom pascakonkusioI .

disfungsi kognitif, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan

bicara, dan masalah tingkah laku merupakan ciri khas dari sindrom ini,

dapat menetap selama beberapa hari, minggu, atau lebih lama setelah

konkusio.

(Sylvia A.price &Loraine m.wilson. patofisiologi konsep klinis

proses2 penyakit vol.2 edisi 6,EGC2005.)