fixed drug eruptions_amellia pratiwi_mikhwanul jumar

35
1 Laporan Kasus Fixed Drug Eruption Pada Pasien Herpes Zoster Oleh: Amelia Pratiwi (1307101030091) Mikhwanul Jumar (1307101030214) Pembimbing: dr. Fitria, M, Sc. Sp. KK BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2015

Upload: mikhwanul-jumar

Post on 23-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dermatovenerologi

TRANSCRIPT

Page 1: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

1

Laporan Kasus

Fixed Drug Eruption

Pada Pasien Herpes Zoster

Oleh:

Amelia Pratiwi (1307101030091)

Mikhwanul Jumar (1307101030214)

Pembimbing:

dr. Fitria, M, Sc. Sp. KK

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2015

Page 2: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

2

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada

sahabat dan keluarga beliau.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Fitria, M.Sc, Sp. KK

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

penyusunan laporan kasus yang berjudul “Fixed Drug Eruption Pada Pasien

Herpes Zoster” dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya

laporan kasus ini.

Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan

kasus.Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan

beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan

terhadap laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, September 2015

Penulis

Page 3: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

3

DAFTAR ISI

Halaman

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

PENDAHULUAN.................................................................... ....................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2

2.1 Definisi .......................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi ................................................................................. 2

2.3 Etiologi ......................................................................................... 2

2.4 Gejala Klinis ................................................................................. 2

2.5 Patogenesis ................................................................................... 3

2.6 Daignosis Banding ........................................................................ 4

2.7 Penegakan Diagnosis .................................................................... 6

2.8 Histopatologi ................................................................................. 7

2.9 Tatalaksana ..................................................................................... 8

2.9.1 Farmakologi ......................................................................... 8

2.9.2Nonfarmakologi .................................................................... 8

2.10 Prognosis ...................................................................................... 8

LAPORAN KASUS ........................................................................................ 9

ANALISA KASUS ......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28

Page 4: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

4

PENDAHULUAN

Fixed Drug Eruptions (FDE) adalah suatu kelainan kulit dengan lesi makula

eritematous sampai patch atau plak, disertai rasa seperti terbakar. Lesi pada

umumnya timbul 30 menit sampai 16 jam setelah penggunaan obat, Jika pasien

kembali terpapar dengan obat yang diduga sebagai penyebab FDE, lesi pada

umumnya akan timbul di tempat yang sama.(2,3,4)

Lebih dari 100 obat dapat menyebabkan FDE, termasuk ibuprofen,

sulfonamides, naproxen dan tetracyclines. Golongan Nonsteroid anti-

inflammatory drugs (NSAIDs) adalah penyebab tersering dari FDE, dilaporkan

terdapat 12,8% kasus dimana 4 kasus merupakan non-Generalized Bullous Fixed

Drug Eruption dan 1 kasus merupakan Generalized Bullous Fixed Drug Eruption.

Antibiotik juga dapat menyebabkan kejadian ini, dilaporkan terdapat 10,3% kasus

dimana 1 kasus merupakan non-Generalized Bullous Fixed Drug Eruption dan 3

kasus merupakan Generalized Bullous Fixed Drug Eruption. Penyebab lain FDE

meliputi penggunaan Computed Tomography Contrast dan obat-obatan herbal

china. (2,3)

Tes provokasi pada obat yang diduga berhubungan dengan kejadian FDE

sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Patch Test yang dilakukan pada

lokasi lesi sebelumnya menghasilkan respon positif pada 43% pasien. Hasil dari

prick dan intradermal skin test menunjukkan respon positif pada 24% dan 67%

pasien. Uji Patch test harus dilakukan setidaknya 2 minggu setelah resolusi lesi

untuk menghindari reaktifasi lesi pada kasus FDE. (3)

Tatalaksana awal pada pasien yang dicurigai dengan FDE adalah segera

hentikan pengobatan yang diminum pasien sebelumnya. Walaupun pemberian

kortikostreoid pada pasien yang diduga FDE masih kontroversial, sampai saat ini

para dokter masih menggunakan metilprednisolon untuk tatalaksana pasien ini.

Selain itu diberikan antihistamin dan juga korikosteroid topikal untuk mengurangi

gejala yang timbul. Identifikasi penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab

timbulnya lesi FDE merupakan langkah terbaik untuk mencegah terjadinya

pajanan berulang pada pasien dengan FDE.(3)

Page 5: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi pada kulit yang

ditandai dengan makula hiperpigmentasi, terkadang ditemukan bula yang dapat

timbul pada lokasi yang sama jika terpapar dengan obat yang diduga sebagai

penyebab FDE. Terdapat banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE,

salah satunya disebabkan oleh NSAIDs.(1,2)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Data Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin FKUI- RSCM menunjukkan selama tahun 1999-2001 alergi obat yang

terbanyak pada anak usia di bawah 14 tahun adalah FDE 46%, eksantema 5%, dan

urtikaria 21%. (1)

2.3 ETIOLOGI

Beberapa obat-obatan yang dilaporkan dapat menginduksi FDE biasanya

adalah obat yang sering digunakan seperti NSAIDs, terutama derivat pirazolon

seperti parasetamol, naproxen, oxicams dan asam mefenamat. Telah dilaporkan

juga jenis obat lainnya seperti antibiotik, ibuprofen, sulfonamide, dan tetrasiklin

serta agen lain seperti zat kontras pada Computed Tomography. (3,4)

Dalam Sebuah penelitian dikatakan bahwa yang paling banyak

menyebabkan FDE adalah jenis NSAIDs dilanjutkan dengan antibiotik. (3,4)

2.4 GEJALA KLINIS

Fix Drug Eruption ditandai dengan gejala klinis berupa makula

eritematous yang cerah atau kehitaman yang dapat berkembang menjadi suatu

plak edema, yang bisa disertai dengan bula dengan lesi yang luas, biasanya

ditemukan pada alat kelamin dan di daerah perianal, namun demikian FDE dapat

terjadi di mana saja pada permukaan kulit. Dalam beberapa kasus ditemukan

keluhan penyerta lainnya seperti adanya rasa seperti terbakar atau menyengat,

demam, malaise, dan gejala abdomen. (3)

2.5 PATOGENESIS

Fixed Drug Eruption merupakan bentuk klasik dari hipersensitivitas tipe 4

(Delayed Tipe Hipersensitivity) subtipe D yang dimediasi oleh sel T CD8+.

Adanya proses inflamasi dan kerusakan jaringan lokal pada FDE dilatarbelakangi

oleh adanya sel T CD8+ yang menetap pada lesi FDE. Selain itu, Sel-sel tersebut

juga ditemukan pada lapisan epidermis yang normal namun dapat bermigrasi ke

area lesi jika terjadi pajanan obat kausatif.(5)

Page 6: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

6

Populasi sel T CD8+ yang ditemukan pada lesi FDE yang tidak reaktif

(berada dalam refractory period) memiliki peran sebagai sel efektor dan sel

memori. Menetapnya sel CD8+ pada lesi dan salah satu fungsinya sebagai sel

memori menjelaskan terjadinya rekurensi lesi pada tempat yang sama. Sel ini

menimbulkan kerusakan jaringan karena mencetuskan respon imun, walaupun

sebenarnya sel ini pada awalnya memiliki fungsi melindungi epidermis dari

adanya infeksi berulang.(5)

Kerusakan jaringan terjadi saat sel T CD8+ diaktifkan untuk membunuh

secara langsung keratinosit disekitarnya dan melepaskan IFN-γ dalam jumlah

besar ke lingkungan lokal. Sitokin tersebut berfungsi sebagai faktor kemotaktik

untuk sel-sel imun lainnya seperti sel T CD4+, sel netrofil dan sel T CD8+ lainnya

untuk datang ke lokasi lesi dan menimbulkan respon imun serta kerusakan yang

jauh lebih berat. Selain itu, sel T CD8+ juga memiliki fungsi efektor sitolisis

langsung dengan mengeluarkan perforin dan Fas L sehingga sel yang terkena

mengalami proses lisis. Pada lesi FDE biasanya juga ditemukan adanya

peningkatan ekspresi ICAM-1 oleh keratinosit yang menjelaskan adanya migrasi

limfosit ke area lesi di epidermis sehingga terjadi kerusakan yang lebih hebat.(5)

Di akhir respon imun yang terjadi, terdapat adanya keterlibatan sel T

regulator yang direkrut ke area lesi untuk menghambat dan menghentikan respon

imun yang dimediasi sel T CD8+ intraepidermal dan sel T lainnya. Sebagian besar

sel-sel tersebut kemudian mengalami apoptosis. Beberapa sel ada yang menetap

pada lesi dan tidak mengalami apoptosis disebabkan oleh sitokin IL-15 yang

dikeluarkan oleh keratinosit.(5)

Page 7: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

7

Gambar 2. Fase-fase penyakit Fixed Drug Eruption (FDE)(5)

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding FDE dapat dilihat pada tabel berikut: (3,4)

No Diagnosis Definisi Manifestasi Klinis Foto

1. Fixed Drug

Eruption

Reaksi kutaneus karena

obat yang memiliki

karakteristik khas timbul

lesi ditempat yang sama.

Lesi berbentuk

makula eritematous

pada fase akut dan

makula

hiperpigmentasi

(violaseus) saat

refractory period.

Lesi berbentuk bulat

atau oval, berjumlah

soliter hingga multipel

dan timbul setelah

adanya ingesti obat.

Page 8: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

8

2. Exanthemato

us eruption

Merupakan reaksi

cutaneus karena obat,

dimana

kharakteristik lesi

umunya bersifat

simetris

Lesi berupa macula

erotematous yang

disertai papula yang

dapat membentuk

plaque, berbatas tegas,

tepi ireguler, jumlah

multiple, distribusi

simetris. Dapat

disertai dengan rasa

gatal dan demam

3. Urtikaria Pembengkakan yang terjadi

dibawah kulit yang

berlangsung kurang dari 24

jam

Lesi berupa wheal

atau bercak edema

yang kemerahan

dengan bagian tengah

tampak pucat yang

disertai rasa gatal.

Ukuran bervariasi

mulai dari millimeter

sampai sentimeter

dengan diameter,

distribusi regional.

4. Eritema

multiformis

Peradangan akut pada

lapisan kutaneus yang

ditandai dengan adanya

target lesi yang khas.

Disebut eritema

multiformis mayor jika

terdapat keterlibatan

mukosa.

Lesi khas berbentuk

terget lesi (irisformis).

Lesi tampak papular dan

terkadang dalam bentuk

vesikobullosa yang

secara khas meliputi

ekstremitas (terutama

telapak tangan dan kaki)

Lesi bisa gatal atau

nyeri. Pada bentuk

yang parah terdapat

adanya gejala sistemik

Page 9: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

9

berupa demam, lemas

dan malaise

2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya pasien mengeluhkan adanya bercak kehitaman

berukuran sebesar koin. Pada awalnya, lesi tersebut timbul dengan warna merah

cerah dalam waktu 30 menit hingga 16 jam setelah meminum obat tertentu. Jarak

waktu dari saat pasien meminum obat hingga timbulnya lesi rata-rata sekitar 2

jam. Pasien juga biasanya merasakan adanya sensasi terbakar sebelum timbulnya

lesi. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan gejala sistemik berupa

demam, malaise dan gejala abdominal. Lesi dapat timbul di berbagai area pada

tubuh namun tempat predileksinya antara lain pada bibir, telapak tangan, telapak

kaki, gland penis dan lipat paha.(2,3,4)

Riwayat penggunaan obat perlu ditanyakan kepada pasien untuk

mengidentifikasi obat penyebab. Jika pasien lupa obatnya dapat ditanyakan

keluhan yang mendorong pasien untuk berobat, seperti keluhan sakit kepala yang

berkaitan dengan obat-obatan analgesik, keluhan konstipasi yang berhubungan

dengan obat-obatan laksantia, keluhan infeksi yang berkaitan dengan penggunaan

antibiotik dan sebagainya.(3,4)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada awal terjadinya sensitisasi oleh obat kausatif dapat ditemukan adanya

efloresensi berupa makula eritematous yang pada perkembangannya dapat

berubah menjadi makula hiperpigmentasi (violaseus), plak hiperpigmentasi

hingga bentuk bulla (pada kasus FDE berat). Terkadang lesi tersebut juga dapat

melepuh dan terkelupas. Temuan klinis yang khas pada FDE adalah timbulnya

lesi ditempat yang sama dengan lesi sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi jika

adanya pajanan ulang obat penyebab. Jika pajanan obat penyebab baru terjadi

pertama kali pada pasien, biasanya lesi diawali dengan jumlah yang soliter.

Page 10: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

10

Seiring dengan terjadinya pajanan ulang, lesi dapat timbul ditempat yang baru

sehingga jumlahnya menjadi multipel.(3)

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding. Berikut adalah

beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan(3,5):

1. Uji Tempel

Suspek obat yang diduga menjadi penyebab lesi FDE dapat diidentifikasi

lewat uji tempel, yaitu menggunakan patch berisi obat dengan konsentrasi tertentu

yang ditempelkan pada lesi sebelumnya. Tes ini sebaiknya dilakukan setelah 2

minggu terjadinya resolusi lesi untuk menghindari adanya negatif palsu. Respon

inflamasi biasanya positif pada 30% kasus.

2. Uji provokasi

Merupakan baku emas untuk mengetahui obat penyebab. Uji ini bertujuan

untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan

menggunakan dosis tunggal. Dosis yang kecil, yaitu 1/10 dari dosis terapetik obat

penyebab sudah cukup untuk memprovokasi.Tanda-tanda radang umumnya

muncul dalam beberapa jam

2.8 HISTOPATOLOGI

Secara histologis, gambaran histopatologi FDE mirip dengan eritema

multiformis, yaitu dapat melibatkan epidermis dan dermis.(5) Pada tahap awal

pemeriksaan histopatologi akan menunjukkan adanya pembentukan vesikel

subepidermal, nekrosis dari keratinosit dan adanya infiltrasi neurofil, eosinofil,

serta sel mononuklear baik dari superfisial maupun dari dalam. Terdapat adanya

inkontinensi pigmen yang berhubungan dengan pigmentasi yang dihasilkan pada

lesi FDE. Jika dilakukan biopsi saat fase akut sebuah pajanan ulang, stratum

korneum ditemukan normal. Pada biopsi yang dilakukan terhadap lesi yang sudah

lama, pada umumnya ditemukan adanya fibrosis stratum papilaris dermis dan

timbulnya inkontinensi pigmen perivaskular yang profunda.(6)

Page 11: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

11

Gambar 3.Diskeratosis, vakuolisasi basal dan inflamasi perivaskular.Juga

tampak adanya inkontinensi pigmen dan infiltrasi eosinofil pada permukaan

2.9 TATALAKSANA

2.9.1Non-Farmakoterapi

Identifikasi serta hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab

sehingga pajanan ulang yang memungkinkan timbulnya lesi FDE dapat

dihindari.(3)

2.9.2Farmakoterapi

Lesi yang tidak terkelupas dapat diobati dengan glukokortikoid topikal

poten dalam bentuk ointment. Lesi yang terkelupas dapat diobati dengan

antibiotik topikal seperti basitrasin atau ointment antimikroba lainnya dan jika

perlu didressing hingga lesi mengalami reepitelisasi.Jika lesi melebar,

berdistribusi generalisata dan adanya nyeri pada lesi dapat diberikan prednison

oral 1-2 mg/kgbb/hari dan diturunkan dosisnya setelah penggunaan 2 minggu.(3)

2.10 PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik jika obat kausatif telah dapat dipastikan.

Penggunaan obat-obatan tersebut untuk kedepannya agar dihindari dan digantikan

dengan obat lain. Pasien sebaiknya diberikan catatan berupa kartu kecil (allergic

card) yang memuat jenis obat beserta golongannya sehingga mempermudah

pasien dan petugas saat pasien datang untuk berobat kembali, hal tersebut dapat

mencegah adanya pajanan ulang yang memungkinkan terjadinya FDE.

Page 12: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

12

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : Cut Saerah

No. CM : 1-05-20-54

Tanggal lahir : 01 Januari 1933

Usia : 82 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Aceh

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Alamat : Bireuen

Tempat tinggal sementara : Ulee kareng, Desa Ceurih

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk : 23 Agustus 2015

Tanggal pemeriksaan : 31 Agustus 2015

Tanggal keluar : 31 Agustus 2015

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan keluarga pasien di

ruang rawat Seurune II pada tanggal 31 Agustus 2015

a. Keluhan Utama : Bengkak pada kelopak mata disertai warna

kehitaman

b. Keluhan Tambahan : Bintik berisi air yang pecah dan terasa panas di

bagian punggung

c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari RSUD Bireun.

pasien datang dengan keluhan bercak pada wajah yang dialami sejak 2 hari

SMRS. Keluhan dialami pasien setelah mengkonsumsi obat yang diberikan

dari RSUD Bireuen. Sebelumnya pasien mengaku timbul bintil berisi cairan

berwarna putih yang terasa panas pada punggung kanan depan sampai

belakang yang didiagnosa oleh dokter di bireuen dengan herpes zoster. Setelah

didiagnosa herpes zoster, pasien mendapat terapi dan 1 hari setelah

Page 13: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

13

mengkonsumsi obat, pasien mengaku timbul warna kehitaman pada wajah

yang makin memberat pada hari kedua.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami TB paru sekitar 8

bulan yang lalu dengan pengobatan OAT TB paru tuntas selama 6 bulan.

e. Riwayat Pemakaian Obat :Valacyclovir, clindamicin amlodipine,

lansoprazole, biogesic(parasetamol), erdomex erdostein, meloxicam, mycostop.

f. Riwayat Penyakit Keluarga : Anggota keluarga pasien tidak ada yang pernah

mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

g. Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sehari-hari lebih banyak melakukan

aktivitas dirumah.

Pemeriksaan Fisik Kulit

Status dermatologis (23 Agustus 2015)

Regio : regio fasialis

Deksripsi : Tampak makula violaceous, berbatas tegas, tepi irregular, ukuran

plakat, distribusi regional

Gambar 1. Lesi pada regio fasialis

Regio : Regio thorakalis anterior dan posterior dextra

Deksripsi : Tampak erosi yang ditutupi dengan krusta dengan ukuran plakat

berjumlah multiple dengan lesi satelit bulla distribusi unilateral.

Page 14: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

14

Gambar 2. Lesi pada regio thoracalis anterior dextra

Diagnosis banding :

1. Fixed drug eruptions

2. Exanthematous drug eruptions

3. Urticarial eruptions

4. Eritema Multiformis Minor

RESUME :

Telah diperiksa perempuan bernama Cut saerah, 80 tahun. Pasien merupakan

rujukan dari RSUD bireuen datang dengan keluhan bengkak dan tampak

Page 15: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

15

kehitaman di wajah dan nyeri pada bagian kulit perut. Keluhan dialami pasien

setelah mengkonsumsi obat.

Tatalaksana :

Farmakologi

1. Sistemik

Metilprednisolon 1/3 vial/hari

Cetirizin 2x10mg

2. Topikal

Thiamisin 2% + Mometason dioleskan di atas lesi pada wajah pagi dan

malam.

Kompress NaCl 0,9% 3x 15menit pada lesi bagian thorak

Asam Fusidat 3-4x/hari dioleskan pada lesi bagian thorak

Nonfarmakologi (edukasi)

1. Penjelasan kondisi pasien, hentikan obat pencetus.

2. Bila pasien sembuh, berikan kartu alergi. Berisi daftar obat-obat yang

diduga menyebabkan alergi.

3. Jelaskan kepada pasien agar tidak menggaruk lesi tersebut. Hal ini

bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder, yang berakibat

timbulnya lesi baru

Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

Page 16: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

16

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

24 Agustus 2015

H1 (IGD)

Anamnesis :

a. Keluhan Utama :

Bengkak dan tampak bercak

kehitaman di wajah setelah

pemakaian obat untuk herpes.

b. Lokasi :

Pada bagian wajah

c. Sejak kapan / Onset :

+ 2 hari yang lalu

d. Progresi : Cepat

e. Durasi / Frekuensi :

Tidak ada

f. Hal-hal yang memperberat :

Tidak ada

g. Hal-hal yang mengurangi :

Jika menggunakan salep

h. Riwayat pemakaian obat saat

ini :

-Valacyclovir 500mg 2x1

-Clindamycin 300mg 2x1

-Amlodipine 10 mg 1x1

-Lansoprazole 30mg 2x1

-Biogesic 500mg 3x1

-Erdomex erdostein 300mg 2x1

-Meloxicam 15mg 2x1

-Mycostop 4x4 tetes oral

i. Keluhan yang terkait :

Nyeri pada bagian perut.

j. Keluhan lain yang tidak terkait :

Th/

Metil Prednisolon 1/3

vial/hari (H-1)

Cetirizin 2x10mg

Thiamisin 2% +

Mometason, pagi-

malam(wajah)

Untuk herpes, Kompress

NaCl 3x15’

Asam fusidat 3-4x/hari

P/ Periksa Lab: DR, CT, BT

Konsul mata

Obat sebelumnya stop

Page 17: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

17

Batuk

1. Riwayat Penyakit Dahulu

TB Paru sudah minum OAT 6

bulan lengkap

2. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada seperti yang

dikeluhkan pasien dikeluarga.

3. Riwayat Kebiasaan Sosial

(yang relevan)

Pasien sehari-hari lebih banyak

melakukan aktivitas dirumah

Pemeriksaan Fisik :

O/ VS/ TD= 106/67 mmHg

N = 99 x/menit

RR = 25 x/menit

t = 36,5oC

Status Lokalis (Status

Dermatologis):

Regio Fasialis :

Tampak macula violaceous,

berbatas tegas, tepi irregular,

ukuran plakat, distribusi regional

Regio thorakalis anterior dan

posterior dextra

Tampak erosi yang ditutupi

dengan krusta dengan ukuran

plakat berjumlah multiple dengan

lesi satelit bulla distribusi

unilateral.

Diagnosis Sementara :

Fixed Drug Eruption + Herpes

zoster thoracalis dex

DD/

1. Fixed drug eruption

2. Exanthematous drug eruption

3. Urticaria eruption

4. Steven Johnson Syndrom

Resume :

Page 18: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

18

Telah diperiksa seorang

perempuan Cut saerah, 80 tahun

datang dengan keluhan bengkak

dan tampak kehitaman di wajah

dan nyeri pada bagian kulit perut.

Diagnosis Klinis :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zooster thoracalis dex

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

25 Agustus 2015

H2 (IGD-Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Nyeri pada bagian perut

berukurang

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metil prednisolone

1/3 vial/hari (H-2)

Inj. Ranitidin 1 amp/12

jam

Cetirizin 2x10 mg

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi dan siang)

Trombofon (malam)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (Pagi, Siang,

Malam)

P/

- Konsul Paru

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

26 Agusutus 2015

H3 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Nyeri pada bagian perut

berukurang

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metil prednisolone

1/3 vial/hari (H-3)

Inj. Ranitidin 1 amp/24

jam

Cetirizin 2x10 mg

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi dan siang)

Page 19: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

19

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

27 Agustus 2015

H4 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Luka Herpes sudah kering

dan nyeri sudah berkurang

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metil prednisolone

1/5 vial/hari (H-1)

Inj. Ranitidin 1 amp/24

jam

Cetirizin 2x10 mg

Thiamin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi dan siang)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

28 Agustus 2015

H5 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Luka Herpes sudah kering

dan nyeri sudah berkurang

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metil prednisolone

1/5 vial/hari (H-2)

Inj. Ranitidin 1 amp/24

jam

Cetirizin 2x10 mg

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi)

Thiamisin 2% + inerson

(wajah) (malam)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

Page 20: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

20

29 Agustus 2015

H6 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Luka Herpes sudah kering

dan nyeri sudah berkurang

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metil prednisolone

1/5 vial/hari (H-3)

Ranitidin 2x1

Cetirizin 2x10 mg

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi)

Thiamisin 2% + inerson

(wajah) (malam)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

30 Agustus 2015

H7 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Luka Herpes sudah kering

dan nyeri sudah berkurang

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Ranitidin tab 2x1

Metil prednisolone tab

(8mg-8mg-0) H-1

Cetirizin 2x10 mg

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi)

Thiamisin 2% + inerson

(wajah) (malam)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/

Tanggal/Hari

rawatan

Catatan Instruksi

31 Agustus 2015

H8 (Seurune 2)

Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang

2. Luka Herpes sudah kering

dan nyeri sudah berkurang

Th/

IVFD RL 20 gtt/i

Ranitidin tab 2x1

Metil prednisolone tab

(8mg-8mg-0) H-2

Cetirizin 2x10 mg

Page 21: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

21

Assesment :

Fixed Drug Eruption + Herpes

Zoster thoracalis dex

Thiamisin 2% + lotasbat

(wajah) (pagi)

Thiamisin 2% + inerson

(wajah) (malam)

Asam Fusidat 3-4 x Ue

(dada) (pagi, siang,

malam)

P/ PBJ

Page 22: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

22

Gambaran Perjalanan klinis

Hari 1 dirawat

Page 23: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

23

Hari 2 dirawat

Page 24: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

24

Page 25: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

25

Page 26: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

26

Hari 4 dirawat

Page 27: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

27

Hari 6 dirawat

Page 28: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

28

Page 29: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

29

Hari 8 dirawat

Page 30: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

30

Page 31: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

31

ANALISIS KASUS

Pasien perempuan 82 tahun datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan

bengkak pada mata dan bercak kehitaman disertai bintik berisi air yang pecah

yang terasa panas dibagian punggung kanan depan dan belakang. Keluhan sudah

dirasakan sejak 2 hari SMRS setelah mengkonsumsi obat yang diberikan di

RSUD Bireun. Awalnya pasien mengaku timbulnya bintil berisi cairan berwarna

putih yang terasa panas pada punggung kanan depan sampai belakang yang

didiagnosa oleh dokter di bireun dengan herpes zoster. Setelah didiagnosa herpes

zoster, pasien mendapat terapi dan 1 hari setelah mengkonsumsi obat, pasien

mengaku mata menjadi bengkak diikuti timbul warna kehitaman pada wajah yang

makin memberat pada hari kedua. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio

fasialis tampak lesi patch hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, ukuran

plakat, jumlah multiple, distribusi regional.

Gejala bercak kehitaman pada wajah pasien dapat didiagnosis banding

dengan exanthematous eruption, urtikaria, dan eritema multiformis. Pada penyakit

exanthematous eruption sering disebut juga dengan erupsi mukopapular dan

morbiliformis terdapat gambaran lesi berupa makula eritematous yang disertai

papula yang dapat membentuk plak, berbatas tegas, tepi ireguler, jumlah multiple,

distribusi simetris. Exanthematous eruption memiliki kesamaan dengan FDE,

yaitu dari segi penyebabnya dimana pada exanthematous eruption dan FDE

disebabkan oleh obat-obatan tertentu. Kedua lesi yang dirasakan gatal dan nyeri

namun pada exanthematous eruption lesi pada umumnya terjadi generalisata dan

simetris dan terkadang dapat timbul gejala demam dan malaise.

Pada urtikaria tampak gambaran lesi berupa wheal atau bercak edema

yang kemerahan dengan bagian tengah tampak pucat yang disertai gatal. Ukuran

bervariasi dengan distribusi regional. Penyebab dari urtikaria ini belum diketahui

pasti namun diduga karena obat, makanan, gigitan serangga bahkan fotosensitizer,

inhalan, kontaktan, trauma, infeksi genetik dan penyakit metabolik. Pada kasus ini

pasien mengalami keluhan gatal dan pasien memiliki riwayat penggunaan obat-

obatan sebelum keluhan muncul. Namun lesi yang ditimbulkan berbeda dari FDE.

Pemeriksaan penunjang yang dapat menyingkirkan diagnosis ini adalah prick test,

Page 32: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

32

tes eliminasi makanan dan menggunakan bahan-bahan yang diduga sebagai

alergen penyebab timbulnya urtikaria.

Gambaran pada lesi diatas juga bisa dikaitkan dengan lesi pada eritema

multiformis minor dimana gambaran lesi yang khas pada eritema multiformis

minor yaitu adanya target lesi (irisformis). Target lesi tersebut terdiri dari makula

eritematosa yang bundar dengan vesikel pada bagian tengahnya sehingga

menyerupai cincin (target cell). Lesi juga gatal dan nyeri. Timbulnya mendadak.

Penyebab terbanyak penyakit ini adalah karena adanya infeksi herpes simplex

virus (HSV) berulang sebelumnya. Selain itu juga bisa disebabkan alergi obat,

udara dingin dan rangsangan fisik. Eritema multiformis minor memiliki kesamaan

dengan FDE, yaitu dari segi penyebab, sama-sama dapat disebabkan oleh obat-

obatan tertentu dan timbulnya mendadak. Lesi juga sama-sama dirasakan gatal

dan nyeri, namun target lesi yang khas tidak terdapat pada FDE. Untuk

menyingkirkan diagnosis eritema multiformis minor pada umumnya sudah dapat

dilakukan dengan melihat gambaran lesi yang khas. Pada pemeriksaan penunjang

seperti biopsi, ditemukan adanya gambaran peradangan seperti peningkatan

jumlah limfosit di epidermis maupun dermis, terjadinya nekrosis sel keratin,

terbentuknya jaringan spongiosa dan terjadinya degenerasi vakuolar lapisan sel

basal. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium LED, leukosit, protein

fase akut dan liver aminotransferase pada umumnya tidak spesifik. (4)

Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi pada kulit akibat

penggunaan obat tertentu yang ditandai dengan lesi dengan lesi makula

hiperpigmentasi pada kulit, berbatas tegas, bentuk oval, soliter atau multipel,

warna merah sampai kehitaman. Lesi FDE sangat khas, yaitu lesi dapat timbul

kembali di tempat yang sama jika pasien kembali terpapar dengan obat yang

diduga sebagai penyebab FDE.

Etiologi dari FDE adalah obat-obat tertentu seperti NSAIDs, antibiotik,

obat-obat lain seperti acetaminofen dan sulfamethoxazole. Computed Tomography

Contrast dan obat herbal juga dapat menyebabkan FDE. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya FDE adalah frekuensi, lama penggunaan obat dan jenis

obat yang digunakan.(2,3) Pada kasus ini jenis obat yang digunakan pasien

sebelum lesi timbul adalah valacyclovir, clindamycin, amlodipine, lansoprazole,

Page 33: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

33

biogesic(parasetamol), erdomex erdostein, meloxicam, mycostop. Ditinjau dari

pemakaian obat pada pasien ini diduga timbulnya lesi berkaitan pada obat-obatan

NSAIDs dimana pada pasien ini meminum obat meloxicam dan juga parasetamol.

Oleh karena itu untuk memastikan lebih lanjut perlu dilakukan uji tempel (Patch

Test) dan tes provokasi obat.

Pada pasien ini diberikan terapi sistemik berupa metilprednisolon sebagai

kortikosteroid sistemik untuk mengurangi manisfestasi peradangan yang terjadi

pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efeknya terhadap kadar, distribusi dan fungsi

leukosit perifer serta oleh efek supresifnya terhadap sitokin dan kemokin

peradangan serta terhadap perantara peradangan lainnya. Metilprednisolon juga

dapat menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel presentasi antigen lainnya.

Selain efeknya terhadap fungsi leukosit obat ini juga dapat mempengaruhi respon

peradangan dengan mengurangi sintesis prostaglandin, leukotriene dan platelet

activating factor.

Cetirizin merupakan obat antihistamin H1 generasi kedua. Yang

digunakan sebagai obat antihistamin untuk mengurangi gejala gatal yang

ditimbulkan pada fixed drug eruption.(8)

Thiamycin (thiamphenicol) adalah antibiotik untuk mengobati infeksi,

aktifitas thiamphenicol adalah menghambat sintesa dinding sel bakteri.

Thiamphenicol adalah antibiotik berspektrum luas yang bisa menghambat aktifitas

bakteri gram positif dan bakteri gram negatif . (8)

Momethason adalah kortikosteroid topikal golongan IV (potensi medium)

yang digunakan sebagai anti-inflamasi. Pemilihan kortikosteroid topikal perlu

pertimbangan beberapa faktor, yaitu: jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi

penyakit, yaitu stadium penyakit, luas lesi, kedalaman lesi, lokalisasi lesi. Umur

merupakan hal yang perlu juga dipertimbangkan dalam pemberian kortikosteroid

topikal. (8)

Kompres NaCl 0,9% merupakan prinsip pengobatan dermatoterapi yaitu

pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai kompres, dan pada keadaan

kering dipakai bahan dasar kering/padat. Pengobatan ini bertujuan untuk

membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta, dan sebagainya) dan sisa-

sisa obat topical yang pernah dipakai. Selain itu membuat perlunakan dan

Page 34: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

34

pecahnya vesikel, bula dan pustula. Sehingga diharapkan permukaan menjadi

bersih dan mulai terjadi epitelisasi.(7)

Pemberian asam fusidat pada pasien ini adalah sebagai antibakteri topical.

Dimana obat ini berguna untuk mencegah infeksi sekunder pada lesi bagian

thoraks pasien. Agen ini efektif dalam pengobatan infeksi bakteri S aerus.(8)

Edukasi pada pasien adalah dengan memberikan penjelasan mengenai

penyakit dan hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya lesi, yaitu menjelaskan

kepada pasien untuk berhati-hati dalam penggunaan obat yang dapat memicu

kembali terjadinya FDE. Berikan kartu alergi berisi daftar obat yang diduga

menyebabkan alergi. Berikutnya perlu dijelaskan kepada pasien agar tidak

menggaruk lesi tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi

sekunder, yang berakibat timbulnya lesi baru.

Prognosis pada kasus ini baik bila pasien menjaga kebersihan diri pasien

dan mencegah dari faktor-faktor yang dapat memperburuk penyakit pasien, seperti

tidak mengkonsumsi obat sembarangan (yang diduga sebagai penyebab FDE) dan

tidak menggaruk lesi yang bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder.

Page 35: Fixed Drug Eruptions_Amellia Pratiwi_Mikhwanul Jumar

35

Daftar Pustaka

1. Susilawati A, Akib A, Satari H. Gambaran Klinis Fixed Drug Eruption

pada anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2014;

15(5): p. 270.

2. Lee CH, Chen YC, Cho YT, Chang CY, Chu CY. Fixed-drug eruption: A

retrospective study in a single referral center in northern Taiwan.

Dermatologi Sinica. 2012; 30: p. 11.

3. FitzpatrickTB. Dermatology in general Medicine Wolff K, Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, detitors. New York; The

McGraw Hill Companies; 2012. P.454-455.

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases Of The Skin

United States of America: Elsevier; 2011.p.116-117.

5. Shiohara T. Fixed drug eruption: pathogenesis and diagnostic tests.

Current Opinion in Allergy and Clinical. 2009; 9: p. 316-321

6. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Jakarta: EGC; 2013

7. Hamzah M. Dermatoterapi. In Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: FK UI; 2010. p. 342-352

8. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik Jakarta: EGC; 2012.

9. Van Bever, Hugo. Allergic diseases in children. World Scientific. 2009. P

193.

10. Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar edisi ke 9. Jakarta: FK UI;

2010. P. 371-382