fixed drug eruptions_amellia pratiwi_mikhwanul jumar
DESCRIPTION
DermatovenerologiTRANSCRIPT
1
Laporan Kasus
Fixed Drug Eruption
Pada Pasien Herpes Zoster
Oleh:
Amelia Pratiwi (1307101030091)
Mikhwanul Jumar (1307101030214)
Pembimbing:
dr. Fitria, M, Sc. Sp. KK
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada
sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Fitria, M.Sc, Sp. KK
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus yang berjudul “Fixed Drug Eruption Pada Pasien
Herpes Zoster” dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya
laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan
kasus.Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan
beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan
terhadap laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Banda Aceh, September 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
PENDAHULUAN.................................................................... ....................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2
2.1 Definisi .......................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ................................................................................. 2
2.3 Etiologi ......................................................................................... 2
2.4 Gejala Klinis ................................................................................. 2
2.5 Patogenesis ................................................................................... 3
2.6 Daignosis Banding ........................................................................ 4
2.7 Penegakan Diagnosis .................................................................... 6
2.8 Histopatologi ................................................................................. 7
2.9 Tatalaksana ..................................................................................... 8
2.9.1 Farmakologi ......................................................................... 8
2.9.2Nonfarmakologi .................................................................... 8
2.10 Prognosis ...................................................................................... 8
LAPORAN KASUS ........................................................................................ 9
ANALISA KASUS ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28
4
PENDAHULUAN
Fixed Drug Eruptions (FDE) adalah suatu kelainan kulit dengan lesi makula
eritematous sampai patch atau plak, disertai rasa seperti terbakar. Lesi pada
umumnya timbul 30 menit sampai 16 jam setelah penggunaan obat, Jika pasien
kembali terpapar dengan obat yang diduga sebagai penyebab FDE, lesi pada
umumnya akan timbul di tempat yang sama.(2,3,4)
Lebih dari 100 obat dapat menyebabkan FDE, termasuk ibuprofen,
sulfonamides, naproxen dan tetracyclines. Golongan Nonsteroid anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) adalah penyebab tersering dari FDE, dilaporkan
terdapat 12,8% kasus dimana 4 kasus merupakan non-Generalized Bullous Fixed
Drug Eruption dan 1 kasus merupakan Generalized Bullous Fixed Drug Eruption.
Antibiotik juga dapat menyebabkan kejadian ini, dilaporkan terdapat 10,3% kasus
dimana 1 kasus merupakan non-Generalized Bullous Fixed Drug Eruption dan 3
kasus merupakan Generalized Bullous Fixed Drug Eruption. Penyebab lain FDE
meliputi penggunaan Computed Tomography Contrast dan obat-obatan herbal
china. (2,3)
Tes provokasi pada obat yang diduga berhubungan dengan kejadian FDE
sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Patch Test yang dilakukan pada
lokasi lesi sebelumnya menghasilkan respon positif pada 43% pasien. Hasil dari
prick dan intradermal skin test menunjukkan respon positif pada 24% dan 67%
pasien. Uji Patch test harus dilakukan setidaknya 2 minggu setelah resolusi lesi
untuk menghindari reaktifasi lesi pada kasus FDE. (3)
Tatalaksana awal pada pasien yang dicurigai dengan FDE adalah segera
hentikan pengobatan yang diminum pasien sebelumnya. Walaupun pemberian
kortikostreoid pada pasien yang diduga FDE masih kontroversial, sampai saat ini
para dokter masih menggunakan metilprednisolon untuk tatalaksana pasien ini.
Selain itu diberikan antihistamin dan juga korikosteroid topikal untuk mengurangi
gejala yang timbul. Identifikasi penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab
timbulnya lesi FDE merupakan langkah terbaik untuk mencegah terjadinya
pajanan berulang pada pasien dengan FDE.(3)
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi pada kulit yang
ditandai dengan makula hiperpigmentasi, terkadang ditemukan bula yang dapat
timbul pada lokasi yang sama jika terpapar dengan obat yang diduga sebagai
penyebab FDE. Terdapat banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE,
salah satunya disebabkan oleh NSAIDs.(1,2)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin FKUI- RSCM menunjukkan selama tahun 1999-2001 alergi obat yang
terbanyak pada anak usia di bawah 14 tahun adalah FDE 46%, eksantema 5%, dan
urtikaria 21%. (1)
2.3 ETIOLOGI
Beberapa obat-obatan yang dilaporkan dapat menginduksi FDE biasanya
adalah obat yang sering digunakan seperti NSAIDs, terutama derivat pirazolon
seperti parasetamol, naproxen, oxicams dan asam mefenamat. Telah dilaporkan
juga jenis obat lainnya seperti antibiotik, ibuprofen, sulfonamide, dan tetrasiklin
serta agen lain seperti zat kontras pada Computed Tomography. (3,4)
Dalam Sebuah penelitian dikatakan bahwa yang paling banyak
menyebabkan FDE adalah jenis NSAIDs dilanjutkan dengan antibiotik. (3,4)
2.4 GEJALA KLINIS
Fix Drug Eruption ditandai dengan gejala klinis berupa makula
eritematous yang cerah atau kehitaman yang dapat berkembang menjadi suatu
plak edema, yang bisa disertai dengan bula dengan lesi yang luas, biasanya
ditemukan pada alat kelamin dan di daerah perianal, namun demikian FDE dapat
terjadi di mana saja pada permukaan kulit. Dalam beberapa kasus ditemukan
keluhan penyerta lainnya seperti adanya rasa seperti terbakar atau menyengat,
demam, malaise, dan gejala abdomen. (3)
2.5 PATOGENESIS
Fixed Drug Eruption merupakan bentuk klasik dari hipersensitivitas tipe 4
(Delayed Tipe Hipersensitivity) subtipe D yang dimediasi oleh sel T CD8+.
Adanya proses inflamasi dan kerusakan jaringan lokal pada FDE dilatarbelakangi
oleh adanya sel T CD8+ yang menetap pada lesi FDE. Selain itu, Sel-sel tersebut
juga ditemukan pada lapisan epidermis yang normal namun dapat bermigrasi ke
area lesi jika terjadi pajanan obat kausatif.(5)
6
Populasi sel T CD8+ yang ditemukan pada lesi FDE yang tidak reaktif
(berada dalam refractory period) memiliki peran sebagai sel efektor dan sel
memori. Menetapnya sel CD8+ pada lesi dan salah satu fungsinya sebagai sel
memori menjelaskan terjadinya rekurensi lesi pada tempat yang sama. Sel ini
menimbulkan kerusakan jaringan karena mencetuskan respon imun, walaupun
sebenarnya sel ini pada awalnya memiliki fungsi melindungi epidermis dari
adanya infeksi berulang.(5)
Kerusakan jaringan terjadi saat sel T CD8+ diaktifkan untuk membunuh
secara langsung keratinosit disekitarnya dan melepaskan IFN-γ dalam jumlah
besar ke lingkungan lokal. Sitokin tersebut berfungsi sebagai faktor kemotaktik
untuk sel-sel imun lainnya seperti sel T CD4+, sel netrofil dan sel T CD8+ lainnya
untuk datang ke lokasi lesi dan menimbulkan respon imun serta kerusakan yang
jauh lebih berat. Selain itu, sel T CD8+ juga memiliki fungsi efektor sitolisis
langsung dengan mengeluarkan perforin dan Fas L sehingga sel yang terkena
mengalami proses lisis. Pada lesi FDE biasanya juga ditemukan adanya
peningkatan ekspresi ICAM-1 oleh keratinosit yang menjelaskan adanya migrasi
limfosit ke area lesi di epidermis sehingga terjadi kerusakan yang lebih hebat.(5)
Di akhir respon imun yang terjadi, terdapat adanya keterlibatan sel T
regulator yang direkrut ke area lesi untuk menghambat dan menghentikan respon
imun yang dimediasi sel T CD8+ intraepidermal dan sel T lainnya. Sebagian besar
sel-sel tersebut kemudian mengalami apoptosis. Beberapa sel ada yang menetap
pada lesi dan tidak mengalami apoptosis disebabkan oleh sitokin IL-15 yang
dikeluarkan oleh keratinosit.(5)
7
Gambar 2. Fase-fase penyakit Fixed Drug Eruption (FDE)(5)
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding FDE dapat dilihat pada tabel berikut: (3,4)
No Diagnosis Definisi Manifestasi Klinis Foto
1. Fixed Drug
Eruption
Reaksi kutaneus karena
obat yang memiliki
karakteristik khas timbul
lesi ditempat yang sama.
Lesi berbentuk
makula eritematous
pada fase akut dan
makula
hiperpigmentasi
(violaseus) saat
refractory period.
Lesi berbentuk bulat
atau oval, berjumlah
soliter hingga multipel
dan timbul setelah
adanya ingesti obat.
8
2. Exanthemato
us eruption
Merupakan reaksi
cutaneus karena obat,
dimana
kharakteristik lesi
umunya bersifat
simetris
Lesi berupa macula
erotematous yang
disertai papula yang
dapat membentuk
plaque, berbatas tegas,
tepi ireguler, jumlah
multiple, distribusi
simetris. Dapat
disertai dengan rasa
gatal dan demam
3. Urtikaria Pembengkakan yang terjadi
dibawah kulit yang
berlangsung kurang dari 24
jam
Lesi berupa wheal
atau bercak edema
yang kemerahan
dengan bagian tengah
tampak pucat yang
disertai rasa gatal.
Ukuran bervariasi
mulai dari millimeter
sampai sentimeter
dengan diameter,
distribusi regional.
4. Eritema
multiformis
Peradangan akut pada
lapisan kutaneus yang
ditandai dengan adanya
target lesi yang khas.
Disebut eritema
multiformis mayor jika
terdapat keterlibatan
mukosa.
Lesi khas berbentuk
terget lesi (irisformis).
Lesi tampak papular dan
terkadang dalam bentuk
vesikobullosa yang
secara khas meliputi
ekstremitas (terutama
telapak tangan dan kaki)
Lesi bisa gatal atau
nyeri. Pada bentuk
yang parah terdapat
adanya gejala sistemik
9
berupa demam, lemas
dan malaise
2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya pasien mengeluhkan adanya bercak kehitaman
berukuran sebesar koin. Pada awalnya, lesi tersebut timbul dengan warna merah
cerah dalam waktu 30 menit hingga 16 jam setelah meminum obat tertentu. Jarak
waktu dari saat pasien meminum obat hingga timbulnya lesi rata-rata sekitar 2
jam. Pasien juga biasanya merasakan adanya sensasi terbakar sebelum timbulnya
lesi. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan gejala sistemik berupa
demam, malaise dan gejala abdominal. Lesi dapat timbul di berbagai area pada
tubuh namun tempat predileksinya antara lain pada bibir, telapak tangan, telapak
kaki, gland penis dan lipat paha.(2,3,4)
Riwayat penggunaan obat perlu ditanyakan kepada pasien untuk
mengidentifikasi obat penyebab. Jika pasien lupa obatnya dapat ditanyakan
keluhan yang mendorong pasien untuk berobat, seperti keluhan sakit kepala yang
berkaitan dengan obat-obatan analgesik, keluhan konstipasi yang berhubungan
dengan obat-obatan laksantia, keluhan infeksi yang berkaitan dengan penggunaan
antibiotik dan sebagainya.(3,4)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada awal terjadinya sensitisasi oleh obat kausatif dapat ditemukan adanya
efloresensi berupa makula eritematous yang pada perkembangannya dapat
berubah menjadi makula hiperpigmentasi (violaseus), plak hiperpigmentasi
hingga bentuk bulla (pada kasus FDE berat). Terkadang lesi tersebut juga dapat
melepuh dan terkelupas. Temuan klinis yang khas pada FDE adalah timbulnya
lesi ditempat yang sama dengan lesi sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi jika
adanya pajanan ulang obat penyebab. Jika pajanan obat penyebab baru terjadi
pertama kali pada pasien, biasanya lesi diawali dengan jumlah yang soliter.
10
Seiring dengan terjadinya pajanan ulang, lesi dapat timbul ditempat yang baru
sehingga jumlahnya menjadi multipel.(3)
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding. Berikut adalah
beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan(3,5):
1. Uji Tempel
Suspek obat yang diduga menjadi penyebab lesi FDE dapat diidentifikasi
lewat uji tempel, yaitu menggunakan patch berisi obat dengan konsentrasi tertentu
yang ditempelkan pada lesi sebelumnya. Tes ini sebaiknya dilakukan setelah 2
minggu terjadinya resolusi lesi untuk menghindari adanya negatif palsu. Respon
inflamasi biasanya positif pada 30% kasus.
2. Uji provokasi
Merupakan baku emas untuk mengetahui obat penyebab. Uji ini bertujuan
untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan
menggunakan dosis tunggal. Dosis yang kecil, yaitu 1/10 dari dosis terapetik obat
penyebab sudah cukup untuk memprovokasi.Tanda-tanda radang umumnya
muncul dalam beberapa jam
2.8 HISTOPATOLOGI
Secara histologis, gambaran histopatologi FDE mirip dengan eritema
multiformis, yaitu dapat melibatkan epidermis dan dermis.(5) Pada tahap awal
pemeriksaan histopatologi akan menunjukkan adanya pembentukan vesikel
subepidermal, nekrosis dari keratinosit dan adanya infiltrasi neurofil, eosinofil,
serta sel mononuklear baik dari superfisial maupun dari dalam. Terdapat adanya
inkontinensi pigmen yang berhubungan dengan pigmentasi yang dihasilkan pada
lesi FDE. Jika dilakukan biopsi saat fase akut sebuah pajanan ulang, stratum
korneum ditemukan normal. Pada biopsi yang dilakukan terhadap lesi yang sudah
lama, pada umumnya ditemukan adanya fibrosis stratum papilaris dermis dan
timbulnya inkontinensi pigmen perivaskular yang profunda.(6)
11
Gambar 3.Diskeratosis, vakuolisasi basal dan inflamasi perivaskular.Juga
tampak adanya inkontinensi pigmen dan infiltrasi eosinofil pada permukaan
2.9 TATALAKSANA
2.9.1Non-Farmakoterapi
Identifikasi serta hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab
sehingga pajanan ulang yang memungkinkan timbulnya lesi FDE dapat
dihindari.(3)
2.9.2Farmakoterapi
Lesi yang tidak terkelupas dapat diobati dengan glukokortikoid topikal
poten dalam bentuk ointment. Lesi yang terkelupas dapat diobati dengan
antibiotik topikal seperti basitrasin atau ointment antimikroba lainnya dan jika
perlu didressing hingga lesi mengalami reepitelisasi.Jika lesi melebar,
berdistribusi generalisata dan adanya nyeri pada lesi dapat diberikan prednison
oral 1-2 mg/kgbb/hari dan diturunkan dosisnya setelah penggunaan 2 minggu.(3)
2.10 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik jika obat kausatif telah dapat dipastikan.
Penggunaan obat-obatan tersebut untuk kedepannya agar dihindari dan digantikan
dengan obat lain. Pasien sebaiknya diberikan catatan berupa kartu kecil (allergic
card) yang memuat jenis obat beserta golongannya sehingga mempermudah
pasien dan petugas saat pasien datang untuk berobat kembali, hal tersebut dapat
mencegah adanya pajanan ulang yang memungkinkan terjadinya FDE.
12
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : Cut Saerah
No. CM : 1-05-20-54
Tanggal lahir : 01 Januari 1933
Usia : 82 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Bireuen
Tempat tinggal sementara : Ulee kareng, Desa Ceurih
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 23 Agustus 2015
Tanggal pemeriksaan : 31 Agustus 2015
Tanggal keluar : 31 Agustus 2015
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan keluarga pasien di
ruang rawat Seurune II pada tanggal 31 Agustus 2015
a. Keluhan Utama : Bengkak pada kelopak mata disertai warna
kehitaman
b. Keluhan Tambahan : Bintik berisi air yang pecah dan terasa panas di
bagian punggung
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari RSUD Bireun.
pasien datang dengan keluhan bercak pada wajah yang dialami sejak 2 hari
SMRS. Keluhan dialami pasien setelah mengkonsumsi obat yang diberikan
dari RSUD Bireuen. Sebelumnya pasien mengaku timbul bintil berisi cairan
berwarna putih yang terasa panas pada punggung kanan depan sampai
belakang yang didiagnosa oleh dokter di bireuen dengan herpes zoster. Setelah
didiagnosa herpes zoster, pasien mendapat terapi dan 1 hari setelah
13
mengkonsumsi obat, pasien mengaku timbul warna kehitaman pada wajah
yang makin memberat pada hari kedua.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami TB paru sekitar 8
bulan yang lalu dengan pengobatan OAT TB paru tuntas selama 6 bulan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :Valacyclovir, clindamicin amlodipine,
lansoprazole, biogesic(parasetamol), erdomex erdostein, meloxicam, mycostop.
f. Riwayat Penyakit Keluarga : Anggota keluarga pasien tidak ada yang pernah
mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
g. Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sehari-hari lebih banyak melakukan
aktivitas dirumah.
Pemeriksaan Fisik Kulit
Status dermatologis (23 Agustus 2015)
Regio : regio fasialis
Deksripsi : Tampak makula violaceous, berbatas tegas, tepi irregular, ukuran
plakat, distribusi regional
Gambar 1. Lesi pada regio fasialis
Regio : Regio thorakalis anterior dan posterior dextra
Deksripsi : Tampak erosi yang ditutupi dengan krusta dengan ukuran plakat
berjumlah multiple dengan lesi satelit bulla distribusi unilateral.
14
Gambar 2. Lesi pada regio thoracalis anterior dextra
Diagnosis banding :
1. Fixed drug eruptions
2. Exanthematous drug eruptions
3. Urticarial eruptions
4. Eritema Multiformis Minor
RESUME :
Telah diperiksa perempuan bernama Cut saerah, 80 tahun. Pasien merupakan
rujukan dari RSUD bireuen datang dengan keluhan bengkak dan tampak
15
kehitaman di wajah dan nyeri pada bagian kulit perut. Keluhan dialami pasien
setelah mengkonsumsi obat.
Tatalaksana :
Farmakologi
1. Sistemik
Metilprednisolon 1/3 vial/hari
Cetirizin 2x10mg
2. Topikal
Thiamisin 2% + Mometason dioleskan di atas lesi pada wajah pagi dan
malam.
Kompress NaCl 0,9% 3x 15menit pada lesi bagian thorak
Asam Fusidat 3-4x/hari dioleskan pada lesi bagian thorak
Nonfarmakologi (edukasi)
1. Penjelasan kondisi pasien, hentikan obat pencetus.
2. Bila pasien sembuh, berikan kartu alergi. Berisi daftar obat-obat yang
diduga menyebabkan alergi.
3. Jelaskan kepada pasien agar tidak menggaruk lesi tersebut. Hal ini
bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder, yang berakibat
timbulnya lesi baru
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
16
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
24 Agustus 2015
H1 (IGD)
Anamnesis :
a. Keluhan Utama :
Bengkak dan tampak bercak
kehitaman di wajah setelah
pemakaian obat untuk herpes.
b. Lokasi :
Pada bagian wajah
c. Sejak kapan / Onset :
+ 2 hari yang lalu
d. Progresi : Cepat
e. Durasi / Frekuensi :
Tidak ada
f. Hal-hal yang memperberat :
Tidak ada
g. Hal-hal yang mengurangi :
Jika menggunakan salep
h. Riwayat pemakaian obat saat
ini :
-Valacyclovir 500mg 2x1
-Clindamycin 300mg 2x1
-Amlodipine 10 mg 1x1
-Lansoprazole 30mg 2x1
-Biogesic 500mg 3x1
-Erdomex erdostein 300mg 2x1
-Meloxicam 15mg 2x1
-Mycostop 4x4 tetes oral
i. Keluhan yang terkait :
Nyeri pada bagian perut.
j. Keluhan lain yang tidak terkait :
Th/
Metil Prednisolon 1/3
vial/hari (H-1)
Cetirizin 2x10mg
Thiamisin 2% +
Mometason, pagi-
malam(wajah)
Untuk herpes, Kompress
NaCl 3x15’
Asam fusidat 3-4x/hari
P/ Periksa Lab: DR, CT, BT
Konsul mata
Obat sebelumnya stop
17
Batuk
1. Riwayat Penyakit Dahulu
TB Paru sudah minum OAT 6
bulan lengkap
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada seperti yang
dikeluhkan pasien dikeluarga.
3. Riwayat Kebiasaan Sosial
(yang relevan)
Pasien sehari-hari lebih banyak
melakukan aktivitas dirumah
Pemeriksaan Fisik :
O/ VS/ TD= 106/67 mmHg
N = 99 x/menit
RR = 25 x/menit
t = 36,5oC
Status Lokalis (Status
Dermatologis):
Regio Fasialis :
Tampak macula violaceous,
berbatas tegas, tepi irregular,
ukuran plakat, distribusi regional
Regio thorakalis anterior dan
posterior dextra
Tampak erosi yang ditutupi
dengan krusta dengan ukuran
plakat berjumlah multiple dengan
lesi satelit bulla distribusi
unilateral.
Diagnosis Sementara :
Fixed Drug Eruption + Herpes
zoster thoracalis dex
DD/
1. Fixed drug eruption
2. Exanthematous drug eruption
3. Urticaria eruption
4. Steven Johnson Syndrom
Resume :
18
Telah diperiksa seorang
perempuan Cut saerah, 80 tahun
datang dengan keluhan bengkak
dan tampak kehitaman di wajah
dan nyeri pada bagian kulit perut.
Diagnosis Klinis :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zooster thoracalis dex
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
25 Agustus 2015
H2 (IGD-Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Nyeri pada bagian perut
berukurang
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metil prednisolone
1/3 vial/hari (H-2)
Inj. Ranitidin 1 amp/12
jam
Cetirizin 2x10 mg
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi dan siang)
Trombofon (malam)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (Pagi, Siang,
Malam)
P/
- Konsul Paru
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
26 Agusutus 2015
H3 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Nyeri pada bagian perut
berukurang
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metil prednisolone
1/3 vial/hari (H-3)
Inj. Ranitidin 1 amp/24
jam
Cetirizin 2x10 mg
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi dan siang)
19
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
27 Agustus 2015
H4 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Luka Herpes sudah kering
dan nyeri sudah berkurang
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metil prednisolone
1/5 vial/hari (H-1)
Inj. Ranitidin 1 amp/24
jam
Cetirizin 2x10 mg
Thiamin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi dan siang)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
28 Agustus 2015
H5 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Luka Herpes sudah kering
dan nyeri sudah berkurang
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metil prednisolone
1/5 vial/hari (H-2)
Inj. Ranitidin 1 amp/24
jam
Cetirizin 2x10 mg
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi)
Thiamisin 2% + inerson
(wajah) (malam)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
20
29 Agustus 2015
H6 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Luka Herpes sudah kering
dan nyeri sudah berkurang
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metil prednisolone
1/5 vial/hari (H-3)
Ranitidin 2x1
Cetirizin 2x10 mg
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi)
Thiamisin 2% + inerson
(wajah) (malam)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
30 Agustus 2015
H7 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Luka Herpes sudah kering
dan nyeri sudah berkurang
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Ranitidin tab 2x1
Metil prednisolone tab
(8mg-8mg-0) H-1
Cetirizin 2x10 mg
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi)
Thiamisin 2% + inerson
(wajah) (malam)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/
Tanggal/Hari
rawatan
Catatan Instruksi
31 Agustus 2015
H8 (Seurune 2)
Permasalahan : 1. Bengkak dimata berkurang
2. Luka Herpes sudah kering
dan nyeri sudah berkurang
Th/
IVFD RL 20 gtt/i
Ranitidin tab 2x1
Metil prednisolone tab
(8mg-8mg-0) H-2
Cetirizin 2x10 mg
21
Assesment :
Fixed Drug Eruption + Herpes
Zoster thoracalis dex
Thiamisin 2% + lotasbat
(wajah) (pagi)
Thiamisin 2% + inerson
(wajah) (malam)
Asam Fusidat 3-4 x Ue
(dada) (pagi, siang,
malam)
P/ PBJ
22
Gambaran Perjalanan klinis
Hari 1 dirawat
23
Hari 2 dirawat
24
25
26
Hari 4 dirawat
27
Hari 6 dirawat
28
29
Hari 8 dirawat
30
31
ANALISIS KASUS
Pasien perempuan 82 tahun datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan
bengkak pada mata dan bercak kehitaman disertai bintik berisi air yang pecah
yang terasa panas dibagian punggung kanan depan dan belakang. Keluhan sudah
dirasakan sejak 2 hari SMRS setelah mengkonsumsi obat yang diberikan di
RSUD Bireun. Awalnya pasien mengaku timbulnya bintil berisi cairan berwarna
putih yang terasa panas pada punggung kanan depan sampai belakang yang
didiagnosa oleh dokter di bireun dengan herpes zoster. Setelah didiagnosa herpes
zoster, pasien mendapat terapi dan 1 hari setelah mengkonsumsi obat, pasien
mengaku mata menjadi bengkak diikuti timbul warna kehitaman pada wajah yang
makin memberat pada hari kedua. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio
fasialis tampak lesi patch hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, ukuran
plakat, jumlah multiple, distribusi regional.
Gejala bercak kehitaman pada wajah pasien dapat didiagnosis banding
dengan exanthematous eruption, urtikaria, dan eritema multiformis. Pada penyakit
exanthematous eruption sering disebut juga dengan erupsi mukopapular dan
morbiliformis terdapat gambaran lesi berupa makula eritematous yang disertai
papula yang dapat membentuk plak, berbatas tegas, tepi ireguler, jumlah multiple,
distribusi simetris. Exanthematous eruption memiliki kesamaan dengan FDE,
yaitu dari segi penyebabnya dimana pada exanthematous eruption dan FDE
disebabkan oleh obat-obatan tertentu. Kedua lesi yang dirasakan gatal dan nyeri
namun pada exanthematous eruption lesi pada umumnya terjadi generalisata dan
simetris dan terkadang dapat timbul gejala demam dan malaise.
Pada urtikaria tampak gambaran lesi berupa wheal atau bercak edema
yang kemerahan dengan bagian tengah tampak pucat yang disertai gatal. Ukuran
bervariasi dengan distribusi regional. Penyebab dari urtikaria ini belum diketahui
pasti namun diduga karena obat, makanan, gigitan serangga bahkan fotosensitizer,
inhalan, kontaktan, trauma, infeksi genetik dan penyakit metabolik. Pada kasus ini
pasien mengalami keluhan gatal dan pasien memiliki riwayat penggunaan obat-
obatan sebelum keluhan muncul. Namun lesi yang ditimbulkan berbeda dari FDE.
Pemeriksaan penunjang yang dapat menyingkirkan diagnosis ini adalah prick test,
32
tes eliminasi makanan dan menggunakan bahan-bahan yang diduga sebagai
alergen penyebab timbulnya urtikaria.
Gambaran pada lesi diatas juga bisa dikaitkan dengan lesi pada eritema
multiformis minor dimana gambaran lesi yang khas pada eritema multiformis
minor yaitu adanya target lesi (irisformis). Target lesi tersebut terdiri dari makula
eritematosa yang bundar dengan vesikel pada bagian tengahnya sehingga
menyerupai cincin (target cell). Lesi juga gatal dan nyeri. Timbulnya mendadak.
Penyebab terbanyak penyakit ini adalah karena adanya infeksi herpes simplex
virus (HSV) berulang sebelumnya. Selain itu juga bisa disebabkan alergi obat,
udara dingin dan rangsangan fisik. Eritema multiformis minor memiliki kesamaan
dengan FDE, yaitu dari segi penyebab, sama-sama dapat disebabkan oleh obat-
obatan tertentu dan timbulnya mendadak. Lesi juga sama-sama dirasakan gatal
dan nyeri, namun target lesi yang khas tidak terdapat pada FDE. Untuk
menyingkirkan diagnosis eritema multiformis minor pada umumnya sudah dapat
dilakukan dengan melihat gambaran lesi yang khas. Pada pemeriksaan penunjang
seperti biopsi, ditemukan adanya gambaran peradangan seperti peningkatan
jumlah limfosit di epidermis maupun dermis, terjadinya nekrosis sel keratin,
terbentuknya jaringan spongiosa dan terjadinya degenerasi vakuolar lapisan sel
basal. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium LED, leukosit, protein
fase akut dan liver aminotransferase pada umumnya tidak spesifik. (4)
Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu erupsi pada kulit akibat
penggunaan obat tertentu yang ditandai dengan lesi dengan lesi makula
hiperpigmentasi pada kulit, berbatas tegas, bentuk oval, soliter atau multipel,
warna merah sampai kehitaman. Lesi FDE sangat khas, yaitu lesi dapat timbul
kembali di tempat yang sama jika pasien kembali terpapar dengan obat yang
diduga sebagai penyebab FDE.
Etiologi dari FDE adalah obat-obat tertentu seperti NSAIDs, antibiotik,
obat-obat lain seperti acetaminofen dan sulfamethoxazole. Computed Tomography
Contrast dan obat herbal juga dapat menyebabkan FDE. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya FDE adalah frekuensi, lama penggunaan obat dan jenis
obat yang digunakan.(2,3) Pada kasus ini jenis obat yang digunakan pasien
sebelum lesi timbul adalah valacyclovir, clindamycin, amlodipine, lansoprazole,
33
biogesic(parasetamol), erdomex erdostein, meloxicam, mycostop. Ditinjau dari
pemakaian obat pada pasien ini diduga timbulnya lesi berkaitan pada obat-obatan
NSAIDs dimana pada pasien ini meminum obat meloxicam dan juga parasetamol.
Oleh karena itu untuk memastikan lebih lanjut perlu dilakukan uji tempel (Patch
Test) dan tes provokasi obat.
Pada pasien ini diberikan terapi sistemik berupa metilprednisolon sebagai
kortikosteroid sistemik untuk mengurangi manisfestasi peradangan yang terjadi
pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efeknya terhadap kadar, distribusi dan fungsi
leukosit perifer serta oleh efek supresifnya terhadap sitokin dan kemokin
peradangan serta terhadap perantara peradangan lainnya. Metilprednisolon juga
dapat menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel presentasi antigen lainnya.
Selain efeknya terhadap fungsi leukosit obat ini juga dapat mempengaruhi respon
peradangan dengan mengurangi sintesis prostaglandin, leukotriene dan platelet
activating factor.
Cetirizin merupakan obat antihistamin H1 generasi kedua. Yang
digunakan sebagai obat antihistamin untuk mengurangi gejala gatal yang
ditimbulkan pada fixed drug eruption.(8)
Thiamycin (thiamphenicol) adalah antibiotik untuk mengobati infeksi,
aktifitas thiamphenicol adalah menghambat sintesa dinding sel bakteri.
Thiamphenicol adalah antibiotik berspektrum luas yang bisa menghambat aktifitas
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif . (8)
Momethason adalah kortikosteroid topikal golongan IV (potensi medium)
yang digunakan sebagai anti-inflamasi. Pemilihan kortikosteroid topikal perlu
pertimbangan beberapa faktor, yaitu: jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi
penyakit, yaitu stadium penyakit, luas lesi, kedalaman lesi, lokalisasi lesi. Umur
merupakan hal yang perlu juga dipertimbangkan dalam pemberian kortikosteroid
topikal. (8)
Kompres NaCl 0,9% merupakan prinsip pengobatan dermatoterapi yaitu
pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai kompres, dan pada keadaan
kering dipakai bahan dasar kering/padat. Pengobatan ini bertujuan untuk
membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta, dan sebagainya) dan sisa-
sisa obat topical yang pernah dipakai. Selain itu membuat perlunakan dan
34
pecahnya vesikel, bula dan pustula. Sehingga diharapkan permukaan menjadi
bersih dan mulai terjadi epitelisasi.(7)
Pemberian asam fusidat pada pasien ini adalah sebagai antibakteri topical.
Dimana obat ini berguna untuk mencegah infeksi sekunder pada lesi bagian
thoraks pasien. Agen ini efektif dalam pengobatan infeksi bakteri S aerus.(8)
Edukasi pada pasien adalah dengan memberikan penjelasan mengenai
penyakit dan hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya lesi, yaitu menjelaskan
kepada pasien untuk berhati-hati dalam penggunaan obat yang dapat memicu
kembali terjadinya FDE. Berikan kartu alergi berisi daftar obat yang diduga
menyebabkan alergi. Berikutnya perlu dijelaskan kepada pasien agar tidak
menggaruk lesi tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi
sekunder, yang berakibat timbulnya lesi baru.
Prognosis pada kasus ini baik bila pasien menjaga kebersihan diri pasien
dan mencegah dari faktor-faktor yang dapat memperburuk penyakit pasien, seperti
tidak mengkonsumsi obat sembarangan (yang diduga sebagai penyebab FDE) dan
tidak menggaruk lesi yang bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder.
35
Daftar Pustaka
1. Susilawati A, Akib A, Satari H. Gambaran Klinis Fixed Drug Eruption
pada anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2014;
15(5): p. 270.
2. Lee CH, Chen YC, Cho YT, Chang CY, Chu CY. Fixed-drug eruption: A
retrospective study in a single referral center in northern Taiwan.
Dermatologi Sinica. 2012; 30: p. 11.
3. FitzpatrickTB. Dermatology in general Medicine Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, detitors. New York; The
McGraw Hill Companies; 2012. P.454-455.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases Of The Skin
United States of America: Elsevier; 2011.p.116-117.
5. Shiohara T. Fixed drug eruption: pathogenesis and diagnostic tests.
Current Opinion in Allergy and Clinical. 2009; 9: p. 316-321
6. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Jakarta: EGC; 2013
7. Hamzah M. Dermatoterapi. In Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FK UI; 2010. p. 342-352
8. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik Jakarta: EGC; 2012.
9. Van Bever, Hugo. Allergic diseases in children. World Scientific. 2009. P
193.
10. Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar edisi ke 9. Jakarta: FK UI;
2010. P. 371-382