fitrianiorto_tantangan perawatan ortodontik terhadap pasien dengan pycnodysostosis-1

9
LAPORAN KASUS Tantangan Perawatan Ortodontik terhadap Pasien dengan Pycnodysostosis Ma´ rcio Vieira Ortegosa, D.D.S., De´bora Romeo Bertola, M.D., Ph.D., Meire Aguena, B.S., Maria Rita Passos-Bueno, B.S., Ph.D., Chong Ae Kim, M.D., Ph.D., Maria Estela Justamante de Faria, D.D.S., Ph.D. Pycnodysostosis adalah penyakit yang jarang terjadi, sindrom autosomal resesif ditandai dengan adanya osteoklerosis, tulang rapuh, pengerdilan, dan perubahan kraniofasial yang signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan kasus seorang pasien yang berusia 6 tahun dengan pycnodysostosis yang dirawat ortodontik dengan tindakan lanjut hingga usia 10 tahun dan untuk membahas faktor-faktor risiko, pilihan untuk perawatan ortodontik, dan keterbatasan terhadap jenis perawatan ini, yang belum dilakukan. Pencegahan melalui konseling dan kunjungan tindak lanjut secara berkala sangat penting dalam menghilangkan faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi pasien untuk infeksi dan fraktur tulang. Penelitian baru yang diperlukan untuk membangun rencana perawatan ortodontik yang aman dan efisien. Kata Kunci: pycnodysostosis, dispalsia tulang, perubahan kraniofasial Pycnodysostosis (PYCD) adalah autosomal resesif displasia skeletal osteosclerotic ditandai dengan kerentanan fraktur, profil wajah yang pendek, penutupan fontanel yang terhambat, sutura lambdoidal yang lebar dan synostosis dini dari sutura koronal, kelainan kraniofasial spondylolysis dysplasia klavikularis, dan acroosteolysis (Maroteaux dan Lamy, 1962;. Warman et al, 2011). Meskipun insidensi PYCD tidak diketahui, hal tersebut dianggap sebagai gangguan yang langka, yang mempengaruhi etnis yang berbeda, seperti yang telah dilporkan oleh beberapa studi. Kehilangan fungsi mutasi dari gen cathepsin K (CSTK), menyebar ke seluruh gen, merupakan gangguan dengan latar belakang genetik. Mutasi dari p.A227V dan p.R241X adalah yang paling sering terjadi dan keduanya terletak pada domain matang dari rantai polipeptda (Hou et al, 1999; Donnarumma et al, 2007; Bertola et al, 2010). Secara fisiologis, enzim cathepsin K memiliki peranan penting dalam

Upload: fitriani-ahmad

Post on 22-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perawatan orthodonsi

TRANSCRIPT

Page 1: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

LAPORAN KASUS

Tantangan Perawatan Ortodontik terhadap Pasien dengan Pycnodysostosis

Ma´ rcio Vieira Ortegosa, D.D.S., De´bora Romeo Bertola, M.D., Ph.D., Meire Aguena, B.S., Maria Rita Passos-Bueno, B.S., Ph.D., Chong Ae Kim, M.D., Ph.D., Maria Estela Justamante de Faria, D.D.S., Ph.D.

Pycnodysostosis adalah penyakit yang jarang terjadi, sindrom autosomal resesif ditandai dengan adanya osteoklerosis, tulang rapuh, pengerdilan, dan perubahan kraniofasial yang signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan kasus seorang pasien yang berusia 6 tahun dengan pycnodysostosis yang dirawat ortodontik dengan tindakan lanjut hingga usia 10 tahun dan untuk membahas faktor-faktor risiko, pilihan untuk perawatan ortodontik, dan keterbatasan terhadap jenis perawatan ini, yang belum dilakukan. Pencegahan melalui konseling dan kunjungan tindak lanjut secara berkala sangat penting dalam menghilangkan faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi pasien untuk infeksi dan fraktur tulang. Penelitian baru yang diperlukan untuk membangun rencana perawatan ortodontik yang aman dan efisien.

Kata Kunci: pycnodysostosis, dispalsia tulang, perubahan kraniofasial

Pycnodysostosis (PYCD) adalah autosomal resesif displasia skeletal osteosclerotic ditandai dengan kerentanan fraktur, profil wajah yang pendek, penutupan fontanel yang terhambat, sutura lambdoidal yang lebar dan synostosis dini dari sutura koronal, kelainan kraniofasial spondylolysis dysplasia klavikularis, dan acroosteolysis (Maroteaux dan Lamy, 1962;. Warman et al, 2011). Meskipun insidensi PYCD tidak diketahui, hal tersebut dianggap sebagai gangguan yang langka, yang mempengaruhi etnis yang berbeda, seperti yang telah dilporkan oleh beberapa studi. Kehilangan fungsi mutasi dari gen cathepsin K (CSTK), menyebar ke seluruh gen, merupakan gangguan dengan latar belakang genetik. Mutasi dari p.A227V dan p.R241X adalah yang paling sering terjadi dan keduanya terletak pada domain matang dari rantai polipeptda (Hou et al, 1999; Donnarumma et al, 2007; Bertola et al, 2010). Secara fisiologis, enzim cathepsin K memiliki peranan penting dalam reabsorbsi tulang. Enzim yang rusak tidak menurunkan matriks organic sehingga menghambat remodelling tulang dan meningkatkan volume, sclerosis, kerapuhan, dan kerentanan yang besar terhadap resiko fraktur (Everts et al, 2006;.. Li et al, 2006).

Temuan oral termasuk pembentukan benih dan erupsi gigi yang terhambat, akar yang pendek dan bentuk akar yang buruk, mikrogransia dengan sudut mandibular yang tumpul, palatum yang dalam dan sempit, dan mengakibatkan terjadinya maloklusi, termasuk gigitan silang, open bite anterior, dan gigi berjejal. Kebersihan mulut yang buruk, penyakit periodontal, dan karies gigi yang sering terjadi. Pasien yang terkena penyakit ini, rentan terhadap fraktur patologis dan osteomyelitis tulang rahang atas. Perubahan orofasial meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan PYCD (Maroteaux and Lamy, 1962; Francisco and Nicholoff, 1991; Iwu, 1991; Muto et al., 1991; Hunt et al.,1998; O’Connell et al., 1998; Alibhai et al., 1999; Fonteles et al., 2007). Saat ini, belum ada informasi yang tetap atau literature yang direkomendasikan pada perawatan ortopedi dan ortodontik untuk pasien dengan PYCD, oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan keadaan umum dan fitur kraniofasial, prosedur ortodontik, dan risiko fraktur pada pasien dengan PYCD.

Page 2: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

LAPORAN KASUS

Pasien perempuan berusia 13 tahun, anak sulung pada orang tua nonconsanguineous, perawakan yang pendek, fitur wajah khas (dahi tinggi, hypoplasia garis tengah wajah, orbit dangkal, nasal bridge yang tinggi, ujung hidung bulat, pipi menonjol, microgranthia), jari-jari pendek dan kulit yang eksesif/berlebihan, riwayat patah tulang berulang. Evaluasi telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) dilakukan karena mendengkur berlebihan selama 3 tahun terakhir, dan pemeriksaan saluran pernapasan dan polisomnografi menunjukkan tidak ada obstruksi ataupun apnea. Sebagai temuan klinisdari PYCD, survei skeletal dilakukan untuk menunjukkan tulang yang tinggi, sutura cranialis yang lebar, fontanel terbuka secara terus-menerus, hipoplasia sinus paranasal, hipoplasia ekstremitas acromial pada klavikula, dan acroosteolysis. Selanjutnya, direksi dua arah dari wilayah pengkodean dari gen CTSK memperlihatkan adanya c.721C>T (p.Arg241X)/c.83dupT yang dikonfirmasi sebagai diagnosis klinis dari PYCD.

Pada usia 6 tahun 9 bulan, pasien dirujuk ke poli gigi. Setelah memperoleh riwayat medisnya dan pemeriksaan rongga mulut telah selesai dilakukan, dia menjalani pemeriksaan klinis, fotografi, radiografi, dan pengkuran sefalometri kraniofasial. (Gambar 1A sampai 1E).

Gambar 1. A. Analisis wajah dalam tampilan frontal. B: Analisis wajah dalam tampilan profil. C: gambaran radiografi postero-anterior tengkorak memperlihatkan general dari kerangka, paling terlihat di wilayah periorbital (“penampilan harlequin” atau tanda “rakun mask”). D: Radiografi sefalometrik

lateral, panah menunjuk obliterasi kelenjar hipofisis dan sutura terbuka. E: Acroosteolysis.

Pemeriksaan intraoral menunjukkan periode gigi bercampur, kebersihan mulut ang buruk, penyakit periodontal, karies gigi, atresia rahang atas, palatum dalam dan sempit, gigi berjejal, pergeseran midline rahang bawah ke kanan, anterior dan posterior crossbite, dan anterior open bite.

Pemeriksaan radiografik (panoramic dan rediografi sefalometrik lateral) memperlihatkan adanya abnormalitas pada sella turcica, hipoplasia rahang atas dan rahang bawah, sudut mandibula yang tumpul, ramus mandibular yang pendek, elongasi prosessus coronoideus dan condyloideus, agenesis gigi premolar kedua rahang bawah, lamina dura yang mengilang, reasorbsi interdental crest alveolar, dan akar yang pendek dengan bentuk yang buruk.

Page 3: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

Analisis sefalometrik mengkonfirmasi diagnosis skeletal pasien (Tabel 1).

Tabel 1 Pengukuran cephalometrik Pasien dengan Pycnodysostosis berusia 6 Tahun 9 Bulan

Rencana perawatan untuk pasien terdiri atas perawatan restoratif dan periodontal, serial ekstraksi untuk mengurangi gigi berjejal, dan koreksi urutan erupsi abnormal pada PYCD. Sebelum dilakukan ekstraksi, pasien diberikan terapi antibiotik propilaxis untuk mencegah osteomyelitis. Tidak ada infeksi yang disebabkan oleh ektraksi, dan penyembuhan normal. Piranti ortodontik lepasan rahang atas dengan sentral ekspansi, peninggi gigitan, dan koil (dari usia 7 sampai 9 tahun) yang diikuti dengan penggunaan piranti fungsional Frankel tipe III (dari usia 9 sampai 10 tahun) digunakan untuk melebarkan lengkung rahang atas secara perlahan dan remodeling jaringan, namun upaya tersebut tidak berhasil. (Gambar 2A dan 2B).

Gambar 2. A: Alat ortodontik lepasan rahang atas dengan expander pusat, cakupan oklusal, dan rotating spring. B: Peranti Fungsional Frankel tipe III.

Saat ini, pasien menggunakan piranti lepasan rahang atas dan bawah dengan ekspansi dan rotating spring/koil untuk mmemperbaiki posisi gigi insisivus yang rotasi dan

Page 4: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

memperbaiki susunan gigi geligi. Pasien melakukan kontrol setiap bulan, dan pemeriksaan radiografi dilakukan setiap semester untuk mengontrol formasi akar dan gigi insisivus pertama rahang bawah kanan dan molar pertama permanen pada sisi yang sama. (Gambar 3A sampai 3D). Segera setelah periode gigi permanen selesai, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana perawatan untuk merapikan susunan gigi (ekstraksi dan piranti).

Gambar 3. A: Pemeriksaan intraoral awal. B: Pemeriksaan intraoral sekarang. C: Radiografi panoramic pada usia 6 tahun 9 bulan. D: Radiografi panoramic pada usia 10 tahun

PEMBAHASAN

Dari beberapa laporan dari literatul kedokteran gigi tentang diagnosis sefalometrik pada pasien dengan PYCD yang menggambarkan karakteristik oklusal dan kraniofasial (Fukada et al., 1967; Takeuchi et al., 1980;Hunt et al., 1998;Norholt et al., 2004; Fonteles et al., 2007).

Diagnosis sefalometrik studi terhadap pasien adalah Klas II Skeletal dengan retroposisi mandibula, rotasi mandibula searah jarum jam, pertumbuhan mandibula lebih panjang dari maksila, basis cranial antero posterior pendek, ketinggian wajah anteior dan posterior pendek, kecenderungan pertumbuhan searah jarum jam, dan protrusi dan proklinasi insisivus rahang atas dan bawah. Meskipun aspek klinis menunjukkan anterior crossbite, hubungan antara analisis wajah, pengamatan intraoral, dan analisis sefalometrik sangat penting untuk diagnosis yang benar dan rencana perawatan.

Menurut Green dan Rowe (1976), pasien dengan PYCD adalah brachisefalik; namun beberapa penulis melaporkan dolichosefalik (Takeuchi et al, 1980;. Muto et al, 1991.; Francisco dan Nicholoff, 1991). Pola kraniofasial dari studi yang disebutkan di atas ditentukan melalui analisis wajah, radiografi, dan pengukuran sefalometrik yang terisolasi. Dalam penelitian ini, analisis ini dilengkapi oleh indeks VERT (Koefisien pertumbuhan wajah vertikal, Ricketts, 1975), menunjukkan bahwa pasien ini menunjukkan pola kranifasial dolichocephaly. Pola kraniofasial adalah dipengaruhi oleh karakteristik dan genetik bawaan, dan waktu yang salah dari penutupan sutura kraniofasial di bagian yang memperlihatkan perubahan konformasi dari tengkorak dan perbedaan pola wajah pasien dengan PYCD (Bertola et al., 2010).

Panjang rahang atas dan bawah dari kasus ini yang lebih pendek dari biasanya sesuai dengan Co-A, Go-Me, dan pengukuran Co-Gn. Keadaan ini memiliki dampak yang besar terhadap pada jalan nafas faring disebabkan karena hipoplasia sagital dari dasar tulang mungkin telah menyebabkan glossoptosis, yang menyebabkan penyempitan saluran nafas,

Page 5: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

yang dikonfirmasi oleh pengukuran faringeal space atas dan bawah (Tabel 1). Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasien mendengkur selama 3 tahun terakhir.

Salah satu pasien yang perlihatkan oleh O'Connell et al. (1998), yang didiagnosis dengan apnea obstruktif saat tidur (OSA), terus membutuhkan memperlihatkan tekanan positive jalan nafas setelah uvulopalatopharyngoplasty dan adenoidectomy. Pasien dengan PYCD seharusnya memperlihatkan otorhinolaryngologist pada anak usia dini untuk diagnosis awal OSA berdasarkan pada penilaian komprehensif termasuk pemeriksaan saluran napas dan polisomnografi karena peningkatan ventilasi dan mengurangi mendengkur memiliki efek positif pada pertumbuhan dan perkembangan kompleks maksilomandibula. Pasien kami diperiksa oleh bagian THT, yang tidak menemukan hambatan dan / atau apnea.

Saat ini, tidak ada informasi yang konsisten dan rekomendasi akan literatur untuk perawatan ortopedik dan ortodontik pada anak dan orang dewasa dengan PYCD. Diketahui bahwa perawatan ini sepenuhnya tergantung pada aktivitas osteoklas, resorpsi tulang, dan kapasitas remodeling. Tentunya, anak-anak harus sesegera mungkin dilakukan perawatan ortodontik untuk memperbaiki maloklusi atau meminimalkan masalah skeletal.

Mengingat keparahan maloklusi skeletal, banyak kasus memerlukan perawatan ortodontik terkait dengan bedah ortognatik ketika mencapai kedewasaan tulang. Menurut Norholt et al. (2004) dan Varol et al. (2011), bedah ortognatik konvensional tidak harus dipertimbangkan untuk pasien dengan PYCD karena peningkatan risiko infeksi karena cangkok tulang dan fiksasi dengan plate dan sekrup. Distraksi osteogenesis ekstraoral bisa meminimalkan risiko infeksi dan menimbulkan gerakan yang diinginkan, seperti yang terlihat pada pasien 15 dan 33 tahun mereka, masing-masing, yang menjalani distraksi osteogenesis maxila. Tidak ada interkurensi semala 12 bulan follow up.

Mengingat maloklusi dari kasus ini (maksilaris atresia, tidak ada ruang untuk erupsi gigi, dan crossbite anterior dan posterior yang parah), perawatan yang ideal terhadap bimaxillary disjungsi melalui penggunaan kombinasi ekspansi maxillary dan penahan wajah (da Silva Filho et al., 1998), diikuti oleh retensi dengan piranti Frankel tipe III (Levin et al., 2008). Disjungsi rahang atas mengarah ke pertambahan massa tulang, sehingga mengakibatkan peningkatan perimeter lengkung gigi (Hass, 1980), tetapi tidak ada data dalam literatur tentang keamanan dan keefektifan perawatan ini pada pasien dengan PYCD.

Ketika sekrup ekspansi diubah, gaya akan diberikan pada gigi dan palatum. Gaya ini diperlukan untuk mengatasi hambatan dari tulang dan sutura, memisahkan rahang atas dan prosessus palatinus pada daerah sutura palatina median. Karena itu osteosclerosis dan kerapuhan tulang yang terkait dengan PYCD, dapat meningkatkan risiko nonrupture dari sutura palatine median, fraktur rims alveolar, kehilangan gigi, dan osteomyelitis rahang.

Jika disjungsi rahang terjadi pada pasien yang diteliti, bagaimana remodeling tulang pada sutura palatine median dapat terjadi? Hal ini secara umum dapat mengakibatkan peningkatan kepadatan dan volume tulang, osteosclerosis, ruang meduler berkurang, dan peningkatan kerapuhan, membuat daerah sangat rentan terhadap fraktur patologis atau osteomyelitis rahang berdasarkan studi in vitro (Everts et al, 2006;. Li et al, 2006).

Page 6: FitrianiOrto_Tantangan Perawatan Ortodontik Terhadap Pasien Dengan Pycnodysostosis-1

Bersadarkan fakta yang telah didiskusikan sebelumnya, khususnya risiko osteomyelitis dan keraguan tentang ruptur sutura palatina dan pembentukan tulang, bukannya memilih menggunakan ekspansi maksila, kami memilih untuk melakukan serial ekstraksi dan memilih piranti lepasan lain untuk memandu erupsi gigi dan mengembalikan posisi gigi seri yang rotasi. Perawatan ortodontik korektif dengan alat ortodontik cekat kontraindikasi, mengingat kelainan akar kehilangan tulang, sebagai respon terhadap perawatan ini belum diteliti. Oleh karena itu, hasil diperoleh dari perawatan yang diusulkan untuk memperbaiki maloklusi terbatas, dan prognosis buruk. Namun, memperbaiki posisi gigi dicapai dengan serial ekstraksi, piranti lepasan rahang atas dengan spring/koil, dan melakukan kontrol jaringan periodontal untuk mencapai kebersihan mulut dan berdampak pada kesehatan mulut dan sistemik.

Kunjungan ke dokter gigi yang sering sangat penting untuk mendapatkan floridasi topikal dan mendorong untuk tercapainya kebersihan mulut yang baik untuk mencegah infeksi.

Studi in vitro dan in vivo terbaru pada hewan, dan akhirnya pada manusia, diperlukan untuk menentukan dampak dari prosedur ortodontik pada respon sel osteoklas, metabolisme tulang, dan perbaikan jaringan pada individu dengan PYCD. Pada kasus ini, peranti lepasan atas dengan spring/koil dihubungkan dengan serial ekstraksi aman untuk pergerakan gigi, tetapi perawatan ortodontik lainnya seperti ekspansi rahang atas, protraksi rahang atas, dan piranti ortodontik cekat pada setiap individu tersebut dapat dilakukan dengan aman hanya jika informasi ilmiah lebih lanjut tentang masalah ini tersedia.