fikosianin_irene okthie ratnasari_13.70.0142_kloter d3_unika soegijapranata

17
Acara IV FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAESPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Irene Okthie Ratnasari NIM : 13.70.0142 Kelompok : D3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 03-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari fikosianin

TRANSCRIPT

Acara IV

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI

DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”

SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Irene Okthie Ratnasari

NIM : 13.70.0142

Kelompok : D3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirer,alat

pengering(oven), dan plate stirer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa spirulina basah atau

kering, akuades, dan dekstrin.

1.2. Metode

Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan

Dimasukkan dalam Elenmenyer.

2

1

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

3

1

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2

dan diukur kadar fikosianinnya

pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :

dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan

perbandingan 8 : 9

4

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Didapat adonan kering yang gempal

5

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =𝑂𝐷615 − 0,474(𝑂𝐷652)

5,34×

1

10−2

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 (mg/g) =𝐾𝐹 × 𝑉𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)

𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑎)

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

6

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan penggunaan fikosianin dari Spirulina sebagai pewarna alami dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Fikosianin

Keterangan Warna:

+ Biru Muda

++ Biru

+++ Biru Tua

Berdasarkan Tabel 1, diketahui berat biomassa kering yang digunakan yaitu 8 gram, aquades yang digunakan yaitu 80 ml dan total filtrat

yang didapatkan sebanyak 55 ml pada semua kelompok. Nilai OD652 lebih rendah jika dibandingkan nilai OD615 untuk setiap kelompok

kecuali kelompok D5 dimana nilai OD 652 lebih tinggi dibanding OD 615. Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan dan yield yang paling

tertinggi ada pada kelompok D4 sedangkan yang paling terendah ada pada kelompok D1. Untuk pengamatan warna, fikosianin yang telah

mengalami proses pengovenan menghasilkan warna biru yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna fikosianin sebelum proses

pengovenan.

Kel

Berat

Bio Massa

Kering(g)

Jumlah Aquades

yang

ditambahkan(ml)

Total

Filtrat

yang

diperoleh

OD 615 OD 652 KF

(mg/ml)

Yield

(mg/ml)

Warna

Sebelum

dioven

Sesudah

dioven

D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +

D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +

D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +

D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +

D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +

7

3. PEMBAHASAN

Warna pada suatu produk makanan akan memberikan banyak pengaruh pada produk

tersebut. Pengaruh dari warna yang dimaksud yakni warna menjadi indikator yang

penting pada penampilan dari suatu produk pangan dimana hal ini akan berpengaruh

pula sebagai satu dari sekian banyak faktor yang menjadi pertimbangan konsumen

dalam membeli suatu produk pangan. Sehingga untuk memproduksi produk pangan

dengan warna yang dapat menarik konsumen, industri pangan tersebut akan

menggunakan pewarna alami maupun pewarna sintetis dalam produk yang mereka

produksi (Steinkraus,1983). Spirulina platensis merupakan salah satu jenis dari

makhluk hidup yang dapat menghasilkan warna biru secara alami. Selain Spirulina,

Synechococcus sp. juga dapat menghasilkan warna biru maupun warna merah (Vijaya &

Anand, 2009)

Spirulina merupakan bakteri yang mengandung klorofil atau dapat disebut

cyanobacteria. Spirulina ini berbentuk spiral dan mengandung kadar fikosianin yang

cukup tinggi sehingga dapat menghasilkan warna hijau-biru. Adapun kandungan yang

terdapat pada spirulina terdiri dari 56-62% protein; lemak 4-6%; karbohidrat 17-25%;

asam linoleat 0,8%; klorofil 0,8%; fikosianin 6,7-11,7%; karotein 0,43%; Zeaxanthin

0,1%, dan air 3-6% (Christwardana., et al, 2013). Bedasarkan kandungan fikosianin

diatas diketahui bahwa pigmen yang mendominasi merupakan pigmen warna biru

sehingga tidak diragukan lagi jika fikosianin dapat dijadikan alternatif pewarna alami

biru. Protein yang terkandung dalam spirulina ini cukup besar, salah satu basic proteins

dari Spirulina platensis adalah C-phyocyanins (C-PC) yang merupakan fluorescent

pigment (Gelagutashvili et al, 2012). Kondisi pengkulturan dapat mempengaruhi

pertumbuhan spirulina dan menyebabkan kenaikan atau penurunan dari fikosianin

(Walter et al, 2011). Menurut Salama et al (2014) pigmen fikosianin ini dapat diekstrak

dengan berbagai metode seperti hot water methid dan ultrasonic reaction. Akan tetapi

keduanya memiliki kelemahan seperti hot water method justru menghasilkan ekstrak

8

yang sedikit dan butuh waktu lama. Sedangkan metode ultrasonic raction itu sulit untuk

dikontrol dan menyebabkan degradasi struktur fikosianin.

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan pewarna serbuk alami yang diperoleh dari

pigmen fikosianin yang diisolasi dari Spirulina sp. Dimana jumlah fikosianin yang

terkandung dalam biomasa sel tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina sp. Adapun uji yang dilakukan ini

sesuai dengan tujuan dari praktikum yang ingin dicapai yakni adalah untuk mengisolasi

pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari fikosianin. Langkah pertama yang

dilakukan dalam isolasi pigmen fikosianin dan pembuatan pewarna bubuk dari

fikosianin yakni sebanyak 8 gram biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer

kemudian dilarutkan dengan menggunakan aquades dengan perbandingan 1:10 sehingga

didapatkan banyaknya aquades yang ditambahkan 80 ml. Menurut Boussiba dan

Richmond (1980), biomassa Spirulina sp. lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti

pada air dan larutan buffer bila dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar. Akan

tetapi menurut Setiawan & Satria (2013) apabila dibandingkan dalam hal kemampuan

mengekstrak, pelarut asam asetat lebih baik dalam mengekstrak fikosianin

dibandingkan ammonium sulfat dan aquades. Selain itu penggunaan air tidak dapat

menjaga kestabilan warna biru dari fikosianin.

Setelah dilakukan pengesktrakan fikosianin dengan melarutkan ke dalam aquades.

Selanjutnya dilakukan pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 2 jam, yang

bertujuan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi. Adanya cahaya selama proses

ekstraksi merupakan hal yang perlu diperhatikan. Menurut Belay and Gershwin (2007),

keberadaan cahaya akan mengakibatkan kenaikan suhu sehingga Spirulina sp. yang

sedang diekstrak akan mati. Ditambahkan pula menurut Setiawan & Satria (2013) adaya

sinar matahari dapat menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan dengan

penurunan nilai absorbansi. Adapun temperatur optimal bagi pertumbuhan Spirulina sp.

yaitu 35oC-38

oC. Setelah selesai di ekstrak kemudian larutan spirulina dimasukkan ke

dalam 8 tabung sentrifuge yang masing-masing diisi sebanyak 10 ml. Kemudian,

dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga

didapatkan endapan dan supernatan berupa cairan yang mengandung fikosianin.

9

Kecepatan yang digunakan adalah 5000 rpm dikarenakan pigmen fikosianin yang

berasal dari Spirulina bersifat dapat larut dalam pelarut polar seperti air sehingga

dibutuhkan kecepatan yang cukup tinggi supaya fikosianin dapat terekstrak. Selain itu

tabung yang digunakan merupakan tabung plastik dikarenakan dengan kecepatan 5000

rpm apabila menggunakan tabung kaca maka akan menyebabkan tabung menjadi pecah

(Arlyza,2005).

Selanjutnya supernatan yang diperoleh dibagi menjadi 2 yakni 2 ml dan 8 ml. 2 ml

diambil untuk dilakukan uji pertama yakni pengukuran absorbansi menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Sedangkan 8 ml

diambil untuk uji kedua yang pada akhirnya dijadikan serbuk pewarna fikosianin. Pada

2 ml supernatan sebelum dilakukan proses absorbansi larutan 2 ml supernatan tersebut

harus diencerkan terlebih dahulu sampai dengan pengenceran 10-2

dengan cara 1 ml

supernatan ditambah 9 ml aquades (pengenceran 10-1

) lalu divortex. Kemudian 1 ml

larutan dari pengenceran 10-1 tersebut diambil dan dituang ke dalam tabung berisi 9 ml

aquades dan divortex kembali (pengenceran 10-2

). Hasil dari pengenceran 10-2 ini

kemudian baru dapat diukur absorbansinya. Tujuan dari pengenceran ini adalah supaya

didapatkan konsentrasi larutan yang rendah sehinga dapat terbaca nilai absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer. Menurut Achmadi et al. (2002) pengukuran

absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan. Penggunaan

kedua panjang gelombang pada fikosianin ini sesuai dengan pendapat dari Sarada et al.,

(1998) dimana kadar atau konsentrasi fikosianin dalam supernatan dapat diketahui

dengan pengukuran spektrofotometer panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Hasil

dari absorbansi kemudian di hitung menggunakan rumus konsentrasi fikosianin yang

disimbolkan dengan KF dan dihitung berdasar rumus:

Konsentrasi fikosianin (KF) = − , ( )

,

Pada uji yang kedua, 8 ml supernatan ditambahkan dekstrin dengan perbandingan antara

supernatan dan dekstrin yaitu 1:1,25. Murtala (1999) dan Thompson (2011) mengatakan

bahwa fungsi dari dekstrin yaitu berguna dalam melapisi komponen flavor dari

fikosianin, meningkatkan total padatan, dan untuk mempercepat pengeringan dan

mencegah kerusakan pigmen akibat panas.. Selanjutnya campuran tersebut ditaruh dan

10

diratakan pada cetakan serta dikeringkan dalam oven dengan suhu 45oC hingga

mencapai kadar air 7%. Menurut Chandra, (2011), proses pengeringan ini merupakan

proses pengurangan kadar air sampai dengan konsentrasi tertentu. Tujuan utama dari

pengeringan yaitu untuk mengurangi air bebas yang dipakai oleh bakteri sehingga

bakteri tersebut tidak akan merusak fikosianin. Temperatur pengeringan dengan oven

yang digunakan adalah 45oC. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh

Metting dan Pyne (1986) bahwa suhu pengeringan fikosianin yaitu ketika suhu yang

digunakan diatas 60oC dapat berakibat pada degradasi fikosianin dan memicu

terjadinya reaksi maillard. Ditambahkan pula oleh Zhang et al, (2015) jika suhu yang

digunakan terlalu tinggi maka akan menyebabkan hasil ekstraksi dan kemurnian dari

fikosianin akan menurun. Adonan yang telah dikeringkan tersebut selanjutnya

dihaluskan dengan menggunakan mortar hingga diperoleh produk yang berbentuk

serbuk. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap KF atau konsentrasi fikosianin,

yield, dan warna yang dihasilkan.

Menurut Fox (1991), metode absorbansi atau nilai OD dapat dipengaruhi dari

kejernihan larutan dan konsentrasi larutan sehingga makin keruh suatu larutan akan

berakibat pada konsentrasi larutan atau nilai OD yang akan makin besar. Akan tetapi

hasil yang berbeda didapat pada praktikum ini, memang nilainya tidak berbeda jauh

sehingga tingkat kekeruhan tidak begitu berbeda antara satu kelompok dengan

kelompok lain.Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pengukuran

absorbansi pada panjang gelombang 615 antar kelompok hampir sama yaitu berkisar

0,1854 – 0,1980. Absorbansi larutan yang diukur pada panjang gelombang 652 juga

menunjukan nilai yang tidak berbeda secara signifikan, nilai absorbansi berkisar 0,1733

– 0,2029.

Konsentrasi fikosianin yang diperoleh antar kelompok berkisar antara 0,136 mg/ml-

0,211 mg/ml dan hasil fikosianin yang diperoleh (yield) berkisar 0,935 mg/g – 1,451

mg/g. Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yang dihasilkan.

Sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan maka yield yang

dihasilkan juga semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Pada hasil pengamatan,

11

dapat dilihat bahwa seluruh kelompok mendapatkan konsentrasi fikosianin serta yield

yang berbeda sekalipun perlakuan yang diberikan sama. Bahkan yield yang dihasilkan

kelompok D5 memiliki nilai yang berbeda jauh dibanding kelompok lainnya yakni

0,0935. Hal ini bisa disebabkan karena larutan masih keruh sewaktu proses pengenceran

sehingga nilai absorbansinya tinngi yang mengakibatkan konsentrasi fikosianin dan

yield rendah.

Penambahan dekstrin dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan warna dari bubuk

fikosianin menjadi lebih muda dan pucat (Angka dan Suhartono,2000). Setelah

dilakukan pengeringan dalam oven, seluruh kelompok pada praktikum ini menghasilkan

warna yang lebih muda dibandingkan dengan warna bahan awal yaitu yang belum

dioven. Berdasarkan hasil ini didapatkan kesimpulan bahwa hasil ini sudah sesuai

dengan teori yang ada dimana warna fikosianin setelah dioven akan menjadi lebih muda

atau lebih pucat dibandingkan dengan warna sebelum bahan dimasukkan dalam oven

dibuktikan dengan terjadinya perubahan warna, yaitu dari warna biru menjadi warna

biru muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mishra et al., (2008) bahwa fikosianin

mengalami pemudaran warna sebesar 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi

bening setelah 15 hari pada suhu 35oC. Warna yang pucat juga disebabkan oleh

penambahan bubuk dekstrin yang konsentrasinya terlalu tinggi (Wiyono, 2007).

12

4. KESIMPULAN

Spirulina merupakan bakteri yang mengandung klorofil atau dapat disebut

cyanobacteria.

Spirulina berbentuk spiral dan mengandung kadar fikosianin yang cukup tinggi

sehingga dapat menghasilkan warna hijau-biru.

Jumlah fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel dipengaruhi oleh konsumsi

Spirulina sp. yang kemudian menghasilkan nitrogen.

Biomassa Spirulina sp. lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti pada air dan

larutan buffer bila dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar tetapi tetaplebih

baik pelarut asam asetat..

Panjang gelombang yang digunakan pada proses absorbansi fikosianin yaitu 615 nm

dan 652 nm.

Dekstrin berguna dalam melapisi komponen flavor, selain itu dapat pula berperan

dalam meningkatkan total padatan, untuk mempercepat pengeringan dan mencegah

kerusakan pigmen akibat panas, serta memperbesar volume.

Larutan yang semakin keruh akan menghasilkan nilai OD yang semakin tinggi.

Konsentrasi fikosianin yang semakin tinggi maka akan dihasilkan yield yang

semakin tinggi pula.

Konsentrasi dekstrin yang tinggi mengakibatkan fikosianin dalam bentuk bubuk

memiliki warna yang cenderung lebih muda dan pucat.

Warna fikosianin setelah dioven berubah menjadi warna biru muda dibandingkan

warna sebelum dipanaskan dalam oven yang berwarna biru tua.

Semarang, 26 Oktober 2015 Asisten Dosen:

- Deanna Suntoro

- Ferdyanto Juwono

Irene Okthie Ratnasari

(13.70.0142)

13

5. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang

ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor :

PKSPLIPB.

Arlyza,I.S. 2005. Isolasi Pigmen Biru Phycocyanin dari Mikroalga Spirulina Oseanologi

dan platensis. ISSN 0125-9830 No.38 : 79-92.

Belay, Amha and M. E. Gershwin. (2007). Spirulina in Human Nutrition and Health.

CRC Press.

Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis

yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Christwardana, M; M. A. Nur; dan Hadi. 2013.

Spirulina platensis: Potensinya Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal

Aplilasi Teknolohi Pangan Volume 2 No 1. Diakses tanggal 26 Oktober 2015

pukul 21.21 WIB.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Gelagutashvili, Eteri & Ketevan Tsakadze. 2012. Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-

Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journal, 3, 122-12.

Diakses tanggal 25 Oktober 2015 pukul 12.20 WIB.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga.

Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC

from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi

Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis).

Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ,

editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Salama, A., Abdel Ghany, A., Osman, A. and Sitohy, M. 2015.Maximising

phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain:

Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.

Diakses tanggal 25 Oktober 2015 pukul 12.13 WIB.

14

Sarada, R, Manoj G. Pillai, G. A. Ravishankar. (1998).Phycocyanin from Spirulina sp:

influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of

extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process Biochemistry

34: 795 – 801.

Setiawan, P& Satria, Y. 2013. Optimalisasi Ekstraksi dan Uji Stabilitas Phycocyanin

dari Mikroalga Spirulina platensis. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Volume

2 No 2. Diakses tanggal 26 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB.

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Thompson, Caroline. (2011). What Is Wheat Dextrin?

http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/ Diakses pada

22 Oktober 2015.

Vijaya, Velu and Anand, Narayanaswamy. 2009. Blue Light Enhance The Pigment

Synthesis In Cyanobacterium Anabaena ambigua Rao (NOSTACALES). ARPN

Journal of Agricultural and Biological Science. Diakses tanggal 25 Oktober pukul

18.30 WIB

Walter, Alfredo; Júlio Cesar de Carvalho; Vanete Thomaz Soccol; Ana Bárbara

Bisinella de Faria; Vanessa Ghiggi; and Carlos Ricardo Soccol.2011. Study of

Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra.

International Journal Brazilian Archives of Biology and Technology. Diakses

tanggal 24 Oktober 2015 pukul 17.20 WIB.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi

Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

15

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = – 0,474 ( )

, x

Yield (mg/g) = KF × ol (total iltrat)

g ( erat iomassa)

Kelompok D1

KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733)

, ×

= 0,193 mg/ml

Yield = 0,193×55

= 1,327 mg/g

Kelompok D2

KF = 0,1914 – 0,474 (0,1797)

, ×

= 0,199 mg/ml

Yield = 0,199×55

= 1,368 mg/g

Kelompok D3

KF = 0,1863 – 0,474 (0,1843)

, ×

= 0,185 mg/ml

Yield = 0,185×55

= 1,272 mg/g

KelompokD4

16

F = 0,1980 – 0,474 (0,1803)

, ×

= 0,211 mg/ml

Yield = 0, 211×55

= 1,451mg/g

Kelompok D5

KF = 0,1687– 0,474 (0,2029)

, ×

= 0,136 mg/ml

Yield = 0, 136×55

= 0,935 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal