farkol antidepresip-antipsikotropik (1)

31
MAKALAH FARMAKOLOGI OBAT ANTIDEPRESI - ANTIINFLAMASI Disusun oleh : 1. Fulki Ghilman (G1F011067) 2. Suci Ramadhani (G1F014023) 3. Windi Agle Liza (G1F014025) JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: alimwijaya

Post on 05-Feb-2016

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

antipsikotropik

TRANSCRIPT

Page 1: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

MAKALAH FARMAKOLOGI

OBAT ANTIDEPRESI - ANTIINFLAMASI

Disusun oleh :

1. Fulki Ghilman (G1F011067)

2. Suci Ramadhani (G1F014023)

3. Windi Agle Liza (G1F014025)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

BAB 1

PENYAKIT

1. DEPRESI

1.1. Pengertian

Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood

depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur

terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat

menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan

individu untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya (WHO, 2011). Episode

depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita

bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.

1.2. Penyebab Depresi

Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk

mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang

dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor

genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Sadock & Sadock, 2010).

a. Faktor Biologi

Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin

merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan

mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara

turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan secara klinis

memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti

lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam depresi, sejak

reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin

yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga berlokasi di neuron

2

Page 3: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Dopamin juga sering

berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor neurokimia lainnya seperti gamma

aminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif peptida (vasopressin dan opiate endogen)

telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood (Bernardin And Russell, 1998).

b. Faktor Genetik

Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan

gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan

depresi berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot

10-25% (Sadock & Sadock, 2010). Menurut penelitian Hickie et al., menunjukkan

penderita late onset depresi terjadi karena mutasi pada gene methylene

tetrahydrofolate reductase yang merupakan kofaktor yang terpenting dalam

biosintesis monoamin. Mutasi ini tidak bisa diketemukan pada penderita early onset

depresi (Hickie et al, 2001).

c. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik

menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan

sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres

yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional

neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan

tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita

gangguan mood selanjutnya (Sadock & Sadock, 2010).

Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau

bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang

dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe

kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang

besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya (Sadock & Sadock, 2010).

Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu

hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan

3

Page 4: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap

objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk

melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Sadock & Sadock, 2010).

Menurut penelitian Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat

melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien

depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya,

akan mengakibatkan mereka putus asa (Tasman, 2008).

Faktor ketidakberdayaan yang dipelajari dimana ditunjukkan dalam hewan

percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik

yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak

mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa

mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, dapat menemukan hal yang sama dari

keadaan ketidak berdayaan tersebut (Sadock & Sadock, 2010).

Pada teori kognitif, Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada

depresi. Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut

sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan

negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,

pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Sadock

& Sadock, 2010).

2. PSIKOTIK

2.1. Patofisiologi

Schizophrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan

pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat

serta adanya gangguan fungsi psikososial (Dipiro,2005).

Patofisiologi schizophrenia dihubungkan dengan genetic dan lingkungan.

Faktor genetic dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya

schizophrenia. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA,

4

Page 5: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

5HT, Glutamat, peptide, norepinefrin (Price, 2006). Pada pasien skizoprenia terjadi

hiperreaktivitas system dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik →

berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan

nigrostriatal → bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal)

Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2) yang akan

dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien skizoprenia.

Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik yang

bertanggungjawab terhadap gejala positif. Sedangkan peningkatan aktivitas

serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada sistem mesocortis yang

bertanggung-jawab terhadap gejala negatif (Ikawati, 2009).

Adapun jalur dopaminergik saraf yang terdiri dari beberapa jalur, yaitu :

1. Jalur nigrostriatal: dari substantia nigra ke basal ganglia → fungsi gerakan,

EPS

2. Jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik → memori,

sikap, kesadaran, proses stimulus

3. Jalur mesocortical : dari tegmental area menuju ke frontal cortex →

kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress

4. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary →

pelepasan prolaktin (Ikawati, 2009).

Dalam anatomi manusia, sistem ekstrapiramidal adalah jaringan saraf yang

terletak di otak yang merupakan bagian dari sistem motor yang terlibat dalam

koordinasi gerakan. Sistem ini disebut "ekstrapiramidal" untuk membedakannya dari

saluran dari korteks motor yang mencapai target mereka dengan melakukan

perjalanan melalui "piramida" dari medula. Para piramidal jalur (kortikospinalis dan

beberapa saluran corticobulbar) langsung dapat innervate motor neuron dari sumsum

tulang belakang atau batang otak (sel tanduk anterior atau inti saraf kranial tertentu),

sedangkan ekstrapiramidal sistem pusat sekitar modulasi dan peraturan (tidak

langsung kontrol) sel tanduk anterior (Ikawati, 2009).

Saluran ekstrapiramidal yang terutama ditemukan dalam formasi reticular

pons dan medula, dan neuron sasaran di sumsum tulang belakang yang terlibat dalam

5

Page 6: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

refleks, penggerak, gerakan kompleks, dan kontrol postural. Ini adalah saluran pada

gilirannya dimodulasi oleh berbagai bagian dari sistem saraf pusat, termasuk

nigrostriatal jalur, ganglia basal, otak kecil, inti vestibular, dan daerah sensorik yang

berbeda dari korteks serebral. Semua peraturan komponen dapat dianggap sebagai

bagian dari sistem ekstrapiramidal, karena mereka memodulasi aktivitas motorik

tanpa langsung innervating motor neuron (Ikawati, 2009).

Pemeriksaan CT scan dan MRI pada penderita schizophrenia menunjukkan

atropi lobus frontalis yang menimbulkan gejala negatif dan kelainan pada

hippocampus yang menyebabkan gangguan memori (Price, 2006).

Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi

proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan meneruskan

pesan sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin-

berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan

senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak

seimbang;berlebihan atau kurang; penderita dapat mengalami gejala positif dan

negatif seperti yang disebutkan di atas. Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini

masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal

terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor

tersebut. Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia,

antara lain: sejarah keluarga, tumbuh kembang ditengah-tengah kota, penyalahgunaan

obat seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.

Seringkali pasien yang jelas skizophrenia tidak dapat dimasukkan dengan

mudah ke dalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut ke dalam

tipe tak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu :

- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,

atau katatonik.

- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca

skizofrenia (Maslim, 2003).

6

Page 7: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

Scizophrenia pada pasien ini diduga akibat faktor dari konsumsi Chimeng

(ganja) yang berkepanjangan yang mengakibatkan gangguan pada sistem saraf.

Pasien ini mengalami scizophrenia dengan gejala positif yang ditegakkan dengan

adanya fakta bahwa pasien ini sering mengamuk, sering ingin membunuh ayahnya,

dan didapati pasien mudah menjalin hubungan jiwa (tidak bersifat tertutup), masih

bisa menunjukkan mimik.

Sejumlah obat dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia, termasuk kanabis,

kokain, dan amfetamin. Sekitar sebagian dari penderita skizofrenia merupakan

pengguna obat-obatan dan/atau alkohol secara berlebihan. Peran kanabis dapat

merupakan penyebab, tetapi obat lainnya dapat digunakan hanya sebagai cara untuk

mengatasi depresi, kecemasan, kebosanan dan rasa kesepian.

Ganja di asosiasi kan dengan peningkatan bergantung dosis pada risiko

berkembangnya gangguan psikotik di mana penggunaan yang sering berkorelasi

dengan dua kali peningkatan risiko psikosis dan skizofrenia. Walaupun penggunaan

ganja diterima sebagai sebab yang berkontribusi terhadap skizofrenia oleh banyak

pihak, hal itu tetaplah kontroversial. Amfetamin, kokain, dan pada derajat tertentu

yang lebih rendah, alkohol, dapat menyebabkan psikosis yang bergejala sangat serupa

dengan skizofrenia. Meskipun tidak secara umum dipercaya sebagai satu sebab

penyakit, penderita skizofrenia menggunakan nikotin dengan rerata yang jauh lebih

besar dibandingkan populasi pada umumnya.

2.2 Klasifikasi Skizofrenia

a. Tipe paranoid: Terdapat waham atau halusinasi auditori, tetapi tidak

ada gangguan pemikiran, perilaku yang tidak teratur, atau ketumpulan afektif.

Waham yang ada merupakan waham menyiksa dan/atau waham kebesaran, tetapi

sebagai tambahan, dapat juga hadir tema-tema lain seperti kecemburuan, religiusitas,

atau somatisasi. (Kode DSM 295.3/kode ICD F20.0)

7

Page 8: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

b. Tipe tidak teratur : Diberi namaskizofrenia hebefrenik dalam ICD.

Gangguan pemikiran dan ketumpulan afektif hadir secara bersamaan. (Kode DSM

295.1/kode ICD F20.1)

c. Tipe katatonik : Subjek mungkin hampir tidak bisa bergerak atau

menampakkan gerakan gelisah tanpa sebab. Gejala dapat termasuk stupor katatonik

dan fleksibilitas lilin. (Kode DSM 295.2/kode ICD F20.2)

d. Tipe tidak dibedakan: Gejala psikotik hadir tetapi kriteria untuk tipe

paranoid, tidak teratur atau katatonik belum dipenuhi. (Kode DSM 295.9/kode ICD

F20.3)

e. Tipe residual: Gejala positif hadir hanya dalam intensitas rendah.

(Kode DSM 295.6/kode ICD F20.5)

Kriteria ICD-10 memberikan dua subtipe tambahan:

a. Depresi pascaskizofrenia: Episode depresi yang terjadi setelah sakit

skizofrenia, yakni ketika beberapa gejala skizofrenia ringan mungkin masih dapat

ditemukan. (ICD code F20.4)

b. Skizofrenia sederhana : Gejala negatif dan dominan berkembang

perlahan-lahan dan progresif tanpa riwayat episode psikotik. (kode ICD F20.6)

Menurut Price (1994) patofisiologi haemoroid adalah akibat dari kongesti

vena yang disebabkan oleh gangguan venous rectum dan vena haemoroidalis Ditensi

vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena ini

berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun bila distensi

terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh

darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat

konstipasi, kehamilan, tumor rectum, pembesaran prostate. Nyeri dan perdarahan

adalah dua gejala utama dari haemorroid.

8

Page 9: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

BAB 2

PENGGOLONGAN OBAT

1) OBAT ANTIDEPRESAN

Obat antidepresan yaitu obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana jiwa

(mood) atau obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental (Anonim,

2007). Berdasarkan mekasnisme aksinya dibedakan menjadi :

A. Golongan Trisiklik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali

(reuptake) neurotransmiter di otak. Dari beraneka jenis antidepresi

trisiklik terdapat perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan

kembali (reuptake) berbagai neurotransmiter. Ada yang sangat sensitif

terhadap norepinefrin, ada yang sangat sensitif terhadap serotonin dan ada

pula yang sensitive terhadap dopamin. Efek samping Obat depresi

golongan ini biasanya menyebabkan mulut kering, tremor ringan, detak

jantung cepat, konstipasi dan mengantuk. Contoh Obat golongan ini yaitu,

Imipramine, Amitriptiline, dan Nortriptilin (Anonim, 2007).

1. Imipramine

Mekanisme kerja : Menghambat reuptake norepinefrin dan pada

tingkat yang lebih rendah, serotonin di SSP.

Farmakokinetik : Imipramin diabsorpsi secara cepat di saluran cerna

walau tidak sempurna (50%). Kadar plasma puncak terjadi pada 0,5 –

1 jam setelah pemberian per oral. Dengan waktu paruh 16 jam.

Pemberian dosis adalah 100 – 200 mg/hari.

Efek samping : mempunyai efek samping muskarinik dan efek

samping pada jantung.

2. Amitriptiline

Mekanisme Kerja : Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat

ambilan kembali (reuptake) neuron transmitter seperti norepinefrin

9

Page 10: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

dan serotonin di ujung saraf pada sistem saraf pusat. Amitriptilin

digunakan terutama untuk pengobatan depresi berat dan depresi klinis.

Farmakokinetik : Mudah diabsorbsi per oral dan karena bersifat

lipofilik, tersebar luas dan mudah masuk SSP, obat mempunyai waktu

paruh yang panjang. Obat ini dimetabolisme di hati. dosis awal 75 mg

1 kali (lansia dan remaja 30-75 mg/hari), dosis terbagi, atau dosis

tunggal menjelang tidur. Naikkan bertahap bila perlu, maksimal 150

mg.

Efek Samping : Mulut kering, mata kabur, konstipasi, takikardia dan hipotensi.

B. Golongan Tetrasiklik

Meningkatkan aktifitas noradrenergik dan serotonergik sentral melalui

efek antagonis terhadap autoreseptor dan heteroreseptor adrenergik α 2

presenaptik sentral. Contoh obatnya yaitu Mirtazapin

1. Mirtazapin

Mekanisme Obat : Mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada

presinaptic α 2 adrenergic autoreseptor dan heteroreseptor, sehingga

meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik.

Efek Samping : Berupa mulut kering, peningkatan berat badan, dan

konstipasi

C. Golongan Aminoketone

Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu antidepresan yang memiliki efek

yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin.

Bupropion merupakan satu – satunya obat golongan aminoketon.

1. Bupropion

Bupropion bereaksi secara tidak langsung pada sistem serotonin, dan

efikasi Bupropion mirip dengan antidepresan trisiklik dan SSRI

10

Page 11: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

(Mann, 2005). Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien

tidak berespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Dosis lazim

bupropion adalah 150-300 mg/hari (Mann, 2005). Efek samping yang

ditimbulkan Bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, mulut

kering, dan reaksi kulit.

D. Golongan SSRI (Selective Serotonin Uptake Inhibitors)

Obat ini bekerja dengan mengahmbat reuptake serotonin menuju ke ujung

syaraf, namun tidak mempengaruhi reuptake norefinefrin maupun

dopamin. Efek samping dari obat ini adalah mulut kering, mual,

kecemasan, insomnia, masalah seksual dan sakit kepala. Contoh obatnya

adalah Fluoksetin (paling sering digunakan), Sitalopram, Fluvoksamin,

Paroksetin dan Sertalin (Nugroho, 2012).

1. Fluoksetin

Fluoxetin khusus menghambat saraf pengambilan kembali (reuptake)

serotonin, s eh i ngga meningkatkan konsentrasi serotonin pada

sinapsis dan memperkuat transmisi saraf serotonergik. Untuk

pemberian awal, biasanya dosis fluoxetine dimulai 20 mg per hari

pada pagi hari. Selanjutnya, dosis lazim untuk mengatasi depresi

berkisar 20-40 mg per hari.

Farmakokinetik : Fluoksetin diabsorbsi mudah secara per oral dari

saluran pencernaan dengan konsentrasi plasma puncak 6-8 jam setelah

pemberian oral. Fluoksetin didistribusikan ke seluruh tubuh. Waktu

paruh antara 1 sampai 4 hari setelah dosis tunggal dan rata-rata hampir

70 jam. Fluoksetin dimetabolisme di hati.

Efek Samping : Efek samping fluoxetin bermacam-macam. Efek

yang sering timbul antara lain efek seretogenik dan sindroma

serotonin. Efek seretogenik yang timbul berupa mual ,muntah,

11

Page 12: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

malaise umum, nyeri kepala,gangguan tidur dan nervositas.

Sindroma serotonin adalah gejala berupa kegelisahan, demam, dan menggigil,

konvulsi,dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan koordinasi.

2. Paroksetin

Farmakokinetik : Pada pengobatan depresi, pemberian paroxetine

diawali dengan dosis 20 mg per hari. Pasien tua bisa memulai dengan

dosis 10 mg per hari. Batas atas dosis adalah 40 -60 mg per hari.

Efek Samping : Efek samping paroxetine secara umum mirip

dengan SSRI lainnya. Tapi paroxetine lebih cenderung menimbulkan

sedasi dan konstipasi. Hal ini disinyalir sebagai akibat aktivitas

antikolinergiknya.

3. Sertaline

Sertraline adalah penghambat ambilan (uptake) serotonin (5HT) yang

poten dan spesifik.

Farmakokinetik : Pada pemberian dosis tunggal antara 50–200 mg,

maka didapatkan kadar puncak plasma 4,5–8,4 jam setelah

pemberian peroral. Waktu paruh plasma berkisar antara 26 jam.

Ikatan protein plasma adalah 98%. Sertraline mengalami

metabolisme pertama di hati.

Efek Samping : Pada umumnya adalah anoreksia, mual, diare,

dispepsia, tremor, sakit kepala, insomnia, kantuk, berkeringat, mulut

kering, disfungsi seksual.

E. Golongan Monoamine Oxidase (MAO) inhibitors

Jenis obat golongan ini beraksi dengan menghambat kerja enzim MAO

sehingga meningkatkan konsentrasi norefinefrin (noradrenalin atau NA),

serotonin dan dopamin dalam otak. Efek samping termasuk mulut kering,

tremor, insomnia, delirium, konvulsi, hipotensi postural dan konstipasi.

12

Page 13: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

Contoh obatnya adalah Fenelzin, Selegillin, dan Tranilsipromin

(Nugroho, 2012).

1. Fenelzin

Dosis lazim 30-90 mg/hari. Efek samping dari obat ini yang sering

muncul yaitu postural hipotensi. Efek samping ini lebih sering muncul

pada penggunaan fenelzin dan tranilsipromin.

F. Golongan Triazolopiridin Mekanisme kerja obat golongan ini yaitu antagonis pada reseptor 5-HT2

dan menghambat ambilan kembali 5-HT, contoh obatnya yaitu Trazodon

dan nefazodon.

G. Golongan SNRI (Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor)

Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor

(SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif

daripada antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang tidak

ditimbulkan antidepresan trisiklik (Mann, 2005). Obat yang termasuk

golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine..

1. Venlafaxine

Cara kerja menginhibisi reuptake norepinefrin dan serotonin secara

kuat. Dosis awal venlafaxine XR yang direkomendasikan adalah 37.5

mg -75 mg per hari. Dosis bisa dinaikkan dengan penambahan hingga

75 mg per hari, setiap 4-7 hari, sampai dengan dosis maksimum per

hari 225 mg. Profil keamanan vanlafaxine sebanding dengan SSRI dan

lebih rendah dari TCA. Efek samping yang paling umum dijumpai

adalah nausea, pusing, insomnia, mengantuk, dan mulut kering. Efek

antikolinergik secara signifikan lebih ringan dibandingkan dengan

antidepresan lainnya.

13

Page 14: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

2) OBAT ANTIPSIKOTIK

Obat ini juga dinamakan neuroleptika, antiskizopfrenia, atau transquilizer.

Pemberian obat jenis ini tidak bersifat kuratif karena sebenarnya tidak

menyembuhkan namun mengupayakan penderita untuk menjalankan aktivitas

normal. Semua obat antipsikotik bekerja dengan cara mengeblok aktifitas

dopamin, dan kebanyakan juga mengeblok reseptor serotonin (5-HT2). Obat

antipsikotik dibagi menjadi dua :

A) Antipsikotik Tipikal

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat reseptor dopamin

terutama D-2, dan juga menghambat reseptor asetilkolin muskarinik, α

adrenergik, histamin (H-1) dan serotonin (5-HT). Aktivitas antipsikotik ini

berkaitan dengan aktivitasnya pada reseptor dopamin D-2. Contoh obat

golongan ini adalah Klorpromazin, Haloperidol, Asetofenazin,

Klorprotiksen, Mesoridazen, Perfenazin, Thioridazin dan

Proklorferazin. Obat ini dapat menghasilkan efek samping

ekstrapiramidal meliputi distonia akut, akatisia, gejala parkinson dan

tardive dyskinesia (Nugroho, 2012).

1. Heliperidol

Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal atau merupakan generasi

pertama. Haloperidol sebagai antipsikotik bekerja dengan mekanisme

pengeblokan pada reseptor dopamine pada sistem syaraf pusat.

Kerugian dari antipsikotik generasi pertama adalah besarnya

kemungkinan muncul efek samping ekstra pirmidal (EPS). Dosis

haloperidol per oral adalah 0,5mg-40mg / hari (Tatro, 2003).

2. Klorpromazin

14

Page 15: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

Khasiat anti-psikotisnya lemah sedangkan daya antihistamin dan alfa

adrenergnya lebih kuat.

Farmakokinetika : Reabsorpsinya di usus baik, tetapi

bioavailabilitasnya hanya 30% Zat ini mudah melintasi barrier darah,

kadarnya dalam cairan otak lebih tinggi daripada dalam darah.

Ekskresinya lewat kemih sebagai metabolitnya. Dosis Untuk

pengobatan psikotik : 75-800 mg/hari dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam.

Untuk anti-emetik : 25-50 mg/hari. Anak-anak : sehari 2-4 mg/kg

berat badan, dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam.

B. Golongan Atipikal

Obat ini beraksi terutama pada dua reseptor yaitu reseptor serotonin (5-

HT) dan dopamin, meskipun penghambatan pada reseptor 5-HT lebih

poten dibandingkan pada reseptor dopamin. Efek samping

ekstrapiramidalnya rendah. Contoh obatnya adalah Sulpirid, Risperidon,

Sertindol, Quetiapin dan Olanzapin (Nugroho, 2012).

1. Risperidon

Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone

merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi

terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2.

Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak

memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.

Farmakokinetika : Risperidone diabsorpsi sempurna setelah

pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam.

Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi

merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone

menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif. Waktu paruh eliminasi dari

fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam. Studi risperidone dosis

tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih

15

Page 16: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada

pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada

pasien dengan gangguan fungsi hati. Tiap pasien bisa diresepkan

takaran risperidone yang berbeda-beda. Penentuan dosis ini tergantung

pada usia, jenis kondisi, serta respons tubuh pasien terhadap obat.

Takaran risperidone yang umumnya dianjurkan untuk pengidap

skizofrenia dewasa adalah 2 mg per hari yang kemudian akan

ditingkatkan menjadi 4 mg untuk penggunaan pada hari kedua dan

seterusnya. Total dosis tersebut dapat diberikan dengan frekuensi

sekali minum atau beberapa kali dalam sehari. Untuk orang lanjut usia,

dosis awalnya adalah 1 mg per hari dan kemudian bisa tetap pada 1 mg

atau dinaikkan menjadi 2 mg.

Efek Samping : Yang umum terjadi insomnia, agitasi, rasa cemas,

sakit kepala dan efek samping ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun

insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan

haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia,

akathisia, distonia akut.

2. Olanzapin

Olanzapin merupakan obat antispikotik generasi kedua (atipikal) yang

menunjukkan efikasi untuk pengobatan skizofrenia yaitu memiliki

efek yang lebih baik dibanding obat konvensional dalam mengurangi

simptom-simptom positif. Olanzapine menghambat semua reseptor-

dopamin (D1 s/ d D5) dan reseptor H1, 5HT2, adrenergis, dan

kolinergis, dengan afinitas lebih tinggi untuk reseptor 5-HT2

dibandingkan D2. Untuk pengobatan skizofrenia, DEWASA : pada

awalnya 5 sampai 10 mg sekali sehari. REMAJA dan ANAK-ANAK

usia 13-17 tahun : pada awalnya 2,5 mg atau 5 mg sekali sehari.

ANAK-ANAK usia 13 tahun ke bawah : ditentukan oleh dokter. Efek

16

Page 17: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

samping Olanzapine yang paling umum dan potensial adalah

menambah berat badan (Leutch et al., 2013).

3. Quetiapin

Quetiapin dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan

mood. Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan

antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila

diterapi dengan Clozapine.

Farmakokinetika : Absorbsinya berlangsung cepat setalah pemberian oral.

Konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian.

Metabolisme terjadi di hati. Untuk skizoprenia 25 mg 2 kali sehari pada hari

ke-1, 50 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 100 mg 2 kali sehari pada hari ke-3,

150 mg 2 kali sehari pada hari ke-4, kemudian disesuaikan dengan respons,

dosis lazim 300-450 mg per hari dalam dosis terbagi 2; maksimal 750 mg

sehari.

17

Page 18: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

BAB 3

KESIMPULAN

1. OBAT ANTIDEPRESAN

No Golongan Contoh Mekanisme

1. Trisiklik Imipramine dan

Amitriptiline

menghambat ambilan kembali

(reuptake) neurotransmiter di

otak

2. Heterosiklik Amoxapine, Maptrotiline,

Trazodone, Bupropion,

Mirtazapine, Nefazodone

mengeblok pengambilan

kembali (reuptake) amina

biogenik dan norefinefrin dan

serotonin pada ujung syaraf

3. SSRI (Selective

Serotonin

Uptake

Inhibitors)

Fluoksetin (paling sering

digunakan), Sitalopram,

Fluvoksamin, Paroksetin

dan Sertalin

mengahmbat reuptake

serotonin menuju ke ujung

syaraf, namun tidak

mempengaruhi reuptake

norefinefrin maupun dopamin

4. Monoamine

Oxidase (MAO)

inhibitors

Fenelzin, Tranilsipromid,

Isokarboksasid dan

Iproniazid

menghambat kerja enzim

MAO sehingga meningkatkan

konsentrasi norefinefrin

(noradrenalin atau NA),

serotonin dan dopamin dalam

otak

5. SNRI (Serotonin

Norephinephrine

Reuptake

Inhibitor)

Venlafaxine, Trazodone,

Nefazodone, Mirtazapine

dan Bupropion

memblok ambilan kembali

serotonin dannorepinefrin

18

Page 19: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

2. OBAT ANTIPSIKOTIK

Golongan Contoh obat Mekanisme

Antipsikotik

Tipikal

Klorpromazin,

Haloperidol,

Asetofenazin,

Klorprotiksen,

Mesoridazen, Perfenazin,

Thioridazin dan

Proklorferazin

Menghambat reseptor dopamin

terutama D-2, dan juga

menghambat reseptor asetilkolin

muskarinik, α adrenergik, histamin

(H-1) dan serotonin (5-HT)

Atipikal Sulpirid, Risperidon,

Sertindol, Quetiapin dan

Olanzapin

Beraksi pada dua reseptor yaitu

reseptor serotonin (5-HT) dan

dopamin, meskipun penghambatan

pada reseptor 5-HT lebih poten

dibandingkan pada reseptor

dopamin

19

Page 20: Farkol Antidepresip-Antipsikotropik (1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim., 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi

Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Bernardin And Russell, 1998, Human Resource Management, Second Edition,

Singapore, McGraw-Hill Book Co.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yees, G. C., Matake, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M.,

2005, Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach Sixth Edition, New

York : McGraw-Hill, Medical Publishing Division.

Mann, J. J., 2005, The Medical Management of Depressi, The New England Journal

of Medicine, 17 (353) : 1819 – 1834.

Nugroho, Agung Endro., 2012. Farmakologi : Obat-obat penting dalam

pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan. Pustaka Pelajar :

Yogyakarta.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavior

Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007,

p.527-30.

Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry.

9th Ed., 2010, p.3652-63.

Sewell, RA; Ranganathan, M, D'Souza, DC (2009 Apr). "Cannabinoids and

psychosis". International review of psychiatry (Abingdon, England) 21 (2):

152–62. doi:10.1080/09540260902782802. PMID 19367509.

Tasman, A., Kay J., Leiberman, J.A., First, M.B., Maj, M., 2008. Psychiatry:

Mood Disorder. 3rd ed. Willey - Blackwell. England.

20