laporan resmi farkol

37
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI “AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN DOSIS, RUTE PEMBERIAN OBAT,VARIASI BIOLOGIS, DAN INDEKS TERAPI” Nama NIM Elliyusnora Harahap 141524041 Desi Anggiat Butar Butar 141524048 Aidiya Tri Yolanda 141524055 Winda Aldriani Lubis 141524063 Rizky Pratama 141524064 Desi Monalisa Purba 141524066 Program : S1 Ekstensi Farmasi Kelompok/Hari : I (satu)/ Kamis Asisten : Marta Puspita Tanggal Percobaan : 05 Maret 2015 LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

Upload: aidiya-tri-yolanda

Post on 10-Nov-2015

287 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

w

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN DOSIS,RUTE PEMBERIAN OBAT,VARIASI BIOLOGIS,DAN INDEKS TERAPI

NamaNIMElliyusnora Harahap141524041Desi Anggiat Butar Butar141524048Aidiya Tri Yolanda141524055Winda Aldriani Lubis141524063Rizky Pratama141524064Desi Monalisa Purba141524066Program: S1 Ekstensi FarmasiKelompok/Hari: I (satu)/ KamisAsisten: Marta PuspitaTanggal Percobaan: 05 Maret 2015

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN2015

Lembar Pengesahan Laporan Praktikum Farmakologi dan ToksikologiAktivitas Obat Berdasarkan Dosis, Rute Pemberian Obat, dan Variasi Biologi

Medan, 05 Maret 2015AsistenPraktikan

( Marta Puspita ) ( Rizky Pratama )

Perbaikan : Koreksi ITanggal:

Koreksi IITanggal:

Koreksi IIITanggal:

AccTanggal:

Nilai

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaituagar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Dahulu farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat. Namun dengan berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri (Ganiswarna, 1995).Bahan uji (obat) yang ditujukan untuk penggunaan pada manusia, perlu diteliti dengan menyertakan subjek manusia sebagai final test tube. Relawan manusia secara etis boleh diikutsertakan jika bahan yang akan diuji telah lolos pengujian di laboratorium secara tuntas, dilanjutkan dengan menggunakan hewan percobaan untuk kelayakan dan keamanannya. Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Dalam menggunakan hewan percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan percobaan laboratorium (Ridwan, 2013).Barbiturat pada dosis terapi terutama bekerja dengan jalan pengikatan pada reseptor tersebut. Efeknya ialah potensiasi penghambatan neurotransmisi oleh GABA (Gamma Amino Butyric Acid) di sinaps semua saraf pusat dan blockade dari pelepasan muatan listrik. GABA adalah salah satu neurotransmitter ter-inhibisi otak, yang berperan pada timbulnya serangan epilepsi. Pada dosis lebih besar, barbiturate berdaya meniru daya inhibisi dari GABA dan dengan demikian dapat mengakibatkan depresi SSP pusat (Tjay, 2010).

1.2 Tujuan Percobaan Untuk melihat pengaruh berbagai rute pemberian obat terhadap efek yang ditimbulkan Untuk melihat pengaruh berbagai dosis obat terhadap efek yang ditimbulkan Untuk melihat pengaruh berbagai variansi biologis obat tehadap efek yang ditimbulkan Untuk mengetahui penentuan indeks terapi obat terhadap efek yang ditimbulkan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Zat aktif obat tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengobatan, tetapi harus dibuat suatu bentuk yang cocok serta pula dipilih rute penggunaan obat yang sesuai agar tujuan pengobatan dapat tercapai. Dalam pemberian obat perlu pertimbangan mengenai masalah-masalah seperti berikut :1. Efek apa yang dikehendaki, lokal atau sistemik.2. Onset yang bagaimana dikehendaki, yaitu yang cepat atau lambat.3. Duration yang bagaimana dikehendaki, yang lama atau yang pendek.4. Apakah obatnya tidak rusak di dalam lambung dan atau di usus.5. Rute yang mana yang mau digunakan yang relatif aman. Melalui mulut, suntikan atau melalui dubur.6. Melalui jalan yang mana yang menyenangkan bagi dokter atau pasien. Ada orang yang sukar menelan dan ada orang yang takut di suntik. Dan waktu muntahorang sukar untuk minum obat.7. Obat mana yang harganya relatif mudah (Anief, 1990).Rute penggunaan obat dapat melalui beberapa cara :1. OralCara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailibilitasnya. Obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan dengan epitel lambung tertutup lapisan mukus yang tebal dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi. Oleh Karena itu, peningkatan kecepatan pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorbs obat, dan sebaliknya. Akan tetapi, perubahan dalam kecepatan pengosongan lambung atau motilitas saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat yang di absorpsi atau yang mencapai sirkulasi sistemik (Ganiswarna, 1995).2. Melalui SuntikanKeuntungan pemberian obat secara suntikan (parenteral) ialah : (1) efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral; (2) dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; dan (3) sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya ialah dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, ada bahaya penularan hepatitis serum, sukar dilakukan sendiri oleh penderita, dan tidak ekonomis (Ganiswarna, 1995).Pemberian obat secara parenteral di bagi : Pemberian Intravena (IV), area injeksi di vena, rute ini di gunakan dalam bentuk cairan, elektrolit dan penggantian nutrisi, untuk pemberian obat yang harus segera masuk ke dalam sirkulasi sistemik, untuk obat-obat yang bersifat mengiritasi dan untuk obat-obat yang membutuhkan pengontrolan ketat di dalam darah (Thompson, 2009). Suntikan Subkutan (SC), hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorbsi biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Obat dalam bentuk suspensi diserap lebih lambat daripada dalam bentuk larutan. Pencampuran obat dengan vasokonstriktor juga akan memperlambat absorpsi obat tersebut. Obat dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit dapat diabsorpsi selama beberapa minggu atau beberapa bulan (Ganiswarna, 1995). Intramuskular (IM), area ineksi di massa otot-deltoid (lengan), gluteus maximus (pantat), vastus lateralis (di atas mata kaki). Tidak akan menyebabkan iritasi obat bila diberikan penggunaannya secara rute ini (Thompson, 2009). Intradermal (ID), area injeksi hanya di permukaan kulit (di antara epidermis dan dermis). Rute ini sering di lakukan dalam test kulit yang penyerapan sistemiknya tidak diinginkan dan bisa berbahaya (misal: reaksi alergi yang serius) (Thompson, 2009).Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Dalam menggunakan hewan percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan percobaan laboratorium. Pengelolaan hewan percobaan diawali dengan pengadaan hewan, meliputi pemilihan dan seleksi jenis hewan yang cocok terhadap materi penelitian. Pengelolaan dilanjutkan dengan perawatan dan pemeliharaan hewan selama penelitian berlangsung, pengumpulan data, sampai akhirnya dilakukan terminasi hewan percobaan dalam penelitian. Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara khusus dalam lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan defined laboratory animals sehingga sifat genotipe, fenotipe (efek maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan. Hal itu diperlukan agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan hasil yang sama apabila diulangi pada waktu lain, bahkan oleh peneliti lain.8 Penggunaan hewan yang berkualitas dapat mencegah pemborosan waktu, kesempatan, dan biaya. Penelitian dengan hewan coba harus memperhatikan aspek perlakuan yang manusiawi terhadap hewan-hewan tersebut, sesuai dengan prinsip 5F (Freedom) yaitu: bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa nyeri, trauma, dan penyakit, bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang, bebas mengekspresikan tingkah laku alami, diberikan ruang dan fasilitas yang sesuai (pengayaan lingkungan yang sesuai). Seluruh perlakuan terhadap hewan percobaan dituangkan secara rinci di dalam protokol penelitian yang dianalogikan sebagai informed consent pada penelitian yang menggunakan relawan manusia (Ridwan, 2013).Penentuan DL50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan bahan yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang menyebabkan kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal. DL50 bahan obat mutlak harus ditentukan karena nilai ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan sebagai indeks terapi obat (DL50/ DE50). Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut jika digunakan. Ada berbagai metode perhitungan DL50 yang umum digunakan antara lain metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Krber. Dalam metode Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probit yang memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit (skala ini tidak linier) sebagai ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah hewan yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang mati dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan yang hidup akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Krber prinsipnya menggunakan rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok hewan dan selisih dosis pada interval yang sama (Soemardji, 2002).Benzodiapin, barbiturat dan imidazopiridin berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA yang terdapat di dalam membrane neuron pada system saraf pusat. Reptor inotropik ini, sutu protein heteroligomerik transmembran yang berfungsi sebagai kanal (chloride), yang di aktivasi oleh neurotransmitter GABA inhibitorik. Teknik-teknik cloning molekuler memperlihatkan bahwa kompleks makromolekuler kanal ion klorida reseptor GABAA mempunyai struktur pentametrik yang disusun dari lima subunit yang dipilih dari delapan kelass polipeptida (alfa, beta, gamma, delta, epsilon,phi, ro, teta). Subunit-subunit yang berbeda dari beberapa kelas tersebut telah dikarakterisasi, misalnya enam alfa yang berbeda, empat beta dan tiga gamma. Penggandaan semcam ini membentuk banyak sekali isoform reseptor putatif. Rekonstitusi kompleks kanal ion klorida reseptor GABAA ini menunjukkan bahwa kombinasi-kombinasi tiga subunit utama- alfa, beta, dan gamma- penting bagi fungsi-fungsi normal fisioologis dan farmakologis normal. Peranan-peranan subunit-subunit lainnya dalam memodulasi aktivasi kanal ion masih memerlukan studi lanjut. Reseptor-reseptor GABAA di daerah yang berbeda dari system saraf pusat mengandung bermacam-macam kombinasi dari subunit-subunit esensial yang memberikan sifat-sifat farmakologis yang berbeda pada subtype-subtipe reseptor GABAA tersebut (Katzung, 2002).Kemungkinan reseptor GABAA reseptor inhibitor yang paling banyak terdapat dalam system saraf pusat. Merespon transmitter inhibitor Gamma Aminobutyric Acid (GABA) oleh aktivasi ion klorida, akan menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan reduksi pelepasan transmitter pada sel saraf (Randall, 2009).Hipnotika/ sedativa, termasuk kedalam kelompok psikodetiva yang mencakup obat-obat yang menghambat fungsi-fungsi sistem saraf pusat tretentu. Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan sistem saraf pusat. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur dan sepanjang malam mempertahankan keaadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Sedativa-hipnotika berkhasiat menekan sistem saraf pusat. Bila digunakna dalam dosis yang meningkat, suatu sedativum, misalnya barbiturat, akan menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tisur dan pembiusan total (anestesia). Pada dosis yang lebih besar lagi terjadi koma, depresi pernapasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu yang lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan. Senyawa-senyawa golongan barbiturat seperti fenobarbital, butobarbital, dll. Penggunaannya sebagai sedative-hipnotika kini praktis sudah ditinggalkan berhubung adanya zat-zata benzodiazepine yang jauh lebih aman. Dewasa ini hanya beberapa barbiturat masih dipergunakan untuk indikasi tertentu, misalnya fenobarb dan mefofarb sebagai anti epileptika dan pentotal sebagai anestetikum (Tjay, 2010). Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsi dan yang biasa di gunakan adalah barbiturate kerja lama (long active barbiturate). Antikonvulsi atau antikejang digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi dan bangkitan non epilepsi. Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat (disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadarn menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif). Sebagai anti epilepsy fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak (Ganiswarna, 2007). Phenobarbital adalah yang tertua dari obat-obat antiseizure yang kini tersedia. Meskipun telah lama dipertimbangkan sebagai salah satu senyawa antiseizure yang paling aman, penggunaan obat-obat lainnya dengan efek sedative yang lebih ringan, tetap dianjurkan. Banyak yang mempertimbangkan bahwa barbiturate sebagai obat pilihan untuk mengatasi seizure hanya pada bayi (Katzung, 2002).Empat turunan barbiturate acid yang secara klinis berguna sebagai obat anti seizure adalah pentobarbital, mepobarbital dan pirimidon. 3 yang pertama begitu mirip sehingga dipertimbangkan sama. Metarabital adalah barbital yang mengalami metilasi, dan mepobarbitaln adalah metilasi dari pentobarbital: keduanya mengalami demitilasi invivo. Nilai pka dari ketiga senyawa asam lemah tersebut berkisar 7,3 hingga 7,9. Sedikit perubahn terhadap keseimbangan normal asam-basa ini, maka dapat menyebabkan fluktuasi yang berarti dari rasio spesies terionisasi terhadap spesies yang tidak terionisasi. Ini penting terutama bagi pentobarbital, barbiturate, yang paling banyak digunakan. Yang pka nya sama dengan ph plasma pada 7,4. Konfirmasi tiga dimensi dari pentobarbital dan N-metil pentobarbital adalah mirip ndengan konformsi tiga dimensi dari penitoin. Kedua senyawa tersebut memiliki suatu cincin fenil dan aktif terhadap seizure parsial (Katzung, 2002).Mekanisme kerja yang pasti dari penobarbital masih belum diketahui, tetapi penguatan proses inhibisi dan pengurangan transmisi eksitatorik kemungkinan besar berperan penting. Data terbaru menunjukkan bahwa penobarbital secara selektif menekan neuron abnormal, menghambat penyebaran, dan menekan firing (rangsangan depolarisasi) dari neuron focus. Seperti fenitoin, penobarbital menekan high frequency-repetitiv firing pada neuron yang kultur, melalui ker janya pada konduktans natrium tetapi hanya pada konsentrasi tinggi. Juga pada konsentrasi tinggi, barbiturate menyekat beberapa arus Ca+2(tipe L dan tipe M). penobarbital terikat pada suatu situs pengatur alosteric pada reseptor GABA- Benzidiazepine, dan memperkuat arus masuk yang diprakarsai oleh reseptor GABA dengan memperlama pembukaan kanal ion Cl-. Penobarbital juga menyakat respon eksitatoric yang diinduksi oleh glutamate, terutama yang diprakarsai oleh glutamate adalah dilihat pada konsentrasi penobarbital yang mempunyai relevansi terapeutik (Katzung, 2002).Phenobarbital sangat berguna pada pengobatan seizure parsial dan seizure tonik-klonik umum, meskipun obat ini sering di coba hamper pada tiap jenis seizure, bila serangan yang suka dikendalikan. Ada sedikit bukti atas efektivitasnya terhadap seizure umum seperi absen, serangnan atonik,spasme inpantil: ini dapat memperparah pasie-pasien tertentu yang menderita jenis seizure tersebut. Sebagaian dokter lebih suka memilih betarbital atau mephobarbital- terutama yang terakhir-dari pada Phenobarbital karna kemungkinan untuk terjadinya efek-efek merugikan lebih kecil. Hanya data anek dotal yang ada untuk memperkuat perbandingan semacam itu (Katzung, 2002).Kadar terepeutik Phenobarbital pada kebanyakan pasien berkisar antara 10mg/mL hinga 40mk/mL. dokumentasi dari efektivitasnya adalah paling baik untuk kejang demam(febrile seizure), dan kadar di bawah 15mg/mL tanpaknya tidak efektif untuk mencegah kambuhnya kejang demam. Batas atas dari rentang teraupeutik sulit untuk ditetapkan, dimana banyk pasien tampaknya menoleransi kadar kronis diatas 40mg/mL (Katzung, 2002).

BAB IIIMETODE PERCOBAAN

3.1 Alat Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat suntik 1 ml,kotak kaca, oral sonde mencit, stopwatch, timbangan elektrik dan vial.

3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalh aquades, NaCl 1% dan luminal-Na 0,75%.

3.3 Prosedur Percobaan3.3.1 Rute Pemberian ObatHewan ditimbang dan ditandai, kemudian dihitung dosis dengan pemberian : mencit 1 (kontrol NaCl 1% BB secara i.p), mencit 2 (luminal 0,75% dosis 80 mg/kg BB secara oral), mencit 3 (luminal 0,75% dosis 80 mg/kg BB secara i.p), dan mencit 4 (luminal 0,75% dosis 80 mg/kg BB secara s.c) Selanjutnya, masing-masing mencit diinjeksi sesuai dengan perhitungan dosisnya. Kemudian, diamati dan dicatat respon yang terjadi pada masing-masing mencit dengan selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik respon vs waktu.3.3.2 Pengaruh Variasi BiologiHewan ditimbang dan ditandai, kemudian dihitung dosis dengan pemberian : mencit 1 (berat badan 15,4 g, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral), mencit 2 (berat badan 17,3 g, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral), mencit 3 (puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral), mencit 4 (tanpa puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral), mencit 5 (jantan, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral), mencit 6 (betina, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara oral). Selanjutnya, masing-masing mencit diinjeksi dengan menggunakan oral sonde sesuai dengan perhitungan dosisnya. Kemudian, diamati dan dicatat respon yang terjadi pada masing-masing mencit dengan selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik respon vs waktu.

3.3.3 Dosis, Respon dan Indeks TerapiHewan ditimbang dan ditandai, kemudian dihitung dosis dengan pemberian : mencit 1 (kontrol NaCl 1% BB secara i.p), mencit 2 (luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.p), mencit 3 (luminal 0,75 % dosis 100 mg/kg BB secara i.p), mencit 4 (luminal 0,75 % dosis 200 mg/kg BB secara i.p), mencit 5 (luminal 0,75 % dosis 400 mg/kg BB secara i.p). Selanjutnya, masing-masing mencit diinjeksi dengan menggunakan oral sonde sesuai dengan perhitungan dosisnya. Kemudian, diamati dan dicatat respon yang terjadi pada masing-masing mencit dengan selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik respon vs waktu.

3.4 Perhitungan Dosis3.4.1 Rute Pemberian ObatKonsentrasi larutan = 0,75 % = 0,75 g / 100 ml = 750 mg / 100 ml = 7,5 mg/mlDosis 80 mg/kg BBSpuit 1:40

- Mencit 1: kontrol NaCl 1 % BB secara i.pBerat mencit: 15,1 gObat yang diberikan = 1% x BB = 1/100 X 15,1 = 0,151 gSkala yang di ambil = 0,151 g x 40 = 6, 04 ml

- Mencit 2: luminal 0,75 % dosis 80 mg/kg BB secara oralBerat mencit: 20,3 gObat yang di berikan = = = 1,624 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,216 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,216 ml x 40 = 8,66 skala

- Mencit 3: luminal 0,75 % dosis 80 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 17,0 gObat yang di berikan = = = 1,384 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,185 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,185 ml x 40 = 7,4 skala

- Mencit 4: luminal 0,75 % dosis 80 mg/kg BB secara oralBerat mencit: 15,8 gObat yang di berikan = = = 1,264 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,168 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,168 ml x 40 = 6,72 skala3.4.2 Dosis, Respon dan Indeks Terapi

Konsentrasi larutan = 0,75 % = 0,75 g / 100 ml = 750 mg / 100 ml = 7,5 mg/mlSpuit 1:40

- Mencit 1: kontrol NaCl 1 % BB secara i.pBerat mencit: 15,1 gObat yang diberikan = 1% x BB = 1/100 X 15,1 = 0,151 gSkala yang di ambil = 0,151 g x 40 = 6, 04 ml

- Mencit 2: luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 21,2 gObat yang di berikan = = = 1,06 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,141 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,141` ml x 40 = 5,64 skala

- Mencit 3: luminal 0,75 % dosis 100 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 19,4 gObat yang di berikan = = = 1,94 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,258 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,258 ml x 40 = 10,32 skala

- Mencit 4: luminal 0,75 % dosis 200 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 19,2 gObat yang di berikan = = = 3,84 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,512 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,512 ml x 40 = 20,48 skala

- Mencit 5: luminal 0,75 % dosis 400 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 21,1 gObat yang di berikan = = = 8,44 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 1,125 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 1,125 ml x 40 = 45 skala3.4.3 Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis ObatKonsentrasi larutan = 0,75 % = 0,75 g / 100 ml = 750 mg / 100 ml = 7,5 mg/mlDosis 50 mg/ kg BBSpuit 1:40

- Mencit 1: BB luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 15,4 gObat yang di berikan = = = 0,77 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,102 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,102` ml x 40 = 4,08 skala- Mencit 2: BB luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 17,3 gObat yang di berikan = = = 0,865 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,115 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,115` ml x 40 = 4,6 skala

- Mencit 3: Puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 35,7 gObat yang di berikan = = = 1,785 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,238 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,238 ml x 40 = 9,52 skala

- Mencit 4: puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 26,1 gObat yang di berikan = = = 1,305 mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,174 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,174 ml x 40 = 6,96 skala

- Mencit 5: Jantan, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 14,8 gObat yang di berikan = = = 0,74mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,098 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,098 ml x 40 = 3,92 skala- Mencit 6: Betina, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kg BB secara i.pBerat mencit: 19,6 gObat yang di berikan = = = 0,98mg

Volume larutan yang diberikan =

= = 0,128 mlSkala yang di ambil = volume larutan x skala = 0,128 ml x 40 = 5,12 skalaBAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil4.1.1 Rute Pemberian Obat NoPERLAKUANWAKTU (menit)

102030405060708090

1Kontrol NaCl secara i.p1.11.11.11.11.41.41.41.41.4

2Luminal dosis 80 mg/kg BB secara oral1.11.21.41.41.41.41.41.41.4

3Luminal dosis 80 mg/kg BB secara i.p1.11.11.31.41.41.41.41.41.4

4Luminal dosis 80 mg/kg BB secara s.c1.11.11.11.11.11.41.41.41.4

Grafik : terlampir4.1.2 Dosis, Respon dan Indeks TerapiNoPERLAKUANWAKTU (menit)

102030405060708090

1Kontrol NaCl secara i.p1.11.11.11.11.41.41.41.41.4

2Luminal dosis 50 mg/kg BB secara i.p1.21.31.41.21.21.41.41.41.4

3Luminal dosis 100 mg/kg BB secara i.p1.21.31.41.21.41.41.41.41.4

4Luminal dosis 200 mg/kg BB secara i.p1.31.31.31.31.11.41.41.41.4

5.Luminal dosis 400 mg/kg BB secara i.p1.31.41.41.41.41.41.41.41.4

Grafik : terlampir4.1.3 Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis ObatNoPERLAKUANWAKTU (menit)

102030405060708090

1Mencit 1, BB secara i.p1.11.11.11.11.31.31.41.41.4

2Mencit 2, BB secara i.p1.21.31.41.21.21.41.41.41.4

3Mencit 3, Puasa, secara i.p1.21.31.21.21.21.21.21.41.2

4Mencit 4, Puasa, secara i.p1.21.31.41.31.11.41.41.41.2

5.Mencit 5, jantan, secara i.p1.21.21.31.31.31.31.31.31.2

6Mencit 6, Betina, secara i.p1.11.21.11.11.31.31.31.31.3

Grafik : terlampir

4.2 PembahasanBerdasarkan percobaan variasi biologis terhadap dosis obat yang menggunakan mencit berdasarkan jenis kelamin bahwa mencit jantan yang diberikan obat menghasilkan efek yang lebih cepat yang diberikan secara oral dibandingkan dengan betina, berdasarkan berat badan bahwa mencit yang berat badannya lebih besar memberikan efek yang cepat di bandingkan dengan mencit yang berat badannya besar.Berdasarkan percobaan rute pemberian obat bahwa pemberian obat luminal secara intraperitonial yang menimbulkan atau menghasilkan efek yang lebih cepat di bandingkan pemberian secara oral.Berdasarkan dosis respon dan indeks terapi bahwa luminal yang diberikan dengan dosis 400mg/kgBB memberikan efek yang paling cepat.Menurut literatur, derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi susunan saraf pusat adalah karakteristik untuk obat-obat hipnotif sedatif. Pada obat-obat tersebut, peningkatan dosis diatas yang diperlukan untuk hipnotis dapat menimbulkan suatu keadaan anestesi umum. Dengan dosis yang lebih tinggi lagi, hipnotik-sedatif dapat menekan pusat pernapasan dan pusat vasomotor di medula, menimbulkan koma dan kematian (Katzung, B. G., 1998). Menurut A. Setiawati dan F. D. Suyatna (1995), pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intraperitoneal, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adesi terlalu besar.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1990). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 19-20.

Ganiswarna, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal. 1,3,5-6.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal. 179, 186.

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 33-34, 97-99.

Randall, M.D. (2009). Pharmacology. Chicago : Pharmaceutical Press. Hal.10.

Ridwan, E. (2013). Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J indon Med Assoc, Volum : 63, Nomor: 3.

Soemardji, A.A. (2002). Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justiciagendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss Webster. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No. 2.

Thompson, J.E. (2009). A Practical Guide to Contemporary Pharmacy Practice. China : Lippincot Williams. Hal. 603-604.

Tjay, T.H DAN Kirana Rahardja. (2010). Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Gramedia. Hal. 381, 387-388

LAMPIRAN