cover farkol

Upload: sinta-nurhasanah

Post on 06-Jan-2016

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cover

TRANSCRIPT

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI IPERCOBAAN 1PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS

Disusun Oleh : Kelompok 4 Shift CYayang Okta P.H. (10060313097)Sinta Nurhasanah (10060313098)Restian Budhi Prasetyo (10060313099)Nita Malati Fitria N. (10060313100)Novia Mitha Damayanti (10060313101)

Nama Asisten : Lynda Nurul Qodariyah, S.Farm.Tanggal Praktikum : 29 September 2015Tanggal Penyerahan Laporan : 06 Oktober 2015

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT-DPROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG2015 M/ 1436 H

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI IPERCOBAAN 2EFEK LOKAL OBAT (PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

Disusun Oleh : Kelompok 4 Shift CYayang Okta P.H. (10060313097)Sinta Nurhasanah (10060313098)Restian Budhi Prasetyo (10060313099)Nita Malati Fitria N. (10060313100)Novia Mitha Damayanti (10060313101)

Nama Asisten : Lynda Nurul Qodariyah, S.Farm.Tanggal Praktikum : 29 September 2015Tanggal Penyerahan Laporan : 06 Oktober 2015

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT-DPROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG2015 M/ 1436 H

PERCOBAAN 1PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS

I. PendahuluanDalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,2011:76).Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Tjay,2007:172).Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan, maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat penurunan standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa riset medis yang sangat dibutuhkan manusia (Sulaksono,1992:318).Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :1. Hewan liar.2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup).4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator.Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksono,1987 :323)Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.2. Faktorfaktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.3. Keadaan faktorfaktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.

Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008:127).Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba tidak dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 300C. Mencit, tikus dan marmut maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C (Malole,1989:481).1. Pengawasan status kesehatanStandar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan manusia harus dijaga agar dapat hidup sehat. Dinding dan lantai misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai harus dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci. Bahan bangunan yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan tahan lama.2. Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaanJumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus dibatasi karena semakin banyak yang masuk dapat menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan dapat saling mengkontaminasi.3. Pengawasan makanan dan minumanKualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah diketahui. Misalnya, tikus dan mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein sedangkan kelinci dan marmut hanya memerlukan 14-15% protein. 4. Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakanDalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus diketahui batas masimalnya, makanan dan minuman yang harus selalu diperhatikan. Kebanyakan pemberian makanan/minuman bisa mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat. 5. Pengawasan kualitas hewanKualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering bahwa hewan coba inbreed mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih bermanfaat dibandingkan hewan percobaan outbreed. Tetapi itu tidak selalu benar.

Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah bidang ilmu ialah sebagai berikut: (Malole.1989:482-483)1. Bidang Toksikologi Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan yang dilakukan di lingkungan industri bertujuan agar bahan kimia yang dibubuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman buat konsumen, efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu :a. Ektoparasit dan endoparasitb. Patologic. Profil hematologi dan kimia darahd. Penyakit menular2. Bidang PatologiPara ahli patologi memakai hewan percobaan terutama untuk meneliti atau mengamati adanya perubahan-perubahan patologik jaringan tubuh yang disebabkan oleh :a. Terjadinya kontak antar spesies (infeksi mikroorganisme atau invasi parasit pada hewan atau menusia).b. Stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembaban, sanitasi, ventilasi, kepadatan dan lain-lain).c. Keracunan makanand. Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit. E)Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patologi untuk penelitian tentang tumor dan kanker bahkan hewan percobaan juga dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam dan menghasilkan selsel tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk membuat biakan jaringan guna membiakkan virus, selain itu dapat juga digunakan untuk mendeterminasi penyakit berdasarkan perubahan-perubahan jaringan dan organ tubuh yang terjadi setelah hewan percobaan tersebut mendapat perlakuan (keracunan karena mengisap chloroform, keracunan aflatoksin melalui ransum).3. Bidang ParasitologiHewan percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi dikehendaki berkualitas baik, sebelum melangkah untuk melakukan penelitian dalam bidang parasitologi, kita perlu mengetahui interaksi antar parasit sendiri.misalnya pada hewan mencit yang diberi antibiotik untuk mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian diganti oleh mikroorganisme tertentu.4. Bidang Imunologi Respon imun pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu termasuk perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit, stress, faktor diet / ransum dan peradangan non spesifik. Tabel 1.1 Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan.HewanIVIPSCIMOral

MencitJarum27,5 g1/2inciJarum25 g inciJarum25 g inciJarum25 g inciUjung tumpul15 g/16 g2 inci

TikusJarum25 gJarum25 g1 inciJarum25 g1 inciJarum25 g1 inciUjung tumpul15 g/16 g2 inci

KelinciJarum25 g1 inciJarum21 g1 inciJarum25 g1 inciJarum25 g1 inciKateter karet no. 9

Marmut-Jarum25 g1 inciJarum25 g1 inciJarum25 g inci-

Kucing-Jarum21 g1 inciJarum25 g1 inciJarum25 g1 inci-

(Harmita,2008: 64)Tabel 1.2 Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia.HewanPercobaanMencit20 gTikus200 gMarmut400 gKelinci1,5 kgKucing2 kgKera4 kgAnjing12 kgManusia70 kg

Mencit20 g1,07,012,2527,829,764,1124,2387,9

Tikus200 g0,141,01,743,94,29,217,856,0

Marmut400 g0,080,571,02,252,45,210,231,5

Kelinci1,5 kg0,040,250,441,01,082,44,514,2

Kucing2 kg0,030,230,410,921,02,24,113,2

Kera4 kg0,0160,110,190,420,451,01,96,1

Anjing12 kg0,0080,060,100,220,240,521,03,1

Manusia70 kg0,00260,0180,0310,070,0760,160,32

(Harmita,2008: 66)Tabel 1.3 Volume maksimum larutan/padatan yang dapat diberikan pada hewanHewanVolume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian

IVIMIPSCPO

Mencit 20-30 g)0,50,051,00,5-1,01,0

Tikus (100 g)1,00,12-5,00,5-5,05,0

Hamster (50 g)-0,11-2,02,52,5

Marmut (250 g)-0,252-5,05,010,0

Merpati (300 g)2,00,52,02,010,0

Kelinci (2,5 kg)5-10,00,510-20,05-10,020,0

Kucing (3 kg)5-10,01,010-20,05-10,050,0

Anjing (5 kg)10-20,05,020-50,010,0100,0

(Harmita,2008: 67)

Tabel 1.4 Data anastesi umum pada hewan percobaan.Hewan percobaanAnastetikKepekatan larutan dan pelarutDosis

Rute pemberian

MencitDan tikusEter kloralose uretan2% dalam NaCl fisiologis 10-25% dalam NaCl300 mg/kg1-1,25 g/kgInhalasii.pi.p

Nembutal65 mg/ml40-60 mg/kg(kerja singkat)80-100 mg/kg(kerja lama)i.p

Pentobarbital4,5-6% dalam NaCl fisiologis45-60 mg/kg35 mg/kgi.pi.v

Na heksobarbital7,5% dalam NaCl fisiologis4,7% dalam NaCl75 mg/kg47 mg/kgi.pi.v

KelinciEter (kloralose+nembutal)1% dalam NaCl fisiologi65 mg/ml100 mg/kgInhalasii.v

Uretan

Pentobarbital10% dalam NaCl fisiologis5% dalam NaCl fisiologis19 g/kg

22 mg/kg(kerja lama)11 mg/kg(kerja singkat)i.p/i.v

i.v

Pentotal5% dalam air suling10-20 mg/kg(menurut jangka waktu kerja)i.v

Morfin5% dalam air suling100 mg/kgs.c

MarmutEterKloroformUretan

KloralosePentobarbitalNembutal10% dalam NaCl fisiologis hangat2% dalam NaCl fisiologis

Seperti pada tikus

19 g/kg

150 mg/kg28 mg/kgInhalasiInhalasii.p

i.p

(Harmita,2008: 67)Uraian Hewan 1. Karakteristik Hewan CobaMencit merupakan salah satu hewan pengerat dan mudah berkembang biak yang memiliki karakteristik sebagai berikut :a. Mencit (Mus musculus ). Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahunLama Bunting : 19 - 21 hariUmur Disapih : 21 hariUmur Dewasa : 35 hariSiklus Kelamin : poliestrusSiklus Estrus : 4-5 hariLama Estrus : 12-24 jamBerat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betinaBerat Lahir : 0,5-1,0 gramJumlah anak : rata-rata 6, bisa 15Suhu ( rektal ) : 35-39C( rata-rata 37,4C )Perkawinan Kelompok: 4 betina dengan 1 jantanAktivitas : Nokturnal (malam)Sifat sifat mencit : Pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk mendeteksi akan, deteksi predator dan deteksi signal (feromon). Penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat melihat warna. Sistem sosial yang cenderung berkelompok Tingkah laku : jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi, betina dewasa + jantan dewasa damai, betina dewasa + betina dewasa damai

b. Tikus putih (Rattus norvegicus)Lama hidup: 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.Lama Bunting: 20-22 hari.Kawin sesudah beranak: 1 sampai 24 jam.Umur disapih: 21 hari.Umur dewasa: 40-60 hari.Umur dikawinkan: 10 minggu (jantan dan betina).Siklus estrus (birahi): 4-5 hari.Lama estrus: 9-20 jam.Perkawinan: Pada waktu estrus.Ovulasi: 8-11 jam sesudah timbul estrus.Jumlah anak: Rata-rata 9-20.Perkawinan kelompok: 3 betina dengan 1 jantan

c. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Masa hidup: 5 - 10 tahunMasa produksi: 1 - 3 tahun Masa bunting: 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)Masa penyapihan: 6-8 mingguUmur dewasa: 4-10 bulanUmur dikawinkan: 6-12 bulanSiklus kelamin: Poliestrus dalam setahun 5 kali hamilSiklus berahi: Sekitar 2 minggu Ovulasi: Terjadi kawin (9 - 13 jam kemudian) Fertilitas: 1 - 2 jam sesudah kawinJumlah kelahiran: 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)Volume darah: 40 ml/kg berat badan Bobot dewasa: tergantung pada ras, jenis kelamin.

2. Klasifikasi Hewan Cobaa. Mencit ( Mus Musculus )Kingdom: AnimaliaPhylum: ChordataSub Phylum: VertebrataClass: MamaliaSub Class: RodentiaFamily: MuridaeGenus: MusSpesies: Mus Musculus

b. Tikus putih (Rattus norvegicus)Kingdom: AnimaliaFilum: ChordataKelas: MamaliaOrdo: RodentiaSub ordo: OdontocetiFamilia: MuridaeGenus: RattusSpesies: Rattus Norvegicus

c. Marmut (Cavia parcellus)Kingdom: AnimaliaFilum: ChordataKelas: MamaliaOrdo: RodentiaSub ordo: OdontocetiFamilia: CavidaeGenus: CaviaSpesies: Cavia parcellus

II. TujuanSetelah menyelesaikan percobaan ini, diharapkan mahasiswa :a. Menjelaskan kembali karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaanb. Memperlakukan dan menangani hewan percobaan seperti mencit dan tikus untuk percobaan farmakologi dengan baikc. Menghitung konversi dosis antar spesies

III. Alat dan BahanAlat Kandang Hewan Alat suntik Sonde oral Timbangan hewan Tissue Gelas kimia Penangas AirBahan Sampel obat A Sampel obat B

Hewan Percobaan Mencit 2 ekor Tikus 1 ekor

IV. ProsedurA. Menghitung Konversi Dosis pada Hewan PercobaanPertama-tama ditimbang terlebih dahulu mencit dan tikus dalam timbangan hewan lalu kemudian dicatat hasil penimbangannya. Pada sampel obat A, dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada hewan percobaan sesuai dengan bobot badannya. Setelah itu dihitung pula berapa volume cairan sampel obat A yang akan diberikan pada mencit dan tikus secara oral apabila konsentrasi larutan obat A yang tersedia adalah 5 mg/mL. Pada sampel obat B, dihitung pula konversi dosis untuk diberikan kepada hewan percobaan sesuai dengan bobot badannya. Setelah itu dihitung pula berapa volume cairan sampel obat A yang akan diberikan pada mencit dan tikus secara oral apabila konsentrasi larutan obat B yang tersedia adalah 0,5 mg/mL.

B. Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap Untuk Diberi Sediaan Ujia. MencitDiangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan kemudian diletakkan pada suatu tempat yang tidak licin sehingga apabila ditarik, maka mencit akan mencengkeram tempat tersebut. Setelah itu ibu jari tangan kiri menjepit kulit bagian tengkuk mencit sedangkan tangan kanan masih tetap memegang ekor mencit. Setelah kulit tengkuk mencit telah benar benar tercengkeram dengan baik maka tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kearah kita dan ekor mencit dijepitkan diantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri.

b. TikusDiangkat ekor tikus dari belakang dengan tangan kanan kemudian diletakkan di permukaan yang kasar. Setelah itu diluncurkan tangan kiri kita secara perlahan-lahan dari arah punggung tubuh tikus sampai arah belakang kepala atau tengkuk. Kemudian ibu jari dan telunjuk tangan kiri mencengkeram kulit tengkuk tikus dan ekor tikus dijepitkan diantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri.

C. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaana. MencitOral : dimasukkan cairan obat yang akan diberikan pada mencit kedalam sebuah alat suntik lalu diganti jarum suntik dengan sonde oral. Setelah itu ditempelkan sonde oral pada langit-langit mulut kiri atas mencit dan kemudian diturunkan perlahan-lahan ke arah kiri bawah sampai ke esophagus lalu dimasukkan cairan obatnya.Sub kutan : diangkat kulit di daerah tengkuk mencit lalu disuntikkan obat pada bagian kulit yang terangkat itu menggunakan alat suntik 1 mL.Intra Vena : dimasukkan seekor mencit kedalam kandang restriksi mencit dengan bagian ekornya dibiarkan menjulur keluar. Disiapkan air hangat pada sebuah gelas kimia lalu diambil sedikit bagian air hangat tersebut menggunakan tissue. Kemudian dioles-oleskan tissue tersebut ke bagian ekor mencit hingga terlihat bagian berwarna merah gelap pada ekor mencit. Setelah itu disuntikkan cairan obat pada ekor mencit yang berwarna merah gelap sampai terlihat ada darah menetes dari luka suntikkan tersebut. Kemudian dicabut alat suntik setelah semua cairan obat telah habis disuntikkan dan ditutup bekas luka suntikkan dengan tissue kering.Intra Peritonial : diangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan kemudian diletakkan pada suatu tempat yang tidak licin sehingga apabila ditarik, maka mencit akan mencengkeram tempat tersebut. Setelah itu ibu jari tangan kiri menjepit kulit bagian tengkuk mencit sedangkan tangan kanan masih tetap memegang ekor mencit. Setelah kulit tengkuk mencit telah benar benar tercengkeram dengan baik maka tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kearah kita dan ekor mencit dijepitkan diantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri. Setelah itu disuntikkan jarung yang telah diisi cairan obat pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah abdomen dengan kemiringan sudut penyuntikkan sekitar 100. Setelah cairan yang disuntikkan habis kemudian jarum dicabut dan ditutup luka suntik menggunakan tissue.

b. Tikus Oral : dimasukkan cairan obat yang akan diberikan pada tikus kedalam sebuah alat suntik lalu diganti jarum suntik dengan sonde oral. Setelah itu ditempelkan sonde oral pada langit-langit mulut kiri atas tikus dan kemudian diturunkan perlahan-lahan ke arah kiri bawah sampai ke esophagus lalu dimasukkan cairan obatnya.Sub kutan : diangkat kulit di daerah tengkuk tikus lalu disuntikkan obat pada bagian kulit yang terangkat itu menggunakan alat suntik 1 mL.Intravena : dimasukkan seekor tikus kedalam kandang restriksi tikus dengan bagian ekornya dibiarkan menjulur keluar. Disiapkan air hangat pada sebuah gelas kimia lalu diambil sedikit bagian air hangat tersebut menggunakan tissue. Kemudian dioles-oleskan tissue tersebut ke bagian ekor tikus hingga terlihat bagian berwarna merah gelap pada ekor tikus. Setelah itu disuntikkan cairan obat pada ekor tikus yang berwarna merah gelap sampai terlihat ada darah menetes dari luka suntikkan tersebut. Kemudian dicabut alat suntik setelah semua cairan obat telah habis disuntikkan dan ditutup bekas luka suntikkan dengan tissue kering.Intra Peritonial : diangkat ekor tikus dari belakang dengan tangan kanan kemudian diletakkan di permukaan yang kasar. Setelah itu diluncurkan tangan kiri kita secara perlahan-lahan dari arah punggung tubuh tikus sampai arah belakang kepala atau tengkuk. Kemudian ibu jari dan telunjuk tangan kiri mencengkeram kulit tengkuk tikus dan ekor tikus dijepitkan diantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri. Setelah itu disuntikkan jarung yang telah diisi cairan obat pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah abdomen dengan kemiringan sudut penyuntikkan sekitar 100. Setelah cairan yang disuntikkan habis kemudian jarum dicabut dan ditutup luka suntik menggunakan tissue.

V. Data PerhitunganA. Perhitungan dosis dan volume pemberian peroralDiketahui:Dosis obat A peroral pada manusia dewasa = 500 mgKonsentrasi obat A yang tersedia di lab = 5 mg/mlBobot mencit 1 (ekor merah) = 28 gramBobot mencit 2 (ekor hitam) = 25 gramBobot tikus = 170 gram

Jawab:Dosis umum mencit = 500 mg x 0,0026 gram = 1,3 mg/ 20 gram BBDosis umum tikus = 500 mg x 0,018 gram= 9 mg/ 200 gram BBDosis mencit 1 = 28 gram x 1,3 mg/ 20 gram BB = 1,82 mg/28 gram BB 20 gramDosis mencit 2 = 25 gram x 1,3 mg/ 20 gram BB = 1,625 mg/25gram BB 20 gramDosis tikus = 170 gram x 9 mg/ 200 gram BB = 7,65 mg / 170 gram BB200 gramVolume pemberian mencit 1 = 1,82 mg/ 28 gram BB x 1 ml = 0,364 ml 5 mg/mlVolume pemberian mencit 2 = 1,625 mg/ 25 gram BB x 1 ml = 0,325 ml5 mg/mlVolume pemberian tikus = 7,65 mg/ 170 gram BB x 1 ml = 1, 53 ml 5 mg/ml

B. Perhitungan dosis dan volume pemberian intraperitonialDiketahui:Dosis obat B intraperitonial pada manusia dewasa = 50 mgKonsentrasi obat B yang tersedia di lab = 0,15 mg/mlBobot mencit 1 (ekor merah) = 28 gramBobot mencit 2 (ekor hitam) = 25 gramBobot tikus = 170 gram

Jawab:Dosis umum mencit = 50 mg x 0,0026 gram= 0,13 mg/ 20 gram BBDosis umum tikus = 50 mg x 0,018 gram = 0,9 mg/ 200 gram BBDosis mencit 1 = 28 gram x 0,13 mg/ 20 gram BB = 0,182 mg/ 28 g BB 20 gramDosis mencit 2 = 25 gram x 0,13 mg/ 20 gram BB = 0,1625 mg/ 25 g BB 20 gramDosis tikus = 170 gram x 0,9 mg/ 200 gram BB = 0,765 mg / 170 g BB 200 gramVolume pemberian mencit 1 = 0,182 mg/ 28 gram BB x 1 ml = 0,364 ml 0,15 mg/mlVolume pemberian mencit 2 = 0,1625 mg/ 25 gram BB x 1 ml = 0,325 ml 0,15 mg/mlVolume pemberian tikus = 0,765 mg/ 170 gram BB x 1 ml = 1,53 ml 0,15 mg/ml

VI. PembahasanA. Menghitung Konversi Dosis pada Hewan PercobaanPada percobaan ini dilakukan konversi dosis yang dilakukan pada hewan percobaan yang bertujuan agar dosis obat yang diberikan pada hewan percobaan akan sama efeknya dengan efek yang akan ditimbulkan jika obat tersebut diberikan kepada manusia. Untuk dapat melakukan konversi dosis tersebut dilakukan dengan cara melakukan perhitungan perbandingan nilai konversi dari dosis yang digunakan manusia dengan banyaknya jumlah yang akan digunakan oleh hewan percobaan dengan mengalikan dengan konstanta tertentu.Hewan yang biasa digunakan dalam percobaan diantaranya yaitu mencit, tikus, kelinci dan marmot. Dalam percobaan ini hewan yang digunakan adalah mencit dan tikus, dikarenakan lebih ekonomis dan mudah didapat serta siklus perkembangbiakan hidup hewan ini termasuk cepat jika dibandingkan dengan kelinci dan marmot sehingga populasi ketersediaan hewan tersebut dapat terus terjaga. Rute obat yang akan diberikan pada hewan dapat dilakukan dalam beberapa cara yaitu oral, intravena, intramuscular, intraperitonial dan subkutan. Pemberian rute obat tersebut dapat ditentukan berdasarkan durasi dan onset yang ingin dicapai serta bentuk sediaan yang akan digunakan. Pada percobaan ini dilakukan rute pemberian melalui oral dan interperitonial. Setiap rute pemberian obat memiliki dosis maksimalnya masing-masing untuk dapat diberikan kepada hewan percobaan. Pada rute pemberian oral dan interperitonial dosis maksimal yang dapat diberikan kepada mencit yaitu 1 ml. Sedangkan pada tikus dosis maksimal yang dapat diberikan secara oral yaitu 5ml dan 2-5ml untuk rute pemberian intraperitonial. Pada perhitungan dosis obat A yaitu diberikan secara oral dengan dosis pada manusia dewasa yaitu 500 mg dengan kekuatan sediaan yaitu 5 mg/ml. Perhitungan dilakukan dengan cara mengalikan dosis obat dengan nilai konversinya. Diketahui nilai konversi dosis manusia ke mencit yaitu 0,0026 sedangkan nilai konversi manusia ke tikus adalah 0,018. Lalu dibandingkan berat badan hewan dibagi dengan satuan berat hewan dalam konversi (20 mg untuk mencit , 200 mg untuk tikus) dan dikalikan dengan hasil perkalian konversi dengan dosis yang didapatkan sebelumnya. Sedangkan untuk penentuan banyaknya volume obat yang digunakan dilakukan dengan cara membandingkan dosis obat untuk hewan dengan jumlahnya dalam setiap ml dan dikalikan 1 ml. Dengan cara tersebut maka didapatkan dosis obat yang diberikan untuk mencit dengan berat badan 28 gram yaitu 1,82 gram dengan volume yang diberikan 0,364 ml. Dosis obat untuk mencit dengan berat badan 25 gram yaitu 1,625 mg dengan volume yang diberikan 0,325 ml. Dan pada tikus dengan berat badan 170 gram diberikan dosis sebesar 7,65 mg dengan banyaknya volume yang diberikan yaitu 1,53 ml.Pada perhitungan dosis obat B yang diberikan secara interperitonial dengan dosis untuk manusia dewasa 50 mg dan kekuatan sediaan 0,5 mg/ml dilakukan perhitungan dengan prinsip yang sama dengan cara oral. Maka akan didapatkan dosis yang diberikan untuk mencit dengan berat badan 28 gram yaitu 0,182 mg dengan volume obat yang diberikan yaitu sebanyak 0,364 ml. Pada mencit dengan berat badan 25 gram diberikan dosis sebesar 0,1625 mg dengan volume obat yang diberikan yaitu 0,325ml. Dan dosis yang diberikan untuk tikus dengan berat badan 170 gram yaitu 0,765 mg dengan volume obat yang diberikan yaitu 1,53 ml. Jika dibandingkan dengan dengan volume maksimum yang dapat diberikan kepada hewan percobaan, jumlah diatas memenuhi syarat yang telah ditentukan. Yaitu pada mencit tidak melebihi 1 ml, karena hanya menggunakan 0,364 ml dan 0,325 untuk pemberian oral maupun interperitonial.

B. Cara memegang hewan percobaan sehingga siap untuk diberi sediaan ujiHewan percobaan yang akan digunakan dalam pengujian harus diperlakukan dengan baik, yaitu tidak menyakiti, bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan (kandang yang luas dengan suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya yang sesuai), bebas dari rasa nyeri dengan menggunakan analgesik/anestesi, dan dipelihara dengan baik. Karena dapat mempengaruhi kondisi fisiologisnya dan akan berdampak pada hasil pengamatan. Sebelum diberikan suatu sediaan obat, setiap hewan percobaan yang akan digunakan memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda sehingga cara penanganannya pun akan berbeda-beda.Selain faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik hewan percobaan, ada faktor lain yang merupakan berasal dari internal hewan percobaan itu sendiri. Seperti jenis kelamin, umur, ras dan berat badan. Pada mencit dengan ukuran badan yang relatif kecil maka dapat ditangani hanya dengan satu tangan, cara memegang mencit dengan posisi terlentang menghadap kita dengan cara memegang tengkuknya pada ibu jari dan telunjuk sedangkan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking. Jika posisi yang dilakukan sudah benar, maka mencit tidak akan bisa bergerak lagi. Sehingga dapat dilakukan pemberian obat secara oral dan intraperitoneal pada posisi ini. Begitu juga yang dilakukan dengan penanganan terhadap tikus, teknik yang dilakukan sama dengan mencit. Hanya saja pada tikus memiliki sifat yang lebih agresif sehingga kita harus lebih berhati-hati dalam penanganannya.

C. Cara Memberikan Obat Pada Hewan PercobaanCara pemberian obat yang akan diberikan pada hewan dapat dilakukan dalam beberapa cara yaitu per oral, intravena, intramuscular, intraperitonial dan subkutan. Pemberian rute obat tersebut dapat ditentukan berdasarkan durasi dan onset yang ingin dicapai serta bentuk sediaan yang akan digunakan. Sediaan yang melalui rute per oral akan menimbulkan onset atau efek yang pertama kali timbul lebih lama jika dibandingkan dengan obat dengan rute intra vena, intramuscular, intraperitonial dan subkutan. Karena sediaan dengan rute per oral akan masuk melalui mulut dan sistem pencernaan dengan tahapan proses yaitu absorpsi zat aktif obat yang telebih dahulu telah diuraikan, lalu dilanjutkan dengan proses distribusi zat aktif yang masuk ke dalam aliran darah ke seluruh tubuh, kemudian metabolisme dan dilanjutkan dengan eksresi zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Sedangkan jika dibandingkan dengan rute pemberian intravena, obat tidak mengalami proses absorpsi, karena obat langsung dimasukan melalui pembuluh vena dan akan langsung tersebar ke seluruh tubuh, sehingga akan lebih cepat terjadinya onset.Cara pemberian obat pada hewan harus dilakukan dengan cepat agar tidak menyakiti hewan tersebut. Pada pemberian obat secara per oral, intramuscular dan intraperitonial mencit dan tikus dilakukan dengan metode yang sama. Untuk pemberian oral, dilakukan dengan menggunakan sonde oral yang dimasukkan ke dalam rongga mulut lalu dimasukkan cairan obat dengan jumlah volume yang sudah dikonversi sebelumya secara perlahan. Untuk pemberian secara intraperitonial dilakukan penyuntikan dengan jarum pada daerah sekitar abdomen. Sedangkan pemberian secara intravena dilakukan dengan cara memasukan hewan kedalam tabung restriksi dengan ekor yang menjulur keluar, lalu bagian ekor direndam dengan air panas agar pembuluh vena mengalami dilatasi dan ditusuk dengan menggunakan jarum pada bagian pembuluh venanya.Pada saat pemberian obat pada mencit dan tikus hendaknya menggunakan jarum yang tajam agar tidak kesulitan pada saat proses menusukkan ke bagian tubuh hewan. Karena jika menggunakan jarum yang tumpul akan lebih menyakiti hewan percobaan.

VII. Kesimpulan Hewan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit dan tikus dengan karakteristik untuk mencit yaitu penakut, fotofobik, cenderung berkumpul dengan sesamanya, mudah ditangani. Sedangkan karakteristik untuk tikus cukup sulit ditangani, galak, dan lebih agresif dari pada mencit. Pada dasarnya memperlakukan dan menangani semua hewan percobaan itu sama baik mencit, tikus, kelinci, ataupun marmot yaitu tidak menyakiti, bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan (kandang yang luas dengan suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya yang sesuai), bebas dari rasa nyeri dengan menggunakan analgesik/anestesi, dan dipelihara dengan baik. Hasil perhitungan konversi dosis mencit dan tikus dalam percobaan ini adalah peroral mencit 1 = 1,82 mg/ 28 gram BB; mencit 2 = 1,625 mg/ 25 gram BB; tikus = 7,65 mg/ 170 gram BB. Sedangkan untuk intraperitonial mencit 1 = 0,182 mg/ 28 gram BB; mencit 2 = 0,1625 mg/ 25 gram BB; tikus = 0,765 mg/ 170 gram BB. Hasil perhitungan volume pemberian peroral pada percobaan ini adalah mencit 1 = 0,364 ml; mencit 2 = 0,325 ml; tikus = 1,53 ml. sedangkan untuk intraperitonial mencit 1 = 0,364 ml; mencit 2 = 0,325 ml; tikus = 1,53 ml.

VIII. Daftar PustakaAndriani,Anisa. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia). Bali: Universitas UdayanaDirjen POM. 1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta. Departemen Kesehatan RIGan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI.(http://hannahanipeh.blogspot.com/2013/10/laporan-praktikum-biologi-perilaku-hewanuji.html)(http://dindamaritoo.blogspot.com/)(http://alfinharjuno.blogspot.com/2011/02/taksonomi-tikus.html/)(http://nutritionandhalalfood.blogspot.com/2012/01/anatomi-dan-fisiologi-tikus.html)Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Muliani,Hirawati.2011.Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).Semarang: UNDIPNazir M. 1988. Metode Penelitian Edisi ke-3. Jakarta : Ghalia Indonesia.Rauf,Afrisusnawati.2014.Penuntun praktikum anatomi fisiologi manusia. Makassar:UINRaven, P. 2005. Atlas Anatomi. Jakarta : Djambatan.Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta: YudistiraWidyaningrum,trianik.dkk.2008. Pengaruh dosis ekstrak air kangkung (Ipomoea reptans poir.) Terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin mencit (Mus musculus).Solo:UNS