farkol 1 & 6

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Dalam pengelolaan penderita, ketepatan cara pemberian obat bisa menjadi faktor penentu keberhasilan suatu pengobatan, karena cepat lambatnya obat sampai ditempat kerjanya (site of action) sangat tergantung pada cara pemberian obat. Dari berbagai cara pemberian obat seorang dokter harus memilih suatu pengobatan yang sesuai dan aman bagi pasiennya. Dengan Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut: a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

Upload: sahabatfaruq

Post on 28-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: farkol 1 & 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,

farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Dalam pengelolaan penderita,

ketepatan cara pemberian obat bisa menjadi faktor penentu keberhasilan suatu

pengobatan, karena cepat lambatnya obat sampai ditempat kerjanya (site of

action) sangat tergantung pada cara pemberian obat. Dari berbagai cara

pemberian obat seorang dokter harus memilih suatu pengobatan yang sesuai

dan aman bagi pasiennya. Dengan Memilih rute penggunaan obat tergantung

dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu

mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:

a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik

b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya

lama

c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus

d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter

f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui

bermacam-macam rute

g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.

Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab

rute pemberian obat dizepam pada mencit. Adapun yang melatar belakangi

pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute

pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama

kali pada pemberian obat diazepam secara oral, subkutan, intraperitonel,

intravena, dan intramuskular serta mengetahui onset dan durasi pada masing-

masing rute pemberian obat.

Page 2: farkol 1 & 6

B. Tujuan

1. Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian

obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi

sebagai tolok ukurnya.

2. Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.

C. Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat dari saluran

cerna?

2. Bagaimana pengaruh rute pemberian obat terhadap absorbsi obat diazepam

terhadap mencit ?

3. Apa saja keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara pemberian

obat?

4. Bagaimana mekanisme terjadinya efek sedatif dan apa bedanya dengan

efek anastesis?

5. Apa saja cara uji daya sedatif yang lain berikut alat-alat yang di gunaka

Page 3: farkol 1 & 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam

darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran

cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Farmakologi

dan Terapi edisi revisi 5, 2008)

Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier

absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua

membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua membran sel

ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar dapat melintasi

membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah

terlebih dulu larut dalam air). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang

kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai

model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu,

antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai

dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh,

serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.

(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula

diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah

berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil)

serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan

atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan

penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang

memegangnya. (Katzung, B.G, 1989).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal

(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,

subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-

beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri,

Page 4: farkol 1 & 6

intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung

masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara

pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui

kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas

farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan

akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.

( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk

kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau

kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2,

yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008).

1.      Jalur Enternal

Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),

seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.

Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak

digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian

dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak

dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan.

Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga

alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan

jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan

emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.

2.      Jalur Parenteral

Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah

transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam

trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat

melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal. Tabel 1

merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, dan kerugiannya.

Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian dari Masing-masing Jalur Pemberian

Obat.

Page 5: farkol 1 & 6

Dskripsi Keuntunagn Kerugian

Aerosal

Partikel halus atau

tetesan yang dihirup

Langsung masuk ke

paru-paru

Irtasi pada mukosa paru-

paru atau saluran

pernafasan, memerlukan

alat khusus, pasien harus

sadar.

Bukal

Obat diletakkan

diantara pipi dengan

gusi

Obat diabsorpsi

menembus membran

Tidak sukar, tidak

perlu steril, dan

efeknya cepat

Tidak dapat untuk obat

yang rasanya tidak enak,

dapat terjadi iritasi di mulut,

pasien harus sadar, dan

hanya bermanfaat untuk

obat yang sangat non polar

Inhalasi

Obat bentuk gas

diinhalasi

Pemberian dapat

terus menerus

walaupun pasien

tidak sadar

Hanya berguna untuk obat

yang dapat berbentuk gas

pada suhu kamar, dapat

terjadi iritasi saluran

pernafasan

Intramuskular

Obat dimasukkan

kedalam vena

Absorbsi cepat,

dapat di berikan

pada pasien sadar

atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit,

dapat terjadi infeksi di

tempat injeksi

Intravena

Obat dimasukkan ke

dalam vena

Obat cepat masuk

dan bioavailabilitas

100%

Perlu prosedur steriil, sakit,

dapat terjadi iritasi di

tempat injeksi, resiko

terjadi kadar obat yang

tinggi kalau diberikan

terlalu cepat.

Oral

Obat ditelan dan

Mudah, ekonomis,

tidak perlu steril

Rasa yang tidak enak dapat

mengurangi kepatuhan,

Page 6: farkol 1 & 6

diabsorpsi di

lambung atau usus

halus

kemungkinan dapat

menimbulkan iritasi usus

dan lambung, menginduksi

mual dan pasien harus

dalam keadaan sadar. Obat

dapat mengalami

metabolisme lintas pertama

dan absorbsi dapat

tergganggu dengan adanya

makanan

Subkutan

Obat diinjeksikan

dibawah kulit

Pasien dapat dalam

kondisi sadar atau

tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit

dapat terjadi iritasi lokal di

tempat injeksi

Sublingual

Obat terlarut

dibawah lidah dan

diabsorpsi

menembus membran

Mudah, tidak perlu

steril dan obat cepat

masuk ke sirkulasi

sistemik

Tidak dapat untuk obat

yang rasanya tidak

ennak,dapat terjadi iritasi di

mulut, pasien harus sadar,

dan hanya bermanfaat untuk

obat yang sangat larut

lemak

Transdermal

Obat diabsorpsi

menembus kulit

Obat dapat

menembus kulit

secara kontinyu,

tidak perlu steril,

obat dapat langsung

ke pembuluh darah

Hanya efektif untuk zat

yang sangat larut lemak,

iritasi lokal dapat terjadi

(Priyanto, 2008)

Peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang

kesehatan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan akan hewan uji terutama

mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan relatif mudah dalam penggunaanya,

Page 7: farkol 1 & 6

ukurannya yang relatif kecil, harganya relatif murah, jumlahnya peranakannya

banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor, hewan iotu memiliki

sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki

kemampuan untuk muntah karena memiliki katup dilambung. Sehingga banyak

digunakan untuk penelitian obat (Priyanto, 2008).

Perbedaan antara tikus dan manusia cukup besar. Memang suatu

percobaan farmakologi maupun toksikologi hanya dapat berarti bila dilakukan

pada manusia sendiri. Tetapi pengalaman telah membuktikan bahwa hasil

percobaan farmakologi pada hewan coba dapat diekstrapolasikan pada manusia

bila beberapa spesies hewan pengujian menunjukkan efek farmakologi yang sama.

(Anonim,2007)

Ditinjau dari system pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, dimana

factor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat /

karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan yaitu:

1.      Hewan Liar

2.      Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara

terbuka

3.      Hewan yang bebas kuman spesifik pathogen, yaitu hewan yang

dipelihara dengan system barrier ataut ertutup

4.      Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang

dipelihara dengan system isolator (Sulaksono,M.E.,1992).

Semankin meningkat cara pemliharaan, semakin sempuran pula hasil

percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan

dengan hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan

hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman.

( Sulaksono,M.E.,1992).

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus

molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on.

Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang

tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagi

kedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

Page 8: farkol 1 & 6

Benzodiazepin ultra short-acting

Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.

Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.

Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24

jam. Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.

Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.

Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.

Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal,

dalam berbagai dosis sediaan.

Efek samping

Yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk.

Yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition.

Mekanisme kerja

Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan

neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat

dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di

hipokampus dan dalam otak kecil.

Indikasi

Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul

seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran,

kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat

mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang

otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang

dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

Kontra indikasi

Page 9: farkol 1 & 6

HipersensitivitasSensitivitas silang dengan benzodiazepin

lainPasien koma Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya Nyeri berat tak

terkendali Glaukoma sudut sempit Kehamilan atau laktasi Diketahui

intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi).

DOSIS & RUTE

Antiansietas, Antikonvulsan.

PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas

lambat sekali sehari.

PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.

IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.

Pra-kardioversi

IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.

Pra-endoskopi

IV (Dewasa) : sampai 20 mg.

IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.

Status Epileptikus

IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg,

program pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya

digunakan bila rute IV tidak tersedia).

IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang

tiap 2-4 jam.

IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai

maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.

Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).

Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.

Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.

Relaksasi Otot Skelet

PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas

lambat satu kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien

yang sangat lemah.

Page 10: farkol 1 & 6

IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah)

dapat diulang dalam 2-4 jam.Putus Alkohol

PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5

mg 3-4 kali sehari.

IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai

keperluan (Laurent C. Galichet, 2005).

Page 11: farkol 1 & 6

BAB III

METODELOGI

I. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Spuit injeksi (0,1-2

ml), Jarum sonde, Labu ukur 10 ml, Stop watch, Timbangan tikus,

Neraca analitik dan Alat-alat gelas.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aquabidest,

Phenobarbital, Hewan coba ( tikus ), Kapas dan Alkohol.

II. CARA KERJA

- Konversi dosis

- Konsentrasi larutan stok obat

- Volume Phenobarbital yang akan

diberikan

- Dimasukkan melalui mulut dengan

jarum tumpul

Disiapkan semua peralatan yang dibutuhkan

Ditimbang bobot badan tikus

Dilakukan perhitungan

Diberikan Phenobarbital pada hewan uji

Oral

Data

Page 12: farkol 1 & 6

- Dimasukkan sampai dibawah kulit

pada tengkuk hewan uji

- Disuntikkan ke dalam otot daerah

paha dengan jarum suntik

- Disuntikkan ke dalam rongga perut

- Dimasukkan ke vena lateralis pada

ekor hewan uji

Subkutan

Intramuskular

Intraperitoneal

Intravena

Diamati dan dicatat dengan seksama waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai dengan kembalinya reflek balik badan tikus

Dihitung onset dan durasi waktu tidur Phenobarbital

Hasil

Page 13: farkol 1 & 6

III. Perhitungan dan Hasil Percobaan

A. Perhitungan

1. Per oral

Berat Tablet : 178mg

Bobot tikus : 175 gr

Dosis Tablet : 3 mg

Dosis Konversi : Faktor Konversi x Dosis Tablet

0,018 x 10 mg = 0,18mg / 200 gr BB tikus

Kons. Larutan Stok : Dosis Konversi = 0,18 mg

2 x Volume Maks 2 x 5

= 0,018 mg/ml

Bobot yang diambil : V. Larutan Stok x Berat Tablet

Dosis Manusia

= 0,018 mg/ml x 178 mg

2 mg

= 1,62 mg x 25ml = 40,05mg/ml

Ad 25 ml

Volume Pemberian : BB tikus / 100 gr x 1/ 2 x V. Maks

175 gr / 100 gr x 1/ 2 x 5 ml = 4,4 ml

2. Intravena

Bobot tikus : 177 gr

Dosis Konversi : Faktor Konversi x Dosis Tablet

Page 14: farkol 1 & 6

0,018 x 10 mg = 0,18 mg / 200 gr BB tikus

Kons. Larutan Stok : Dosis Konversi = 0,18mg =

2 x Volume Maks 2 x 1ml

= 0,09 mg/ml

V1 x M1 = V2 x M2

10ml x 0,09mg/ml = V2 x 5 mg/ml

V1 = 0,18 ml ad 10 ml

Volume Pemberian : BB tikus / 100 gr x 1/ 2 x V. Maks

= 177 gr / 100 gr x 1/ 2 x 5 ml = 4,425 ml

3. Intraperitoneal

Bobot tikus : 120 gr

Dosis Konversi : Faktor Konversi x Dosis Tablet

0,018 x 10 mg = 0,18 mg / 200 gr BB tikus

Kons. Larutan Stok : Dosis Konversi = 0,18 mg

Volume Maks 2 x 5

= 0,018 mg/ml

V1 x M1 = V2 x M2

25 x 0,018 = V2 x 5

V2 = 0,00 ml ad 25 ml

Page 15: farkol 1 & 6

Volume Pemberian : BB tikus / 100 gr x 1/ 2 x V. Maks

120/100 x 1/2 x 5 = 3 ml

= 2,75 ml

4. Subcutan (SC)

Dosis Konversi = Faktor Konversi X Dosis Obat

= 0,018 x 10 mg

= 0,18 mg

Larutan Stok = Dosis Konversi

2 xV max

= 0,18 mg2 x5 ml

=0,018 mg /ml

V pemberian = BB tikus100 mg

X 12

V max

= 130 mg100 mg

X 12

x 5

= 3,25ml

Larutan sediaan diazepam = 10 mg2 ml

= 5 mg /ml

Pengeceran

V1 . M1 = V2 . M2

25 . 0,018 = V2 .5

V2 = 0,09 ml ad 25 ml

5. Intra Muskular (IM)

Dosis Konversi = Faktor Konversi X Dosis Obat

Page 16: farkol 1 & 6

= 0,018 x 10 mg

=0,18 mg /200 gr tikus

Larutan Stok = Dosis Konversi

2 xV max

= 0,18 mg

2 x 0,1 ml

=0,9 mg /ml

V pemberian = BB tikus100 mg

X 12

V max

= 150 mg100 mg

X 12

x 0,1

= 0,075ml

Pengeceran

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,9 = V2 .5

V2 = 1,8 ml ad 10 ml

B. Hasil percobaan

P O I V I P I M S C

OnsetMenit

ke 25

Menit

ke 10

Menit

ke 20

Menit

ke 10

Menit

ke 12

Durasi20

menit

>90

menit

40

menit

35

menit

35

menit

Page 17: farkol 1 & 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktikan, dan

membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsi obat

diazepam terhadap hewan uji ( mencit ). Masing-masing cara pemberian memiliki

keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa obat mungkin efektif jika

diberikan dengan cara tertentu namun kurang efektif dengan cara lain. Perbedaan

ini akan berefek pada kecepatan absorbsi yang berpengaruh pada efektifitas obat.

Dalam praktikum ini di lakukan 5 cara pemberian obat yaitu peroral, intravena,

intamuskular, subkutan dan intraperitoneal.

Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang sesuai

adalah sebagai berikut:

Cara/bentuk sediaan parenteral

a. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke

dalam vena, “onset of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %,

baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara

lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya

(t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).

b. Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan

dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan

dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian

memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada

besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel,

semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002).

Page 18: farkol 1 & 6

c. Subkutan (SC) (“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan

suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas

permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi

pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat

dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim

yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes,

2002).

d. Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat efek obat setempat

pada selaput otak atau sumbu serebrospinal, seperti pengobatan

infeksi SSP yang akut) (Anonim, 1995).

e. Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya

(Anonim, 1995).

Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum

dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak

faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita,

interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989).

Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Dan faktor-

faktor yang memepengaruhi absorpsi obat antara lain :

faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat adalah :

a. rute pemberian

b. letak posisi kurva

c. bentuk sediaan

d. Dosis

e. ukuran partikel

Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan,

sedangkan yang lainnya tidak (Ansel, 1989).

Dalam setiap cara pemberian obat memiliki keuntungan dan kerurian

diantaranya:

a. Cara Pemberian Obat Intravena

Page 19: farkol 1 & 6

Keuntungan Cepat mencapai konsentarsi Dosis tepat Mudah mentitrasi

dosis Kerugian Konsentrasi awal tinggi toksik Invasiv, risiko infeksi

Memrlukan keahlian.

b. Cara Pemberian Obat Intravena Memerlukan persiapan karena : Daya larut

obat yang jelek (solubility), memerlukan zat pelarut, sehingga kecepatan

pemberian berhubungan dengan toksisiti (rate-ralated-toxicity).

c. Cara Pemberian Obat Intravemuskuler

Keuntungan Tidak diperlukan keahlian khusus Dapat dipakai untuk

pemberian obat larut dalam minyak Absorbsi cepat obat larut dalam air.

Kerugian Rasa sakit Tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah

(clotting time). Bioavibilitas berfariasi. Obat dapat menggumpal pada

lokasi penyuntikan.

d. Cara Pemberian Obat Subkutan

Keuntungan Diperlukan latihan sederhana Absorbsi cepat obat larut dalam

air Mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.

Kerugian Rasa sakit dan kerusakan kulit Tidak dapat dipakai jika volume

obat besar Bioavibilitas berfariasi, sesuai lokasi.

e. Cara Pemberian Obat Oral

Keuntungan Tidak diperlukan latihan khusus Nyaman

(penyimpanan,muda dibawa) Non-invasiv, lebih aman Ekonomis.

Dalam pratikum ini di lakukan cara kerja sebagai barikut :

Pertama-tama hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus

melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar

nantinya mencit tersebut lebih mudah untuk dipegang. Jangan justru membuat

mencit stres, membuatnya berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Kedua

Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui cara oral, intravena,

subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Namun pada praktikum ini kita

hanya melakukan percobaan pemberian obat diazepam dengan cara peroral,

intravena dan intraperitoneal. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut

masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar

Page 20: farkol 1 & 6

tidak membahayakan bagi hewan uji. Kedua, pemberian obat dilakukan dengan

cara intravena yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena

lateralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk

kepembuluh darah). Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui

tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keempat dengan

cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang

digunakan karena rentan menyebabkan infeksi). Yang kelima atau yang terkhir

adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah

yang berotot seperti paha atau lengan atas.

Dosis obat yang diberikan yaitu 10 mg/kgBB hewan uji. Untuk stock

larutan, pada per oral, intravena, intraperitoneal, intramuskular dan subkutan

menggunakan larutan 0,018mg/ml. Untuk volume injeksi untuk oral, intravena,

intraperitoneal, subkutan, dan intramuscular secara berturut-turut adalah 4,4ml;

4,425 ml; 3 ml; 3,25ml dan 0,075 ml. Perhitungan volume injeksi yang diberikan

berdasarkan berat badan tiap hewan uji sehingga diperoleh hasil yang berbeda.

Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan durasi

yang berbeda. Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian

obat. Durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang. Dari

pengamatan kelompok I, berdasarkan onsetnya, injeksi dengan cara intramuscular

memiliki waktu yang tercepat dan yang paling lambat adalah injeksi dengan

pemberian oral.

Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang

berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Cara pemberian per oral memiliki

onset yang paling lama karena pada per oral senyawa obat memerlukan proses

absorbsi, setelah obat masuk mulut akan masuk lambung melewati kerongkongan.

Di dalam lambung obat mengalami ionisasi kemudian diabsorbsi oleh dinding

lambung masuk kedalam peredaran darah, sehingga membutuhkan waktu lebih

lama untuk berefek. Sedangkan secara intraperitonial memiliki onset paling

pendek karena rongga perut banyak terdapat pembuluh darah dan tidak ada faktor

penghambat sehingga dengan segera akan menimbulkan efek. Pada subcutan

Page 21: farkol 1 & 6

melalui bawah kulit di mana obat harus melalui lapisan- lapisan kulit baru masuk

ke pembuluh kapiler bawah kulit, sehingga onset yang dihasilkan lebih lama dari

kedua cara lainnya (Anief, 1990).

Sedangakan durasi dipengaruhi oleh kadar obat dalam darah dalam waktu

tertentu. Pada per oral didapatkan durasi terpendek, disebabkan karena per oral

melewati banyak fase seperti perombakan dihati menjadi aktif dan tidak aktif.

Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat akan turun sehingga obat yang

berikatan dengan reseptor akan turun dan durasinya pendek. Sedangkan pada

pemberian secara intraperitonial obat dengan kadar tinggi akan berikatan dengan

reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi efek yang dihasilkan durasinya

cepat karena setelah itu tidak ada obat yang berikatan lagi dengan reseptor. Pada

sub cutan memiliki durasi yang lama, hal ini disebabkan karena obat akan

tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit sehingga secara perlahan- lahan

baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama. Cara pemberian obat yang baik,

bila onset yang dihasilkan cepat dan durasi dalam obat lama (Anief, 1990).

Menurut Ansel (1986), dengan adanya variasi onset dan durasi dari tiap-

tiap cara pemberian dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:

1. Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat

bervariasi yang meliputi produksi enzim, berat badan dan luas

dinding usus, serta proses absorbsi pada saluran cerna.

2. Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan

banyaknya volume pemberian luminal pada hewan uji.

Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana

hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan

absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan

absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya misalnya lengkap atau tidaknya

obat yang berikatan dengan reseptor dan apakah ada faktor penghambatnya.  Cara

pemberian obat yang ideal adalah obat dengan onset cepat dan durasi panjang.

(Ansel, 1986).

Page 22: farkol 1 & 6

Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek

mulai obat itu diberikan. Didapatkan hasil onset yang terpendek adalah intravena

> intraperitonial > intra muscular > subcutan > dan per oral.

Cara pemberian peroral memiliki onset yang paling lama karena pada

peroral senyawa obat memerlukan proses absorbsi, setelah obat masuk mulut akan

masuk lambung melewati kerongkongan. Didalam lambung obat mengalami

ionisasi kemudian diabsorbsi oleh dinding lambung masuk kedalam peredaran

darah, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk berefek. Sedangkan secara

subcutan melalui bawah kulit di mana obat harus melalui lapisan- lapisan kulit

baru masuk ke pembuluh kapiler bawah kulit, sehingga onset yang dihasilkan

lebih lama dari intra muscular. Intra muscular memiliki onset terpendek setelah ip

dan iv karena obat yang disuntikkan melalui jaringan otot dan akan terdistribusi

ke pembuluh darah melalui otot pula , intraperitonial memiliki onset lebih pendek

dari ip karena rongga perut banyak terdapat pembuluh darah dan tidak ada factor

penghambat sehingga dengan segera akan menimbulkan efek. sedangkan pada

intravena memiki onset paling pendek soalnya Biasanya tidak mengalami absorpsi

terlebih dahulu, tetapi pemberianya langsung kedalam pembulu darahnya,

sehingga kadar atau efek dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.

Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek

sampai efek hilang. Didapatkan hasil durasi yang terpendek adalah per oral,

intraperitonial, intra muscular, dan subcutan. Durasi sipengaruhi oleh kadar obat

dalam darah dalam waktu tertentu. Pada peroral didapatkan durasi terpendek,

disebabkan karena per oral melewati banyak fase seperti perombakan dihati

menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat

akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan

durasinya pendek. Sedangkan pada pemberian secara intraperitonial obat dengan

kadar tinggi akan berikatan dengan reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi

efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu tidak ada obat yang

berikatan lagi dengan reseptor. Pada sub cutan memiliki durasi yang lama, hal ini

Page 23: farkol 1 & 6

disebabkan karena obat akan tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit

sehingga secara perlahan- lahan baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama.

Cara pemberian yang tidak diberikan kepada manusia adalah secara

intraperitonial, karena akan menyebabkan infeksi dan perlekatan peritoneum. Bila

infeksi membesar akan terjadi adhesi yaitu terbentuknya jaringan fibrin yang

disebabkan luka dari jaringan tubuh. Cara pemberian obat yang baik, bila onset

yang dihasilkan cepat dan durasi dalam obat lama.

Mekanisme terjadinya efek sedatif pada mencin setelah di berikan

diazepam yaitu :

Mekanisme terjadinya efek sedative

Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan

bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan

disertai hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik

seringkali diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan

penekan Sistem Saraf Pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas

fungsional) dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf pusat.

Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan

pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok

psikoleptika yang mencakup obat obat yang menekan atau menghambat sisem

sarafpusat.

Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan

menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari

banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya

antikolinergika.

Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan dalam

dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan

efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan

pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan

kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini

lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan.

Page 24: farkol 1 & 6

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik

diperuntukkan untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika

menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam

mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat

tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya. (Drs. Tan Hoan Tjay

dan Drs. Kirana Rahardja, 2002)

Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada

sedasi, hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan

dosis. Depresi sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan

karakteristik dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan

untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis

yang tinggi, obat sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan

vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian.

(BertramG. Katzung, 2002).

Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah

sedasi, dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih

rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi

kesadaran. Sedatif terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan

dosis dapat menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat

tinggi, obat-obat sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai

contoh adalah barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan

untuk menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal).

Penggolongan obat yang bekerja dengan mekanisme penekanan sistem saraf

pusat dilihat berdaasrkan efek terapeutiknya adalah:

1. Depresan sistem saraf pusat umum

Efek dari obat ini bersifat mendepresi secara ridak selektif pada struktur sinaptik,

termasuk pada jaringan prasinaptik dan pasca sinaptik. Penggunaan obat

golongan depresi sistem saraf pusat umum ini menstabilkan membran neuron

dengan cara mendepresi struktur dari pasca sinaps, selain itu juga dengan

mengurangi jumlah transmitter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaps.

2. Rangsang sistem saraf pusat umum

Page 25: farkol 1 & 6

Obat golongan ini juga bekerja secara tidak selektif, seperti pada obat depresi

umum, namun terdapat perbedaan mekanisme kerja dari obat golongan ini. Cara

kerjanya dalam tubuh melalui salah satu tahap, yaitu dengan mengurangi

hambatanpada pasca sinaps atau mengeksitasi neuron secara langsung. Proses

terjadinya eksitasi dari neuron secara langsung dapat dicapai dengan

mendepolarisasi atau mengurangi kepolaran dari sel prasinaps. Cara lain adalah

dengan meningkatkan pelepasan prasinaps akan transmitter, selain itu juga dapat

dilakukan dengan menurunkan waktu paruh dari sinaptik.

3. Obat sistem saraf pusat selektif

Obat dari golongan in bekerja secara selektif dan efektif untuk suatu hal saja.

Penggunaan obat golongan ini biasanya untuk depresan dan juga sebagai

perangsang. Mekanisme kerjanya dapat melalui beberapa cara seperti dalam

pengobatan anti kejang, pelemas otot-otot yang bekerja sentral, secara analgetik

dan obat psikofarmakologi.

Sedangakan pada efek anestesia adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit)

disertai atau tidak disertai hilangnya kesadaran

PENGGOLONGAN :

Anestetik umum adalah obat yang dapat menimbulkan anetesia atau

norkosa, yakni suatu keadaan depresi umum dari pelbagai pusat di SSP yang

bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga

agak mirip keadaan pingsan.

Anastesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada

penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan

dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rsa nyeri, gatal-gata, rasa panas

atau dingin.

MEKANISME KERJA ANESTETIKA UMUM

Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anestetika umum di

bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat

Page 26: farkol 1 & 6

stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps

dan dengan demikian mengakibatkan anesthesia.

Selain dengan cara uji daya sedatif yang dapat di lakukan selain

menggunakan pengujian di atas rotarot antara lain :

1. Traction Test

Hewan uji digantungkan pada traction test secara horizontal, hewan

abnormal memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan

bahkan akan terjatuh.

2. Fireplace Test

Hewan uji diletakkan dalam tabung kaca, hewan normal akan berusaha

keluar dari tabung dalam waktu 30 detik, sedangkan hewan yang telah

diberi obat sedatif lebih dari 30 detik.

KESIMPULAN

a) Perlakuan dan Penanganan tikus dan mencit dapat dilakukan secara baik

dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

kondisi hewan uji coba tersebut.

b) Karakter mencit cenderung penakut dan lebih suka berkumpul dengan

sesama. Pergerakannnya lebih banyak dibandingkan dengan tikus dan

lebih susah ditangani ketimbang tikus.

c)  Karakter tikus lebih mudah ditangani dibandingkan mencit karena minim

pergerakan, namun apabila tikus tersebut diperlakukan secara kasar,

biasanya akan menyerang si pemegang.

d)  Praktikum kali ini rute pemberian obat dilakukan dengan :

a.   Per oral : melalui dengan bantuan jarum sonde

b.   Subkutan : injeksi dimasukkan sampai kebawah kulit pada tengkuk

c.    Intramuskular : injeksi melalui otot pangkal paha

Page 27: farkol 1 & 6

d.    Intraperitoneal : injeksi melalui kedalam ronnga perut ( tidak sampai

masuk ke usus).

Obat yang memiliki efek sedatif-hipnosis mempunyai efek utama sebagai

obat penenang dengan cara meghilangkan kecemasan dan menyebabkan

timbulnya kantuk.

Obat fenobarbital yang merupakan golongan obat barbituriat yang

berkhasiat memberikan efek sedatif pada hewan uji .

Fenobarbital mempunyai efek sedatif, karena dapat menimbulkan efek

sedasi pada hewan uji, ditunjukan dengan terjadinya aktifitas motorik dan

ketajaman kognitif.

Daftar Pustaka

Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di

Klinik dan Perawatan , Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta.

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi , Edisi IV . Balai

Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi , Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta

Holck, H.G.O., 1959, Laboratory Guide in Pharmacology , Burgess Publishing Company : Minnesotta, 1-3

Katzung BG.2004. Farmakologi Dasar dan klinik Buku 2. Edisi 8. Jakarta:

SalembaMedika

Laurent C. Galichet, 2005, Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons 3rd

Edition (Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.

Levine, R.R., 1978, Pharmacology : Drug actions and Reactions, 2nd edition, little, Brown & company, Boston.

Priyanto, 2008. Martindale.The Complete Drugs Reference 35th Edition

(Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.

Page 28: farkol 1 & 6

Rosenfeld GC, Loose DS. 2007. Pharmacology. 4 th edition . USA:

Lippincott Williams &Walkins;

Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal , Airlangga Press, Surabaya.

Sulaksono. 1992, Pharmacotherapy Handbook 6th Edition (Electronic

Version), Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia,

Jakarta.