fakultas sastra dan seni rupa universitas …/potensi... · selaras dan seimbang dengan nafas hidup...
TRANSCRIPT
1
POTENSI WISATA RELIGIUS DI VIHARA BUDDHAGAYA
WATUGONG SEMARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya
pada Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Oleh :
Dewi Kartikawati
C.9407009
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan rangkaian lebih dari 13.000 pulau yang sangat
srategis di antara benua Asia dan Australia serta di antara samudra Indonesia
dan samudra Pasifik. Oleh karena itu Indonesia merupakan salah satu negara
yng mempunyai banyak sumber daya alam, terdapat banyak suku bangsa yang
berbeda-beda, kemajemukan peradaban kepercayaan dan kebudayaan yang
sebagaimana kekayaan ini bisa menjadi obyek dan daya tarik dalam dunia
kepariwisataan yang kemudian dapat dikembangkan dalam industri pariwisata.
Dalam pengembangan pariwisata yang merupakan sektor andalan
berpotensi umtuk meningkatkan devisa negara, mendorong pertumbuhan
ekonomi bangsa, memberdayakan perekonomian masyarakat serta menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya bangsa.
Pariwisata pada hakekatnya berlandaskan pada keindahan alam, flora,
fauna, air laut khatulistiwa yang hangat sepanjang masa, kebudayaan multi-
etnis, adat-istiadat, busana dan makanan, way of live yang ramah, situs dengan
benda-benda sejarah purbakala dan sebagainya. (Nyoman S. Pendit,2005:51)
Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang lengkap di dunia ini,
telah mengadakan perhubungan dengan berbagai negeri tetangga. Salah
satunya adalah hubungan dagang dan ahli teknologi serta sastra budaya yang
selaras dan seimbang dengan nafas hidup masyarakat nusantara.
1
3
Dunia usaha dan pariwisata sebagai motor utama penggerak
perekonomian di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah yang dapat
dikembangkan secara luas dan mendalam. Jawa Tengah merupakan pangsa
pasar yang sangat potensial dan dinamis. Potensi pariwisata yang beragam
baik wisata alam, budaya, religi maupun sejarah. Demikian juga dengan kota
Semarang yang merupakan ibu kota Jawa Tengah penduduknya sangat
heterogan, terdiri dari campuran etnis Jawa, Cina, Arab dan keturunannya.
Juga etnis lain dari beberapa daerah di Indonesia yang datang ke Semarang
untuk berusaha, menuntut ilmu maupun menetap di Semarang. Kendati
warganya sangat heterogen, namun sosial masyarakat kota Semarang sangat
damai. Toleransi kehidupan umat beragama sangat dijunjung tinggi.
Kota Semarang merupakan kota yang beraktivitas padat, maka
penduduk terutama Kota Semarang sering merasa kejenuhan dengan
kehidupan sehari-hari. Maka untuk menghilangkan rasa kejenuhan tersebut
adalah dengan berwisata Biasanya, setelah berwisata akan merasa segar dan
siap untuk kembali menekuni aktivitas sehari-hari. Namun, sebenarnya dapat
memperoleh manfaat lebih dengan melakukan rekreasi. Melalui wisata religi,
selain menyegarkan pikiran, juga dapat menambah wawasan bahkan
mempertebal keyakinan kita kepada Sang Pencipta.
Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang
memiliki makna khusus bagi umat beragama, biasanya berupa tempat ibadah
yang memiliki kelebihan. Kelebihan ini misalnya dilihat dari sisi sejarah,
4
adanya mitos dan legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan
keunggulan arsitektur bangunannya.
Potensi wisata religi di negara kita sangatlah besar. Hal ini
dikarenakan sejak dulu Indonesia dikenal sebagai negara religius. Banyak
bangunan atau tempat bersejarah yang memiliki arti khusus bagi umat
beragama. Selain itu, besarnya jumlah penduduk Indonesia, dimana hampir
semuanya adalah umat beragama, merupakan sebuah potensi tersendiri bagi
berkembangnya wisata religi.
Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang selain sebagat
kota perdagangan juga menjadi kota pariwisata. Pariwisata di kota Semarang
meliputi beberapa jenis wisata di antaranya wisata sejarah, wisata budaya,
wisata alam, wisata kuliner dan wisata religi. Wisata religi di Kota Semarang
meliputi Masjid Agung Jawa Tengah, bangunannya meneladani prinsip gugus
model kluster dari Nabawi di madinah. Gereja Blenduk, gereja pertama kali di
semarang karena kubahnya yanga seperti irisan bola sehingga orang
mengatakan “Mblenduk”. Klenteng Gedung Batu (Sam Poo Kong) dibangun
oleh seorang bernama Sam Poo Tay Djien dalam lawatanya ke Semarang,
klenteng ini memberikan inspirasi bagi berkembangnya berbagai leganda
mengenai semarang. Vihara BuddhaGaya Watugong, yang merupakan
komplek dari suatu vihara dan pembangunannya dilatarbelakangi oleh
kebutuhan dan kehidupan buddha di Indonesia.
Pada saat itulah Buddha Dhamma ikut mengukir sejarah
perkembangan agama buddha yang sebagaimana dapat kita jumpai dari
5
peninggalan bangunan yang tersebar seperti Candi Mendut, Candi Borobudur
yang menjadi kebanggaan riwayat buddha. Namun sayang, sumbangsih
peradaban buddha pada nusantara Indonesia “tertidur pulas” maka praktis
tidak ada lagi kegiatan religius bernuansa budhia selama beratus tahun
kemudian. Indonesia menggunakan semboyan “Mitreka Satata” yang berarti
“Persahabatan dengan dasar saling menghormati”, khususnya untuk dapat
mengadakan kerjasama yang menguntungkan dengan para penguasa
Indonesia. Semboyan tersebut mampu menempatkan nusantara diperhitungkan
oleh konstelasi politik berbagai negara di asia tenggara.
Vihara Buddhagaya Watugong yang terletak di JI Perintis
Kemerdekaan Semarang tepatnya di depan Makodam IV/ Diponegoro
Semarang. Vihara ini menempati lahan seluas 2,3 ha. Peresmian Vihara
Buddhagaya ini dilakukan secara bertahap mulai dari bangunan utama sampai
bangunan pendukung/fasilitas lainnya. Yang jelas Pagoda Avalokitesvara atau
yang lebih dikenal dengan Pagoda Kwan Im dibangun tahun 2004 dan
diresmikan tanggal 14 juli 2005, tetapi ada bangunan utama lain yang lebih
dahulu dibangun sekitar tahun 2002 yaitu Dhammasala.
Komplek Vihara Buddhagaya Watugong tersebut terdiri dari 2
bangunan induk utama dan beberapa bangunan lain. Banguna induk utama
adslah Pagoda Avalokitesvara yang mempunyai nilai artistik tinggi, dengan
tinggi bangunan 45 meter. Vihara tersebut ditetapkan sebagai pagoda tertinggi
di Indonesia. Di dalamnya terdapat patung Dewi Kwan Shem Im Po Sat
dengan tinggi 5 meter. Sedangkan Dhammasala terdiri dari 2 lantai yang mana
6
lantai dasar digunakan sebagai ruang aula serbaguna untuk kegiatan
pertemuan dan lantai atas digunakan untuk upacara keagamaan yang terdapat
patung Sang Buddha Duduku. Vihara ini salah satu kebanggaan bagi warga
Kota Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umummnya.
Dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata. Pada mulanya Vihara
Buddhagaya hanya digunakan sebagai tempat ibadah. Dengan melihat
arsitektur bangunan yang sangat kental dengan etnik Tiongkok Cina dan
Thailand. Semua ini merupakan potensi wisata yang dapat diandalkan dan
dikembangkan menjadi dearah tujuan wisata. Melalui POTENSI WISATA
RELIGIUS DI VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG SEMARANG.
B. PERUMUSAN MASALAH
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian
ini yaitu:
1. Mengapa Vihara Buddhagaya Watugong dibangun di Desa Pudak Payung
Semarang?
2. Potensi apa saja yang dikembangkan untuk dijadikan obyek dan daya tarik
wisata ?
3. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan obyek wisata di Vihara
Buddhagaya Watugong Semarang?
7
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui munculnya Vihara Buddhagaya Watugong dibangun di
Desa Pudak Payung Semarang.
2. Untuk mengetahui potensi apa saja yang dapat dikembangkan untuk
dijadikan obyek dan daya tarik wisata.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengembangan obyek
wisata di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
D. MANFAAT PENELITIAN
Di dalam mengadakan suatu penelitian sudah pasti ingin mendapatkan
sesuatu manfaat yang berguna bagi penulis bagi obyek itu sendiri maupun
bagi akademik.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca pada umumnya dan
mahasiswa UPW pada khususnya serta menghasilkan lulusan yang
professional di bidang pariwisata.
b. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dengan
keadaan yang sebenarnya yang berada di lapangan.
2. Manfaat Praktis
Sebagai upaya pengenalan obyek wisata kepada pembaca dan
usaha dalam menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk
datang mengunjungi obyek wisata Vihara Buddhagaya Watugong serta
8
mengetahui sejarah perkembangan vihara tersebut sehingga dapat
dikembangkan secara optimal sebagai potensi pariwisata.
E. KAJIAN PUSTAKA
Dalam buku Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana yang ditulis
oleh Nyoman S. Pendit tahun 2003 telah dibahas berhubungan dengan istilah
pariwisata yang terlahir dari bahasa Sanskerta dengan kompnen-
komponennya yang terdiri dari, Pari : penuh, lengkap, komunitas. Wis (man):
rumah, property, kampung, komunitas. Ata: pergi, terus menerus,
mengembara Kemudian yang dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah
pariwisata, berarti : pergi secara lengkap meninggalkan rumah (kampung)
berkeliling terus menerus. Istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing
“tourism” atau “travel” diberi nama oleh pemerintah Indonesia: “Mereka yang
meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah
ditempat-tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka.
(Nyoman S.Pendit, 2003:1)
Dalam UU No.10/2009 kepariwisataan didefinisikan keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
miltidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara
serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setampat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
Secara umum kepariwisataan adalah semua kegiatan dan urusan yang
kaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan dam pengawasan pariwisata baik
9
dilakukan pemerintah maupun masyarakat. Secara khusus pariwisata adalah
segala yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan obyek dan daya
tariknya serta usaha dengan penyelenggaraan pariwisata
Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal disuatu negara
tanpa memandang kewarganegaraan, berkunjung ke suatu tempat pada negara
yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya
dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut ini :
a. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, pendidikan,
keagamaan, kesehatan dan olahraga.
b. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga
Darmawisata adalah pengunjung sementara yang menetap kurang dari
24 jam di Negara yang dikunjungi.
Pengertian “wisatawan” tercantum dalam instruksi Presiden RI No. 9
tahun 1969, yaitu setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk
berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu.
Untuk tujuan praktisnya Departemen pariwisata menggunakan definisi
“wisatawan” sebagai berikut wisatawan bisa saja adalah setiap orang yang
melakukan perjalanan dan menetap ditempat lain selain tempat tinggalnya,
untuk salah satu atau beberapa alasan, selain mencari pekerjaan (Happy
Marpaung, 2002:36-37)
Menurut Nyoman S. Pendit dalam bukunya berjudul Ilmu Pariwisata
Sebuah Pengantar Perdana tahun 2003 telah dibahas berkaitan dengan
bentuk-bentuk pariwisata yang dapat dibedakan menjadi :
10
a. Menurut asal wisatawan
Pertama-tama perlu diketahui apakah wisatawan berasal dari dalam atau
luar negeri kalau asalnya dari dalam negeri berarti maka disebut pariwisata
domestik, sedangkan kalau ia datang dari luar negeri disebut pariwisata
internasional.
b. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayarannya
Kategori wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang asing.
Pemasukan valuta asing ini berarti memberi dampak positif terhadap
neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjunginya yang ini
disebut pariwisata aktif. Sedangkan kepergian orang warga negara ke luar
negeri memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran luar
negerinya, disebut pariwisata pasif.
c. Menurut jangka waktu
Kedatangan seorang wisatawan disuatu tempat/negara diperhitungkan pula
waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan.
d. Menurut jumlah wisatawan
Perbedaan ini diperhitungkan dalam jumlah wisatawan yang datang sendiri
/rombongan. Maka timbulah istilah-istilah pariwisata tinggal dan
rombongan.
e. Menurut alat angkut yang digunakan
Dilihat dari segi penggunaan alat pengangkutan yang dipergunakan untuk
seorang wisatawan. Maka dapat dikategorikan menjadi pariwisata udara,
laut, atau darat.
11
Selain itu juga Nyoman S. Pendit membahas berkenaan dengan jenis
pariwisata antara lain :
a. Wisata Budaya
Ini dimaksudkan agar perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan
untuk memperluas pandangan hidup seorang dengan jalan mengadakan
kunjungan/peninjauan ke tempat lain/keluar negeri. Mempelajari keadaan
rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup, budaya dan seni
mereka.
b. Wisata kesehatan
Hal ini dimaksudkan perjalanan seorang wisatawan dengan tersebut untuk
menemukan keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal
demi kepentingan kesehatan baginya dalam arti jasmani dan rohani,
dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas
mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang
mempunyai ikllim udara menyehatkan/tempat yang menyediakan fasilitas-
fasilitas kesehatan lainnya.
c. Wisata konvensi
Wisata yang dekat dengan wisata politik adalah wisata konvensi. Bagai
negara dewasa ini membangun wisata konvensi dengan menyediakan
fasilitas bangunan ruangan dan suatu konferensi, musyawarah, konvensi
dan pertemuan lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasional.
12
d. Wisata Pertanian
Wisata pertanian adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan
keproyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembimbitan dan
sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan
dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat lihat keliling sambil
menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan
berbagai jenis sayur mayur dan palawija disekitar perkebunan.
e. Wisata Maritim (Marina) atau Bahari
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga air, lebih-lebih
di danau, bengawan, pantai, teluk, atau laut lepas seperti memancing,
berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, berkeliling melihat-
lihat taman laut dengan pemandangan indah dibawah permukaan air.
f. Wisata Pilgrim
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan sejarah, agama, adat
istiadat dan kepercayaan umat/kelompok dalam masyarakat. Wisata
pilgrim banyak dilakukan oleh perorangan/rombongan ke tempat-tempat
suci, makam-makam orang besar/pimpinan yang diagungkan ,
bukit/gunung yang dianggap keramat. Tempat pemukiman tokoh/pimpinan
sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ini banyak dihubungkan
dengan niat/hasrat sang wisatawan. Untuk memperoleh restu, kekuatan
batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk memperoleh berkah
kekayaan melimpah.
13
g. Wisata Petualangan
Seperti masuk hutan belantara yang tadinya belum pernah dijelajahi penuh
binatang buas, mendaki tebing teramat terjal, terjun ke dalam sungai yang
sangat curam, arum jeram disungai yang arusnya liar masuk goa penuh
misteri dan sebagainya.
Dalam buku Istilah-istilah dunia pariwisata oleh Damardjati tahun
2001 telah diuraikan pengertian potensi. Potensi pariwisata merupakan segala
hal dan keadaan baik nyata dan dapat diraba maupun yang tidak teraba, yang
digarap, diatur dan disediakan sedemikian rupa sehingga dapat
bermanfaat/dimanfaatkan/diwujudkan sebagai kemampuan, faktor dan unsur
yang diperlukan /menentukan bagi usaha dan pengembangan kepariwisataan
baik itun berupa suasana, kejadian, benda maupun layanan/jasa-jasa.
(Damardjati 2001:128)
Dalam Kamus Pariwisata dan Perhotelan ditulis oleh Kodhya,Ramaini
tahun 1992 analisis diartikan penguraian suatu pokok menjadi bagian-
bagiannya dan penelaahan suatu bagian secara tersendiri serta hubungan
antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti
keseluruhan.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia edisi kedua tahun 1989, wihara
diartikan biara yang didiami oleh para biksu (umat budha).
Vihara adalah tempat ibadah agama budha, kata vihara berasal dari
bahasa Pali (bahasa India Kuno) yang berarti tempat tinggal atau tempat puja
bhakti. Vihara juga dijabarkan sebagai kompleks yang terdiri dari :
14
1. Dhammasala adalah tempat puja bhakti, upacara keagamaan dan
pembabaran Dhamma (ajaran Sang Buddha). Di tempat ini umat budha
melakukan puja bhakti, upacara keagamaan dan mendengarkan pembabran
Dhamma yang disampaikan dan dipimpin oleh para bhiksu, pandita dan
dhammaduta (umat yang menyampaikan dhamma). Tempat ini merupakan
tempat utama vihara yang bersifat umum.
2. Uposathagara adalah gedung tempat uposatha (persamuan para bhiku),
yang berfungsi sebagai tempat pentabisan bhikku, tempat upagara resmi
keagamaan, pembacaan patimokka, yaitu 227 peraturan kebhikkuan yang
dilakukan setiap bulan gelap (tidak ada bulan) dan bulan terang (bulan
purnama), penyelesaian pelanggaran bhikku dan penentuan hak kathina
dan sebagai tempat meditasi bersama umat Budha. Tempat ini bersifat
tidak untuk umum hanya untuk para bhikku, samanera dan pandita saja
meskipun tidak ada larangan untuk umat secara langsung.
3. Kuthi adalah tempat tinggal para bhikku, bhikkuni (bhikku wanita),
samanera (calon bhikku) dan samneri (calon bhikkuni).
(http://diglib.petra.ac.id 8 april 2010.)
F. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Vihara Buddhagaya Watugong
terletak di depan Makodam IV Diponegoro Semarang, yang beralamatkan
di Jalan Perintis kemerdekaan km 14 di Desa Pudak Payung Kecamatan
15
Banyumanik Kota Semarang. Dibuka untuk umum setiap hari. Dari pusat
Kota Semarang memerlukan waktu 45 menit. Dalam perjalanan dari
Semarang menuju Solo atau Jogjakarta di kiri jalan sebelum Kota
Ungaran, kita dapat melihat Vihara Buddhagaya Watugong.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan penelitian ini untuk mendapatkan data yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka disini penulis
mengumpulkan data dengan teknik pengumpulan data sebagai :
a. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan sebenarnya
dengan usaha yang disengaja untuk memperoleh dan mengatur tanpa
memanipulasi. Dalam hal ini langsung ke objek wisata Vihara
Buddhagaya watugong pada tanggal 16 februari - 5 april 2010 untuk
mengamati keadaan sekitar obyek penelitian sehingga dapat diperoleh
data yang akurat. Antara lain mengenai sejarah vihara, bentuk
bangunan, kegiatan yang ada di vihara dan lain sebagainya yang
berhubumgan dengan vihara tersebut.
b. Wawancara
Teknik pengunpulan data dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung oleh pewawancara mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan objek wisata tersebut. (Kusmayadi, Endar
Sugiarto.2000:150).
16
Dalam hal ini wawancara dilakukan penulis dengan narasumber
yaitu orang-orang yang benar-benar tahu tentang sejarah dan
perkembangan Vihara Buddhagaya ini. Narasumber tersebut adalah :
1. Pak Wahyudi Agus sebagai Wakil sekretaris Vihara Buddhagaya
Watugong Semarang.
2. Pak Edi sebagai petugas yang menjelaskan mengenai sejarah
Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
3. Pak Dharma sebagai Petugas perpustakaan Vihara Budhagaya
Watugong Semarang.
4. Ibu Ratna sebagai petugas bagian pemasaran di Disbudpar Kota
Semarang
c. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah mengumpulkan data dengan
memanfaatkan dokumen yang ada. (Kusmayadi dan Endar Sugiarto
2000: 85) Dalam studi dokumen ini penulis memperoleh data secara
langsung dari tempat penelitian meliputi : laporan kegiatan tahun 2008
dan 2009 Vihara Buddhagaya Watugong, foto-foto dan data-data yang
relevan di Vihara Buddhagaya Watugong.
d. Studi Pustaka.
Untuk menunjang data dalam pengembangan karya tulis ini,
penulis lakukan dengan membaca dan mempelajari sumber dari buku
referensi DIII UPW, perpustakaan pusat, booklet, karya tulis dan
17
sumber lainnya yang sehingga diperoleh data yang mendukung
penelitian di Vihara Budhagaya Watugong tersebut.
3. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa diskriftif yaitu
penelitian yang mendiskripsikan atau menggambarkan, melukiskan
fenomena yang diteliti dengan sistematis, aktual dan akurat. Penelitian ini
tidak selalu mambutuhkan hipotesis, demikian pula dengan perlakuan atau
memanipulasi terhadap variabel-variabel penelitian. (Kusmayadi, Endar
Sugiarto 2000 :59)
Data yang telah dikumpulkan dari wawancara dan observasi.
Kemudian data dianalisis maka dapat dibuat kesimpulan sebagai hasil
pernelitian.
G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian
dan sistematika penilisan.
Bab II Gambaran umum Kota Semarang yang antara lain dari
sejarah Kota Semarang, keadaan geografi dan demografi Kota Semarang,
potensi obyek wisata di Kota Semarang.
Bab III Potensi Vihara BuddhaGaya Watugong sebagai obyak
wisata religidan sejarah. Yang berisi sejarah vihara, organisasi vihara, potensi
dan daya tarik vihara, aktivitas yang dilakukan pengunjung di vihara, potensi
dan daya tarik vihara yang dilihat dari pendekatan 4A dan 1P, laporan
18
junjungan tahun 2005-2009 Vihara Buddhagaya Watugong, rencana
pembangunan dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan vihara,
Bab IV Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG
A. SEJARAH KOTA SEMARANG
Semarang sebagai kota raya dan lbu kota Jawa Tengah, memiliki sejarah
yang panjang. Mulanya dari dataran lumpur, kemudian berkembang pesat menjadi
lingkungan maju dan menampakkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota
besar, ia menyerap banyak pendatang. Mereka menetap, kemudian mencari
penghidupan di Kota Semarang sampai akhir hayatnya. Lalu susul menyusul
kehidupan generasi berikutnya. Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak
bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang,
meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat Disuatu tempat yang kemudian
bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan
agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela
kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang),
sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.
(http://www.semarang.co.id 14 februari 2010)
Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan
gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh
putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan Arang, daerah
Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga
menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan
18
20
daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat
dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi
dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad
SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei
1547 masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal tersebut
"secara adat dan politis berdirilah kota Semarang".
Masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan
kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun masa itu tidak dapat
berlangsung lama karena sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan
Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. la
meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju
arah selatan melewati Salatiga dan Boyolali, akhirnya sampai ke sebuah bukit
bernama Jabalekat di daerah Klaten. (http ://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Di daerah Klaten, beliau menjadi seorang penyiar agama Islam dan
menyatukan daerah Jawa Tengah bagian Selatan dan bergelar Sunan Tembayat.
Beliau wafat pada tahun 1553 M dan dimakamkan di puncak Gunung Jabalekat.
Sesudah Bupati Pandan Arang mengundurkan diri lalu diganti oleh Raden Ketib,
Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III (1553-1586), kemudian disusul pengganti
berikutnya yaitu Mas R.Tumenggung Tambi (1657-1659), Mas Tumenggung
Wongsorejo (1659 - 1666), Mas Tumenggung Prawiroprojo (1966-1670), Mas
Tumenggung Alap-alap (1670-1674), Kyai Mertonoyo, Kyai Tumenggung.
Yudonegoro atau Kyai Adipati Suromenggolo (1674 -1701), R.Maotoyudo atau
R.Summmgrat (1743-1751), Marmowijoyo atau Sumowijoyo atau Sumonegoro atau
21
Surohadmienggolo (1751-1773), Surohadimenggolo IV (1773-?), Adipati
Surohadimenggolo V atau kanjeng Terboyo (?), Raden Tumenggung Surohadiningrat
(?-1841), Putro Surohadimenggolo (1841-1855), Mas Ngabehi Reksonegoro (1855-
1860), RTP Suryokusurno (1860-1887), RTP Reksodirjo (1887-1891), RMTA
Purbaningrat (1891-?), Raden Cokrodipuro (?-1927), RM Soebiyono (1897-1927), RM
Amin Suyitno (1927-1942), RMAA Sukarman Mertohadinegoro (1942-1945), R.
Soediyono Taruna Kusumo (1945-1945), hanya berlangsung satu bulan, M.
Soemardjito Priyohadisubroto (tahun 1946, 1949 - 1952 yaitu masa Pemerintahan
Republik Indonesia) pada waktu Pemerintahan RIS yaitu pemerintahann federal
diangkat Bupati RM.Condronegoro hingga tahun 1949. Sesudah pengakuan
kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserah terimakan kepada M. Sumardjito.
M. Sumardjito digantikan oleh R. Oetoyo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya
sebagai Bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan
luar kota Semarang. Hal ini terjadi sebagai akibat perkembangnya Semarang sebagai
Kota Praja. (http ://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah
Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang
Burgemeester (Walikota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang
Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangnya pemerintahan pendudukan
Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang di
kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico)
yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintahan
daerah Kota Semarang belum dapat menjalankan tugasnya karena pendudukan
22
Belanda. Tahun 1946 lnggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada
pihak Belanda. Ini terjadi pada tangga l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu
muslihatnya, pihak Belanda menangkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang
sebelum proklamasi kemerdekaan. (http://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
Pada tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan
pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan balatentara Jepang yang
bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada Pasukan Republik. Perjuangan
tersebut dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari. Selama masa pendudukan
Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Namun para pejuang di
bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau
daerah pengungsian di luar kota sampai dengan bulan Desember 1948. Daerah
pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati,
Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan berturut-turut
dipegang oleh R.Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan
pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali
pemerintahan Gemeente seperti di masa kolonial dulu di bawah pimpinan RSlamet
Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus
menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. tanggal
I April 1950 Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan kepemimpinan
pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi
Kementrian Dalam Negeri di Yogyakarta. Mr. Koesoedibyono menyusun kembali
aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan. Sejak tahun 1945
para walikota yang memimpin kota besar Semarang yang kemudian menjadi Kota
23
Praja dan akhirnya menjadi Kota Semarang adalah sebagai berikut :
(http://www.semarang.co.id 14 Februari 2010)
1. Mr. Moch.lchsan
2. Mr. Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951)
3. RM. Hadisoebeno Sosrowardoyo ( 1 Juli 1951 - 1 Januari 1958)
4. Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat ( 7Januari 1958 - 1 Januari 1960)
5. RM Soebagyono Tjondrokoesoemo ( 1 Januari 1961 - 26 April 1964)
6. Mr. Wuryanto ( 25 April 1964 - 1 September 1966)
7. Letkol. Soeparno ( 1 September 1966 - 6 Maret 1967)
8. Letkol. R.Warsito Soegiarto ( 6 Maret 1967 - 2 Januari 1973)
9. Kolonel Hadijanto ( 2 Januari 1973 - 15 Januari 1980)
10. Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH ( 15 Januari 1980 - 19 Januari 1990)
11. Kolonel H.Soetrisno Suharto ( 19 Januari 1990 - 19 Januari 2000)
12. H. Sukawi Sutarip SH. ( 19 Januari 2000 – 19 Januari 2010)
13. Drs. H. Soemarmo Hadi saputro ( 19 Juli 2010-19 Juli 2015)
B. KEADAAN GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KOTA SEMARANG
1. Geografi
Kota Semarang terletak diantara 6051’ – 70 10’ LS dan 109050’ - 110035’
BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang, Sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Kendal, Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Demak, dan Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan
panjang gaaris pantai ± 13,6 km dan garis sempadan pantai 25 km (Bappeda
24
Kota Semarang). Daeraah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit yakni
sekitar 4 km dari garis pantai. Dataran rendah ini dikenal dengan sebutan Kota
Bawah. Di Kota Bawah hampir seluruh aktivitas ekonomi Kota Semarang
berlangsung, seperti, kawasan Simpang Lima yang terkenal dengan aktivitas
belanja dan kulinernya, atas kawasan Pandanaran dan Pemuda dengan gedung-
gedung perkantoran. Untuk daerah industri ditempatkan di pinggir baatas Kota
Kendal ataupun daerah Kaligawe yang berbatasan dengan Demak.
Kota Atas disebelah Selatan yang merupakan dataran tinggi. Di
beberapa titik Kota Atas dapat digunakan untuk melihat pemandangan Kota
Semarang seperti kawasan Gombel yang sudah sangat terkenal, karena
kelebihannya itu di Gombel pada malam hari sangat aktif dengan kegiatan
kulinernya yaitu beberapa restoran dan kafe kecil memanfaatkan pemandangan
Kota Semarang pada malam hari untuk disajikan pada tamu-tamunya
(www.geografi Kota Semarang.com 20 Februari 2010).
2. Demografi
Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2009 (data terbaru dari
BPS) sebesar 1.507.826 jiwa. Dengan jumlah tersebut Kota Semarang termasuk 5
besar Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah.
Jumlah penduduk pada tahun 2009 tersebut terdiri dari 725.183 penduduk laki-
laki dan 755.643 penduduk perempuan. Kecamatan yang paling padat
penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.470 orang per
km2, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 786 orang
per km2. Jumlah usia produktif cukup besar, mencapai 69.30% dari jumlah
25
penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas amat besar,
sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarik menanamkan
investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi. Belum lagi penduduk dari daerah
hinterlandnya. Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk
tersebut tersebar pada pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani,
pengusaha, pedagang, angkutan dan selebihnya pensiunan.
Dari aspek pendidikan dapat dilihat, bahwa rata-rata anak usia sekolah
di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun,
bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian
yang tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat
bahwa sejak tahun 2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dan 3 buta (buta
aksara, buta angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan komposisi struktur
pendidikan demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota Semarang,
apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama
didalam upaya peningkatan kesejahteraan. Tingkat kepadatan penduduk
memang belum merata. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan
penduduk rata-rata 1,43% /tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat
ditekan, setidaknya terkendali dan kesejahteraan umum segera terealisasi.
(www.demografi kota semarang.co.id 20 Februari 2010)
C. POTENSI OBYEK WISATA DI KOTA SEMARANG
Kota Semarang pada saat sekarang menjadi salah satu tujuan pariwisata,
baik domestik maupun mancanegara. Berbagai peninggalan yang ada di kota
26
semarang tidak lepas dari perjalanan sejarah yang panjang. Oleh sebab itu terdapat
berbagai macam potensi objek wisata yaitu diantaranya : 1.Obyek Wisata Alam
Wisata alam di Kota Semarang antara lain :
a. Goa Kreo
Goa Kreo adalah sebuah goa yang dipercaya sebagai petilasan Sunan
Kalijaga saat mencari kayu jati untuk membangun Masjid agung Demak.
Menurut legenda Sunan Kalijaga bertemu dengan sekawanan kera yang
kemudian disuruh menjaga kayu jati tersebut. Kata “Kreo” berasal dari kata
Mangrebo yang berarti peliharalaah atau jagalah. Kata inilah yang kemudian
menjadikan goa ini disebut Goa Kreo dan sejak itu kawanan kera yang
menghuni kawasan ini dianggap sebagai penunggu.
Selain menikmati pemandangan alam yang indah dan udara yang
sejuk serta bercanda dengan kera penunggu kawasan ini. Obyek wisata ini
terletak di Dukuh talunkacang, Kelurahan Kendi, Kecamatan Gunung Pati
kurang lebih 8 km dari Tugu Muda, dibuka untuk umum jam 08.30 sampai
dengan 18.00 WIB. Dan setiap tanggal 3 syawal diadakan upacara sesaji
Rewonda. (Disbudpar Kota Semarang 2009 : 4)
b. Pantai Marina
Merupakan taman rekreasi. Pantai yang dilengkapi dengan kolam
renang, sky air, speed boat, dan arena bermain anak-anaak. Dibuka setiap
hari pukul 06.00 selama 24 jam. Pantai Marina terletak di bagian utara kota
Semarang tepatnya di Jalan Yos Sudarso kurang lebih 4 km dari Tugu Muda,
27
bersebelahan dengan area PRPP dan Maerokoco. (Disbudpar Kota Semarang
2009 : 5)
c. Gardu Pandang Gombel
Taman yang berada di tanjakan Gombel ini dahulu dikenal dengan
Taman Tabanas sebagai daerah perbukitan, daerah ini lebih sejuk dari
Semarang bawah. Pengunjung / wisatawan bisa menikmati pemandangan
Kota Bawah dan terletak di Jl. Setiabudi berjarak kurang lebih 8 km dari Tugu
Muda. Terbuka untuk umum dan setiap saat. (Disbudpar Kota Semarang
2009 : 6)
1. Obyek Wisata Sejarah
Kota Semarang mempunyai berbagai macam wisata sejarah antara lain :
( www. wisata sejarah kota semarang.com. 27 juli 2010)
a. .Tugu Muda
Sebuah tugu berbentuk lilin tegak di tengah persimpangan Jl.
Sutomo, Jl. Pandanaran, Jl. Imam Bonjol. Tugu ini dibangun sebagai
monument untuk mengenang heroisme perjuangan Semarang dari tanggal
14 - 19 Oktober 1945. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Gubernur
Jawa Tengah Budiyono dan diresmikan oleh Presiden RI pertama Soekarno
pada tanggal 20 Mei 1953. Pada kaki monument terdapat relief yang
menggambarkan kesengsaraan raakyaat Indonesia di jaman penjajahan
Jepang seperti relief pertempuran, relief penyerangan, relief korban dan
relief kenangan.
28
b. Lawang Sewu
Terletak di komplek Tugu Muda, dahulu merupakan gedung megah
bergaya art deco, yang digunakan Belanda sebagai Kantor Pusat Kereta Api
(Trem), atau lebih dikenal dengan Nederlandsch Indische Spoorweg
Maschaappij (NIS). Bangunan karya Arsitek Belanda Prof. Jacob F.
Klinkhamer dan B.J Queendag menurut catatan sejarah dibangun tahun
1903. kemudian diresmikan pada tanggal 1 Juli 1907. masyarakat Semarang
lebih mengenal gedung ini dengan sebutan Gedung Lawang Sewu,
mengingat gedung ini memiliki jumlah pintu dalam jumlah banyak, yang
dalam bahasa jawa Lawang Sewu yaitu Lawang berarti pintu dan sewu
berarti seribu.
c. Kota Lama
Semarang telah menjadi strategis di wilayah pesisir utara pulau Jawa
sejak penjajahan Belanda sebagai Kota Perdagangan maupun Ibukota
Pemerintahan Kolonial Belanda. Peninggalan Belanda berupa gedung-
gedung tua di sudut kota masih tetap berdiri kokoh hingga sekarang.
Diantaranya ada yang difungsikan sebagai hotel, rumah tinggal dan
perkantoran perusahaan Jawatan. Kawasan Kota Lama telah direvitalisasi
dan dijadikan kawasan cagar budaya tidak terkena banjir dan rob air laut.
Di kawasan tersebut wisatawan dapat menyaksikan peninggalan
pusat perdagangan pada jaman dulu. Terletak di Jl. Letjen Soeprapto
kuraang lebih 3 km dari arah timut, dibuka untuk umum setiap hari.
d. Museum Ronggowarsito
29
Museum yang terletak di Jl. Abdurrahman Saleh ini merupakan
museum terlengkap di Semarang yang memiliki koleksi sejarah, alam,
arkeologi, kebudayaan, era pembangunaan dan wawasan nusantara.
Dengan nama yang diambil dari nama salah satu pujangga Indonesia, yang
terkenal dengan hasil karyanya dalam bidang filsafat dan kebudayaan,
museum ini menempati luas tanah 1,8 hektare, museum ini dibuka setiap
hari pukul 08.00 – 14 WIB. Berjarak kurang 3 km dari Tugu Muda. Dapat
dijangkau dengan transportasi umum maupun pribadi.
2. Obyek Wisata Religi
Selain sebagai kota wisata, Kota Semarang juga dikenal sebagai kota
religi. Oleh karena itu terdapat berbagai macam objek wisata religi antara lain :
a. Gereja Blenduk
Terletak di Jl. Letjen Soeprapto No. 32 merupakan bangunan yang
memiliki gaya arsitektur Phantheon didirikan pada tahun 1753 sebagai
gereja pertama di Semarang dan dipugar tahun 1894 oleh arsitek Belanda
bernama HPA de Wilde dan Westmaas. Disebut Gereja Blenduk karena
bentuk kubahnya yang seperti irisan bola, sehingga orang mengatakan
“mblenduk”. Bangunan berbentuk segi delapan beraturan (hexagonal)
dengan keunikan interiornya. Sebagai salah satu bangunan kuno di
lingkungan Kota Lama yang banyak dikunjungi wisatawan dan sampai
sekarang merupakan tempat ibadah. (Disbudpar Kota Semarang 2009: 13)
b. Masjid Agung Jawa Tengah
30
Masjid Agung Jawa Tengah bangunannya meneladani prinsip gugus
model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah. Bentuk penampilan
arsitekturnya merupakan gubahan baru yang mengambil model dari tradisi
para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada
bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi
dengan minaret runcing menjulang di keempat sisinya.
Masjid beserta fasilitas pendukungnya terletak di Jl. Gajah Raya,
Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari menempati tanah babad
Masjid Agung Semarang seluas 10 ha dan mampu menampung jemaah lebih
kurang 13.000 orang.
Di samping bangunan masjid disini juga dilengkapi fasilitas-fasilitas
yang lain seperti : ruang kantor, ruang kursus, dan pelatihan, ruang
perpustakaan, ruang akad nikah, dan auditorium. Dalam upaya penggalian
dana dalam kompleks juga dibangun galeri pertokoan, ruang kantor yang
disewakan, hotel dan toko cinderamata. (Disbudpar Kota Semarang 2009
:14)
a. Makam Ki Ageng Pandanaran
Ki Ageng Panandaran adalah Adipati Semarang yang pertama dan
tanggal diangkatnya beliau sebagai Adipati dijadikan hari jadi kota
Semarang. Dengan demikian beliau dianggap sebagai pelopor berdirinya
kota Semarang. Ki Ageng Pandan Arang atau Panandaran meninggal pada
tahun 1496. tempat ini banyak dikunjungi oleh peziarah terutama pada
acara Khol meninggalnya beliau setiap bulan Muharam setahun sekali.
31
Makam Ki Ageng Panandaran tersebut berada di Jalan Mugas Dalam 11/4,
kelurahan Mugasari kurang lebih 1 km dari Tugu Muda, dibuka untuk umum
setiap hari dan setiap saat. (Disbudpar Kota Semarang 2009 :16)
b. Klenteng Gedung Batu (Sam Poo Kong)
Dibangun oleh seorang Tiongkok bernama Sam Poo Djien dalam
lawatannya ke Semarang klenteng tersebut memberikan inspirasi bagi
berkembangnya berbagai legenda mengenai kota Semarang. Tiap tahun
baru bertepatan tanggal 29 lak Gwee penanggalan Tionghoa, diadakan
upacara ritual memperingati hari ulang tahun Sam Poo Tay Kak Sie Gong
Lombok menuju klenteng Sam Poo Kong. Terletak di jalan Simongan 129
kurang lebih 2 km dari Tugu Muda kea rah Barat Daya, dibuka untuk umum
setiap saat selama 24 jam penuh. ( Disbudpar Kota Semarang 2009 : 17)
c. Vihara Buddha Gaya
Setelah agama budha mengalami kemunduran selama beratus
tahun lamanya maka vihara ini pertama kali berdiri secara formal dan
terorganisasi di Indonesia setelah tenggelamnya agama Budha pada saat
kerajaan Majapahit yang didalamnya terdapat bangunan utama, Pagoda
Avalokitesvara merupakan bangunan indah terdiri dari 7 tingakat.
Sebelumnya di tempat tersebut hanya ada vihara kecil yang sudah berdiri
sejak 1955. kemudian pada tahun 2005 dibangunlah pagoda Avalokitesvara
yang rencana pembangunannya hanya membutuhkan waktu 8 bulan tetapi
karena menunggu barang-barang dan patung dari Cina penyelesaiannya
mundur menjadi 10 bulan. Pagoda ini mempunyai banyak keistimewaan
32
karena dari mulai genteng, aksesoris, relief tangga dari batu (9 naga), kolam
naga, lampu naga, air mancur, naga hingga patung burung Hong dari lilin,
seluruhnya diambil dari Cina. Terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan terbuka
untuk umum setiap hari. (Disbudpar Kota Semarang 2009 :17)
3. Obyek Wisata Budaya dan Seni
Bermacam - macam budaya yang ada di Kota Semarang dapat dilihat
dari upacara - upacara tradisional dan kesenian daerah antara lain :
(www.wisata budaya kota semarang.com 22 Februari 2010)
a. Puri Maerokoco
Sebuah obyek wisata yang berada di Jl. Yos Sudarso kurang labih 5
km dari Tugu Muda, satu komplek dengan PRPP. Sebagai Taman Mini Jawa
Tengah yang merangkum semua rumah adat yang disebut anjungan dari 35
Kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Di dalam rumah-rumah tersebut
digelar hasil untuk industri kerajinan yang diproduksi oleh masing-masing
daerah. Dibuka untuk umum jam 08.00 – 18.00 WIB. Dapat dijangkau
dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
b. Dugderan
Dugderan adalah sebuah acara yang menandai bahwa bulan puasa
telah datang, dulu dugderan merupakan sarana informasi Pemerintah kota
Semarang kepada masyarakatnya tentang datangnya bulan Ramadhan.
Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugderan,
33
diambil dari perpaduan bunyi dudug dan bunyi meriam yang mengikuti
kemudian diasumsikan dengan der.
Ciri khas acara tersebut adalah warak Ngendok sejenis binatang
rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi
warak ngendok dibuat dari kertas warna-warni. Acara ini dimulai jam 08.00
sampai magrib di hati yang sama juga diselenggarakan festival warak dan
Jipin Blantenan.
a. Gambang Semarang
Keseniaan gambang semarang merupakan perpaduan antara tari
dengan diiringi alat musik dari bilah-bilah kayu dan gamelan Jawa yang biasa
disebut “Gambang”. Muncul pada event-event tertentu : Festival Dugderan,
Festival Jajan Pasar, Gombang Semarang telah ada tahun 1930 dengan
bentuk paguyuban yang anggotanya terdiri dari pribumi dan peranakan Cina
dengan mengambil tempat pertunjukan di gedung pertemuan Bian Hian
Tiong di Gang Pinggir. Jenis alat musik yang dipakai adalah kendang, boning,
kempul, gong, suling, kecrek, gombang serta alat musik gesek. Disamping
musik ada penari dan penyanyi / vokalis.
4. Obyek Wisata Buatan dan Hiburan
Untuk lebih meningkatkan kunjungan wisatawan dan mengembangkan
berbagai maka dibuat obyek wisata buatan dan hiburan di Kota Semarang yang
antara lain : (Observasi wisata buatan Kota Semarang 22 Februari 2010)
a. Simpang Lima
34
Salah satu tempat yang menjadi ciri khas Kota Semarang adalah
Simpang Lima. Berkembangnya fungsi Simpang Lima menjadi alun-alun
merupakan saran Presiden Pertama RI yang menyarankan pengadaan alun-
alun di Semarang sebagai ganti dari Kanjengan (alun-alun lama).
Sebagai pusat kota, Simpang Lima juga merupakan pusat
perbelanjaan karena telah menjadi pusat pertokoan, banyak mall, dan pusat
akomodasi Simpang Lima merupakan tempat untuk upacara resmi dan juga
menjadi tempat berlangsungnya pertunjukan, tempat rekreasi, bahkan
sebagai pasar tiban pada waktu-waktu tertentu. Berbagai jenis makanan
baik makanan berat maupun makanan ringan dijual dengan gaya lesehan
mengambil tempat sekitar trotoar dan sekeliling alun-alun. Sementara itu
souvenir, aalat sekolah sampai alat rumah tangga, sandal, dll.
b. Taman Margasatwa Semarang
Taman Maargasatwa Wonosari Mongkong merupakan relokasi dari
kebun binatang Tinjomoyo. Sebagian besar satwa yang sebelumnya berada
di Tinjomoyo, telah dipindah ditempat tersebut. Tempat rekreasi tersebut
berada di pintu masuk kota semarang, tepatnya di Jalan Raya Semarang –
Kendal km 17. dibuka untuk umum, mulai jam 08.00 - 17.00 WIB.
Transportasi mudah karena berada di pinggir jalan raya.
c. Kampoeng Wisata Taman Lele
Obyek wisata tersebut dulu dikenal dengan Taman Lele. Di tempat
ini terdapat danau buatan yang dikelilingi gazebo, sepeda air, kolam renang
untuk anak, permainan anak, dan beberapa satwa peliharaan, seperti ular
35
phython, buaya dan berbagai jenis burung. Terletak di tepi jalan raya Tugu
kurang lebih 10 km dari Tugu Muda kearah barat, dibuka setiap hari pukul
08.00 – 10.00 WIB.
d. Taman Rekreasi Wonderia
Tempat rekreasi tersebut berada di Jl. Sriwijaya. Ditempat tersebut
terdapat beragam anjungan permaainan anak-anak seperti bom-bom car,
jet coaster, bianglala, rumah hantu, kereta mini, draimohen, dll. Bagi
kalangan remaja dan orang dewasa, dapat menikmati sajian live musik dari
berbagai aliran dan jenis.
5. Wisata Kuliner
Di Kota Semarang terdapat berbagai macam kuliner yang menjadi ciri
khas Kota Semarang, wisata kuliner tersebut adalah : (Disbudpar kota semarang
:27-32)
a. Pusat Oleh – oleh Kota Semarang
Masyarakat yang ingin membeli makanan dan oleh-oleh khas
Semarang bisa datang di sepanjang Jl. Pandanaran. Bagi para wisatawan
yang datang / melewati kota Semarang rasanya kurang lengkap jika tidak
mampir di Pusat Jajan Pandanaran untuk membeli oleh-oleh. Di tempat
tersebut tersedia Bandeng lunak, wingkobabat, lumpia, otak-otak, moci,
cinderamata dan aneka jajan lainnya. Oleh-oleh yang dijual ditoko–oko
sepanjang jalan Pandanaran selain dijamin higienis, kualitas terjaga dan
harga tercantum.
36
b. Lumpia
Lumpia terbuat dari rebung yang dibungkus dengan lembaran
tepung, biasa disajikan dengan digoreng lebih dahulu atau tanpa digoreng.
Lumpia selain berisi rebung dapat diisi dengan daging ayam atau sapi yang
dirajang kecil-kecil. Juga biasa disajikan dengan saos. Sebagai oleh-oleh,
makanan yang hanya dapat bertahan selama 1 hari, dapat dibeli di
sepanjang Jalan Pandanaran, Jl. Pemuda di depan Pasar Raya Sri Ratu atau
sepanjang jalan MT. Haryono.
c. Wingko Babat
Berasal dari kota Babat, Jawa Timur, makanan yang terbuat dari
bahan kelapa dan beras ketan kemudian menjadi makanan khas andalaan
Semarang. Seiring dengan perkembangan jaman wingko diberi citarasa yang
lebih beraneka ragam seperti coklat, durian, nangka, dan lain-lain. Makanan
ini dapat ddibeli di pusat jajanan tradisional di Jalan Pandanaran, Stasiun
Tawang, Stasiun Poncol dan pusat penjualan wingko Babat di Jalan
Cendrawasih.
d. Bandeng Presto
Bandeng Presto adalah ikan bandeng yang dimasak dengan panci
bertekanan tinggi biasanya disebut presto. Cara tersebut dilakukan untuk
membuat duri ikan bandeng tersebut menjadi lunak sehingga enak untuk
dimakan. Tempat penjualan bandeng presto tersebut juga menyediakan
yang dipepes, otak-otak, dipanggang ataaupun digoreng kremes. Untuk
bandeng presto biasa cara memasaknya cukup digoreng dengan memakai
37
minyak panas. Bandeng dengan kondisi tersebut dapat disimpan dalam
lemari pendingin dalam waktu yang cukup lama. Makanan tersebut dapat
diperoleh di pusat jajan tradisional di sepanjang jalan Pandanaran.
38
BAB III
POTENSI VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG
SEBAGAI OBYEK WISATA RELIGI DAN WISATA SEJARAH
A. Sejarah dan Latar belakang berdirinya Vihara Buddhagaya Watugong
Vihara buddhagaya Watugong merupakan suatu komplek bangunan religi
yang terletak di Desa Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Kota Semarang yang
mempunyai sejarah panjang hingga perkembangan yang besar pada saat ini.
Kurang lebih 500 tahun sesudah keruntuhan Kerajaan Majapahit, muncullah
berbagai kegiatan dan peristiwa yang menyadarkan berbagai kalangan penduduk
akan warisan luhur nenek moyang yaitu Buddha Dhamma agar dapat kembali
dipraktekkan oleh para pemeluknya. Usaha yang semula banyak digagas di zaman
Hindia-Belanda. Akhirnya harapan akan adanya orang yang mampu untuk
mengajarkan Buddha Dhamma pada para umat dapat terwujud dengan kehadiran
Bhikkhu Narada Thera dari Negeri Srilanka pada tahun 1934. Gayungpun
bersambut kehadiran Dharmmadutta Berjubah kuning dimanfaatkan umat dan
simpatisan untuk mengembangkan diskusi dan memohon pembabaran Dhamma
lebih luas lagi.
Puncaknya muncullah putra pertama Indonesia yang mengabdikan diri
secara penuh pada penyebaran Buddha Dhamma kembali, yakni pemuda Bogor
bernama The Boan An yang kemudian menjadi Bhikkhu Ashin Jinarakhita yang
ditahbiskan di Mahasi sasana yeikha, Rangoon, Burma, pada tanggal 23 januari
38
39
1954. Pada tahun 1955 Bhikku Ashin memimpin perayaan waisak 2549 di Candi
Borobudur, pada saat itu juga ada seorang hartawan yang menjadi tuan tanah
dari semarang yang bernama Boci Thawan Ling dengan latar belakang agama
Budha yang terkesan pada batinnya karena kepiawan dan kepribadian dari Bhikku
Ashin, maka Boci Thawan Ling menghibahkan dan mempersembahkan sebagian
tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat dan pengembangan Buddha
Dhamma. Tempat itulah yang kemudian diberi nama Vihara Buddhagaya dan pada
19 oktober 1955 didirikan yayasan Buddhagaya untuk menaungi aktivitas vihara.
Dari vihara inilah kemudian satu episode baru pengembangan Buddha Dhamma
berlanjut.
Mulai tahun 1955, Bhikkhu Ashin Jinarakhita sang pelopor kebangkitan
Buddha Dhamma di nusantara menetap di Vihara Buddhagaya Semarang. Banyak
sejarah besar beliau torehkan bersama Vihara Buddhagaya seperti Upasika
lndonesia saat perayaan Asidha pada bulan juli tahun 1955, menggagas perayaan
Buddha jayanti yang diperingati oleh umat Buddha diseluruh dunia tahun 1956,
penanaman pohon Buddhi pada tanggal 24 Mei 1956 dan pendirian Sima
Internasional pertama di KASAP (Belakang Makodam IV/ Diponegoro) untuk
penahbisan Bhikkhu.
Kemudian beberapa saat selama kurang lebih 8 tahun vihara ini sempat
terlantar, namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada.
Maka pada bulan pebruari 2001 dilakukan revitalisasi dan renovasi pada vihara ini
yang dimulai terlebih dahulu dengan pembangunan Gedung Dhammasala yang
diresmikan pada tanggal 3 november 2002 oleh gubenur Jawa Tengah yaitu
40
H.Mardiyanto. Selanjutnya dibangun pula bangunan yang lain yaitu Pagoda
Avalokitesvara pada bulan November 2004 dan diresmikan pada tanggal 14 juli
2005 oleh gubenur Jawa Tengah H.Mardiyanto. (Sumber brosur Vihara
Buddhagaya 2009)
B. Organisasi di Vihara Buddhagaya Watugong
Dalam memajukan dan mengembangkan vihara Buddhagaya ini sebagai
bangunan dan tempat yang berguna untuk semua kalangan, maka diperlukan
suatu pengelolaan yang bertanggung jawab dan benar. Pengelolaan tersebut
disusun dalam suatu organisasi sebagai berikut : (Yayasan Buddhagaya 2009 : 67)
41
Susunan Organisasi Budhagaya Watugong Semarang 2006-2011
Dewan Pembina
I. Bhikku Sri Pannavora, Mahathera II. Bhikku Jatidhamma, Mahathera
Dewan Pembina
I. Phandaya Wirosudama II. Dharmakusuma Setya Budi
III. Benny Harijanto Boediono, MBA
Dewan Pengurus
Ketua
Halim Wijaya
Sekretaris
Dra. Anny Kartikasari
Bendahara
Sri Hwanati Anggota
1. Gianto Hartono
2. Sutikno Kusyono
Wakil Ketua I
P. My. V. Sugiyanto, BC.Hk
Wakil Sekretaris
S.D Wahyudi Agus Riyanto
Wakil Bendahara
Seriono
Wakil Ketua II
Ir. Hermanto Pranaita Hutomo
42
C. Potensi dan Daya tarik wisata di Vihara Buddha Gaya Watugong
Potensi dan daya tarik wisata yang dimiliki Vihara Buddhagaya
Watugong ini terdiri dari 4 unsur yaitu : sejarah, religi, arsitektur dan wisata. Dari
unsur sejarah vihara ini merupakan vihara yang pertama kali berdiri pda tanggal
19 Oktober 1955 secara formal dan terorganisasi secara nasional setelah
keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M. Unsur religi sendiri secara
otomatis dilihat dari bangunan vihara itu sendiri sebagai tempat ibadah dan hal-
hal yang berhubungan dengan agama Buddha. Sedangkan untuk arsitektur di
kawasan Vihara Buddhagaya Watugong ini terdapat 2 bangunan utama yaitu
Pagoda Avalokitesvara yang berasal dari Tiongkok Cina dan Dhammasala berasal
dari Thailand dengan bentuk bangunan yang berbeda dan sangat mencolok.
Bangunan-bangunan di komplek vihara tersebut antara lain terdiri dari :
Dhammasala, Pagogda Avalokitesvara, Watugong, Plaza Borobudur, Kuti Meditasi,
Kuti Bhikku, Taman bacaan masyarakat, Buddha Parinibana, Abhaya Mudra dan
Pohon Bodhi. (Sumber brosur Vihara Budhagaya, wawancara dengan Dharma
petugas perpustakaan Vihara Buddhagaya, 23 Februari 2010)
`1. Dhammasala
Merupakan salah satu bangunan utama yang terletak di sisi
kanan dari vihara. Bangunan ini terdiri dari 2 lantai. Lantai bawah
sebagai ruang aula serbaguna yang luas dengan sebuah panggung di
43
depannya. Digunakan untuk kegiatan pertemuan. Bentuk bangunan ini
berasal dari Thailand.
Dhammasala (Doc. Pribadi 2010)
Di lantai atas terdapat patung Buddha Duduku yang mirip dengan yang
ada di Candi Mendut dengan tinggi 5 meter.
Dhammasala lantai atas (Doc. Pribadi 2010)
Lantai atas berfungsi sebagai tempat puja bhakti (ruang ibadah utama)
yang dapat menampung 1000 umat. Untuk menuju ke ruang bawah ke
44
ruang atas harus berputar dari luar karena tidak ada tangga
penghubung.
Dhammasala (Doc. Pribadi 2010)
Dan pada dinding luar bagian dalam terdapat relief “Paticcasamuppada”
(Hukum sebab akibat yang saling bergantungan). Hukum ini menjelaskan
terjadimya segala sesuatu bergantung keadaan yang mendahuluinya
antara lain :
1. Avijja : Kebodohan batin
2. Sankhara : Bentuk-bentuk karma
3. Pati sandhivinniana : Kesadaran
4. Nama dan rupa : Batin dan jasmani
5. Salayatana : Enam landasan indera
6. Phasa : Kontak
7. Vedana : Perasaan
8. Tanha : Nafsu keinginan
9. Upadana : Kemelekatan
45
10. Bhava : Terus menjadi tumbuh
11. Jati : Kelahiran
12. Jaramarana : Tua dan mati
Paticcasamuppada (Doc. Pribadi2010)
Dari keterangan dan penjelasan bangunan di atas, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan karena cukup berarti baik dari segi
arsitektur bangunan maupun fungsi bangunan tersebut seperti adanya
lambang tepat di depan pintu masuk dari bangunan ini yaitu rupa dari
seekor ayam memangsa ular, seekor ular memangsa singa, seekor singa
memangsa ayam, yang merupakan sifat buruk manusia di dalam
kehidupan ini. Dengan rupa ini yang menjadikan dasar dari kepercayaan
agama Buddha untuk dihapuskannya keserakahan manusia untuk hidup
bersama dalam kesederhanaan tanpa adanya sikap yang saling
menjatuhkan.
Daya tarik wisata dari potensi Gedung Dhammasala antara lain
dilihat dari bentuk bngunan yang berasal dari negara gajah putih yaitu
atap lancip dan dikelilingi bentuk ukiran yang berada di luar gedung.
46
Selain itu juga terdapat ssebuah patung Buddha Duduku yang mirip di
Candi Mendut dengan tinggi sekitar 5 meter dan terbuat dari kuningan.
Gedung tersebut tampak megah namun menyejukan hati ketika
pengunjung berada di dalamnya. Gedung Dhammasala tersebut menjadi
tempat penting tetapi bersifat umum karena menjadi tempat pelaksaan
hari besar keagamaan maupun kegiatan yang berkaitan dengan
pemerintah seperti: sebagai tempat pertemun organisasi Budha mulai
dari pertemuan area Semarang, Provinsi Jawa Tengah, nasional maupun
Internasional yang diadakan setiap tahun sesuai yang telah dijadwalkan
pihak pengelola Vihara Buddhagay Watugong. (Wawancara dengan Pak
Edi 21 Februari 2010 )
2. Pagoda Kwan Im / Pagoda Avalokitesvara
Merupakan bangunan utama yang lain yang terletak tepat
berada di jalan utama dari Vihara Buddhagaya Watugong. Bangunan ini
sebagai pagoda yang tertinggi di Indonesia. Bangunan ini sangat terkenal
dengan budaya Cina Tiongkok yang merupakan bangunan suci sebagai
perwujudan Metta Karuna (cinta kasih) para Buddha di alam semesta ini.
Pagoda yang memiliki tinggi 45 meter dan dibangun tujuh tingkat
dengan hampir semua konstruksi bangunannya terbuat dari beton. Di
bangunan ini banyak menggunakan latar warna merah yang dibawa dari
tradisi Tiongkok, yang menurut orang Tiongkok melambangkan
kebahagiaan. Pagoda ini masih merupakan perpaduan antara budhisme
dan agama asli Cina sehinnga disebut Tri Dharmma. Namun orientasinya
47
lebih tetap pada Buddha. (Observasi Vihara Buddhagaya Watugong 20
Februari 2010)
Pagoda avalokitesvara (Doc. Pribadi 2010)
Di pintu masuk pagoda juga terdapat suatu tempat yang menjual
perlengkapan ibadah, cindera mata, bebera makanan dan minuman
ringan. Selain itu, dua gazebo besar tepat mengapit di samping kanan-
kirinya yang nantinya digunakan sebagai tambur dan lonceng, yang
menjadi salah satu adat kelengkapan pagoda).
48
Gazebo (Doc. Pribadi 2010)
Bangunan indah ini terdiri dari 7 tingkat yang menjadi “kediaman”
dari sekitar 30 patung pemujaan. Didalamnya terdapat sebuah rupa
Avalokitesvara Boddhisatva yang tingginya 5 meter yang berukuran
raksasa mendiami rongga tengahnya yang menjulang tinggi, dikelilingi
gunungan buah-buahan dan bunga sebagai persembahan
Avalokitesvara Bodhisatva (Doc. Pribadi 2010)
Di luar terdapat 4 buah patung Dewi Kwan Im dan 1 patung
Panglima We Po. Patung tersebut mempunyai makna yang berbeda-
beda setiap patungnya. Patung Dewi yang membawa bunga teratai
dipercayai sebagai tempat doa untuk diberikan jodoh. Patung Dewi
dengan anak perempuan ditujukan untuk pendoa ingin punya anak
perempuan sama dengan patung keberadaan Dewi dengan anak laki-
laki, ada 1 lagi patung Dewi untuk pendoa ingin mempunyai umur
panjang. Dan terdapat juga patung Panglima We Po sebagai pelindung
keselamatan sekaligus penjaga pagoda itu.
49
Bentuk bangunan pagoda sendiri terdiri dari 6 susun diatas
dindingnya melingkari meliputi 8 sisi yang disebut Pat Kwa. Tiap-tiap sisi
luar dindingnya ada 1 Patung Dewi Kwan I mini dengan telapak tangan
kanan tersebut terbuka dan menghadap ke depan ini menjelaskan Dewi
Kwan Im tengah memberi restu keselamatan bagi umat manusia. Dan
letaknyapun disesuaikan dengan arah mata angin yang bertujuan agar
Dewi selalu menebarkan cinta kasih serta dapat bisa menjaga Kota
Semarang dari segala mata arah. Secara keseluruhan jumlah patung di
pagoda ini 30 buah.
Pagoda ini mulai dibangun pada bulan Agustus 2004. Kemudian
dibangunlah Pagoda Avalokitesvara yang rencana pembangunannya
hanya membutuhkan waktu 8 bulan tetapi karena menunggu barang-
barang dan patung dari Cina penyelesaiannya mundur menjadi 10 bulan
maka pagoda ini diresmikan pada tanggal 14 juli 2005. Pagoda ini
mempunyai banyak keistimewaan Karena mulai genteng, aksesoris,
relief tangga dari batu (9 naga), kolam naga, lampu naga, air mancur
naga hingga patung burung hong dan lilin. Bangunan ini memiliki seni
arsitektur yang sangat tinggi ini merupakan salah satu kebanggaan
warga kota Semarang, karena saat ini pengunjung Vihara Buddhagaya
tidak hanya umat Buddha saja, tetapi juga umat agama lain untuk
dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata religi.
Terdapat beberapa daya tarik dari Pagoda Avalokitesvara yang
merupakan ciri khas negara Cina yaitu bangunan yang mempunyai unsur
50
warna merah. Di pagoda tersebut juga terdapat beberapa ornamen yang
berasal dari Cina langsung. Sehingga pengunjung yang berada di dalam
pagoda tersebut seolah-olah berada di negera Cina. Wisatawan yang
melihat pagoda tersebut tidak hanya melihta kemegahannya saja, tetapi
merekaakan mengingat pesan Metta Karuna
Selain 2 bangunan utama tersebut terdapat beberapa bangunan dan fasilitas yang
lain yang menjadi sarana pendukung berkembangnya vihara ini yang antara lain :
1. Watugong
Merupakan batu alam asli yang berbentuk gong yang digunakan
sebagai nama khawasan di sekitar vihara sejak dahulu . Batu ini
merupakan lambang sebagai tempat yang pertama kali sebelum
berdirinya vihara ini, juga sebagai peninggaalan setelah keruntuhan
Kerajaan Majapahit. Batu alam ini terletak tepat di depan pos security.
Batu tersebut unik karena secara langsung berbentuk gong tanpa
rekayasa tangan manusia.
Watugong (Doc. Pribadi 2010)
51
2. Plaza Borobudur
Merupakan area terbuka yang berbentuk mandala borobudur berfungsi
sebagai tempat puja bhakti di ruang terbuka. Terletak di samping kiri
Gedung Dhammasala / tepat di tengah Vihara Buddhagaya Watugong.
Plasa Borobudur (Doc. Pribadi 2010
3. Kuti Meditasi
Kuti Meditasi terdapat tepat di belakang dhammasala. Berfungsi
untuk tempat tinggal sementara para yogi (peserta latihan meditasi).
Saat ini terdapat delapan kuti meditasi. Meditasi ini sering disebut
Meditasi Mengenal Diri. Para peserta meditasi ini tidak hanya umat
budha saja, tetapi terbuka untuk umum yang berkeinginan mengikuti
meditasi ini. Para peserta pun tidak hanya berasal dari semarang saja
tetapi dari seluruh kota di Indonesia.
Daya tarik kuti meditasi tersebut merupakan bangunan yang
tepat untuk tempat penenangan batin, selain tempat yang asri di kuti ini
menggambarkan suatu ketenangan. Banyak pohon rindang dan tampak
52
bangunan sederhana. Kuti ini melambangkan dengan hidup
kesederhanaan maka ketenangan hidup dapat dirasakan.
Kuti Meditasi ( Doc. Pribadi 2010 )
4. Kuti Bhikku
Merupakan tempat tinggal bhikku sementara, yang didesain sedarhana.
Tempat tersebut tempat yang tidak boleh dikunjungi masyarakat dan
umat Buddha. Karena bhiku adalah murid tidak boleh sembarang orang
keluar masuk tempat tersebut. Kuti ini terletak tepat di samping kuti
meditasi.
53
Kuti Bhikku (Doc. Pribadi 2010)
5. Taman Bacaan Masyarakat
Memiliki koleksi berbagai macam buku, baik Buddhis maupun
umum. Terbuka untuk masyarakat yang ingin melakukann studi tentang
Buddhisme. Sarana tersebut sebagai penunjang berkembangnya untuk
umat budha maupun masyarakat yang ingin belajar dan mangerti agama
Budha.
54
Taman Bacaan Masyarakat (Doc. Pribadi 2010)
6. Buddha Parinibbana
Sebuah rupang Buddha yang menggambarkan saat Buddha
Gaotama Parinibbana (wafat). Merupakan satu-satunya obyek
bangunan tersisa dari masa awal aktivitas di Vihara Buddhagaya tahun
1957. Patung ini terletak di sisi kanan belakang Pagoda Avalokitesvara
yang panjangnya 3 meter.
Budhha Parinibana (Doc. Pribadi2010)
7. Abhaya Mudra
Rupang Buddha dengan posisi abhaya (memberkahi) tetapi masih dalam
perencanaan pembangunan. Patung ini akan dibuat dari bahan
perunggu setinggi 36 meter diatas sebuah gedung yang akan difungsikan
sebagai museum dan perpustakaan
55
Abhaya Mudra (Doc. Pribadi 2010)
8. Pohon Bodhi
Pohon Bodhi adalah pohon suci bagi umat Buddha, dimana
Petapa Sidarta mencapai pencerahan tertinggi menjadi Buddha di
Bodhgaya, India, 2500 tahun yang lalu. Pohon Bodhi ini merupakan
cangkokan dari pohon Bodhi yang ada di Anuradha Vihara, Srilanka yang
masih keturunan pohon Bodhi yang ada di Bodhgaya Pohon ini berada
tepat di depan Pagoda Avalokitesvara.
56
Pohon Bodhi (Doc. Pribadi 2010)
. Pohon Bodhi tersebut sebagai daya tarik tersendiri karena dibawa
langsung dari cangkokan asal sang guru besar Budha Gaotama
mendapat pencerahan langsung. Pohon Bodhi tersebut ditanam pada
tahun 1956. (Brosur Vihara Buddhagaya, Wawancara dengan Dharma
Vihara Buddhagaya)
D. Aktivitas yang dilakukan pengunjung (wisatawan) di Vihara Buddhagaya
Sebagai vihara yang terbesar di Semarang dan juga menjadi tempat umum
untuk umat maupun pengunjung (wisatawan), maka di vihara ini mereka dapat
melakukan aktivitas sesuai apa yang telah disediakan oleh pihak pengelola. Pihak
pengelola membagi aktivitas tersebut ke dalam 2 bagian. Bagian pertama adalah
upacara keagamaan budha, sedangkan aktivitas yang kedua adalah acara yang
diadakan umat budha termasuk program yang berhubungan dengan pemerintah
maupun masyarakat pada umumnya. Pengunjung (wisatawan) yang tidak
beragama budha dapat pula melihat aktivitas ibadah puja bhakti. Puja bhakti
dapat dilakukan setiap saat oleh umat budha. Selain puja bhakti biasa pengunjung
dapat melihat perayaan hari besar keagamaan yang telah ditentukan oleh pihak
pengelola di Vihara Buddhagaya Watugong tersebut. Aktivitas tersebut antara lain
: (Observasi Vihara Buddhagaya 20 februari 2010)
1 Aktivitas keagamaan (perayaan hari besar budha)
Bagi pengunjung (beragama Budha) atau umat dapat melakukan
aktivitas ibadah baik puja bhakti meditasi ataupun menggunakan tradisi
57
Cina. Puja bhakti ini dapat dilakukan setiap saat sehingga tidak terikat
waktu tertentu. Untuk hari besar keagamaan dapat dilakukan bersama
yang telah dijadwalkan oleh pihak pengelola. Hari besar keagamaan
tersebut antara lain: (Sumber laporan tahunan Yayasan Buddhagaya
Semarang tahun 2009)
a. Perayaan hari Waisak pada bulan Mei
b. Perayaan hari Asadha pada bulan Juli
c. Perayaan hari Kathina pada bulan Oktober
d. Perayaan hari Magha Puja pada bulan Maret
Keempat perayaan ini dilakukan di Dhammasala, sedangkan ada
satu perayaan hari besar yang diadakan di pagoda avalokitesvara yaitu
perayaan Bodhisatva Avalokitesvara.
Perayaan Bodhisatva Avalokitesvara adalah suatu upacara untuk
merayakan peristiwa yang penting dari Bodhisatva (calon Budha).
Avalokitesvara atau di tradisi Cina disebut Dewi Kwan Shem Im Po Sat.
Beliau adalah lambang dari cinta kasih. Dimana di peristiwa ini untuk
memberikan penghormatan dan penghargaan bagi beliau. Diantaranya
adalah kelahiran tanggal 19 Februari Imlek, pencapaian pencerahan
tanggal 19 Juni Imlek dan mangkatnya beliau pada tanggal 19 September
Imlek. Para partisipasi sebagian besar berasal dari tradisi Cina.
58
Aktivitas lain yang dilakukan pengunjung ( beragama Budha ) yang berhubungan
dengan umat Budha adalah Pabbajja Samancra yaitu pelatihan khusus untuk
penganut Buddha yang menginginkan secara praktis menjadi seorang biksu
dalam waktu yang singkat. Pelatihan ini dilakukan 15 hari sebelum perayaan hari
Waisak atau biasanya pada bulan Mei setiap tahun. Pelatihan ini merupakan
kesempatan khusus hanya untuk laki-laki.
2. Aktivitas antara pengelola Vihara Buddhagaya dengan pemerintah maupun
masyarakat pada umumnya. Aktivitas tersebut antara lain :
a. Talk Show dan Seminar
Pihak panitia dari Yayasan Buddhagaya selalu merencanakan
dua dan lebih acara untuk mengadakan talk show atau seminar. Para
panitia mengundang pembicara penganut Buddha juga pembicara
umum untuk semua masyarakat tidak hanya untuk masyarakat Buddha
saja.
b. Meditasi
Meditasi adalah inti dari pengajaran Buddha. Jadi penganut
agama Buddha dapat menggunakan waktu luang mereka atau
menyusun kesempatan khusus untuk melakukan meditasi. Meditasi ada
2 macam. Diantaranya adalah Samantha bavona dan Vi passona
bhanova. Meditasi ini sering disebut Meditasi Mengenal Diri. Dilakukan
pada bulan Juni-Juli setiap tahun, tetapi ada pula meditasi yang
ditentukan oleh pengurus Vihara Buddhagaya Watugong.
59
Para peserta meditasi ini tidak hanya umat budha saja, tetapi
tebuka untuk umum yang berkeinginan mengikuti meditasi ini. Para
peserta pun tidak hanya berasal dari Semarang saja tetapi dari seluruh
kota di Indonesia, antara lain dari luar Pulau Jawa seperti Kalimantan
dan Sulawesi bahkan ada peserta yang berasal dari luar negeri. Para
panitia juga mangundang beliau dari negara Buddha, antara lain
Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Srilanka. untuk melatih para peserta.
c Pariwisata
Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan baik
domestic maupun mancanegara di Vihara Buddhagaya tersebut antara
lain:
1. Di Vihara Budhagaya wisatawan dapat melihat dan menikmati
keunikan dari setiap bangunan yang ada baik bangunan utama
yaitu Pagoda Avalokitesvara yang berasal dari Cina maupun
Dhammasala yang berasal dari Thailand. Kedua bangunan ini
mampunyai ciri khas yang khusus dari negara asal agama Budha
berkembang.
2. Wisatawan dapat mengetahui agama Budha maupun pengetahuan
umum dengan membaca buku-buku yang dikoleksi di taman
bacaan masyarakat.
3. Untuk menunjang perkembangan vihara ini maka wisatawan dapat
menggunakan pelayanan lokal guide. Lokal guide akan
60
maemberikan penjelasan mengenai keseluruhan dari bangunan
beserta sejarah Vihara Buddhagaya Watuugong tersebut.
4. Wisatawan dapat beristirahat sementara dengan menggunakan
taman di sekitar vihara maupun di gazebo yang berada di sisi
kanan kiri dari Pagoda Avalokitesvara.
Semua acara tersebut diselenggarakan setiap tahun, baik di Gedung
Dhammasala maupun Pagoda Avalokitesvara. Biaya yang digunakan untuk
penyelenggaran semua acara hampir sebagian besar berasal dari umat
sendiri. (Sumber wawancara dengan Pak Agus wakil sekrataris Vihara
Buddhagaya )
E. Potensi obyek dan daya terik wisata dilihat dari pendekatan
4A + 1P
Analisis yang dilakukan penulis terhadap wisata religi di Vihara Buddhagaya
Watugong berdasarkan pada 4A + 1P.
1. Atraction (Atraksi)
Aktivitas/kegiatan yang biasa dilakukan di Vihara Buddhagaya Watugong
antara lain : melakukan puja bhakti, bila beragama Budha, melihat keindahan
berasal dari Thailand. Juga Pagoda Avalokitesvara yang bentuk bangunannya
bersal dari Tiongkok Cina dengan tinggi 45 meter yang ditetapkan sebagai pagoda
tertinggi di Indonesia. Setiap hari besar keagamaan diadakan kesenian barongsai,
waktunya telah ditentukan oleh pihak pengelola Vihara Buddhagaya Watugong
61
2. Accesibility (Aksesibilitas)
Sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk
mencapai tempat tujuan wisata. Aksesibilitas tidak menyangkut kemudahan
transportasi akan tetapi juga waktu yang dibutuhkan menuju tempat wisata
Vihara Buddhagaya Watugong letaknya sangat strategis karena terletak di jalan
utama Semarang menuju Solo atau Jogjakarta. Untuk mencapainya obyek wisata
tersebut, dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (Dari
Solo naik bus jurusan Solo-Semarang langsung turun di depan Vihara Buddhagaya
Watugong. Dari Jakarta naik bus Jakarta-Semarang turun Terminal Banyumanik
langsung naik bis kota menuju Ungaran langsung turun di depan Vihara
Buddhagaya).
Waktu tempuh dari pusat Kota Semarang kurang lebih 20 menit bila
menggunakan kendaraan pribadi. Bila menggunkan kendaraan umum sekitar 30
menit. Jarak tempuh Solo-Semarang sekitar 3 jam untuk sampai ke vihara
tersebut.
3. Amenitas (fasilitas)
Fasilitas pendukung yang ada pada tempat wisata Vihara Buddhagaya
Watugong sebagai sarana kelancaran dalam kegiatan pariwisata juga ditujukan
untuk memberikan kenyamaan kepada wisatawan. Fasilitas yang dimaksud antara
lain :
a. Jasa parkir
b. Jasa pemandu
c. Jasa angkutan
62
d. Toilet
e. Pos keamaan
f. Penerangan
Fasilitas tersebut belum cukup memadai karena belu, terdapat papan
keterangan, belum ada jasa akomodasi di area vihara. Tetapi di luar vihara sudah
banyak akomodasi kurang lebih 20 menit dari vihara. Untuk rumah makan di
dalam vihara belum ada, tetapi di luar sekitar vihara sudah tersedia.
4. Aktivity (Aktivitas)
a. Aktivitas penduduk
Penduduk di sekitar Vihara Buddhagaya Watuging berprofesi sebagai TNI
karena vihara tersebut berada di area Mahkodam Diponegoro. Ada juga
pendudujk yang berprofesi sebagai pekerja swasta. Bila di vihara tersebut
merayakan hari besar keagamaan maka penduduk wiraswasta tersebut ikut
beraktivitas. Aktivitas yang dimaksud berupa pedagang yang menjual makan
dan minum juga cinderamata.
b. Aktivitas Wisatawan
Aktivitas wisatawan yang dapat dilakukan ketika mengunjungi Vihara
Buddhagya pada umumnya mereka melakukan ibadah bagi umat Budha.
Selain itu mereka juga melihat keunikan dan keindahan bangunan antara lain
Gedung Dhammasala maupun Pagoda Avalokitesvara. Aktivitas minat khusus
juga disediakan yaitu meditasi. Meditasi tersebut bukan untuk umat Budha
saja tetapi umat agama lainjuga dapat mengikuti meditasi ini. Meditasi ini
sering disebut Meditasi Mengenal Diri.
63
5. Pengelola
Vihara Buddhagaya Watugong tersebut dibawah pimpinan yayasan
Budhagaya. Dan di bawah Binaan Sngha Theravada Indonesia. Setiap 5 tahun
sekali pengurus vihara diganti. (Obsevasi Vihara Buddhagaya Watugong 23
Februari 2010)
Tabel 4A + 1P
No Konsep 4A + 1P Komonen Keterangan
1 Atraksi · Peninggalan
Sejarah
Vihara ini merupakan Vihara
yang secara formal dan
terorganisir setelah keruntuhan
kerajaan Majapahit tahun 1478.
dan mulai didirikan tahun 1955.
kemudian mulai direnovasi
mulai tahun 2000.
· Upacara Adat Upacara keagamaan yang
dilakukan secara adat yaitu
menggunakan tradisi Cina yaitu
Mahayana
· Kesenian Setiap hari besar keagamaan
diadakan kesenian barongsai
· Minat Khusus Setiap tahun di Vihara ini
64
diladakan meditasi dengan
tujuan penenangan pikiran dan
batin. Peserta meditasi tidak
hany untuk umat Buddha saja
tetapi umat yang beragama lain
diperbolehkan mengikuti
meditasi tersebut.
2 Aksesibilitas · Kondisi jalan Sudah cukup memadai karena
sudah terjaga kenyamanan baik
jalan untuk kendaraan maupun
jalan kaki.
· Sarana
Transportasi
Mudah dijangkau Karena berada
di tepi jalan raya Semarang-Solo
atau Semarang-Jogja
· Papan Petunjuk Sudah cukup baik karena secara
langsung pengunjung dapat
mengetahui objek yang dituju
3 Amenitas · Akomodasi - Bagi umat Buddha dapat
memesan kamar bila ingin
menginap di kompleks
Vihara.
- Untuk penginapan/hotel
65
berada di tengah kota
Semarang kurang lebih 20
menit dari lokasi Vihara.
· RM / Warung Untuk didalam kompleks Vihara,
hanya tersedia di hari tertentu
saja, bila ada hari besar
keagamaan. Tetapi untuk sehari-
hari biasa berada diluar sekitar
Vihara tersebut.
· TIC Belum tersedia
· Jasa Angkutan Sudah cukup memadai
· Jasa komunikasi Belum tersedia di kompleks
Vihara, tetapi diluar Vihara
sudah ada
· Penerangan Sudah cukup memadai
· Air Bersih Sudah cukup memadai
· Pos Keamanan Sudah cukup memadai
· Poliklinik atau
Kesehatan
Di komplek Vihara belum ada.
Tetapi di pusat kota Semarang
sudah banyak, kurang lebih 16
66
menit dari lokasi Vihara tsb.
· Jasa pemandu Sudah tersedia dan
berpengalaman mengenai
pengetahuan Vihara tsb.
· Papan keterangan
obyek
Belum ada
4 Aktivitas · Wisatawan - Selain dapat melihat
keunikan dan keindahan
obyek tersebut, bagi umat
Buddha juga dapat
melakukan peribadatan.
- Terdapat juga meditasi yang
dapat diikuti oleh wisatawan
siapapun baik umat Buddha
maupun umat beragama lain
· Penduduk Mendukung dan membantu bila
ada kegiatan keagamaan
maupun kegiatan di Vihara
tersebut.
5 Pengelola · Pemerintah Belum maksimalnya campur
tangan pemerintah kecuali
pemasaran objek dan dukungan
67
dalam hal apapun yang
dilaksanakan di Vihara tersebut.
· Swasta/Yayasan Secara formal maupun non
formal Vihara ini dikelola oleh
yayasan Buddhagaya Watugong.
Dibawah binaan Sangha
Theravoda Indonesia
· Perorangan Tidak ada
F. Laporan Kunjungan Vihara Tahun 2005 -2009
Dari tabel di bawah diketahui jumlah wisatawan mulai tahun 2009 mencapai 9223
dari jumlah total pengunjung/wisatawan yang datang kunjungan tersebut terbagi
atas 2 kelompok yaitu pengujung/wisautawan religi dengan tujuan mengikuti
meditasi secara langsung biasanya berasal dari wisatawan yang terdiri dari
mahasiswa, pemerintah, ormas/LSM, lintas agama dan perusahaan. Sedangkan
pengunjung/wisatawan dengan tujuan hanya sekedar berwisata saja berasal dari
wisata anak sekolah yaitu terdiri dari Tk, SD, SMO, SMA dan lembaga kursus. Data
ini dilihat dari awal bulan Januari – Desember tahun 2006 – 2009. Sedangkan data
tahun 2005 diambil pada bulan Agustus – Desember. (Laporan kegiatan yayasan
Buddhagaya tahun 2005 – 2009)
68
G. Rencana Pembangunan
Dalam pengembangan Vihara Buddhagaya Watugong Semarang
mengalami beberapa hambatan atau kendala, baik mengenai promosi maupun
hambatan lain untuk mengembangkan potensi wisata tersebut. Maka perlu
pemecahan masalah atau solusi yang menjawab semua hambatan tersebut. Hal-
hal yang sangat mendesak tersebut antara lain : Perlu adanya penambahan
sumber daya manusia yang berpengetahuan baik dalaam menjaga, merawat,
serta melestarikan kebersihan, kerapian, dan keindaahan baik di sekitar vihara
maupun area pendukung lainnya.
Selain itu juga diperlukan adanya promosi Vihara Buddhagaya dari
berbagai media agar dapat menarik perhatian wisatawanuntuk berkunjung ke
obyek wisata tersebut. Perlu adanya usaha dalam hal keamanan dan perhatian
khusus setiap adanya kegiatan keagamaan di Vihara Buddhagaya Watugong.
Diperlukan adanya penambahan kontribusi dari pemerintah bila ada kegiatan baik
keagamaan maupun kunjungan wisatawan dalam merawat dan melestarikan
69
bangunan tersebut. ( Sumber wawancara dengan Pak Agus wakil sekretaris Vihara
Buddhagaya 24 Februari 2010)
H. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan Vihara Buddhagaya Watugong
Dalam menjaga dan mengembangkan Vihara Buddhagaya tersebut ada
beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain : Sangat sedikitnya sumber daya
manusia yang merawat dan menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian baik
disekitar vihara maupun di area pendukung lainnya seperti untuk area parkir, area
sarana bermain maupun taman di sekitar kawasan Vihara.Selain itu juga masalah
keamanan yang belum terkoordinasi karena Vihara Buddhagaya Watugong
dikelola oleh yayasan dan petugas yang berada di tempat ini hanya waktu tertentu
bila ada acara yang berhubungan dengan keagamaan Budha.
Kemudian untuk kontribusi biaya anggaran yang diperlukan. Ada beberapa
rencana pembangunan suatu gedung dan fasilitas lain yang belum dikerjakan
karena terbentur dengan biaya yang dibutuhkan. Secara langusng biaya yang
diperlukan hanya berasal dari donator maupun dari umat Buddha itu sendiri.
Kendala yang lain yaitu belum adanya campur tangan dari pemerintah dinas
pariwisata maupun dinas keagamaan tentang pelestarian maupun peningkatan
keamanan di Vihara Buddhagaya Watugong. (Wawancara dengan Mas Dharma
petugas perpustakaan Vihara Buddhagaya 22 februari 2010)
70
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah budha sempat “tertidur pulas” kurang lebih 500 tahun. Karena
kepedulian dan kepribadian Bhikkhu Ashin yang berwibawa dan bijaksana, pada
tahun 1955 sesudah perayaan waisak 2549 yang dipimpinnya di Candi Agung
Borobudur berkesan pada batin seorang hartawan Semarang Goei Thwan Ling yang
kemudian mempersembahkan tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat
pengembangan Buddha Dhamma. Tempat itulah yang kemudian dineri nama Vihara
Buddhagaya dan pada tanggal 19 oktober 1955 didirikan yayasan Buddhagaya untuk
menaungi aktivitas vihara.
Di dalam kompleks Vihara Buddhagaya terdapat dua bangunan utama dan
beberapa bangunan lainnya. Juga terdapat program meditasi yaitu inti pengajaran
Buddha yang dapat diikuti semua umat, tidak hanya pemeluk agama Buddha saja.
Dengan maksud penenangan pikiran dan batin. Pagoda Avalokitesvara adalah
bangunan utama di Indonesia dengan tinggi 45 meter dan sering disebut Pagoda
Kwan Im yang menjadi daya tarik wisata tersendiri. Bangunan yang kental dengan
tradisi Tiongkok Cina yang mencolok dengan warna merah yang melembangkan
kebahagiaan.
Bangunan utama antara lain yaitu Dhammasala yang mempunyai 2 lantai.
Lantai bawah digunakan sebagai ruang serbaguna dan lantai atas digunakan untuk
70
71
puja bhakti. Dengan nuansa bangunan berasal dari Thailand yaitu atap yang lancip
dan ukiran yang berada di sekeliling bangunan. Selain iu juga ada potensi yang lain
yaitu sebuah rupang Budha Parinibana yang menjadi peninggalan ketika vihara
tersebut berdiri. Selain itu terdapat pohon Bodhi yang ditanam secara langsung dari
cangkokan pohon Bodhi yang ada di Srilangka yang dimana pertama kali sang guru
besar Budha Gaotama mendapat pencerahan secara langsung ketika bertapa di
bawah pohon tersebut. Potensi tersebut dapat menjadi daya tarik tersendiri di
Vihara Buddhagaya Watugong Semarang.
Dalam pengembangan Vihara Buddhagaya Watugong tersebut terdapat
beberapa kendala yang dapat menghambat. Kendala tersebut berasal dari faktor
internal maupan eksternal. Dalam faktor internal yaitu sanagat sedikitnya sumber
daya manusia yang menjaga dan merawat vihara buddhagaya tersebut, selain itu
juga perawatan vihara belum maksimal antara lain : tempat parkir, papan petunjuk
dan informasi tentang vihara buddhagaya yang berada di dalam komplek. Untuk
faktor eksternal yaitu belum adanya campur tangan pemerintah dalam hal
kontribusi dan keaman di komplek vihara tersebut. Oleh karena itu diperlukan
kerjasama yang baik dalam mengembangkan Vihara Buddhagaya tersebut sebagai
salah satu obyek pariwisata yang berpotensi dan dapat menjadi pemasukan
tersendiri bagi warga masyarakat maupun pemerintah.
72
B. SARAN
Dalam pengembangan yang dilakukan, baik dari segi spiritual maupun
material belum begitu maksimal. Karena terdapat beberapa hal yang perlu perhatian
dari pihak yayasan maupun campur tangan pemerintah. Beberapa perhatian dan
penanganan tersebut adalah : Dalam hal kontribusi, karena terdapat perencanaan
pembangunan yang belum dilaksanakan. Sebaiknya pihak yayasan menjaga Vihara
tersebut selama 24 jam.
Vihara ini adalah tempat sembahyang tetapi dapat juga digunakan untuk
wisata / hal lain yang bermanfaat. Jadi diharapkan bagi pengunjung dapat menjaga
sikap yang baik. Pemerintah harus juga ikut merawat dan menjaga Vihara ini tidak
hanya pemasaran saja.
Sumber daya manusia belum maksimal digunakan karena di Vihara sangat
minim tenaganya. Banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan. Bagi pengelola
sebaiknya memberikan ijin untuk penduduk sekitar dalam hal memberi lokasi
untukberjualan didalam komplek Vihara karena dapat membuka lapangan
pekerjaan. Untuk parkir perlu ditingkatkan baik dari segi tempat maupun kerapian
penataan parkir.
73
74
DAFTAR PUSTAKA
Disbudpar Kota Semarang. 2009. Guide Book Kota Semarang.Semarang
Happy Marpaung. 2002. Pengantar Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta
Kodyah. Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Pustaka Utama
Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta : PT. Garamedia Pustaka Utama
Laporan kegiatan tahunan di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang 2008
Laporan kegiatan tahunan di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang 2009
Nyoman S. Pendit. 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita
_______________. 2005. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradnya Paramita
Oka A, Yeoti, 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Bandung : Angkasa
Rs. Damardjati. 2001. Istilah dunia-dunia Pariwisata. Jakarta :PT. Pradya Paramita
Sumber Lain :
www.Viharabuddhagayawatugong.co.id diakses 18 februari 2010
www.PariwisataKotaSemarang.com diakses 17 februari 2010
75