fa kta sosial emile durkheim dalam membentuk lingkungan …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik...

96
FAKTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Oleh ACENG FUAD HASIM IKBAL 1110011000145 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

FAKTA SOSIAL EMILE DURKHEIM

DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN SOSIAL

PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

ACENG FUAD HASIM IKBAL

1110011000145

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk
Page 3: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

FAKTA SOSIAL EMILE DURKHEIM

DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN SOSIAL

PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

Aceng Fuad Hasim Ikbal

NIM: 1110011000145

Di Bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Zaimuddin, M.A

NIP: 19590705 1991031 1 002

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 4: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk
Page 5: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan terutama nikmat Iman, Islam serta

nikmat sehat waal’afiat sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini

dengan baik.

Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda

alam yakni Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarganya, shahabatnya, dan seluruh

umatnya sampai hari kiamat.

Tidaklah mudah menyusun skripsi ini, penulis menyadari itu sepenuhnya.

Tidak sedikit kesulitan, hambatan, rintangan, dan cobaan yang penulis alami.

Karena dalam penulisan skripsi ini diperlukan kesungguhan, ketenangan,

ketelatenan, kesabaran, kejernihan hati ketajaman pikiran, serta kedalaman

pengetahuan. Namun berkat do’a, dorongan dan motivasi dari berbagai pihak

alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berterimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil

khususnya kepada kedua orangtua tercinta Bapa H. Tatang Anwar dan Ibu Hj.

Euis Siti Hajar yang dengan sabar mengasuh dan mengasih serta selalu

mendoakan yang terbaik bagi penulis. Selanjutnya penulis ikut menyampaikan

rasa terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Dr. H. abdul Majid Khon, M.Ag dan Marhamah Shaleh, Lc, MA, selaku

Ketua dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Dra. Hj. Shofiah, M. Ag selaku dosen Penasehat Akademik.

4. Dr. Zaimudi, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh

kesabaaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Page 6: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

ii

5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pemahaman yang

baik kepada mahasiswa dan mahasiswinya.

6. Adik-adikku, Miftah Muhajir Salim, Muhammad Bahar Zamzami dan Solihat

Samrotul Fuadah yang selalu menanyakan “Kapan wisuda?”.

7. Ka Asep Eka Mulayanuddin, S. Pd.I sebagai Ketua Komisariat Tarbiyah

(KOMTAR) HMI Ciputat, Periode 2011-2012 yang selalu meluangkan waktu

untuk bertukar pikiran dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Pengurus BEM FITK Periode 2013-2014 yang selalu mensuport

dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman pengurus FK2i (Forum Kajian dan Komunikasi Mahasiswa

PAI) Periode 2012-2013.

10. Teman-teman Dhe Community.

11. Keluarga besar Kahfi Bagus Brain Communication (BBC) Motivator School.

Terlebih pada guru sehat Dr. Tubagus Wahyudi, ST., Msi., MCHt., CHi.

12. Seluruh Guru dan staf SD Islam Al-Hidayah Pamulang, Tangsel.

13. Serta pihak yang tidak bisa penulis satu persatu sebutkan.

Sekecil apa pun sumbangan yang mungkin dapat diberikan, mudah-mudahan

skripsi ini dapat memberikan manfaat dan diridhai Allah Swt. Amiin.

Jakarta, 20 Juni 2015.

Penulis

Page 7: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5

C. Batasan Masalah ................................................................................. 6

D. Rumusan Masalah .............................................................................. 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK ...................................................................... 8

A. Pendidikan Islam ............................................................................... 10

1. Pengertian Pendidikan Islam ....................................................... 10

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam ..................................................... 12

3. Unsur-unsur Pendidikan Islam .................................................... 15

B. Pemikiran Tokoh dan Pembaharu Pendidikan Indonesia .................. 18

1. Ki Hajar Dewantara ..................................................................... 18

2. K.H. Hasyim Asy’ari ................................................................... 19

3. K.H. Ahmad Dahlan .................................................................... 20

4. Prof. Dr. Harun Nasution ............................................................ 21

C. Pengertian Fakta sosial ...................................................................... 22

1. Karl Marx .................................................................................... 23

2. Talcott Parsons ............................................................................ 24

3. Robert King Merton .................................................................... 25

D. Lingkungan Sosial ............................................................................. 26

E. Kerangka Berpikir ............................................................................. 26

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29

B. Jenis Data .......................................................................................... 29

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................. 30

1. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 30

Page 8: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

iv

2. Teknik Pengolahan Data ............................................................. 31

D. Analisa Data ...................................................................................... 31

E. Teknik Penulisan ............................................................................... 32

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 33

A. Deskripsi Data ................................................................................... 33

1. Biografi Emile Durkheim ............................................................ 33

2. Karya-karya Emile Durkheim ..................................................... 36

3. Fakta Sosial dalam Perspektif Emile Durkheim ......................... 38

4. Klasifikasi kelompok sosial menurut Emile Durkheim .............. 39

B. Pembahasan ....................................................................................... 40

1. Kekeliruan Lingkungan Sosial Pendidikan ................................. 40

a. Anak SD disuruh nyontek oleh gurunya .............................. 41

b. Bentrokan di Manggarai ........................................................ 42

c. Sembilan pelajar terjaring razia saat pesta miras ................... 43

2. Peranan Pendidikan Islam ........................................................... 44

3. Durkheim dan Idealnya Lingkungan Sosial Pendidikan Islam

Indonesia ..................................................................................... 46

4. Fakta Sosial dan Pembentukan Karakter dalam Islam ................ 59

a. Pembentukan Karakter Emile Durkheim Melalui Fakta Sosial 59

b. Pembentukan Karakter dalam Islam ...................................... 61

5. Tujuan Pendidikan Islam ............................................................. 64

a. Al Jumu’ah [62] ayat 2 .......................................................... 65

b. Al-Qashash [28] ayat77 ......................................................... 66

c. Q.S. At Tahrim [66] ayat 6 .................................................... 67

d. Q.S. Ali Imran [3] ayat 190 ................................................... 68

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 78

A. Kesimpulan ....................................................................................... 78

B. Saran .................................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73

Page 9: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah modal utama bagi setiap individu dalam menjalani

kehidupan. Kebutuhan akan pendidikan dirasakan oleh setiap bangsa, termasuk

Indonesia. Oleh sebab itu, sejak awal kemerdekaan, Indonesia banyak melakukan

pembenahan pendidikan, setelah sekian lama terkurung dalam kebiadaban para

penjajah.

Pembenahan dalam pendidikan terus dilakukan, dalam konteks kurikulum

pendidikan misalnya, Indonesia sudah banyak melakukan perubahan, mulai dari

penerapan kurikulum 1947, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini yaitu penerapan kurikulum

2013 (K13). Tujuan utamanya adalah membentuk Sumber Daya Manusia yang

mempunyai nilai (value) dari ilmu pengetahuan (knowledge). Untuk itu, dalam

pengaplikasian Kurikulum yang terbaru ini, yakni K13 lebih mengedepankan nilai

afektif atau yang terfokus pada ranah emosi, seperti perasaan, penghargaan,

semangat, minat, sikap dan motivasi.

Perubahan kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia merupakan suatu

gagasan baru dari konsep pendidikan yang awalnya tertuju pada aspek kognitif

semata sekarang lebih tertuju kepada aspek afektif tanpa menghilangkan aspek

kognitif dan psikomotorinya. Perubahan konsep tersebut menurut Everett M.

Rogers yang dikutip oleh Andi Ridwan Makkulawu, disebut inovasi. Yaitu suatu

ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang didasari dan diterima sebagai sesuatu

hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.1 sedangkan, proses

penjelasan bagaimana suatu inovasi itu disampaikan (dikomunikasikan) melalui

saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem

sosial dinamakan teori difusi inovasi.2 Yang artinya bahwa, dengan adanya

1

Andi Ridwan Makkulawu, “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu Sterilisasi

Nonthermal”, Jurnal Teknik Industri, h. 47.

2 Ibid.

Page 10: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

2

kurikulum yang mengutamakan aspek afektif yang lebih terfokus pada dimensi

sosial dan spiritual, memberikan jawaban terhadap bagaimana

mengimplementasikan tujuan pendidikan Indonesia seutuhnya, sebagaimana

tertera dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan

nasional, bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.3

Maka, jika saja terjadi perdebatan pada penilain akhir antara nilai afektif dan

kognitif pada peserta didik, dan ternyata ditemukan nilai kognitifnya tinggi serta

nilai afektifnya kurang dari nilai standar yang telah ditentukan, dengan berat hati,

instanasi pendidikan harus tegas memutuskan bahwa si peserta didik tersebut

harus belajar lagi pada tingkat yang sama (belum lulus).

Perubahan kurikulum ini memberikan gambaran akan kerinduan bangsa

Indonesia dengan lingkungan masyarakat yang berkarakter, berakhlak dan berbudi

pekerti yang baik. Untuk itu perubahan kurikulum ini jika dikaitkan dengan

pemikiran Roges yang dikutip oleh Andi Ridwan Makkulawu, tentang proses

difusi inovasi, terdapat empat elemen pokok yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh oleh

seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut

pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh

seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep „baru‟ dalam ide

yang inovatif tidak harus baru sama sekali.4 Sejatinya, pendidikan karakter

kerapkali tak dipandang ideal semasa Ki Hadjar Dewantara dengan “Tri Pusat

Pendidikan”, Kyai Ahmad Dahlan dengan “Sekolah Diniyah” dan lain

sebagainya.

3

Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006, Undang-undang

dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: 2006), h. 8 - 9.

4 Andi Ridwan Makkulawu, op.cit., h. 47.

Page 11: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

3

2. Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari

sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, ada sumber

yang paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi

dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk

memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar

luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah

media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap

atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling

tepat adalah saluran interpersonal.5

3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui

sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan

terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak

dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b)

keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima

inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.6

4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat

dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan

bersama.7 Sistem sosial ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap

terciptanya pendidikan yang telah diinovasi.

Pelaksanaan pembelajaran yang erat kaitannya dengan penanaman nilai, juga

sangat erat sekali dengan bagaimana cara interaksi sosial yang terjadi di

dalamnya, sehingga nilai-nilai baik tak dipandang tabu lagi dalam kehidupan

bermasyarakat. Pastinya, diperlukan suatu pembiasaan yang terus berulang-ulang

yang berujung kepada adanya tindakan berpola/value yang berada di dalam bawah

sadar individu. Maka respon yang keluar baik secara tindakan, kelakuan, maupun

ucapan akan terealisasikan secara spontanitas, tanpa adanya suatu rekayasa

kelakuan maupun ucapan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka peranan lingkungan memberikan

pengaruh luar biasa dalam terealisasikannya interaksi sosial. Untuk itu, perlu

5

Ibid.

6 Ibid., h. 48.

7 Ibid.

Page 12: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

4

diketahui beberapa pandangan para tokoh tentang peranan lingkungan yang

mempengaruhi perilaku maupun kemampuan manusia dalam lingkungannya. Tiga

dari empat aliran pendidikan, mempercayai akan peran penting pengaruh eksternal

(lingkungan) dalam membentuk kepribadian anak. Ada empat aliran pendidikan

yang sering dibicarakan, yaitu: Empirisme, Nativisme, Naturalisme dan

Konvergensi.

Pertama, aliran Empirisme yang diperkenalkan oleh Jhon Locke. Aliran

empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empiris yang secara

eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal

manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan

pembawaan yang berupa bakat tidak diakui.8 Kedua, nativisme merupakan aliran

yang di perkenalkan oleh Arthur Schopenhauer. Aliran nativisme menyatakan

bahwa perkembangan seseorang merupakan produksi dari pembawaan yang

berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan

nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme.9 Ketiga,

naturalisme yang dipelopori oleh J.J. Rousseau. Aliran naturalisme menyatakan

bahwa semua anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak

menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat).

Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan pada anak

untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam.

Dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar

pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.10

Keempat, aliran

konvergensi yang dipelopori oleh William Stern. Aliran ini menyatakan bahwa

bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan

pembentukan pribadi seseorang. Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada

anak untuk mengembangkan potensinya. Yang membatasi hasil pendidikan anak

adalah pembawaan dan lingkungan.11

8

Syarif Hidayat, Toeri dan Prinsip Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2013). h. 6.

9 Ibid.

10 Ibid., h. 7.

11 Ibid.

Page 13: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

5

Membahas mengenai lingkungan, tidak akan pernah terlepas dari pembahasan

sosial. Jika penjelasan para tokoh di atas melihat dari segi perkembangan

kemampuan dalam lingkungan, maka kita juga harus melihat bagaimana

pandangan para tokoh lingkungan atau sosialis dalam melihat suatu

perkembangan bagi individu yang ada di dalamnya. Dengan demikian, pendapat

dari para tokoh sosial sangat dibutuhkan sebagai rujukan pembahasan ini.

Salah satu tokoh sosial yang membahas tentang pendidikan yaitu Karl Marx,

dengan alirannya yang disebut Marxisme. Marxisme menyediakan pandangan

untuk melihat bagaimana fungsi pendidikan dalam masyarakat berkelas, secara

historis dan juga memiliki formulasi dan strategi pendidikan untuk menjadikan

perubahan menuju kehancuran, ketimpangan dan ketidak adilan sistem

kapitalisme.12

Tokoh lain yang membahas sosial pendidikan ialah tokoh terkemuka yang

berasal dari Brasil, yaitu Paulo Friere. Paulo Friere mengusulkan suatu sistem dan

orientasi pendidikan yang membebaskan dari budaya yang serba–verbal,

mekanistik, dan dangkal. Budaya seperti ini, menurut Paulo Friere, tidak mungkin

akan mengantarkan manusia pada kehidupan yang lebih autentik dan lebih

manusiawi. Bahkan, hanya akan mengantar manusia pada “kepicikan” yang

menjadi manusia sebagai robot yang tidak kenal akan eksistensi kemanusiaannya

sendiri.13

Dari sekian banyak tokoh sosial, Durkheim merupakan tokoh sosial menarik

perhatian penulis. Dalam teorinya tentang fakta sosial (social fact), yaitu suatu

teori yang membahas tentang realita sosial yang terbentuk dari sebuah pembiasaan

lingkungan individu yang terjadi di dalamnya. Teori Durkheim ini mirip dengan

teori riadhahnya Imam Ghazali yang mengacu pada nilai-nilai Al Qur‟an dan

Hadist, sedangkan Durkheim melihat dari sudut kekhawatiran dirinya sebagai

mahluk sosial (Zoon Politicon). Bukan berarti penulis mengesampingkan azas

pemahaman yang berlandaskan Al qur‟an dan Al hadist, hanya saja penulis

12

Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,

Postmodern. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010), h. 325.

13 Umiarso dan Zamroni, Pendidikan Pembebasan dalam Persepektif Barat dan Timur,

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 11.

Page 14: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

6

menaruh perhatian khusus bagaimana hakikat pengamalan dari Al qur‟an dan Al

hadist ini dalam persepektif sosial.

Durkheim tak membahas langsung tentang pengaruh lingkungan untuk

pemahaman atau kemampuan individu, hanya saja kegelisahan Durkheim inilah

membuat penulis merasa penting untuk diangkat dalam menyelaraskan Tujuan

Pendidikan Nasional dengan kurikulum yang barunya (K13) yang lebih mengacu

pada penanaman nilai (value) dari pendidikan itu sendiri yang terpusat pada

penanaman moralitas bagi setiap individu para penerus bangsa Indonesia.

Durkheim memang non muslim, dan tidak pernah membahas tentang sosial

pendidikan Islam, namun idenya mengenai “fakta sosial” menginspirasi penulis

untuk mengambil pelajaran dalam memahami lingkungan, terutama lingkungan

pendidikan Islam. Adapun fakta sosial dalam perspektif Durkheim secara singkat

merupakan setiap cara bertindak, baik yang ditentukan maupun tidak memiliki

kemampuan untuk menguasai individu dengan tekanan yang berasal dari luar,

atau setiap cara bertindak yang bersifat umum pada masyarakat tertentu, namun

pada saat yang sama (fakta sosial), mandiri serta bebas dari individu.14

Adapun fokus penelitian penulis adalah lingkungan sosial pendidikan Islam

Indonesia. Degradasi moral, baik terkikisnya nilai keIslaman atau mulai lunturnya

budaya bangsa yang terjadi pada abad 20 ini, selalu dikaitkan dengan pendidikan

agama atau pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama semestinya mampu

mencetak anak didik yang religius, yaitu manusia yang selalu menjalankan

kehidupan sesuai dengan kandungan nilai agama yang dianutnya. Begitu juga

dengan pendidikan kewarganegaraan semestinya mampu mencetak anak didik

yang cinta tanah air, mencintai bangsa ini yang kaya dengan budaya. Namun

faktanya, nilai bangsa dan religiusitas sudah terkikis di kalangan anak muda yang

sedang berkembang, bahkan pada kalangan dewasa yang sudah menjadi produk

pendidikan. Misalnya nilai kejujuran yang sudah menghilang pada jiwa penduduk

Indonesia, sehingga banyak pemimpin yang korup, menteri korup, guru korup,

padahal mereka sudah banyak mengenyam bangku sekolah. Ada apa dengan

pendidikan kita? Apakah pendidikan Indonesia memang sudah tidak sanggup

14

Fuad Ardlin, Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013), h. 56.

Page 15: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

7

mencetak orang-orang baik? Kenapa? Jika melihat penuturan Paulo Friere,

jangan-jangan memang pendidikan tidak lebih dari penjara yang mengekang

tawanannya (peserta didik), sehingga ketika mereka keluar dari penjara, mereka

berbuat sebebas-bebasnya? Keresahan-keresahan tersebut yang menghantui

penulis, sehingga penulis memfokuskan penelitian pada lingkungan pendidikan

Islam Indonesia. Sepertinya memang corak lingkungan pendidikan yang ideal

memang belum ditemukan oleh lembaga-lembaga pendidikan, khususnya lembaga

pendidikan Islam di Indonesia.

Memfokuskan pembahasan pada pendidikan Islam Indonesia merupakan

bentuk tanggungjawab penulis sebagai umat Islam yang nasionalis. Penulis juga

menyadari bahwa lingkungan pendidikan yang ideal, adalah lingkungan

pendidikan yang diharapkan oleh lembaga pendidikan manapun, termasuk

lembaga pendidikan Islam Indonesia. Selain itu, lembaga pendidikan Islam

Indonesia adalah pendidikan yang unik, yang berbeda dengan lembaga pendidikan

Islam di negara lain. Berdasarkan pada alasan-alasan tersebut, dalam

menyelesaikan tugas akhir kuliah (skripsi), penulis tertarik untuk membuat karya

tulis ilmiah mengenai : “FAKTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM

MEMBENTUK LINGKUNGAN SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM

INDONESIA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Degradasi moral yang terjadi dikalangan manusia terdidik dan sedang dididik,

yang disebabkan tidak bisa menyeimbangi pengetahuan intelektual dengan

pengaplikasian nilai moralitasnya.

2. Lembaga pendidikan Islam Indonesia sebagai wadah pembentukan pribadi

yang religius, belum bisa melakukan peranannya secara maksimal, karena

lingkungan sosial tempat peserta didik tinggal beserta perangkat yang ada di

dalamnya termasuk orang tua mereka belum mendukung dalam penanaman

nilai religius.

Page 16: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

8

3. Adanya fungsi agama sebagai pemelihara individu-individu yang ada dalam

suatu kelompok atau masyarakat, sebagaimana Durkheim melihat bahwa

dalam sosial itu membutuhkan suatu keteraturan, supaya bisa berjalan sesuai

dengan yang diharapkan bagi tiap individu yang ada dilingkungan tersebut.

4. Pendidikan memiliki peran penting untuk perkembangan peahaman nilai-

nilai moral dalam membentuk suatu mayarakat, termasuk pendidikan Islam

di Indonesia. Karna dalam penanaman moral membutuhkan teknik

penyampaian yang baik dan pengaplikasian moral yang baik pula dari si

pendidik ke peserta didik untuk dapat dicontoh.

5. Belum ditemukannya corak lingkungan pendidikan Islam Indonesia yang

ideal dalam membentuk pribadi peserta didik yang sesuai dengan nilai

keIslaman di Indonesia. Karna masih mengutamakan aspek finansial yang

mempunyai nilai ekonomis daripada aspek kepedulian terhadap sesama dalam

berinteraksi.

C. Batasan Masalah

Dalam membahas pemikiran Durkheim tentang masalah sosial akan

menimbulkan banyak permasalahan. Agar penelitaian ini tidak meluas, maka

penulis membatasi masalah dalam penelitian ini pada 2 hal, yaitu:

1. Pemikiran Fakta Sosial Emile Durkheim

2. Relevansinya terhadap lingkungan sosial pendidikan Islam Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah tersebut, maka penulis membuat rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa hakikat pemikiran Fakta Sosial Emile Durkheim yang dapat dalam

dimanfaatkan dalam dunia pendidikan?

2. Bagaimana relevansinya terhadap lingkungan sosial pendidikan Islam

Indonesia?

Page 17: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

9

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian :

Dalam penelitian ini, penulis berikhitiar menemukan jawaban kualitatif

terhadap masalah yang telah dirumuskan yaitu untuk mengetahui

bagaimanakah pemikiran Fakta Sosial Emile Durkheim dan relevansinya

terhadap lingkungan sosial pendidikan Islam Indonesia?

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini setidaknya adalah:

a. Hasil penelitian menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama dalam

bidang pemikiran.

b. Penulis dapat menyelesaikan masalah sesuai teoritis.

c. Hasil penilitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti berikutnya.

Page 18: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

10

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pendidikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa, “Pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengejaran dan

latihan, proses, perbuatan, cara mendidik”.1

Adapun menurut Drs. H. M. Alisuf Sabri dalam bukunya “Ilmu

Pendidikan” memaparkan, bahwa yang dimaksud dengan “Pendidikan

adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing

pertumbuhan dan perkembangan anak/peserta didik secara teratur dan

sistematis ke arah kedewasaan”.2 Dr. Ramayulis, mendefinisikan

pendidikan melalui pendekatan etimologis. Dalam bahasa Inggris

“education” yang berarti pengembangan atau bimbingan, dan dalam

bahasa Arab “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Jadi, pendidikan adalah

bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap

peserta didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.3

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, menjelaskan bahwa

“pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan

anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

kedewasaan”.4 Pendampingan dan perhatian merupakan hal yang harus

diperhatikan dalam menjaga setiap perkembangan anak.

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), Cet. I, h. 263.

2 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h.5.

3 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. I, h.1.

4 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1993), Cet. VI, h. 11.

Page 19: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

11

Lebih jauh, Azumardi Azra mengemukakan “pendidikan merupakan

suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan

memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien”5. Pendidikan

membuat generasi sosial selanjutnya memahami akan nilai-nilai yang ada

dan siap merencanakan pembentukan keperibadian hasil pentranformasian

pendidikan dari berbagai aspek yang ada

Dengan demikian, pendidikan hendaknya dipandang sebagai prioritas

bersama dalam membangun suatu peradaban yang lebih baik. Tak hanya

sebagai prioritas, pendidikan mempunyai peran yang harus dimiliki dan

sebagai perhatian bersama sebagai mahluk sosial yang selalu

mengharapakan akan perubahan yang lebih baik. Sehingga tidak hanya

diperlukan kerjasama antar individu yang ada di dalamnya saja, melainkan

pula semua elemen yang mencita-citakan dari kemanfaatan suatu

pendidikan.

Selain pendidikan secara umum, juga ada pendidikan berdasarkan atau

menurut Islam. Menurut Dr. Ahmad Tafsir Pendidikan Islam adalah

bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia

berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.6

Sedangkan Muhammad Athiyah Al-Abrasy yang dikutip oleh Prof.

Dr. Armai Arief, MA berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah

mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,

mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur

pikirannya, halus perasaannya, cakap dalam pekerjaannya dan manis tutur

katanya.7

Kemudian, Prof. Dr. Armai Arief, MA mengartikan “Pendidikan

Islam adalah sebuah proses dalam membentuk manusia-manusia muslim

yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk

5

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,

(Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002), h. 3-4.

6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2010), Cet. IX, h.32.

7 Armai Arief, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2010), h. 5-6.

Page 20: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

12

mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai khalifah

Allah SWT baik kepada Tuhannya, sesama manusia, dan sesama makhluk

lainnnya”.8

Sedangkan menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat “Pendidikan Islam

adalah pembentukan kepribadian, pendidikan Islam ini telah banyak

ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal

perbuatan sesuai dengan petunjuk ajaran Islam, karena itu pendidikan

Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga bersifat praktis atau

pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan

amal”.9 Jadi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang diberikan secara

sadar dan terencana mengenai hal ihwal kehidupan yang diridhai Allah

Swt dengan berpedoman kepada Al quran dan Al hadits.

Dari beberapa pandangan di atas mengenai pendidikan Islam, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam suatu proses usaha bersama

yang dilakukan secara sadar dan terstruktur untuk menciptakan perubahan

yang dinamis menuju kepada pembentukan jati diri peserta didik dengan

nilai-nilai Islami serta mengembangkan potensi diri.

Untuk itu, pendidikan agama Islam tidak hanya mementingkan dari

aspek kognitif saja, melainkan perlu perhatian lebih juga pada aspek

afektifnya juga. Sehingga terciptanya keselarasan insan penerus bangsa

yang islami.

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Pengaplikasian dari pendidikan Islam akan tercapai dengan baik, maka

diperluakn pijakan untuk landasan dari setiap hal yang disampaikan dalam

pendidikan Islam tersebut. Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagai usaha

membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan dan

semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan itu

terdiri dari al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat

8

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2002), Cet. I, h. 40-41.

9 M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h.

150.

Page 21: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

13

dikembangkan dengan ijtihad, al-Maslahah al-Mursalah, Istihsan, Qiyas, dan

sebagainya.10

a. Al-Qur‟an

Penurunan al-Qur‟an diawali dengan ayat-ayat yang mengandung

konsep pendidikan, dapat menunjukkan bahwa tujuan al-Qur‟an yang

terpenting adalah mendidik manusia melalui metode yang bernalar serta

sarat dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari, dan observasi

ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam bentuk segumpal

darah dalam rahim ibu. Sebagaimana firman Allah: نس ان من علق. اق رأ وربك الك رم. الذي علم بالقلم. اق رأ باسم ربك الذي خلق. خلق ال

نس ان م ا ل م ي علم.)العلق: (۱-٥علم ال

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan

Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan

perantara pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak

diketahuinya. (QS. al-„Alaq: 1-5).11

Dimensi al qur‟an memberikan gambaran semua aktifitas kehidupan

manusia, dari potensi yang ada dalam diri manusia, baik motivasi untuk

menggunakan panca indra dalam menafsirkan alam semesta untuk

nantinya didaya gunakan untuk kemanfaatan, motivasi dalam

memaksimalkan potensi akalnya dalam merancang dan membangun suatu

perubahan, serta motivasi dalam meggunakan hatinya dalam memfilter

dan mentransfer nilai-nilai Islami.

b. As-Sunnah

As-Sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw,

baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir, pengajaran, sifat,

kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi Saw

diangkat menjadi Rasul, maupun sesudahnya.12

10

Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h. 19.

11 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema, 2009), h. 597.

12 M. Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), Cet. XI, h. 25.

Page 22: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

14

Dalam dunia pendidikan sunnah mempunyai dua manfaat pokok:

Pertama, Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan

pendidikan Islam sesuai dengan konsep al-Qur‟an serta lebih memerinci

penjelasan dalam al-Qur‟an. Kedua, Sunnah dapat menjadi contoh yang

tepat dalam penentuan metode pendidikan.13

Oleh karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi pembinaan

pribadi muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran

berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam

memahaminya termasuk Sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.14

Karna pada hakikatnya sunnah merupakan tindakan dan ucapan Rasul

yang mempunyai banyak nilai interpretasi dalam memahaminya, sehingga

harus benar-benar dipahami secara mendalam dalam membaca konteks

dan kesesuaian waktu ketika adanya sunnah Rasul tersebut.

c. Ijtihad

Ijtihad secara etimologi adalah usaha keras dan bersungguh-sungguh

(gigih) yang dilakukan oleh para ulama, untuk menetapkan hukum suatu

perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Secara terminologi

ijtihad adalah ungkapan atas kesepakatan dari sejumlah ulil amri dari umat

Muhammad Saw dalam suatu masa, untuk menetapkan hukum syari‟ah

terhadap berbagai peristiwa yang terjadi (batasan yang dikembangkan oleh

al-Amidy).15

Ijtihad adalah mencurahkan berbagai daya kemampuan untuk

menghasilkan hukum syara berdasarkan dalil-dalil syara secara

terperinci.16

Ijtihad di bidang pendidikan sangat penting karena ajaran Islam yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan

prinsip-prinsipnya saja. Walaupun ada yang agak terperinci, perincian itu

adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip tersebut. Sejak

13

Armai Arief, op. cit., h.39.

14 Zakiah Daradjat, op. cit., h. 21.

15 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), h. 100.

16 Abdul Wahab Kallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1994), h. 359.

Page 23: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

15

turunnya al-Qur‟an sampai wafatnya Nabi Muhammad Saw, ajaran Islam

telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh

perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula.17

Dalam dunia pendidikan banyak sekali yang melakukan terobosan

atau perubahan dalam mekanisme atau metode pembelajaran. Untuk itu,

ijtihad merupakan sarana dalam mengembangkan suatu perubahan

pendidikan secara dinamis, khususnya dalam mengembangkan dan

meningkatkan pembelajaran yang bernuansa islami dengan mengadopsi

metode pembelajaran yang ke kinian.

3. Unsur-unsur Pendidikan Islam

Dalam pengaplikasiannya, pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek

atau unsur yang mendukung pada tercapainya tujuan dari pendidikan Islam.

Adapun aspek atau unsur pendukungnya antara lain sebagai berikut:

a. Pendidik

Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungan jawab untuk

mendidik.18

Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dewasa

dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupakan

suatu perbuatan sosial yang bisa merubah dan mengarahkan pola pikir

seseorang untuk melakukan sesuatu

Pendidik yang utama dan pertama adalah orang tua anak didik sendiri

karena merekalah yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan

perkembangan anak kandungnya,19

sebab, merekalah yang selalu dekat

dan selalu ada untuk anak mereka. Kedekatan itulah yang menjadikan guru

pertama dari seorang anak, yaitu kedua orang tua mereka sendiri.

Adapun guru/pendidik dalam undang-undang guru dan dosen

dijelaskan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

17

Zakiah Daradjat, dkk, op. cit., h. 21-22.

18 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1989),

h. 37.

19 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,

1990), h. 168.

Page 24: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

16

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.20

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru

diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)

mengajar. Tapi sesederhana inikah arti guru? Kata guru yang dalam bahasa

arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris Teacher itu memiliki arti

sederhana, menurut Mc Leod yang dikutip oleh Muhibbin mengartikan

teacher A person whose occupation is teaching others. Artinya, guru ialah

seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.

Pengertian-pengertian seperti itu masih bersifat umum, dan oleh

karenanya dapat mengundang bermacam-macam interpretasi dan bahkan

konotasi (arti lain). Pertama, kata seorang (a person) bisa mengacu pada

siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal

ini berarti bukan hanya dia yang sehari-harinya mengajar di sekolah yang

dapat disebut guru, melainkan “dia-dia” lainnya yang berposisi sebagai:

kiai di pesantren, pendeta di gereja, instruktur di balai pendidikan dan

pelatihan, dan bahkan juga pesilat di padepokan. Kedua, kata mengajar

dapat pula ditafsirkan bermacam-macam, misalnya:

1) Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat

kognitif).

2) Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor).

3) Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat

afektif).21

b. Peserta Didik

Peserta didik bisa disebut sebagai “raw material” (bahan mentah),

karena dalam proses transformasi pendidikan. ia akan dididik sedemikian

rupa sehingga menjadi manusia yang mempunyai nilai intelektualitas dan

budi pekerti/akhlak. Dari sudut pandang lain mungkin peserta didik

20

Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005), (Jakarta: Sinar Grafika,

2008), Cet. I, h. 3.

21 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1995), h. 223-224.

Page 25: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

17

sebagai objek pendidikan, namun di lain pihak peserta didik bisa dikatakan

sebagai subjek pendidikan, karena secara tidak langsung si pendidik akan

mempelajari hal-hal baru dari peserta didik untuk memaksimalkan dalam

menjalankan fungsinya sebagai pendidik.

Secara umum, peserta didik adalah setiap orang yang menerima

perubahan, perkembangan dari seseorang atau sekelompok orang yang

menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam UUSPN, peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu.22

c. Kurikulum

Kurikulum merupakan komponen yang tak kalah penting dari unsur

pendidikan Islam, sebuah sistem dan juga merupakan acuan dalam

pelaksanaan proses pembelajaran yang biasanya harus ada, yang berfungsi

sebagai tolak ukur dan batasan serta bahan evaluasi dalam meningkatkan

taraf pendidikan yang diterapkan.

Terdapat banyak rumusan pengertian kurikulum dari para ahli,

diantaranya Zakiah Daradjat menyatakan kurikulum adalah “suatu

program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai

sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu”.23

Sedangkan Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty dalam bukunya

"Reorganizing The High School Curriculum" yang dikutip oleh Zuhairini,

mengartikan “kurikulum dengan aktivitas/kegiatan yang dilakukan murid

sesuai dengan peraturan-peraturan sekolah”.24

Oleh karena itu, kurikulum bukanlah suatu dokumen yang berisi

program periodik pembelajaran yang tertulis dalam suatu instasnsi

pendidikan. Tapi lebih dari itu, kurikulum juga melihat proses pendidikan

anak didik yang didapat disekolah maupun luar sekolah.

22

Ara Hidayah, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), h. 43.

23 Zakiah Daradjat, dkk, op. cit., h. 122.

24 Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h.

58.

Page 26: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

18

Dari pengertian diatas, kurikulum akan terus mengalami perubahan

dalam setiap periode pembelajaran tertentu, dikarnakan tujuan dari

pencapaian pendidikan akan selalu berpola kepada peningkatan mutu

dengan melihat standar pendidikan yang telah diperbaharui, sehingga perlu

adanya perubahan kurikulum demi tercapainya tujuan pendidikan ke arah

yang lebih baik. Suatu kewajiban dari keberadaan kurikulum ini dalam

setiap kegiatan pembelajaran, terlebih problematika kehidupan akan selalu

menyandingi keberadaan agama sebagai tantangan yang akan melihat

bagaimana eksistensi agama dalam menghadapi setiap masalahnya.

Dengan demikian, bisa diambil kesimpulan bahwa progresifitas

pendidikan Islam dalam menghadapi setiap tantangan masa akan memerlukan

ketiga unsur tersebut, yakni dukungan dari pendidik. Baik pendidik yang

secara formal berada di lingkungan sekolah, maupun pendidik non formal

yang berada disekitar peseta didik dan motivasi dari setiap peserta didik dalam

mencapai tujuan pembelajaran serta dukungan kurikulum yang mengerti

kebutuhan peserta didik, tanpa mengurangi tujuan pendidikan seutuhnya.

B. Pemikiran Tokoh dan Pembaharu Pendidikan Indonesia

1. Ki Hajar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi

Surjaningrat, lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa,

bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H.

Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang

bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton

Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan

langsung Sunan Kalijogo.25

Beliau wafat di Yogyakarta, pada tanggal 28

April 1959. Prinsip dari pemikiran pendidikan beliau yang terkenal dengan

selogan “ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri

25

Haryanto, “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara” Jurnal Kurikulum dan

Teknologi Pendidikan FIP UNY, h. 3.

Page 27: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

19

handayani” (didepan memberi contoh, ditengah memberikan bimbingan

dan dibelakang memberikan dorongan).

Pada prinsip pemikiran pendidikan beliau, penanaman karakter pada

peserta didik merupakan tanggung jawab bersama yang harus saling

bersinergi satu dengan yang lainnya, supaya mendapatkan hasil yang

dicita-citakan yaitu insan dengan intelektual tinggi yang dibentengi dengan

adanya nilai karakter yang baik pada diri setiap peserta didik.

2. KH. Hasyim Asy’ari

Nama lengkapnya ialah Hasyim Asy‟ari bin Abdul Wahid bin Abdul

Halim (w. 1587 M) yang bergelar Pangeran Benawa bin Abdurrahman (w.

1582 M) yang bergelar Jaka Tigkir Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin

Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq (w. 1463 M) bapak dari

Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan Sunan Giri Tebuireng (w. 1506

M), Jombang. Beliau dilahirkan di Desa Gedang, sebelah utara kota

Jombang, Jawa Timur pada hari selasa tangal 24 Dzulqa‟dah 1287 H

bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M.26

Kegelisahan KH. Hasyim Asy‟ari saat itu adalah masih banyak

penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat dan istiadat yang

bertentangan dengan perikemanusiaan. Melihat kondisi kehidupan sosial

seperti itu, KH. Hasyim Asy‟ari membuat sebuah kitab, karya yang sangat

populer di dunia pendidikan hingga saat ini, yaitu: Adab al-Alim wa al-

Muta‟allim (akhlak pengajar dan pelajar). Yang di dalamnya membahas

tentang hal-hal yang diperlukan oleh pelajar dalam kegiatan belajar serta

hal-hal yang berhubungan dengan pengajar dalam kegiatan pembelajaran.

Karya ini merupakan resume dari tiga buah kitab yang menguraikan

tentang pendidikan Islam, yaitu: kitab Adab al-Mu’allim (akhlak pengajar)

hasil karya Syaikh Muhammad bin Sahnun (w. 871 H/466 M); Ta‟lim al-

Muta‟allim fi Tariq at- Ta‟allum (pengajaran untuk pelajar: tentang cara-

cara belajar) yang dikarang oleh Syaikh Burhan al-Din al-Zarnuji (w. 591

26

Muhamad Ilzam Syah Almutaqi, “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim Asy‟ari

Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim”, Skripsi Pada Progran Studi Pendidikan Agama

Islam STAI Salatiga, Salatiga, 2013, h. 32-33, tidak dipublikasikan.

Page 28: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

20

H/1194 M); dan kitab Tadkhirat al-Shaml wa al-Mutakallim fi Adab al-

Alim wa al-Muta‟allim (pengingat: memuat pembicaraan mengenai

akhlak pengajar dan pelajar).27

Fokus pada pembahasan dari pemikiran

KH. Hasyim Asy‟ari yaitu terletak pada penanaman nilai akhlak dengan

pedoman kitab, hasil karyanya yaitu kitab Adab al-Alim wa al-

Muta‟allim.

3. K.H. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 22

Februari 1923. Nama kecil beliau adalah Muhammad Darwis yang

merupakan anak keempat dari KH. Abu Bakar. Sementara ibunya adalah

putri dari H. Ibrahim, yang juga menjabat penghulu Kesultanan

Yogyakarta saat itu.28

Dalam buku KH. AR. Fahruddin (Ketua Muhammadiyah 1968)

berjudul Menuju Muhammadiyah yang dikutip oleh Muh. Dahlan,

menyatakan bahwa yang dikerjakan Ahmad Dahlan sepanjang

kepemimpinanya adalah sebagai berikut:

a. Meluruskan Tauhid, Peng-Esaan terhadap Allah swt. Meluruskan

keberadaan Allah sebagai Sang Khalik. Hubungan Allah dan

manusia tanpa perantara apapun.

b. Meluruskan cara beribadah kepada Allah swt. Tanpa adanya

gerakan-gerakan yang kurang tepat dalam shalat.

c. Mengembangkan akhlakul karimah, etika sosial dan tata hubungan

sosial sesuai tuntunan Islam.29

Pemberantasan TBC (Taqlid, Bid‟ah dan Khurafat), merupakan tahap

pertama yang harus dihilangkan, karna hal tersebut akan mengganggu pada

penanaman nilai-nilai Islam seutuhnya. Selain dari itu gagasan Ahmad

Dahlan dalam kontribusi dalam dunia pendidikan yang perlu dicatat adalah

memasukkan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah pemerintahan,30

yang pada saat itu, sekolah pemerintahan terfokus pada segi pendidikan

umum, tanpa memasukan nilai-nilai agama di dalamnya.

27

Ibid., h. 20.

28 Muh. Dahlan, ” K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu” Jurnal Adabiyah Vol.

XIV, No. 2, 2014, h. 123.

29 Ibid., h. 124.

30 Ibid., h. 127.

Page 29: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

21

4. Prof. Dr. Harun Nasution

Harun Nasution lahir pada hari Selasa, 23 September 1919 di

Pematang Siantar, Sumatra Utara dari hasil pernikahan antara Abdul

Jabbar Ahmad dengan seorang putri dari Mandailing. Harun Nasution

putra keempat dari lima bersaudara, pertama, Muhammad Ayyub, kedua,

Khalil, ketiga, Sa‟idah, keempat, Harun Nasution dan kelima, Hafsah.31

Beliau meninggal di Jakarta pada tanggal 18 september 1998.

Perjalanan pendidikan beliau yaitu pada tahun 1962 Harun Nasution

mendapat tawaran beasiswa untuk belajar di McGill University Kanada,

Harun Nasution memperoleh gelar MA., dengan tesis The Islamic State In

Indonesia: The Rise of The Ideologi The Movement For Its Creation and

The Theory of The Masyumi,32

setelah itu Harun Nasution melanjutkan

kuliah di tempat yang sama selama dua setengah tahun untuk memperoleh

gelar Ph.D. Pada tahun 1968 ia te1ah dapat menyelesaikan kuliah di

bidang ilmu kalam (Islamic Studies) dengan menulis disertasi berjudul:

The Place of Reason In Abduh's Theology, Its Impact On This Theological

System and Views.33

Beliau pernah menjadi Rektor IAIN Jakarta selama

dua periode (1974-1982).

Menurut Azyumardi Azra yang dikutip oleh Achmad Ruslan Afendi,

dalam kapasitasnya sebagai rektor, Harun Nasution ingin menjadikan

IAIN Jakarta sebagai pusat modernisasi kaum muslimin. Untuk mencapai

tujuan tersebut pertama, ia melancarkan pembaharuan dengan melakukan

restrukturisasi kurikulum IAIN secara keseluruhan.

Di lembaga-lembaga pendidikan umum, bidang sains dipergunakan

metode pemikiran ilmiah, sedangkan dibidang agama masih banyak

memakai metode berpikir tradisional dengan teori teologi tradisionalnya.

Oleh karena itu perlu dirubah metode berpikir tradisional dan diganti

31

Achmad Ruslan Afendi "Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan Tinggi

Islam di Indonesia", Disertasi pada IAIN Suanan Ampel Surabaya, Surabaya, 2010, h. 27, tidak

dipublikasikan.

32 Ibid., h. 29.

33 Ibid.

Page 30: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

22

dengan metode berpikir rasional dan ilmiah, sehingga dengan demikian,

IAIN dapat menghasilkan ulama yang berpikiran luas, rasional, filosofis

dan ilmiah dengan teologi rasional. 34

Dengan perubahan kurikulum

tersebut beliau dijuluki sebagai Bapak Rasional, bahkan oleh para pakar

beliau mendapat gelar sebagai Abduhisme.

C. Pengertian Fakta Sosial

Dari segi bahasa fakta sosial terdiri dari dua suku kata, yaitu “fakta” dan

“sosial”. Untuk mendefinisikan fakta sesungguhnya tidaklah mudah yang

sering kita bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang

cukup melelalahkan.35

Apa sesungguhnya fakta itu?

Di dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English

yang dikutip oleh Dadang Supardan, yang dimaksud fakta adalah sebagai

berikut.

1. Sesuatu yang digunakan untuk mengacu pada situasi tertentu atau

khusus.

2. Kualitas atau sifat yang aktual (nyata) atau dibuat atas dasar fakta-

fakta.

3. Kenyataan; keyataan fisik atau pengalaman praktis sebagaimana

dibedakan dengan imajinasi, spekulasi, atau teori.

4. Sesuatu hal yang dikenal sebagai yang benar-benar ada dan terjadi,

terutama yang dapat dibuktikan oleh evidensi (bukti) yang benar atau

dinyatakan benar-benar terjadi.

5. Hal yang terjadi dibuktikan oleh hal-hal yang benar, bukan oleh

berbagai hal yang telah ditemukan.

6. Suatu penegasan, pernyataan atau informasi yang berisi atau berarti

mengandung sesuatu yang memiliki kenyataan objektif, dalam arti

luas adalah suatu yang ditampilkan dengan benar atau salah karena

memiliki realitas objektif.36

Jadi menurut penulis fakta disini lebih mengedepankan kejadian yang

sering terjadi dalam suatu lingkungan yang ada disekitar manusia itu baerada.

Istilah sosial (social dalam bahasa inggris) dalam ilmu sosial memiliki

arti yang berbeda-beda, misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan

34

Ibid., h. 37.

35 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, Edisi I

(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. III. h. 49-50.

36 Ibid.

Page 31: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

23

istilah Departemen Sosial, jelas kedua-duanya menunjukkan makna yang

sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto yang dikutip oleh Dadang Supardan,

“apabila istilah sosial dalam menunjuk pada objeknya, yaitu masyarakat

sosialisme adalah suatu ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan

umum atas alat-alat produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi”.37

Sedangkan istilah sosial pada departemen sosial, menunjukkan pada kegiatan-

kegiatan di lapangan sosial.38

Secara tidak langsung sosial tidak hanya

menyangkut masyarakat itu sendiri, tapi ada suatu prinsip yang tertanam

dalam lingkungan masyarakat itu yang menjadi sumber ideologi tak tertulis

dalam menjalankan kegiatan di tempat ia tinggal.

Lingkungan sosial merupakan kajian utama dalam pengkajian ilmu

sosiologi, di dalamnya terdapat fakta atau realitas sosial yang menjadi

saduran utama dalam kajian sosiologi sehingga peranan dari lingkungan

sosial tidak akan pernah terpisahkan dalam penelitiannya, dan sudah menjadi

satu kesatuan yang baku ketika mempelajari sosiologi berarti di dalamnya ada

suatu karakteristik dari penggambaran lingkungan.

Adapun tokoh-tokoh klasik yang mengkaji lingkungan sosial dan

teorinya mengacu pada suatu realitas atau fakta yang terjadi pada lingkungan

sosial diantaranya sebagai berikut:

1. Karl Marx

Teori Marx ini memberi paradigma baru dalam tatanan paradigma

ilmu sosial, karena Marx lebih menekankan praksis, nilai kerja, dan

produksi ekonomi. Teori Marx merupakan pandangan kritis atas

pemikiran utopis yang tidak bersifat praktis, sehingga jenis realitas dari

teori Marx ini dapat dikatakan lebih merupakan realitas objektif

dibandingkan realitas subjektif.39

Objektifitas pandangannya lebih tertuju

pada gejala dalam lingkungan yang terjadi pada saat itu terutama dalam

bidang politik dan ekonomi, sehingga paham sosialnya dikenal dengan

37

Ibid., h. 27.

38 Ibid.,

39 I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan

Perilaku Sosial), Edisi I, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 12.

Page 32: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

24

paham materialistik dan idiologi perjuangan politiknya disebut

marxisme.

Bias yang sangat menonjol dalam teori Karl Marx adalah determinan

yang dianut, juga penekanan pada praksis membuat segala sesuatu yang

bersifat materialistik menjadi penting sedangkan yang nonmaterialistik

menjadi kurang penting. Negara, institusi, filsafat, dan pandangan dunia,

menurut teori Marx hanyalah dianggap sebagai pelengkap dan oleh

karenanya tidak mempunyai peran penentu. Faktor yang sangat

menentukan dalam pandangan Marx adalah alat-alat produksi dan

hubungan produksi, dan inilah yang sebenarnya menjadi bias dari teori

itu.40

2. Talcott Parsons

Parsons menginginkan suatu spektrum teori yang umum yang

melingkupi skala mikro dan makro. Hal ini menyebabkan para ahli

kesulitan untuk menempatkannya kedalam paradigma mana sebenarnya

persepektif teorinya itu. Ritzer, misalnya menempatkannya di dalam

paradigma definisi sosial, sebab teori ini menempaatkan manusia sebagai

aktor kreatif yang memiliki tujuan sendiri dan memiliki cara-cara

tersendiri untuk mencapai tujuan tersebut. Itulah sebabnya, Parsons

membedakan antara tindakan (action) dengan perilaku (behavior).

Tindakan menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas

dan menghayatan diri individu, sedangkan perilaku menyatakan secara

tidak langsung kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respons) dan

rangsangan dari luar (stimulus). Adapun di sisi lain ada juga yang

menempatkannya ke dalam paradigma fakta sosial. Tokoh yang

berpandangan seperti itu adalah, Zamroni meskipun dia sebenarnya tetap

menerima anggapan seperti yang dimaksud dalam pandangan George

Ritzer. Tetapi tampaknya, pengelompokan di dalam paradigma ini lebih

40

Ibid., h. 13.

Page 33: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

25

didasari oleh pengelompokan teoritis Parsons yang dianggap sebagai

teori struktural fungsional.41

Sebagaimana telah diungkapkan di muka, Parsons berkeinginan

untuk menyatukan teori yang terkotak-kotak. Oleh karena itu, tampak

juga agak sulit untuk membuat kategorisasi di mana sebenarnya posisi

teori tersebut dalam paradigma ilmu sosial. Namun, secara umum dapat

dinyatakan bahwa sebagai general theory ada tarik-menarik di antara

realitas subjektif –di mana aktor memiliki kemampuan untuk

menentukan pilihan tindakan- dan bergerak kearah realitas objektif- di

mana tindakan tersebut didasari oleh norma yang berlaku umum atau

berangkat dari lingkup realitas mikro ke makro, inilah sebabnya mengapa

muncul anggapan lain dalam perdebatan itu bahwa teori aksi Parsons

sebetulnya merupakan jembatan penghubung antar paradigma dalam

ilmu sosial.42

3. Robert King Merton

Ada beberapa catatan yang dapat diungkapkan terkait dengan posisi

teori Merton dalam perdebatan teori sosial. Berdasarkan filsafat

sosialnya, teori ini tergolong ke dalam filsafat positivistik, sebab yang

dikaji ialah fakta objektif dari kehidupan masyarakt. Misalnya, dalam

melihat fungsi sosial dia beranggapan bahwa yang dikaji ialah hal-hal

yang observable, dan bukan disposisi psikologis. Oleh karena itu, dilihat

dari paradigmanya, maka termasuk berada dalam paradigma fakta sosial.

Hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa anggapannya bahwa struktur

sosial bersifat mengekang dan mempengaruhi terhadap perilaku manusia.

Adapun penjelasan teoritisnya ialah penjelasan fungsional, artinya dia

melihat sebagaimana Durkheim dan Spencer, dia melihat bahwa

masyarakat merupakan suatu bangunan yang tersusun dan berbagai

41

Ibid., h. 26-27.

42 Ibid., h. 27.

Page 34: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

26

subsistem yang antara satu dengan lainnya saling terkait dan

mendukung.43

D. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Tiga

2002, merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar

individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka

dan interaksi antara mereka.44

Jadi masyarakat mempunyai peranan dalam

membentuk kekuatan bersama dalam mencapai tujuan yang ada di dalam

masyarakat itu sendiri. Sedangkan pengertian masyarakat adalah sekumpulan

manusia seperti halnya dengan kelompok dengan jumlah yang lebih besar.

Masyarakat itu terdiri atas masyarakat internationality, nationality, society,

dan community.45

Dilihat dari peranannya, masyarakat merupakan bagian

dasar setelah individu dari pembentukan lingkungan sosial, sehingga cakupan

antara lingkungan sosial lebih luas daripada masyarakat itu sendiri.

E. Kerangka Berpikir

Corak sosial memberikan gambaran umum terhadap sebuah perilaku

yang berada di dalam masyarakat. Masyarakat yang tersusun dari berbagai

elemen di dalamnya yang mempunyai peranan dalam segala tindak-tanduk

terhadap individu di lingkungannya.

Tindakan kelompok individu menjelaskan bagaimana pembelajaran

mereka terhadap komunikasi yang tersusun di dalamnya. Peranan masyarakat

dalam menanamkan nilai-nilai etika dan estetika mempunyai kedudukan yang

tinggi dalam proses pentransformasiannya. Maka dianggap penting, menurut

penulis melihat realitas sosial atau fakta sosial sebagaimana yang dijelaskan

oleh Emile Durkheim bahwasanya;

43

Ibid., h. 37.

44 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op.cit., h. 675.

45 Ikhwan Luthfi dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

Cet. I, h. 95.

Page 35: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

27

“Social facts differ not only in quality from psychical facts; they have a

different substratum, they do not evolve in the same environment or depend

on the same conditions. This does not mean that they are not in some sense

psychical, since they all consist of ways of thinking and acting”.46

“Fakta sosial berbeda tidak hanya dalam kualitas dari fakta-fakta psikis;

mereka memiliki lapisan yang berbeda, mereka tidak berkembang dalam

lingkungan yang sama atau tergantung pada kondisi yang sama . Ini tidak

berarti bahwa mereka tidak dalam arti psikis, karena mereka semua terdiri

dari cara berpikir dan bertindak”.

Untuk menjadikan lingkungan sosial sebagai salah satu faktor penunjang

yang harus diperhatikan dalam proses penanaman pendidikan setelah

keluarga dan sekolah. Bahkan lingkungan keluarga dan sekolah merupakan

satu kesatuan dari interaksi sosial.

Dari segi realitas sosial ini memberi gambaran bahwa lingkungan

memberikan pengaruh terhadap tingkah laku individu yang ada di dalamnya,

masyarakat memahami dirinya sebagai anggota masyarakat yang ditanamkan

oleh anggota masyarakat lain ketika mereka masih kecil, seperti yang ada

dalam Q.S. An Nahl ayat 78 yang berbunyi;

Artinya: “ dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.

Dalam surat tersebut Allah memberikan modal dalam mencari

pengetahuan manusia semenjak mereka dilahirkan kemuka bumi dari rahim

seorang ibu. Allah dalam firmannya menyebutkan modal awal alat penerima

informasi manusia sam’a artinya pendengaran, abshara artinya penglihatan

dan af idah yaitu hati. Yang secara tidak langsung memberikan gambaran

46

Emile Durkheim, The Rule of Sosiological Method, (New York: The Free Perss,1982), Cet.

I, h. 40.

Page 36: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

28

bahwasanya hal yang didengar dan hal yang dilihat merupakan komponen

dasar dari pengetahuan awal manusia dan semuanya berada pada aspek yang

ada di sekitar mereka (lingkungan) serta semuanya itu serangkaian yang

diteriama oleh akal.

Page 37: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai (“Fakta Sosial Emile Durkheim dalam

Membentuk Lingkungan Sosial Pendidikan Islam Indonesia”) ini

dilakukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Tarbiyah, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan UI Depok

serta di website libgen.org. Mengingat bahwa data-data mengenai Durkheim

sudah banyak dalam bentuk tulisan. Penelitian ini juga dilaksanakan pada

bulan November 2014-Juni 2015.

B. Jenis Data

Pada penelitian kali ini, penulis akan menggunakan jenis penelitian

kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi sosial dan menggunakan metode

deskriptif. Fenomenologi beranjak dari filsafat sebagaimana yang dicetuskan

oleh filsuf Jerman Edmund H. Husserl (1859-1938).1 Pada hakikatnya

fenomenologi adalah upaya menjawab pertanyaan: Bagaimanakah struktur

dan hakikat pengalaman terhadap suatu gejala bagi sekelompok manusia?

Husserl, misalnya, memandang fenomenologi sebagai pengkajian terhadap

cara manusia memeberikan benda-benda dan hal-hal di sekitar, dan

mengalami melalui indra-indranya.2 Di antara metode yang digunakan dalam

penelitian kualitatif adalah metode deskriptif. Menurut Bugin yang dikutip

dari buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2013, “Metode deskriptif bertujuan

untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau

berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek

penilain dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,

1

Bagong Suyanto dan Sutinah (ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan, Edisi Revisi xviii, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet.VI, h. 178.

2 Ibid.

Page 38: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

30

karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun

fenomena tertentu”.3

Dengan kedua metode tersebut, penulis akan mencoba memahami

biografi dan maksud dari pemikiran fakta sosial Emile Durkheim dalam

membentuk cita-cita pendidikan Islam Indonesia seutuhnya. Kemudian

penulis akan melihat pemikiran Emile Durkheim sebagai media untuk

menganalisis fakta sosial dalam memikirkan bagaimana pendidikan Islam

berproses dalam kehidupan.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggali informasi mengenai

data yang berkaitan dengan penelitian penulis dari berbagai sumber buku

baik buku yang bersifat primer dan buku yang bersifat sekunder. Baik

dari perpustakaan atau kajian kepustakaan (library research),4 ataupun di

luar perpustakaan. Selain dari buku-buku, penulis juga akan mengambil

data dari sumber-sumber dokumentasi lainnya yang berhubungan dengan

penelitian penulis.

Sumber primer yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini

adalah Sociology and Philosophy by Emile Durkheim, Emile Durkheim

The Elementary Forms of Religious Life, Emile Durkheim Suicide A

Study in Sociology, Emile Durkheim, W. D. Halls, Lewis Coser The

Division of Labour in Society Contemporary Social Theory, Emile

Durkheim, Sociology and Saint Simon, Emile Durkheim Professional

Ethics and Civic Morals Routledge Classics in Sociology, Emile

Durkheim Rules of Sociological Method 1982.

Adapun Sumber Sekundernya adalah karya orang lain yang

mendukung isi penelitian seperti: Sosiologi dan Filsafat oleh: Emile

3

Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 62-63.

4 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),

Cet. I, h. 1-2.

Page 39: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

31

Durkheim alih bahasa Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H., Emile

Durkheim Aturan-aturan Metode Sosiologis karya Prof. Dr. Soerjono

Soekanto, S.H., M.A., Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas

penyunting Taufik Abdullah dan A.C. Van der Leeden, Waktu Sosial

Emile Durkheim karya Fuad Ardlin. REALITAS SOSIAL Refleksi Filsafat

Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah

Sosiologi, karya K.J. Veeger M.A.,Teori Sosiologi Modern Karya George

Ritzer – Douglas J. Goodman dan sumber-sumber yang dikarang oleh

penulis lain yang berkaitan dengan pembahasan.

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah data-data dikumpulkan seluruhnya, kemudian penulis

melakukan pengolahan data dengan cara membaca, mempelajari,

meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data yang sesuai dan

mendukung pembahasan, kemudian penulis melakukan analisis, lalu data

hasil analisis disimpulkan sehingga menjadi satu kesatuan pembahasan

yang utuh. Teknik pengolahan data yaitu dengan studi teks, studi naskah

dengan menganalisis isi dengan konten analisis.

D. Analisa Data

Tekhnik analisis data yang dilakukan penulis adalah teknik analisis isi

(content analysis), dalam bentuk deskriptif, yaitu mencatat informasi yang

faktual yang menggambarkan sesuatu apa adanya juga menggambarkan

secara rinci dan akurat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan segala

bentuk yang diteliti. Oleh karena itu, penulis dalam penelitian ini

mendeskripsikan permasalahan yang dibahas dengan menggali materi-materi

yang sesuai dengan pembahasan atau penelitian, kemudian dilakukan

pengkajian dengan persepektif pendidikan Islam dengan cara berpikir induktif

dan deduktif, lalu dipadukan sehingga membuahkan suatu kesimpulan.

Page 40: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

32

E. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan Penulis dalam penelitian kali

ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2013, sebagai buku pedoman yang ditawarkan kepada Mahasiswa FITK.

Page 41: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

33

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Biografi Emile Durkheim

Lahir dengan nama lengkap David Emile Durkheim pada tanggal

15 April 1858 di Epinal ibu kota bagian Vosges, Lorraine, Perancis

bagian Timur dari keluarga Yahudi. Ayahnya seorang Rabi, imam

agama Yahudi yang bekerja di Perancis sejak tahun 1784. Ibunya

seorang wanita sederhana dan ahli dalam sulam-menyulam. Latar

belakang keluarga Yahudi menyebabkan ia dididik dan dipersiapkan

menjadi seorang Rabi, tetapi karena pengaruh seorang guru wanita

Katolik, ia cendrung ke arah bentuk mistik katolisisme. Seiring

perkembangan intelektualnya, Emile Durkheim kemudian cendrung

menganut agnotisme.

Tahun 1870, saat Emile Durkheim berumur 12 tahun, zaman

Eropa sedang mengalami proses transformasi sosial. Di Perancis,

kaisar Napoleon III dikalahkan oleh Bismark, “Kanselir Besi” dari

Prussia, yang sedang dalam usaha menyingkirkan segala halangan

politik dan militer yang dapat mengahalangi proses penyatuan Jerman.

Kekalahan keponakan Napoleon Bonaparte ini, yang bercita-cita

mengembalikan kebesaran pamannya, menimbulkan kegoncangan

politik di Perancis. Pengalaman ini sangat mengesankan dan

menimbulkan rasa prihatin dalam diri Durkheim, karena ia melihat

dan merasakan terjadinya dekadensi moral yang melanda negara dan

bangsa Perancis, khususnya pada bidang moral.

Setelah menamatkan pendidikan dasar dan lulus dengan gemilang,

Durkheim beranjak ke Paris untuk melanjutkan studinya ke Ecole

Normale Superier. Namun, upayanya melanjutkan studi ke sekolah

yang elit dan terkenal di Perancis ini tidak berjalan mulus, setelah

mencoba dua kali dan tidak lulus, akhirnya pada kesempatan ketiga,

Page 42: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

34

pada tahun 1879 ia diterima menjadi murid di sekolah tersebut. Di

sekolah ini, Durkheim mulai berkenalan dengan seorang guru yang

sangat dikaguminya, Fustel de Coulanges, salah seorang pelopor

histografi modern Perancis. Sang guru pernah mengatakan,

“Patriotisme adalah suatu kebijakan dan sejarah adalah suatu ilmu;

dan keduanya jangan dicampur adukkan”. Kata-kata dan pemikiran

sang guru inilah tampaknya menginspirasi Durkheim muda pada

masalah konsensus dan peranan tradisi. Perkenalan dengan pemikiran

Aguste Comte juga berawal dari sekolah ini. Di bawah bimbingan

Boutroux, seorang ahli filsafat, Durkheim mengenal karya-karya sang

pelopor keilmuan sosiologi tersebut. Sebuah perkenalan yang ikut

membentuk corak, karakteristik dan sumbangan pemikiran Durkheim

atas sosiologi. Selain dua pemikir ini, suasana akademik yang

kondusif selama menimba ilmu di Ecole Normale Superier

membangkitkan minatnya untuk berdiskusi dan mengajukan

argumentasi-argumentasi yang bernada filsafat, politik dan moral.

Meski termasuk murid yang pandai di sekolahnya, nilai rata-ratanya

tidak secemerang kecerdasannya. Ia bosan dengan serba aturan yang

diterapkan sekolahnya karena dirasakan menghambat pencarian

ilmiahnya.

Setelah studi di sekolah Ecole Normale Superier selama tiga

tahun, Durkheim mengajar di berbagai Lycee dan juga pernah menetap

setahun di Jerman untuk mempelajari situasi pemikiran di sana.1 Ia

memasuki sekolah terkenal Ecole Normale Superieure di Paris,

bersama-sama dengan sejumlah orang terkenal, seperti Henri Bergson,

Jean Jaures dan Pierre Janet. Durkheim sangat tertarik pada filsafat,

tetapi juga menaruh perhatian besar pada penerapan politik dan sosial

selama hidupnya. Ia dianggap terlalu pemberontak untuk jabatan

tinggi di kalangan agreges pada saat itu, dan karenanya jabatan

akademis pertama yang didudukinya adalah sebagai seorang guru

1 Fuad Ardlin, Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013), h. 45– 47.

Page 43: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

35

filsafat dibeberapa daerah propinsi.2 Di tahun 1887, ia diundang nutuk

mengajar di Universitas Bordeaux dan diangkat menjadi profesor

dalam ilmu-ilmu sosial dan pedagogi. Lima belas tahun kemudian, di

tahun 1902, ia berangkat ke Paris, untuk mengganti guru besar dalam

bidang pedagogi di Sorbonne. Setahun di Sorbonne, ia diangkat secara

definitif. Hingga pada tahun 1913, untuk pertama kali di Eropa, kata

sosiologi dicantumkan dalam surat tugas mengajar.

Sejak tahun 1875, situasi politik Prancis seakan tak pernah lepas

dari krisis. Peristiwa-peristiwa sosial-politik tersebut semakin

mempertebal keyakinan Durkheim akan pentingnya konsensus sosial.

Selain itu, perkembangan sosial-ekonomi dirasakannya telah merobek

apa pun dasar dari konsensus dan solidaritas lama. Gejala ini tentu

tidak terbatas di Perancis saja, fenomena perubahan sosial-ekonomi

merupakan kecendrungan umum di Eropa Barat. Khususnya sejak

Inggris mempelopori lahirnya revolusi industri. Perkembangan

teknologi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan lahirnya

kapitalisme merupakan peristiwa sosial yang penting karena

mengubah seluruh tatanan sosial.

Emile Durkheim hidup pada masa pergolakan Perancis dan Eropa

pada umumnya. Ia, mau tak mau, terlibat dalam berbagai peristiwa

penting tersebut. Namun, ia sanksi bahwa revolusi adalah jalan

pemecahan dari beragam problem sosial yang terjadi. Durkheim

beranggapan bahwa masyarakat memerlukan dasar moralitas baru dan

konsensus yang menjadi tiang segalanya. Ia tidak pernah secara

langsung terlibat dalam politik praktis, meski situasi sosial-politik

yang gaduh terjadi di Perancis. Ia tidak seperti MaxWaber dan Karl

Marx yang cendrung terlibat dalam kejadian-kejadian politik. Peran

Durkheim lebih terlihat sebagai seorang cendikiawan. Karya-karyanya

benar-benar bersifat akademik, lebih sistematis dan tidak terpencar-

2 Soedjono Dirdjosiswono. Sosiologi dan Filsafat, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal. xliii-xliv.

Page 44: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

36

pencar serta lebih sedikit sifat propagandanya ketimbang karya-karya

Weber dan Marx.

Keperibadian yang kuat, tegas dan bahkan sikap otoriter yang

cendrung mengarah pada dogmatisme adalah sikap seorang Durkheim.

Namun, ia senantiasa hidup sederhana dan pekerja keras serta tidak

begitu suka terjun ke dalam kehidupa sosial yang santai atau hedonitis.

Kehidupan sosialnya justru diisi dengan kegiatan diskusi yang intensif

tentang masalah sosial-politik yang terjadi di zamannya.

Peristiwa yang menjadi pukulan besar bagi Durkheim adalah saat

anak lelakinya meninggal ketika Perang Dunia Pertama berkecamuk.

Pada tahun 1916, ia mulai sakit-sakitan, namun selama periode

tersebut ia mulai menyusun tulisan-tulisannya yang masih berupa

manuskrip secara teratur. Kelak, murid-muridnya menerbitkan tulisan-

tulisan tersebut. Tanggal 15 November 1917, tapat ketika usianya

akan mencapai 60 tahun, sang calon Rabi meninggal dunia di

Fontaineblau.3

2. Karya-karya Emile Durkheim

Durkheim merupakan seorang tokoh Perancis yang sangat

berpengaruh pada masanya, terutama dalam masalah sosial.

Pemikirannya menjadi salah satu rujukan dalam pembahasan sosiologi.

Oleh karna itu, karyanya banyak diterjemahkan kedalam berbagai

bahasa sebagai rujukan dalam memahami sosiologi. Di bawah ini

beberapa karya Emile Durkheim:

a. De la Division du Travail Social, Paris: Alcan, 1893. Edisi ke- 8,

Paris: Presses Universitaires de France, 1967. Diterjemahkan ke

dalam Bahasa Inggris dengan judul The Division of Labor in

Society, New York, free Press, 1964.

b. Les r[]gles de la m[]thode Sociologique, Paris: Alcan, 1895. Edisi

ke- 15, Paris: Presses Universitaires de France,1963.

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The Rules

3 Fuad Ardlin, op cit., h. 47-49.

Page 45: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

37

Of Sociological Methode, New York: Free Press, Eigthth edition,

1964.

c. Le suicide, Paris: Alcan, 1897. Edisi ke-2, Paris: Presses

Universitaires de France, 1967. Diterjemahkan ke dalam Bahasa

Inggris dengan judul Suicide, A Study in Sociology, London:

Routledge, 1989.

d. Les Formes []|[]mentaires de la vie Religieuse, Paris: Alcan, 1912.

Edisi ke-5, Paris: Presses Universitaires de France, 1968.

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The

Elementary Form of the Religiouse Life, New York: free Press,

1992.

e. L‟Allemagne au-dessus de tout: La Mentalit[] Allemandeet la

Guerre (Jerman di atas segalanya: Mentalitas Jerman dan Perang),

Paris: A. Colin, 1915.

f. Education et Sociologie, Paris: Alcan, 1922. Edisi ketiga karya ini

mungkin diterbitkan kembali Presses Universitaires de France,

1966.

g. L, Education Morale, Paris: Alcan, 1925. Edisi baru, Paris: Presses

Universitaires de France, 1963. Diterjemahkan ke dalam Bahasa

Inggris dengan judul Moral Education, New York: Free Press,

1973.

h. Sociologi et Philosophie, Paris: Alcan, 1924. Edisi ketiga karya ini

kemudian diterbitkankembali Presses Universitaires de France,

1967. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul

Sociology and Philosophy, New York: Mac Millan Publishing. Co.,

Inc., 1974.

i. Le Socialisme, Paris: Alcan, 1928. Edisi kedua, Paris: Presses

Universitaires de France, 1971. Diterjemahkan ke dalam Bahasa

Page 46: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

38

Inggris dengan judul Socialism, New York: Mac millan Publishing

Co., Inc., 1962.4

3. Fakta Sosial dalam Perspektif Emile Durkheim

Sebenarnya untuk dapat memahami pengertian fakta sosial

melalui penelusuran pengalaman bersama, cukuplah kalau

diperhatikan bagaimana cara seorang anak dibesarkan. Apabila kita

memperhatikan fakta sebagaimana adanya dan selalu demikian adanya

akan segera kelihatan bahwa setiap pendidikan merupakan usaha

terus-menerus untuk memaksakan pada anak cara memandang dan

bertindak yang tidak dapat dicapai secara spontan. Dari sejak awal

hidupnya kita memaksanya untuk makan, minum dan tidur pada

waktu-waktu tertentu. Kita memaksanya untuk mengenal kebersihan,

ketenangan, dan kepatuhan. Kemudian kita memaksanya agar ia

belajar menghormati orang lain, menghormati adat dan kebiasaan,

perlunya kerja, dan sebagainya. Jika pada suatu saat pemaksaan ini

tidak terasa lagi, hal ini dikarenakan pemaksaan itu telah membuat si

anak menjadi semakin terbiasa dan timbul dorongan batin bahwa

pemaksaan tidak berguana lagi. Akan tetapi pemaksaan itu tidak

berhenti sama sekali karena masih tetap merupakan sumber dari

kebiasaan itu sendiri.5

Posisi teori Durkheim dalam paradigma ilmu sosial masuk pada

paradigma fakta sosial. Hal ini sangat nyata, tampak dari konsep

teorinya yang terkenal tentang “jiwa kelompok” yang dapat

mempengaruhi kehidupan individu.6 Individu yang ada di tengah

kelompok tersebut merupakan bagian pokok bagaimana mempelajari

kenyataan yang terjadi dalam sebuah wadah masyarakat. Social fact

(fakta sosial) adalah aspek-aspek kehidupan sosial yang tidak dapat

dijelaskan dalam pengertian biologis atau psikologis dari seorang

4 Ibid.,h. 50-51.

5 Taufik Abdullah, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1986), h. 32.

6 Ibid., h. 32.

Page 47: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

39

individu. Fakta sosial besifat eksternal (berada di luar individu).

Karena sifat eksternalnya, fakta sosial merupakan realitas independen

dan membentuk lingkungan objeknya sendiri. Cotoh yang paling jelas

dari fakta sosial adalah kebiasaan, peraturan, norma dan sebagainya.7

Dalam pandangan Durkheim, kesadaran kolektif dan kesadaran

individual itu sangat berbeda sebagaimana perbedaan antara kenyataan

sosial dengan kenyataan psikologis murni. Masyarakat terbentuk

bukan karna sekedar kontrak sosial, melainkan lebih dari itu atas dasar

kesadaran kelompok (colective conciousness).

Setidaknya dijumpai dua sifat kesadaran kolektif, yakni exterior

dan constraint. Exterior merupakan kesadaran yang berada di luar

individu, yang sudah mengalami proses internalisasi ke dalam

individu dalam wujud aturan-aturan moral, agama, nilai (baik-buruk,

luhur mulia), dan sejenisya. Constraint adalah kesadaran kolektif yang

memiliki daya „paksa‟ tehadap individu, dan akan mendapat sanksi

tertentu jika hal itu dilanggar.8

4. Klasifikasi kelompok sosial menurut Emile Durkheim

a. Kelompok solidaritas mekanis

Kata “mekanis” tidak dipakai dalam arti individualistis atau

atomistis. Sebaliknya, kesadaran diri sebagai individu di zaman

purba masih lemah, sedangkan kesadaran kolektif memerintah atas

bagian terbesar kehidupan orang. Kepercayaan yang sama,

perasaan yang sama, dan tingkah laku yang sama mempersatukan

orang menjadi masyarakat. Apa yang dicela oleh yang satu,

dianggap begitu juga oleh yang lain. Kesatuan sosial ini disebut

“mekanis”, karena anggotanya secara spontan cendrung kepada

suatu pola hidup bersama yang sama. Perbedaan antara individu-

individu tidak dianggap penting, sehingga tiap-tiap orang selalu

dapat digantikan oleh orang lain. Perasaan bersatu antara mereka

7

M. Amin Nurddin dan Ahmad Abrori, MENGERTI SOSIOLOGI: Pengantar untuk

Memahami Konsep-konsep Dasar, (Ciputat Jakarta Selatan: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 9.

8 Ibid., h. 17.

Page 48: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

40

kuat, sebab mereka mempunyai sumber kesadaran kolektif yang

satu sama yang biasa disebut alam. Sumber itu dihayati sebagai

dewa, totem, masyarakat sendiri, atau salah satu asas seperti

misalnya, perpaduan yang timbul dari unsur-unsur yang

berlawanan.9 Kelompok yang dalam solidaritasnya lebih ditentukan

oleh ikatan emosional, kekerabatan, persamaan cita-cita, dan ikatan

keagamaan. Jenis solidaritas mekanis ini merupakan suatu ciri khas

pemersatu dari masyarakat kuno.

b. Kelompok solidaritas organis

Di sini justru perbedaan antara anggota individual membuat

mereka bermasyarakat. Mereka saling membutuhkan dan oleh

karenanya menjadi bergantung satu kepada yang lain. Durkheim

memakai istilah “organis” di bawah pengaruh organisisme,

khususnya sosiologi Comte yang agak kentara dalam karangannya

yang pertama. Sebagaimana organ-organ yang berlainan fungsinya

menyokong dan menjamin seluruh kehidupan badan, demikian juga

pandangan, perasaan, dan tindakan sosial yang berlainan

menyangga masyarakat. Dalam masyarakat moderen kebebasan

individu dan toleransi terhadap keyakinan individual dan caranya

masing-masing anggota mengatur hidupnya sendiri, menonjol.

Bidang-bidang kehidupan yang dikuasai oleh kesadaran kolektif,

makin menyempit. Masyarakat diandaikan tidak berhak untuk

mencampuri urusan-urusan pribadi yang makin meluas.10

B. Pembahasan

1. Kekeliruan Lingkungan Sosial Pendidikan

Lingkungan sosial sangat berperan dalam menunjang masalah

pendidikan, dari lingkunganlah pendidikan mulai menanamkan

benihnya dalam diri setiap individu yang ada disekitarnya secara tidak

langsung, peranannya akan selalu ada dalam masalah pendidikan.

9

K. J. Veeger, REALITAS SOSIAL: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-

Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi., (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h. 146-147.

10 Ibid., h. 147.

Page 49: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

41

Lingkungan yang baik akan memberikan potensi lebih banyak nilai

kebaikan kepada setiap pelaku masyarakat yang ada di tempat tersebut,

walaupun terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhinya.

Pembiasaan yang baik dari setiap elemen masyarakat kepada

setiap individu yang ada di dalamnya memberikan dampak yang baik

pula dalam membentuk lingkungan sosialnya. Gambaran elemen sosial

terkecil yang ada dalam masyarakat adalah keluarga individu itu

sendiri, yang sekecilnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Setelah itu

masuk ke wilayah bertetangga, sekampung hingga bernegara.

Realitas kebaikan dari proses pembentukan sosial yang dibangun

dalam lingkungan masyarakat tidak semuanya dipandang baik oleh

elemen-elemen lainnya, ada juga elemen yang harusnya mendukung

pembentukan nilai sosial tersebut tapi berlainan dengan mestinya. Di

bawah ini ada beberapa kasus sosial yang terjadi dibeberapa

lingkungan masyarakat yang ada di Indonesia, di antaranya:

a. Anak SD disuruh nyontek oleh gurunya

Berita ini menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan di

Indonesia. Irma Winda Lubis sebagai seorang ibu dari murid SD

06 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang dipaksa untuk memberikan

contekan pada teman-temannya pada UN pada tahun 2011. Dia

mendatangi Balaikota DKI Jakarta untuk meminta penjelasan

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, atau dengan aparat terkait

atas kasus pemaksaan menyontek, yang diduga atas suruhan

Kepala Sekolah kepada anaknya.11

Peristiwa ini mengundang

banyak kontrofersi, antara fungsi dan peranan yang terkait antara

instansi pendidikan dengan hal yang harus diajarkan dalam

instansi tersebut.

Menurut Aris Merdeka Sirait di Jakarta, Rabu 15 Juni 2011,

“memaksa anak untuk menyebarkan kunci jawaban dapat

11

Desy Afrianti dan Siti Ruqoyah, Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,

(www.vivanews.com).

Page 50: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

42

dikatakan sebagai teror negara terhadap psikis anak, Serta dapat

dikatakan melanggar pasal 82, undang­undang no 23 tahun 2003,

tentang perlindungan anak".12

Kecurangan dalam Ujian Nasional

ini jika dilihat dari berbagai segi, merupakan salah satu bentuk

kekhawatiran dari lembaga sekolah atas reputasi kelulusan yang

dihasilkan oleh sekolahnya itu, berasal dari ketentuan negara yang

harus diikuti, sekolah takut akan reputasi sekolahnya di

masyarakat, di lain pihak negara merasa perlu untuk meningkatkan

Standar Kelulusan Nasioanal karena ingin menyetarakan dengan

negara-negara berkembang, sedangkan tenaga kependidikan yang

ada di Indonesia masih belum bisa menyesuaikan dengan

perkembangan yang ada di dalam internal pendidikannya.

b. Bentrokan di Manggarai

Tawuran antar warga Jalan Tambak dan Manggarai kembali

lagi terjadi di tempat yang sama, Kamis (25/12/2014) sekitar pukul

16.00. Padahal Kamis paginya, kedua warga tersebut baru saja

saling serang. Akibat tawuran, arus lalu lintas di jalan itu

tersendat, terutama dari arah Pasar Rumput menuju Proklamasi

dan dari Proklamasi menuju Pasar Rumput. Tak ada satu pun

kendaraan yang berani melintas. Pemuda yang terlibat tawuran

12

Ibid.

Page 51: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

43

menggunakan berbagai senjata. Mulai dari batu, botol beling,

petasan hingga senjata tajam dan juga panah.13

Peristiwa ini membuat warga sekitar ketakutan akan sikap

anarkis yang berimbas kepada rumah warga. Karena tidak

menutup kemungkinan ada sebagian yang orang akan lari ke gang-

gang rumah warga untuk mencari perlindungan dari amukan

warga tersebut.

Menurut Kartono, seorang saksi di lokasi kejadian "Ada

pengendara motor, dia dari Manggarai ke Tambak. Sampai di

Tambak, Jakarta Pusat, dia lempar petasan ke permukiman

warga".14

Dengan kejadian tersebut membuat pemuda yang ada di

jalan tambak tersebut marah dan membuat perhitungan terhadap

orang pengendara motor tadi. Sehingga tawuran antara warga tidak

bisa dibendung lagi.

c. Sembilan pelajar terjaring razia saat pesta miras

Sebanyak sembilan pelajar sekolah menengah kejuruan

(SMK) terjaring razia saat melakukan pesta minuman keras di

Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada Jumat, yang bertepatan

tanggal 9 Januari 2015. Razia tersebut dimulai karena mendapat

13

Whayu Tri Laksono, Bentrokan Kembali Pecah di Manggarai, Polisi Tembakkan Gas Air

Mata,2015, (www.kompasiana.com).

14 Ibid.

Page 52: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

44

beberapa laporan warga sekitar atas keresahan yang yang

dilakukan oleh para pelajaar tersebut.

Menurut Sumaryanto sebagai Komandan Regu I Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Jember “Kami melakukan razia pelajar

usai shalat Jumat dan ditemukan sebanyak sembilan pelajar yang

sedang pesta minuman keras di rumah toko (ruko) kosong di Jalan

Karimata”.15

Saat digerebek, lanjut dia, para pelajar tidak bisa melarikan

diri karena dalam pengaruh minuman keras dan terdapat satu

pelajar perempuan yang ikut dalam pesta tersebut.16

Para pelajar

tersebut membeli minuman haram tersebut dengan uang saku

mereka dengan cara berpatungan. Jenis minuman haram yang

mereka beli yaitu berjenis arak.

Melihat kondisi para pelajar yang di bawah pengaruh alkohol,

kemungkinan pesta minuman tersebut mereka lakukan sebelum

shalat jumat berlangsung.

Satpol PP selanjutnya berkoordinasi dengan pihak sekolah dan

memanggil seluruh orang tua pelajar yang terjaring razia, agar

mereka mendapatkan pembinaan.17

Koordinasi dengan pihak

sekolah tersebut dilakukan agar siswa pelajar SMK tersebut

mendapat pengawasan lebih dari pihak sekolah maupun dari pihak

orang tua mereka, sehingga mereka tidak lagi meresahkan

masyarakat dengan kelakuannya tersebut.

2. Peranan Pendidikan Islam

Pedidikan adalah sebuah proses sadar dan terencana untuk terus

mendorong perubahan serta pembaharuan individu dan sosial untuk

mencapai mutu kehidupan yang lebih baik, dengan cara

memaksimalkan kemerdekaan pribadi peserta didik, serta membela

15

Akhmad Kholil, Pesta Miras, Sembilan Pelajar Terjaring Razia, 2015,

(http://nasional.rimanews.com).

16 Ibid.

17 Ibid.

Page 53: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

45

kondisi kemanusiaan dalam lingkungan sosialnya.18

Kemerdekaan di

sini bukan berarti memberikan kebebasan yang tak terbatas tanpa ada

yang membentengi pribadinya, sebaliknya dalam pendidikan

sepenuhnya diberikan kebebasan dalam berkreasi namun dengan

prosedur dalam standar pendidikan yang telah ditentukan.

Perlu kita cermati terlebih dahulu tentang pengertian Pendidikan

Agama Islam (PAI) dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Agama

Islam (PAI) dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikan agama

Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama

Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan

Agama Islam.19

Dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan

pendidikan Matematika (nama mata pelajarannya adalah Metematika),

pendidikan Olahraga (nama mata pelajarannya adalah Olahraga),

pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan

seterusnya.20

Sedangkan Pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu

sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen

yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok muslim yang

diidealkan.21

Sebagaimana yang tertera dalam Al Qur‟an dan Al

Hadist.

Pernyataan Menteri Pendidikan Nasioanal Prof. Muhammad Nuh

yang dikutip dalam majalah kampus hal. 5, menyatakan bahwa :

“Dunia Pendidikan adalah dunia yang amat kompleks, menantang, dan

mulia sifatnya. Kompleks karena spektrumnya sangat luas, menantang

karena menentukan masa depan bangsa, serta mulia karena pendidikan

merupakan proses memanusiakan manusia. Oleh karena itu, pada

kesempatan yang baik ini, saya mengharapkan partisipasi dan bantuan

saudara semuanya untuk secara serius mengembangkan dan

18

Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif, (Jakarta:

Esensi, 2008), h. 30.

19 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrasah,

dan perguruan Tinggi, Edisi III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 6.

20 Ibid., h. 6.

21 Ibid.

Page 54: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

46

menindaklanjuti program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia

Kerja dalam bentuk Rencana Aksi yang dapat diterapkan di

masyarakat”.22

Tujuan pendidikan sinkron dengan tujuan hidup bangsa, yaitu

melahirkan individu, keluarga, dan masyarakat yang saleh, serta

menumbuhkan konsep-konsep kemanusiaan yang baik di antara umat

manusia dalam mencapai suasana saling pengertian internasional,

yakni konsep-konsep yang sesuai dengan budaya, peradaban, dan

warisan umat serta pandangannya tentang alam, manusia dan hidup.23

3. Durkheim dan Idealnya Lingkungan Sosial Pendidikan Islam

Indonesia

Ada beberapa hal yang melatar belakangi perhatian Durkheim

dalam masalah konsensus dan moralitas, bukan saja atas dasar keadaan

politik di Prancis saat itu sehingga menewaskan anak satu-satunya

yang dipicu karena Perang Dunia I, melainkan juga karena ada

pergeseran sosial, dampak dari adanya industralisasi dan kapitalisme

saat itu.

Masa industrialisasi memberikan pengaruh yang sangat signifikan

terhadap bentuk pemikiran dalam bersosial. Meningkatkan kinerja

individu dalam membangun suatu perubahan dalam komunitasnya

yang mengacu terhadap nilai keekonomisan. Termasuk hal-hal yang

berdampak pada sesuatu yang ketidak manfaatannya pun dapat

diperhitungkan, sehingga bisa mengurangi pembiayaan dalam kegiatan

yang dilakukan.

Dari perubahan pola pikir individu yang terfokus kepada hal

materialistis, maka akan berimbas pada kegiatan yang dilakukan dalam

lingkungannya. Karna lingkungan dan pola pikir individu yang ada di

dalamnya saling keterkaitan, sehingga hasil dari adanya industralisasi

22

Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Bangsa, (Jakarta: Baduose Media

Jakarta, 2011), Cet. I, h. 15.

23 Hery Noer Aly. dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003), Cet. II, h. 3.

Page 55: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

47

dan kapitalisme saat itu membuat fakta sosial adanya perubahan moral

yang tertuju pada materi semata dan memudarkan nilai-nilai moralnya.

Tentang “ilmu moralitas” Durkheim pernah menulis bahwa karena

ketentuan moral dan hukum pada dasarnya memantulkan keperluan

sosial yang hanya bisa dimasukkan oleh masyarakat itu sendiri –

sesuatu yang berdasarkan pada “Pandangan Kolektif” – maka bukanlah

tugas kita mendapatkan (ketentuan) etika dari ilmu pengetahuan,

melainkan membentuk suatu ilmu tentang etika.24

Jadi pantulan dari

keperluan sosial akan industrialisasi dan kapitalisme membentuk moral

dan hukum seputar bagaimana mereka bisa menghasilkan suatu

keuntungan sebesar-besarnya, yang sangat boleh jadi merugikan orang

lain atau tidak.

Etika merupakan tata nilai yang terkandung dalam suatu

lingkungan sosial yang sering dikenal dengan istilah norma. Norma

inilah yang menjadi acuan bersosialisasi dalam bermasyarakat.

Pembagian norma ada beberapa macamnya, seperti norma agama,

norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Semuanya

menjadi satu rangkaian dalam kegiatan bermasyarakat.

Dalam model penelitian yang Durkheim lakukan, ia memandang

diriya sebagai “rasionalis” karna ia yakin dapat menemukan hubungan

sebab-akibat dalam tingkah laku sosial, dan ia memandang posisinya

sebagai “spiritualis” dalam arti bahwa ia menjelaskan keseluruhan

melalui bagian-bagian yang merupakan ciri khas keseluruhan itu.25

Ia

menolak dalam mempelajari sosial disamakan dengan mempelajari

benda-benda material yang hanya dapat dipahami dengan mempelajari

sebagian benda dari keseluruhan, karna untuk memahami masyarakat

akan sangat berbeda dengan memahami material.

Dalam artikel yang dipublikasikan oleh kompasiana.com

menerangkan bahwa tingkat tindak pidana sejatinya merupakan sebuah

24

Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi

Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), h. 2-3.

25 Soejono Dirdjosisworo, op.cit., h. xxii.

Page 56: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

48

indikator penentu mengenai kualitas keamanan, kesejahteraan, dan

kemakmuran masyarakat sehingga besar kecilnya tindak pidana juga

mendeskripsikan besar kecilnya tingkat penanganan keamanan serta

besar kecilnya tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat.26

Gambaran keadaan sosial bangsa Indonesia dapat dilihat pada diagram

di bawah ini:

(Jumlah Tindak Pidana, Angka Kemiskinan, dan Tingkat

Pengangguran Terbuka Indonesia (diolah), sumber : Statistik Indonesia

2014, Dok.Pri)

Sebagaimana yang dijelaskan Durkheim mengenai tindakan sosial:

The rate of occurrence (wheather frequent or infrequent) of a

social fact may serve as an index of an uderlying social reality and of

the trends which pervade it. A scientifically measured statistical rate is

a sign of „a certain state of the collective consciouseness‟.27

Tingkat keterjadian suatu fakta sosial (entah sering atau tidak)

dapat berfungsi sebagai indeks yang menggarisbawahi keyataan sosial

dan kecendrungan yang kuat di dalamnya. Suatu tingkat statistik yang

26

Joko Ade Nursiono, Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini Penyebabnya, 2015,

(www.kompasiana.com).

27 Emile Durkheim, Sociology and Philosophy, (London: Cohen & West LTD, 1953), h. xviii.

Page 57: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

49

diukur secara ilmiah merupakan suatu tanda „keadaan kesadaran

kolektif tertentu‟.28

Data statistik di atas menjadikan tantangan bagi bangsa Indonesia

dari era globalisasi yang dihadapi, bagaimana bangsa ini

mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa yang mempunyai karakter

yang berbudi luhur yang merupakan warisan dan tujuan dari pendiri

bangsa Indonesia. Sebagaimana yang dikutip dari majalah Formula

Vol. IV-Juni 2010, Agung Laksono menegaskan Arahan Presiden RI

dalam Sidang Kabinet Terbatas Bidang Kesra tanggal 18 Maret 2010,

arahan Presiden RI pada Rapat Kerja Nasional di Tapak Siring, Bali

tanggal 19–20 April 2010, serta arahan Presiden RI pada Puncak

Peringatan Hari Pendidikan Nasioanal di Istana Negara tanggal 11 Mei

2010; “Tujuan desain induk pembangunan karakter bangsa adalah

membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga

mampu mewujudkan masyarakat yang berketuhanan Yang Maha Esa,

berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,

berjiwa kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia”.29

Diperkuat lagi dengan pernyataan Presiden Susilo

Bambang Yudoyono yang dikutip dalam majalah Formula, vol.IV-Juni

2010 bahwa: “Character Building sudah mulai kita lupakan”.30

Jadi jelaslah terlihat kekhawatiran Durkheim mengenai nilai

moralitas yang terjadi karna perubahan dalam bidang perekonomian

serta kebijakan dalam politik memberikan benturan keras akan nilai-

nilai kemanusiaan yang ada pada saat itu. Dalam catatan sejarah

nasional telah diabadikan bahwa menjelang akhir pemerintahan Orde

Lama (ORLA) pembangunan karakter/budi diluluhlantahkan oleh

“Kekuatan Politik”. Memasuki Orde Baru (ORBA) untuk membangun

karakter/budi pekerti anak bangsa melalui Pedoman Penghayatan dan

28

Soejono Dirdjosisworo, op.cit., h. xvii

29 Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h.13.

30 Ibid., h. 12.

Page 58: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

50

Pengamalan Pancasila (P4), namun lenyap begitu saja karna tidak

adanya perilaku “Keteladanan” dari kepemimpinan nasional seperti

yang didoktrinkan dalam P4 tersebut. Pembangunan karakter/budi

pekerti sebagaimana diamanahkan oleh pendiri negeri ini yang

memperjuangkan dengan jiwa, raga, dan harta menjadi terhambat.

Pesan pendiri negeri ini adalah pembangunan sebagai isian dari

kemerdekaan harus mengedepankan “national character

building”/membangun karakter/budi pekerti bangsa. Terhambatnya

“national character building” disebabkan oleh penekanan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diutamakan adalah

pembangunan ekonomi, fisik, material, sementara pembangunan

karakter/budi pekerti kejiwaan diabaikan.31

Untuk itu, Durkheim

melihat nilai moralitas inilah yang bisa memberikan keluwesan dalam

bermasyarakat dan memberikan keseimbangan dalam menjalankan

fungsinya sebagai elemen-elemen sosial.

Kesimpulan yang bisa diambil penulis dari pokok utama

pandangan Durkheim dalam membentuk lingkungan sosial agar

tercipta kesadaran kolektif yang mengarah kepada keseimbangan dan

keteraturan dalam hidup berkelompok, yaitu didasarkan pada nilai

moralitas yang disepakati bersama dan mempunyai nilai kebaikan bagi

individu tersebut maupun individu yang lainnya. Kejujuran, tidak

merugikan orang lain, hendaknya pendidikan Islam bermuara pada

akhlak.

Seperti halnya nilai kebaikan dari sudut pandang moralitas, ajaran

agama Islam yang disampaikan oleh Allah Swt kepada Nabi

Muhammad Saw dengan kitabnya Al-Qur‟an juga mengajarkan nilai-

nilai kebaikan. Bahkan diriwayatkan dalam hadist, bahwa tujuan Allah

mengutus Nabi Muhammad Saw hanya untuk menyempurnakan

Akhlak (tingkah laku), sebagaimana hadist Nabi Muhammad yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

31

Maswardi Muhammad Amin, op.cit, h. 14.

Page 59: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

51

ثن ع ث نا إساعيل بن أب أويس قال: حد بد العزيز بن ممد، عن ممد بن حد، عن أب ىري رة، أن رسول اللو السمان صالح عجلن، عن القعقاع بن حكيم، عن أب

ا بعثت لتم صالح »صلى اهلل عليو وسلم قال: 32«الخلق إن

Ismail bin Abi Uyaisi berkata: Abdul A‟ziz bin Muhammad

menceritakan kepadaku hadis dari Muhammad bin „Ajlan dari Al

Qo‟qa‟i bin Hakim dari Abi Soleh As Samman dari Abi Hurairah

sesungguhnya Rasulullah berkata : “Sesungguhnya aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak mulia”

Dalam hadist tersebut ada dua poin yang harus diperhatikan,

pertama yaitu bagaimana berakhlak mulia kepada Sang Khalik dan

yang ke dua bagaimana berakhlak mulia kepada sesama manusia

Suatu konsep yang biasanya dipandang mejadi karakteristik dari

segala sesuatu yang religius adalah konsep supernatural. Yang

supernatural adalah tatanan hal-ihwal yang berada di luar kemampuan

pemahaman kita; yang supernatural adalah dunia misteri, yang tidak

bisa diketahui atau yang tidak bisa ditangkapakan dan dicerap indra.

Maka agama menjadi semacam spekulasi terhadap segala sesuatu yang

ada di luar sains atau akal sehat pada umumnya.33

Tuhan pada awalnya adalah sesuatu yang dipandang manusia

superior dari dirinya dalam hal-hal tertentu dan merupakan tempat

menggantungkan kepercayaan . apakah sesuatu tersebut berupa satu

pribadi, seperti Zeus atau Yahweh, atau permainan kekuatan-kekuatan

abstrak sebagaimana yang terdapat dalam totemisme, para hamba

percaya bahwa mereka terikat dengan tata laku tertentu yang dititahkan

oleh prinsip sakral kepada mereka. Masyarakat juga menimbulkan

semacam rasa ketergantungan pada dalam diri kita.34

32 Muhammad Ibnu Isma‟il Ibnu Ibrahim Ibnu Al Mugirah Al Bukhari Abu „Ubaid, Al Adab

Al Mufrad, Bairut: Daarul Bashaair Al Islamiyah, 1989, Juz 1, h. 104. 33

Emile Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, (Jogjakarta: Ircisod, 2011),

Cet. I, h. 49.

34 Ibid., h. 305-306.

Page 60: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

52

In the conclusion of Elementary Forms Durkheim argue that

religion is not some historic phenomenon destined soon to fade away.

The existence of society itself depends on the recurrence of periodic

ritual, and only through such events can the sentiments of individuals

be united:35

Dalam penutup buku Elementary Forms Durkheim berpendapat

bahwa agama adalah sejarah beberapa fenomena tidak ditakdirkan

untuk segera memudar. Keberadaan masyarakat itu sendiri tergantung

pada ritual pengulangan periodik, dan hanya melalui peristiwa tersebut

bisa menjadi perasaan individu yang disatukan.

Dengan demikian peranan agama dalam pengaplikasiannya di

masyarakat mengikat solidaritas antar individu di dalamnya, yang

artinya kelompok yang terbentuk di dalam masyarakat bukan sekedar

ada kepentingan bersama, melainkan ada suatu yang dianggap baik

yang ingin selalu ada dalam lingkungannya dan kebaikan tersebut

terjaga dan terlestarikan oleh penerusnya.

Bahkan Durkheim mengemukakan pandangannya terhadap

peranan agama di dalam kehidupan bermasyarakat;

Not until 1895 did I have a clear sense of the vital role played by

religion in social life. It was in that year that, for the first time, I

found a way of approaching the study of religion through

sociology. It was a revelation. This lecture course of 1895 marks

a dividing line in the development of my thinking, so much so that

all my previous research had to be re-evaluated to be brought

into line with these new views.36

Tidak sampai 1895 aku memiliki rasa yang jelas tentang peran

penting yang dimainkan oleh agama dalam kehidupan sosial. Saat di

tahun itu bahwa, untuk pertama kalinya, saya menemukan cara untuk

mendekati studi agama melalui sosiologi. Ini adalah sebuah wahyu.

Kuliah ini dari 1895 menandai garis pemisah dalam pengembangan

35

Emile Durkheim, Durkheim on Morality and Society Selected Writings, (Chicago: The

University of Chicago Press, 1973), h. xlix.

36 Emile Durkheim, Sociologist and Moralist, (London: The Taylor & Francis e-Library,

2005), h. 116-117.

Page 61: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

53

pemikiran saya, begitu banyak sehingga semua penelitian saya

sebelumnya harus dievaluasi kembali untuk dibawa ke sejalan dengan

pandangan-pandangan baru.

Menurut Prof. Dr. H. Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama

fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Berfungsi edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang

mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran

agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang.37

dalam

ajarannya terdapat nilai-nilai kebaikan dan keburukan dalam

pengaplikasian mereka sebagai penganut agama yang sesuai

dengan yang ada dalam ajaran agamanya.

b. Berfungsi penyelamat

Di mana pun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya

selamat. Keselamatan meliputi bidang yang luas adalah

keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang

diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan

yang meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat. Dalam mencapai

keselamatan itu agama mengajarkan para penganutya melalui:

pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada

Tuhan.38

Tuhan yang mereka sembahlah yang nantinya diharapkan

sebagai penolong mereka di kedua alam tersebut.

c. Berfungsi sebagai pendamaian

Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat

mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa

dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila

seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui: tobat,

pensucian ataupun penebusan dosa.39

Penyesalan dalam dosa

37

Jalaluddin, Psikologi Agama, Edisi Revisi XI, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005 ),

h. 261.

38 Ibid.

39 Ibid., h. 262.

Page 62: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

54

memberikan pengharapan baru kepada si penganut dalam

mendapatkan ketenangan beribadah dalam batinnya.

d. Berfungsi sebagai social control

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya

terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi

maupun secara berkelompok. Ajaran agama oleh penganutnya

dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat

berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun

kelompok, karena:

1) Agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya.

2) Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi yang kritis

yang bersifat profetis (wahyu, kenabian).40

e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa

memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan.

Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok

maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa

persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan

itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.41

Rasa solidaritas

tersebut merupakan ikatan yang terbentuk dalam menyatukan frem

mereka terhadap ajaran agamanya.

f. Berfungsi sebagai trasformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan keperibadian seseorang

atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran

agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya

berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu, kadang kala

mampu mengubah kesetiaanya kepada adat atau norma kehidupan

yang dianutnya sebelum itu.42

40

Ibid.

41 Ibid., h. 263.

42 Ibid.

Page 63: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

55

g. Berfungsi kreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk

bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri,

tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan

saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan

tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.43

Berkreasi dan berinovasi memberikan pandangan bahwa agama

tersebut mempunyai nilai lebih, selain agama itu dipandang sebagai

hal yang sakral dalam nilai-nilai religius saja.

h. Berfungsi sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja

yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi.

Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-

norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk

Allah merupakan ibadah.44

Keselarasan antara aturan agama

dengan tata norma yang ada dalam masyarakat memberikan suatu

keharmonisan dalam menjalankan kedua aturan tersebut, supaya

bisa saling beriringan dan saling bersinergi di antara keduanya .

Maka agama pun memberikan peran utama dalam menjaga

ketertiaban sosial yang berada di masyarakat. Selain nilai ketaatan

yang didapat, ada nilai ibadah juga akan kita dapatkan. Ketika nilai

ibadah atau amal ini diutamakan dalam lingkungan masyarakat, maka

besar kemungkinannya akan mempengaruhi nilai moralitas individu

yang ada di dalamnya, seperti yang dituturkan Durkheim berikut;

While Durkheim could see no ready social or political solution to

this moral problem, he believed that only a special type of

consciousness based on charity and human sympathy may overcome

43

Ibid.

44 Ibid.

Page 64: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

56

the tendency to judge the moral worth of a person in terms of their

social background.45

Sementara Durkheim melihat tidak ada kesiapan solusi sosial atau

politik untuk masalah moral, ia percaya bahwa hanya ada jenis khusus

dari kesadaran berdasarkan amal dan simpati manusia yang dapat

mengatasi kecenderungan untuk menilai nilai moral seseorang dalam

hal latar belakang sosial mereka.

Menurut penulis dalam hal ini Durkheim melihat bahwa, pertama

dalam menyelesaikan masalah moral dalam lingkungan sosial atau

politik yaitu dengan adanya kesadaran berdasarkan amal. Kedua,

dalam menilai nilai moral seseorang harus berdasarkan nilai simpati

manusia itu sendiri, yang artinya besar kecilnya nilai moral seseorang

akan terlihat dari besar kecilnya seseorang itu peduli terhadap orang

lain, sehingga memberikan nilai empati untuk dirinya.

Sifat kehidupan kelompok membentuk cara orang berpikir,

merasa, mengingat – dan apa yang dianggap mereka bersifat moral.46

Moralitas merupakan ciptaan sosial, maka representatif moralitas

merupakan suatu yang masih abstrak dalam suatu lingkungan. Kapan

saja unsur-unsur tertentu bergabung dan dengan demikian

menghasilkan fenomena baru, jelaslah bahwa fenomena ini terletak

bukan pada unsur-unsur semula tetapi pada keseluruhan yang dibentuk

oleh kesatuan mereka.47

Jadi realitas dari sebuah fenomena berasal dari

unsur-unsur yang bersatu. Satu dengan yang satu menjadi sebuah

kesatuan padanan sosial. Moralitas merupakan suatu ciri manusia yang

tidak dapat ditemukan pada makhluk selain manusia.48

Jika Islam

berpandangan hakikat terbentuknya sosial masyarakat sempurna

45

Emile Durkheim, Professional Ethics and Civic Morals, (London:, The Taylor & Francis e-

Library, 2003), h. xxviii.

46 Lukas Ginting, Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan

oleh Emile Durkheim, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. xxi.

47 Ibid., h. xxii.

48 Syaiful Sagala, Etika & Moralitas Pendidikan; Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Kencana,

2013), Cet. I, h. 1.

Page 65: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

57

(diberi akal dan nafsu) berasal dari nenek moyang kita yaitu Nabi

Adam dan Hawa, maka tepatlah ”Buah jatuh tak akan jauh dari dari

pohonnya” sebagai pribahasa yang tepat yang mendasari unsur

ideologi terbentuknya moralitas sosial yang paling terkecil. Walaupun,

tak semua proses moralitas menyerupai hukum pemantulan cahaya

dalam cermin (sinar datang = sinar pantul), tetapi secara normalnya

proses interaksi individu saat pertama kali menjadi bagian anggota

keluarga, baik setelah lahir maupun masih dalam kandungan yaitu

kedua orang tuanya sendiri.

Unsur lain yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan

moralitas yaitu pendidikan formal dan non formal, Politik,

Industri/Ekonomi, serta informasi dari luar, seperti berita kejadian

sesuatu baik media masa (televisi, akun sosial media dan lain-lain)

maupun media cetak (koran, majalah banner dan lain-lain). Jadi skema

dari alur pembentukan moralitas adalah sebagai berikut:

Dari skema di atas, kita bisa melihat perputaran dari suatu proses

pembentukan moralitas dalam masyarakat. Siapa yang paling kuat,

siapa yang paling mempunyai kekuasaan, siapa yang sering memberi

dan siapa yang paling masuk akal untuk mempengaruhi akan

Ayah

Ibu

Ayah

Ibu

Ayah

Ibu

Ayah

Ibu

A

n

a

k

A

n

a

k

Anak Anak

Alur

Pembentukan Moralitas

Page 66: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

58

membentuk individu dalam tatanan sosial tersebut, sesuai dengan data

yang diterimanya.

Dalam Islam terdapat tiga nilai keteladanan utama, yaitu akhlak,

adab dan keteladanan.49

Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung

jawab selain syari‟ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term

adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku

yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang

ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti

keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga nilai inilah yang menjadi

pilar pendidikan karakter dalam Islam.50

Untuk itu, karakter Islam dalam sosial menjadi dasar dari

keteraturan berinteraksi. Pendidikan Islam sangatlah universal

cakupannya dan semuanya merujuk pada suatu keteraturan. Akhlak,

adab dan keteladanan merupakan dasar penenaman pendidikan dalam

Islam, kesemuanya merupakan unsur yang harus ada dalam menghiasi

sosial Islami. Dibutuhkan penggerak yang paham akan nilai standar

Islam, serta koordinasi yang berkesinambungan di antara pihak-pihak

yang berperan dalam mencapai tujuan nilai-nilai Islami.

Maka, idealnya dalam menghasilkan fenomena sosial yang

menurut Durkheim terbentuk dari unsur-unsur hingga menjadi satu

kesatuan, tak akan pernah lepas dari satuan terkecil tersebut. Sehingga

satuan terkecillah yang akan menjadi pondasi dari suatu pembentukan

fenomena yang terencana. Untuk itu, diperlukan pembentukan

terencana juga untuk mendapatkan hasil yang direncanakan pada

satuan terkecil dalam unsur tersebut.

Satuan terkecil sebagai tokoh yang berperan aktif dalam

menciptakan fenomena sosial yang ada yang sekaligus menjadi salah

satu pelopor utama dalam pembentukan karakter dan menjadi rujukan

49

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persepektif Islam, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. I, h. 58.

50 Ibid.

Page 67: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

59

utama dalam Islam sebagai imam dalam bersosial skala kecil yaitu

orang tua.

4. Fakta Sosial dan Pembentukan Karakter dalam Islam

a. Pembentukan karakter Emile Durkheim dalam fakta sosial

Fakta sosial menurut Emile Durkheim merupakan suatu

rangkaian kegiatan dan interaksi individu dalam suatu masyarakat

dalam kurun waktu tertentu, sehingga mendapatkan suatu pola

kegiatan yang disepakati bersama dalam lingkungan masyarakat

tersebut yang nantinya membentuk sebuah kebiasaan, peraturan,

norma dan lain sebagainya. Pola tersebut menjadi sebuah ciri khas

dari adanya masyarakat tersebut dan hal itu akan diwariskan secara

turun-temurun kepada para calon anggota masyarakat yang berada

disana nantinya.

Pembentukan karakter berawal dari sebuah interaksi kehidupan

beberapa individu yang berada dalam suatu tempat. Karakter juga

merupakan hasil dari berbagai keragaman kelakuan yang disepakati

bersama. Sehingga dasar dari adanya karakteristik berasal dari

adanya kehidupan. Durkheim pernah mendefinisikan dasar dari

kehidupan.

"Its life is uniform, languishing and dull." But when the tribe

gathers together and "a corrobbori takes place, everything

changes."51

"Hidup adalah seragam, mendekam dan membosankan."

Tetapi ketika suku berkumpul bersama-sama dan "corrobbori

mengambil tempat, semuanya berubah.”

Jadi, menurut penulis bentuk sederhana alur sebuah kehidupan

seseorang menurut Durkheim yang seragam yaitu, dikandung,

dilahirkan, tumbuh menjadi anak-anak, tumbuh dewasa, menikah,

mencari tempat tinggal, punya keturunan dan meninggal.

51

Emile Durkheim, On Morality and Society, (London: The University of Chicago Press,

1973), h. xlv.

Page 68: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

60

Perubahan terjadi ketika ada perkumpulan dari beberapa orang

(bermasyarakat) dan adanya “corrobbori”. Corrobbori merupakan

nama acara ritual mistik yang ada pada suku pedalaman Australia.

Artinya dengan adanya kegiatan di dalam suatu kelompok dan

kegiatan itu dianggap sakral bagi kelompoknya, maka akan saling

menyatukan diantara setiap anggota kelompok yang ada di

dalamnya.

Dalam pembentukan kesepakatan kelakuan atau tata tertib

yang ada di dalam kelompok masyrakat terdapat peranan tokoh

masyarakat sebagai pemberi keputusan terhadap kebijakan yang

ada di dalam masyarakat itu. Selain sebagai pemberi kebijakan,

seorang tokoh masyarakat akan mencerminkan nilai-nilai yang

harus ada di kelompok masyarakatnya untuk nantinya diikuti oleh

anggota masyarakatnya.

Durkheim was not saying that the role of the scholar is to

carry out his research without regard to his society, but he did

argue for the autonomous worth and vitality of the intellectual role.

The intellectual is called to hold a mirror to his society, to make

conscious its deepest values.52

Durkheim tidak mengatakan bahwa peran pelajar (tokoh

masyarakat) adalah untuk melakukan penelitian tanpa

memperhatikan masyarakat, tapi ia berpendapat untuk nilai otonom

dan daya peran intelektual. Intelektual diberikan kepada yang

memberikan cerminan kepada masyarakatnya, untuk membuat

sadar nilai-nilai terdalam.

Maka jelaslah, pembentukan karakter menurut Durkheim

tersusun atas suatu aturan tertulis maupun tidak tertulis yang

diberlakukan pada kelompok masyarakat yang mendiami suatu

daerah atas kesepakatan para pemegang tokoh yang berpengaruh

untuk mengikuti aturan tersebut. Pemberlakuan aturan tersebut

52

Ibid,. h. xxxvii.

Page 69: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

61

selanjutnya menjadi suatu pembiasaan yang mengikat pada setiap

anggotanya dalam melakukan sesuatu, sehingga sadar ataupun

tidak sadar pembiasaan itulah yang akan menjadi sebuah karakter

seseorang.

b. Pembentukan karakter dalam Islam

Kita mengetahui bahwa sumber pembentukan karakter utama

dalam Islam yaitu al-quran dan al-hadits. Tapi jika kita mengaitkan

bahwa bagaimana karakter itu bisa disampaikan di lingkungan

sosial, tentunya membutuhkan peran utama sebagai panutan.

Panutan yang paling sempurna dalam Islam sendiri yaitu Nabi

Muhammad saw, selain sebagai penyampai berita dari Allah

sekaligus sebagai pemberi contoh dalam penanaman karakter

Islam.

Tingkahlaku Rasulullah merupakan gambaran al-quran dalam

kehidupan sehari-harinya, selain itu ada hadits sebagai pelengkap

dalam menyempurnakan karakter dalam Islam. Karna dalam

pembentukan karakter sangat erat kaitannya dengan apa yang

didengar dan yang dilihat, maka pelengkap atau hadits jika dilihat

dari segi bentuknya terbagi menjadi 5 bagian, diantaranya:

1) Hadits qauli

Merupakan segala bentuk perkataan atau ucapan yang

disandarkan kepada Nabi saw. Dengan kata lain hadits qauli

hadits berupa perkataan Nabi saw.53

اهلل ول س ر ال : ق ال ق ب ط و ي ن ع اهلل ي ض ا ر ي ل ع ع س و ن اش أ ر ح ن عي ب ب ر ن ع 54ار الن ج ل ي ي ل ع ب ذ ك ي ن م و ن ا ف ي ل وا ع ب ذ ك ل م ل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص

Dari Rab‟iy bin Hirasy sesungguhnya dia mendengar Ali ra

sedang khutbah dan berkata bahwa Rasulullah saw bersabda

“Janganlah kalian berdusta atas namaku karena

53

M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Cet II,

h. 21.

54 Majid Khon dkk, Ulumul Hadits, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2005), h. 132.

Page 70: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

62

sesungguhnya yang berdusta atas namaku akan masuk

neraka”.

2) Hadits fi‟li

Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi

saw. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan

Nabi Saw, yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada

saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk

mengikutinya.55

ن اهلل ب د ب ع ن اهلل ع د ب ع ن ب ال س ن اب ع ه ش ن اب ن ك ع ال م ن ع ي ي ن ث د ح و ي د ي ع ف ر ة ل الص ح ت ت ا اف ذ ا ان ك م ل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص اهلل ول س ر ن , أ ر م ع اهلل ع س ال ق ا, و ض ي ا ك ل ذ ا ك م ه ع ف ر وع ك الر ن م و س أ ر ع ف ا ر ذ إ , و و ي ب ك ن م و ذ ح 56.د و ج الس ف ك ل ذ ل ع ف ي ل ان ك , و د م ل ا ك ل ا و ن ب ر ه د ح ن م ل

Yahya menceritakan kepadaku, dari malik dari Ibnu Syihab

dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin Umar bahwa

Rasulullah Saw apabila memulai shalat, beliau mengangkat

tangan sejajar dengan pundaknya. Ketika bangkit dari ruku‟,

beliau mengangkat tangannya setinggi pundak juga dan

mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah, rabbanaa

walakal hamdu (Allah mendengar orang yang memuji-Nya,

Tuhan kami dan Milik-Mu segala pujian).” Beliau tidak

melakukan ini ketika sujud.

3) Hadits taqriri

Hadits yang berupa ketetapan Nabi Saw, terhadap apa

yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi Saw

membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan

oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah

beliau membenarkan atau mempermasalahkannya. sikapNabi

yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai

55

M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 21.

56 Malik bin Anas, Al Muwaththa‟ Imam Malik, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI

DKI, 2006), h. 100.

Page 71: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

63

dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai

kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian syara‟.57

ن ب د ي ع س ن ع اب ه ش ن اب ن ك ع ال م ن ع ي ي ن ث د ح رسول اهلل ن أ ,ب ي س ال

ا,ن د اج س م ب ر ق ي ل , ف ة ر ج الش ه ذ ى ن م ل ك ا ن م ال ق م ل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص 58.م و لث ا ح ي ر ا ب ن ي ذ ؤ ي

Yahya menceritakan kepadaku, dari Malik, dari Ibnu Syihab,

dari Sa‟id bin Al Musayyab, bahwa Rasulullah Saw bersabda,

“Barangsiapa yang makan tumbuhan ini (bawang –

penerj.),hendaknya ia tidak mendekati masjid kami. Karena ia

akan mengganggu kami dengan bau bawangnya.”

4) Hadits hammi

Yaitu hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi Saw

yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa

tanggal 9 „Asyura.

م و ي مل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص النيب ام ص ي ح ول ق اس ي ب ع ن اهلل ب د ب ع ن ع ى. ار ص الن و د و ه لي ا و م ظ ع م و ي و ن اهلل إ ول س ا ر و: ي ال ق و ام ي ص ا ب ن ر م أ و اء ر و اش ع م و ا ي ن م ص ل ب ق لم ا ام لع ا ان ا ك ذ إ : ف مل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص رسول اهلل ال ق ف

ع )رواه أبوداود(.اس الت Dari Abdullah Ibn Abbas, ia berkata, ketika Nabi Saw

berpuasa pada hari „Asyura dan memerintahkan para sahabat

untuk berpuasa, mereka berkata,”Ya Rasulullah, hari ini hari

yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani”. Rasul Saw

kemudian bersabda,”Tuhan yang akan datang insya Allah aku

akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Abu

Daud).59

5) Hadits ahwali

Yaitu hadits yang berupa halikhwal Nabi Saw yang tidak

termasuk kedalam kategori keempat bentuk hadits di atas. 57

M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 22.

58 Malik bin Anas, op.cit., h. 19.

59 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 23.

Page 72: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

64

Hadits yang termasuk kategori ini adalah hadits-hadits yang

menyangkut sifat-sifat dan keperibadian, serta keadaan fisik

Nabi Saw.60

يب الن ف ك ن م ي ل ا أ اج ب د ل ا و ر ي ر ح ت س س ام : م ال و ق ن ع اهلل ي ض ر س ن ا ن ع ل و مل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص و ا ح ي ر ن م ب ي ط أ ط ا ق ف ر ع و ا ط ا ق ي ر ت م )رواه البخارى( مل س و و ي ل ع ي اهلل ل ص يب الن ف ر ع

Dari Anas ra. berkata, “Aku belum pernah memegang

sutramurni dan sutra berwarna (yang halus) sehalus telapak

tangan Rasul Saw,juga belumpernah mencium wewangian

seharum Rasul Saw (H.R. Bukhari)” 61

5. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan langkah menuju terciptanya

peradaban masyarakat yang tidak hanya mementingkan masalah

duniawi, tapi juga sangat memperhatikan masalah ukhrawi. Skema

pengaplikasian dalam Pendidikan Islam bisa bersifat horizontal dan

vertikal. Secara horizontal artinya pendidikan dalam Islam

mempelajari bahwa ibadah itu berada pada bagaimana mereka

mengaplikasikan kemanfaatan ilmu mereka dalam lingkungan mereka

tinggal, yaitu sebagai anggota sosial yang membutuhkan orang-orang

dalam menjalankan aktifitasnya di lingkungan tempat mereka tinggal.

Secara vertikal artinya bagaimana mereka mengaplikasikan

kemanfaatan ilmu mereka untuk mendapatkan keikhlasan dari Sang

Maha Pencipta dan Pengatur kehidupan dunia yang fana ini.

Pendidikan Islam bertujuan untuk menyeimbangkan bagaimana

seseorang menyelaraskan kebutuhan beserta tingkah laku mereka

sebagai anggota sosial dan sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Dengan

adanya penyeimbang dari kebutuhan jasmanai dan rohani ini maka

secara garis besarnya pendidikan Islam terkandung dalam beberapa

ayat berikut:

60

Ibid,. h. 24.

61 Ibid., h. 24-25.

Page 73: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

65

a. Al Jumu‟ah [62] ayat 2

Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf

seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya

kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka

kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka

sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Allah yang disucikan oleh semua yang wujud di langit dan di

bumi. Ini karena semua makhluk memiliki kekurangan dan

kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali

Allah Swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi

kebutuhan siapapun Dia lah Yang Berhak disucikan dari segala

kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya karena hanya Dia yang

memenuhi semua kebutuhan semua makhluk, maka hanya Dia pula

yang berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan

segala sesuatu, dengan kata lain hanya Dia al Malik/Maha Raja.

Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama.

Ketetapan itu bukan karena Dia butuh atau adanya kekurangan

pada diri-Nya yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali tidak,

karena Dia al- Quddus/Maha Suci dari segala kekurangan dan

kebutuhan.62

Manusia merupakan makhluk sosial yang pastinya

membutuhkan orang lain dari keberadaanya itu, untuk itulah dalam

kandungan ayat di atas bahwasanya setiap makhluk yang berada di

alam jagad raya ini pasti tidak akan mampu untuk berdiri sendiri

tanpa ada bantuan dari orang lain. Terbukti dengan peristiwa

kelahiran sang anak, dalam jangka waktu tertentu sang anak

62

M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 14, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII, h. 218.

Page 74: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

66

tersebut masih akan membutuhkan bantuan dari orangtuanya, tidak

mungkin setelah melahirkan, anak tersebut bisa mencari

kebutuhannya sendiri, seperti mencari makan, minum dan lain

sebagainya. Ia masih tetap membutuhkan bantuan orang lain

sampai ia benar-benar siap untuk mencari kebutuhannya seorang

diri.

Semua ketentuan yang berada dalam alam semesta ini berjalan

sesuai kehendak-Nya. Untuk itu, supaya alam semesta ini berjalan

sesuai dengan pengaturan-Nya maka Allah menetapkan agama

sebagai pedoman dalam bertingkahlaku di muka bumi ini. Agama

merupakan proyeksi dalam bagaimana seharusnya kita menanggapi

kejadian yang ada di alam semesta ini, termasuk bagaimana kita

bertingkah laku.

b. Al-Qashash [28] ayat 77

Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat

baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,

kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)

bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berbuat kerusakan.

Beberapa dari kaum Nabi Musa as itu melanjutkan nasihatnya

kepada Qorun bahwa nasihat itu bukan berarti engkau hanya boleh

beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak !

berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang

dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan

Page 75: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

67

carilah secara bersungguh-sungguh pada, yakni melalui apa yang

dianugrahkan Allah kepadamu dari hasil usahamu itu kebahagiaan

negeri akhirat, dengan menginfakkan dan menggunakannya sesuai

petunjuk Allah dan dalam saat yang sama ingatlah melupakan,

yakni membagikan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat

baiklah kepada semua pihak, sebagaimana atau disebabkan karean

Allah telah berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan

janganlah engkau berbuat kerusakan dalam bentuk apapun di

bagian mana pun di bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

para pembuat kerusakan.63

Selalu melihat keatas dalam bentuk perbuatan maupun amaliah

kita, memang akan memberikan rasa keyamanan tersendiri bagi

yang beribadah karna Allah, tapi dalam Islam jelas sekali bahwa

Islam memberikan keseimbangan dalam melaksanakan setiap amal

perbuaatan manusia, karna itu jangan pernah terlena akan

kenikmatan akhirat, sedang kita masih berada pada ranah

keduniawian.

c. Q.S. At Tahrim [66] ayat 6

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan

tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

63

M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 10, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII, h. 405.

Page 76: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

68

Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan

pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara

redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan

berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada

perempuan dan lelaki (ibu dan ayah) sebagaimana ayat-ayat yang

serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga

tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua

bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak

cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang dilputi oleh

nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.64

Dalam ayat di atas, jelas sekali bahwa lingkungan yang

pertama kali memberikan sebuah pendidikan dalam ruang lingkup

terkecil lingkugan sosial adalah keluarga. Ayah dan ibu

menjadikan figur utama dalam proses pentransformasian

pengetahuan bagi anaknya. Maka sesuai dengan ayat diatas, kedua

sosok ini merupakan hal penting dalam merealisasikan

keharmonisan dalam satu keluarga tersebut. Untuk itu perlu adanya

kerjasama dari sang ayah dan sang ibu dalam memupuk nilai-nilai

kebaikan bagi setiap anggota keluarga yang ada di dalamnya.

d. Q.S. Ali Imran [3] ayat 190

Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan

silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi

orang-orang yang berakal.

Kendati demikian, sebagaimana terbaca pada ayat 189, di sana

ditegaskan kepemilikan Allah Swt atas alam raya, maka di sini

Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta

memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan

64

M. Quraish Shihab, Volume 14, op cit., h. 327.

Page 77: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

69

pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Al „Imran

adalah membuktikan tentang Tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah

Swt. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan,

pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Maha

Hidup lagi Qoyyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola Segala

Sesuatu). Hakikat ini kembali ditegaskan pada ayat ini dan ayat

mendatag, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah

mengundang manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam

penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti

matahari,bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat

di langit atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat

teliti serta kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang

melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya baik

dalam masa, maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat

tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang-

orang yang memiliki akal murni.65

Proses pembelajaran sebenarnya tidak hanya terfokus pada

pendidikan formal saja, melainkan pembelajaran bisa diperoleh

dari seluruh aspek yang memberikan informasi terhadap seseorang.

Tidak dipungkiri bahwa proses pembelajaran bisa didapat dalam

lingkungan sehari-hari kita, yakni dalam kejadian sehari-hari dalam

kehidupan sehari-hari yang terjadi pada kehidupan bermasyarakat.

Dari ayat di atas ditegaskan bahwa tanda-tanda dari setiap kejadian

alam terdapat pengetahuan bagi orang yang berpikir. Kejadian

alam dalam skala paling kecil yang bisa memberikan pengetahuan

yaitu terjadi pada lingkungan sehari-hari kita berada yaitu

masyarakat. Maka ditegaskan pula oleh pemerintah dalam Undang-

undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasioanal pada Bab XV tentang Peran Serta Masyarakat dalam

65 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 2, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII, h. 306-307.

Page 78: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

70

Pendidikan Bagian Ketiga Pasal 56 ayat 1, yang berbunyi

“Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan

pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah”.66

Pada hakikatnya setiap agama memberikan pembelajaran terhadap

kebaikan bagi setiap pemeluknya, hanya bagaimana mereka

mengaplikasikan ajarannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Di

sini Islam memberikan gambaran pembelajaran dari berbagai aspek

dengan sumber rujukan utama yaitu Al-Qur‟an dan Al-Hadist, sebagai

pedoman utama untuk mengaplikasikan bentuk ajarannya dalam

kehidupannya sehari-hari.

Adapun tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam yang

ideal menurut Ahmad Tafsir yang dikutip dalam buku penelitian

Pendidikan dalam Persepektif Sunah Nabi, jika tujuan pendidikan

Islam adalah manusia sempurna, maka ciri-ciri manusia sempurna

adalah jasmaninya sehat serta kuat, akalnya cerdas serta pandai dan

hatinya takwa kepada Allah Swt.67

Maka tujuan pendidikan Islam tidak

hanya mencerdaskan jasmaniahnya saja, tetapi juga mencerdaskan

rohani yang bertakwa kepada Allah Swt dengan bercermin kepada

Nabi Muhammad sebagai panutan dalam setiap tindakannya untuk

membentuk karakter rahmatan lilalamin.

66

Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006, Undang-undang

dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, h. 36.

67 Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan dalam

Persepektif Sunah Nabi (Suatu Kajian Hadis Tematik), 2001, h. 12, Tidak dipublikasikan.

Page 79: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan di atas, maka bisa diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim bagi individu terdiri dari

faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal

merupakan semua rangkaian stimulus dari berbagai macam kegiatan

yang ada di luar individu yang diterima melalui panca indranya.

Sedang faktor internal merupakan segala respon/tindakan individu

yang dihasilkan dari berbagai informasi yang didapatkan oleh individu

tersebut. Ketika kedua faktor ini terus beriringan dalam kurun waktu

tertentu, maka dalam faktor eksternal akan memberikan daya paksa

kepada individu atas segala tindakannya terhadap ketentuan yang

sudah berlaku di lingkungannya dan faktor internal akan memberikan

perasaan tidak enak bahkan takut untuk melanggar ketetentuan

tersebut, seperti melaksanakan shalat lima waktu.

2. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim memiliki relevansi dengan

pendidikan Islam Indonesia. Titik relevansinya bukan pada lembaga

pendidikan Islam, tetapi lebih pada konsep pendidikan Islam. Minimal

titik relevansi itu bisa dilihat dari 3 kategori, yaitu: pendidikan karakter

(Charackter Building), Pendidikan pendidikan menjadi orang tua yang

baik (Parenting), dan pendidikan suritauladan yang baik.

B. Saran

Setelah diselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis menyarankan

beberapa hal terkait dengan materi yang telah penulis bahas yaitu:

1. Untuk lingkungan keluarga, agar lebih memahami tentang peran

sertanya sebagai guru pertama dan panutan bagi putera-puteri mereka

Page 80: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

72

supaya mengarahkan dan menenamkan nilai-nilai kebaikan

kepadanya.

2. Masyarakat Indonesia dapat lebih memperhatikan bagaimana cara

berkomunikasi yang baik dalam kehidupan bertetangga untuk lebih

memahami bagaimana memposisikan diri sebagai orang yang akan

ditiru oleh para penerus anggota masyarakat selanjutnya.

3. Kepada tokoh masyarakat supaya lebih mensinergikan dalam

mengarahkan elemen-elemen yang ada dalam masyarakatnya menuju

tatanan masyarakat yang berwibawa dan berbudi pekerti.

4. Kepada para pendidik untuk selalu menanamkan dan menerapkan

nilai-nilai moralitas disetiap aktifitas pembelajaran kepada para

peserta didiknya.

5. Untuk para civitas akademika, penulis berharap agar dapat

melanjutkan dan mengembangkan dalam penerapan pemikiran fakta

sosial Emile Durkheim yang secara tidak sadar telah dilaksanakan

menuju terciptanya kesadaran kolektif akan nilai-nilai islami.

6. Kepada pemegang dan para pejabat pemerintahan untuk saling bekerja

sama dalam memfasislitasi segala sarana, prasarana dan informasi

yang berkaitan dengan tujuan terciptaya masyarakat yang berbudi dan

berkarakter yang mencerminkan bangsa Indonesia.

7. Bagi penulis, umumnya bagi teman-teman mahasiswa FITK agar lebih

dapat mengetahui gagasan Emile Durkheim dalam memahami

lingkungan sosial sebagai sarana yang tak kalah penting dalam proses

pembelajaran dan bagaimana mentransformasikan pembelajaran yang

baik bagi keselarasan sosial.

Page 81: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

73

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik . dan Van Der Leeden, A. C. Durkheim dan Pengantar Sosiologi

Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986.

Ade Nursiono, Joko. “Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini

Penyebabnya”, www.kompasiana.com, 19 Januari 2015.

Afrianti, Desy dan Ruqoyah, Siti. “Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi

Foke”, www.vivanews.com, 08 Januari 2015.

Alisuf Sabri, M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I,

2005.

Amin Nurddin, M. dan Abrori, Ahmad. Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk

Memahami Konsep-konsep Dasar. Ciputat Jakarta Selatan: UIN Jakarta

Press, Cet. I. 2006.

Ardlin, Fuad. Waktu Sosial Emile Durkheim. Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013.

Arief, Armai. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Wahana Kardofa, 2010.

-----. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press,

Cet. I, 2002.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru. Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002.

bin Anas, Malik. Al Muwaththa’ Imam Malik, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota

IKAPI DKI, 2006).

D. Marimba, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma‟arif,

1989.

Dahlan, Muh. ” K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu” Jurnal Adabiyah

Vol. XIV, No. 2, 2014.

Daradjat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet.

III, 1996.

Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: PT.

Sygma Examedia Arkanleema, 2009.

Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Undang-undang dan

Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: 2006.

Dirdjosiswono, Soedjono. Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga, 1991.

Page 82: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

74

Durkheim, Emile. Durkheim on Morality and Society Selected Writings. Chicago:

The University of Chicago Press, 1973.

-----. On Morality and Society. London: The University of Chicago Press, 1973.

-----. Professional Ethics and Civic Morals. London:, The Taylor & Francis e-

Library, 2003.

-----. Sociology and Philosophy. London: Cohen & West LTD, 1953.

-----. Sociologist and Moralist. London: The Taylor & Francis e-Library, 2005.

-----. The Elementary Forms of The Religious Life, Jogjakarta: Ircisod, Cet. I.

2011.

-----. The Rule of Sosiological Method. New York: The Free Perss, Cet. I. 1982.

Ginting, Lukas, Drs. Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi

Pendidikan oleh Emile Durkheim. Jakarta: Erlangga, 1990.

Haryanto. “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara” Jurnal Kurikulum

dan Teknologi Pendidikan FIP UNY.

Hasbi ash Shiddieqy, M. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: Bulan

Bintang, Cet. XI, 1993.

Hidayah, Ara. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Educa, 2010.

Hidayat, Syarif. Toeri dan Prinsip Pendidikan. Jakarta: Pustaka Mandiri, 2013.

Ibnu Isma‟il Ibnu Ibrahim Ibnu Al Mugirah Al Bukhari Abu „Ubaid,

Muhaammad. Al Adab Al Mufrad. Bairut: Daarul Bashaair Al Islamiyah, Juz

I. 1989.

Ilzam Syah Almutaqi, Muhamad.“Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim

Asy‟ari Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim”, Skripsi Pada

Progran Studi Pendidikan Agama Islam STAI Salatiga, Salatiga, 2013, h. 32-

33, tidak dipublikasikan.

Jalaluddin, Psikologi Agama. Edisi Revisi XI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2005.

Kholil, Akhmad. “Pesta Miras, Sembilan Pelajar Terjaring Razia”,

http://nasional.rimanews.com, 19 Januari 2015.

Khon, Majid dkk. Ulumul Hadits. Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2005.

Listyarti, Retno. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif.

Jakarta: Esensi, 2008.

Page 83: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

75

Luthfi, Ikhwan .dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,

Cet. I. 2009.

Majid, Abdul, dan Andayani, Dian. Pendidikan Karakter Persepektif Islam. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I, 2011.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah,

Madrasah, dan perguruan Tinggi, Edisi III. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005.

Muhaimin dan Majid, Abdul. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda

Karya, 1990.

Muhammad Amin, Maswardi. Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta: Baduose

Media Jakarta, Cet. I. 2011.

Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001.

Noer Aly, Hery dan S, Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung

Insani, Cet. II. 2003.

Pedoman Penulisan Skripsi, Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet. VI, 1993.

Quraish Shihab, M. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 2. Tangerang: Lentera Hati, Cet. VIII. 2007.

-----. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 10.

Tangerang: Lentera Hati, Cet. VIII. 2007.

-----. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 14.

Tangerang: Lentera Hati, Cet. VIII. 2007.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. I, 1994.

Ridwan Makkulawu, Andi. “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu

Sterilisasi Nonthermal”, Jurnal Teknik Industri.

Ruslan Afendi, Achmad. "Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan

Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia", Disertasi pada IAIN Suanan Ampel

Surabaya, Surabaya, 2010, tidak dipublikasikan.

Sabri, Alisuf. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet. I, 1999.

Sagala, Syaiful. Etika & Moralitas Pendidikan; Peluang dan Tantangan. Jakarta:

Kencana, 2013.

Page 84: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

76

Solahudin dan Suyadi, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, Cet II.

2011.

Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-

Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010.

Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.

Edisi I. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III, 2011.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (ed.). Metode Penelitian Sosial: Berbagai

Alternatif Pendekatan. Edisi Revisi xviii. Jakarta: Kencana, Cet.VI. 2011.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1995.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda

Karya, Cet. IX, 2010.

Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan

dalam Persepektif Sunah Nabi (Suatu Kajian Hadis Tematik), 2001. Tidak

dipublikasikan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka, Cet. I. 2002.

Tri Laksono, Whayu. “Bentrokan Kembali Pecah di Manggarai, Polisi

Tembakkan Gas Air Mata”, www.kompasiana.com, 09 Januari 2014.

Umiarso dan Zamroni. Pendidikan Pembebasan dalam Persepektif Barat dan

Timur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005). Jakarta: Sinar

Grafika, Cet. I. 2008,

Veeger, K.J. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-

Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia,

1985.

Wahab Kallaf, Abdul. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1994.

Wirawan, I.B. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi

Sosial, dan Perilaku Sosial). Edisi I. Jakarta: Kencana, 2012.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

Cet. I. 2008.

Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional,

1983.

Page 85: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Aceng Fuad Hasim Ikbal

Nim : 1110011000145

Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam / S1

Judul Skripsi : Fakta Sosial Emile Durkheim dalam Membentuk Lingkungan Sosial Pendidikan Islam Indonesia

BAB I

No Pengarang Judul Buku Hal. Skripsi Hal. Buku Paraf

1. Andi Ridwan

Makkulawu

“Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu Sterilisasi

Nonthermal”, Jurnal Teknik Industri. 1, 2, 3. 47, 48.

2.

Direktorat

Jendral

Pendidikan Islam

Departemen

Agama RI Tahun

2006

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang

Pendidikan, (Jakarta: 2006). 2 8 - 9

3. Syarif Hidayat Toeri dan Prinsip Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Mandiri,

2013). 4 6, 7.

4. Nurani Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis- 5 325

Page 86: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

Soyomukti Sosialis, Postmodern. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group,

2010).

5. Umiarso dan

Zamroni

Pendidikan Pembebasan dalam Persepektif Barat dan Timur,

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011). 5 11

6. Fuad Ardlin Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana,

2013). 6 56

Page 87: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

BAB II

No Pengarang Judul Buku Hal. Skripsi Hal. Buku Paraf

1.

Tim Penyusun

Kamus Pusat

Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),

Cet. I.

10, 26 263, 675

2. Alisuf Sabri Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.

I. 10 5

3. Ramayulis Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. I. 10 1

4. Ngalim Purwanto Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1993), Cet. VI. 10 11

5. Azyumardi Azra Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru, (Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002). 11 3-4

6. Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja

Rosda Karya, 2010), Cet. IX. 11 32

7. Armai Arief Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2010). 11 5-6

8. Armai Arief Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:

Ciputat Press, 2002), Cet. I. 12, 14. 40-41, 39.

9. M. Alisuf Sabri Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

Cet. I. 12 150

Page 88: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

10. Zakiah Daradjat,

dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III. 13,14, 15, 17.

19, 21, 21-22,

122.

11. Departemen

Agama RI

al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema, 2009). 13 597

12. M. Hasbi ash

Shiddieqy

Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), Cet. XI. 13 25

13. Samsul Nizar Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001). 14 100

14. Abdul Wahab

Kallaf

Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1994). 14 359

15. Ahmad D.

Marimba

Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif,

1989). 15 37

16. Muhaimin dan

Abdul Majid Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1990) 15 168

17. Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005),

(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. I. 16 3

18. Muhibbin Syah

Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 1995)

16 223-224

Page 89: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

19. Ara Hidayah

Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010).

17 43

20. Zuhairini, dkk Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,

1983). 17 58

21. Haryanto “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara” Jurnal

Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY. 18 3

22. Muhamad Ilzam

Syah Almutaqi

“Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim Asy‟ari Dalam

Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim”, Skripsi Pada Progran

Studi Pendidikan Agama Islam STAI Salatiga, Salatiga, 2013,

tidak dipublikasikan.

19, 20. 32-33, 20.

23. Muh. Dahlan ” K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu” Jurnal

Adabiyah Vol. XIV, No. 2, 2014. 20

123, 124,

127.

24. Achmad Ruslan

Afendi

"Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan

Tinggi Islam di Indonesia", Disertasi pada IAIN Suanan Ampel

Surabaya, Surabaya, 2010, tidak dipublikasikan.

21, 22. 27, 29, 37.

25. Dadang Supardan

Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural,

Edisi I (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. III.

22, 23. 49-50, 27.

Page 90: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

26. I.B. Wirawan Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi

Sosial, dan Perilaku Sosial), Edisi I, (Jakarta: Kencana, 2012) 23, 24, 25, 26

12, 13, 26-27,

27, 37

27. Ikhwan Luthfi,

dkk

Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,

2009), Cet. I. 26 95

28. Emile Durkheim The Rule of Sosiological Method, (New York: The Free

Perss,1982), Cet. I. 27 40

Page 91: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

BAB III

No Pengarang Judul Buku Hal. Skripsi Hal. Buku Paraf

1. Bagong Suyanto

dan Sutinah (ed.)

Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Edisi

Revisi xviii, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet.VI. 29 178

2. Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013). 30 62-63

3. Mestika Zed Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008), Cet. I. 30 1-2

Page 92: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

BAB IV

No Pengarang Judul Buku Hal. Skripsi Hal. Buku Paraf

1. Fuad Ardlin Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana,

2013). 34, 36, 38.

45– 47, 47-

49, 50-51.

2. Soedjono

Dirdjosiswono Sosiologi dan Filsafat, (Erlangga, Jakarta: 1991). 35, 47, 49.

xliii-xliv,

xxii, xvii.

3.

M. Amin Nurddin

dan Ahmad

Abrori

MENGERTI SOSIOLOGI: Pengantar untuk Memahami Konsep-

konsep Dasar., (Ciputat Jakarta Selatan: UIN Jakarta Press,

2006), Cet. I.

39 9, 17.

4. K. J. Veeger

REALITAS SOSIAL: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan

Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi.,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1985).

40 146-147, 147.

5. Desy Afrianti dan

Siti Ruqoyah

Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,

(www.vivanews.com).

41, 42

6. Whayu Tri

Laksono

Bentrokan Kembali Pecah di Manggarai, Polisi Tembakkan Gas

Air Mata, 2015, (www.kompasiana.com). 43

7. Akhmad Kholil Pesta Miras, Sembilan Pelajar Terjaring Razia, 2015,

(http://nasional.rimanews.com). 44

8. Desy Afrianti dan Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,

Page 93: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

Siti Ruqoyah (www.vivanews.com).

9. Retno Listyarti Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif,

(Jakarta: Esensi, 2008). 45 30

10. Muhaimin

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah,

Madrasah, dan perguruan Tinggi, Edisi III, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005).

45 6

11. Maswardi

Muhammad Amin

Pendidikan Karakter Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta,

2011), Cet. I. 46, 49, 50.

15, 13, 12,

14.

12. Hery Noer Aly.

dan Munzier. S

Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003),

Cet. II. 46 3

13.

Taufik Abdullah

dan A. C. Van

Der Leeden

Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1986). 47 2-3

14. Joko Ade

Nursiono

Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini Penyebabnya,

2015, (www.kompasiana.com). 48

15. Emile Durkheim Sociology and Philosophy, (London: Cohen & West LTD, 1953). 48 xviii

16.

Muhaammad Ibnu

Isma‟il Ibnu

Ibrahim Ibnu Al

Al Adab Al Mufrad, Bairut: Daarul Bashaair Al Islamiyah, 1989,

Juz 1. 51 104

Page 94: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

Mugirah Al

Bukhari Abu

„Ubaid

17. Emile Durkheim The Elementary Forms of The Religious Life, (Jogjakarta:

Ircisod, 2011), Cet. I. 51 49, 305-306.

18. Emile Durkheim Durkheim on Morality and Society Selected Writings, (Chicago:

The University of Chicago Press, 1973). 52 xlix

19. Emile Durkheim Sociologist and Moralist, (London: The Taylor & Francis e-

Library, 2005). 52 116-117

20. Jalaluddin Psikologi Agama, Edisi Revisi XI, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005 ). 53, 54, 55,

261, 262,

263.

21. Emile Durkheim Professional Ethics and Civic Morals, (London:, The Taylor &

Francis e-Library, 2003). 56 xxviii

22. Lukas Ginting Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi

Pendidikan oleh Emile Durkheim, (Jakarta: Erlangga, 1990). 56 xxi, xxii.

23. Syaiful Sagala Etika & Moralitas Pendidikan; Peluang dan Tantangan,

(Jakarta: Kencana, 2013), Cet. I. 56 1

Page 95: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

24. Abdul Majid dan

Dian Andayani

Pendidikan Karakter Persepektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), Cet. I. 58 58

25. Emile Durkheim On Morality and Society, (London: The University of Chicago

Press, 1973). 59, 60. xlv, xxxvii.

26.

M. Agus

Solahudin dan

Agus Suyadi

Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Cet II. 61, 63, 64. 21, 22, 23,

24, 24-25.

27. Majid Khon dkk

Ulumul Hadits, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2005).

61 132

28. Malik bin Anas

Al Muwaththa’ Imam Malik, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota

IKAPI DKI, 2006).

62, 63. 100, 19.

29. M. Quraish

Shihab

TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 14 (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII.

65, 68. 218, 327.

30. M. Quraish

Shihab

TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 10 (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII.

67 405

Page 96: FA KTA SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM MEMBENTUK LINGKUNGAN …€¦ · menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk

31. M. Quraish

Shihab

TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

Volume 2 (Tangerang: Lentera Hati, 2007), Cet. VIII. 69 306-307

32.

Direktorat Jendral

Pendidikan Islam

Departemen

Agama RI

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang

Pendidikan, (2006). 70 36

33.

Tim Peneliti

Fakultas Tarbiyah

IAIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Pendidikan dalam Persepektif Sunah Nabi (Suatu Kajian Hadis

Tematik), 2001. Tidak dipublikasikan. 70 12