ukd akhir kta

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris terus berusaha untuk meningkatkan produksi pangannya. Pembangunan industri yang kuat harus didasari oleh pertanian yang tangguh. Salah satu pendukung untuk mencapai pertanian yang tangguh dipengaruhi oleh lahan. Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk pengembangan usaha pertanian. Kebutuhan lahan pertanian semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan lahan yang sesuai bagi kegiatan di bidang pertanian semakin terbatas. Hal ini menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat tani tradisional memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan pertanian ini menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah yang terus menerus. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan sesuai dengan kemampuan dari lahan tersebut. Kemampuan lahan merupakan kesanggupan lahan memberikan hasil untuk penggunaan tertentu secara

Upload: desimurniningsih

Post on 22-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

konservasi tanah dan air

TRANSCRIPT

Page 1: UKD AKHIR KTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permintaan akan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya

jumlah penduduk. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris terus berusaha

untuk meningkatkan produksi pangannya. Pembangunan industri yang kuat harus

didasari oleh pertanian yang tangguh. Salah satu pendukung untuk mencapai

pertanian yang tangguh dipengaruhi oleh lahan. Lahan merupakan sumber daya

alam yang sangat penting untuk pengembangan usaha pertanian. Kebutuhan lahan

pertanian semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,

namun luasan lahan yang sesuai bagi kegiatan di bidang pertanian semakin terbatas.

Hal ini menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka

memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat tani tradisional memenuhi

kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan pertanian ini

menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah yang

terus menerus. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan

sesuai dengan kemampuan dari lahan tersebut.

Kemampuan lahan merupakan kesanggupan lahan memberikan hasil untuk

penggunaan tertentu secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai

dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik

akan mempercepat terjadinya erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka

produktivitas lahan akan menurun. Sebagai contoh lahan yang tidak tertutup oleh

vegetasi akan menyebabkan berkurangnya bahan organik akibat terkena tetesan air

hujan yang turun secara langsung. Selain itu aliran permukaan akan lebih besar

sehingga produktivitas tanah juga akan berkurang. Kondisi seperti ini sangat

dikhawatirkan bila terjadi terus menerus yang akan menyebabkan lahan menjadi

kritis akbibat penurunan kesuburan dan produktivitas tanah.

Setelah mengelola lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan, selanjutnya

dilakukan pengelompokan atau pengklasifikasian lahan. Pengklasifikasian lahan

bertujuan dalam pendayagunaan lahan yang digunakan sesuai dengan

Page 2: UKD AKHIR KTA

kemampuannya dan bagaimana cara menerapkan teknik konservasi tanah dan air

yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut.

Menurut Luthfi (2007) pengelompokan ke dalam kelas kemampuan lahan

didasarkan pada besarnya faktor pembatas atau kendala (penghambat).

Pengevaluasian kemampuan tanah atau lahan dikelompokan ke dalam kelas

menggunakan huruf Romawi (I sampai dengan VIII). Tanah pada kelas I sampai IV

merupakan tanah atau lahan yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian pada

umumnya misalnya untuk tanaman semusim atau tahunan maupun untuk rumput

makanan ternak, padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII tidak

sesuai untuk pertanian, melainkan sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-

pohon atau vegetasi alami. Tanah dalam kelas VIII harus dibiarkan dalam keadaan

alami. Dengan demikian, semakin tinggi kelasnya (semakin besar angka kelas)

semakin rendah kualitas lahannya.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :

1. Mengetahui tentang pengertian kemampuan lahan

2. Mengetahui klasifikasi kelas kemampuan lahan

3. Mengetahui cara menentukan kelas kemampuan lahan

Page 3: UKD AKHIR KTA

BAB II

URAIAN

A. Kemampuan Lahan

Menurut Wahyuningrum et al. (2003) kemampuan penggunaan lahan

merupakan suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat

yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari. Lahan

diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik. Sistem klasifikasi ini membagi lahan

menurut faktor-faktor penghambat serta potensi bahaya lain yang dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil klasifikasi ini dapat digunakan

untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk

budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya.

Kelas kemampuan lahan merupakan kelompok lahan yang menggambarkan

tingkat kecocokan sebidang tanah untuk suatu pengguaan tertentu. Penilaian kelas

kemampuan lahan pada dasarnya merupakan pemilihan lahan yang sesuai untuk

tanaman tertentu, yang dilakukan dengan menginterprestasikan data survei tanah

detail dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan

pengelolaannya.

B. Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan

Arsyad (2006) menyatakan bahwa klasifikasi kemampuan lahan (Land

Capability Classification) merupakan penilaian terhadap lahan meliputi komponen-

komponen lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa

kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam

penggunaan lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu kelas,

subkelas, dan satuan kemampuan (capability units) atau satuan pengelolaan

(management unit). Pengelompokkan lahan di dalam kelas didasarkan atas

intensitas faktor penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang

ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau

hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII.

Lahan digolongkan menjadi kelas, sub kelas, dan satuan pengelolaan

berdasarkan faktor pembatas yang ada dalam sistem USDA. Faktor pembatas yang

Page 4: UKD AKHIR KTA

digunakan adalah faktor-faktor atau sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi,

disebut sebagai faktor pembatas utama. Dalam sistem yang dikembangkan USDA,

digunakan tiga sifat yang menyatakan kualitas tanah, yaitu kedalaman efektif,

tekstur, dan permeabilitas tanah, serta dua sifat yang menyatakan kualitas lahan,

yaitu kemiringan dan tingkat erosi yang telah terjadi. Pada sistem yang digunakan

di Indonesia ditambahkan drainase sebagai faktor pembatas (Utomo 1989)

Tanah pada kelas I sampai IV merupakan tanah atau lahan yang sesuai

digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya misalnya untuk tanaman

semusim atau tahunan maupun untuk rumput makanan ternak, padang rumput dan

hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan

sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah

kelas V dan VI dalam beberapa hal dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk

beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias seperti bunga

dan bahkan jenis sayuran yang dapat bernilai tinggi dengan pengelolaan dan

tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam lahan kelas VIII

sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Berdasarkan ulasan kelas kemampuan

lahan di atas, secara umum dapat dijabarkan kelas kemampuan lahan dibagi

menggunakan delapan Kelas. Semakin tinggi atau besar kelasnya (semakin besar

angka kelas) maka kualitas lahan semakin rendah. Pembagian kelas-kelas tersebut

antara lain sebagai berikut :

1. Kelas Kemampuan Lahan I

Kelas kemampuan lahan I mempunyai sedikit penghambat yang

membatasi penggunaan lahannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai

penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian

pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan cagar

alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu  atau

kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut: (1) terletak pada topografi datar

(kemiringan lereng < 3%), (2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah, (3)

tidak mengalami erosi, (4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5)

umumnya berdrainase baik, (6) mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik,

Page 5: UKD AKHIR KTA

(8) subur atau responsif terhadap pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di

bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.

Pada daerah beriklim kering yang telah dibangun fasilitas irigasi, suatu

lahan dapat dimasukkan ke dalam kelas I apabila topografi hampir datar, daerah

perakaran dalam, permeabilitas dan kapasitas menahan air baik dan mudah

diolah. Beberapa dari tanah yang dimasukkan ke dalam kelas ini memerlukan

perbaikan pada awalnya seperti perataan, pencucian garam laut atau penurunan

permukaan air tanah musiman. Jika hambatan berupa hambatan alami permanen

seperti hambatan oleh garam, permukaan air tanah ancaman banjir atau ancaman

erosi akan terjadi kembali maka lahan tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam

kelas ini.

Tanah yang berlebihan air dan mempunyai lapisan bawah yang

permeabilitasnya lambat tidak dimasukkan ke dalam kelas I ini. Lahan dalam

kelas I yang dipergunakan untuk penanaman tanaman pertanian memerlukan

tindakan pengelolaan untuk memelihara produktivitas, berupa pemeliharaan

kesuburan dan struktur tanah. Tindakan tersebut dapat berupa pemupukan dan

pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, penggunaan

sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang dan pergiliran tanaman.

2. Kelas Kemampuan Lahan II

Tanah-tanah dalam kelas kemampuan lahan II memiliki beberapa

hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya

atau memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan

pengelolaan yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi

untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah

diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada lahan kelas II

sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai

untuk penggunaan  tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan,

hutan produksi dan cagar alam.

Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu

atau kombinasi dari faktor berikut: (1) lereng yang landai atau berombak (>3 %

Page 6: UKD AKHIR KTA

– 8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang, (3) kedalaman efetif sedang

(4) struktur tanah dan daya olah kurang baik, (5) salinitas sedikit sampai sedang

atau terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar

kemungkinabn timbul kembali, (6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak,

(7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai

pembatas yang sedang tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai

bagi tanaman atau pengelolannya.

Lahan dalam kelas II memberikan pilihan penggunaan yang kurang dan

tuntutan pengelolaan yang lebih berat. Lahan dalam kelas ini mungkin

memerlukan konservasi tanah khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi,

pengendalian air lebih atau metode pengelolaan jika dipergunakan untuk

tanaman semusim dan tanaman tanaman yang memerlukan pengelolaan lahan.

Sebagai contoh tanah yang dalam dengan lereng yang landai yang terancam

erosi sedangkan jika dipergunakan untuk tanaman semusim mungkin

memerlukan salah satu atau kombinasi tindakan-tindakan berikut ini seperti

guludan, penanaman dalam jalur, pengolahan menurut kontur, pergiliran

tanaman dengan rumput dan leguminosa serta pemberian mulsa. Secara tepatnya

tindakan atau kombinasi tindakan yang akan diterapkan dipengaruhi oleh sifat-

sifat-sifat tanah, iklim dan sistem usaha tani.

3. Kelas Kemampuan Lahan III

Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat sehingga

dapat mengurangi pilihan pengunaan lahan atau memerlukan tindakan

konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai

pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan bagi

tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang

diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat

digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan

tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka

marga satwa.

Page 7: UKD AKHIR KTA

Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III  membatasi lama

penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau

kombinasi pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan

mungkin disebabkan oleh salah satu  atau beberapa hal berikut: (1) lereng yang

agak miring atau bergelombang (>8 – 15%), (2) kepekaan erosi agak tinggi

sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang, (3) selama satu bulan setiap

tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah

yang permeabilitasnya agak cepat, (5) kedalamannya dangkal terhadap batuan,

lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat

padat (claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air, (6)

terlalu basah  atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas

menahan air rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang, (9) kerikil dan

batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.

Apabila diusahakan untuk tanamn semusim dan tanaman pertanian

umumnya pada tanah yang basah berpermeabilitas rendah tetapi datar. Lahan

kelas III memerlukan drainase dan pengelolaan tanah yang dapat memelihara

atau memperbaiki struktur dan keadaan olah tanah. Guna mencegah pelumpuran,

pemadatan dan memperbaiki permeabilitas umumnya diperlukan penambahan

bahan organik dan tidak mengolah tanah sewaktu tanah masih basah. Pada tanah

berlereng 8-<15% tindakan-tindakan konservasi tanah untuk mencegah erosi

antara lain dibuatkan guludan bersaluran, penanaman dalam strip, penggunaan

mulsa, pergiliran tanaman atau pembuatan teras serta kombinasi dari tindakan-

tindakan tersebut.

4. Kelas Kemampuan IV

Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas

IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas  III, dan pilihan tanaman

juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan

pengelolaan yang lebih  hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit

diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam

penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan

Page 8: UKD AKHIR KTA

dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman

semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan

produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.

Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV

disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) lereng yang

miring atau berbukit (> 15% – 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3)

pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal,

(5) kapasitas menahan air yang rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam

setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, (7) kelebihan air bebas

dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase

(drainase buruk), (8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9)

salinitas atau kandungan Natrium  yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1)

keadaan iklim yang kurang menguntungkan.

5. Kelas Kemampuan Lahan V

Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi

mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang

membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput,

padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam.

Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan

macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi

tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang

air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah

tertutup kerikil atau batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai

kombinasi hambatan tersebut.

Contoh tanah kelas V adalah : (1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir

sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal, (2)

tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi

tanaman secara normal, (3) tanah datar atau hampir datar yang > 90%

permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau (4) tanah-tanah yang

Page 9: UKD AKHIR KTA

tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat

ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.

6. Kelas Kemampuan Lahan VI

Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang

menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian.

Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan,

hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas

VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan,

berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) terletak  pada lereng

agak curam (>30% – 45%), (2) telah tererosi berat, (3) kedalaman tanah sangat

dangkal, (4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat), (5)

daerah perakaran sangat dangkal, atau (6) iklim yang tidak sesuai.

Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan

untuk penggembalaan dan hutan produksi harus  dikelola dengan baik untuk

menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah

perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat digunakan

untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi  yang berat seperti,

pembuatan teras bangku yang baik.

7. Kelas Kemampuan VII

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan

untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha

pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam

dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras

bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk konserbvasi tanah ,

disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa

hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti

(1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau (2) telah tererosi

sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.

Page 10: UKD AKHIR KTA

8. Kelas Kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai

untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai

hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman

kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa: (1) terletak pada lereng yuang

sangat curam (>65%), atau (2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90%  volume

tanah terdiri dari batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup

batuan), dan (3) kapasitas menahan air sangat rendah.  Contoh lahan kelas VIII

adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.

C. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan

Klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi

kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu

tanaman atau untuk penggunaan tertentu seperti klasifikasi kesesuaian lahan untuk

tanaman semusim, kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan, kesesuaian lahan

untuk tanaman jati, kesesuaian lahan untuk irigasi dsb. Klasifikasi kesesuaian lahan

merupakan penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan

atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Sebenarnya tidak

terdapat perbedaan yang esensial antara kemampuan dan kesesuaian lahan.

Kemampuan lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan

oleh US Soil Conservation Service di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak

digunakan juga diberbagai negara baik dalam bentuk aslinya dengan delapan kelas

atau dalam bentuk yang telah dirubah. Satu-satunya perbedaan yang ada pada

dasarnya adalah teoritis, terletak pada kenyataan bahwa kemampuan lahan berpijak

pada anggapan untuk memelihara integritas tanah, sedangkan kesesuaian lahan

meskipun juga berpedoman pada kelestarian penggunaan lahan, mengandalkan

pengendalian kerusakan tanah pada praktek atau tindakan pengelolaan masing-

masing tipe penggunaan lahan atau jenis tanaman yang diusahakan.

Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuk lahan sering kali menjadi

penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta lahan dalam suatu areal. Tingkat

homogenitas atau perbedaan internal antara komponen lahan berbeda, sesuai

Page 11: UKD AKHIR KTA

dengan skala dan intensitas pengamatan dan pemetaan tanah. Hal inilah yang

menjadi penyebab mengapa survei tanah merupakan dasar utama dalam

menentukan satuan peta lahan. Pendekatan klasifikasi kemampuan lahan yang

demikian ini disebut pendekatan atribut tunggal/pendekatan disiplin tunggal.

Pendekatan lain dalam survei klasifikasi kemampuan lahan adalah pendekatan

terpadu atau pendekatan holistik. Pada pendekatan disiplin tunggal klasifikasi

kemampuan lahan dimulai dari hasil survei tanah dan relief permukan tanah

kemudian disusun dan dipetakan lebih dahulu satuan peta tanah. Selanjutnya

dengan mempertimbangkan komponen lahan lainnya seperti iklim,

vegetasi/penggunaan tanah disusum dan dipetakan kelas kemampuan lahan.

Sedangkan pada pendekatan holistik semua komponen lahan yang berpengaruh

terhadap penggunaan lahan dinilai serentak untuk mengidentifikasi dan menetapkan

berbagai hierarki satuan lahan dan kemudian disusun dan dipetakan kelas

kemampuan lahn.

Jika survei sumber daya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis,

proses klasifikasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu metode parametrik dan

metode faktor penghambat. Pada metode parametrik kualitas lahan atau sifat-sifat

lahan yang mempengaruhi kualitas lahan diberi nilai dari 10 sampai 100 atau 1

sampai 10. Kemudian setiap nilai digabungkan dengan penambahan atau perkalian

dan ditetapkan selang ini untuk setiap kelas, dengan nilai tertinggi untuk kelas

terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai. Dengan menggunakan

metode faktor penghambat maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan

diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil

hambatan sampai yang terbesar. Kemudian disusum tabel kriteria untuk setiap

kelas, penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin

besar hambatan semakin rendah kelasnya. Sistem klasifikasi Hockensmith dan

Steele merupakan salah satu contoh metode klasifikasi dengan sistem faktor

penghambat. Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam 3 kategori utama

yaitu kelas, sub kelas dan satuan kemampuan atau satuan pengelolaan. Beberapa

Page 12: UKD AKHIR KTA

kriteria yang digunakan untuk pengelompokan dalam kelas antara lain iklim,

lereng, kedalaman tanah dan tekstur tanah.

Klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan didukung oleh pendayagunaan

SIG (Sistem Informasi Geografi). Sistem lnformasi Geografi (SIG) merupakan

suatu sistem analisis yang digunakan untuk operasi analisa data spasial. Data

spasial merupakan data yang berkaitan dengan suatu tempat (loeational) dan terdiri

dari dua bentuk yaitu data grafis dan data atribut yang menerangkan data grafis

tersebut. SIG terbagi menjadi dua kegiatan pokok, yaitu Inventarisasi Sumber Daya

Lahan (ISDL) sebagai masukan data (data entry) dan pendayagunaan SIG dengan

menggunakan data ISDL untuk klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan. Dua

kegiatan tersebut membutuhkan penguasaan bidang yang berbeda. Kegiatan ISDL

akan lebih menekankan pada keahlian survei evaluasi lahan dan tanah dengan

dukungan penafsiran citra baik foto udara maupun citra satelit. Sedangkan kegiatan

klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan dengan SIG lebih menuntut

kemampuan di bidang komputer dan analisa sistem. Berdasarkan dua jenis kegiatan

tersebut, maka prosedur pendayagunaan SIG untuk klasifikasi kemampuan dan

kesesuaian lahan dapat dirinci menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

survei lapangan dan pengumpulan data penunjang, serta tahap analisa klasifikasi.

Tahap persiapan dan survei lapangan yang disertai pengumpulan data penunjang

merupakan kegiatan ISDL, sedang tahap analisa klasifikasi merupakan kegiatan

pendayagunaan SIG untuk klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan.

Page 13: UKD AKHIR KTA

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

penggunaan lahan merupakan suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan

berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara

lestari. Pengelompokkan lahan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor

penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan

huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat

berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Semakin tinggi atau besar kelasnya

(semakin besar angka kelas) maka kualitas lahan semakin rendah. Lahan

digolongkan menjadi kelas, sub kelas, dan satuan pengelolaan berdasarkan faktor

pembatas yang ada dalam sistem USDA. Faktor pembatas yang digunakan adalah

faktor-faktor atau sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi, disebut sebagai

faktor pembatas utama. Proses klasifikasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

metode parametrik dan metode faktor penghambat. Klasifikasi kemampuan dan

kesesuaian lahan didukung oleh pendayagunaan SIG (Sistem Informasi Geografi).

Sistem lnformasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem analisis yang digunakan

untuk operasi analisa data spasial. Data spasial merupakan data yang berkaitan

dengan suatu tempat (loeational) dan terdiri dari dua bentuk yaitu data grafis dan

data atribut yang menerangkan data grafis tersebut.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu kita harus memelihara integritas dari lahan yang

kita usahakan, jangan sampai lahan yang kita usahakan menjadi rusak. Pengetahuan

akan klasifikasi kemampuan lahan harus bisa diterapkan di lapang, sehingga dapat

mengetahui seberapa besar kemampuan dari lahan yang kita usahakan. Dengan

demikian kita dapat memprediksi atau merencanakan tanaman apa yang baik untuk

kita usahakan.

Page 14: UKD AKHIR KTA

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press

Utomo W H 1989.  Konservasi Tanah di Indonesia. Jakarta: CV Rajawali.

Luthfi M R 2007. Metode Invetarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta : Andi

Wahyuningrum N, C. Nugroho, Wardojo, Beny H, Endang S, Sudimin, Sudirman. 2003. Klasifikasi Kemampuan Dan Kesesuaian Lahan. INFO DAS  Surakarta No. 15.

Page 15: UKD AKHIR KTA

KONSERVASI TANAH DAN AIR

KELAS KEMAMPUAN LAHAN

Oleh :

Desi Murniningsih (H0712054)

PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA2014