laporan kta sp
DESCRIPTION
Laporan Konservasi Tanah Air, ErosiTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan
(detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition)
bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Arsyad (1989) memberikan batasan
erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian
tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami (air atau
angin). Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan
merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Di dalam proses erosi,
pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi
pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan.
Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan.
Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu
yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model
prediksi erosi. Secara ideal, metode prediksi erosi harus memenuhi
persyaratanpersyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu: dapat
diandalkan, secara universal dapat dipergunakan, mudah digunakan dengan
data yang minimum, konprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan,
dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna
lahan dan tindakan konservasi tanah (Arsyad, 2000). Karena rumitnya sistem
erosi tanah dengan berbagai faktor yang berinteraksi, maka pendekatan yang
paling memberi harapan dalam pengembangan metode dan prediksi adalah
dengan merumuskan model konseptual proses erosi itu.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian
atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi
lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk
meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke
dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai. Berdasarkan hal tersebut, pentingnya
tindakan untuk memprediksi laju erosi, sehingga dapat dilakukan evaluasi.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum Konservasi Tanah dan Air memiliki tujuan yang
diharapkan tercapai adalah sebagai berikut :
1. Memahami cara mengukur (prediksi) erosi dan nilai toleransi erosi pada
suatu lahan
2. Mengetahui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi
praktik konservasi/pengelolaan yang diperlukan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Erosivitas Hujan
Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengerosi tanah.
Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan,
temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting.
Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran
tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan
terhadap aliran. Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu menyebabkan
erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu
singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah
hujannya hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi,
maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi ( Zulaeha 2012 ).
Erosivitas curah hujan menunjukkan kemampuan atau kapasitas hujan
untuk menyebabkan erosi tanah. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil
perkalian antara energi kinetik (E) dari satu kejadian hujan dengan intensitas
hujan maksimum 30 menit (I30). Faktor erosivitas hujan (R) yang merupakan
daya rusak hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan
dalam setahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosivitas adalah jumlah,
intensitas, velositas, ukuran butiran, dan penyebaran ukuran butiran air hujan
yang jatuh. Erosivitas curah hujan dan pengaruh-pengaruhnya beragam di
antara wilayah iklim. Jumlah curah hujan yang sama mempunyai pengaruh
sangat berbeda pada erosi tergantung pada intensitas dan kondisi permukaan
tanah
( Karyarti 2015 ).
Sifat-sifat hujan yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah butiran
hujan, intensitas hujan, jumlah hujang, dan distribusi hujan. Butiran hujan
sangat bervariasi, sebagai satu contoh ada yang berukuran diameter 1 mm – 6
mm. Butiran hujan yang jatuh akan mendapat tahanan udara, sehingga butiran
akan pecah menjadi lebih kecil, inilah sebabnya mengapa butiran hujan pada
umumnya diamternya tidak lebih dari 7 mm, yang jelas butiran hujan akan
berpengaruh terhadap kecepatan jatuhnya. Butiran air hujan yang semakin
besar diameternya berarti kecepatan jatuh butiran pun semakin meningkat.
Besarnya curah ujan dapat dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter
( mm )
( Martono 2004 ).
Daya mengerosi ( erosivitas ) merupakan cirri dari kekuatan-kekuatan
yang mampu mengerosi seperti air hujan dan limpasan permukaan. Bahaya
erosi ( erosion hazard ) menggambarkan derajat potensi erosi di suatu daerah
dan mencerminkan efek gabungan erosivitas dan erodibilitas. Ada empat
faktor yang mempengaruhi bahaya erosi yaitu 1) erosivitas air hujan,
misalnya intensitas maksimum selama 30 menit, 2) erodibilitas tanah
misalnya sifat adesif dan kohesif material tanah, 3) keadaan penutup tanah
selama setahun, dan 4) kemiringan dan panjang lereng ( Arief 2001 ).
Indeks EI30 merupakan indeks erosivitas yang telah banyak digunakan
dan memberikan korelasi yang baik dengan kehilangan tanah dalam beberapa
penelitian. Pengukuran indeks erosivitas yang selama ini banyak dilakukan
menggunakan data curah hujan yang telah ada, yang kemudian dihitung
secara komputerisasi untuk mengetahui berapa tingkat erosivitas yang terjadi
dalam kurun waktu tertentu. Data yang digunakan untuk menghitung indeks
erosivitas hujan diperlukan, beberapa data pluviometric, misalnya curah hujan
bulanan, curah hujan tahunan total dan modifikasi indeks Fournier. Semua
data tersebut dapat diperoleh dari pusat atau badan klimatologi setiap wilayah
yang akan dihitung indeks erosivitasnya. Nilai R yang digunakan untuk
menentukan indeks erosivitas akan diketahui apabila semua variabel yang
dibutuhkan dikalkulasi semuanya ( Oliveira et al 2012 ).
B. Erodibilitas Tanah
Kepekaan tanah terhadap erosi, atau disebut erodibilitas tanah
didefinisikan sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih
spesifik erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya suatu tanah untuk
dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, atau oleh kekuaatan
aliran permukaan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat
tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi/litologi,
mineralogi, dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti
kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah. Jika suatu tanah yang
mempunyai erodibilitas tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena
erosi. Sebaliknya, jika suatu tanah yang mempunyai erodibilitas rendah
berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi
(Sulistyaningrum et al 2014).
Selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan
terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu
tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor
pengelolaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Pengelolaan tanah dan
tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap
kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, dan
resistensi atau dayatahan tanah terhadap daya hancur curah hujan
(Rachman 2003).
Ketahanan tanah merupakan salah satu faktor penentu besarnya
erosi. Makin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah (K), makin rendah
ketahanan tanah sehingga semakin mudah pula tanah tererosi. Lahan
hutan, per tanian monokultur dan lahan pertanian turnpangsari pada
kelerengan yang sama memiliki tingkat erosi yang berbeda. Hal ini
diantaranya disebabkan oleh vegetasi pada masing-masing lahan tersebut
berbeda. Selain vegetasi, sifat fisiknya tanah faktor lain yang menentukan
besarya erosi, meliputi kelerengan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah
(Hardjowigeno 2003).
Besamya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan oleh kandungan
bahan organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah
yang digunakan untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah. Sifat-
sifat fisik tanah tersebut adalah tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah
(Arifin 2010). Sifat fisik yang dipengaruhi oleh bahan organik dalam
kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur dan permeabilitas
tanah. Pengelolaan tanah yang intensif seara terus menerus tanpa
mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat
merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah.
Pada tanah tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas
lambat dan laju infiltasi yang rendah mengakibatkan tingginya limpasan
permukaan, yang pada akhirnya mempertinggi limpasan permukaan dan
berakibat pada meningkatnya kehilangan tanah (erosi) (Rahim 2000).
C. Kemiringan dan Panjang Lereng
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad 2010 cit. Rusnam
et al 2013). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin panjang
suatu lereng akan semakin banyak volume tanah yang terbawa oleh aliran
permukaan dan semakin curam kemiringan lereng maka semakin cepat pula
aliran permukaan mengangkut tanah. Hal tersebut pun diungkapkan oleh
Hardjowigeno (2003) dalam Rusnam et al (2013) yang menyatakan bahwa
erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang.
Kemiringan lereng merupakan faktor lain yang mempengaruhi keadaan
suatu DAS selain penggunaan lahan. Wilayah DAS bagian hulu yang terletak
di dataran tinggi yang pada umumnya didominasi oleh lahan dengan
kemiringan lereng di atas 15%.Kondisi wilayah tersebut berpotensi
mengalami erosi yang besar. Erosi akan meningkat apabila elreng semakin
curam. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya
lereng juga memperbesar energi angkut air. Hal ini disebabkan gaya berat
yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari
bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin
banyak (Dewi et al. 2012).
Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak
penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam
dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lereng sangat
mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka
tingkat erosi sangat besar. Curamnya lereng akan memperbesar energi angkut
air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah
yang dipercik kebawah oleh tumbukan air semakin banyak. Semakin panjang
lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau
berlangsungnya erosi akan lebih besar (Kartasapoetra 1988). Dimana semakin
panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di
permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah makin
besar.
Kemiringan dan panjang lereng menentukan besarnya kecepatan dan
volume limpasan hujan. Secara umum erosi akan meningkat dengan
meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan
butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara
acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah
bawah dari pada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan
meningkatnya kemiringan lereng.Selanjutnya, semakin panjang lereng
cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran
permukaan baik kecepatan dan jumlah semakin tinggi.Kombinasi kedua
variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional
dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan
meningkatnya panjang lereng (Nurpilihan et al. 2011).
Menurut Fadhil et al (2013) semakin besar nilai panjang dan
kemiringan lerengnya maka semakin tinggi potensi untuk menimbulkan erosi.
Besar kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran
permukaan, semakin curam suatu lereng semakin cepat alirannya, sehingga
kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah lebih kecil dan akan
memperbesar aliran permukaan, yang berakibat menambah besarnya erosi
(Goro 2008). Faktor topografi umumnya dinyatakan kedalam kemiringan
lereng dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan
meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Kemiringan dan panjang
lereng merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap erosi. Pada
umumnya erosi tanah banyak terjadi di lahan miring daripada di lahan datar.
Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan limpasan air. Semakin curam
suatu lereng maka kecepatan aliran semakin besar, sehingga semakin singkat
kesempatan air untuk menyerap kedalam tanah. Panjang lereng
mempengaruhi besarnya limpasan permukaan. Semakin panjang suatu lereng
maka semakin besar limpasan sehingga akan mengakibatkan erosi yang besar
(Arsyad 2010).
Curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, vegetasi, dan
aktivitasmanusia mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses
erosisedimentasi.Setiap jenis tanah, kemiringan lereng, dan jenis vegetasi
memberikanpengaruhnya masing-masing untuk terjadinya erosi.Tingkat
bahaya erosi menjadilebih besar apabila jenis tanah tersebut mempunyai
formasi kemiringan lerengbesar.Demikian pula, struktur vegetasi penutup
tanah yang bertingkat-tingkatdapat menurankan bahaya erosi daripada lahan
dengan dominai vegetasi pohonyang tidak atau kurang disertai tumbuhan
bawah (Gintings et al. 2002). Erosi akan bertambah besar dengan bertambah
besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air yang
membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan
yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya kemiringan (lebih
banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan
oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi) (Subowo 2011).
D. Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Nilai erosi dipengaruhi oleh vegetasi serta teknik konservasi.
Vegetasi dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi,
selain itu juga penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi
(penyerapan air melalui vegetasi). Selain itu teknik konservasi juga mampu
memperkecil erosi yang terjadi (Nursa’ban 2006).
Tumbuhan lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena
tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar
kecilnya erosi percikan. Pada hutan tanaman faktor yang sangat berpengaruh
adalah faktor erosivitas dan erodibilitas tanah. Curah hujan yang tinggi
menyebabkan banyaknya limpasan permukaan. Karena permeabilitas yang
lambat pada hutan tanaman sehingga tanah mudah terdispersi akhirnya
menyebabkan tanah semakin mudah terangkut. Tanah yang didominasi oleh
fraksi lempung dengan permeabilitas rendah, tanah mudah jenuh, komunitas
vegetasi yang ada kurang mampu menahan kecepatan aliran air di atas
permukaan tanah (Asdak 2010).
Bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan ketahanan struktur
tanah, memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air
hujan yang jatuh. Hal ini dibenarkan oleh bahwa rumput dapat menahan laju
erosi karena rumput dapat memperbaiki struktur tanah. Penutup tanah seperti
rumput akan mengurangi kekuatan dispersi air hujan, mengurangi kecepatan
aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi sehingga mengurangi erosi.
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan barisan rumput sebagai
tanaman penahan dapat mengurangi erosi sebesar 80% pada lahan kemiringan
sekitar 5% (Aritonang et al. 2013).
Nilai P merupakan faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah
yaitu nisbah antara besarnya erosi tanah yang diberi perlakuan tindakan
konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur dalam strip atau
teras, terhadap besarnya erosi pada tanah yang diolah searah lereng dalam
keadaan identik. Pengolahan tanah menurut kontur secara umum mengurangi
erosi secara efektif terutama bila terjadi hujan lebat dengan intensitas sedang
sampai rendah. Pembuatan teras berfungsi mengurangi panjang lereng
sehingga kecepatan aliran permukaan bisa dikurangi dan memungkinkan
penyerapan air oleh tanah lebih besar, akibatnya erosi menjadi berkurang
(Bimapala 2010).
Tataguna lahan oleh manusia merupakan faktor penting dalam
menetapkan laju erosi. Cara bercocok tanam atau kegiatan lain yang tidak
sesuai kaedah konservasi dapat memperbesar erosi, merupakan perlakuan
negatif. Perlakuan positif dapat ditunjukkan berupa tindakan konservasi
yangbaik sehingga dapat memperkecil kehilangan tanah akibat erosi.
Kegiatan manusia selain dapat mempercepat erosi karena perlakuan negatif,
dapat pula memegang peranan penting dalam usaha pencegahan erosi yaitu
dengan perlakuan positif (Kartasapoetra et al 2000).
E. Prediksi Erosi
Pendugaan atau prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk
memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan
dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan
terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan
penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakkan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan
lestari. Prediksi erosi berbeda dengan perhitungan erosi secara langsung di
lapangan. Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang
akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Sedangkan perhitungan erosi secara langsung di
lapangan adalah metode untuk menghitung erosi yang terjadi dari tanah
secara langsung di lapangan dalam jangka waktu tertentu (Legowo 2010).
Kegiatan penelitian pengendalian erosi meliputi : pengembangan model
(metode) prediksi erosi dan penelitian untuk mencari dan/atau mengkaji
teknik pengendalian erosi. Metode (model) prediksi yang paling banyak
dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia adalah USLE (Universal Soil
Loss Equation). Dalam rangka pengembangan model prediksi erosi dilakukan
beberapa pengkajian untuk mendapatkan nilai faktor R (erosivitas hujan), K
(erodibilitas tanah), C (vegetasi dan pengelolaan tanaman) dan P (konservasi
tanah). Hasil pengkajian dan pengempulan data tersebut digunakan untuk
menginventarisasi tingkat bahaya erosi dan perencanaan penggunaan lahan
serta pemilihan alternatif teknik konsevasi tanah. Model USLE hanya sesuai
untuk digunakan pada skala usaha tani, oleh karena itu perlu dikembangkan
suatu model prediksi erosi untuk skala yang lebih luas (skala DAS) yang
sesuai untuk kondisi lahan di Indonesia (Dariah 2007).
Model prediksi erosi USLE menggunakan persamaan empiris sebagai
berikut (Wischmeier dan Smith 1978):
A = R x K x L x S x C x P
dimana,
A = Banyaknya tanah yang tererosi dalam t ha-1 tahun-1;
R = Faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang
merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas
huja maksimum 30 menit (I30);
K = Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuk
suatu tanah yang diperoleh dari petak homogen percobaan standar,
dengan panjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa
tanaman;
L = Faktor panjang lereng 9%, yaitu nisbah erosi dari tanah dengan panjang
lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22
m) di bawah keadaan yang identik;
S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi deri suatu
tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik;
C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisah
antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegeasi penutup dan
pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang
identik tanpa tanaman;
P = Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi
dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi tanah seperti
pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap
besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang
identik;
(Wischmeier dan Smith 1978 dalam Vadari 2008).
Prediksi erosi menggunakan model erosi USLE (Universal Soil Loss
Equation) dirancang untuk memprediksi rata rata erosi jangka panjang dan
erosi lembar atau alur. Metode USLE merupakan model digital parametik
yang lebih berkembang dan banyak digunakan. Hal tersebut karena metode
USLE didukung penggunaan komputer digital untuk memproses data yang
banyak dalam waktu singkat. Sebaliknya pada tipe fisik dan analog masing
masing hanya didukung model dalam bentuk kecil di laboratorium dan hanya
menggunakan sistem mekanika untuk mensimulasikan aliran air
(Firmansyah 2007).
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) memiliki beberapa
keunggulan dan kelemahan. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)
merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi.
Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah- daerah
yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan.
Metode USLE didesain untuk digunakan memprediksi kehilangan tanah yang
dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu
DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam
waktu yang panjang. Akan tetapi kelemahan model ini adalah tidak
dipertimbangkannya kera- gaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input
parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen
dalam suatu unit lahan, khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan
(LS) (As-syakur 2008).
F. Erosi yang Diperbolehkan (Edp) atau Ditoleransikan
Erosi terbolehkan adalah laju erosi yang tidak melebihi pembentukan
tanah, sehingga dapat ditemukan suatu lapisan tanah atas untuk tempat
pertumbuhan tanaman. Sangat sulit sekali dilakukan untuk mencegah dan
menghilangkan erosi sampai pada tingkat tidak terjadi erosi sama sekali.
Penentuan batas erosi terbolehkan sangat penting bagi usaha-usaha pertanian
sehingga dapat diketahui cara-cara pengolahan pertanian yang tepat. Apabila
erosi telah melewati batas terbolehkan, maka perlu dilakukan usaha usaha
untuk mengurangi erosi sehingga kelangsungan usaha–usaha pertanian
berjalan baik. Batasan erosi diperbolehkan adalah kecepatan maksimum
kehilangan tanah per tahun yang diperbolehkan agar produktifitas tanah dapat
mencapai tingkatan optimum dalam waktu yang lama (Lubis dan Rauf 2005).
Menentukan suatu unit lahan apakah memerlukan tindakan konservasi
atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara laju erosi yang diperbolehkan
(EDP) dengan laju erosi aktual (A). Laju erosi yang diperbolehkan, dihitung
dengan persamaan Hammer dengan rumus :
EDP=[ Kedalamanefektif (mm ) x Faktor kedalaman]
Umur guna tanah (mmth
)
Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi aktual
dengan erosi yang diperbolehkan. Apabila erosi aktual lebih kecil daripada
erosi yang diperbolehkan (A < EDP) maka daerah tersebut perlu
dipertahankan agar kondisinya tetap lestari. Sedangkan apabila erosi aktual
melampaui erosi yang diperbolehkan (A > EDP), maka daerah ini perlu
perencanaan konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan antara
faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P).
Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih beberapa alternatif faktor
C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil dibandingkan dengan erosi
yang diperbolehkan (Dewi et al 2012).
Nilai erosi diperbolehkan (Edp) harus mempertimbangkan ketebalan
lapisan tanah atas, sifat fisik tanah, pencegahan terjadinya selokan (gully),
penentuan bahan organik, dan kehilangan zat hara tanaman. Kedalaman tanah
efektif, tingkat permeabilitas tanah bawah, tingkat pelapukan lapisan bawah
tanah (substratum), dan berat volume tanah juga berpengaruh terhaadap
kepekaan tanah pada erosi yang mempengaruhi nilai erosi diperbolehkan.
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih bisa ditembus
akar tanaman. Permeabilitas tanah adalah kecepatan tanah untuk meloloskan
sejumlah air dinyatakan dalam frekuensi dan lamanya penjenuhan air. Berat
volume tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin padat suatu tanah
makin tinggi berat volume tanah yang berarti makin sulit meneruskan air atau
ditembus oleh akar tanaman (Nursa’ban 2006).
Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih
diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Pada batas ini kecepatan kehilangan
tanah lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Besarnya batas
toleransi erosi dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk
tanah, iklim, dan permeabilitas tanah. Batas Toleransi Erosi dan Tingkat
Bahaya Erosi menggunakan tabel acuan Departemen Kehutanan. Tingkat
Bahaya Erosi dikategorikan kedalam sangat ringan hingga sangat berat. Pada
tanah dengan solum dalam (kedalaman >90 cm), tingkat bahaya erosi
dikatakan Sangat Ringan (SR) bila jumlah erosi < 15 ton/ha/tahun, Ringan (R)
bila jumlah erosi antara (15-60) ton/ha/tahun, Sedang (S) bila jumlah erosi
(60-180) ton/ha/tahun, Berat (B) bila jumlah erosi (180-480) ton/ha/tahun dan
Sangat Berat (SB) bila erosinya > 480 ton/ha/tahun. Jika laju erosi lebih kecil
dari batas toleransi yang diperbolehkan (T), model rotasi bisa diterapkan. Jika
laju erosi lebih besar dari nilai T maka diterapkan rotasi tanam tertentu saja
(Septarini et al 2007).
Lahan-lahan yang mempunyai erosi melebihi erosi diperbolehkan sudah
termasuk pada kondisi kritis. Di sini pada penggunaan lahan untuk hutan
erosinya lebih kecil daripada erosi yang diperbolehkan. Tingginya erosi yang
terjadi dikarenakan oleh praktek usahatani yang tidak menerapkan kaedah
konservasi tanah dan air. Disamping itu luasan lahan hutan pada Sub-Sub
DAS ini sudah semakin sempit, terutama hutan primer. Padahal fungsi hutan
merupakan sebagai pelindung dan pengatur tata air di DAS (Aprisal 2011).
II. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Pelaksanaan Praktikum Konservasi Tanah dan Air, dibagi menjadi
beberapa acara praktikum, yang pada garis besar dibagi menjadi :
1. Praktikum Lapang
Praktikum lapang dilakukan pada hari tanggal 8 Februari 2016 di
tiga lokasi berbeda di Kecamatan Jumantono, Karanganyar. Pelaksanaan
di lapangan melakukan pengukuran dan pengamatan untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan dari lapangan serta mengambil sampel tanah
untuk keperluan analisis laboratorium.
2. Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilaksanakan pada tanggal 9-10 Februari
2016 bertempat di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat
1. Pengamtan Lapang
a. Peta dasar (rupabumi)
b. Rol meter
c. Klinometer
d. Bor tanah
e. Kompas
f. Ring sampel
g. Pisau
h. Plastik kapasitas 1 kg
i. Tali rafia
j. Kamera
k. Alat tulis
l. Peralatan untuk analisis laboratorium
2. Analisis Laboratorium
a. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif
1) Gelas piala 800 ml
2) Penyaring berkefeid
3) Ayakan 50 mikron
4) Gelas ukur 500 ml
5) Pipet 20 ml
6) Pinggan alumunium
7) Dispenser 50 mkl
8) Gelas ukur 200 ml
9) Stop watch
10) Oven
11) Pemanas listrik
12) Neraca analitik ketelitian empat desimal
b. Analisis Bahan Organik Tanah
1) Labu takar 50 ml
2) Gelas piala 50 ml
3) Gelas ukur 25 ml
4) Pipet drop
5) Pipet ukur
c. Analisis Permeabilitas Tanah
1) Ring sampel
2) Bak perendam
3) Permeameter
4) Gelas piala
5) Jam/stop watch
6) Penggaris
7) Gelas ukur
C. Bahan
1. Pengamatan Lapang
a. Contoh tanah terusik
b. Contoh tanah tidak terusik
c. Contoh tanah dalam ring sampel
d. Aquades
e. Bahan kimia untuk analisis laboratorium
2. Analisis Laboratorium
a. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif
1) Contoh tanah kering angin lolos 2 mm 10 g
2) H2O2 30%
3) H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)
4) HCl 2N
5) Larutan Na4P2O7 4%
b. Analisis Bahan Organik Tanah
1) Ctka Ø 0,5 mm
2) K2Cr2O7 1N
3) H2SO4 pekat
4) H2PO4 85%
5) FeSO4 1N
6) Indikator DPA
7) Aquades
c. Analisis Permeabilitas Tanah
Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel
D. Cara Kerja
1. Pengamatan Lapang
a. Pengumpulan data curah hujan
Data curah hujan menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari stasiun klimatologi Jumantono pada tahun 2010.
b. Pengamatan di lapangan
Pengamatan di lapangan dilakukan di tiga lokasi berbeda, yaitu
lahan sawah, lahan tegalan, dan lahan campuran. Tujuan pengamatan
adalah untuk mendapatkan data mengenai struktur tanah dan tekstur
secara kualitatif, data mengenai macam tanaman maupun cara
budidaya tanamannya dan data mengenai tindakan konservasi yang
telah dilakukan pada lahan serta pengukuran panjang lereng dan
pengukuran kemiringan lereng. Selain itu dilakukan pengambilan
sampel tanah tidak terusik berupa bongkahan maupun menggunakan
ring sampel. Sampel tanah di bawa ke laboratorium untuk dianalisis
mengenai struktur, kadar bahan organik dan permaebilitas tanah.
2. Analisis Laboratorium
a. Analisis tekstur tanah secara kuantitatif
1) Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm, memasukkan dalam gelas piala
500/1000 ml.
2) Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30%
(mendiamkan sampai reaksi mereda).
3) Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan memanaskan (mendidihkan
sekitar 5 menit).
4) Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan memanaskan
(mendidih sekitar 5 menit).
5) Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai
500/1000 ml, menyaring setelah mengendap (mengulang sampai
tanah/larutan bebas asam).
6) Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan
menambahkan larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml.
7) Mengaduk dan mendiamkan 1 menit kemudian memipet
sebanyak 20/25 ml kedalaman 20 cm, menyiapkan cawan ksong
(b g), memasukkan dalam cawan penguap dan mengoven
sampai kering kemudian menimbang (c g) (debu+liat+
peptisator).
8) Setelah 3,5 jam kembali memipet sebanyak 20/25 ml kedalaman
5 cm (liat+peptisator), menyiapkan cawan kosong (d g),
memasukkan dalam cawan penguap, mengoven sampai kering
kemudian menimbang (e g) (debu+liat+peptisator).
9) Sisa filtrat yang ada kemudian menyaring dengan ayakan 300
mm yang tertinggal di ayakan, mengeringkan dan menimbang
sebagai pasir kasar (untuk memisahkan pasir kasar dan pasir
halus)
Perhitungan :
Debu (%)=(c−d−e+d )× 100025
× 100100 × a
100+KL
× 100 %
LiatLempung
=(e−d−0,01)× 100025
× 100100 × a
100+KL
×100 %
Pasir=100−debu−lempung
Pasir halus=% pasir−% pasir kadar
b. Analisis bahan organik tanah
1) Menimbang ctka Ø 0,5 mm 0,5 gram (1 g untuk tanah pasiran)
dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml.
2) Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N.
3) Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4
pekat setetes demi setetes hingga menjadi bewarna jingga.
Apabila warna menjadi kehijauan menambah K2Cr2O7 dan
H2SO4 kembali dengan volume diketahui (melakukan dengan
cara yang sama terhadap blangko).
4) Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu
mendiamkannya selama 30 menit.
5) Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquades
hingga volume 50 ml, menggojog sampai homogen.
6) Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml aquades
serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya
bolak-balik sampai homogeny.
7) Menitrasi dengan FeSO4 1N hingga warna hijau cerah.
Perhitungan :
Ka darC=(B−A )× n FeSO4 ×3
100KL
× berattana h(mg)×10 × 100
77× 100 %
Kadar bahan organik=10058
× kadarC
B = Blangko
A = Baku
KL = Kadar Lengas
c. Analisis permeabilitas
1) Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di
lapangan yang akan diukur laju erosinya.
2) Merendam contoh tanah bersama ring sampelnya dalam bak
perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama
24 jam.
3) Setelah perendaman selesai, memindahkan contoh tanah dalam
ring sampel yang telah direndam sampai jenuh air ke
permeameter. Mengalirkan air ke selang masuk permeameter
dan mengatur aliran airnya hingga keluar permeameter tidak
merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel yang
terpasang tadi.
4) Setelah aliran konstan, menampung air yang keluar dari alat
permeameter pada gelas piala.
5) Kemudian melakukan pengukuran yaitu menampung air yang
keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu
tertentumisalnya 1 menit (menggunakan stop watch). Air ini lalu
menakar dengan menggunakan gelas ukur.
6) Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali. Menghitung
rata-ratanya.
Perhitungan :
Rumus permeabilitas :
K= Q× LT × H × A
cm / jam
Keterangan :
K : permeabilitas (ml/jam)
Q : banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
L : tebal contoh tanah (cm)
T : waktu pengukuran (jam)
H : tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian
atas (cm)
A : luas permukaan sampel tanah (cm2)
IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
A. Nilai Erosivitas Hujan (R)
Tabel 4.1 Curah Hujan Rata-Rata Tahunan dan Indeks Erosivitas HujanMenggunakan Rumus Bols
No Bulanan CH (mm) HH CHm (mm) R1 Januari 342 16 63 17400,682 Februari 223 20 39 7242,853 Maret 492 18 93 31425,064 April 524 19 83 31129,245 Mei 429 20 73 22285,936 Juni 68 7 36 2701,857 Juli 0 0 0 08 Agustus 0 0 0 09 September 0 0 0 010 Oktober 0 0 0 011 November 4 1 4 68,2812 Desember 172 11 48 7821,20
R Tahunan 120075,0741
Sumber : Data Curah Hujan Tahun 2015 Stasiun Jumantono
Keterangan :
CH = curah hujan (mm)
HH = hari hujan (hari)
CHm = curah hujan maksimum 24 jam (mm)
R = nilai erosivita hujan
Analisis Data :
EI30 = 6,119 (CH)1,21 (HH)-0,47 (CHm)0,53
a. EI30 = 6,119 (342)1,21 (16)-0,47 (63)0,53
= 17400,68
b. EI30 = 6,119 (223)1,21 (20)-0,47 (39)0,53
= 7242,85
c. EI30 = 6,119 (492)1,21 (18)-0,47 (93)0,53
= 31425,06
d. EI30 = 6,119 (524)1,21 (19)-0,47 (83)0,53
= 31129,24
e. EI30 = 6,119 (429)1,21 (20)-0,47 (73)0,53
= 22285,93
f. EI30 = 6,119 (68)1,21 (7)-0,47 (36)0,53
= 2701,85
g. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53
= 0
h. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53
= 0
i. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53
= 0
j. EI30 = 6,119 (0)1,21 (0)-0,47 (0)0,53
= 0
k. EI30 = 6,119 (4)1,21 (1)-0,47 (4)0,53
= 68,28
l. EI30 = 6,119 (172)1,21 (11)-0,47 (4)0,53
= 7821,20
B. Nilai Erodibilitas Tanah (K)
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Erodibilitas Tanah (Nilai K)No.
Sampel Tanah
Tekstur M a b c KLiat (%)
Debu (%)
Pasir Sangat Halus (%)
1. Sawah 2010 2,028 2 1 0,052. Tegalan 1215 0,38 3 1 0,0593. Campuran 750 0,92 3 2 0,127
Sumber : Data Rekapan
Keterangan :
M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % lempung)
a = % bahan organik (BO)
b = kode struktur
c = kelas permeabilitas
K = Nilai erodibilitas tanah
Analisis :
K = {2,718 M 1,14(10− 4)+(12−a)+3,25(b – 2)+2,5(c – 3)}100
a. Ksawah =
{2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(12 – 2,028 )+3,25 (2 – 2 )+2,5 (1 – 3 ) }100
= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(9,972 )+0+2,5 (−2 ) }100
= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+(9,972 )+0−5}100
= {2,718 (2010 )1,14 (10−4 )+4,972 }100
= {0,12045+4,972 }
100
= 0,05
b. Ktegalan = {2,718 (1215 )1,14 (10−4 )+(12 – 0,38 )+3,25 (3 – 2 )+2,5 (1– 3 ) }100
= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+(11,62)+3,25+2,5(−2)}100
= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+5 }100
= {2,718(3284,10)(10−4)+5 }100
= {0 , 89262+5 }
100
= 0,059
c. Kcampuran = {2,718 (750 )1,14 (10−4 )+(12 – 0,92 )+3,25 (3 – 2 )+2,5 (2– 3 ) }100
= {2,718 (1215 )1,14(10−4)+(11,08)+3,25−2,5 }100
= {2,718 (1215 )1,14 (10−4 )+11,83}100
= {0,89262+11,83}
100
= 0,127
C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai (LS)No SistemLahan L ( m ) S % LS
1 Tegalan
18.43 7% 0.084966
10.2 7% 0.06321
14.95 9% 0.083105
Total 43,58 23% 2,811
Rata - rata 14,52 8%
2 Sawah 18.43 7% 0.088163
10.2 9% 0.071702
14.95 8% 0.083105
Total 43,58 24% 2,811
Rata-rata 14.52667 8%
3 Lahan Campuran 15.12 11% 0.094743
19.16 10% 0.102462
24.3 9% 0.110671
28.33 7% 0.109306
Total 86,91 37% 3,89
Rata-rata 21.7275 9%
Sumber: Data Rekapan
Analisis DataNilai LS
L = ( X22, 1)
S = 0,065 + 0,045(s )+ 0,0065(s2)
Nilai LS = L x S
a. Sistem Tegalan
L = ( X22)
= (43,5822 , 1 )
= 1,97
S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)
= 0,065 + 0,045(8) + 0,0065(82)
= 0,065 + 0,36 + 0,416
= 0,841
Nilai LS = L x S
= 1,97 x 0,841
= 2,811
b. Sistem Sawah
L = ( X22, 1)
= (43,5822 , 1 )
= 1,97
S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)
= 0,065 + 0,045(8) + 0,0065(82)
= 0,065 + 0,36 + 0,416
= 0,841
Nilai LS = L x S
= 1,97 x 0,841
= 2,811
c. Sistem Kebun Campuran
L = ( X22, 1)
= (86,9122 ,1 )
= 3,93
S = 0,065 + 0,045(s)+ 0,0065(s2)
= 0,065 + 0,045(9) + 0,0065(92)
= 0,065 + 0,405 + 0,5265
= 0,99
Nilai LS = L x S
= 3,93 x 0,99
= 3,89
D. Nilai Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P)
Tabel 4. Perhitungan Nilai CP
No Sistem Lahan
Pola tanam/ teknik konservasi
Penutupan lahan C P CP
1 Tegalan Kacang tanahUbi KayuTeras sempurnaUbi kayu + kacang tanahSisa tanaman dijadikan mulsaJumlahRata-rata
80%80%
0,20,8
10,5
0,04 0,159
2 Sawah PadiTeras sempurnaTeras gulud padi 80% 0,01 0,04 0,013
3 Campuran PadiKacang tanahKacang tunggakTeras sempurnaTeras gulud : padi – jagung – kacangTunggakJumlahRata-rata
10%70%20%
0,010,2
0,161
0,3710,123
0,04 0,012
Sumber: Data Rekapan
E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Metode USLE
Tabel 5. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi
System Lahan
Luas (ha) R K LS CP
Prediksi Erosi
(ton/ ha/ th)
Erosi Satuan Lahan (ton/th)
Sawah 269,6 2213,574 0,065536 0.08099 0,013 0,1527 41,1679Tegalan 561,6 2213,574 0,107593 0.077094 0,159 2,9194 1639,535Campuran 269,6 2213,574 0,123441 0.104295 0,012 0,3419 92,1762TotalRata2Sumber: Hasil Perhitungan
Analisis Data :
1. Prediksi Erosi (A)
A = R x K x LS x CP
a. Sawah
A = 2213,574 x 0,065536 x 0,08099 x 0,013= 0,1527 ton/ ha/ th
b. Tegalan
A = 2213,574 x 0,107593 x 0,077094 x 0,159 = 2,9194 ton/ ha/ th
c. Campuran
A = 2213,574 x 0,123441 x 0,104295 x 0,012 = 0,3419 ton/ ha/ th
2. Erosi Sistem Lahan (ESL)
ESL = A x luas lahan
a. Sawah
ESL = 0,1527 x 269,6 = 41,1679 ton/ th
b. Tegalan
ESL = 2,9194 x 269,6 = 1639,535 ton/ th
c. Campuran
ESL = 0,3419 x 269,6 = 92,1762 ton/ th
F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (EDP)
Tabel 4.6 Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)
No.
Sistem Lahan
KE (cm) FK UGT T
(mm/Th)
T (Ton/Ha/
Th)1. Sawah 30 0,90 400 0,0675 0,9452. Tegalan 30 1 400 0,075 0,105
3. Kebun Campuran 30 0,90 400 0,0675 0,087
Rata-rata 2,918Sumber : Data Rekapan
Analisis Data
T = (KE x FKUGT ) x BV x 10
a. Sistem Sawah
T = (KE x FKUGT ) x BV x 10
= (30 x 0,90400 ) x 1,4 x 10
= 0,945 Ton/Ha/Th
b. Sistem Tegalan
T = (KE x FKUGT ) x BV x 10
= (30 x 1400 ) x 1,4 x 10
= 0,105 Ton/Ha/Th
c. Sistem Kebun Campuran
T = (KE x FKUGT ) x BV x 10
= (30 x 0,90400 ) x 1,3 x 10
= 0,087 Ton/Ha/Th
Rata-rata EdpT = 0,945 + 0,105 + 0,087 + 10,535
4
= 2,918
V. PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lahan
Paraktikum Konservasi Tanah dan Air kelompok kami bertempat di
Lahan Tegalan yang berlokasi di Desa Sukasari, Kecamatan Jumantono,
Kabupaten Karanganyar. Luas lahan tegalan yang digunakan kelompok kami
seluas 561.6 Ha. Ketinggian tempat tersebut yaitu 155 mdpl dengan arah
lereng 30º dari arah utara. Lahan tersebut memiliki kemiringan lereng 15%
dengan panjang kemiringan lereng 70,8 m. Koordinat lokasi tegalan yang
digunakan dalam praktikum Konservasi Tanah dan Air ini terletak pada
LS : 7 º 38,294’ dan BT : 110 º 57,338’.
Pelaksanaan praktikum Konservasi Tanah dan Air berada di lahan
dengan ciri dari tipe tanah Alfisol dan Inseptisol. Lahan tersebut dijadikan
lahan tegalan dan sawah bagi petani. Tanah tegalan tersebut memiliki pola
tanam pohon-pohon tahunan yang dibawahnya diolah dan ditanami oleh
tanaman jagung dan ubi kayu, sedangkan sawah hanya ditanami padi
sepanjang tahun. Lahan tegalanda sawah tersebut memiliki teknik konservasi
berupa teras bangku sempurna. Teras Bangku Sempurna adalah teras yang
dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah
sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali
aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%
(Suprapto 2005).
Lahan tegalan terdapat sangat sedikit atau minim vegetasi dibandingkan
lahan sawah. Kondisi lereng curam atau kemiringan lereng tinggi
menyebabkan tingginya runoff dan rendahnya infiltrasi. Berdasarkan kondisi
lahan tersebut air akan mudah membawa tanah sehingga erodibilitas tinggi
dan menyebabkan laju erosi tinggi.
B. Faktor Erosivitas Hujan
Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya erosi pada daerah beriklim
tropis seperti Indonesia menurut Mantra (2003) adalah hujan. Hujan yang
jatuh pada permukaan tanah akan menyebabkan terjadinya penghancuran
pada agregat tanah yang disebabkan karena adanya daya penghancuran dan
daya urai dari air hujan tersebut. Agregat tanah yang telah hancur tesebut
akan menutup pori-pori tanah sehingga jumlah air yang terinfiltrasi lebih
sedikit. Sehingga akan meningkatkan aliran permukaan (run off). Aliran ini
akan mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah hancur.
Apabila aliran ini sudah tidak memiliki energi untuk mengikis maka aliran ini
akan membawa partikel tanah yang telah hancur ke daerah yang lebih datar,
sehingga menyebabkan daerah tersebut memiliki tingkat sedimentasi yang
lebih tinggi.
Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam
suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan
dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut suatu sifat hujan yang penting dalam
mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan tersebut, karena merupakan
penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Kemampuan
hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut daya erosi
atau erosivitas hujan.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Arsyad (2006), dimana dia mengemukakan bahwa energi kinetik hujan
mempengaruhi erosi, tetapi korelasi yang lebih erat dengan erosi adalah hasil
kali total energi hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (EI30).
Indeks Erosivitas Hujan (EI30) mempunyai korelasi yang tinggi dengan
34
kehilangan tanah (erosi) di Indonesia dan merupakan metode yang cocok
untuk menduga faktor Erosivitas Hujan (R).
Menurut Martono (2004) erosi yang terjadi pada daerah yang beriklim
tropis pada umumnya disebabkan karena hujan. Hal ini terjadi karena
intensitas hujan di daerah tropis lebih tinggi dari daerah lainnya. Tebal hujan,
intensitas hujan dan distribusi hujan mempengaruhi terjadinya peningkatan
erosi. Kemampuan suatu hujan untuk dapat menimbulkan suatu erosi disebut
erosivitas. Indeks erosivitas merupakan pengukur kemampuan suatu hujan
untuk menimbulkan suatu erosi. Indeks erosivitas dapat diketahui melalui
tebal curah hujan. Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas juga
akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi
sangat besar.
Berdasarkan perhitungan curah hujan tahun 2000-2010 di daerah
Jumantono dengan rumus Bols, dapat kita ketahui bahwa pada bulan April
nilai erosivitas mencapai 524 cm yang merupakan nilai tertinggi, sehingga
berarti pada bulan tersebut tingkat terjadinya erosi paling tinggi dibandingkan
dengan bulan-bulan yang lain. Pada bulan tersebut, hujan terjadi terlalu sering
yaitu selama 18 hari hujan. Terdapat kemungkinan bahwa pada bulan
Februari ini merupakan bulan puncak hujan. Namun, tingkat erosivitas hujan
pada bulan-bulan sebelumnya telah mengalami penurunan nilai. Penurunan
ini terjadi mulai bulan Maret hingga September. Nilai erosivitas paling rendah
yaitu 0 cm dari bulan Juli hingga Oktober.
Berdasarkan perhitungan curah hujan tahun 2010 di daerah
Jumantono dengan rumus Bols,dapat diketahui Indeks Erosivitasnya pada
bulan Januari sebesar 342 cm. Pada bulan Febuari, Maret, April, Mei hingga
Desember berturut-turut adalah 223, 492, 524, 429, 68, 0, 0, 0, 0, 4, dan 172.
Sedangkan pada bulan Juli hingga Oktober Indeks Erosivitasnya adalah 0.
Hal ini dapat terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah hujan di daerah
Jumantono adalah 0 mm. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan, indeks
erosivitas tahunannya adalah sebesar 120075,0741, yang bernilai sangat
tinggi.
C. Faktor Erodibilitas Tanah
Salah satu faktor dari beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
erosi adalah erodibilitas. Menurut Subagyono et al (2004), erodibilitas
adalah kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh
air yang berasal dari curahan hujan. Erodibilitas ini sering juga disebut
dengan resistensi tanah terhadap erosi. Jika erodibilitas tanah tinggi, berarti
tanah itu peka atau mudah tererosi, dan apabila erodibilitas tanah itu rendah
berarti bahwa resistensi tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi.
Jenis tanah yang paling stabil dan sulit tererosi adalah tanah liat. Hal ini
dikarenakan tanah liat memiliki kemantapan struktur yang lebih tinggi serta
kapasitas penampungan airnya tinggi. Pada tanah yang mengandung banyak
debu memiliki erodibilitas tanah tinggi, sehingga paling mudah tererosi.
Sedangkan tanah pasir sedikit lebih resisten terhadap erosi
dibandingkan tanah berdebu karena tanah pasir mempunyai kapasitas
infiltrasi yang tinggi. Pasir dengan ukuran yang lebih besar akan lebih sukar
terhanyutkan, tapi kemampuan strukturnya rendah dikarenakan antara partikel
yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki daya ikat yang besar. Namun,
tanah pasir resistensinya masih dibawah tanah kapur. Hal ini dikarenakan
tanah kapur memiliki struktur yang lebih mantap dari tanah pasir dan tanah
loess atau tanah berdebu. Namun, kalau dibandingkan dengan tanah liat
strukturnya memang kurang mantap.
Berdasarkan hasil penelitian Ramdan (2006), bahwa pengelolaan tanah
dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik
terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah,
ketahanan tanah (shear strength) dan resistensi/daya tahan tanah terhadap
daya hancur curah hujan (splash detachment). Meskipun erodibilitas tanah
tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep
erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti
menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh
sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya.
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :
1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas tanah menahan air.
2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah. Secara umum tanah dan
kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang
paling mudah tererosi. Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium
oksida, serta ikatan elektrokimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah
yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat kita ketahui
bahwa nilai erodibilitas tanah di lahan tegalan sebesar 0,059. Hal ini berarti
bahwa pada jenis tanah tersebut dengan tipe struktur granular halus memiliki
kepekaan tanah untuk mengalami erosi yang rendah. Selain itu, tingkat
permeabilitas pada lahan ini masuk dalam kategori cepat (rapid) dengan kode
1. Menurut Veiche (2007), nilai permeabilitas menunjukkan kemampuan
tanah untuk melewatkan atau meresapkan air yang jatuh ke permukaan tanah.
Jika tanah mampu menyerap air, maka tidak terjadi aliran permukaan yang
dapat menyebabkan erosi, atau paling tidak dapat menekan laju erosi hingga
kandungan tanah menjadi lebih jenuh. Pada lahan Tegalan ini, lahan memiliki
permeabilitas yang cepat sehingga apabila ada hujan turun maka peresapan
air kedalam tanah cepat sehingga kemungkinan erosi sangat besar.
D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh
lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi
penyebab erosi. Karakteristik lereng yang mempengaruhi besarnya energi
penyebab erosi adalah kemiringan lereng, panjang lereng dan bentuk lereng.
Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan
permukaan. Makin curam suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan
semakin besar, dengan demikian maka semakin singkat pula kesempatan air
untuk melakukan infiltrasi sehingga volume aliran permukaan besar. Panjang
lereng mempengaruhi besarnya limpasan permukaan, semakin panjang suatu
lereng maka semakin besar limpasannya. Apabila volume besar maka besarnya
kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar.
Kemiringan lereng dapat dihitung dari oeta topografi/rupa bumi,
namun demikian panjang lereng tidak dapat diukur dari peta karena yang
terukur adalah panjang lereng bukit. Besarnya indeks panjang dan kemiringan
lereng dapat ditentukan dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per
satuan panjang. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang
menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor
tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut
menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Unsur lain yang
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng.
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan
sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air
berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung
lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin
besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas. Klasifikasi
kemiringan lereng dibagi dalam beberapa kelas.
Pada praktikum kali ini kemiringan lereng pada lahan tegalan sebesar
8% dengan panjang lereng 43,58 m. Berdasarkan perhitungan kemiringan
lereng, didapatkan hasil sebesar 2,811. Hasil tersebut dapat diklasifikasikan
pada kelas lereng antara 5-100%. Hal ini berarti kemiringan lereng sedang,
sehingga perlu adanya tindakan konservasi untuk mengurangi erosi.
E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Indeks pengelolaan tanaman dihitung dengan mempertimbangkan sifat
perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan, dari mulai pengolahan tanah,
sampai panen dan bahkan hingga pertanaman berikutnya. Penyebaran hujan
selama satu tahun pun perlu mendapat perhatian. Dengan tidak mengurangi
dasar ketelitian indeks faktor C di dekati dengan menggunakan nilai faktor C,
dengan pertanaman tunggal dan dengan berbagai pengelolaan tanaman.
Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari tanah yang diberi tindakan konservasi khusus seperti
pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap
besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik.
Erosi yang diperhitungkan dalam tulisan ini adalah pada lahan yang belum ada
tindakan konservasi tanah untuk Desa Batursari, dan lahan dengan tindakan
konservasi belum sempurna yaitu guludan memotong lereng tetapi jarak antar
guludan terlalu jauh (> 7 m), serta rumput penguat guludan belum ditanam
dengan baik.
Faktor frekuensi pengolahan tanah yang lebih sering seperti
pengolahan tanah untuk budidaya tanaman semusim tanpa memperhatikan
konservasi tanah dan airnya mempunyai potensi terjadinya erosi yang lebih
besar. Upaya yang lebih mudah untuk melakukan tindakan konservasi tanah
dan air adalah dengan memanipulasi penggunaan tanaman atau vegetasi
sebagai penutup tanah dan pembuatan teras. Faktor vegetasi didalam upaya
menekan erosi disebut sebagai faktor tanaman dan faktor pengelolaan tanah
didalam upaya menekan laju erosi disebut sebagai faktor konservasi. Faktor
tanaman dan faktor konservasi pertama kali diperkenalkan oleh Wischmeier
dan Smith (1978) dalam suatu rumus pendugaan erosi yang dikenal dengan
persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang diberi simbol dengan
faktor C untuk tanaman dan faktor P untuk konservasi tanah. Faktor C
digunakan baik dalam USLE maupun dalam RUSLE untuk mencerminkan
pengaruh pertanaman (cropping) dan pengelolaan tanaman penutup tanah
terhadap erosi, dan faktor yang paling sering digunakan untuk mengetahui
pengaruh pengelolaan tanah ialah faktor konservasi tanah atau faktor P.
Berdasarkan Hasil analisis data nilai pengelolaan tanaman (C) di
lokasi pengamatan daerah Jumantono adalah 0,5 dengan jenis lahan tegalan.
Nilai tindakan konservasi (P) lahan tersebut adalah 0,04 yaitu tindakan
konservasi tanahnya adalah pembuatan teras bangku sempurna. Pengaruh
vegetasi sebagai penutup tanah terhadap erosi menurut Suripin (2002), vegetasi
mampu menangkap atau intersepsi butir air hujan sehingga energy kinetiknya
terserap tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Pengaruh
intersepsi air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan
terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan, selain itu menangkap
butir air hujan dan meminimalkan pengaruh negative terhadap struktur tanah.
Tanaman penutup mengurangi energy aliran, meningkatkan kekasaran
sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya memotong
kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel
sedimen. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan
meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi
yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada
porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah
atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya. Pengelolaan lahan
secara vegetatif jarang dilakukan di lahan yang kami amati sehingga nilai
kemungkinan erosi yang terjadi juga tinggi.
F. Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat
Proses erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu pelepasan partikel tanah,
pengangkutan oleh media seperti air adan angin, dan selanjutnya
pengendapan. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah
curah hujan, tanah, lereng (topografi), vegetasi, dan aktifitas manusia. Faktor-
faktor tersebutlah yang merupakan komponen-komponen penggali dalam
pendekatan USLE. Aplikasi dari pendugaan erosi dengan metode USLE ini
telah banyak dilakukan untuk perencanaan penggunaan lahan.
USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi
lembar (Sheet Erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan
tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi
tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan
sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Alasan utama
penggunaan model USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input
parameter model yang diperlukan mudah diperoleh (Murdis 1999). Metode
USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum
digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga
sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya
adalah hujan dan aliran permukaan bahwa metode USLE didesain untuk
digunakan memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan
diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga
didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang
panjang. Akan tetapi kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya
keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang
diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu
unit lahan (Arzi 2012).
Dalam penghitungan bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor curah
hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan lahan
berikut tindakan pengelolaannya. Faktor utama penyebab erosi yaitu curah
hujan dan adanya aliran permukaan. Dengan faktor-faktor tersebut, maka
besar erosi dapat ditentukan dengan rumus Universal Soil Loss Equation
(USLE) yang dikembangkan Wischmeier dan Smith (1978), cit. Listriyana
(2006).
Nilai A atau prediksi erosi pada lahan tegalan. Lahan tegalan memiliki
nilai A sebesar 2,9194 ton/ha/th. Nilai tersebut cukup besar karena lahan
tegalan yang digunakan adalah lahan kosong tanpa pengolahan tanah maupun
penanaman tanaman tertentu. Oleh karena itu tindakan konservasi yang tepat
adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah dengan sistem multiple
cropping untuk meminimalisir dampak erosi yang terjadi. Nilai A pada kebun
campuran merupakan nilai pediksi erosi mencapai 0,3419 ton/ha/th. Hal
tersebut salah satunya dikarenakan yang cukup miring. Oleh karena itu
tindakan konservasi yang tepat dengan menanam tanaman tahunan untuk
mengurangi daya erosifitas hujan dan dapat mengikat agregat tanah. Lahan
sawah memiliki nilai A atau prediksi erosi sebesar 0,1527 ton/ha/th dimana
nilai tersebut termasuk kecil. Tindakan konservasi yang dilakukan sudah tepat
dengan pembuatan terasiring dan penanaman padi sepanjang tahun sehingga
vegetasi padi dapat mengurangi daya erosifitas hujan dan memperbesar
infiltrasi akibat olah lahan.
G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (Edp)
Menurut Suprapto (2006) erosi yang masih diperbolehkan adalah laju
erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang
masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman
tanah yang cukup bagi perumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan
tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari. Batas tingkat erosi yang
masih diperbolehkan mendasarkan pada kedalaman tanah, permeabilitas
lapisan bawah dan kondisi substratum. Dasar-dasar untuk menentukan tingkat
erosi yang masih diperbolehkan dengan memperhatikan kedalaman tanah,
sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan
terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan
unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.
Wischmeier dan Smith (1978) telah menetapkan angka tingkat erosi yang
masih diperbolehkan adalah antara 4,48 sampai 111,21 ton/ha/th.
Erosi yang diperbolehkan pada tanah sawah yang dihitung ini memiliki
nilai 0,945 ton/ha/tahun. Nilai tersebut lebih besar dari nilai erosi yang yang
dianalisa. Tanah sawah ini pada sebelumnya telah dihitug laju erosinya
sebesar 0,1527 ton/ha/tahun. Artinya bahwa pada lokasi ini erosi yang terjadi
berada pada tingkat yang aman karena sistem budidaya dan tindakan
konservasi yang digunakan sudah tepat.
Upaya yang dilakukan mengurangi ataupun menekan laju erosi pada
penggunaan lahan sawah adalah dengan menerapkan tindakan konservasi
tanah berupa teras bangku tradisional ataupun sempurna. Hal tersebut
dilakukan mengingat bahwa dalam hal ini panjang lereng dan kecuraman
lereng merupakan faktor yang paling tinggi menunjang tingginya erosi pada
penggunaan lahan tersebut. Bila kita menerapkan penggunaan teras bangku
maka prediksi erosi (A) yang di dapatkan akan lebih kecil . Sehingga,
penggunaan teras bangku merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk
mengurangi erosi.
Lahan tegalan memiliki nilai T atau erosi yang diperbolehkan sebesar
0,105 ton/ha/tahun, sedangkan pada perhitungan nilai prediksi erosi diperoleh
nilai 2,9194 ton/ha/tahun. Nilai tersebut sangat melebihi dari nilai erosi yang
diperbolehkan di lahan tersebut, sehingga memerlukan adanya tindakan
konservasi. Tindakan konservasi yang tepat adalah dengan penanaman
tanaman penutup tanah yang dapat menutup sebagian besar permukaan tanah
(misal dengan multiple cropping) dan penggunaan mulsa untuk mengurangi
luas lahan terbuka yang terpapar air hujan secara langsung. Lahan kebun
campuran memiliki nilai erosi yang diperbolehkan sebesar 0,087 ton/ha/th,
sedangkan pada perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai 0,3419 ton/ha/th.
Nilai tersebut jauh melebihi nilai erosi yang diperbolehkan, sehingga
memerluka tindakan konservasi. Tindakan konservasi yang tepat dengan teras
yang dibuat untuk memotong panjang lereng dan meminimalkan dampak
erosi yang terjadi, dan juga menyelingi dengan penanaman tanaman tahunan
yang dapat mengurangi erosifitas hujan.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Cara untuk mengukur (prediksi) erosi yaitu dengan menggunakan metode
USLE (Universal Soil Loss Equation). Rumus yang digunakan yaitu A =
R. K. L. S. C. P.
2. Erosi yang diperbolehkan pada tanah sawah adalah 0,945 ton/ha/tahun,
sedangkan laju erosinya sebesar 0,1527 ton/ha/tahun. Artinya bahwa pada
lokasi ini erosi yang terjadi berada pada tingkat yang aman karena sistem
budidaya dan tindakan konservasi yang digunakan sudah tepat.
3. Lahan tegalan memiliki nilai T atau erosi yang diperbolehkan sebesar
0,105 ton/ha/tahun, sedangkan nilai prediksi erosinya adalah 2,9194
ton/ha/tahun. Tindakan konservasi yang tepat adalah dengan penanaman
tanaman penutup tanah (misal dengan multiple cropping) dan penggunaan
mulsa.
4. Lahan kebun campuran memiliki nilai erosi yang diperbolehkan sebesar
0,087 ton/ha/th, sedangkan prediksi erosi diperoleh nilai 0,3419 ton/ha/th.
Tindakan konservasi yang tepat dengan teras yang dibuat untuk memotong
panjang lereng dan menyelingi dengan penanaman tanaman tahunan yang
dapat mengurangi erosifitas hujan.
B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disarankan
dalam melakukan praktikum selanjutnya yaitu dengan menganalisa dan juga
memberi penjelasan tentang macam-macam tindakan konservasi yang tepat
sesuai kondisi di lapang, dan juga mendiskusikannya dengan pelaku usaha tani
lahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aprisal 2011. Prediksi Erosi Dan Sedimentasi Pada Berbagai Penggunaan Lahan Di Sub Das Masang Bagian Hulu Di Kabupaten Agam. J. Solum 8(1): 11-18.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ardiansyah T 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Beberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang. Agroteknologi. Vol 2(1) : 436-446
As-syakur AR 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. J. Penelitian Lingkungan Hidup 1(1): 1-11.
Arief Arifin 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta : Kanisius.
Butar 2013. Pendugaan Erosi Tanah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE. Agroteknologi. Vol 1(2)
Dariah A, Rachman A, dan Kumia U 2007. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia. J.Penelitian Tanah 1(1):1-8.
Dewi, I. Gusti Ayu Surya Utami, Ni Trigunasih, And Tatiek Kusmawati. 2013. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba.E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology) 1.1
Dewi I, Trigunasih NM, Kusmawati T 2012. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1(1): 12-23.
Fadhil M, Anthon M, dan Abdul R 2013. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Hutan dan Laan Kakao di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. J. Agrotekbis. 01 (03): 240.
Firmansyah 2007. Prediksi Erosi Tanah Podsolik Merah Kuning Berdasarkan Metode USLE di Berbagai Sistem Usaha Tani. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 10(1):20-29.
Gintings, A. Ngaloken, and Meine van Noordwijk. 2002. Pilihan teknologi agroforestri/konservasi tanah untuk areal pertanian berbasis kopi di SumberJaya, Lampung Barat.International Centre for Research in Agroforestry, Southeast Asia Regional Office.
Goro Garup Lambang 2008. Kajian Pengaruh Intensitas Hujan pada jenis Tanah Regosol Kelabu untuk Kemiringan Lereng yang Berbeda. J. Wahana Teknik Sipil. 13 (02): 95.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo Jakarta.
Kartasapotra 1988. Teknologi Konservassi Tanah dan Air. Jakarta : Rineka Cipta
Karyati 2015. Parameter-Parameter Curah Hujan Yang Mempengaruhi Penaksiran Indeks Erosivitas Hujan Di Sri Aman, Sarawak. Jurnal Agrifor Volume XIV (1) : 79 – 80.
Komarudin N 2008. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub daerah Aliran Sungai Cileungsi Bogor. Agrikultura. Vol 19(3)
Legowo S 2010. Pendugaan Erosi dan Sedimentasi dengan Menggunakan Model GeoWEPP. J.T. Sipil 1(1):1-13.
Lubis KS, Rauf A 2005. Indeks Bahaya Erosi Pada Beberapa Penggunaan Lahan inceptisol Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.J.I.Tanah USU 1(1):1-12.
Mantra IB 2003. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Martono 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas Diponegoro.
Nurpilihan, Amaru, Kharistya, Suryadi, Edy. 2011. Buku ajar teknik pengawetan tanah dan air. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanain Universitas Padjadjaran Bandung.
Nursa’ban 2011. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. J. Geomedi 4(2): 93-116.
Oliveira Paulo, Edson Wendland dan Mark A. Nearing 2012. Rainfall erosivity in Brazil: A review. Journal of Catena 100 : 139–147.
Ramdan H 2006. Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jatinagor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti.
Rusnam, Eri G R, dan Erich M S 2013. Analisis Spasial Besaran Tingkat Erosi pada Tiap Satuan Lahan di Sub DAS Batang Kandis. J. Teknik Lingkungan. 10 (02): 157.
Saptarini CL, Kironoto B, Rachmad Jayadi 2007. Kajian Perubahan Erosi Permukaan Akibat Pembangunan Hutan Tanaman Industri Di Areal Pencadangan Hti Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. J.Forum Teknik Sipil12(2): 486-499.
Subagyono K, S Marwanto, C Tafakresnanto, T Budyastoro dan A Dariah 2004. Delineation of Erosion Areas in Sumberjaya, West Lampung. ICRAFT: Soil Research Institute.
Suprapto 2006. Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial..Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Infrastructure and Built Environment 2(2). Press, Medan
Vadari T, Subagyono K, dan Sutrisno N 2008. Model Prediksi Erosi: Prinsip, Keunggulan, dan Keterbatasan. J. P. Ilmu Tanah 1(1): 31-45.
Veiche A 2007. The Spatial Variability of Erodibility and Its Relation To Soil Types. A Study for Northen Ghana.
Zulaeha 2012. Pengaruh Erosivitas terhadap Pengaruh Erosi di DAS Kabupaten Sinjai. Skripsi. Universitas Hasanudin.