epid, komplikasi, prognosis thalassemia
DESCRIPTION
Semoga bermanfaatTRANSCRIPT
THALASSEMIA
I. EPIDEMOLOGI
Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu memproduksi protein
alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalassemia alpha. Sedangkan mereka yang
kekurangan produksi protein beta, menderita thalassemia beta. Di Indonesia lebih banyak
ditemukan kasus thalassemia beta. Insiden pembawa sifat thalassemia di Indonesia berkisar
antara 6-10%, artinya dari setiap 100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalassemia.
Gen Thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik
manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut
mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, subbenua India, dan Asia Tenggara. Dari
3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam
Amerika membawa gen untuk thalassemia β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak
40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi dimana
thalassemia merupakan prevalen yang sangat parallel dengan daerah dimana Plasmodium
falciparum dulunya merupakan endemik. Resistensi terhadap infeksi malaria yang
mematikan pada pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang
kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.
II. KOMPLIKASI
Pada thalassemia mayor komplikasi lebih sering didapatkan daripada
thalassemia intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi.
Biasanya penderita baru bisa berjalan setelah usia 18 tahun. Sindrom
miopati terjadi dengan kelemahan otot-otot proksimal, terutama
ekstremitas bawah. Akibat iskemia serebral dapat timbul episode kelainan
neurologik fokal ringan.
Gangguan pendengaran mungkin pula terjadi seperti pada kebanyakan
anemia hemolitik atau diseritropoetik lain ada peningkatan
kecenderungan untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu
Serangan pirai sekunder dapat timbul akibat cepatnya turn over sel dalam
sumsum tulang. Hemosiderosis akibat transfusi darah yang berulang-
ulang atau salah pemberian obat-obat yang mengandung besi.
Pencegahan untuk ini adalah desferal (chelating agent)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfuse
telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin.
Dapat terjadi tukak menahun pada kaki, deformitas otot skelet, tulang
dan sendi, mungkin pula terjadi deformitas pada muka, kadang-kadang
begitu berat sehingga memberikan gambaran yang menakutkan dan
memerlukan operasi untuk mengoreksinya.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering menyebabkan terjadinya
gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolysis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi , sehingga ditimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Kadang-kadang thalassemia disertai oleh tanda
hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
III. PROGNOSIS
Thalassemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis. Apabila di kemudian ahri transplantasi
sumsum tulang diterapkan maka prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh
penyembuhan.
SUMBER :
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Vol 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia h. 444-451
Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi( Essential Haematology), Edisi 4. Jakarta : EGC, 2002 : h.66-75