emisi gas metana (ch ) dari sedimen dan tanaman...

88
EMISI GAS METANA (CH4) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN Rhizophora mucronata PADA ZONA ALAMI DAN ZONA WISATA DI KAWASAN MANGROVE PULAU PARI SKRIPSI AMALINA PUTRI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

Upload: others

Post on 24-Sep-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

EMISI GAS METANA (CH4) DARI SEDIMEN

DAN TANAMAN Rhizophora mucronata PADA ZONA ALAMI

DAN ZONA WISATA DI KAWASAN MANGROVE

PULAU PARI

SKRIPSI

AMALINA PUTRI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H

Page 2: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

EMISI GAS METANA (CH4) DARI SEDIMEN

DAN TANAMAN Rhizophora mucronata PADA ZONA ALAMI

DAN ZONA WISATA DI KAWASAN MANGROVE

PULAU PARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

AMALINA PUTRI

11140960000022

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 3: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora
Page 4: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora
Page 5: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora
Page 6: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

ABSTRAK

AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH4) dari Sedimen dan Tanaman

Rhizophora mucronata pada Zona Alami dan Zona Wisata di Kawasan Mangrove

Pulau Pari. Di bawah bimbingan HENDRAWATI dan IRAWAN SUGORO.

Iklim bumi saat ini sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas

Rumah Kaca (GRK). Gas metana menjadi salah satu penyumbang dari GRK dan

dapat berasal dari lahan basah kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui emisi gas metana dari sedimen dan tanaman Rhizopohora mucronata

secara in situ, mengetahui pengaruh lokasi sampling dan waktu sampling terhadap

jumlah emisi gas metana yang dihasilkan, serta mengetahui jenis mikroba pada

sedimen. Pengamatan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari selama 3×3 jam

untuk pengukuran emisi gas metana. Parameter lain yang diamati meliputi suhu,

pH, TDS, intensitas cahaya, salinitas, karbon organik, nitrogen total, rasio C/N,

amonia, Volatile Fatty Acids (VFA), dan jumlah mikroba. Hasil penelitian pH air

laut berkisar 7,1-7,5, suhu 27-31 oC, intensitas cahaya 1615-32650 kkal/m2/hari,

TDS 2910-6255 ppm, salinitas 30,008-30,389, karbon (C) 10,370-12,213%,

nitrogen (N) 0,832-0,901%, rasio C/N 12,459-14,676 dan VFA total 10,4-14,96.

Hasil analisis emisi gas metana menunjukkan nilai emisi gas metana yang berbeda,

sedimen memiliki emisi gas metana paling tinggi sebesar 18,76 mg/m2/jam diikuti

dengan akar sebesar 14,067 mg/m2/jam, batang sebesar 12,18 mg/m2/jam, dan daun

sebesar 11,85 mg/m2/jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan lokasi dan

waktu sampling berpengaruh pada emisi gas metana. Lokasi alami memiliki jumlah

emisi gas metana paling tinggi sebesar 33,710 mg/m2/jam diikuti dengan lokasi

wisata sebesar 23,148 mg/m2/jam. Waktu sampling pada pagi hari memiliki jumlah

emisi gas metana paling tinggi sebesar 22,748 mg/m2/jam diikuti dengan siang hari

sebesar 17,150 mg/m2/jam,dan sore hari sebesar 16,960 mg/m2/jam.

Kata Kunci: Gas rumah kaca, iklim, lahan basah, in situ

Page 7: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

ABSTRACT

AMALINA PUTRI. Methane Gas Emission (CH4) from Sediment and Plant

Rhizophora mucronata on the Natural Zone and the Tourism Zone in Mangrove

area of Pari Island. Under the guidance of HENDRAWATI and IRAWAN

SUGORO.

The climate of the earth is currently changing rapidly due to increased in

greenhouse gas emissions. Metana gas is a contributor to greenhouse gas and can

come from the mangrove wetlands. This study aims to determine the metana gas

emissions from sediments and Rhizopohora mucronata plants in situ, determine the

effect of sampling location and sampling time on the amount of metana gas

emissions produced, and determine the type of microbes in the sediments.

Observations were carried out in the morning, afternoon and evening for 3×3 hours

to measure metana gas emissions. Other parameters observed included temperature,

pH, TDS, light intensity, salinity, organic carbon, total nitrogen, C/N ratio,

ammonia, Volatile Fatty Acids (VFA), and total microbial. The results of the study

of sea water pH ranged from 7,1-7,5, temperature 27-31 oC, light intensity 1615-

32650 kkal/m2/day, TDS 2910-6255 ppm, salinity 30,008-30,389, carbon (C)

10,370-12,213%, nitrogen (N) 0,832-0,901%, C/N ratio 12,459-14,676 and Volatile

Fatty Acids (VFA) totaling 10,4-14,96. The results of metana gas emission analysis

show different values of metana gas emissions, sediment has the highest metana

gas emissions of 18,76 mg/m2/hour followed by roots of 14,067 mg/m2/hour, stems

of 12,18 mg/m2/hour and leaves at 11,85 mg/m2/hour. The analysis showed that

differences in location and sampling time affect the metana gas emissions. The

natural location has the highest amount of metana gas emissions of 33,710

mg/m2/hour followed by tourist locations of 23,148 mg/m2/hour. The sampling time

in the morning had the highest amount of metana gas emissions of 22,748

mg/m2/hour followed by daytime of 17,150 mg/m2/hour, and the afternoon of

16,960 mg/m2/hour.

Keywords: Greenhouse gases, climate, wetlands, in situ

Page 8: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Emisi Gas Metana (CH4) dari Sedimen dan

Tanaman Rhizophora mucronata pada Zona Alami dan Zona Wisata di Kawasan

Mangrove Pulau Pari”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat

memperoleh gelar S1 bagi mahasiswa pada program Studi Kimia.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga

pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung

kepada penulis dalam penyusunan skripsi hingga selesai, terutama kepada yang

saya hormati:

1. Dr. Hendrawati, M.Si selaku pembimbing I yang memberikan berbagai saran

untuk penelitian;

2. Dr. Irawan Sugoro, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa membimbing

melalui diskusi ilmiah serta arahan teknis rancangan penelitian;

3. Nurhasni, M.Si dan Tarso Rudiana M.Si selaku penguji yang akan memberikan

kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;

4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta;

Page 9: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora
Page 10: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5

1.3 Hipotesis ........................................................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 6

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Pemanasan Global ............................................................................................. 7

2.2 Mangrove .......................................................................................................... 8

2.3 Pulau Pari .......................................................................................................... 9

2.4 Sedimen ........................................................................................................... 11

2.5 Rhizophora mucronata.....................................................................................11

2.6 Gas Metana (CH4) ........................................................................................... 14

2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Emisi Gas metana...............................17

2.8 Kromatografi Gas (GC) ................................................................................... 19

2.9 Jumlah Mikroba .............................................................................................. 21

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 23

3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................................... 23

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 23

3.3 Bagan Alur Penelitian ..................................................................................... 24

3.4 Cara Kerja ....................................................................................................... 25

3.4.1 Penentuan Titik Sampling ..................................................................... 25

3.4.2 Preparasi Alat Sampling Pengambilan Emisi Gas metana .................... 26

3.4.3 Pengambilan Sampel ............................................................................. 27

Page 11: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

xi

3.4.3.1 Pengambilan Gas ....................................................................... 27

3.4.3.2 Pengambilan Sampel Sedimen .................................................. 28

3.4.4 Analisis Faktor Kimia Fisika Lingkungan Perairan .............................. 28

3.4.5 Analisis Faktor Kimia Fisika Lingkungan Sedimen.............................. 29

3.4.5.1 Analisis Kadar Bahan Organik (BO) ......................................... 29

3.4.5.2 Analisis Amonia (NH3) ............................................................. 29

3.4.5.3 Analisis Karbon Organik ........................................................... 29

3.4.5.4 Pengukuran Kadar Nitrogen Total ............................................. 30

3.4.5.5 Pengukuran Rasio C/N .............................................................. 31

3.4.5.6 Pengukuran Volatile Fatty Acids Parsial ................................... 32

3.4.6 Analisis Jumlah Mikroba ....................................................................... 32

3.4.7 Pengukuran Emisi Gas metana .............................................................. 33

3.4.8 Analisis Data ......................................................................................... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35

4.1 Kimia dan Fisika Lingkungan Perairan Mangrove ......................................... 35

4.2 Kimia dan Fisika Lingkungan Sedimen Mangrove ........................................ 39

4.3 Jumlah Mikroba .............................................................................................. 47

4.4 Emisi Gas metana ........................................................................................... 48

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 54

5.1 Simpulan .......................................................................................................... 54

5.2 Saran ................................................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55

LAMPIRAN ......................................................................................................... 62

Page 12: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pulau Pari, Kepulauan Seribu (www.googlemap).................................. 10

Gambar 2. A) Tanaman mangrove Rhizophora mucronata B) Daun C) Akar D)

Batang (Sosia et al., 2014)…..............................................................

12

Gambar 3. Proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik.................................. 16

Gambar 4. Bagan komponen instrumentasi kromatografi gas...................................... 21

Gambar 5. Peta lokasi sampling mangrove Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI

Jakarta 1) Kawasan zona alami 2) Kawasan zona wisata...................

25

Gambar 6. Penentuan lokasi titik pengambilan sampel…............................................ 26

Gambar 7. Preparasi alat sampling penelitian….......................................................... 27

Gambar 8. Hubungan antara lokasi dan waktu sampling pada kondisi kimia dan

fisika perairan kawasan hutan mangrove.............................................

38

Gambar 9. Reaksi pembentukan amonia dari nitrat dan nitrit....................................... 43

Gambar 10. Jumlah mikroba lokasi sampling kawasan hutan mangrove...................... 47

Gambar 11. Emisi gas metana kawasan mangrove pada zona alami dan zona zona

wisata..............................................................................................................

49

Gambar 12. Hubungan antara lokasi dan waktu sampling pada emisi gas metana

kawasan hutan mangrove.....................................................................

51

Gambar 13. Hubungan antara emisi gas metana pada sedimen dan tanaman

mangrove dengan faktor kimia dan fisika lingkungan kawasan hutan

mangrove.............................................................................................

52

Page 13: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sumber penghasil emisi gas metana .......... ............................................14

Tabel 2. Kondisi kimia dan fisika lingkungan perairan mangrove ........................35

Tabel 3. Kondisi kimia dan fisika lingkungan sedimen mangrove........................39

Page 14: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Uji T bahan organik pada lokasi alami dan wisata ......................... 62

Lampiran 2. Uji T rasio C/N pada lokasi alami dan wisata ................................ 62

Lampiran 3. Uji T VFA pada lokasi alami dan wisata ........................................ 63

Lampiran 4. Uji T emisi gas metana pada lokasi alami dan wisata .................... 63

Lampiran 5. Perhitungan bahan organik sedimen mangrove .............................. 64

Lampiran 6. Perhitungan C organik sedimen mangrove ..................................... 64

Lampiran 7. Perhitungan nitrogen total sedimen mangrove ............................... 65

Lampiran 8. Perhitungan rasio C/N .................................................................... 66

Lampiran 9. Volatile fatty acids ......................................................................... 66

Lampiran 10. Total mikroba ................................................................................ 67

Lampiran 11. Emisi gas metana .......................................................................... 67

Lampiran 12. Dokumentasi penelitian ................................................................ 71

Page 15: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi

dunia saat ini. Pemanasan global adalah terjadinya kenaikan temperatur muka bumi

yang disebabkan oleh gas rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Hal ini

dilihat dengan semakin banyak terjadi fenomena penyimpangan cuaca (Knapp et

al., 2014). Sebagaimana Firman Allah SWT yang tedapat dalam kitab suci Al-

Quran, surat Ar-Ruum ayat 41 dan surat Al-Baqarah ayat 30:

ظهر ٱلفساد في ٱلبر وٱلبحر بما كسبت أيدي ٱلناس ليذيقهم بعض

(١٤ٱلذي عملوا لعلهم يرجعون )

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-

Ruum: 41).

ك للملئكة إن ي جاعل في الرض خليفة. قالوا أتجعل وإذ قال رب

س لك. ماء ونحن نسب ح بحمدك ونقد فيها من يفسد فيها ويسفك الد

(٠٣) قال إن ي أعلم ما ل تعلمون

Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

sesungguhnya Aku hendak menjadikan satu khalifah di muka bumi. Mereka

(malaikat) berkata, apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa

bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu? Tuhan berfirman,

sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. Al-Baqarah:30)

Page 16: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

2

Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan perbuatan merusak lingkungan dapat

berakibat kembali kepada manusia. Salah satu bentuk akibat kerusakan di darat dan

di laut adalah pemanasan global. Pemanasan global yang telah banyak dirasakan

oleh kehidupan manusia dan makhluk lainnya merupakan sebuah konsekuensi atas

perbuatan manusia dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungannya,

sehingga manusia sebagai khalifah di muka bumi diwajibkan untuk mengelola

sumber daya alam dan lingkungan dengan baik.

Gas rumah kaca merupakan komposisi gas di atmosfer yang terdiri dari gas

karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O), perfluorkarbon (PFC),

hidrofluorkarbon (HFC) dan sulfurheksfluorida (SF6) (Nellemann et al., 2009).

Tiga GRK pertama adalah penyumbang terbesar, yaitu lebih dari 90% GRK di

atmosfer. CO2 menyumbang sebesar 83%, sedangkan metana menyumbang sebesar

10,3% dan N2O menyumbang sebesar 4,5% (Environmental Protection Agency,

2011). Meskipun kontribusi metana lebih kecil dari CO2, metana memiliki efek

pemanasan 30 kali lebih besar dibandingkan CO2, karena metana lebih efektif

memantulkan sinar inframerah dibandingkan gas CO2 (Basu, 2013).

Gas metana menjadi salah satu penyumbang dari Gas Rumah Kaca. Lebih

dari 50% gas metana di atmosfer dihasilkan dari aktivitas manusia (antropogenik).

Akan tetapi, beberapa proses alamiah berkontribusi juga dalam meningkatkan

konsentrasi gas metana di atmosfer. Urutan tingkat emisi gas metana per tahun pada

sumber alami dari terkecil hingga terbesar adalah tanaman (20-60 juta ton/ha),

danau (30 juta ton/ha), geologis (42-64 juta ton/ha), dan lahan basah (170 juta

ton/ha) (Environmental Protection Agency, 2011). Data tersebut menunjukkan

bahwa lahan basah merupakan pengemisi gas metana tertinggi, mencapai 81% dari

Page 17: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

3

total emisi metana dari sumber alami (Environmental Protection Agency, 2011). Di

Indonesia, hampir 50% lahan basah atau sekitar 8,6 juta Ha adalah hutan mangrove

(Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2002).

Hutan mangrove turut menyumbang emisi gas metana, adanya akumulasi

bahan-bahan organik pada dasar sedimen dapat menjadi sumber mikroba penghasil

gas metana (Pusat Litbang SDA, 2012). Ekosistem dengan kondisi anaerob akibat

penggenangan seperti pada lahan basah merupakan sumber utama emisi gas

metana (Reay et al., 2007). Kondisi anaerobik menstimulasi bakteri-bakteri

metanogen untuk merombak karbon di sedimen menjadi gas metana (Hallam et

al., 2004). Secara umum, bakteri metanogen merombak karbon melalui tiga jalur

berdasarkan sumber karbon yang digunakan, yaitu bakteri pengguna asetat

(asetonotrof), H2 dan CO2 (hidrogenotrof), dan senyawa yang mengandung gugus

metil (metilotrof) (Zhuang, 2014). Bakteri metanogen menghasilkan gas metana

melalui proses yang dinamakan metanogenesis. Gas metana diproduksi secara

anaerob melalui tiga tahap yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis

(Singh et al., 2015).

Penelitian tentang emisi gas metana ini dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan

Seribu, DKI Jakarta. Pulau Pari tersusun dari beberapa pulau dengan struktur hutan

pantai didominasi oleh mangrove. Jenis mangrove terdiri dari beberapa genus yaitu

avicennia, alba, rhizophora, bruguiera, ceriops, lumnitzera, excoecaria,

xylocarpus, aegiceras, scyphyphora dan nypa. Jenis mangrove yang ditemukan di

Pulau Pari yaitu jenis R. apilucata, R. mucronata, R. stylosa dan S. alba. Mangrove

yang digunakan untuk penelitian ini adalah R. mucronata. Mangrove jenis R.

mucronata adalah jenis mangrove yang banyak tumbuh di Pulau Pari dan

Page 18: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

4

merupakan jenis dengan kerapatan tertinggi di antara jenis-jenis yang lain. Kawasan

Mangrove Pulau Pari terbagi dua zona, yaitu zona alami dan zona wisata. Laut

yang mengelilingi Pulau Pari merupakan laut dangkal yang memiliki substrat

bervariasi diantaranya adalah substrat lumpur, lumpur berpasir, pasir maupun batu

karang (Saefurrahman, 2008). Mangrove yang hidup di daerah berlumpur atau pasir

berlumpur, yaitu merupakan lahan basah dimana diduga banyak bakteri metanogen

yang tumbuh karena kondisi anaerobik sehingga berpotensi untuk menghasilkan

emisi gas metana.

Beberapa penelitian sebelumnya diantaranya Lyimo (2002) melaporkan

mangrove di Tanzania menghasilkan emisi gas metana berkisar antara 0 sampai 192

mg /m2/ hari. Penelitian lain melaporkan emisi gas metana dari hutan mangrove

yang tercemar di India Selatan sekitar 47,28-324,48 mg/m2/hari (Purvaja dan

Ramesh, 2001). Informasi tentang emisi GRK dari ekosistem mangrove di

Indonesia sangat jarang. Penelitian Chen et al., (2014) menjelaskan laju emisi GRK

yang rendah yaitu 0,35–0,61 μmol/m2/hari dari sedimen mangrove di Sulawesi

Utara. Beberapa penelitian tersebut tidak mempelajari pengaruh jenis tanaman,

bagian tanaman dan perbedaan lokasi pengambilan sampel sehingga perlu untuk

dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui emisi gas metana yang terdapat pada sedimen di kawasan mangrove

dan emisi gas metana yang terdapat pada akar, batang dan daun tanaman R.

mucronata sebagai media transportasi gas metana dari tanah atau sedimen dasar

ke atmosfir, karena studi mengenai jalur metana dari sedimen dan pada tanaman

belum pernah dilakukan. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat perbedaan

Page 19: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

5

lokasi pada kawasan alami dan kawasan wisata terhadap gas metana yang

dihasilkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

emisi gas metana dari sedimen, bagian tanaman dan perbedaan lokasi di Pulau Pari

dengan waktu sampling berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah faktor kimia dan fisika lingkungan hutan mangrove Pulau Pari

berpengaruh terhadap emisi gas metana?

2. Apakah emisi gas metana pada akar, batang, daun tanaman mangrove R.

mucronata dan sedimen di kawasan mangrove Pulau Pari dipengaruhi oleh

perbedaan lokasi?

3. Apakah waktu sampling pagi, siang, dan sore hari di kawasan mangrove Pulau

Pari berpengaruh pada emisi gas metana?

4. Apakah bakteri metanogen berpengaruh pada emisi gas metana dari tanaman

mangrove R. mucronata dan sedimen di kawasan mangrove Pulau Pari?

1.3 Hipotesis

1. Faktor kimia dan fisika lingkungan kawasan mangrove Pulau Pari berpengaruh

terhadap emisi gas metana.

2. Emisi gas metana pada akar, batang, daun tanaman mangrove R. mucronata

dan sedimen di kawasan mangrove Pulau Pari dipengaruhi oleh perbedaan

lokasi.

3. Waktu sampling pagi, siang, dan sore hari berpengaruh terhadap emisi gas

metana.

Page 20: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

6

4. Bakteri metanogen berpengaruh terhadap emisi gas metana dari tanaman

mangrove R. mucronata dan sedimen di kawasan mangrove Pulau Pari.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor kimia dan fisika lingkungan hutan mangrove Pulau Pari

yang mempengaruhi emisi gas metana.

2. Mengetahui Emisi gas metana pada akar, batang, daun tanaman mangrove R.

mucronata dan sedimen di kawasan mangrove Pulau Pari yang dipengaruhi

oleh perbedaan lokasi.

3. Mengetahui waktu sampling pagi, siang, dan sore hari yang mempengaruhi

emisi gas metana.

4. Mengetahui Bakteri metanogen yang mempengaruhi emisi gas metana dari

tanaman mangrove R.mucronata dan sedimen di kawasan mangrove Pulau

Pari.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor

dominan yang berperan dalam emisi gas metana pada akar, batang, dan daun

tanaman mangrove R.mucronata dan sedimen kawasan mangrove Pulau Pari,

sehingga dapat diketahui cara penanganannya.

Page 21: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanasan Global

Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang

disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan

iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

dunia. Tingkat kekhawatiran perubahan iklim global ini terdapat dalam dokumen

Protokol Kyoto dan United Nation Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC) yang menekankan pentingnya usaha ke arah pengurangan emisi karbon

serta penyerapan karbon di atmosfir. Demikian halnya dalam konferensi PBB

tentang pembangunan dan lingkungan hidup atau United Nation Conference on

Environmentand Development (UNCED) pada tahun 1992 di Rio Janeiro, Brazil,

dimana menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu di antaranya juga

menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim global (Yusuf, 2008).

Pemanasan global diakibatkan oleh efek rumah kaca, yakni sebuah proses

yang menyebabkan energi panas matahari yang diterima atmosfer dekat permukaan

bumi lebih banyak dibandingkan dengan energi panas yang dilepaskan kembali ke

angkasa. Efeknya suhu muka bumi akan meningkat. Efek rumah kaca ini

diakibatkan oleh Gas Rumah Kaca (GRK) (Khairudin dan Abdullah, 2009).

GRK yang tersimpan di permukaan bumi secara langsung maupun tidak

langsung akan menyebabkan perubahan iklim secara global. Pemanasan global

yang disebabkan oleh adanya efek rumah kaca merupakan suatu fenomena,

sehingga gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah

Page 22: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

8

menjadi gelombang panjang mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai

permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer.

Namun tidak seluruh gelombang panjang yang dipantulkan itu dilepaskan ke

angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas

rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Proses ini dapat berlangsung berulang

kali, sementara gelombang yang masuk juga terus bertambah. Akibatnya terjadi

akumulasi panas di atmosfer. Kondisi ini persis seperti yang terjadi di rumah kaca

yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan (Naharia, 2004).

GRK merupakan komposisi gas di atmosfer yang terdiri dari gas karbon

dioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), perfluorkarbon (PFC),

hidrofluokarbon (HFC) dan sulfurheksfluorida (SF6) (Nelleman et al., 2009). Tiga

GRK pertama adalah penyumbang terbesar, yaitu lebih dari 90% GRK di atmosfer.

CO2 menyumbang 83%, sedangkan metana dan N2O masing-masing sebesar 10,3%

dan 4,5% (Environmental Protection Agency, 2011). Meskipun kontribusi metana

lebih kecil dari CO2, metana memiliki potensi efek pemanasan 30 kali lebih besar

dibandingkan CO2 (Basu, 2013).

2.2 Mangrove

Ekosistem mangrove adalah kelompok jenis tanaman yang tumbuh di

sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di

suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan

reaksi tanah anaerob. Secara ringkas mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu

tipe tanaman yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang

terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan

Page 23: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

9

pada saat surut yang komunitas tanamannya bertoleransi terhadap garam (Santoso,

2004).

Mangrove menurut Steenis (1978) adalah tanaman yang tumbuh diantara

garis pasang surut. Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa

spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk

tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1988). Menurut Soerianegara (1987)

mangrove merupakan tanaman yang tumbuh pada tanah lumpur alluvial di daerah

pantai dan bermuara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas

genus pohon avicennia, alba, rhizophora, bruguiera, ceriops, lumnitzera,

excoecaria, xylocarpus, aegiceras, scyphyphora dan nypa. Menurut Kusmana

(2002) dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik,

karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental,

yaitu lautan, air, vegetasi dan satwa. Mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas

yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang

daerah pasang surut.

2.3 Pulau Pari

Pulau Pari merupakan bagian dari Kepulauan Seribu yang merupakan pulau

terbesar dari pulau pulau penyusun gugusan Pulau Pari, seperti Pulau Kongsi, Pulau

Tengah, Pulau Burung, dan Pulau Tikus. Secara administratif, Pulau Pari

merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan

letak geografis 5052’50”-5054’50” Lintang Selatan dam 106034’00”-106038’00”

Bujur Timur. Pulau Pari memiliki 3 zonasi pemanfaatan lahan sesuai Keputusan

Page 24: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

10

Gubernur DKI Tingkat 1 DKI Jakarta nomor 1952 tahun 1982, yaitu 50% atau

seluas 21,5 Ha untuk kawasan pariwisata, 40% atau sekitar 17,2 Ha daerah

pemukiman dan 10% atau sekitar 4,3 Ha untuk penelitian kelautan. Pulau Pari

memiliki topografi yang berbentuk datar (Ketinggian ± 0-3 m dpl) dengan tipe

pantai berpasir putih dan bervegetasi mangrove (bagian utara dan barat). Pulau Pari

merupakan pulau karang timbul yang jika dilihat dari citra satelit bentuknya mirip

ikan pari. Pulau ini memiliki perairan yang dangkal dengan substrat pasir

(Saefurahman, 2008).

Luas mangrove di Pulau Pari sudah mengalami penurunan sebelum pariwisata

dibuka yaitu pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2006 sebesar 101,920 m2 atau

31,46 % dari luas semula. Pulau Pari terdapat empat jenis mangrove yang

ditemukan pada titik pengamatan yang sebagian besar ada di sisi utara pulau Pari,

empat jenis mangrove tersebut adalah R. apilucata, R. mucronata, R. stylosa dan S.

alba (Saefurahman, 2008). Peta pada Pulau Pari Kepulauan Seribu terdapat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Pulau Pari, Kepulauan Seribu (www.googlemap)

Page 25: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

11

2.4 Sedimen

Konsentrasi gas metana berasal dari berbagai sumber salah satunya adalah

lahan basah. Lahan basah adalah lahan transisi antara terestrial dan sistem akuatik

dimana air berada didekat permukaan atau tanah yang tertutup oleh air yang

dangkal. Lahan basah terbentuk saat air mengisi penuh ruang antar partikel tanah,

air tersebut tetap atau mengalir jauh secara lambat. Hal inilah yang menyebabkan

terbentuknya kondisi anaerobik pada lahan basah. Lahan basah juga memainkan

peran penting dalam siklus hidrologi. Lahan basah dapat menerima, menyimpan

dan melepaskan air. Secara fisik melalui air tanah atau air permukaan dan secara

biologis melalui transpirasi oleh vegetasi. Oleh karena itu, lahan basah memiliki

fungsi yang penting dalam siklus global (Environmental Protection Agency, 2002).

Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit,

atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki

bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, lahan basah dan waduk.

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi

yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat

tertentu. Sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang

ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es,

atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari

material yang melayang dalam air (Asdak, 2002).

2.5 Rhizophora Mucronata

R. mucronata merupakan tanaman bakau dan sering disebut sebagai bakau

bandul, bakau genjah, dan bangko. Tanaman tersebut termasuk ke dalam Famili

Page 26: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

12

Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah pasang surut air laut. Tanaman

tersebut tumbuh pada substrat yang keras dan berpasir. Pada umumnya tumbuh

dalam kelompok, dekat pada pematang sungai pasang surut dan dimuara sungai,

jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut (Sosia et al.,

2014).

Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada

tanah yang kaya akan humus. Tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada

saat pasang normal. Tidak menyukai subsrat yang lebih keras dan bercampur

dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di

suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air

tawar kuat secara permanen (Sosia et al., 2014). Bagian tanaman mangrove

Rhizophora mucronata terdapat pada Gambar 2.

D

Gambar 2. A) Tanaman Mangrove Rhizophora mucronata B) Daun C) Akar

D) Batang (Sosia et al., 2014)

Page 27: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

13

Klasifikasi R. mucronata menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rizhophora

Species : Rhizophora mucronata

R. mucronata merupakan spesies dari tanaman mangrove yang mampu

mencapai tinggi 27 m, diameter batang mencapai 70 cm, warna kulit kayu gelap

hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara tumbuh

dari percabangan bagian bawah. R. mucronata mempunyai daun eliptis lebar

sampai memanjang dengan pangkal bentuk biji, ujung tulang meruncing dengan

ukuran 11-23 cm x 6-13 cm. Tangkai daun sisi bawah ibu tulang daun dan ujung

keping biji berbentuk tangkai berwarna hijau. Bunga dalam payung tambahan yaitu

bertangkai, menggarpu, berbunga 2- 4-8. Bunga yang mekar kerap kali dalam ketiak

daun yang masih ada juga pada buku yang tidak berdaun. Tabung kelopak diatas

bakal buah memanjang dengan taju panjang 1,5 cm (Harianto dan Dewi, 2015).

Tanaman R. mucronata tersebut memiliki bunga berwarna kuning yang

dikelilingi kelopak berwarna kuning kecoklatan sampai kemerahan. Proses

penyerbukannya dibantu oleh serangga dan terjadi pada bulan April sampai

Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau yang umumnya memiliki

panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm (Kusmana, 2002). Bakal buah setengah

tenggelam dengan ujung bebas, tangkai putih pendek, dan bertaju 2. Keping biji

bersatu menjadi badan yang berdaging dengan ujung yang berbentuk tangkai, dan

menonjol 2 cm. Buah setengah jatuhnya tanaman lembaga masih tetap melekat.

Hipokotil panjangnya 40-60 cm dengan bentuk gada (Steenis, 1987).

Page 28: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

14

2.6 Gas Metana (CH4)

Gas metana adalah salah satu dari gas rumah kaca yang berasal dari sumber

alamiah dan sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Gas metana dapat

keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Gas metana memiliki efek pemanasan

30 kali lebih besar dibandingkan CO2, karena gas metana lebih efektif memantulkan

sinar inframerah dibandingkan gas CO2 (Basu, 2013). Berdasarkan sumber

penghasil emisi gas metana dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber alami dan

sumber antropogenik (hasil kegiatan manusia) yang dapat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Sumber penghasil emisi gas metana (Environmental Protection

Agency, 2011)

No Emisi Gas Metana (CH4) Prakiraan Emisi (jt ton/th)

1. Sumber alamiah Total : 208

a. Emisi dari lahan basah 170

b. Emisi geologis 42-64

c. Emisi dari danau 30

d. Emisi dari tanaman 20-60

2. Kegiatan manusia Total 320

a. Pertanian 24

b. Penambangan -*

c. Peternakan -

d. TPA 30-70

e. Dam/ Bendungan 120

*Tanda (-) kisaran belum pasti/fluktuatif

Gas metana dihasilkan secara biologis oleh aktivitas mikroba yaitu aktivitas

bakteri metanogen melalui penguraian atau pembusukan bahan-bahan organik yang

terjadi pada lahan basah, lahan persawahan dan fermentasi pada ruminan. Gas

metana yang berasal dari tambang batubara dan kebocoran dalam sistem distribusi

gas alam serta sumur minyak dan gas yang berasal dari sumber antropogenik

Page 29: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

15

lainnya. Hasil 30% fluks metana yang berasal dari sumber-sumber alami, sebagian

besar merupakan lahan-lahan yang tergenang secara alami (Suprihati, 2007).

Mikroorganisme akan mengkonversi zat organik menjadi asam organik,

kemudian diubah lagi menjadi metana (Yuan et al., 2014). Secara rinci, proses

dekomposisi anaerobik untuk menghasilkan metana terbagi ke dalam 4 fase yaitu

hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis (Gambar 3) (Singh et

al., 2015).

Hidrolisis merupakan tahapan awal dalam degredasi anaerobik dari

substrat organik kompleks. Selama hidrolisis, bakteri mengubah substrat organik

kompleks ke senyawa sederhana. Hidrolisis dari molekul kompleks dibantu oleh

enzim ekstraseluler yang diproduksi mikroorganisme hidrolisis (Singh et al., 2015).

Beberapa contoh dari bakteri hidrolitik adalah Clostridium spp, Bacilus spp,

Probacteria (Carballa et al., 2015). Tahapan kedua adalah asidogenesis yang

akan mengkonversi bahan terlarut organik hasil hidrolisis menjadi asam lemak

rantai pendek dan alkohol (Capareda, 2013). Selama proses asidogenesis terjadi

proses fermentasi molekul organik terlarut. Bakteri yang berperan dalam tahap

asidogenesis berasal dari genus Pseudomonas, Bacillus, Clostridium,

Micrococcus, dan Flavobacterium (Zieminski dan Frac, 2012). Proses

terbentuknya gas metana pada dekomposisi bahan organik pada Gambar 3.

Page 30: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

16

Gambar 3. Proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik (Ahring, 2003;

Al Saedi, 2008).

Tahap selanjutnya adalah asetogenesis yang merupakan suatu tahapan

dimana Volatile Fatty Acids (VFA) terdegradasi secara total menjadi asam asetat,

hidrogen, dan karbon dioksida (Cheng, 2009). Produk sampingan dari fase

asetogenesis adalah asam propionat, asam butirat, dan alkohol. Bakteri yang terlibat

dalam proses ini bersifat fakultatif, hidup berkolaborasi dengan bakteri metanogen,

dan hanya dapat bertahan dalam simbiosis dengan jenis yang mengkonsumsi

hidrogen. Mikroorganisme yang berperan dalam tahap asetogenesis adalah bakteri

dari genus Syntrophomonas, Syntrophobacter, Methanobacillus, dan Desulfovibrio

(Suriawiria, 2008).

Metanogenesis adalah tahapan terakhir dengan 2 proses, yaitu konversi asam

asetat menjadi metana (asetotropik) dan konversi dari hidrogen menjadi metana

dengan memanfaatkan karbon dioksida (hidrogenotropik) (Capareda, 2013).

Page 31: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

17

Selain asam asetat dan hidrogen terdapat substrat lain yang memungkinkan untuk

proses metanogenesis, yaitu asam format, metanol, karbon monoksida, dan

metilamin (Rao et al., 2013). Kelompok organisme metanogenesis berasal dari

genus Methanosaeta, Methanosarcina, Methanobacterium, Methanococcus,

Methanogenium, dan Methanobrevibacter (Liu dan Whitman, 2008).

Hasil metanogenesis melalui tiga jalur yang berbeda yaitu 1) Jalur

hidrogenotrof atau pereduksi CO2, CO2 direduksi menjadi metana

menggunakan elektron dari H2 (Thauer et al., 1993), 2) Jalur asetonotrof,

kelompok metil asetat direduksi menjadi metana menggunakan elektron yang

berasal dari oksidasi gugus karbonil (Kotsyur et al., 2004), 3) Jalur metilotrof

melibatkan oksidasi dari seperempat dari kelompok metil senyawa alkohol

untuk memberikan elektron untuk mereduksi kelompok metil menjadi metana

(Zhuang, 2014).

2.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Emisi Gas Metana

Emisi metana tergantung pada kehadiran kondisi anaerobik, fermentasi bahan

organik, dan mikroorganisme metanogen. Banyak kondisi lingkungan yang

diketahui mempengaruhi tingkat emisi metana termasuk suhu, dan pH. Tingkat

keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju emisi metana.

Mikroorganisme metanogen dapat memproduksi metana dengan pH sebesar 6,4–

7,8, sedangkan pH optimum untuk emisi metana berkisar antara 6,7–7,1 (Nieder

dan Benbi, 2008). Emisi metana akan berkurang jika pH berada di bawah 6,5

(Khalil, 2013). Metanogen memiliki pH yang sensitif. Kebanyakan hidup pada pH

6-8 (Hyang dan Chang, 1999) dengan pH optimumnya sekitar 7, dan suhu

Page 32: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

18

optimumnya dalam menghasilkan metana adalah 25°C. Menurut Neue dan Roger

(1993) menyatakan metanogenesis terjadi pada kondisi anaerob, tersedianya bahan

organik dari akar, pH tanah mendekati netral, dan suhu optimumnya 30-40°C.

Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan metana pada sedimen perairan

adalah bahan organik, amonia, karbon. nitrogen, dan VFA atau asam lemak terbang.

Amonia berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme dan jamur,

dekomposisi limbah oleh mikroba pada kondisi anaerobik serta berasal dari limbah

domestik (Pujiastuti et al., 2013). Limbah organik di perairan bisa berupa padatan

terendap, koloid, tersuspensi, dan terlarut. Limbah organik dalam bentuk padatan

akan langsung mengendap menuju dasar perairan sedangkan bentuk lainnya berada

di badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob (Effendi, 2003). Bahan-

bahan organik tersebut akan didekomposisi oleh mikroorganisme dan dimanfaatkan

sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. VFA berperan sebagai nutrisi untuk

pembentukan metana.

Dalam ekosistem perairan, salinitas dan sulfat adalah inhibitor utama emisi

gas metana dengan merangsang aktivitas bakteri pereduksi sulfat, yang bersaing

dengan metanogen agar substrat berkurang (Lekphet et al., 2005). Pasokan bahan

organik penting untuk emisi gas metana (Wang et al., 1993).. Mikroorganisme yang

berperan dalam dekomposisi bahan organik membutuhkan karbon sebagai sumber

energi dan nitrogen untuk sintesis protein (Soni, 2007). Mikroorganisme bekerja

aktif jika rasio karbon:nitrogen (C/N) bernilai 30:1. Jika rasio karbon melebihi 30,

laju composting akan menurun. Dekomposisi dari bahan organik akan melambat

jika rasio C/N lebih kecil dari 10:1 atau lebih besar dari 50:1 (Nemerow dan Agardy,

2005). Kondisi anaerob akan menunjang mikroorganisme anaerob mengkonversi

Page 33: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

19

bahan organik menjadi asam organik, kemudian diubah lagi menjadi metana dengan

produk sampingan karbon dioksida (Capareda, 2013).

2.8 Kromatografi Gas (GC)

Kromatografi didefinisikan sebagai suatu metode analitik untuk pemisahan

dan pemurnian senyawa organik dan anorganik. Metode ini berguna untuk

fraksionasi campuran kompleks dan pemisahan untuk senyawa- senyawa yang

sejenis. Kromatografi gas adalah suatu proses yang mana suatu campuran menjadi

komponen- komponennya oleh fasa gas yang bergerak melewati suatu lapisan

serapan (sorben) yang stasioner. Jadi teknik ini mirip dengan kromatografi cair

kecuali fasa cair yang bergerak digantikan oleh fasa gas yang bergerak (Khopkar,

2008).

Kromatografi dibagi menjadi dua kategori utama yaitu Kromatografi Gas Cair

(KGC) dimana pemisahan terjadi oleh dibaginya contoh antara fasa gas yang

bergerak dan lapisan tipis cair yang tidak atsiri yang disalurkan pada suatu

penopang yang tidak aktif, dan Kromatografi Gas Padat (KGP) yang

mengutamakan permukaan padat yang luas sebagai fasa stasioner (Basset, 1994).

Menurut Widada (2000) terdapat tiga bagian terpenting dari alat kromatografi gas

yaitu gerbang injeksi (injection port), kolom pemanas (oven column), dan detektor.

Pada tiga bagian tersebut pengaturan suhu mempunyai peran yang penting dalam

proses analisis. GC menggunakan carrier gas (gas pembawa) UHP (Ultra High

Purity 99,999 %).

Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi

lainnya, tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran

Page 34: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

20

dilakukan antara stasionary fase cair dan gas fase gerak. Kolom pada tahap fasa

gerak temperatur pada oven dapat dikontrol sedangkan pada kromatografi kolom

pada tahap fase cair temperatur tidak dimiliki. Kromatografi gas merupakan teknik

pemisahan pada solut yang mudah menguap (stabil terhadap panas) bermigrasi

melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang

tergantung pada rasio distribusinya.

Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa

dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase

diam. Selain itu juga penyebaran cuplikan diantara dua fase. Salah satu fase ialah

fase diam yang permukaannya nisbi luas dan fase yang lain yaitu gas yang

mengelusi fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute dari ujung

kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Prinsip utama pemisahan dalam

kromatografi gas adalah berdasarkan perbedaan laju migrasi masing-masing

komponen dalam melalui kolom. Komponen-komponen yang terelusi dikenali

(analisis kualitatif) dari nilai waktu retensinya.

Flame ionization detector (FID) untuk analisis gas metana terdiri dari

hidrogen atau air flame dan collector plate, sampel yang keluar dari column

dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan menghasilkan

ion-ion. Ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan

menghasilkan sinyal elektrik. Sinyal elektrik tersebut akan diinterpretasikan

kedalam bentuk peak. Bagan komponen Instrumentasi Kromatografi Gas terdapat

pada Gambar 4.

Page 35: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

21

2.9 Jumlah Mikroba

Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan. Metode hitungan cawan (TPC)

merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisis, karena koloni

dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Untuk

menghitung total bakteri dengan metode cawan dapat digunakan Nutrient Agar

(NA) (Feliatra, 1999).

Menurut Alaerts dan Santika, 1984 standard plate count dipergunakan untuk

menentukan kerapatan bakteri aerob dan anaerob. Penentuan dengan cara ini

merupakan pengukuran empiris saja, oleh karena tiap spesies bakteri membentuk

koloni tersendiri dalam pertumbuhannya. Semua bakteri dari sampel akan tumbuh

pada media tertentu dan setiap golongan bakteri akan tumbuh menjadi satu koloni

yang spesifik, sehingga jumlah bakteri dapat diketahui dengan menghitung jumlah

koloni.

Media adalah suatu substrat untuk menumbuhkan bakteri yang menjadi padat

dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi (Pelczar, 1986). Pada umumnya

Gambar 4. Bagan komponen Instrumentasi Kromatografi Gas (Harvey, 2000)

Page 36: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

22

dibutuhkan pengenceran sampel, yang tergantung dari perkiraan populasi bakteri.

Semakin tinggi konsentrasi bakteri maka semakin kecil volume sampel yang

diperlukan, agar jumlah koloni dapat dihitung. Air pengencer yang digunakan harus

selalu mengandung garam nutrient. Secara umum, metode penanaman dapat

dibedakan atas dua macam yaitu metode tuang (pour plate) dan metode sebar

(spread plate) (Mukhlis, 2008).

Page 37: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai Juni 2018. Emisi

gas metana diukur secara in situ, sampel gas metana, sedimen dan air laut diambil

dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian dan pengukuran

dilakukan di Laboratorium Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Teknologi

Nuklir Nasional (PAIR-BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik, spidol permanen, label,

solatip, karet gelang, sentrifuge, pipa, cooling box, botol vial, selang plastik,

syringe, furnace, autoklaf, vortex, cawan petri, Erlenmeyer, batang pengaduk,

micro tube, yellow tube, cawan porselen, pH meter (Hanna Istrumens), oven

(Fisher Isotemp Oven), neraca analitik (Satrorius), mikropipet, gelas beker, gelas

ukur, spatula, spektrofotometer UV-VIS Shimadzu UV 2450, Kromatografi Gas

(GC), tabung digestion, dan labu ukur.

Bahan yang digunakan adalah sampel sedimen dan air laut kawasan mangrove

Pulau Pari, akuades, vaselin, selenium, indikator metil merah, asam borat (H3BO4),

kalium karbonat (K2CO3), asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), kalium

dikromat (K2Cr2O7), natrium hidroksida (NaOH), natrium klorida (NaCl), metanol

(CH3OH), asam asetat (CH3COOH), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas

helium (He).

Page 38: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

24

3.3 Bagan Alur Penelitian

Page 39: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

25

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Penentuan Titik Sampling

Penentuan lokasi titik pengambilan sampel menggunakan metode “plot

transek garis” (transect line plot method), satu plot ukurannya 10 m x 10 m. Plot

dibuat bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m menggunakan tali rapia. Dalam

pengambilan data mangrove ini dilakukan di dua plot. Penentuan tanaman

dilakukan secara purposif random sampling, sehingga ditetapkan satu tanaman

dalam satu plot tersebut. Titik pengambilan sampel dilakukan pada dua lokasi yaitu

zona alami dan zona wisata.

1

2

Gambar 5. Peta lokasi sampling kawasan mangrove Pulau Pari, Kepulauan

Seribu, DKI Jakarta. 1) Kawasan mangrove zona alami 2)

Kawasan mangrove zona wisata

Page 40: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

26

Gambar 5. Penentuan lokasi titik pengambilan sampel

Gambar 6. Penentuan lokasi titik pengambilan sampel

3.4.2 Preparasi Alat Sampling Untuk Pengambilan Gas metana

Pemasangan alat pada tanaman R. mucronata dengan melakukan pengeboran

secara zigzag dengan kedalaman 1/3 diameter batang tanpa ada bagian yang sejajar

pada batang R. mucronata. Kemudian bagian batang dibungkus dengan plastik

dimana di ujung keduanya direkatkan untuk meminimalkan kemungkinan gas

keluar. Bagian akar dibungkus dengan plastik dimana di ujung keduanya

direkatkan untuk meminimalkan kemungkinan gas keluar. Bagian daun yang ingin

diuji dibungkus dengan plastik dan mengambil daun yang berjumlah 7-8 daun

dalam 1 rumpun di ujungnya direkatkan untuk meminimalkan kemungkinan gas

keluar. Bagian sedimen menggunakan pipa 90 cm yang ditancapkan pada tanaman

R. mucronata yang dekat dengan perakaran sedalam 30 cm. Selang plastik

dipasang di atas paralon. Paralon dan selang tersebut merupakan jalur aliran gas

dari sedimen. Pertemuan pada mulut paralon dan selang plastik diberi vaselin agar

PLOT 1

PLOT 1

PLOT 2

PLOT 2

Page 41: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

27

tidak ada kebocoran atau masuknya udara ke dalam paralon, guna menciptakan

suasana anaerobik yang menunjang proses pembentukan gas metana. Preparasi alat

sampling pengambilan gas metana terdapat pada Gambar 7.

Gambar 7. Preparasi alat sampling untuk pengambilan gas metana

3.4.3 Pengambilan Sampel

3.4.3.1 Pengambilan Gas

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil gas dalam plastik yang

telah disiapkan sebelumnya pada tanaman dengan jarak 3 jam untuk pengambilan

pagi, siang dan sore hari dengan sebelumnya plastik dijadikan hampir vakum

1

2 3

4

1. Akar 2. Batang 3. Daun 4.Sedimen

Pipa

Dop

Pipa

Selang

Kecil

Page 42: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

28

dengan mengeluarkan gas menggunakkan syringe. Kemudian 3 jam setelah

divakum diambil gas metana sebanyak 5 mL dengan menggunakan syringe lalu

dimasukkan kedalam vacum tube dengan kondisi sama pada akar, batang, daun,

juga sedimen, kemudian tutup dengan solatip dan jadikan kondisi vakum kembali

dan melakukan pengambilan sampel 3 jam berikutnya. Sampel tersebut dimasukkan

ke dalam cool box dan dibawa ke laboratorium untuk perlakuan selanjutnya.

3.4.3.2 Pengambilan Sampel Sedimen

Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan sedimen di setiap titik

lingkungan yang dekat tanaman R. mucronata dimasukkan ke dalam tabung plastik

dan plastik klep dan diusahakan tidak terkena udara dari luar (kondisi anaerob).

Sampel tersebut dimasukkan ke dalam cool box dan dibawa ke Laboratorium untuk

perlakuan selanjutnya.

3.4.4 Analisis Faktor Kimia dan Fisika Lingkungan Perairan (SNI

7644:2010)

Pengukuran faktor Kimia dan fisika lingkungan perairan meliputi

pengukuran pH, suhu, TDS, intensitas cahaya, dan salinitas air laut. Pengukuran pH

menggunakan pH meter, pengukuran TDS dan suhu menggunakan TDS meter,

pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter dan pengukuran salinitas air

menggunakan salinity meter. Pengukuran dilakukan setiap jam ke - 0, 3, 6, dan 9 di

setiap titik lingkungan yang dekat tanaman R. mucronata pada zona alami dan zona

wisata di kawasan mangrove Pulau Pari.

Page 43: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

29

3.4.5 Analisis Faktor Kimia dan Fisika Lingkungan Sedimen

3.4.5.1 Analisis Kadar Bahan Organik (BO) (Sudarmadji et al., 1997)

Bahan organik adalah selisih bahan kering dan abu yang secara kasar

merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein (Association of Official

Analytical Chemistry, 2005). Prosedur analisis kadar BO sebagai berikut: cawan

yang akan digunakan dipanaskan dengan oven terlebih dahulu selama 30 menit

pada suhu 100-105oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk

menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam

cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dipanaskan dalam oven dan

dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600oC. Sampel yang

telah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Persen bahan

organik (BO) dihitung dengan rumus pada persamaan (1):

𝐵𝑂 (%) = ((𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔))−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝑔))

((𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛 (𝑔))−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝑔)) 𝑥 100%..............(1)

3.4.5.2 Analisis Amonia (NH3) (General Laboratory Procedures, 1966)

Pengukuran NH3 dilakukan dengan menggunakan metode mikrodifusi

Conway. Sampel sedimen diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan ke yellow tube

kemudian ditambahkan akuades hingga volume 6 mL dan dihomogenkan. Cawan

Conway yang telah dibersihkan kemudian diolesi oleh vaselin pada bagian

pinggirnya. Sebanyak 1 mL H3BO4 4% (warna larutan merah muda) diambil dan

diletakkan pada bagian tengah cawan, bagian kiri cawan diletakkan 1 mL K2CO3

dan sampel diambil 1 mL untuk diletakkan di bagian kanan cawan. Setelah itu

dicampur dan ditunggu sampai 2 jam hingga terlihat perubahan warna menjadi

warna biru. Kemudian dititrasi dengan HCl hingga berubah menjadi warna awal

Page 44: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

30

(merah muda), dicatat volume HCl yang terpakai dan dihitung konsentrasi NH3

yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan (2):

Konsentrasi NH3 (ppm) = (V HCl (mL) × Normalitas HCl × 1000) g/100 mL.......(2)

3.4.5.3 Analisis Karbon Organik (Thom dan Utomo, 1991)

Uji Karbon-Organik dilakukan dengan menggunakan metode walkey and

black. Analisis dikerjakan dengan menggunakan spektrofotometer. Ditimbang

0,500 g sampel yang sudah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Ditambahkan 5 mL K2Cr2O7 2N, lalu dihomogenkan. Ditambahkan, 7,5 mL H2SO4

dan dibiarkan 30 menit. Diencerkan dengan akuades, dibiarkan hingga dingin.

Keesokan harinya diukur absorbansi larutan yang jernih dengan menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat

standar 0, 150, 300, 450, 600, 750 dan 1000 ppm, dengan memipet 0, 3, 6, 9, 12,

15, dan 20 mL larutan standar induk glukosa dengan konsentrasi 5.000 ppm. Kadar

C-organik dapat diukur dengan perhitungan rumus pada persamaan (3):

Kadar C Organik (%) =𝑝𝑝𝑚 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑥 𝑚𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

1.000 𝑚𝑙 𝑥 100/𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 .................................................(3)

Keterangan :

ppm kurva = Kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret

standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko

3.4.5.4 Pengukuran Kadar Nitrogen Total (Thom dan Utomo, 1991)

Penetapan nitrogen total menggunakan metode kjeldahl. Sampel sedimen

ditimbang 0,500 g lalu dimasukkan ke dalam tabung digestion, kemudian

ditambahkan 1 g selenium dan 5 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya didestruksi selama

Page 45: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

31

30 menit pada suhu 350-500oC hingga didapat ekstrak berwarna jernih. Tabung

diangkat, lalu didinginkan dan ekstrak diencerkan dengan akuades hingga 50 mL.

Ekstrak jernih ini digunakan untuk pengukuran nitrogen dengan cara destilasi.

Ekstrak jernih dimasukkan ke dalam labu destilasi. Dipipet 20 mL HCl 0,1

N ke dalam erlenmeyer 125 mL sebagai penampung dan ditambahkan 1 tetes

indikator metil merah. Didestilasi selama 15 menit dengan penambahan 15 mL

NaOH 50%. Larutan sampel yang telah didestilasi kemudian dititrasi dengan NaOH

0,1 N. Sampel dititrasi hingga berwarna jernih dan dicatat volume NaOH yang

dibutuhkan dan kemudian dihitung (Agus et al., 2005). Kadar N-total dapat diukur

dengan perhitungan rumus pada persamaan (4):

Kadar N − total (%) =(𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙−𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻) 𝑋 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 14

mg sampel𝑥100% .......................... (4)

Keterangan :

14 = bobot setara N

3.4.5.5 Pengukuran Rasio C/N (Thom dan Utomo, 1991)

Rasio C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-

immobilisasi unsur hara oleh mikroorganisme dekomposer bahan organik.

Fermentasi anaerobik pada fermentor diukur dari pengukuran rasio C/N awal dan

akhir. Menurut Haryati (2006), 20-30 adalah kisaran optimal rasio C/N untuk

digester anaerobik. Kadar rasio C/N dapat diukur dengan perhitungan rumus pada

persamaan (5):

Ratio C/N = Kadar Karbon (C)

Kadar Nitrogen (N)=

X

Y......................................................................(5)

Keterangan: X = kadar karbon (C)

Y = Kadar Nitrogen (N)

Page 46: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

32

3.4.5.6 Pengukuran Volatile Fatty Acids (VFA) Parsial (BALITNAK, 1999)

Pengukuran konsentrasi VFA parsial menggunakan alat kromatografi gas

(GC). Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam yellow tube dan ditambahkan

dengan asam sulfat (H2SO4) 15% sebanyak 1 mL. Sampel kemudian diinjeksikan

ke dalam GC. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase

gerak (gas) memunculkan puncak pada layar monitor GC. Dengan membaca

kromatogram standar acuan VFA yang konsentrasinya telah diketahui, maka VFA

sampel tersebut dapat diukur. Konsentrasi VFA parsial kemudian dihitung

dengan menggunakan rumus pada persamaan (6):

𝑉𝐹𝐴 (𝑚𝑀) =𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑉𝐹𝐴 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑉𝐹𝐴 𝑥 1000

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑉𝐹𝐴 𝑋 𝐵𝑀(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑉𝐹𝐴 𝑝𝑎𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙)............................(6)

Keterangan:

VFA = Volatile fatty acids (asetat, propionat dan butirat)

BM = Berat molekul VFA parsial

3.4.6 Analisis Jumlah Mikroba (Lay, 1994)

Sebanyak 1 mL sampel sedimen yang sudah diencerkan kemudian

diencerkan dengan menggunakan larutan NaCl 0,85% sebanyak 10 kali. Sebanyak

0,1 mL dari masing-masing pengenceran diteteskan ke atas permukaan media agar

selulosa untuk mengetahui total bakteri selulolitik, penambahan metanol untuk

mengetahui total bakteri metilotrof, penambahan hidrogen untuk mengetahui total

bakteri hidrogenotrof, dan penambahan asetat untuk mengetahui total bakteri

asetonotrof. Sampel kemudian diratakan dengan batang L. Proses pengerjaan

dilakukan didalam Laminair Anaerob. Setelah itu, semua media yang telah ditetesi

sampel, ditempatkan di dalam anaerobic jar dan diinkubasi di dalam inkubator pada

Page 47: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

33

suhu 39oC selama 5 hari. Setelah itu dihitung jumlah koloni yang tumbuh

menggunakan persamaan (7):

Jumlah koloni bakteri (TPC) = 1

Jumlah koloni x 10−𝑥 𝑥0,1............................................(7)

Keterangan x = tabung seri pengenceran ke-x

3.4.7 Pengukuran Emisi Gas metana (General Laboratory Procedures, 1966)

Sampel gas (sedimen dan bagian tanaman; akar,batang, daun) yang telah

dimasukkan ke dalam vacum tube kemudian dianalisis menggunakan Gas

Kromatografi 8 A dengan detektor Flame Ionization Detector (FID) dan jenis

kolom berupa capillary column yang terbuat dari stainless steel dengan ukuran 6m

x 2mm dengan suhu kolom 750C dan suhu detektor 900C. Carrier gas yang

digunakan adalah nitrogen (N2), helium (He) dan udara tekan. Waktu yang

dibutuhkan untuk analisis satu sampel adalah 2 menit dengan volume sampel

sebanyak 3 mL. Perhitungan fluks metana menggunakan persamaan (8):

E CH4 = dc

dtx

V

Ax 𝜌 x [

273,2

273,2+𝑇]...............................................................................(8)

Keterangan:

ΔC : Konsentrasi sampel CH4 (ppm)

Δt : Waktu (jam)

V : Volume penampung gas CH4 (m3)

A : Luas penampung gas CH4 (m2)

T : Suhu (°C)

ρ : Densitas CH4 (0.717 kg/m3)

Page 48: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

34

3.4.8 Analisis Data

Data yang telah diperoleh meliputi faktor kimia dan fisika air laut yaitu pH,

suhu, TDS, Intensias cahaya dan salinitas diuji korelasi menggunakan PCA

(Principal Component Analysis). Data faktor kimia dan fisika sedimen berupa BO,

C/N dan VFA diuji signifikansi dengan uji T menggunakan program Statistical

Package for the Social Science (SPSS) 2.0. Data emisi gas CH4 pada sedimen dan

tanaman R.mucronata diuji signifikansinya dengan SPSS 2.0 menggunakan uji T

dan dilanjutkan PCA.

Page 49: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Kimia dan Fisika Lingkungan Perairan Mangrove

Pengukuran faktor kimia dan fisika lingkungan perairan mangrove pada

setiap lokasi dilakukan untuk mengetahui kondisi masing-masing lokasi

pengambilan sampel. Faktor kimia dan fisika lingkungan perairan mangrove terdiri

dari suhu, pH, TDS, intensitas cahaya, dan salinitas. Hasil pengukuran faktor kimia

dan fisika lingkungan perairan mangrove menunjukkan adanya perbedaan pada

setiap titik kawasan mangrove (Tabel 2).

Tabel 2. Kondisi kimia dan fisika lingkungan perairan mangrove

Lokasi Waktu

Parameter

Suhu

(0C) pH

TDS

(ppm)

Intensitas cahaya

(kkal/m2/hari)

Salinitas

(ppt)

Alami

Pagi 28 7,1 3970 32650

30,389 Siang 29 7,3 6170 7935

Sore 27 7,2 6255 1770

Wisata

Pagi

27

7,2

2910

32250

30,008 Siang 31 7,5 6215 9550

Sore 27 7,4 6090 1615

Hasil pengukuran terhadap suhu semua titik sampling pada waktu

pengamatan pagi, siang dan sore hari berkisar antara 27-31oC. Berdasarkan

keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004, batas normal suhu

perairan mangrove adalah 28-32◦C, maka suhu perairan laut pada setiap titik lokasi

Page 50: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

36

mangrove masih berada dalam batas normal. Berdasarkan pengukuran suhu paling

tinggi terjadi pada saat pengamatan di siang hari, hal ini terjadi karena pada saat

pengamatan cahaya matahari optimum dan keadaan cuaca sangat cerah sehingga

membuat suhu di lapisan perairan menjadi tinggi. Suhu pada badan air dipengaruhi

oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran

serta kedalaman air. Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem

perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organik

oleh mikroba (Effendi, 2003). Suhu lingkungan mangrove keseluruhan memiliki

potensi yang besar terhadap emisi gas metana. Bakteri metanogen umumnya

bersifat mesofilik, dengan aktivitas optimal terjadi pada suhu 20-30°C (Wihardjaka,

2015; Liu et al., 2016). Bakteri mesofilik merupakan bakteri yang tumbuh optimal

pada kisaran 20-30°C dan suhu optimum pada 40°C (Puspita et al., 2005).

Hasil pengukuran terhadap pH semua titik sampling pada waktu pengamatan

pagi, siang dan sore hari berkisar antara 7,1-7,5. Berdasarkan keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 batas normal pH perairan mangrove adalah

7-8,5, maka suhu perairan laut pada setiap titik lokasi mangrove masih berada

dalam batas normal. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: aktifitas

biologi, aktifitas fotosintesis, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion.

pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan dan kehidupan mikroorganisme. pH

air laut mendukung proses anaerobik mikroorganisme pembentuk metana yang

memiliki pH optimum 7,2-7,4 (Kusumaningtyas et al., 2014). Kualitas perairan kedua

lokasi tersebut memiliki nilai pH air yang optimum untuk pertumbuhan

mikroorganisme anaerobik pembentuk gas metana.

Page 51: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

37

Hasil pengukuran terhadap TDS pada semua titik sampling pada waktu

pengamatan pagi, siang dan sore hari berkisar antara 2910-6255 ppm. Nilai tersebut

termasuk dalam kisaran normal yang berada di bawah baku mutu TDS air laut, yaitu

3000-10000 ppm (PP Nomor 82 Tahun 2001). TDS pada lokasi alami dan wisata

di pagi hari karena kondisi air laut yang pasang, menyebabkan nilai TDS yang lebih

rendah, sedangkan pada siang dan sore hari di lokasi alami dan wisata memiliki

TDS yang lebih tinggi disebabkan air laut yang surut, karena TDS mengandung

muatan organik dan anorganik (Effendi, 2003).

Hasil pengukuran terhadap Intensitas cahaya semua titik sampling pada

waktu pengamatan pagi, siang dan sore hari berkisar antara 1615-32250

kkal/m2/hari. Berdasarkan pengukuran cahaya meningkat intensitasnya dari pagi

hari ke siang hari dan terjadi penurunan pada sore hari. Arah terbitnya matahari

mempengaruhi selisih yang cukup jauh terhadap intensitas cahaya di lokasi

sampling mangrove. Intensitas cahaya di pagi hari memiliki nilai yang sangat

tinggi, karena matahari tidak terhalang daun tanaman maupun awan. Intensitas

cahaya pada siang dan sore hari menurun drastis karena matahari sudah tertutup

oleh daun tanaman yang tinggi juga cuaca mendung karena sampling dilakukan

pada musim penghujan. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu

pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi (Rohyati et al., 2003). Tanaman

mangrove umumnya membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi. Kisaran rata-

rata intensitas cahaya secara keseluruhan pada lokasi sampling hutan mangrove

masih di ambang yang normal untuk pertumbuhan mangrove. Kisaran intensitas

cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-38000 kkal/m2/hari

(SNM, 2003).

Page 52: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

38

Pengukuran salinitas pada masing-masing titik menunjukkan nilai kisaran

sebesar 30,008-30,389 ppt. Berdasarkan baku mutu air laut dalam keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 yaitu 0 - 34 ppt, maka suhu

perairan laut pada setiap titik lokasi mangrove masih berada dalam batas normal.

Curah hujan mempengaruhi nilai salinitas pada suatu perairan, semakin tinggi

tingkat curah hujan di daerah tersebut, maka salinitasnya akan berkurang dan

sebaliknya, karena terjadinya pengenceran oleh air hujan (Praveeva et al., 2011).

Gambar 8. Hubungan antara lokasi sampling dan waktu sampling dengan sifat

kimia fisika perairan kawasan hutan mangrove

Hasil analisis uji PCA menunjukkan hubungan antara lokasi dan waktu

sampling, masing masing waktu dan lokasi membentuk kelompok berdasarkan nilai

sifat kimia dan fisika air kawasan hutan mangrove (Gambar 8). Kelompok ini ada

4 yang terdiri dari 6 lokasi dan waktu sampling berbeda, terbentuk dari kesamaan

nilai sifat kimia dan fisika perairan. Kelompok pertama lokasi wisata pada pagi hari

(wisata pagi) memiliki nilai intensitas cahaya yang tinggi karena arah matahari dan

cahaya tidak terhalang awan ataupun daun pepohonan yang lebih tinggi. Kelompok

Page 53: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

39

kedua lokasi wisata pada siang hari (wisata siang) dan lokasi alami pada siang hari

(alami siang) memiliki nilai suhu yang tinggi karena pada siang hari panasnya

matahari lebih diserap oleh bumi dan memiliki pH yang tinggi karena lokasi

sampling yang mulai surut. Kelompok ketiga adalah lokasi alami pada pagi hari

(alami pagi) yang tidak ada faktor signifikan yang mempengaruhi faktor kimia dan

fisika pada lokasi dan waktu tersebut. Kelompok keempat lokasi alami pada sore

hari (alami sore) dan lokasi wisata pada sore hari (wisata sore) memiliki nilai TDS

yang tinggi karena air laut yang surut sehingga zat terlarut semakin banyak.

4.2 Sifat Kimia dan Fisika Lingkungan Sedimen Mangrove

Pengukuran faktor kimia dan fisika lingkungan sedimen mangrove pada

setiap titik dilakukan untuk mengetahui kondisi masing-masing titik pengambilan

sampel. Faktor kimia dan fisika lingkungan sedimen mangrove terdiri dari bahan

organik (%BO), amonia, C-organik (%C), N-total (%N), rasio C/N, dan volatile

fatty acids (VFA). Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan pada setiap

titik kawasan mangrove pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi kimia dan fisika lingkungan sedimen mangrove

Parameter Lokasi

Alami Wisata

Bahan Organik (BO) (%) 86,948 78,899

Ammonia (ppm) ttd Ttd

Total Karbon (C) (%) 12,213 10,370

Total Nitrogen (N) (%) 0,832 0,901

Rasio C/N 14,676 12,459

Asam Asetat (mmol/L) 12,48 8,99

Asam Propionat (mmol/L) 1,29 1,13

Asam Butirat (mmol/L) 0,83 0,28

VFA Total (mmol/L) 14,96 10,4

Keterangan: ttd: Tidak terdeteksi

Page 54: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

40

Analisis bahan organik (BO) bertujuan untuk mengetahui banyaknya

kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah

mengalami proses dekomposisi beserta bakteri di dalam sedimen. Hasil analisis

statistik uji T menunjukkan kandungan BO pada lokasi alami dan wisata tidak

terdapat perbedaan secara signifikan (Sig>0,05) (lampiran 1). Berdasarkan hasil

pengukuran terhadap bahan organik didapatkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada

lokasi alami yaitu 86,948% dan nilai terendah terdapat pada lokasi wisata yaitu

78,899%.

Persentase BO tertinggi terdapat pada lokasi alami disebabkan produksi

serasah seperti reruntuhan daun/dahan/ranting yang tinggi karena kerapatan

tanaman mangrove pada lokasi alami juga tinggi. Hal ini menyebabkan semakin

rapat jarak tanam, maka semakin banyak dihasilkan sumber bahan organik berupa

serasah maupun sisa tumbuhan yang masuk ke dalam substrat (Fitriana, 2005).

Pada lokasi alami memiliki dasar perairan yang dominan berlumpur hal ini

menyebabkan tingginya kandungan bahan organik.

Persentase BO terendah terdapat pada lokasi wisata, rendahnya kandungan

bahan organik pada lokasi wisata disebabkan substrat dasar dari lokasi kawasan

wisata ini didominasi oleh fraksi pasir, berbeda dengan lokasi kawasan alami yang

didominasi oleh fraksi lumpur. Sedimen berpasir memiliki kandungan bahan

organik lebih sedikit dibandingkan sedimen berlumpur, karena dasar perairan

berlumpur cenderung mengakumulasi bahan organik yang terbawa oleh aliran air,

dimana tekstur dan ukuran partikel yang halus memudahkan terserapnya bahan

organik (Rafni, 2004). Hal ini karena sedimen berlumpur lebih mengikat bahan

organik dengan teksturnya yang padat dan cenderung halus, sedangkan tekstur

Page 55: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

41

sedimen berpasir cenderung tidak mengikat begitu banyak bahan organik karena

teksturnya yang kasar dan bersifat terpisah-pisah (Rafni, 2004).

Sedimen (substrat) mangrove merupakan tempat hidup dan tempat mencari

makan bagi berbagai biota akuatik yang hidup di daerah tersebut seperti kepiting,

moluska dan invertebrata lainnya. Hal ini karena salah satu komponen penyusunan

sedimen mangrove adalah bahan organik yang terdiri dari timbunan sisa-sisa hewan

dan tumbuhan (Edi, 2009). Perkembangan mangrove dan kondisi sedimennya akan

selalu mengalami dinamika perubahan baik yang diakibatkan oleh sedimentasi yang

berasal dari air yang menggenang maupun campurannya dengan serasah sehingga

membentuk lahan mangrove yang kaya akan bahan organik.

Bahan organik berperan sebagai substrat utama untuk produksi gas metana

yang terdegradasi dan diubah menjadi molekul. Bahan organik merupakan suatu

bahan yang penting untuk terbentuknya gas metana, tanpa bahan organik tersebut

maka gas metana tidak akan terbentuk (Yasin et al., 2015). Bahan organik dan fluks

gas metana memiliki korelasi positif yang kuat. Semakin tinggi jumlah bahan

organik yang dihasilkan maka akan semakin tinggi fluks gas metana (Kumar et al.,

2016).

Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi dengan meningkatkan

aktivitas tanah melalui pelepasan unsur-unsur hara. Unsur tersebut adalah karbon

organik (C-organik) dan Nitrogen. Unsur C-organik digunakan oleh

mikroorganisme untuk menghasilkan energi, sehingga penambahan bahan organik

akan meningkatkan populasi mikroorganisme, salah satunya bakteri metanogen

(Yulipriyanto, 2010). Unsur nitrogen digunakan oleh mikroorganisme anaerobik

untuk pembentukan protein dan pembelahan sel (Liu et al., 2016).

Page 56: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

42

Hasil analisis terhadap kandungan C-organik pada masing-masing lokasi

memiliki nilai C-organik yang berbeda, terlihat pada lokasi alami yaitu 12,213%

dan lokasi wisata yaitu 10,370%. Adanya perbedaan kandungan C-organik pada

setiap lokasi ini karena adanya perbedaan struktur komunitas vegetasi mangrove di

lokasi tersebut. Menurut Zeantonio (2012), tingginya kandungan C-organik pada

substrat karena substrat menerima sumbangan dari perakaran mangrove yang mati,

daun dan ranting yang berguguran. Diketahui bahwa kerapatan mangrove yang

bagus dapat memproduksi serasah yang tinggi sehingga aktivitas dekomposisi dapat

terjadi. Hasil dekomposisi serasah ini bisa menyumbangkan C-organik yang lebih

besar ke substrat yang ada di daerah habitat mangrove di sekitarnya.

Hasil analisis terhadap kandungan N-total pada masing masing lokasi

memiliki nilai kandungan N-total yang berbeda, terlihat pada lokasi alami yaitu

0,832%, lokasi wisata yaitu 0,901%. Rendahnya N-total dalam substrat, karena

dimanfaatkan kembali oleh mangrove untuk pertumbuhannya (Taqwa, 2010).

Penurunan kandungan nitrogen sebanding dengan kelimpahan akar mangrove

(Kushartono, 2009). Keadaan seperti ini mungkin juga disebabkan oleh intensitas

dan genangan pasang surut yang di alami pada daerah penelitian cukup tinggi

sehingga memungkinkan terangkutnya kembali serasah yang ada oleh pasang surut

meninggalkan daerah penelitian menuju perairan pantai (Wibowo,2004).

Kandungan Nitrogen tidak semuanya langsung dimanfaatkan oleh tanaman,

karena hilangnya nitrogen dapat disebabkan oleh nitrifikasi, denitrifikasi dan erosi

(Sari dan Prayudyaningsih, 2015; Pambudi et al., 2017). Penyerapan nitrogen oleh

tanaman dilakukan dalam bentuk ion nitrat dan ion ammonium (Patti et al., 2013).

Selain dimanfaatkan oleh tanaman, nitrogen juga digunakan oleh mikroorganisme

Page 57: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

43

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ion nitrat akan berubah menjadi ion nitrit

oleh nitrat reduktase. Reaksi selanjutnya nitrit akan diubah menjadi amonia yang

kemudian bergabung dengan kerangka karbon hasil respirasi. Kerangka karbon ini

digunakan untuk pembentukan asam amino, sebagai bahan dasar protein (Eskawidi

et al., 2005).

Pembentukan amonia merupakan bagian dari siklus N yang terjadi di alam

(Gambar 9). Hasil ammonia tidak terdeteksi dengan metode Conway yang

selanjutnya tidak dilakukan proses titrasi dengan HCl lebih lanjut. Amonia tidak

terdeteksi keberadaannya disebabkan oleh keberadaan nitrit dan nitrat yang

kemungkinan jumlahnya tidak cukup untuk menghasilkan amonia. Amonia yang

bersifat mudah menguap dan konsentrasinya yang sangat kecil kemungkinan

menyebabkan amonia tidak terdeteksi dengan metode Conway.

Gambar 9. Reaksi pembentukan amonia dari nitrat dan nitrit (Horton, 2006)

Analisis rasio C/N bertujuan untuk mengetahui jumlah karbon dan nitrogen

yang berada di dalam sedimen yang berguna untuk mendukung pertumbuhan

mikroorganisme. Hasil analisis statistik uji T menunjukkan rasio C/N pada lokasi

alami dan wisata terdapat perbedaan secara signifikan (Sig<0,05) (lampiran 2).

Page 58: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

44

Nilai tertinggi terdapat pada lokasi alami yaitu 14,676% dan nilai terendah terdapat

pada lokasi wisata yaitu 12,459%. Semakin tinggi perombakan bahan organik,

maka semakin tinggi rasio C/N di sedimen. Seiring dengan pertumbuhan tanaman

di lahan mangrove, semakin tinggi pula akumulasi karbon yang terkandung dalam

sedimen (Xiao et al., 2018).

Rasio C/N yang tinggi menandakan kandungan N yang rendah. Konsentrasi

N tinggi akan menekan emisi metana (Wihardjaka et al., 2012; Xiao et al., 2018).

Hal tersebut karena N dalam bentuk ion nitrat atau nitrit yang tidak digunakan

dalam proses pertumbuhan, akan digunakan oleh bakteri metanotrof untuk bereaksi

dengan metana dengan hasil CO2 dan N2 dalam kondisi aerobik dengan reaksi

sebagai berikut:

4NO3- + CH4 → 4NO2

- + CO2 + 2H2O...........................(9)

8NO2- + 3CH4 + 8H+ → 4N2 + 3CO2 + 10H2O...................(10)

Apabila konsentrasi nitrat yang berlebih pada kondisi anaerobik maka bakteri

denitrifikasi akan mereduksi nitrat dengan bantuan asam asetat dan hidrogen (Xiao

et al., 2018). Penggunaan asam asetat dan hidrogen oleh bakteri denitrifikasi

membuat bakteri metanogen tidak dapat memanfaatkannya dalam menghasilkan

metana (Yuan et al., 2014). Menurut penelitian Duc et al., (2010), pembentukan

metana lebih tinggi pada rasio C/N>10. Artinya, rasio C/N pada kedua lokasi

sampling baik yang lokasi alami dan lokasi wisata berada pada nilai optimum untuk

pembentukan metana.

Asam asetat merupakan salah satu jenis dari VFA. VFA merupakan asam

lemak yang penting sebagai nutrisi dalam metabolisme anaerobik. Analisis VFA

juga bertujuan untuk mengetahui nilai dari setiap asam lemak terbang yang

Page 59: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

45

digunakan bakteri metanogenik untuk metabolisme pembentukan metana.

Kehadiran VFA menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme pada setiap

kedalaman sedimen (Finke et al., 2007). VFA parsial meliputi asam asetat,

propionat dan butirat. VFA parsial positif mempengaruhi emisi metana,

dibandingkan asam-asam organik lainnya (Deublein dan Steinhauser, 2008).

Hasil analisis statistik uji T menunjukkan VFA pada lokasi alami dan wisata

tidak terdapat perbedaan secara signifikan (Sig>0,05) (lampiran 3). Kandungan

VFA total lokasi alami memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi

wisata. Kadar VFA yang tinggi berbanding lurus dengan bahan organik dan karbon

organik yang dimana VFA adalah hasil dari penguraian serasah. Produksi gas

tergantung pada produksi VFA, semakin tinggi VFA total maka semakin tinggi

emisi metana yang dihasilkan (Windyasmara, 2015). Kadar VFA total yang tinggi

mengakibatkan tingginya energi yang dihasilkan dari pembentukan VFA yang

digunakan untuk sintesis protein bakteri dan memperbanyak diri (Mc Donald et al.,

2002).

Kadar asam butirat yang dihasilkan pada penelitian ini memilki nilai yang

paling rendah dibandingkan dengan asam asetat dan propionat. Hal ini karena asam

butirat merupakan salah satu asam organik pertama yang diproduksi dari hasil

degradasi bahan organik di dalam tanah (Al-Saedi, 2008). Konsentrasi butirat pada

lokasi alami lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi wisata hal ini karena lokasi

alami memiliki lebih banyak substrat berupa C organik yaitu limbah dari penduduk

sekitar juga limbah organik sisa dedaunan yang terbawa oleh ombak laut. Hal

tersebut yang menyebabkan asam butirat dapat dijadikan prekursor awal dalam

menentukan emisi metana (Rahman et al., 2013). Akan tetapi besarnya emisi

Page 60: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

46

metana tergantung dari konsentrasi asam asetat yang dihasilkan (Capareda, 2013).

Konsentrasi asam butirat yang rendah dapat meningkatkan proses metanogenesis.

Sementara itu, konsentrasi butirat yang tinggi dapat menghambat proses

metanogenesis (Henson et al., 1986). Asam butirat diubah menjadi asam asetat pada

tahap asetogenesis oleh bakteri asetogenik dengan reaksi sebagai berikut:

CH3CH2CH2COO− + 2H2O → 2CH3COO− + 2H2..................(11)

Kadar asam propionat yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan dengan asam butirat. Asam propionat merupakan prekursor penekan

produksi emisi gas metana yang melepaskan H2 dan CO2, sehingga mengurangi

pembentukkan gas oleh bakteri dari kelompok metana. Nilai asam propionat yang

rendah memiliki arti bahwa sedimen mangrove dalam jangka waktu yang lebih

lama dapat menghasilkan gas metana dalam jumlah yang besar juga. Asam

propionat diubah menjadi asam asetat pada tahap asetogenesis oleh bakteri

asetogenik dengan reaksi sebagai berikut:

CH3CH2COO− + 3H2O → CH3COO− + H+ + HCO3− + 3H2...........(12)

CH3CH2COO− + 2H2O → CH3COO− + 3H2 + CO2.................(13)

Asam VFA yang menjadi substrat bagi bakteri pembentuk gas metana

adalah asam asetat. Oleh karena itu, parameter utama untuk proses anaerob adalah

mengendalikan pembentukan asam asetat. Kandungan asam asetat memiliki kadar

yang lebih banyak dibandingkan asam VFA lainnya, karena hasil semua degradasi

substrat akan mengahasilkan asam asetat pada tahap asetogenesis (Deublein dan

Steinhauser, 2008). Asam asetat CO2 dan H2 yang terbentuk akan diubah menjadi

metana pada tahap metanogenesis oleh bakteri metanogen dengan reaksi sebagai

berikut :

Page 61: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

47

0 0

43,3

1,95 1,8

11

9

0

2

4

6

8

10

12

14

Alami Wisata

Jum

lah m

ikro

ba

(Lo

g C

FU

/ml)

Asetonotrof Metilotrof Hidrogenotrof Total

2CH3COOH → 2CH4 + 2CO2..................................(14)

4H2 + CO2 → CH4 + 2H2O.....................................(15)

Kandungan asam asetat tertinggi yaitu pada lokasi alami yaitu sebesar 12,84

mM dan nilai terendah terdapat pada lokasi wisata yaitu sebesar 7,04 mM. Hal ini

diakibatkan oleh lebih banyaknya bahan organik pada lokasi alami. Lokasi alami

lebih banyak memiliki C organik yang merupakan substrat untuk pembentukan

VFA total maupun parsial. Banyaknya kandungan substrat akan meningkatkan

nutrisi mikroorganisme di dalam tanah, sehingga produk hasil metabolismenya

seperti asam asetat akan semakin tinggi (Windyasmara, 2015).

4.3 Jumlah Mikroba

Pengamatan mikroba dilakukan untuk mengetahui konsentrasi

mikroorganisme anaerob yang terdapat pada masing-masing lokasi sampling baik

lokasi alami dan lokasi wisata di hutan mangrove. Mikroba yang dianalisis

merupakan mikroba metanogenik yang dapat mendukung produksi gas metana.

Hasil perhitungan jumlah mikroba dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Jumlah mikroba berdasarkan lokasi sampling kawasan hutan

mangrove

Page 62: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

48

Penghitungan jumlah bakteri anaerobik bertujuan untuk mengetahui jumlah

bakteri anaerobik yang terdapat pada sedimen juga memberikan perlakuan untuk

mengetahui jumlah bakteri asetonotrof, metilotrof dan hidrogenotrof yang

merupakan bagian dari proses pembentukan gas metana dalam proses

metanogenesis.

Bakteri metanogen tumbuh dalam kondisi anaerob. Bakteri jenis ini banyak

ditemukan di dalam sedimen. Bakteri metanogen adalah bakteri yang mengurai

serasah yang kemudian merubahnya menjadi energi untuk menghasilkan metana.

Melalui proses metanogenesis VFA yang merupakan asam lemak terurai menjadi

asam lemak yang rantai lebih pendek, salah satunya dalah asam asetat yang melalui

reduksi CO2 yang dibantu oleh bakteri menjadi metana. Meskipun VFA parsial

berupa asam asetat banyak terdeteksi, namun bakteri asetonotrof atau dikenal

sebagai asetotropik tidak terdeteksi. Bakteri asetonotrof tidak terdeteksi pada

perhitungan mikroba secara mikroskopis namun tidak berarti bakteri asetonotrof

keberadaannya tidak ada. Bakteri ini merupakan pengurai asetat, yaitu merubah

asam asetat menjadi CH4 dan CO2.

CH3COOH → CH4 + CO2...................................(16)

Konsentrasi mikroorganisme metilotrof lebih tinggi dibandingkan dengan

konsentrasi mikroorganisme asetonotrof dan konsentrasi hidrogenotrof. Hal ini

disebabkan penambahan substrat diubah menjadi sumber energi oleh

mikroorganisme metanogen yang ada pada sedimen (Liu dan Whitman, 2008).

Selain itu, metanol merupakan substrat non-kompetitif, sehingga tidak ada

persaingan pada mikroorganisme metanogen. Bakteri jenis hidrogenotrof

Page 63: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

49

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Alami Wisata

Flu

ks

gas

met

ana

mg/m

2/j

am Sedimen

Akar

Batang

Daun

cenderung lebih kecil jumlahnya dibandingkan bakteri asetonotrof dan metilotrof

karena merupakan bakteri pada proses pertama pembentukan metana.

Secara keseluruhan lokasi alami dan wisata, konsentrasi mikroorganisme

yang lebih tinggi untuk metilotrof dan hidrogenotrof adalah pada lokasi sampling

alami dan konsentrasi yang lebih tinggi untuk total mikroba adalah pada lokasi

sampling alami. Keberadan mikroorganisme metanogen dipengaruhi oleh banyak

faktor yaitu nilai bahan organik dan rasio C/N yang terkandung dalam sedimen

yang tertinggi terdapat pada lokasi sampling alami.

4.4. Emisi Gas metana

Emisi Gas metana kawasan mangrove pada zona alami dan zona wisata

memiliki nilai yang berbeda pada setiap waktu pengukuran dan tempat

pengambilan sampel. Gas metana dihasilkan dengan bantuan bakteri metanogen

dengan mengubah asam asetat, CO2 dan H2 menjadi gas metana (Capareda, 2013).

Hasil emisi gas CH4 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Emisi gas metana kawasan mangrove pada zona alami dan zona wisata

Page 64: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

50

Hasil analisis statistik uji T menunjukkan emisi gas metana pada sedimen di

lokasi alami dan wisata terdapat perbedaan secara signifikan (Sig<0,05) dan emisi

gas metana pada tanaman di lokasi alami dan wisata tidak terdapat perbedaan secara

signifikan (Sig>0,05) (lampiran 4). Nilai rata-rata hasil pengukuran, konsentrasi gas

metana pada sedimen yang lebih tinggi adalah pada lokasi alami di pagi hari yaitu

8,108 mg/m2/jam. Konsentrasi gas metana pada akar yang lebih tinggi adalah lokasi

alami di pagi hari yaitu 2,452 mg/m2/jam. Konsentrasi gas metana pada batang yang

lebih tinggi adalah lokasi alami di pagi hari 2,663 mg/m2/jam. Konsentrasi gas

metana pada daun yang lebih tinggi adalah lokasi wisata di sore hari 2,101

mg/m2/jam.

Gas metana lebih tinggi dihasilkan pada lokasi alami dibandingkan lokasi

wisata. Hal ini dipengaruhi oleh nilai rasio C/N dan VFA total yang dihasilkan,

bahwa lokasi alami mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan lokasi wisata.

Besarnya nilai C/N dan VFA total dapat menghasilkan emisi metana yang lebih

tinggi. Hal tersebut karena C organik dan asam asetat merupakan sumber utama

energi bagi bakteri, salah satunya bakteri metanogen (Yuan et al., 2014).

Gas metana lebih tinggi dihasilkan pada pagi hari. Hal ini terjadi karena

adanya pengaruh pasang surut air laut, pada pagi hari air laut mengalami pasang

sehingga menyebabkan bagian sedimen pada tanaman mangrove R. mucronata

menjadi terendam air maka kondisinya lebih anaerobik. Kondisi anaerobik ini

merupakan kondisi terbaik untuk bakteri matanogen bekerja secara optimal sehingga

menyebabkan gas metana meningkat.

Gas metana pada bagian tanaman mangrove R. mucronata lebih tinggi

dihasilkan pada akar. Hal ini terjadi karena proses pengangkutan gas melalui

Page 65: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

51

tanaman mangrove pada sedimen lahan basah memungkinkan masuknya oksigen

(O2) ke zona akar tetapi secara tidak sengaja melepaskan metana yang diproduksi

tanah ke atmosfer (Brix et al., 1992; Whiting dan Chanton, 1996). Mangrove juga

memiliki akar udara khusus (pneumatophores) untuk mengangkut O2 dari atmosfer

ke akar yang terendam, yang juga melepaskan metana dari sedimen ke atmosfer

(Purvaja et al., 2004; Chauhan et al., 2008). Bagian tanaman batang dan daun pada

masing masing lokasi dan waktu memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini

terjadi karena emisi gas metana pada bagian batang dan daun hanyalah gas yang

terbawa saat transportasi tumbuhan, dimana hanya memiliki nilai yang relatif kecil

dan hampir sama dibanding emisi gas metana pada bagian lainnya.

Gambar 12. Hubungan antara lokasi dan waktu sampling dengan emisi gas metana

kawasan hutan mangrove

Page 66: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

52

Hasil analisis uji PCA menunjukkan hubungan lokasi sampling, waktu

sampling dan emisi gas metana kawasan hutan mangrove (Gambar 12). Data

tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama adalah alami

pada sore hari (alami sore) dan wisata pada sore hari (wisata sore), dimana tidak

ada rataan emisi yang tinggi pada lokasi dan waktu tersebut. Kelompok kedua

adalah lokasi alami pada siang hari (alami siang) dimana nilai rataan emisi gas

metana yang tinggi adalah pada daun. Hal ini karena pada siang hari matahari lebih

cepat menyerap ke bumi sehingga memudahkan terjadinya proses fotosintesis pada

daun sehingga dapat meningkatkan emisi gas metana. Kelompok ketiga yaitu lokasi

wisata pada pagi hari (wisata pagi), dan lokasi wisata pada siang hari (wisata siang)

dimana tidak ada rataan emisi gas metana yang tinggi pada lokasi dan waktu

tersebut. Kelompok keempat adalah lokasi alami pada pagi hari (alami pagi),

dimana nilai rataan emisi gas metana yang tinggi terdapat pada akar, sedimen dan

batang. Hal ini karena pada pagi hari terutama di alami pagi terjadi pasang air laut

sehingga kondisi semakin anaerob dan bakteri lebih aktif untuk menghasilkan gas

metana.

Page 67: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

53

Gambar 13. Hubungan antara emisi gas metana pada bagian tanaman dan sedimen

dengan faktor kimia fisika ligkungan kawasan hutan mangrove

Hasil analisis uji PCA menunjukkan hubungan emisi gas metana pada

bagian tanaman dan sedimen dengan kimia dan fisika lingkungan perairan kawasan

hutan mangrove (Gambar 13). Emisi gas metana pada sedimen dan bagian tanaman

mangrove R. mucronata akar, batang dan daun dipengaruhi oleh TDS dan pH yang

berhubungan juga dengan bahan organik dan VFA. Banyaknya bahan organik yang

terdegradasi menjadi karbon dan selanjutnya menjadi asam-asam lemak yaitu VFA

mempengaruhi pH dan TDS. Semakin banyak VFA maka semakin banyak juga gas

metana yang dihasilkan, sedangkan intensitas cahaya dan suhu tidak berpengaruh

terhadap emisi gas metana. Suhu yang terdapat pada lokasi tetap sehingga tidak

berpengaruh terhadap emisi gas metana sedangkan intensitas cahaya hanya

berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove namun tidak untuk emisi gas metana

Page 68: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

54

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Faktor kimia dan fisika lingkungan kawasan mangrove R. mucronata yaitu

pH 7,1-7,5 dan suhu 27-31°C, intensitas cahaya 1615-42250 kkal/m2/hari

dan TDS 2910-6255 ppm.

2. Emisi gas metana dipengaruhi oleh perbedaan lokasi. Emisi gas metana

mengalami peningkatan pada lokasi alami. Bagian tanaman mangrove R.

mucronata yang memiliki potensi tertinggi dalam total emisi gas metana

adalah bagian akar sebesar 14,067 mg/m2/jam, diikuti dari batang sebesar

12,18 mg/m2/jam, dan dari daun sebesar 11,85 mg/m2/jam. Nilai total emisi

gas metana pada sedimen sebesar 18,76 mg/m2/jam.

3. Waktu sampling pagi, siang dan sore hari berpengaruh terhadap emisi gas

metana dimana pada pagi hari memiliki jumlah emisi gas metana sebesar

22,748 mg/m2/jam, siang hari sebesar 16,960 mg/m2/jam, dan sore hari

sebesar 17,150 mg/m2/jam.

4. Bakteri metanogen berpengaruh terhadap emisi gas metana dari sedimen

dan tanaman mangrove R. mucronata, semakin banyak bakteri maka

semakin banyak gas metana yang dihasilkan.

5.2 Saran

Perlu adanya rehabilitasi untuk kawasan mangrove karena turut berperan

dalam emisi gas metana dan penelitian lebih lanjut mengenai analisis populasi

mikroba dengan menggunakan teknik biomolekular.

Page 69: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

55

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga EM., Hariyadi S, Niken TM dan Pratiwi. 2009. Perilaku Oksigen

Terlarut Selama 24 Jam pada Lokasi Karamba Jaring Apung Di Waduk

Saguling. Limnotek, 16(2), 109-118.

Alaerts dan Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

AlSaedi. 2008. Biogas Handbook. Denmark: University of Southern Denmark Esbjerg,

Niles Bohrs.

Asdak. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bulaksumur,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Aswita dan Syahputra H. 2012. Integrated Coastal Management in Pusong Cium

Island For Habitat of Tuntong Laut (Batagur borneoensis). Aceh: Sekolah

Tinggi Ilmu Kehutanan Yayasan Tengku Chik Pante Kulu Banda Aceh.

Basu A. 2013. An Analysis of the Gobal Atmospheric Methane Budget Under

Different Climates. Jülich: Forschungszentrum Jülich.

Brix H dan Sorrell BK. 1992. Internal Pressurization and Convective Gas Flow in

Some Emergent Freshwater Macrophytes. Limnology and Oceanography, 37,

1420–1433.

Budiyanto dan Kresno MA. 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang.

Capareda. 2013. Introduction to Biomass Energy Conversions. New Yorks: CRC

Press.

Chauhan, Ramanathan dan Adhya. 2008. Assessment of Methane and Nitrous

Oxide Fux from Mangroves Along Eastern Coast of India. Geofluids, 8, 321–

332.

Cheng. 2009. Biomass to Renewable Energy Processes. New York: CRC Press.

Couwenberg, Dommain dan Joosten. 2010. Greenhouse Gas Fuxes from Tropical

Peatlands in Southeast Asia. Global Change Biology, 16, 1715–1732.

Cronquist. 1981. An Integrated System of Clasification Flowering Plants. New

York: Colombia. University Press.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2002. Rehabilitasi

Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Deublein D dan Steinhauser A. 2008. Biogas From Waste And Renewable Resources.

Morlenbach. WILEY-VCH

Page 70: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

56

Donato, Kauffman, Murdiyarso, Kurnianto, Stidham, dan Kanninen. 2011.

Mangrove Among the Most Carbon-Rich Forest in The Tropics. Nature

Geoscience.

Duc NT, Crill P dan Bastviken D. 2010. Implications of Temperature and Sediment

Characteristics on Methane Formation and Oxidation in Lake Sediments.

Biogeochemistry 100, 185-196.

Edi W. 2009. Beberapa Aspek Bio-Fisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa

Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Ilmu Kelautan, 14 (2), 76-83

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Efriyeldi. 2012. Ekobiologi Kerang Sepetang di Ekosistem Mangrove Pesisir Kota

Dumai Riau. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Environmental Protection Agency. 2002. Wetland Clasification. Environmental

Protection Agency (EPA).

Environmental Protection Agency. 2011. Regulatory Announcement: EPA Issues

Notice of Data Availability Concerning Renewable Fuels Produced from

Palm Oil Under the RFS Program. Environmental Protection Agency (EPA)

Eskawidi MR, Anggarwulan E dan Solichatun. 2005. Pengaruh Vermikompos terhadap

Kadar Nitrogen Tanah , Aktivitas Nitrat Reduktase dan Pertumbuhan Caisin (

Brassica rapa L. cv. caisin). BioSMART, 7, 32–36.

Evita. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L)

Merrill). Jurnal Penelitian Universitas Jambi

Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp.) di Perairan Nongsa Batam

Propinsi Riau. Nature Indonesia II, 1, 28–33.

Finke N, Vandieken V dan Jorgensen BB. 2007. Acetate, Lactate, Propionate, and

Isobutyrate as Electron Donors for Iron and Sulfate Reduction in Arctic Marine

Sediments, Svalbard. Microbiology Ecology, 59, 10-22.

Fitriana. 2005. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Hutan

Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Jurnal Ilmu

Kehutanan UNILA, 7(1), 67-72.

General Laboratory Procedure. 1996. Report of Diary Science. Univerity of

Wisconsih. Madison

Hallam SJ, Putnam N, Preston CM, Detter JC, Rokhsar D, Richdarson PM dan

Delong EF. 2004. Reverse Methanogenesis Testing the Hypothesis with

Environmental Genomics. Science. 305, 1457-1461.

Page 71: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

57

Harianto dan Dewi. 2015. Mangrove Pesisir Lampung Timur. Yogyakarta:

Plantaxia.

Harvey. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: Mc Graw Hill

Henson JM, Bordeaux FM, Rivard CJ dan Smith PH. 1986. Quantitative Influences of

Butyrate or Propionate on Thermophilic Production of Methane from Biomass.

Environmental Microbiology, 51(2), 288-292.

Hermawan. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Sumber Biogas untuk

Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri. Bandar Lampung: Karya Tulis Ilmiah

Mahasiswa, Universitas Lampung.

Hyang dan Chang. 1999. Diurnal Variation of CH4 Emission from Paddy Fields at Different

Growth Stages of Rice Cultivation. Agriculture Ecosystems and Environment, 76,

75-84

Jauhiainen, Takahashi, Heikkinen, Martikainen dan Vasander. 2005. Carbon Fuxes

from a Tropical Peat Swamp Forest Foor. Global Change Biology, 11, 1788–

1797.

Keppler F, John TG, Hamilton, Marc dan Thomas R. 2006. Methane Emissions

From Terrestrial Pants Under Aerobic Conditions. Nature, 439, 187–191.

Khairudin dan Abdullah. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global.

Jurnal Biocebelebes, 10-19.

Khalil. 2013. Atmospheric Methane: Its Role in the Global Environment.

Heidelberg: Springer.

Khopkar SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Knapp JR, Laur G, Vadas PA, Weiss WP dan Tricarico J.M. 2014. Enteric methane

in Dairy Cattle production: Quantifying the Opportunities and Impact of

Reducing Emissions. Journal of Dairy Science, 97(6), 3231–3261.

Kushartono. 2009. Beberapa Aspek Biofisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove

Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan, 14(2), 76-83.

Kusmana C, Pradyatmika P, Husin YA, Shea G, Martindale D. 2000. Mangrove

Litter-Fall Studies at the Ajkwa Estuary, Irian Jaya, Indonesia. Indonesian

Journal of Tropical, 9(3), 39-47.

Kusumaningtyas MA, Bramawanto R, Daulat A, dan Pranowo WS. 2014. Kualitas

perairan Natuna pada musim transisi. Depik. 3(1), 10-20

Lay. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Page 72: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

58

Liu Y, Liu X, Cheng K, Li L, Zhang X, Zheng J, Pan G. 2016. Responses of

Methanogenic And Methanotrophic Communities To Elevated Atmospheric CO2

and Temperature In A Paddy Field. Frontiers in Microbiology, 7(NOV), 1–14.

Lyimo TJ, Pol A dan Camp HJM. 2002. Methane emission, sulfide concentration

and redox potential profiles in Mtoni mangrove sediment. Tanzania.

Manurung. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah

Sawit, 1–9.

Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap

Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah

Kehutanan Rimba Kalimantan, 6(2) 12-22

Mc Donald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morga CA. 2002. Animal Nutrition 6th

Edition. England: Imprint Pearson Education Prontice Hill.

Mukhlis. 2008. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Naharia. 2004. Teknologi Pengairan dan Pengolahan Tanah pada Budidaya Padi

Sawah untuk Mitigasi Gas Metana (CH4). Bogor: program pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor, 2–7.

Nellemann C, Corcoran E, Duarte CM, Valdes L, DeYoung C dan Fonseca,

L.Grimsditch. 2009. Blue carbon: A Rapid Response Assessment.,

Environment.

Nemerow NL dan Agardy FJ. 2005. Environmental Solutions: Environmental

Problems and The All-Inclusive Global, Scientific, Political, Legal,

Economic, Medical, and Engineering Bases to Solve Them 1st Edition.

Cambridge: Elsevier Academic Press.

Neue HU. 1993. Methane emission from rice field.: Wetland Rice field May Make

a Major Contribution to Global Warming. Bio Science, 43, 466-473.

Nieder R dan Benbi DK. 2008. Carbon and Nitrogen in The Terrestrial

Environment. Heidelberg: Springer.

Nugraha AR, Hermawan M dan Pikoli IS. 2012. Pengukuran Gas Metana (CH4)

dan Karbondioksida (CO2) yang Dihasilkan Oleh Sedimen Danau Situ

Gunung, Sukabumi Jawa Barat pada Skala Laboratorium, 39–45.

Nuraeni P. 2006. Potensi Sumber Daya dan Analisis Pendapatan Usaha Peternakan

Sapi Perah di Kabupaten Sinjai, Jurnal Agrisistem 2, 8–17.

Nybakken JW. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia.

Page 73: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

59

Pambudi A, Susanti dan Priambodo TW. 2017. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Tanah

Sawah di Desa. Al-Kauniyah. Journal of Biology, 10(2), 105–113.

Pangala SR, Moore S, Hornibrook ER dan Gauci V. 2013. Trees Are Major

Conduits for Methane Egress from Tropical Forested Wetland

Patti PS, Kaya E dan Silahooy C. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah dalam

Kaitannya dengan Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa Waimital,

Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrologia, 2(1), 51–58.

Pelczar MJ. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Edited by R. S. and E. Hadioetomo.

Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Praveena SM, Abdullah K, Bidin dan Aris. 2011. Understanding of groundwater

salinity using statistical modeling in a small tropical island. East Malaysia.

Environmentalist. 31 (3): 279-287.

Pujiastuti P, Ismail dan Pratono. 2013. Kualitas dan Beban Pencemar Perairan

Waduk Gajah Mungkur. Jurnal Ekosains, 5: 2–4.

Purvaja dan Ramesh R. 2001. Natural and anthropogenic methane emission from

coastal wetlands of South India Environ. Management, 27: 547-557.

Purvaja R, Ramesh R dan Frenzel P. 2004. Plant-Mediated Methane Emission from

an Indian Mangrove. Global Change Biology, 10(11), 1825–1834

Pusat Litbang Sumber Daya Alam. 2012. Pengelolaan Danau dan Waduk di

Indonesia. Balai Lingkungan Keairan. Bandung.

Puspita LE, Ratnawati IN, Suryadiputra AA dan Meutia. 2005. Lahan Basah Buatan

di Indonesia. Wetlands. Bogor

Rafni R. 2004. Kajian Kapasitas Asimilasi Beban Pencemar di Perairan Teluk

Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Sekolah Pasca Sarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Rahman MM, Salleh MA, Sultana N dan Kim MJ. 2013. Estimation Of Total Volatile

Fatty Acids (VFA) From Total Organic Carbons (Tocs) Assessment Through In

Vitro Fermentation Of Livestock Feeds. African Journal of Microbiology

Research, 7(15), 1378–1384.

Reay DS, Hewitt N, Smith KA dan Grace J. 2007. Greenhouse Gas Sinks.

Wallingford: CABI.

Rohyati T, Hida dan Husnah. 2003. Produktivitas Primer dan Komunitas Plankton

di Danau Buatan Kawasan Pemukiman Organ Permata Indah Jakabaring

Palembang. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. Balai Riset

Perikanan Perairan Umum, 1(1):1-14.

Page 74: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

60

Rusch H dan Rennenberg H. 1998. Black alder (Alnus glutinosa (L.) Gaertn.) Trees

Mediate Methane and Nitrous Oxide Emission from The Soil to The

Atmosphere. Plant and Soil, 201:1–7.

Saefurahman. 2008. Kepulauan Seribu Menggunakan Citra Formosat 2 Dan

Landsat 7 / Etm. Institut Pertanian Bogor.

Santoso. 2004. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada

Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut

Tahun 2000.

Sari R dan Prayudyaningsih R. 2015. Rhizobium Pemanfaatannya Sebagai Bakteri

Penambat Nitrogen. Info Teknis EBONI, 12(1), 51–64.

Singh B, Bauddh K dan Bux F. 2015. Algae and Environmental Sustainability. New

Delhi: Springer.

Sitompul SM, Guritno dan Bambang.1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

SNI 7644:2010. Basis Data Spasial Oseanografi: Suhu, Salinitas, Oksigen Terlarut,

Derajat Keasaman, Turbiditas, dan Kecerahan

SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove

di Indonesia Draft Revisi; Buku II: Mangrove di Indonesia. Jakarta: Kantor

Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Soerianegara. 1987. Masalah Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove, Pros. Sem.

III Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 3947.

Soni SK. 2007. Microbes: A Source of Energy for 21st Century. New Delhi: New

India Publishing Agency.

Sosia Y, Priyasmoro R dan Tyagita. 2014. Mangroves Siak dan Kepulauan Meranti.

Energi Mega Persada.

Sotomayor D, Corredor JE dan Morell JM. 1994. Methane and emission from

mangrove soil along the southeastern coast of Puerto Rico. Estuaries, 17,

140-147.

Steenis CG. 1987. Flora : untuk sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Suprihati. 2007. Populasi Mikroba dan Fluks Metana (CH4) Serta Nitrous Oksida

(N2O) Pada Tanah Padi Sawah: Pengrauh Pengelolaan Air, Bahan Organik

dan Pupuk Nitrogen. Institut Pertanian Bogor.

Thom OW dan Utomo. 1991. Manajemen Laboratorium dan Metode Analisis

Tanah dan Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Page 75: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

61

Triyono. 2013. Penilaian Ekonomi dan Daya Dukung Wisata Bahari di Pulau Pari,

Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Walkley AJ and Black IA. 1934. Estimation of soil organic carbon by the chromic

acid titration method. Soil Sci. 37, 29-38.

Wang ZP, Delaune RD, Masscheleyn PH dan Patrick WHJ. 1993. Soil Redox and

pH Effects on Methane Production in a Flooded Rice Soil. Soil Sci. Soc. Am.

J, 57, 382–385.

Whiting GJ, Chanton JP. 1996. Control of the Diurnal Pattern of Methane Emission

from Emergent Aquatic Macrophytes by Gas Transport Mechanisms. Aquatic

Botani, 54, 37–253.

Wibowo, 2004. Beberapa Aspek Bio Fisik Kimia Tanah di Daerah Hutan Mangrove

Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Semarang: Program Pasca Sarjana.

Universitas Diponegoro.

Wihardjaka A, Tandjung SD, Sunarminto BH dan Sugiharto E. 2012. Methane

Emission From Direct Seeded Rice Under the Influences of Rice Straw and

Nitrification Inhibitor. Indonesian Agency for Agricultural Research and

Development.

Windyasmara L. 2015. Pengaruh Jenis Kotoran Ternak Sebagai Substrat Dan

Penambahan Serasah Daun Jati. Buletin Peternakan, 39(3), 199–204.

Yanti A. 2009. Produksi Biogas Melalui Degradasi Bahan Organik dari Sampah

Sayuran. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yasin Y, Tamrin dan Sugeng T. Producing Biogas From Chicken Manure, Cow

Manure, and Mini Elephant Grass (Pennisetum purpureum cv. Mott) By

Batch System. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 6(3), 151-160

Yuan Q, Pump J dan Conrad R. 2014. Straw Application In Paddy Soil Enhances

Methane Production Also From Other Carbon Sources. Biogeosciences, 11(2),

237–246.

Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah Dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Yusuf M. 2008. Peningkatan Serapan Karbon Melalui Rehabilitasi Hutan Kritis

Indonesia Dan Dunia Dengan Spesis Cepat Tumbuh Sebagai Upaya

Mengurangi Dampak Pemanasan Global (Green House Effect),

www.kabarindonesia.com.

Yuyun. 2002. Studi Ekologi Populasi Mangrove jenis Rhizopora Stylosa di Pulau

Pari, Kepulauan Seribu, Jakaarta Utara. Insitut Pertanian Bogor.

Page 76: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

62

Xiao Y, Zhang F, Li Y, Li T, Che Y dan Deng S. 2018. Influence of Winter Crop

Residue And Nitrogen Form on Greenhouse Gas Emissions From Acidic Paddy

Soil. European Journal of Soil Biology, 85, 23–29.

Page 77: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

63

LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji T bahan organik pada lokasi alami dan wisata

Lampiran 2. Uji T rasio C/N pada lokasi alami dan wisata

Lower Upper

Equal

variances

assumed

0,783 0,41 1,554 6 0,171 8,04837 5,17997 -4,62656 20,7233

Equal

variances

not

assumed

1,554 4,562 0,186 8,04837 5,17997 -5,66105 21,75778

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Bahan

Organik

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Lower Upper

Equal

variances

assumed

0,801 0,405 18,164 6 0 3,41215 0,18785 2,95249 3,87181

Equal

variances

not

assumed

18,164 4,869 0 3,41215 0,18785 2,92532 3,89899

dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Rasio C/N

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t

Page 78: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

64

Lampiran 3. Uji T VFA pada lokasi alami dan wisata

Lampiran 4. Uji T emisi gas metana pada lokasi alami dan wisata

Lower Upper

Equal

variances

assumed

2,707 0,151 2,121 6 0,078 2,365 1,11513 -0,36362 5,09362

Equal

variances

not

assumed

2,121 3,523 0,111 2,365 1,11513 -0,90356 5,63356

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

VFA

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Lower Upper

Equal

variances

assumed

18,553 ,000 3,093 22 ,005 353,403 114,275 116,411 590,394

Equal

variances

not

assumed

3,093 11,018 ,010 353,403 114,275 101,935 604,870

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Emisi Gas

CH4

Sedimen

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Lower Upper

Equal

variances

assumed

30,077 ,000 1,911 22 ,069 ,35699 ,18683 -,03046 ,74445

Equal

variances

not

assumed

1,911 13,812 ,077 ,35699 ,18683 -,04422 ,75821

dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Emisi Gas

CH4

Tanaman

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t

Page 79: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

65

Lampiran 5. Perhitungan bahan organik sedimen mangrove

Lokasi bobot

cawan

cawan+ cawan+ %BO Rata-Rata

sedimen sedimen'

Alami 1 33,597 33,999 33,939 85,002

86,948 Alami 2 37,605 38,006 37,981 93,714

Alami 3 33,877 34,279 34,226 86,708

Alami 4 33,791 34,196 34,125 82,367

Wisata 1 33,441 33,844 33,754 77,821

78,899 Wisata 2 31,746 32,155 32,114 89,833

Wisata 3 34,280 34,682 34,603 80,378

Wisata 4 34,018 34,418 34,288 67,564

𝐵𝑂% =((𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔(𝑔)) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔(𝑔))

((𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛(𝑔)) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔(𝑔))x 100 %

= ((33,939 (𝑔)))− 33,597(𝑔))

((33,999 (𝑔))−33,597 (𝑔)) 𝑥 100%

= 85,002

Lampiran 6. Perhitungan C organik sedimen mangrove

konsetrasi

(ppm) Absorbansi

0 0.0002

50 0.099

100 0.1515

150 0.2366

200 0.2745

250 0.3496

Page 80: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

66

Lokasi Bobot

Sampel (g) Absorbansi

Konsentrasi (ppm)

C % Rata rata

C%

Alami 1 0,5 0.4169 307.769 12.311

12.213 Alami 2 0,5 0.4127 304.538 12.182 Alami 3 0,5 0.4137 305.307 12.212 Alami 4 0,5 0.4116 303.692 12.147

Wisata 1 0,5 0.3534 258.923 10.356

10.370 Wisata 2 0,5 0.3492 255.692 10.227 Wisata 3 0,5 0.3576 262.153 10.486 Wisata 4 0,5 0.3552 260.307 10.412

Kadar C organik (%) = ppm kurva x (10/250) x 1

= 307,769 x (10/250) x 1

= 12,311 %

Lampiran 7. Perhitungan nitrogen total sedimen mangrove

Lokasi bobot

sampel V. HCl (ml)

v. NaOH (ml)

Jumlah N total Rata rata N

Alami 1 0.5064 20 19.7 0,823

0.832 Alami 2 0.505 20 19.65 0,836

Alami 3 0.5033 20 19.6 0,837

Alami 4 0.5036 20 19.75 0,830

Wisata 1 0.5099 20 19.7 0,829

0.901 Wisata 2 0.5018 20 19.8 0,970

Wisata 3 0.5013 20 19.75 0,973

Wisata 4 0.5058 20 19.75 0,833

y = 0.0013x + 0.0168

R² = 0.988

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0 50 100 150 200 250 300

Regresi Linier

Page 81: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

67

Kadar N (%) = (𝑉.𝐻𝐶𝐿 – 𝑉.𝑁𝑎𝑂𝐻) 𝑥 0,1 𝑥 𝐵𝑀 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛

𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%

= (20 (𝑚𝑙)−19,7 (𝑚𝑙)) 𝑥 0,1 𝑥 14

0,506 (𝑚𝑔) 𝑥 100%

= 0,823 %

Lampiran 8. Perhitungan rasio C/N

Lokasi Nitrogen

(%) C Organik (%) rasio C/N Rata Rata

Alami 1 0,823 12.311 14,945

14.676 Alami 2 0,836 12.182 14,554

Alami 3 0,837 12.212 14,576

Alami 4 0,830 12.148 14,629

Wisata 1 0,829 10.357 12,487

12,459 Wisata 2 0,970 10.228 12,297

Wisata 3 0,973 10.486 12,565

Wisata 4 0,833 10.412 12,484

Rasio C/N = 𝐶 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (%)

𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 (%)

= 12,311 %

0,823%

= 14,945 %

Lampiran 9. Volatile Fatty Acids (VFA)

VFA (mM) Lokasi

Alami Wisata

Asetat 12,84 8,99

Propionat 1,29 1,13

Butirat 0,83 0,28

Total VFA 14,96 10,4

Page 82: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

68

Lampiran 10. Total mikroba

Lokasi Total bakteri (cfu/mL)

Asetonotrof Metilotrof Hidrogenotrof Total

Alami 0 10000 90 1E+11

Wisata 0 2000 70 1x109

Lokasi Log (cfu/mL)

Asetonotrof Metilotrof Hidrogenotrof Total

Alami 0 4 1,95 11

ata 0 3,3 1,8 9

Rumus:

Jumlah koloni bakteri (TPC) = 1

Jumlah koloni x 10−𝑥 𝑥0,1

Lampiran 11. Perhitungan fluks gas metana

Sampel Lokasi Waktu ΔC

(ppm)

Δt V A Ҏ T Fluks

gas

metana

Sedimen

Alami 1 Pagi 4.74 3 4985.064 2484.6192 0.717 29 2.054

Siang 4.06 3 4985.064 2484.6192 0.717 28 1.765

Sore 4.96 3 4985.064 2484.6192 0.717 27 2.164

Alami 2 Pagi 32.67 3 4985.064 2484.6192 0.717 29 14.161

Siang 8.85 3 4985.064 2484.6192 0.717 30 3.823

Sore 10.16 3 4985.064 2484.6192 0.717 31 4.375

Wisata 1 Pagi 3.27 3 4985.064 2484.6192 0.717 31 1.408

Siang 3.65 3 4985.064 2484.6192 0.717 28 1.587

Sore 3.50 3 4985.064 2484.6192 0.717 28 1.522

Wisata 2 Pagi 3.26 3 4985.064 2484.6192 0.717 29 1.413

Siang 3.45 3 4985.064 2484.6192 0.717 28 1.500

Sore 4.00 3 4985.064 2484.6192 0.717 28 1.739

Akar

Alami 1 Pagi 3.91 3 1118.625 447.45 0.717 29 2.111

Siang 3.63 3 1118.625 447.45 0.717 28 1.967

Sore 3.23 3 1118.625 447.45 0.717 27 1.756

Alami 2 Pagi 5.17 3 1118.625 447.45 0.717 29 2.792

Siang 4.34 3 1118.625 447.45 0.717 30 2.336

Sore 3.06 3 1118.625 447.45 0.717 31 1.641

Wisata 1 Pagi 4.01 3 1118.625 447.45 0.717 31 2.151

Siang 3.34 3 1118.625 447.45 0.717 28 1.810

Sore 3.44 3 1118.625 447.45 0.717 28 1.864

Page 83: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

69

Wisata 2 Pagi 3.25 3 1118.625 447.45 0.717 29 1.755

Siang 4.00 3 1118.625 447.45 0.717 28 2.167

Sore 3.70 3 1118.625 447.45 0.717 28 2.005

Batang

Alami 1 Pagi 3.83 3 4474.5 1130.4 0.717 29 3.275

Siang 2.43 3 4474.5 1130.4 0.717 28 2.085

Sore 2.62 3 4474.5 1130.4 0.717 27 2.255

Alami 2 Pagi 2.40 3 4474.5 1130.4 0.717 29 2.052

Siang 2.77 3 4474.5 1130.4 0.717 30 2.361

Sore 2.63 3 4474.5 1130.4 0.717 31 2.234

Wisata 1 Pagi 2.66 3 4474.5 1130.4 0.717 31 2.259

Siang 2.75 3 4474.5 1130.4 0.717 28 2.359

Sore 2.90 3 4474.5 1130.4 0.717 28 2.488

Wisata 2 Pagi 2.65 3 4474.5 1130.4 0.717 29 2.266

Siang 2.65 3 4474.5 1130.4 0.717 28 2.273

Sore 2.59 3 4474.5 1130.4 0.717 28 2.222

Daun

Alami 1 Pagi 2.48 3 6405.6 1909.12 0.717 29 1.797

Siang 2.56 3 6405.6 1909.12 0.717 28 1.861

Sore 2.69 3 6405.6 1909.12 0.717 27 1.962

Alami 2 Pagi 3.20 3 6405.6 1909.12 0.717 29 2.319

Siang 3.24 3 6405.6 1909.12 0.717 30 2.340

Sore 2.67 3 6405.6 1909.12 0.717 31 1.922

Wisata 1 Pagi 2.71 3 6405.6 1909.12 0.717 31 1.951

Siang 2.50 3 6405.6 1909.12 0.717 28 1.818

Sore 2.98 3 6405.6 1909.12 0.717 28 2.167

Wisata 2 Pagi 2.38 3 6405.6 1909.12 0.717 29 1.725

Siang 2.56 3 6405.6 1909.12 0.717 28 1.861

Sore 2.72 3 6405.6 1909.12 0.717 28 1.978

Perhitungan Emisi gas metana

E CH4 = dc

dtx

V

Ax 𝜌 x [

273,2

273,2+𝑇]

E CH4 = 4,63

3 jamx

4985,064

2484,619x 0.717 x [

273

273+29]

= 2.007 mg/m2/jam

Page 84: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

70

Page 85: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

71

Page 86: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

72

Lampiran 12. Dokumentasi penelitian

1. Kondisi penelitian di kawasan mangrove

Kawasan Alami Kawasan Wisata

2. Pengambilan sampel gas

Akar Batang

Page 87: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

73

Daun Sedimen

Proses pengeboran pada batang Pengambilan gas metana

Page 88: EMISI GAS METANA (CH ) DARI SEDIMEN DAN TANAMAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...ABSTRAK AMALINA PUTRI. Emisi Gas Metana (CH 4) dari Sedimen dan Tanaman Rhizophora

74

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Amalina Putri

NIM : 11140960000022

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 18 November 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 6 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Karya Bakti I, Rt 001 Rw 011, No 12,

Pondok Kopi, Jakarta Timur

No HP : 089639990445

Alamat Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN Malaka Jaya 12 Jakarta

Lulus tahun 2008

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 206 Jakarta

Lulus tahun 2011

Sekolah Menengah Atas : SMAN 63 Jakarta

Lulus tahun 2014

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masuk tahun 2014

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus/Pelatihan

Sistem Managemen Mutu : No. Sertifikat LM/Sert-LabIndo/001/IV/18

Berbasis ISO 17025:2017

PENGALAMAN KERJA

Praktek Kerja Lapangan (PKL): Badan Tenaga Nuklir (BATAN) / 2017