ch dr.said
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PEREMPUAN 35 TAHUN DENGAN CIROSIS HEPATIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Sebagian Syarat Dalam MengikutiUjian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSU Kardinah Tegal
Pembimbing : dr. Said Baraba, Sp.PD
Disusun oleh : Reysa Eka Yulianti
06711008
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSU KARDINAH TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA2010
Lembar Pengesahan
PEREMPUAN 35 TAHUN DENGAN CIROSIS HEPATIS
Oleh :
Reysa Eka Yulianti
06711008
Telah dipresentasikan tanggal : 30 september 2010
Dan Disahkan oleh
Pembimbing
dr. Said Baraba, Sp.PD
2
UNIVERSITASISLAMINDONESIAFAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
STATUS PASIEN
Nama Dokter Muda Reysa Eka Yulianti Tanda TanganNIM 06711008Tanggal Presentasi 30 september 2010Rumah Sakit RSU Kardinah TegalGelombang Periode 09 agustus – 02 oktober
2010
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 35 tahun
Alamat : Adiwerna RT 33 RW 02
Agama : Islam
Pekerjaan : pedagang
Tanggal masuk : 21 september 2010 / Pada pukul 22.00 WIB
No. CM : 525194
Ruang : Rosella/C6
Tanggal Diperiksa : 22 September 2010 / Pada pukul 14.30 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 September 2010 pukul 14.30 WIB dengan
autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien)
Keluhan utama : Perut membesar
3
RPS
Pasien mengeluh perutnya membesar sejak satu bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merasa semakin lama perutnya makin membesar sehingga bila
memakai celana menjadi sempit. Perut membesar merata diseluruh bagian, tidak
berbenjol-benjol. Keluhan perut membesar ini disertai keluhan demam sejak 1 minggu
yang lalu, awal demam hanya terasa hangat saja sampai sekarang masuk rumah sakit.
Kedua mata dan wajahnya berwarna kuning sejak 1 bulan yang lalu, juga merasakan
nyeri pada bagian kanan atas perut, nyeri sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu,
lemah badan, mual, nafsu makan berkurang dan BAB cair 3 minggu yang lalu,
sebayak 4x/hari, warna kuning, ampas(-), lender (-), darah(-), sekarang sudah tidak BAB
cair. BAK lancar, berwarna kuning pekat seperti air teh, disusul dengan bengkak pada
kedua kaki, keluhan bengkak ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan perut membesar ini tidak disertai pusing, batuk lama, pilek, dan tidak ada
keluhan jantung sering berdebar, sesak napas bila melakukan aktivitas, sering terbangun
malam hari karena sesak, dan tidak mengeluh keringat malam,tidak mengeluh terdapat
perdarahan gusi, mimisan, muntah darah dan tidak BAB hitam serta tidak ada penurunan
berat badan dalam waktu singkat, menstruasi teratur.
Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter sebanyak 5 kali sejak 3 bulan yang lalu,
yang pertama kali datang dengan keluhan perut sakit dan bengkak pada kaki, yang kedua
kalinya pasien masih berobat dengan keluhan yang sama, yang ketiga dan keempat
kalinya pasien berobat dengan keluhan kedua matanya berwarna kuning dan perut
bengkak, setiap periksa pasien diberi obat namun pasien merasa belum ada perubahan
sehingga keluarga pasien membawa pasien ke IGD RSU Kardinah untuk pengobatan
lebih lanjut.
Tujuh hari setelah perawatan beberapa keluhan masih dirasakan seperti perut
membesar (+), nyeri perut kanan atas (+) BAK seperti air teh, BAB hitam dan bengkak
pada kedua kaki (+).
4
RPD
Keluhan serupa sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, riwayat hepatitis disangkal.
Riwayat batuk lama dan pengobatan TB disangkal. Riwayat minum alcohol dan jamu-
jamuan disangkal.
RPK
Riwayat sakit kuning pada Bapak pasien. Bapak pasien tinggal satu rumah dengan pasien,
sudah meninggal 10 tahun yang lalu karena sakit kuning. Riwayat TB disangkal.
Kebiasaan
Pasien tidak merokok, kebiasaan minum-minuman alcohol disangkal, tidak
pernah konsumsi jamu-jamuan. Pola makan pasien biasa 3 kali sehari dengan cukup lauk
dan sayur, tidak sering makan makanan pedas, kecut dan tidak sering mengkonsumsi
kopi.
Sosial Ekonomi
Pasien adalah pedagang yang tinggal bersama seorang suami dan dua orang anak,
biaya rumah sakit tanggungan sendiri.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : lemah, pucat, mata dan wajah kuning
Kesadaran : compos mentis, GCS 15
Tanda Vital
5
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu tubuh : 38 ºC, axillar.
Frekuensi denyut nadi : 94 x/menit kanan = kiri,equal, isi dan tekanan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit
BB : 51 kg
TB :160 cm
BMI : 19,92
Kesan : normoweight
Kepala : mesochepal, simetris (+), atrofi m.temporalis (-), rambut hitam lurus,
distribusi merata, mudah dicabut(-), rontok (-) alopesia (-)
Mata : alis mata simetris, rontok (-), kelopak mata oedem (-), konjungtiva
palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), reflek cahaya(+/+),
pupil isokor(+) dengan diameter 2 mm, ptosis (-)
Hidung : sianosis (-), napas cuping hidung (-) deviasi septum(-), sekret(-)
Telinga : deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan
mastoid(-/-), sekret(-/-)
Mulut : bibir kering(-), pucat (+), lidah hiperemis(-), papil atrofi(-), tremor(-),
stomatitis(-), gusi berdarah(-), bengkak(-), faring hiperemis(-)
Leher : deviasi trachea(-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
limfonodi(-), JVP R+0 cmH2O
Thoraks
6
Inspeksi : Dinding dada kanan dan kiri simetris, statis dan dinamis, spider nevi
(-)sela intercosta melebar (-), retraksi supraklavikular (-), retraksi
intercosta, massa (-),
Paru :
Anterior
Dextra Sinistra
Inspeksi simetris statis dinamis = simetris statis dinamis
Palpasi vocal fremitus (+) = vocal fremitus (+)
Perkusi sonor pada seluruh lapangan = sonor pada seluruh lapangan
paru paru
Auskultasi
Suara dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
Posterior
Dextra Sinistra
Inspeksi simetris statis dan dinamis = simetris statis dan dinamis
Palpasi vocal fremitus = vocal fremitus
Perkusi sonor pada seluruh lapangan = sonor pada seluruh lapangan
paru paru
7
Auskultasi
Suara dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
Gbr. Paru Bag. Depan Gbr. Paru Bag. Belakang
Kesan : dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 cm medial dari linea midclavikularis
sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 cm medial dari linea midclavikularis
sinistra, diameter ictus 2cm, kuat angkat(-), trill(-).
Perkusi :
- Batas kanan : SIC IV, linea parasternalis dextra
- Batas kiri : SIC V, 2 cm medial dari linea midclavikularis sinistra
- Batas atas : SIC II, linea sternalis sinistra
- Batas pinggang : cekung
Kesan : konfigurasi jantung normal
Auskultasi:
Suara dasar : S1 S2 murni, reguler
- Mitral : M1>M2, regular
8
- Trikuspid : T1>T2, reguler
- Aorta : A1<A2, regular
- Arteri pulmonalis : P1<P2, regular
- Suara tambahan : bising (-), gallop(-)
Kesan : suara jantung normal, regular, tidak ada suara tambahan
Abdomen
Inspeksi : perut kencang (+), protuberant (-), jaringan parut(-), masa (-),
venectasi (-) caput medusa (-)
Auskultasi : bunyi peristaltik(+), frekuensi 12 x/menit
Palpasi : supel (-), nyeri tekan epigastric (+) , massa(-), ballotemen
ginjal(-/-), hepar teraba (-), lien teraba (-)
Perkusi : timpani (+), area trob pekak (-), nyeri costovertebra (ketok ginjal)
(-/-), pekak alih (+) pekak sisi (+) meningkat, undulasi (+)
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior Inferior
dex/sin dex/sin
Eritema Palmaris -/-
Jari tabuh -/-
White nail +/+ -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis/ anemis -/- -/-
9
Kekuatan motorik 5/5 5/5
Refleks fisiologis n/n n/n
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
PEMERIKSAAN PENUNJANG
22 September 2010
o Hematoanalisis : Leukosit (9,26.10³/UL), Eritrosit (2,13.106/Ul) ↓, Hb
(7,5 g/dL) ↓ , Hematokrit (23,1%)↓, MCV 108,5↑, MCH 35,2, MCHC
32,5, Trombosit 91.103 /UL, LED 1 : 56 mm/jam ↑, LED 2 : 113
mm/jam ↑
o Kimia klinik : Imunologis :
SGOT 140 U/L↑ HBSAg (+)
SGPT 60 U/L↑
Ureum 9 mg/dl
Creatinine 0,75 mg/dl
Gula 124 mg/dl
24 September 2010
Protein total 7,61 g/dl
Albumin 2,5 g/dl ↓
Globulin 5,46 g/dl ↑
Gamma GT 31,8 U/I
IV. RESUME ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, DAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG
10
Perempuan 35 tahun mengeluh perutnya membesar, nyeri pada bagian kanan atas
perut, demam, kedua mata dan wajahnya berwarna kuning, lemah badan,mual, nafsu
makan berkurang, dan BAB hitam, BAK berwarna kuning pekat seperti air teh, dan
bengkak pada kedua kaki, keluhan bengkak ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didapatkan tanda-tanda
anemia, dilihat dari konjugtiva palpebra inferior dan mulut yang pucat, HB menurun,
AE menurun, hematokrit menurun, anemia jenis makrositik, hepatopati, HBSAg (+),
hipoalbuminemia, hiperglobulinemia.
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Demam Bengkak pada kedua kaki
Ikterik Anemia
Nyeri tekan epigastrium, mual Hepatopati
Lemah badan, nafsu makan berkurang HBSAg (+)
Melena Hipoalbuminemia
Asites Hiperglobulinemia
BAK seperti air teh
VI. DAFTAR MASALAH
- Cirosis hepatis
- Anemia
- Asites dan Edema
VII.RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Problem : Cirosis Hepatis
Assesment : tegakan diagnosis, varises esofagus
IP Diagnosis : USG abdomen, EGD (esogastroduodenoscopy), CT, BT, PT,
APTT
Terapi :
11
- IVFD Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi kalnex 3x1 amp
- Injeksi sotatik 2x1 amp
- Injeksi seftriaxon 2x1 amp
- Methioson 3x1
- Curcuma 3x1
- Sistenol 3x1
- Propanolol 40 mg 2x1
Monitoring : Keadaan umum, vital sign, darah rutin , SGOT, SGPT
Edukasi : Bedrest, penjelasan penyakit, komplikasi penyakit, prognosis
kepada pasien dan keluarga, diet protein 1g/KgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari
2. Problem : Anemia makrositer normokromik
Assesment : anemia karena penyakit hati
IP Diagnosis : folat serum, vitamin B12
Terapi : Viliron 2x1
Transfusi PRC 4 kantong PMI
Monitoring : Keadaan umum, vital sign, ulang darah rutin : HB, HCT, AT, AL,
indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) setiap selesai transfusi.
Edukasi : Bedrest, penjelasan penyakit, rencana tindakan transfusi darah,
komplikasi penyakit, prognosis kepada pasien dan keluarga.
3. Problem : Ascites dan edema
Assesment : Ascites
12
IP Diagnosis : -
Terapi :
- Injeksi Furosemid (Lasix) 3x1 amp
- KSR 3x1 tab
- Letonal (spironolakton) 100 mg 1x1
Monitoring : Lingkar perut
Edukasi : Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan asites.
Diet tinggi kalori dan protein (1-2 gr/kgBB), rendah garam
(mengandung 200-500 mg Na/hari), pembatasan cairan 1-1,5
liter/hari
13
CIROSIS HEPATIS
Definisi
Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati
yang normal oleh lembar – lembar jaringan ikat dan nodula – nodula regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodula – nodula regenerasi ini dapat
kecil (mikronodular) atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi
darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati
secara bertingkat.
Klasifikasi
Terdiri atas :
1. Klasifikasi Etiologi
1.1. Etiologi yang diketahui penyebabnya
1.1.1 Hepatitis virus B dan C
1.1.2 Alkohol
1.1.3 Metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi α 1 antitripsin,
galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan
glikogen
1.1.4 Kolestasis kronik/ sirosis biliar sekunder intra dan ekstra hepatik
1.1.5 Obstruksi aliran vena hepatik.
Penyakit veno oklusif.
Sindrom Budd Chiari.
14
Perikarditis konstriktiva.
Payah jantung kanan.
1.1.6 Gangguan imunologis
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
1.1.7 Toksik dan obat
MTX, INH, Metildopa
1.1.8 Operasi pintas usus halus pada obesitas
1.1.9 Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis (biasanya ada hubungan
dengan etiologi lain)
1.2 Etiologi tanpa diketahui penyebabnya
Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/
heterogenos. Ada yang mendapatkan kekerapan sekitar 50 %, di Inggris 30 %.
Di Perancis dimana alkoholisme sebagai etiologi banyak dijumpai, angka
kriptogenik menurun. Juga di negara di mana faktor etiologi telah diketahui
seperti infeksi hepatitis viral dengan serologik marker, angka kejadian
kriptogenik akan menurun.
2. Klasifikasi Morfologi
Secara makroskopis sirosis dibagi atas :
a. Mikronoduler
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil, merata tersebar di seluruh lobul. Sirosis
mikronoduler besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis makronoduler lebih
dari 3 mm. Sirosis mikronoduler ada yang berubah menjadi makronoduler
sehingga dijumpai campuran mikro dan makronoduler.
b. Makronoduler
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung
nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah
luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
c. Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
15
3. Klasifikasi Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas :
- Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
- Dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal
1. Kegagalan Hati/ hepatoseluler
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung,
mual, dan lain – lain
1.1 Spider nevi/ angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka, dan lengan
atas
1.2 Eritema palmaris
1.3 Asites
1.4 Pertumbuhan rambut berkurang
1.5 Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul :
1.6 Ikterus/ jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik, dan feator hepatik
1.7 Ensefalopati hepatik, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat
amonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
1.8 Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi
protrombin
2. Hipertensi Portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena
mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran
portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke sistem portal akibat
distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu faktor saja misalnya peningkatan
resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah
peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa :
2.1 Prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan
splanknik meningkat tetapi tekanan portal intrahepatik normal.
Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran
splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
16
2.2 Intrahepatik
2.2.1 Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
2.2.2 Sinusoinal (sirosis hati)
2.2.3 Post sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran.
2.3 Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufisiensi trikuspidal.
Patologi, dan Patogonesis
Ada tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus sirosis Laennec,
postnekrotik, dan biliaris.
Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (juga disebut sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi)
merupakan suatu pola sirosis yang aneh yang dihubungkan dengan penyalahgunaan
alhohol kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50 % atau lebih dari seluruh kasus sirosis.
Hubungan yang pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec
tidaklah diketahui, kendatipun asosisasi keduanya demikian jelas dan pasti. Perubahan
pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual di
dalam sel – sel hati (infiltrasi lemak). Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan
pada kwashiorkor (gangguan yang lazim ditemukan di negara – negara berkembang
akibat defisiensi protein yang berat), hipertiroidisme, dan diabetes. Pada pakar umumnya
setuju bahwa minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk
pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam
pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak. Mungkin pula bahwa
individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan, tidak makan secara layak
dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan faktor –
faktor lipotropik yang diperlukan untuk transpor lemak dalam jumlah cukup (kolin dan
metionin). Diketahui bahwa diet rendah protein akan menekan aktivitas dari
dehidrogenase alkohol, yaitu enzim utama dalam metabolisme alkohol, Namun demikian,
17
sebab utama kerusakan pada hati diduga merupakan efek langsung alkohol terhadap sel –
sel hati, yang akan diperberat oleh keadaan malnutrisi.
Degenerasi lemak yang tak berkomplikasi pada hati seperti yang dapat terlihat
pada alkoholisme dini, dapat reversibel asalkan individu tersebut berhenti minum
alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi
sirosis. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, dan tampak berlemak, dan mengalami
gangguan fungsional akibat akumulasi lemak yang banyak tersebut.
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, apalagi bila menjadi semakin hebat,
maka terjadi sesuatu (belum diketahu apa) yang akan memacu seluruh proses sehingga
akan terbentuk jaringan parut yang tersebar luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis
dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis alkoholik. Hepatitis alkoholik
ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoseluler dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua pasien yang memiliki lesi
hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati yang lengkap.
Pada kasus sirosis Laennec yang sangat lanjut, lembaran – lembaran jaringan
ikat yang tebal terbentuk pada pinggir – pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi
nodula – nodula halus. Nodula – nodula ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi
sebagai usaha hati untuk mengganti sel – sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang –
sarang sel – sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas pada dalam kapsula fibrosa yang
tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus. Hati akan
menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis,
dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.
Sirosis Postnekrotik
Sirosis postnekrotik agaknya terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan
hati, menimbulkan nodula – nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan
dipisah – pisahkan oleh jaringan parut, berselang – seling dengan jaringan parenkim hati
normal. Sekitar 75 % kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam
1 hingga 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira – kira 20 % dari seluruh kasus sirosis.
Sekitar 25 % kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyaknya pasien
18
dengan hasil tes HBsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya
merupakan peristiwa yang besar peranannya. Persentase kecil kasus memiliki
dokumentasi intoksikasi dengan bahan kimia industri, racun ataupun obat – obatan seperti
fosfat, kloroform, dan karbon tetraklorida, atau jamur beracun.
Ciri yang agak aneh dari sirosis postnekrotik adalah bahwa tampaknya
merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer (hepatoma). Hal ini juga terlihat
pada sirosis Laennec, namun dalam derajat yang lebih ringan.
Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan
pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini bertanggung jawab atas 15 %
dari seluruh kasus sirosis.
Penyebab sirosis biliaris yang paling umum adalah obstruksi biliaris
posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati
dengan akibat kerusakan sel – sel hati. Terbentuk lembar – lembar fibrosa di tepi lobulus,
namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer
dari sindrom, demikian pula pruritus, malabsorpsi dan steatorea.
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang agak mirip dengan sirosis biliaris
sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebabnya
yang berkaitan dengan lesi – lesi duktulus empedu intrahepatik, tidak diketahui. Sumbat
empedu sering ditemukan dalam kapiler – kapiler dan duktulus empedu, dan sel – sel hati
seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat.
Komplikasi hipertensi portal jarang terjadi.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dan komplikasi sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe
tanpa memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis individual mungkin
memiliki ciri klinis dan biokimia yang agak berbeda. Masa di mana sirosis hati
19
bermanifestasi sebagai masalah klinis hanyalah sepenggal waktu dari riwayat penyakit
yang lengkap. Selama bertahun – tahun, sirosis bersifat laten, dimana perubahan –
perubahan patologis berkembang lambat hingga akhirnya gejala – gejala yang timbal
membangkitkan kesadaran akan kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, fungís hati
mengalami kemunduran secara bertahap.
Gejala dini adalah samar dan nonspesifik, berupa kelelahan, anoreksia,
dispepsia, flatulen, perubahan kebiasan defekasi (konstipasi atau diare), berat badan
sedikit berkurang. Nausea dan muntah, khususnya pada pagi hari. Nyeri tumpul atau
perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas terdapat pada separuh dari
semua penderita. Pada kebanyakan kasus, hati keras dan mudah teraba tanpa memandang
apakah hati membesar atau mengalami atrofi.
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis merupakan akibat dari dua tipe
gangguan fisiologis : gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoseluler
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris (telapak
tangan merah), angioma laba – laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik.
Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali,
varises esofagus dan lambung, serta manifestasi kolateral lain. Asites (cairan dalam
rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi gagal hepatoseluler dan
hipertensi portal. Gambar melukiskan manifestasi klinis primer sirosis.
Manifestasi Payah Hepatoseluler
Ikterus terjadi paling sedikit pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
dan biasanya minimal. Hiperilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Penderita
dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai gangguan reversible fungís hati.
Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus estela bertanding minum alcohol.
Ikterus intermitten merupakan gambaran khas sirosis biliar dan terjadi bila timbal
peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis). Penderita yang meninggal akibat
payah hati biasanya mengalami ikterus.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis
dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati dalam keadaan normal. Angioma
20
laba – laba terlihat pada kulit, khususnya sekitar leher, bahu, dan dada. Angioma ini
terdiri atas arteriola central dari mana memancar banyak pembuluh halus. Angioma laba
– laba, atrofi testis, ginekomastia, alopecia pada dada dan aksila, serta eritema palmaris
(telapak tangan merah) semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan estrogen dalam
sirkulasi. Peningkatan pigmentasi pada kulit diduga akibat aktivitas melanin stimulating
hormone (MSH) yang bekerja secara berlebihan.
Gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecenderungan
berdarah, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Penderita sering mengalami
perdarahan hidung, gusi, menstruasi yang berat, dan mudah memar. Masa protrombin
dapat memanjang. Manifestasi ini merupakan akibat berkurangnya pembentukan factor –
factor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia dan trombositopenia diduga akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (splenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel – sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia
adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi sekunder akibat kehilangan darah, dan
peningkatan hemolisis sel darah merah. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.
Edema perifer umumnya terjadi estela timbulnya asites, dan dapat dijelaskan
sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Kegagalan sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik merupakan penyebab retensi natrium
dan air.
Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang ditemukan pada napas penderita,
khususnya pada koma hepatikum, dan diduga akibat ketidakmampuan hati dalam
metabolisme metionin.
Gangguan neurologik yang paling serius pada sirosis lanjut adalah ensefalopati
hepatik (koma hepatikum). Diduga akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin. Timbulnya ensefalopati hepatik sering merupakan
keadaan terminal sirosis dan akan dibicarakan lebih mendalam kemudian.
Manifestasi Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang
menetap diatas tingkat normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang penyakit
21
dasarnya, mekanisme primer yang menimbulkan hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi aliran darah melalui hati. Di samping itu, biasanya terjadi peningkatan aliran
arteria splangnikus. Kedua faktor yang mengurangi aliran keluar melalui vena hepatika
dan meningkatkan aliran masuk bersama – sama menghasilkan bebab berlebihan pada
sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya kolateral
guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem portal
menyebabkan splenomegali dan bertanggung jawab sebagian atas timbulnya asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperanan adalah retensi natrium dan air dan
peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal yaitu
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan
dilatasi vena – vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70 %
penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan
timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena – vena sekitar umbilikus (kaput
medusa). Dilatasi anastomosis antara cabang – cabang vena mesenterika inferior dan
vena – vena rektum sering mengakibatkan terjadinya hemoroid interna. Perdarahan dari
hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan pada
esofagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis
dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan dan tekanan darah
yang meningkat pada vena lienalis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat
menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati. Pemeriksaan darah bisa
22
dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer. Anemia bisa akibat
hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu
rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang
berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul
akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peningkatan kadar gama GT
sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan
laboratorium biliribin, transaminase dan gama GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
Albumin. Kadar albumin yang merendah mencerminkan kemampuan sel hati
yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan
tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stres seperti tindakan operasi.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati.
Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan
CHE menuju normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai normal mempunyai
prognosis yang jelek.
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na kurang dari 4 meq/l
menunukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan
hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis.
Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lajut disebabkan kurangnya
kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tetap tinggi
menunjukkan prognosis kurang baik.
Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb,
HbeAG/HbeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi
sirosis hati. Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah
telah terjadi transformasi kearah keganasan. Nilai AFP yang terus naik mempunyai
23
nilai diagnosik untuk suatu hepatoma/kanker hati primer. Nilai AFP > 500-1000
mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Hati.
Perkiraan hati besar, biasanya hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil
artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya
sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir
hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.
2.2 Limpa.
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :
1. Schufner. Hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilikus (S I-
IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (S V-VII)
2. Hacket. Bila limpa membesar ke bawah saja (H I-V).
2.3 Perut dan ekstra abdomen.
Pada perut diperhatikan vena kolateral dan asites.
2.4 Manifestasi di luar perut.
Perhatikan adanya spider nervi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medussae dan tubuh bagian dalam. Perlu diperhatikan adanya
eritema palmaris, ginekomastia dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai
hemoroid.
3. Pemeriksaan Penunjang Lainnya.
3.1 Radiologi.
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
3.2 Esofagoskopi.
Dengan esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi adalah dapat melihat langsung sumber
24
perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan
terjadinya perdarahan (red color sign/RCS) berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarhan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai
tanda difus redness. Selain tanda tersebut dapat dievaluasi besar dan panjang
varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
3.3 Ultrasonografi.
Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan
rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, permukaan, pembesaran,
homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran
saluran empedu/IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space
occupying lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama
stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu
dan saluran empedu dll.
3.4 Angiografi.
Angiografi selektif, seliak gastrik atau splenofotografi terutama pengukuran
tekanan vena porta. Pada beberapa kasus prosedur ini sangat berguna untuk
melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor
atau kista.
Pemeriksan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bila ditandai tanda-tanda infeksi (peritoneal bakterial
spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis,
kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase, dan lipase.
Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi marker dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pememriksaan fisik, laboratorium, USG. Pada kasus
25
tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati/peritenoskopi. Sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata kadang tidak sulit menegakkan diagnosis sirosis hati
dengan adanya :
Splenomegali
Asites
Edem pretibial
Laboratorium biokimia khususnya albumin
Tanda kegagalan hati berupa eritema palmaris, spider nervi, vena kolateral.
Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda dibawah ini sudah dapat
menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi.
1. asites
2. splenomegali
3. perdarahan varises (hematemesis)
4. albumin yang merendah
5. spider nervi
6. eritema palmaris
7. vena kolateral
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasiya.
Komplikaksi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi skunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
26
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
Salah satu manifestasi porta adalah varises esofagus. 20 - 40 % pasien sirosis dengan
varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematian sangat tinggi,
sebanyak 2/3 akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan
untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat
hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.
Pengobatan
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat
dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang
timbulnya komplikasi.
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein,
lemak secukupnya (DH III – IV). Bila timbul ensefalopati protein dikurangi
(DH I)
2. Pasien sirosis hati dengan penyebab yang diketahui seperti :
2.1 Alkohol dan obat – obat lain dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh, Dengan diet tinggi kalori (3000 kalori) kandungan
protein makanan sekitar 70 – 90 g sehari.
Untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan
pemberian D penicilamine dan colchicine.
2.2 Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung
besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi dua kali
seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.
27
2.3 Pada penyakit Wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan
D penicilamine (chelating agent) 20 mg/ kgBB/ hari yang akan
mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urin.
2.4 Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
3. Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul
3.1 Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/ hari dan total cairan
1,5 l/ hari. Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai
dengan dosis awal 4 x 25 mg/ hari dinaikkan sampai total dosis 800
mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya
pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1 kg/
hari.
Bila perlu dikombinasi dengan furosemid (bekerja pada tubulus
proksimal) atau dilakukan filter cairan asites dengan Le Veen shunt.
3.2 Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus
perdarahan saluran cerna atas.
3.2.1 Pertama dilakukan pemasangan NG tube untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari saluran cerna, di samping
melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung
3.2.2 Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg,
nadi diatas 100 x/ menit atau Hb dibawah 9 g % dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrosa/ salin dan
transfusi darah secukupnya
3.2.3 Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan D 5 %
atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali
3.2.4 Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan
perdarahan varises
28
3.2.5 Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi
kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises.
Skleroterapi dilakukan pada Child ABC
3.2.6 Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan
transeksi esofagus (operasi Tanners).
Tindakan tersebut diatas dapat dilakukan pada saat perdarahan,
setelah dilakukan resusitasi dan ini merupakan tindakan
darurat. Dinamakan tindakan elektif bila dilakukan setelah
lewat masa darurat tersebut.
3.2.7 Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan
laser dan heat probe
3.2.8 Bila tidak tersedia fasilitas di atas, untuk mencegah rebleeding
dapat diberikan propanolol
3.3 Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti
pemberian KCl pada hipokalemia, mengurangi pemasukan protein
makanan dengan memberi diet DH I, aspirasi cairan lambung bagi
pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma
untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen dan pemberian duphalac 2
x 2 sendok makan, pemberian neomisin per oral untuk sterilisasi usus
dan pemberian antibiotik (ampisilin atau sefaosporin) pada keadaan
infeksi sistemik.
Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati (living
related liver transplantation (LRLT). Transplantasi dengan
menggunakan bahan cadaveric liver banyak mengalami kegagalan
karena problem imunologis dan penolakan.
3.4 Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis
alkoholik dengan asites. Pada pasien demikian sekitar 10 – 30 %
menderita PBS. Terapi diberikan antibiotik pilihan seperti sefotaksim
2 g/ 8 jam, i.v.
3.5 Sindrom hepatorenal/ nefropati hepatik.
29
Prognosis biasanya jelek, cepat menjadi ireversibel dan diakhiri
dengan kematian. Dijumpai gangguan fungsi ginjal akut pada pasien
sirosis hati dengan asites berupa hiponatremua, gangguan asam basa,
alkalosis respiratorik, asidosis laktik, nekrosis tubular akut (ATN), dan
sindrom hepatorenal (SHR).
Faktor pencetus SHR berupa obat NSAIDs, laktulosa, diuresis
berlebihan akibat pemakaian diuretik, parasentesis abdominal tanpa
pemberian cairan koloidal.
Terapi : penanganan SHR. Setelah diagnosis ditegakkan, imbangan air
dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian
antibiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra
hati – hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul
perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal. Dapat dicoba prosedur
pintas Le Veen.
Syarat Diet untuk Penderita Penyakit Hati
Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan makanan cukup
untuk mempercepat perbaikan fungsi hati tanpa memperberat kerja hati. Syaratnya adalah
sebagai berikut :
- Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein
disesuaikan dengan keadaan penderita
- Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi
penderita
- Cukup vitamin dan mineral
- Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air
- Mudah dicerna dan tidak merangsang
- Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan
Macam-Macam Diet untuk Penderita Penyakit Hati
30
Diet I : Untuk Penderita Sirosis Hati yang Berat dan Hepatitis Akut Prekoma
Biasanya diberikan makanan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana
misalnya sari buah, sirup, teh manis. Pemberian protein sebaiknya dihindarkan. Bila
terjadi penimbunan cairan atau sulit kencing maka pemberian cairan maksimum 1 liter
perhari. Diet ini sebaiknya diberikan lebih dari 3 hari
Diet II : Diberikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan mulai
timbul nafsu makan
Diet berbentuk lunak atau dicincang, tergantung keadaan penderita. Asupan protein
dibatasi hingga 30 gram perhari, dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
Diet III: Untuk penderita yang nafsu makannya cukup baik
Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung keadaan penderita. Kandungan protein bias
sampai 1 g/kgBB, lemak sedang dalam bentuk mudah dicerna.
Diet IV : Untuk penderita yang nafsu makannya telah membaik, dapat menerima
protein dan tidak menunjukan sirosis aktif
Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung kesanggupan penderita. Kalori, kandungan
protein dan hidrat arang tinggi, lemak, vitamin dan mineral cukup.
Kelompok Makan sehari-hari, dapat di bagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok kuning
Makanan yang digunakan sebagai sumber energy seperti nasi, kentang, minyak
gula dan kue. Asupan makanan dari kelompok ini harus ditetapkan jumlahnya
perhari.
2. Kelompok hijau
Kelompok makananyang harus dimakan sesuai kebutuhan. Contohnya sayur-
sayuran dan buah-buahan. Karena mengandung serat, makanan ini bias mencegah
konstipasi. Makanan ini mengandung juga vitamin dan mineral.
3. Kelompok merah
31
Terdiri atas makanan banyak protein misalnya daging, telur, ikan dan lain-lain.
Konsumsi makanan kelompok ini harus berhati-hati karena bila dikonsumsi dalam
jumlah berlebih akan mengakibatkan peningkatan kadar ammonia dalam darah.
Prognosis
Klasifikasi child dipakai sebagai petunjuk prognosis dari pasien sirosis hepatis.
Parameter klinisDerajat Klasifikasi
1 2 3Bilirubin (mg/dl) < 1,5 1,5 – 3 > 3Albumin (g/dl) > 3,5 3 – 3,5 < 3Ascites Tidak ada Terkontrol Tidak TerkontrolDefisit neurologik Tidak ada Minimal Berat/komaNutrisi Baik Sedang Buruk
ANEMIA
Anemia ditegakkan dengan hasil pemeriksaan darah yaitu meliputi menurunnya kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipergunakan
adalah kadar hemoglobin, di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai criteria
hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia.
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab yaitu pada dasarnya di sebabkan oleh karena 1) gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang 2) Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan) 3)
proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
32
Klasifikasi anemia bermacam macam, berdasarkan gambaran morfologik yang
melihat dari indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dan ada juga yang di klasifikasikan
berdasarkan etiopatogenesis.
Pemeriksaannya diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik yang
terdiri dari : pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan sumsum
tulang, pemeriksaan khusus.
Pengelolaannya yaitu dengan memperhatikan beberapa hal :
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitive yang
telah ditegakkan terlebih dahulu
2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3) Pengobatan anemia dapat berupa :
a. Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut
akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien atau pada anemia
pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik
b. Terapi suportif
c. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
d. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut.
4) Dalam keadaan diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, terpaksa
memberikan terapi percobaan, tetapi harus dipantau dengan ketat terhadap
respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan
evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-
tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfuse hanya
diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah
jantung. Disini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada
anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu
33
transfuse diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika
kerja cepat seperti furosemid sebelum transfuse.
34