pengaruh zeolit pada pembentukan gas metana … · biogas sebagian besar tersusun atas gas ch 4 dan...
TRANSCRIPT
HERA KHAIRUL UMMAH
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PENGARUH ZEOLIT PADA PEMBENTUKAN GAS METANA
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Zeolit pada
Pembentukan Gas Metana dan Pertumbuhan Tanaman adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Hera Khairul Ummah
NIM G44110088
ABSTRAK
HERA KHAIRUL UMMAH. Pengaruh Zeolit pada Pembentukan Gas Metana
dan Pertumbuhan Tanaman. Dibimbing oleh ZAENAL ABIDIN dan SRI
SUGIARTI.
Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik dalam kondisi tanpa
oksigen. Biogas sebagian besar tersusun atas gas CH4 dan CO2, serta sebagian
kecil gas H2S, NH3, dan hidrokarbon. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh zeolit pada pembentukan gas metana dan pertumbuhan tanaman.
Biogas dibuat melalui proses fermentasi dari kotoran sapi dan limbah rumah
tangga selama 14 hari, kemudian volume gas metana diukur menggunakan
penganalisis metana Cosmos XP-3140. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa zeolit mempercepat proses pembentukan gas dan meningkatkan produksi
gas metana. Pupuk cair yang dihasilkan dari proses fermentasi digunakan
sebagai media tanam untuk tanaman kangkung. Berdasarkan uji ANOVA dan uji
Duncan menggunakan program SPSS, zeolit juga berpengaruh nyata pada
pertumbuhan tanaman. Nilai pH optimum pupuk adalah 6.2-8.0, namun nilai pH
pupuk yang dihasilkan kurang dari rentang pH optimum. Syarat mutu pupuk
organik menurut SNI 19-7030-2004, kandungan minimum unsur hara nitrogen
(N) 0.40%, fosforus (P2O5) 0.10%, dan kalium (K2O) 0.20%. Berdasarkan data
yang dihasilkan, hanya kadar nitrogen dan fosforus pada pupuk padat yang
memenuhi indikator minimum mutu pupuk organik menurut SNI.
Kata kunci: biogas, gas metana, zeolit
ABSTRACT
HERA KHAIRUL UMMAH. Zeolites Influence on The Formation of Methane
Gas and Plant Growth. Supervised by ZAENAL ABIDIN and SRI SUGIARTI.
Biogas is mostly composed of CH4 dan CO2, as well as small portion of
H2S, NH3, and hydrocarbons. The purpose of this study is to analyze the effect
of zeolite on formation of methane gas and plant growth. The biogas was
prepared from fermented manure and household waste for 14 days and the
volume of methane was measured using Cosmos XP-3140 methane analyzer.
The results showed that the zeolites accelerate the gas formation and increase the
production of gas. Liquid fertilizer produced from the fermentation process was
used as growing medium for plant kale. By ANOVA and Duncan tests using the
SPSS program, the zeolite also significantly affect the plant growth. The
optimum pH value fertilizer was 6.2-8.0, but the pH of manure produced less
than the optimum pH range. Quality indicators for organic fertilizer according to
SNI 19-7030-2004 are minimum content of nitrogen (N) 0.40%, phosphorus
(P2O5) 0.10%, and potassium (K2O) 0.20%. Based on the resulting data, only
nitrogen and phosphorus levels in the solid fertilizer meet the minimum
requirement for organic fertilizer according to SNI.
Keywords: biogas, methane gas, zeolite
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
PENGARUH ZEOLIT PADA PEMBENTUKAN GAS METANA
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
HERA KHAIRUL UMMAH
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT segala limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pengaruh Zeolit pada Pembentukan Gas Metana dan Pertumbuhan Tanaman.
Penelitian ini dilaksakan sejak bulan Mei hingga November 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Zaenal Abidin, SSi,
MAgr dan Ibu Sri Sugiarti, PhD selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan kepada penulis selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak, Ibu, serta keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Ucapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Monik Anastasia, Ines Hari Stafuri,
dan Anistya Nurhasanah yang telah membantu penulis. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2016
Hera Khairul Ummah
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1 BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2 Metode 2 Preparasi Sampel 3 Analisis Pupuk 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Analisis Biogas 5 Pengaruh Zeolit Terhadap Pertumbuhan Tanaman 7
SIMPULAN DAN SARAN 10 Simpulan 10 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11 LAMPIRAN 12
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur Zeolit 1
2 Rangkaian alat pembuatan biogas 3
3 Penganalisis metana Cosmos XP-3140 3
4 Pembentukan biogas pada beberapa komposisi bahan baku sampel 6
5 Volume gas metana pada beberapa komposisi bahan baku sampel 7
6 Pengaruh zeolit terhadap jumlah tanaman 8
7 Pengaruh zeolit terhadap tinggi tanaman 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 12
2 Kadar unsur hara pupuk dan nilai pH 13
3 Hasil analisis uji ANOVA dan uji Duncan 15
PENDAHULUAN
Banyaknya rumah makan yang berada di sekitar kampus Institut Pertanian
Bogor menimbulkan banyak sampah dari sisa makanan yang terbuang. Kurangnya
kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah juga menimbulkan dampak
banyaknya sampah yang tidak terolah dengan baik. Pengolahan sampah dapat
dilakukan dengan cara daur ulang atau menjadikan sampah sebagai bahan baku
dalam pembuatan biogas. Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik di
dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobic process). Proses pembuatan biogas ini
berlangsung selama pengolahan bahan organik atau fermentasi (Putro 2007).
Biogas tersusun atas campuran 55-70% CH4, 30-45% CO2, sejumlah kecil NH3
(80-100 ppm), H2S (1000-3000 ppm), dan hidrokarbon (<100 ppm) yang
diproduksi dalam proses dekomposisi anaerobik bahan organik (Vicario et al.
2010).
Gas H2S yang dihasilkan dari proses penguraian zat makanan dan kotoran
dilakukan oleh mikroba dalam kondisi anaerob. Namun, gas H2S bersifat toksik
bagi manusia sehingga produksinya harus dikurangi. Pengurangan gas H2S ini
dapat meningkatkan produksi gas metana (Vicario et al. 2010). Selain gas H2S,
gas NH4+ juga dikurangi dengan proses absorpsi oleh zeolit menggunakan reaksi
pertukaran kation. Tingginya konsentrasi NH4+ akan bersifat toksik pada reaksi
anaerob dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri metana (Tada et al. 2005).
Pengurangan produksi gas H2S dan NH4+ ini dilakukan dengan penambahan zeolit
ke dalam campuran limbah rumah tangga dan kotoran sapi. Zeolit memiliki
kemampuan untuk melepaskan ion ammonium dari air limbah (Kotsopoulos et al.
2008).
Zeolit alam adalah suatu senyawa alumina silikat yang mempunyai struktur
rangka tiga dimensi dari tetrahedral (SiAl)O4 dan mengandung pori-pori yang
terisi molekul-molekul air dan kation-kation yang dapat dipertukarkan (Husaini
2003).
Gambar 1 Struktur Zeolit
Zeolit banyak digunakan sebagai agen penukar ion pada penjernihan dan
pemurnian air, serta aplikasi lainnya baik domestik maupun komersial. Pada
bidang ilmu kimia, zeolit biasanya digunakan untuk memisahkan molekul-
molekul (hanya molekul dengan bentuk dan ukuran tertentu saja yang dapat lewat),
dan sebagai jebakan molekul agar dapat dianalisis. Zeolit memiliki potensi
menyediakan proses separasi yang tepat dan spesifik untuk gas-gas termasuk
penghilangan H2O, CO2, dan SO2 dari aliran gas alam kualitas rendah (Hasibuan
2012).
2
Laju proses fermentasi anaerob sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi mikroorganisme, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
temperatur, derajat keasaman (pH), kandungan air, dan bahan baku sampel. Faktor
yang pertama adalah temperatur. Temperatur pembentukan biogas antara 20-40 oC
dengan temperatur optimum yaitu 27 oC-30 oC. Faktor kedua adalah derajat
keasaman (pH). Nilai pH yang dibutuhkan adalah antara 6.2-8. Pada rentang pH
yang tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimal dan bahkan
dapat menyebabkan kematian yang menghambat perolehan gas metana. Faktor
ketiga adalah kandungan air. Kandungan air yang tinggi ditunjukkan dengan
campuran limbah rumah tangga dan kotoran sapi yang telah dihancurkan bebentuk
seperti bubur. Faktor keempat adalah bahan baku sampel (Amaru 2004). Bahan
baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran sapi dan limbah rumah
tangga.
Penelitian ini bertujuan membuat biogas dari campuran limbah rumah
tangga dan kotoran sapi untuk memproduksi gas metana. Volume gas metana
yang dihasilkan diukur menggunakan penganalisis metana Cosmos XP-3140.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh zeolit terhadap
pembentukan gas metana yang dihasilkan selama 14 hari dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman kangkung yang dilakukan selama 30 hari.
Pengaruh perlakuan penambahan zeolit terhadap respon tanaman dianalisis
dengan ANOVA dan uji Duncan menggunakan program Statistical Product and
Service Solutions (SPSS).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah galon 19 L, probe
karet, selang plastik, pipa kaca, kran gas, penganalisis metana Cosmos XP-3140,
timbangan, labu Kjedahl, labu didih, erlenmeyer, buret, pipet, stirer, fotometer
nyala, dan spektrofotometer serapan atom.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran sapi,
limbah rumah tangga yang terdiri atas campuran nasi dan sayuran, zeolit alam
Nanggung, selenium campuran, H2SO4, akuades, asam borat 1%, indikator
Conway, NaOH 40%, HCl, pereaksi PB, dan pereaksi PC.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai bulan November
2015 di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Laboratorium Ilmu Tanah IPB.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama merupakan preparasi
sampel dan pembuatan biogas yang dilakukan selama 14 hari. Tahap kedua adalah
penanaman tanaman kangkung menggunakan pupuk cair organik yang dihasilkan
dari campuran kotoran sapi dan limbah rumah tangga, dan analisis unsur hara
pada pupuk. Secara umum bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3
Preparasi Sampel
Sebanyak 5 kg sampel yang terdiri atas campuran kotoran sapi dan limbah
rumah tangga. Sampel dibuat lima buah tanpa diberi tambahan zeolit dengan rasio
kotoran sapi dan limbah rumah tangga, yaitu 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan
0:100. Serta dibuat tiga buah sampel yang ditambahkan zeolit sebanyak 10 g
dengan rasio kotoran sapi dan limbah rumah tangga, yaitu 75:25, 50:50, dan 25:75.
Sampel tersebut ditambahkan air sebanyak 10 kg, lalu diaduk agar kotoran sapi
dan limbah rumah tangga bercampur dengan baik. Sampel tersebut dibiarkan
selama 14 hari agar gas yang dihasilkan maksimal.
Gambar 2 Rangkaian alat pembuatan biogas
Gas yang telah terbentuk dianalisis menggunakan penganalisis metana
Cosmos XP-3140. Gas yang terkumpul di dalam ban dihisap oleh pompa dari
penganalisis metana Cosmos XP-3140, kemudian gas tersebut mengalir melalui
pipa hingga mencapai detektor dan gas yang terdeteksi diubah menjadi sinyal
analog sehingga volume dari gas tersebut dapat terbaca pada layar monitor.
Setelah gas dianalisis, campuran kotoran sapi dan limbah nasi digunakan sebagai
kompos bagi tanaman.
Gambar 3 Penganalisis metana Cosmos XP-3140
Pupuk cair yang dihasilkan setelah 14 hari digunakan sebagai pupuk untuk
tanaman kangkung yang ditanam secara hidroponik. Sebanyak 500 g pupuk cair
organik diencerkan ke dalam 10 kg air dan dimasukkan ke dalam wadah yang
menjadi tempat penanaman kangkung. Selain pupuk cair organik, digunakan pula
satu perlakuan tambahan dengan menggunakan pupuk hiponex. Sebanyak 10 g
4
pupuk hiponex dilarutkan ke dalam 10 kg air dan dimasukkan ke dalam wadah.
Pertumbuhan tanaman kangkung diamati selama 30 hari.
Analisis Pupuk (Balittanah 2005)
Sampel pupuk cair organik ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam labu
Kjedahl. Kemudian ditambahkan 0.25-0.5 g selenium campuran dan 3 mL H2SO4,
lalu dikocok hingga campuran merata. Selanjutnya didestruksi sampai sempurna
dengan suhu bertahap dari 150 oC hingga mencapai suhu maksimum 350 oC dan
diperoleh cairan jernih kuning kehijauan (3-3.5 jam). Setelah dingin, larutan hasil
destruksi diencerkan dengan sedikit akuades agar tidak mengkristal.
Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator
volume 250 mL, lalu ditambahkan air bebas ion hingga mencapai setengah
volume labu didih dan ditambahkan sedikit batu didih. Kemudian disiapkan
penampung destilat, yaitu 10 mL asam borat 1 % dalam erlenmeyer volume 100
mL yang dibubuhi 3 tetes indikator Conway. Proses destilasi dilakukan dengan
menambahkan 20 mL NaOH 40%, destilasi dihentikan apabila volume cairan
dalam erlenmeyer sudah mencapai 75 mL. Destilat dititrasi dengan HCl yang
sudah distandarisasi, hingga mencapai titik akhir (warna larutan berubah dari hijau
menjadi merah jambu seulas).
Kadar N (%)=(A mL-A1 mL) x Ar N x N HCl x1000
bobot contoh x 10000
Keterangan :
A = volume akhir
A1 = volume blanko
10000 = konversi dari ppm ke persen
Pengukuran Kadar Unsur P
Ekstrak hasil destruksi dipipet sebanyak 1 mL. Kemudian diencerkan 5 dan
10 kali untuk pupuk cair, sedangkan untuk pupuk padat diencerkan sebanyak 1000
kali. Setelah diencerkan, ekstrak tersebut dipipet sebanyak 5 mL, kemudian
ditambahkan 5 mL pereaksi PB serta 5 tetes PC. Lalu dikocok menggunakan stirer
sampai homogen dan dibiarkan selama 15 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran deret standar dan sampel menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom.
Kadar P (%)=(Abs contoh-Abs blanko)x fp
Slope standar x 10000
Kadar P₂O₅(%)= BM P₂O₅ x Kadar P (%)
BM 2P
Keterangan :
10000 = konversi dari ppm ke persen
fp = faktor pengenceran
Slope = didapatkan dari grafik antara konsentrasi standar dan absorbansinya
5
Pengukuran Kadar Unsur K
Ekstrak hasil destruksi diencerkan sebanyak 5 dan 10 kali. Kemudian
dilakukan pengukuran deret standar dan sampel menggunakan fotometer nyala.
Kadar K (%)= (emisi contoh-emisi blanko) x fp
slope standar x 10000
Kadar K₂O (%)= BM K₂O x Kadar K (%)
BM 2K
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Biogas
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap, yaitu hidrolisis, pengasaman, dan
metanogenik (Haryati 2006). Pada tahap hidrolisis, mikroba hidrolitik
mendegradasi senyawa organik kompleks yang berupa polimer menjadi
monomernya seperti perubahan polisakarida menjadi gula (monosakarida dan
disakarida). Berikut merupakan reaksi perubahan selulosa menjadi glukosa :
(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)
Tahapan kedua adalah tahap pengasaman. Tahap pengasaman terdiri atas dua
proses, yaitu asidogenesis dan asetogenesis. Pada proses asidogenesis bakteri
pengurai asam menguraikan senyawa glukosa menjadi asam asetat, asam butirat,
dan asam propionat dengan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2
C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O
Pada proses asetogenesis, hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi
produksi metana berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Pembentukan asam
asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen,
tergantung kondisi oksidasi dari bahan organik yang digunakan. Bakteri
asetogenik mengubah etanol, asam propionat, dan asam butirat menjadi asam
asetat dengan reaksi sebagai berikut :
CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + 2H2
CH3CH2COOH + 2H2O CH3COOH +CO2 +3H2
CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2CH3COOH + 2H2
Tahapan ketiga adalah tahapan metanogenik, pada tahap ini terjadi proses
pembentukan gas metana. Gas metana dihasilkan dari asam asetat atau dari proses
reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik dan hidrogenotropik (Santoso
6
2010). Pada tahapan ini bakteri metana membentuk gas metana dengan reaksi
berikut :
CH3COOH CH4 + CO2
2H2 + CO2 CH4 + 2H2O
Penelitian ini dilakukan dengan membuat perbandingan bahan baku dan air
1:2, sedangkan pada penelitian Saputro dan Artianti (2004) dilakukan beberapa
variasi perbandingan feses sapi dan air. Saputro dan Artianti (2004) menyatakan
bahwa kenaikan kadar air akan meningkatkan produksi biogas dan berdasarkan
penelitian tersebut perbandingan feses sapi dan air yang menghasilkan volume gas
paling banyak adalah feses sapi berbanding air 1:3.
Pembentukan biogas dari kotoran sapi dan limbah rumah tangga dilakukan
selama 14 hari. Perbandingan kotoran sapi dan limbah rumah tangga selanjutnya
akan disebut dengan K:L. Pengamatan pembentukan biogas ini dilakukan dengan
mengukur besar ban yang digunakan sebagai penampung gas secara kualitatif.
Berdasarkan data yang dihasilkan (Gambar 4) dapat diketahui bahwa pada semua
perlakuan kecuali perlakuan K:L (50:50) dan K:L (100:0) gas sudah terbentuk
sejak hari pertama. Volume gas pada komposisi K:L (25:75) dan K:L (75:25)
sama dan konstan selama 14 hari. Gas dengan komposisi K:L (50:50) baru
terbentuk pada hari ke-8 dan mengalami pertambahan volume pada hari ke-14.
Pada komposisi K:L (100:0) gas tidak terbentuk sampai hari ke-12 dan baru
terbentuk pada hari ke-13, namun gas yang terbentuk sangat sedikit. Perlakuan
dengan komposisi K:L (0:100) menghasilkan volume gas yang besar sejak hari
pertama dan mengalami peningkatan hingga hari ke-14.
Gambar 4 Pembentukan biogas pada beberapa komposisi kotoran sapi (K), limbah
rumah tangga (L), dan zeolit (Z) : ( ) K:L (0:100), ( ) K:L (25:75),
( ) K:L (50:50), ( ) K:L (75:25), ( ) K:L (100:0), ( ) K:L+Z
(25:75), ( ) K:L+Z (50:50), ( ) K:L+Z (75:25)
Perlakuan menggunakan penambahan zeolit dengan komposisi K:L (25:75)
memiliki volume gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua komposisi
lainnya. Namun pada komposisi tersebut volume gas menurun pada hari ke-14.
Sedangkan komposisi K:L (50:50) dengan penambahan zeolit menghasilkan
volume gas yang konstan dari hari pertama hingga hari ke-14. Namun volume gas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Inte
nsi
tas
Gas
Hari ke-
7
yang dihasilkan relatif lebih rendah dari K:L (25:75). Komposisi K:L (75:25)
dengan penambahan zeolit memiliki gas yang konstan pada minggu pertama dan
sedikit meningkat pada hari ke-8 kemudian konstan kembali hingga hari ke-14.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa penambahan zeolit dapat
mempercepat pembentukan gas tetapi volume gas yang dihasilkan lebih rendah
dari perlakuan tanpa penambahan zeolit.
Berdasarkan volume gas metana yang dihasilkan (Gambar 5) dapat
diketahui bahwa zeolit mempengaruhi pembentukan gas metana. Nilai gas yang
dihasilkan dari dua perlakuan tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Zeolit
dapat mempercepat terjadinya pembentukan gas metana dari campuran kotoran
sapi dan limbah rumah tangga. Namun kerja zeolit menurun seiring pertambahan
komposisi kotoran sapi. Secara kualitatif sampel tanpa penambahan zeolit
menghasilkan gas yang lebih besar, namun hal ini tidak mempengaruhi banyaknya
gas metana yang dihasilkan pada sampel tersebut. Hal tersebut disebabkan karena
adanya beberapa gas lain selain gas metana yang dihasilkan dari sampel tersebut.
Namun dalam penelitian ini hanya di ukur gas metana saja, sehingga volume gas
yang terbaca hanya volume gas metana.
Gambar 5 Volume gas metana pada beberapa komposisi kotoran sapi (K), limbah
rumah tangga (L), dan zeolit (Z) : (1) K:L (0:100), (2) K:L (25:75), (3)
K:L (50:50), (4) K:L (75:25), (5) K:L (100:0), (6) K:L+Z (25:75), (7)
K:L+Z (50:50), (8) K:L+Z (75:25)
Pengaruh Zeolit Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6.0-8.0. Derajat keasaman bahan
pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6.0-7.0)
(Sinaga 2009). Namun pada penelitian ini pH pupuk organik yang dihasilkan
kurang dari 7.0 sehingga kurang optimal dalam penggunaannya. Oleh karena itu,
penggunaan pupuk organik biasanya ditambahkan kapur agar pH pupuk
mendekati normal, namun pada penelitian ini hanya digunakan pupuk organik saja
dalam penanaman tanpa dilakukan penambahan kapur untuk menaikkan pH pupuk.
Penambahan zeolit pada penelitian ini pun tidak berpengaruh terhadap nilai pH.
Penelitian ini menggunakan pupuk cair organik yang dihasilkan dari
campuran kotoran sapi dan limbah rumah tangga sebagai media tanam. Pupuk cair
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8
Gas
Met
ana
(%vo
l)
Perlakuan
8
organik merupakan larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat
secara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara,
dan mampu menyediakan hara secara cepat (Hadisuwito 2007).
Pupuk cair organik digunakan untuk menanam kangkung secara hidroponik
selama empat minggu. Setelah empat minggu dapat dilihat tinggi dan banyak
tanaman yang tumbuh pada setiap perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap respon tanaman, data yang diperoleh dianalisis dengan
ANOVA menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
yang terdapat pada Lampiran 3 dan dilakukan uji lanjut, yaitu uji Duncan karena
hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap
respon. Berdasarkan hasil uji Duncan diketahui bahwa komposisi K:L (25:75),
K:L (50:50), dan K:L (75:25) dengan penambahan dan tanpa penambahan zeolit
memiliki hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian
zeolit memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan tanaman
dengan penambahan pupuk hiponex memberikan respon yang lebih baik. Hal ini
dapat disebabkan kandungan unsur hara dalam pupuk hiponex lebih baik
dibandingkan unsur hara dalam pupuk cair organik yang dibuat dalam penelitian
ini.
Gambar 6 Pengaruh zeolit terhadap jumlah tanaman : (1) air+hiponex, (2) K:L
(0:100), (3) K:L (25:75), (4) K:L (50:50), (5) K:L (75:25), (6) K:L
(100:0), (7) K:L+Z (25:75), (8) K:L+Z (50:50), (9) K:L+Z (75:25)
Berdasarkan jumlah tanaman yang dihasilkan (Gambar 6) dapat diketahui
bahwa penambahan zeolit berpengaruh terhadap jumlah tanaman yang tumbuh.
Namun terdapat satu galat pada komposisi K:L (75:25) karena jumlah tanaman
dengan perlakuan dengan penambahan zeolit menghasilkan tanaman lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman tanpa penambahan zeolit. Hal ini dapat disebabkan
karena ammonium yang terjerap dalam zeolit belum terdistribusi dengan baik.
Sedangkan komposisi K:L (25:75) dan K:L (50:50) dengan penambahan zeolit
memiliki jumlah tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan
tanpa penambahan zeolit. Hal tersebut dapat disebabkan karena zeolit yang
menjerap NH4+ dapat melepaskan kembali unsur nitrogen dalam bentuk ion
ammonium dan mendistribusikannya pada tanaman saat dijadikan sebagai pupuk.
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jum
lah T
anam
an
Perlakuan
9
Berdasarkan sifat pertukaran ion yang tinggi, zeolit dapat mengikat dan
menyimpan sementara unsur-unsur hara dalam pupuk kemudian melepaskan
kembali ke pupuk tersebut saat tanaman membutuhkan nitrogen karena sifat
selektivitas adsorpsi zeolit yang tinggi terhadap ion ammonium. Kemampuan
zeolit dalam menjerap ion ammonium menghambat perubahan ammonium
menjadi nitrat sehingga dapat mengurangi kehilangan nitrogen dalam bentuk nitrat
yang mudah tercuci air hujan. Jika kadar nitrogen dalam pupuk berkurang, ion
ammonium yang di adsorpsi oleh zeolit akan dilepaskan secara perlahan untuk
keperluan tanaman (Estiaty et al. 2005).
Gambar 7 Pengaruh zeolit terhadap tinggi tanaman : (1) air+hiponex, (2) K:L
(0:100), (3) K:L (25:75), (4) K:L (50:50), (5) K:L (75:25), (6) K:L
(100:0), (7) K:L+Z (25:75), (8) K:L+Z (50:50), (9) K:L+Z (75:25)
Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan selama 30 hari
(Gambar 7) dapat dilihat bahwa zeolit tidak mempercepat pertambahan tinggi
tanaman, melainkan meningkatkan jumlah tanaman yang tumbuh. Hal ini dapat
disebabkan karena kemungkinan unsur hara yang dilepaskan oleh zeolit terjadi
secara perlahan. Tanaman dengan pupuk hiponex memiliki tinggi tanaman yang
meningkat sangat tinggi pada 10 hari terakhir. Hal tersebut karena unsur hara dari
pupuk hiponex tersebut sudah terserap optimal.
Indikator kualitas pupuk organik menurut SNI 19-7030-2004, kandungan
minimum unsur hara Nitrogen (N) 0.40%, Fosfor (P2O5) 0.10%, dan Kalium
(K2O) 0.20% (Hidayati et al. 2011). Kadar unsur hara NPK yang dihasilkan pada
penelitian ini terdapat pada Lampiran 2. Kadar unsur hara NPK pada pupuk cair
berada di bawah nilai minimum kadar pupuk organik menurut SNI. Hal tersebut
dapat disebabkan karena proses degradasi bahan organik belum terjadi dengan
sempurna. Kadar unsur N dan unsur P pada pupuk padat memenuhi kualitas
pupuk organik yang baik karena memiliki nilai kadar di atas nilai minimum.
Sedangkan kadar unsur K memiliki hasil yang kurang baik karena hanya dua
komposisi yang memiliki kadar unsur K di atas nilai minimum, yaitu komposisi
K:S (75:25) dan K:S + zeolit (50:50).
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tin
ggi
Tan
aman
Perlakuan
10 hari 20 hari 30 hari
10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan zeolit berpengaruh terhadap pembentukan gas metana dan
penghasil gas metana terbanyak adalah campuran 25% kotoran sapi dan 75%
limbah rumah tangga dengan penambahan zeolit. Nilai pH optimal pada kompos
kisaran 6.0-7.0 namun pada penelitian ini pH yang dihasilkan kurang dari nilai
tersebut sehingga kurang optimal dalam penggunaannya. Kadar unsur NPK pada
pupuk cair tidak memenuhi kadar minimum menurut SNI. Sedangkan pada pupuk
padat hanya unsur K yang tidak memenuhi kadar minimum menurut SNI.
Saran
Sebaiknya dilakukan beberapa ulangan pada pembuatan biogas agar
perbedaan perlakuan pada sampel dapat dianalisis secara statistik. Pengukuran
volume gas pada media penampung gas dilakukan secara kuantitatif agar dapat
diketahui volume gas keseluruhan yang terbentuk pada media penampung gas.
Penambahan zeolit dapat dilakukan dengan beberapa bobot yang berbeda agar
dapat diketahui berapa banyak zeolit yang dibutuhkan untuk menghasilkan gas
yang maksimal.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amaru K. 2004. Rancang bangun dan uji kinerja biodigester plastik polyethylene
skala kecil [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
Balai Penelitian Tanah (Balittanah). 2005. Penuntun Analisis Kimia Tanah dan
Tanaman. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Estiaty LM, Suwardi, Yuliana I, Fatimah D, Suherman D. 2005. Pengaruh zeolit
terhadap efisiensi unsur hara pada pupuk kandang dalam tanah. Jurnal
Zeolit Indonesia. 4(2):62-69.
Hadisuwito S. 2007. Membuat pupuk kompos cair. Jakarta (ID): PT Agromedia
Pustaka.
Haryati T. 2006. Biogas: limbah peternakan yang menjadi sumber energi
alternatif. Wartazoa. 16(3):160-169.
Hasibuan RA. 2012. Modifikasi zeolit alam dengan TiO2 untuk mereduksi emisi
gas buang kendaraan bermotor [skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Hidayati YA, Benito T, Kurnani A, Marlina ET, Harlina E. 2011. Kualitas pupuk
cair hasil pengolahan feses sapi potong menggunakan Saccharomyces
cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2):104-107.
Husaini, Soenara T. 2003. Modifikasi zeolit alam asal Cikalong Jawa Barat
dengan hexadecil trimetil ammonia dan uji daya serapnya terhadap ion
sulfat dan kromat. Jurnal Zeolit Indonesia. 2(1):15-23.
Kotsopoulos TA, Karamanlis X, Dotas D, Martzopoulos GG. 2008. The impact of
different natural zeolite concentrations on the methane production in
thermophilic anaerobic digestion of pig waste. Biosystem Engineering.
99(1):105-111.doi:10.1016/j.biosystemseng.2007.09.018.
Putro S. 2007. Penerapan instalasi sederhana pengolahan kotoran sapi menjadi
biogas di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo.
WARTA. 10(2):178-188.
Saputro RR, Artianti RD. 2004. Pembuatan biogas dari limbah peternakan.
Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Santoso AA. 2010. Produksi biogas dari limbah rumah makan melalui
peningkatan suhu dan penambahan urea pada perombakan anaerob
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Sinaga D. 2009. Pembuatan pupuk cair dari sampah organik dengan menggunakan
boisca sebagai starter [skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Tada C, Yang Y, Hanaoka T, Sonoda A, Ooi K, Sawayama S. 2005. Effect of
natural zeolite on methane production for anaerobic digestion of
ammonium rich organic sludge. Bioresource Technology. 96(4):459-
464.doi:10.1016/j.biortech.2004.05.025.
Vicario AA, Gomez J, Rio S, Aberasturi O, Lopez C, Soria J, Dominguez A.
2010. Purification and upgrading of biogas by pressure swing adsorption
on synthetic and natural zeolites. Microporous and Mesoporous Materials.
134(1-3):100-107.doi:10.1016/j.micromeso.2010.05.014.
12
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Preparasi Sampel
Pembentukan biogas
selama 14 hari
Pertumbuhan
tanaman selama 30
hari
Analisis pupuk cair
dan padat
Uji ANOVA
dan Uji Duncan
Analisis gas metana
Pengukuran nilai
pH
Pengukuran kadar
unsur NPK
Pengukuran
volume gas metana
13
Lampiran 2 Kadar unsur hara pupuk dan nilai pH
Kadar unsur hara NPK pupuk cair
No. Sampel pH N P2O5 K2O
(%)
1 K:L (0:100) 3.13 0.069 0.010 0.006
2 K:L (25:75) 3.33 0.079 0.013 0.005
3 K:L (50:50) 4.11 0.067 0.014 0.005
4 K:L (75:25) 4.17 0.052 0.018 0.005
5 K:L (100:0) 5.91 0.044 0.016 0.003
6 K:L + zeolit (25:75) 3.22 0.034 0.007 0.003
7 K:L + zeolit (50:50) 3.48 0.050 0.012 0.004
8 K:L + zeolit (75:25) 4.13 0.042 0.015 0.003
Contoh Perhitungan :
Kadar N (%)=(2.60 mL-0.05 mL) x 14 x 0.0961 x 1000
5 x 10000
Kadar N (%) = 0.069 %
Kadar P (%)=(0.096- 0)x 5 x 10
0.1118 x 10000
Kadar P (%) = 0.004 %
Kadar P2O5 (%) = 140 x 0.004%
60
Kadar P2O5 (%) = 0.010 %
Kadar K (%)=(3.70-0)x 5 x 10
0.4011 x 10000
Kadar K (%) = 0.046 %
Kadar K2O (%) = 94 x 0.046%
78
Kadar K2O (%) = 0.056 %
14
Kadar unsur hara NPK pupuk padat
No. Sampel pH N P2O5 K2O
(%)
1 K:L (0:100) 4.71 1.628 0.201 0.152
2 K:L (25:75) 3.86 0.627 0.222 0.167
3 K:L (50:50) 4.34 1.628 0.171 0.197
4 K:L (75:25) 4.58 0.627 0.294 0.205
5 K:L (100:0) 7.11 0.320 0.228 0.137
6 K:L + zeolit (25:75) 4.20 1.161 0.258 0.114
7 K:L + zeolit (50:50) 3.87 0.814 0.279 0.425
8 K:L + zeolit (75:25) 5.87 0.627 0.141 0.121
Contoh Perhitungan :
Kadar N (%)=(6.15 mL-0.05 mL) x 14 x 0.0953 x 100
0.05 x 10000
Kadar N (%) = 1.628 %
Kadar P (%)=(0.095 - 0)x 1000
0.1105 x 10000
Kadar P (%) = 0.086 %
Kadar P2O5 (%) = 140 x 0.086%
60
Kadar P2O5 (%) = 0.201 %
Kadar K (%)=(1.0-0)x 5 x 10
0.397 x 10000
Kadar K (%) = 0.013 %
Kadar K2O (%) = 94 x 0.013%
78
Kadar K2O (%) = 0.015 %
15
Lampiran 3 Hasil analisis uji ANOVA dan uji Duncan
Variabel bebas : Tinggi tanaman
Sumber
Jumlah
kuadrat tipe
III
Df Rerata
kuadrat F Sig.
Model
terkoreksi 1159.727a 8 144.966 8.260 0.000
Intersep 5717.423 1 5717.423 325.758 0.000
Perlakuan 1159.727 8 144.966 8.260 0.000
Kesalahan 315.920 18 17.551
Total 7193.070 27
Total
terkoreksi 1475.647 26
a. R2 = 0.786
Uji Duncan
Perlakuan N Subset
1 2 3 4 5
KLZ
(25:75)
3 5.6667
KL
(0:100)
3 7.3667 7.3667
KLZ
(50:50)
3 10.7667 10.7667 10.7667
KLZ
(75:25)
3 12.2000 12.2000 12.2000
KL
(100:0)
3 12.6667 12.6667 12.6667
KL
(75:25)
3 15.2333 15.2333 15.2333
KL
(25:75)
3 18.5000 18.5000
KL
(50:50)
3 20.6000
Airhipon 3 27.9667
Sig. 0.080 0.051 0.055 0.154 1.000
a. Alfa = 0.05
Keterangan :
KL : Campuran kotoran sapi dan limbah rumah tangga tanpa penambahan zeolit
KLZ : Campuran kotoran sapi dan limbah rumah tangga dengan penambahan
zeolit
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 22 Mei 1993, merupakan putri
kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Didi Supriyadi dan Omih Rohimah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Husnul Khotimah,
Kuningan pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di beberapa kegiatan
akademik dan non akademik seperti asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan
pada tahun ajaran 2014/2015; Sekretaris Departemen Advokasi (BEM TPB) IPB
tahun 2011/2012; Bendahara Departemen Adkesmah (BEM FMIPA) tahun
2012/2013 dan Sekretaris Departemen Internal (BEM FMIPA) tahun 2013/2014.
Pada bulan Juli‒Agustus 2014, penulis berkesempatan melaksanakan praktik
lapangan di Balai Pengujian Mutu dan Produk Tanaman, Departemen Pertanian,
Jakarta Selatan dengan judul Verifikasi Metode Fipronil Pada Formulasi Pestisida
Secara Kromatografi Gas.