ekoper saya.docx
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Air merupakan bagian yang esensial dari protoplasma, dan dapat
pula dikatakan bahwa semua jenis kehidupan bersifat akuatik. Dalam
prakteknya, suatu habitat dikatakan akuatik apabila mediumnya baik
eksternal maupun internalnya adalah air.
Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau
kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan,
pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air
adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian
dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan
adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna)
(ICRF,2010).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat
energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan
terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,
kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan
plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003).
Lima syarat utama kualitas air bagi kehidupan ikan adalah (O-fish,
2009):
1. Rendah kadar amonia dan nitrit
2. Bersih secara kimiawi
1
3. Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai
4. Rendah kadar cemaran organik, dan
5. Stabil
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang
pertama adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia
(suhu, O2 terlarut, CO2 bebas, pH, Konduktivitas, Kecerahan,
Alkalinitas), sedangkan yang kedua adalah pengukuran kualitas air dengan
parameter biologi (Plankton dan Benthos) (Sihotang, 2006).
1.2. Tujuan Pratikum
Adapun tujuan dari praktikum Ekologi Perairan ini adalah untuk
mengetahui, serta meneliti kondisi serta keadaan lokasi penelitian yang
mencakup :
1. Parameter fisika : Suhu, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus,
Padatan tersuspensi, serta kedalaman.
2. Parameter kimia : pH air, Oksigen terlarut, CO2 bebas, nitrat,
Phospat ,serta BOD.
1.3. Manfaat Pratikum
Manfaat dari praktikum tentang Kualitas Air adalah agar setiap
praktikan dapat mengetahui kualitas air yang ada di suatu
perairan/ekosistem dengan menggunakan parameter fisika ataupun
parameter kimia yang digunakan untuk mengukur kualitas air yang ada di
perairan tersebut
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tipe Perairan
Berdasarkan habitatnya, Aquatic ecosystem atau ekologi perairan
terbagi atas 3 jenis yaitu:
A. Fresh Water Aquatic, yaitu habitat air tawar yang terdiri dari
perairan mengalir (lotic) dan perairan tergenang (lentic).
B. Marine Water Aquatic, yaitu habitat air laut yaitu suatu habitat
yang menitikberatkan pada pola hubungan antar jasad dan
hubungan antara jasad dengan laut sebagai lingkungannya.
C. Brackhis Water Aquatic, yaitu habitat air payau atau habitat
eustaria yaitu suatu habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut.laut tercampur dengan air tawar sehingga sering juga disebut
daerah ekoton atau daerah peralihan (Penuntun Pratikum Ekologi
Perairan, 2012).
Air adalah suatu zat pelarut yang bersifat yang sangat
berdaya guna,yang mampu melarutkan zat-zat lain dalam jumlah
besar dari pada zat cair lainnya.Sifat-sifat ini dapat dilihat dari
banyak unsur-unsur pokok yang terdapat dalam air laut.(Hutabarat,
2000).
3
2.2. Parameter yang Dipraktekkan
2.2.1. Parameter fisika
A. Suhu
Suhu Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan
bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan
makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan
berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat
penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsure yang
terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan
bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk
menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat
digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat
bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan
suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan
lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1)
Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan
reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air
lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui,
maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung
yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik
dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju
maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak
4
langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom
perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton
(Tomascik et al., 1997).
Menurut Nontji (1979) menyatakan bahwa suhu air di
permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi yakni curah
hujan, penguapan , kelembapan udara, suhu udara, keceptan
angin, dan intesitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di
permukaan biasanya mengikuti pada musiman.
Suhu perairan biasanya akan meningkat apabila
intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan
dalam jumlah yang besar. Menurut dahuri et el (1996) suhu
perairan dipengaruhi oleh radiasi dan posisi matahari , letak
geografis, musim, kondisi awan, proses interaksi air dengan
udara seperti kenaikan panas, penguapan, dan hembusan angin.
Pola temparatur ekosistem air dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran
panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggihan
geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi)
dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola
temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor
anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia)
seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik,
penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
5
perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari
secara langsung (Barus, 2003).
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi
dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka
panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah,
kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat
yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan
terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air
mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa menurunnya
laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut
dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen
(Irianto, 2005).
B. Kecerahan
(Effendi, 2003). Cahaya merupakan sumber energi
utama dalam ekosistem perairan. Di perairan, cahaya memiliki
dua fungsi utama (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi,
2003) antara lain adalah:
1. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat
jenis (densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya
percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga
mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat
suatu organisme akuatik, karena setiap organisme akuatik
6
memiliki kisaran suhu minimum dan maksimum bagi
kehidupannya.
2. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae
dan tumbuhan air. Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan, yang ditemukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan
pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan
pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).
Kecerahan suatu perairan menentuan sejauh mana
cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai
kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung
sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan
seichi disk mencapai 20-40 cm dari permukaan. (Chakroff
dalam Syukur, 2002)
C. Kedalaman
Arus akan dipengaruhi oleh topografi dasar perairan,
oleh karena itu distribusi fraksi sedimen sangat tergantung dari
bentuk dasar peraian terutama keadaan kedalaman karena akan
mempengaruhi bentuk dan pola arus (Panggabean,1994).
Kedalaman diukur dengan menggunakan tali yang telah
diberi pemberat yang alatnya dimasukkan ke dalam perairan
7
sampai pemberat mencapai dasar perairan.Kemudian
pengukuran dimulai dari tali dari permukaan perairan sampai
pada alat pemberat (Haslinda,1992).
2.2.2. Parameter Kimia
A. pH (Power Hydrogen)
pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam
minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar
antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan
yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan
lingkungan yang basa, untuk pH =7 disebut sebagai netral
(Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang
sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk
hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat
basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi
produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki
pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit,
biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh
kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam
karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982;
Nybakken, 1992) Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi
untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada
8
banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen
terlarut,adanya variasi bermcam-macam anion dan kation,
jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 – 9) merupakan
perairan yang produktif dan berperan mendorong proses
perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral
yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974). pH
air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya
pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil
metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air berfluktuasi
mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan
terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH
akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini
akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3
(Cholik et al., 2005).
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari
konsentrasi ion H+ dan menunjukkan suasana air tersebut
apakah dalam keadaan asam atau basa. Secara alamiah
oH- perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa-
senyawa bersifat asam (Hasibuan, 2001).
B. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen / DO)
Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha
budidaya adalah 5 – 8 mg/l (Mayunar et al., 1995; Akbar,
9
2001). Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam
penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Penentuan
oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali di berbagai lokasi
dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang
tidak sama (Sastrawijaya, 2000).
Oksigen terlarut adalah jumlah gas oksigen yang
terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesa oleh
fitoplankton atau tanaman air lainnya atau difusi dari udara
(Penuntun Pratikum Ekologi Perairan, 2011).
C. Karbondioksida Bebas (CO2)
Karbondioksida yang dihasilkan oleh hewan-hewan
akan diperlukan untuk fotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan.
( Lesmana, 2001). Selanjutnya Odum (1993) menyatakan
kandungan karbondioksida bebas dalam air tidak boleh dari 25
ppm.
10
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum tentang Pengukuran kualitas Air dilakukan pada tangal
25 Maret 2014 pada pukul 10.00 WIB yang mengambil lokasi di Waduk
Universitas Riau untuk pengambilan sampel dan penelitiannya dilakukan
di laboratorium Laboratorium Ekologi (dan Manajemen Lingkungan)
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan untuk melakukan praktikum tentang pengukuran kualitas air adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan
3.3. Metode Praktikum
Metode praktikum yang digunakan dalam praktikum tentang
Pengukuran kualitas air yang dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014 yang
bertempat di Waduk Universitas Riau adalah dengan melakukan
11
Alat Bahan
Termometer
larutan MnO(OH)2Secchi Disk
Mistar
Kertas Indikator Phlarutan thiosulfat (S2O3)
Tabung Erlenmeyer
Emberindikator kanji (amilum)
BotolPena
indikator pnolpthealin (Pp),Pensil
botol BODlarutan Na2CO3.
pipet tetes
pengamatan langsung ke tempat penelitian dan membawa sampel ke lab
untuk di teliti lebih lanjut.
3.4. Prosedur Praktikum
1. Parameter Fisika
a. Pengukuran Suhu
Praktikum pertama tentang pengukuran kulitas air
dilakukan dengan menggunakan parameter Fisika yaitu
melakukan pengukuran suhu pada perairan tersebut.
Cara mengukur suhu air tersebut adalah dengan
menggunakan termometer yang pada pangkalnya di ikatkan
sebuah benang dan saat melakukan pengukuran suhu, termometer
tidak boleh di pegang dengn menggunakan tangan , tetapi
praktikan harus memegang benang yang di ikatkan pada pangkal
dari termometer tersebut.
b. Pengukuran Kecerahan
Pada praktikum kedua, kita di tuntut untuk mengukur
tentang kecerahan yang ada pada perairan tersebut, dan cara
melakukan pengukuran kecerahan adalah sebagai berikut :
1. Masukkan/celupkan sechi disk ke dalam perairan sampai
bagian sechi disk yang berwarna putih tidak nampak lagi
dari atas.
2. Jika bagian putih dari sechi disk sudah tidak nampak, maka
tandai berapa dalamkah sechi disk tenggelam.
12
3. Tarik pelan-pelan sechi disk dari dasar perairan sampai
bagian putih dari sechi disk sudah nampak.
4. Tahan posisi sechi disk pada saat sechi disk sudah namapak
dari atas lalu ukur dalamnya sechi disk itu nampak dari
batas persentuhan antara air dengan batang pegangan sechi
disk.
c. Pengukuran Kedalaman
Pengukuran tentang tingkat kedalaman dari waduk di ukur
dengan cara menenggelamkan mistar ke dalam air secara vertikal
sampai menyentuh dasar dari perairan tersebut, jika sudah
menyentuh dasar perairan tersebut , maka di lihat berapa
dalamkah mistar tenggelam di dalam air tersebut.
2. Parameter Kimia
a. Pengukuran pH
Pengukuran tingkat keasaman (pH) dari perairan yang
berada di Waduk dilakukan dengan cara mencelupkan kertas
indikator ke dalam perairan dan menariknya kembali, lalu
menyocokkan warna yang ada di kertas indikator dengan indikator
yang telah di sediakan sebelumnya.
b. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran tentang Oksigen terlarut (DO) di waduk
dilakukan dengan cara :
13
1. Tabung BOD di masukan ke dalam waduk tetapi di masukkan
agak miring ±30º secara perlahan-lahan karena pada saat
pengambilan sampel air dengan menggunakan tabung BOD
tidak boleh adanya bubling (oksigen yang terperangkap dalam
air)
2. Tabung dimasukan secara perlahanlahan apabila tidak terjadi
bubbling, maka tabung setelah masuk sekitar setengah dari
ukuran tabung, tabung di luruskan/diberdirikan dengan posisi
mulut tabung rata dengan permukaan air sehinga air dapat
masuk
3. Jika tabung sudah penuh dengan air, maka tabung di tutup dan
di cek apakah ada terdapat bubling atau tidak, jika terdapat
bubling maka proses di atas harus di ulangi dari awal.
4. Tambahkan 2 ml larutan mangan sulfat di bawah permukaan,
kemudian tambahkan 2 ml larutan alkali-azida-iodida dengan
pipet tetes yang lain. Botol ditutup kembali untuk mencegah
terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan
membalik-balikkan botol beberapa kali.
5. Biarkan gumpalan mengendap selama 10 menit. Jka proses
pengendapan sudah sempurna, maka bagian larutan yang
jernih dikeluarkan dari botol dengan pipet sebanyak 100 ml
dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
6. Tambahkan 2 ml asam sulfat pada sisa larutan yang
mengendap dalam botol dikocokdengan hati-hati hingga
14
semua endapan larut, setelah itu larutan dipindahkan ke dalam
erlenmeyer, dan titrasi dengan thiosulfat hingga berwarna
cokelat muda.
7. Tambahkan 1-2 ml indicator kanji (amilum) hingga warna biru
muncul, selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan larutan
thiosulfat hingga warna biru tersebut hilang.
c. Pengukuran Karbondioksida Bebas
Pengukuran karbondioksida bebas juga menggunakan titrasi.
1. Air sample dimasukkan kedalam tabung elemeyer
2. kemudian ditambah dengan indikator pnolpthealin, jika
berwana pink maka tidak ada CO2.
3. Jika tidak berwarna pink maka dilanjutkan dengan
ditambahkan Na2CO3 samapi berwarna pink stabil
4. Kemudian catat berapa banyak cairan yang dimasukkan.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengamatan
1. Parameter Fisika Air
Suhu, Kedalaman, dan Kecerahan
Jarak hilang : 60 cm
Jarak tampak : 50 cm
Rumus yang digunakan :
Transparansi air : Jarak hilang + Jarak tampak
2
60 cm + 50cm = 55 cm
2
Suhu permukaan air : 30 °C
Kedalaman air di lokasi : 1 meter
Kekeruhan air dengan Turbidimeter : 19 NTU
2. Parameter Kimia Air
a. Oksigen Terlarut (OT)
Rumus yang digunakan; OT = AxNx8x1000 V
Maka nilai oksigen terlarut air sampel = 2 x 100 x 8 x 1000 100
= 16 mg/L
b. Karbondioksida Bebas (CO2)
Hasil analisis CO2 dengan menggunakan titrasi, dimana
Nilai ml larutan Na2CO3 yang terpakai = 2 ml
16
Nilai normalitas larutan Na2CO3 = 0,0454 N
Nilai volume air yang digunakan dalam erlenmeyer = 100 ml
Rumus yang digunakan; CO2 = AxNx22x1000
V
Maka nilai CO2 bebas air sampel = 2 x 0,0454 x 22 x 1000
100
= 19,976 mg/L
c. pH (Power Hydrogen)
pH perairan = 6
5.2. Pembahasan
Setelah penelitian tentang “Pengukuran Kualitas Air” maka didapatkan
data sebagai berikut:
No. Parameter Nilai
A. FISIKA
1 Suhu 30 °C2 Kedalaman 1 m3 Kecerahan 7,5 cmB. KIMIA4 Oksigen Terlarut (OT) 16 mg/L5 Karbondioksida Bebas 19,98 mg/L6. pH 6
TABEL 2. Hasil pengamatan
Kualitas dari suatu perairan sangat berpengaruh pada organisme-
oranisme yang berada pada perairan tersebut, baik itu fitoplankton yang
berfungsi sebagai sumber makanan bai ikan-ikan kecil ataupun bagi ikan
itu sendiri, kondisi perairan akan berpengaruh baik pada organisme di
17
dalamnya apabila kondisi dari perairan tersebut juga baik dan akan
berdampak buruk apabila kondisi perairan itu tidak baik.
18
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum kami tentang Pengukuran kualitas
Air yan dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014 yang bertempat di waduk
Universitas Riau adalah :
1. Kecerahannya cukup baik
2. Suhunya normal
3. Kekeruhannya bagus
4. Oksigen yang terlarut di perairan waduk Universitas Riau tipis
dikarenakan waktu pengukurannya dilakukan pada sore hari.
5. Tingkat dari karbondioksidanya normal.
6. pH perairan tersebut adalah basa.
5.2. Saran
Agar pratikum Ekologi Perairan ini dapat berjalan dengan lancar dan baik
maka diharapkan bagi para asisten agar mendampingi praktikan yang akan
melakukan praktikum dan ikut membantu praktikan dalam praktikumnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://alfian-arby92.blogspot.com/2012/01/literatur-kualitas-air.html
Boyd, C.E., 1979. Water Quality in Warm water Fish Ponds. Auburn. University.
Alabama. USA.. 1982. Water Quality for pond fish culture. Elsevier scientific
publishing company. Amsterdam the Netherland
Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan
perairan. Kanisius.Jogjakarta ,1979 Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri
Herper,b. and Y Prugnin. 1984. Commercial Fish Farming, With The Special Reference
To Fish Culture In Israel. Jhon Wiley and sons. New York Karyawan parangin
Angin.2008. Modul Pembesaran Ikan. PPPTK pertanian Cianjur
Odum,E.P. 1971. Fundamental Ecology W. B. Saunders Company. Philadelphia.
Sitohang, Clemens dkk. 2010. Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Pekanbaru.
Kasry, Adnan dkk., 2010. Penuntun Pratikum Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 53 hal.
2010. Diktat Perkuliahan Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 100 hal.
M. Ghufra H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan, Bhnineka
Cipta.
Poernomo A.1997. Peranan Tata Ruang, Desain Interior Kawasan Pesisir Dan
PengelolaannyaTerhadap Kelestarian Budidaya Tambak. Dalam majalah
Techner, No 29, tahun VI Jakarta
20