ekoper danau rawa pening
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting
bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua
fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan sosial ekonomi. Dari aspek ekologi, danau
merupakan tempat berlangsungnya siklus ekologis dari komponen air dan
kehidupan akuatik di dalamnya. Keberadaan danau akan mempengaruhi
keseimbangan ekosistem di sekitarnya, sebaliknya kondisi danau juga dipengaruhi
oleh ekosistem di sekitarnya. Dari aspek sosial ekonomi, danau memiliki fungsi
yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar danau.
Danau Rawa Pening merupakan danau alami yang terletak di Provinsi
Jawa Tengah, mempunyai luas antara 1770 s/d 2770 Ha (antara kondisi pasang
dan surut). Rawa Pening terletak di Kecamatan Banyubiru, sedangkan daerah
yang dilaluinya meliputi kecamatan Jambu, sebagian Ambarawa, Bawen,
Tuntang, Getasan dan Banyu biru sendiri. Keberadaan waduk tersebut sangat
penting bagi sistem ekologi di Jawa Tengah bagian tengah. Menurut hasil
pengukuran Proyek Jratunseluna tahun 2002, kapasitas tampungan air dari waduk
Rawa Pening pada elevasi + 463,90 adalah 65.000.000 m3. Kapasitas tampung
waduk yang cukup besar tersebut dan bentangan alam dari dataran pantai waduk
sampai pegunungan yang mengitari waduk mempunyai arti yang sangat penting
sehingga perubahan yang terjadi pada
kawasan tersebut akan berdampak luas bagi kehidupan di Jawa Tengah bagian
tengah. Beberapa fungsi strategis danau Rawa Pening yaitu sebagai pembangkit
tenaga listrik Danau Rawapening (badan danau) airnya dimanfaatkan untuk
penggerak turbin PLTA hingga mampu menghasilkan 222,504 juta Kwh;
perikanan dengan produksi 1.535,9 ton/th; pengendali banjir; peternakan itik ;
penambangan gambut; dan wisata, perikanan darat, irigasi pertanian, sumber air
baku air minum dan obyek wisata air. Peningkatan produksi pertanian pada suatu
areal irigasi terutama dilaksanakan melalui Intensifikasi pemanfaatan lahan
pertanian. Potensi sektor pertanian di Kabupaten Semarang sampai saat ini masih
mendominasi dalam menunjang perekonomian di daerah tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan luas lahan yang ada di Kabupaten Semarang sebesar 73,81%
digunakan untuk usaha pertanian yaitu untuk sawah, tegal/ kebun/ ladang, tambak,
kolam/ empang, perkebunan dan hutan. Sedangkan sisanya digunakan untuk
pekarangan dan bangunan, padang gembala, rawa dan lahan yang belum
digunakan untuk usaha. Diantara lahan pertanian di Kabupaten Semarang adalah
lahan pasang surut di kawasan Rawa Pening.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui peranan Danau Rawa Pening didalam kehidupan
masyarakat.
2. Untuk mengetahui keadaan ekosistem Danau Rawa Pening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Hartoto et al. (2009) Danau merupakan perairan umum daratan
yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara
umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan sosial
ekonomi. Dari aspek ekologi, danau merupakan tempat berlangsungnya siklus
ekologis dari komponen air dan kehidupan akuatik di dalamnya. Keberadaan
danau akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem di sekitarnya, sebaliknya
kondisi danau juga dipengaruhi oleh ekosistem di sekitarnya. Dari aspek sosial
ekonomi, danau memiliki fungsi yang secara langsung berkaitan dengan
kehidupan masyarakat sekitar danau.
Dampak peningkatan pendangkalan danau Rawa Pening, selain
mengakibatkan blooming enceng gondok dan ketidakseimbangan ekologis yang
mengancam ekosistem Rawa Pening (Sutrisno dalam Suara Merdeka, 4 Juni
2003), juga menyebabkan daya tampung air danau berkurang, sehingga fungsi air
danau untuk berbagai keperluan baik untuk penghidupan masyarakat di sekitar
danau dan di wilayah hilirnya menjadi terganggu, banjir disekitar danau
(Distanbunhut, 2009; Solopos, 8 Juni 2009) dan di wilayah hilirnya yang berada
Kabupaten dan Kota Demak (Suara Merdeka, 31 Januari 2009).
Danau Rawapening (badan danau) airnya dimanfaatkan untuk penggerak
turbin PLTA hingga mampu menghasilkan 222,504 juta Kwh; perikanan dengan
produksi 1.535,9 ton/th; pengendali banjir; peternakan itik ; penambangan
gambut; dan wisata (Bappeda Propensi Jawa Tengah, 2005) serta irigasi teknis
1.265,09 ha sawah, (BPS kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga,
2009).
Kondisi pH Danau Rawapening cenderung fluktuatif. Pada penelitiannya
di tahun 1979, Goltenboth menyampaikan bahwa pH berkisar antara 7,2 – 7,6.
Pada tahun 1999 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan – Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup UNDIP mendapatkan pH berkisar antara 7,5 – 8,8. Tahun
2003, Wibowo (2004) mendapatkan pH berkisar antara 6,5 – 7,7. Pada penelitian
di tahun 2004 dan 2005 pH di sungai (inlet) dan Danau Rawapening cenderung
netral, kecuali di sumber mata air, Bukit Cinta dan pulau terapung dengan pH
tertinggi 9,52 di sumber mata air (Soeprobowati et al., 2005). Pada tahun 2008,
pH Danau Rawapening lebih basa lebih dari 11. Diatom yang secara signifikan
berkorelasi dengan pH >7,46 antara lain Achnanthidium minutissima, A. pusilla,
Brachysira zellensis, Cyclotella rossii, Cymbella minuta, Navicula radiosa,
Nitzschia dissipata dan Nitzschia palea (Bigler & Hall, 2002). Spesies – spesies
tersebut termasuk yang digunakan sebagai indikator perubahan iklim melalui
paleo-rekonstruksi.
BAB III
PEMBAHASAN
Danau Rawa Pening adalah sebuah danau alami yang sangat indah.
Dikelilingi oleh gunung-gunung, perbukitan, dan hamparan sawah yang luas.
Membuat keindahan semakin mata serasa dimanjakan apalagi dengan adanya
sebuah legenda rawapening yang melatar belakanginya. Danau rawapening
terletak dikota Ambarawa. Dengan luas area 2.700 hektar diperkirakan danau
alam rawa pening sudah terbentuk sejak sekitar 18000 sampai 13000 tahun
sebelum masehi. Kemudian mencapai luas tebesarnya pada sekitar 11000 hingga
9000 tahun sebelum masehi, akan tetapi pada saat ini luas danau rawa pening
telah menyusut karena pesatnya perkembangan tumbuhan eceng gondok
(Eichomia crassipes). Dampak pendangkalan danau rawa pening karena eceng
gondok ini menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang menyebabkan
ancaman bagi danau rawapening dan juga menyebabkan daya tampung air danau
berkurang, sehingga fungsi air danau untuk berbagai keperluan baik untuk
penghidupan masyarakat di sekitar danau dan di wilayah hilirnya menjadi
terganggu, banjir disekitar danau. Selain itu, Eksploitasi sumberdaya danau
dilakukan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar
kawasan. Pemanfaatan sumberdaya semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Hal ini dapat mengancam keberadaan danau
sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian
masyarakat (Anshari 2006). Kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya
danau tidak hanya terbatas pada upaya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari,
akan tetapi telah berkembang menjadi upaya untuk memperoleh hasil yang lebih
untuk dapat dipasarkan. Dalam hal ini, telah berkembang beberapa mata
pencaharian alternatif terkait dengan pemanfaatan sumberdaya danau, yaitu
industri rumah tangga, jasa pariwisata alam, serta usaha perdagangan di sekitar
Danau Rawa Pening.
Kebergantungan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening
terhadap sumberdaya danau terkait dengan (1) kegiatan sektor
pertanian lahan pasang surut seluas 1.020 hektar, (2) nelayan
dan petani ikan sebanyak 1.589 orang, (3) budidaya karamba
ikan berjumlah 200 keramba jaring apung dan 500 keramba
tancap, (4) pemanfaatan Eceng Gondok dengan kapasitas 1.000
kg/hari, (5) pemanfaatan gambut untuk kompos dengan
kapasitas 54.000 m3/tahun, serta (6) pariwisata dengan jumlah
pengunjung 50-100 orang/hari (BPSDA Jratun 2009). Konsep
terpadu dalam pemberdayaan masyarakat belum tersusun, oleh
sebab itu pemanfaatan potensi sumberdaya danau menghadapi
banyak kendala. Konflik horisontal antar pemanfaat sumberdaya
yang terus berlanjut telah menyebabkan tidak efektifnya
program pemberdayaan masyarakat.
Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai
peran sosial ekonomi Bagi masyarakat sekitarnya. Fungsi ekologi danau mulai
terancam oleh berbagai tekanan, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik.
Tekanan yang bersifat alamiah disebabkan oleh pemanasan suhu bumi secara
global dan perubahan iklim yang ekstrim. Selanjutnya tekanan yang bersifat
antropogenik merupakan faktor terpenting yang mengakibatkan kerusakan
ekosistem danau. Hal ini menjadikan danau sebagai sistem yang rentan terhadap
gangguan atau tekanan eksternal. Tingkat kerentanan yang tinggi merupakan
penghalang atau hambatan bagi keberlanjutan danau. Penanggulangan terhadap
kerusakan ekologi akan mempertinggi resiliensi untuk dapat kembali pada kondisi
keseimbangan setelah adanya gangguan. Tingkat resiliensi bergantung pada
kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menanggulangi berbagai gangguan
eksternal. Kapasitas beradaptasi merupakan kemampuan sistem sosial-ekologi
untuk menghadapi situasi baru tanpa kehilangan pilihan di masa depan. Dalam hal
ini, resiliensi merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas beradaptasi.
Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat lintas sektoral dan melibatkan banyak
stakeholders. Lemahnya koordinasi antar stakeholders mengakibatkan
pelaksanaan program pengelolaan cenderung sektoral. Model pengelolaan
sentralistik dengan tidak memberikan ruang bagi peranserta masyarakat
pemanfaat sumberdaya tidak mampu melindungi ekosistem danau dari kerusakan
ekologi. Ketidakadilan distribusi peran dalam pemanfaatan sumberdaya alam telah
mengakibatkan munculnya konflik kepentingan. Konflik internal terjadi akibat
adanya ketidakharmonisan hubungan antar stakeholders dalam kegiatan
pemanfaatan sumberdaya. Dalam hal ini, tidak ada kerangka hukum dan peraturan
yang secara tegas dapat dipakai untuk menyelesaikan berbagai konflik yang
terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening.
Ekosistem Danau Rawa Pening merupakan penyangga kehidupan dan
penyedia langsung mata pencaharian masyarakat sekitarnya. Terdapat keterkaitan
antara aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem Danau Rawa Pening.
Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening mengacu
penilaian biodiversity pada kerangka Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses
(DPSIR) yang dikembangkan Bin et al. (2009) diacu dalam Sulistiawati (2011)
seperti disajikan pada Gambar 1.0 Menurut Bowen dan Riley (2003), model
DPSIR bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek atau parameter-parameter kunci
pada suatu sistem dan memantau tingkat keberlanjutan dari pengelolaan.
Gambar 1.0 Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening
dengan kerangka DPSIR (Sulistiawati 2011)
Kondisi pH Danau Rawapening cenderung fluktuatif. Pada penelitiannya
di tahun 1979, Goltenboth menyampaikan bahwa pH berkisar antara 7,2 – 7,6.
Pada tahun 1999 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan – Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup UNDIP mendapatkan pH berkisar antara 7,5 – 8,8. Tahun
2003, Wibowo(2004) mendapatkan pH berkisar antara 6,5 – 7,7. Pada penelitian
di tahun 2004 dan 2005 pH di sungai (inlet) dan Danau Rawapening cenderung
netral, kecuali di sumber mata air, Bukit Cinta dan pulau terapung dengan pH
tertinggi 9,52 di sumber mata air (Soeprobowati et al., 2005). Pada tahun 2008,
pH Danau Rawapening lebih basa lebih dari 11. Diatom yang secara signifikan
berkorelasi dengan pH >7,46 antara lain Achnanthidium minutissima, A. pusilla,
Brachysira zellensis, Cyclotella rossii, Cymbella minuta, Navicula radiosa,
Nitzschia dissipata dan Nitzschia palea (Bigler & Hall, 2002). Spesies – spesies
tersebut termasuk yang digunakan sebagai indikator perubahan iklim melalui
paleo-rekonstruksi.
A. Fungsi dan Peranan Danau Rawa Pening
Sebagai danau alami yang bertugas menampung air alam dari pegunungan
disekitarnya, maka tidaklah heran jika rawa pening mempunyai peranan yang
sangat besar teritama bagi kehidupan masyarakat di sekitar Rawa Pening. Adapun
fungsi-fungsi dari Danau rawa Pening,yaitu :
Danau Rawa Pening sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Fungsi danau Rawa Pening sebagai pembangkit listrik tenaga air didukung
dengan adanya sebua pembangkit di desa Jelong yang berada di Rawa Pening,
pembangkit listrik ini sangat memadai untuk kebutuhan masyarakat sekitar Danau
Rawa Pening.
Dengan adanya air tawar yang kualitasnya sangat bagus yang ada di danau
rawa Pening ini, maka tidak salah jika kemudian masyarakat sekitar
memanfaatkan keadaan ini dengan pembudidayaan ikan. Sebenarnya Danau Rawa
pening ini merupakan danau penghasil ikan yang cukup baik namun karena
berkurangnya kehidupan ikan di Danau rawa Bangkau maka masyarakat sekitar
Danau Rawa Pening melakukan pembudidayaan ikan dengan menggunakan
sistem karamba. Karamba-karamba ini biasanya memiliki tempat pemeliharaan
yang dilengkapi dengan sebuah rumah kecil diatasnya sebai tempat beristirahat
nelayan.
Gambar 1.1 Proses Penangkapan Ikan di Danau Rawa Pening
Danau Rawa Pening sebagai Pusat Irigasi
Dengan adanya sumber air yang melimpah, maka selain sebagai peternak
ikan banyak masyarakat sekitar Rawa Pening yang memanfaatkan tanah di sekitar
Danau Rawa Pening sebagai tanah pertanian atau persawahan. Dengan adanya
Rawa Pening, persawahan yang menghampar luas di sekitar Rawa Pening telah
mampu menghasilkan produksi padi yang sangat baik dan melimpah. Hal ini tentu
saja didukung dengan adanya sumber pengairan irigasi yang baik dari air Danau
Air Pening .
Gambar 1.2 Persawahan di Danau Rawa Pening
Danau Rawa Pening sebagai Mata Pencaharian
Salah satu hasil lain dari Rawa Pening adalah ikan-ikan air tawar dan eceng
gondok. Eceng Gondok adalah sebuah tanaman air rawa yang hidup mengambang di
permukaan air. Manfaat Eceng Gondok yang sangat besar inilah yang saat ini
merupakan sumber mata pencaharian para penduduk sekitar. Eceng Gondok
memang sekarang ini telah menjadi bahan utama aneka produk kerajinan tangan
yang sangat bagus. Saat ini Danau Rawa Pening telah menjadi salah satu daerah
penyuplai kebutuhan eceng gondok bagi berbagai industri kerajinan tangan di
berbagai tempat khususnya Jawa.
Gambar 1.3 Populasi eceng gondok (Eichomia crassipes) di Danau Rawa Pening
Danau Rawa Pening sebagai Pengendali Banjir
Letak Danau Rawa Pening yang tepat di tengah-tengah di bawah kaki
semua pegunungan di sekelilingnya membuat Rawa Pening juga memiliki fungsi
sebagai danau pengendali banjir. Danau Rawa Pening mampu menampung air yang
sangat banyak terutama pada masa musim penghujan. Dengan adanya Rawa
Pening ini maka semua air hujan dapat tertampung dengan balk di sini. dan
membuat kota-kota di sekitar Rawa Pening aman dari banjir.
B. Potensi Wisata Danau Rawa Pening
Wisata Alam dan Pemandangan Danau Rawa Pening
Keindahan danau alam Rawa Pening memang sudah tidak perlu diragukan
lagi. Banyak potensi wisata yang bisa dimanfaatkan dengan adanya Danau Rawa
Pening. Aneka jenis wisata bisa diolah dari keberadaannya seperti misalnya wisata
alam dengan menikmafi keindahan danau Rawa Pening. Baik dari tepi danau
maupun dengan menyusuri tengah danau menggunakan perahu.
Gambar 1.1 Danau Rawa Pening dengan Keindahan Pemandangannya
sebagai Tempat Wisata Daerah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Danau Rawa Pening adalah danau alami yang merupakan sumberdaya
untuk pembangkit listrik, irigasi, mata pencaharian, serta dapat menjadi tempat
wisata. Masyarakat di Jawa Tengah, Ambarawa sangat bergantung pada Danau
Rawa Pening ini, akan tetapi kondisi ekosistem di Danau Rawa Pening mulai
terancam karena pertumbuhan Eceng Gondok (Eichomia crassipes) yang
berkembang pesat dan kehidupan ikan di Danau Rawa Pening pun mulai
menurun.
B. Saran
Agar Danau Rawa Pening kelestarian dan ekosistem nya tetap baik dan
terjaga diperlukan kerjasama dari semua pihak baik dari masyarakat dan
pemerintah dalam memanfaatkan dan mengelola Danau Rawa pening
DAFTAR PUSTAKA
Suara Merdeka. 2003. Ekosistem Rawa Pening Terancam Faktor Ekologis. Salatiga 4 Juni 2003.http:// www.suaramerdeka.com/ harian/0306/04/kot33.htm
Suara Merdeka. 2008. Pemerintah Pusat Ambil Alih Penanganan Rawa Pening. Tuntang 28 April 2008. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/ 2008/04/28/11080/ Pemerintah.Pusat.Ambil.Alih.Penanganan.Rawa.Pening
Suara Merdeka. 2008. Pemerintah Pusat Ambil Alih Penanganan Rawa Pening. Tuntang 28 April 2008. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/ read/cetak/ 2008/04/28/11080/ Pemerintah.Pusat.Ambil.Alih.Penanganan.Rawa.Pening
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2005. Penyusunan Action Plan pengembangan kawasan Rawapening. Laporan Akhir. CV. Galihloka Semarang.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang. 2007. Kajian potensi sumber daya perikanan Rawapening Kabupatenm semarang 2007. Laporan Akhir. PT. Astri Bumi Semarang.
Wibowo, H. 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawapening dalam Kerangka Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton. Thesis magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang.
Soeprobowati, T.R; W.A. Rahmanto; J.W. Hidayat; and K. Baskoro. 2005. Diatoms and present Condition of Rawapening Lake. International Seminar on Environmental Chemistry and Toxicology, April 2005, INJECT Yogyakarta.
Biggler, C. and R.I.Hall. 2002. Diatoms as indicators of climatic and limnological change in Swedish Lapland: 100-lake calibration set and its validation for paleoecological reconstructions. Paleolimnology 27: 97 – 115