ekologi hewan.docx
DESCRIPTION
Ekologi Hewan.docxTRANSCRIPT
1. Ekologi dan Konsep Ekologi Hewan
Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos = rumah , Logos = ilmu. Beberapa ahli
ekologi mendefinisikan Ekologi sebagai berikut:
Odum (1963), Ekologi diartikan sebagai totalitas atau pola hubungan antara makhluk dengan
lingkungannya. Kendeigh (1980), Ekologi sebagai kajian tentang hewan dan tumbuhan dalam
hubungannya antara satu makhluk dengan makhluk hidup yang lain dan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Krebs (1972), Ekologi, merupakan ilmu yang mempelajari interaksi-
interaksi yang menentukan sebaran/agihan (distribusi) dan kelimpahan organisme-organisme.
Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau
hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan
lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup
itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu
lingkungan biotik maupun abiotik.
Hal-hal yang dihadapi dalam ekologi sebagai suatu ilmu adalah organisme,
kehadirannya dan tingkat kelimpahannya di suatu tempat serta faktor-faktor dan proses-proses
penyebabnya. Dengan demikian, definisi-definisi tersebut jika dihubungkan dengan ekologi
hewan dapat disimpulkan bahwa Ekologi Hewan adalah suatu cabang biologi yang khusus
mempelajari interaksi-interaksi antara hewan dengan lingkungan biotic dan abiotik secara
langsung maupun tidak langsung meliputi sebaran (distribusi) maupun tingkat kelimpahan hewan
tersebut.
2. Sasaran dan Ruang Lingkup Ekologi Hewan
Sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang
melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang
ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang
menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistem-
ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaannya. Berbagai faktor dan proses ini merupakan
informasi yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun permodelan, peramalan dan penerapannya
bagi kepentingan manusia, seperti; habitat, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, perilaku
(behavior) dan lain-lain.
Setelah mempelajari dan memahami hal-hal tersebut, maka pengetahuan ini dapat kita
manfaatkan untuk misalnya, memprediksi kelimpahannya dan menganalisis keadaannya serta
peranannya dalam ekosistem, menjaga kelestariannya serta kegiatan lainnya yang menyangkut
keberadaan hewan tersebut. Sebagai contoh, kita mempelajari salah satu jenis hewan mulai dari
habitatnya di alam, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, prilakunya, dan lain-lain. Setelah
semua dipahami dengan pengamatan dan penelitian yang cermat dan teliti, maka pengetahuan itu
dapat kita manfaatkan misalnya dalam menjaga kelestariannya di alam dengan menjaga keutuhan
lingkungan, habitat alaminya,memprediksi kelimpahan populasinya kelak, menganalisis
perannya dalam ekosistem, membudidayakannya serta kegiatan lainnya dengan mengoptimalkan
kondisi lingkungannya menyerupai habitat aslinya.
Adapun ruang lingkup ekologi hewan dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu;
Synekologidan Autekologi. Synekologi adalah materi bahasan dalam kajian atau penelitiannya
ialah komunitas dengan berbagai interaksi antar populasi yang terjadi dalam komunitas tersebut.
Contohnya; mempelajari atau meneliti tentang distribusi dan kelimpahan jenis ikan tertentu di
daerah pasang surut. Autekologi adalah kajian atau penelitian tentang species, yaitu mengenai
aspek-aspek ekologi dari individu-individu atau populasi suatu species hewan. Contohnya adalah
meneliti atau mempelajari tentang seluk beluk kehidupan lalat buah (Drosophila sp.), mulai dari
habitat, makanan, fekunditas, reproduksi, perilaku, respond an lain-lain.
Menurut Ibkar-Kramadibrata (1992) dan Sucipta (1993), secara garis besar pokok
bahasan dalam ekologi hewan mencakup hal berikut ini :
a. Masalah distribusi dan kelimpahan populasi hewan secara local dan regional, mulai
tingkat relung ekologi, microhabitat dan habitat, komunitas sampai biogeografi atau
penyebaran hewan di muka bumi.
b. Masalah pengaturan fisiologis, respon serta adaptasi structural maupun perilaku terhadap
perubahan lingkungan.
c. Perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya
d. Perubahan-perubahan secara berkala (harian, musiman, tahunan dsb) dari kehadiran,
aktivitas dan kelimpahan populasi hewan.
e. Dinamika pop[ulasi dan komunitas serta pola interaksi-interaksi hewan dalam populasi
dan komunitas.
f. Pemisahan-pemisahan relung ekologi, species dan ekologi evolusioner.
g. Masalah produktivitas sekunder dan ekoenergetika.
h. Ekologi sistem dan permodelan.
Dengan demikian ruang lingkup Ekologi Hewan meliputi obyek kajian individu/organisme,
populasi, komunitas sampai ekosistem tentang distribusi dan kelimpahan, adaptasi dan perilaku,
habitat dan relung, produktivitas sekunder, sistem dan permodelan ekologi.
3. Peranan Ekologi Bagi Manusia
Manusia adalah organisme heterotrof di bumi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin maju menyebabkan manusia mengeksplorasi, mengolah dan memanfaatkan segala
sesuatu yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dengan
mudah mengubah kondisi lingkungannya sesuai keinginannya. Dengan keberhasilannya ini
dengan mudah menyebabkan laju peningkatan populasi manusia yang relative tinggi (2%)
pertahun.
Makin meningkatnya pemanfaatan sumberdaya yang diperlukan manusia telah
menyebabkan makin menciutnya luas lingkungan alami dan makin bertambahnya lingkungan
buatan. Akibat kegiatan manusia tersebut adalah pencemaran lingkungan oleh limbah buangan
industri, kelangkan dan kepunahan species berbagaim organisme, terjadinya perubahan pola
cuaca maupun iklim, semakin lebarnya lubang ozon, timbulnya berbagai jenis penyakit yang
berbahaya dan lain-lain. Manusia kini dihadapkan pada 2 tantangan, yaitu; 1) menjaga
kelestarian ketersediaan sumberdaya, 2) memelihara kondisi lingkungannya.
Menghadapi kedua tantangan tersebut, ekologi sangat berperan, misalnya penelitian-penelitian
yang menghasilkan pemahaman mengenai berbagai aspek ekologi dari suatu populasi, komunitas
ataupun ekosistem sehingga faktor-faktor penting dapat diketahui dengan tepat serta
menghasilkan peramalan yang lebih akkurat.
Hal ini dapat mendukung upaya-upaya yang akan dilakukan manusia, karena adanya
acuan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan maupun kerusakan yang
dapat merugikan kondisi lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan sumberdaya
agar lestari dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Ekologi hewan bagi manusia cukup
penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut
terutama menyangkut masalah-masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan,
serta pengolahan dan konservasi satwa liar. Kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas telah
banyak diterapkan dalam bidang-bidang tersebut. Konsep-konsep tersebut juga telah melandasi
penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai
species hewan tertentu sebagai indicator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan,
hubungan predator mangsa dan parasitoid – inang, vector penyebar penyakit, pengelolaan dan
upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun
exsitu ( pemeliharaan di lingkungan buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain.
Banyak masalah-masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa
berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi.
4. Metode-Metode Penelitian Ekologi Hewan
Hewan sebagai komponen penyusun komonitas biotik dalam suatu ekosistem
mempunyai peran dan fungsi penting untuk habitat dan lingkungan serta makhluk hidup lainnya.
Lingkungan adalah faktor-faktor di luar makhluk hidup yang berpengaruh langsung pada
kemungkinan hewan untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Lingkungan ada
yang berhubungan langsung dan ada yang tidak langsung dengan suatu organisme. Kondisi-
kondisi lokal yang berhubungan langsung dengan suatu organisme disebut lingkungan mikro,
sedang seluruh kondisi abiotik yang ada di luar lingkungan mikro disebut lingkungan makro. Di
dalam habitatnya organisme sudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada seingga mampu
bertahan hidup, tumbuh dan berkembangbiak.
Suatu komunitas terdiri dari berbagai kumpulan populasi yang saling berinteraksi satu
sama lain. Oleh karena itu dalam komunitas berarti ada keanekaragaman jenis-jenis ynag
terkumpul membentuk populasi dan saling berinteraksi antar populasi tersebut membentuk
komunitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam komunitas salah satu cirri utama adalah
adanya keanekaragaman jenis. Keanekaragaman jenis dari seluruh jumlah jenis di dalam
komponen tropic atau dalam suatu komunitas secara keseluruhan ditentukan oleh jenis yang
jarang, dominan, atau umum (Odum, 1971). Untuk mengetahui keanekaragaman suatu
organisme maka kita harus mengetahui kemelimpahan suatu individu, kemelimpahan dapat di
ketahui dengan menggunakan beberapa metode yaitu :
a. Metode Pitfall trap
Metode Pitfall trap dilakukan dengan cara pembuatan lubang
perangkap dengan menggali tanah menggunakan sekop kecil seukuran gelas plastik. Gelas
plastik diletakan ke dalam lubang sehingga permukaan atas gelas sejajar dengan permukaan
tanah. Kemudian gelas diisi dengan air deterjen (1/3 dari tinggi gelas) dan dibiarkan selama 24
jam. tutup alat dipasang sekitar 2-3 cm di atas permukaan jebakan. Setelah 24 jam. larutan yang
berisi organisme dimasukan ke dalam botol sampel dan diberi label. Metode Pitfall trap ini
dilakukan untuk menjebak serangga yang merayap di atas tanah. Pitfall Trap juga dapat
dimodifikasi dengan menambahkan umpan atau atraktan lainnya. jenis umpan atau atraktan
disesuaikan dengan jenis serangga apa yang akan dijerat oleh kolektor.
b. Metode Light Trap
Light Trap atau perangkap cahaya pada dasarnya digunakan berdasarkan perilaku
kebanyakan serangga yang tertarik akan sumber cahaya. Dapat digunakan pada berbagai panjang
gelombang cahaya sebagai agen atraktan. Jenis-jenis variasi perangkat jebakan ini dapat
dilengkapi dengan menggunakan corong yang mengarahkan pada bak pengumpulan koleksi
kabel dan koneksi listrik harus disediakan untuk penggunaan outdoor. Corong atau bak
penampng dapat dibuat dari metal, plastik, kayu atau Hard paper. Perangkat jebakan dapat
dipasang dengan atau tanpa pelindung. Namun, jika digunakan untuk beberapa hari pelindung
diperlukan untuk mencegah air hujan masuk. Pelindung bisa menggunakan bahan apa saja yang
kuat dan kedap air.
New Jersey Trap (gambar di atas) menggunakan tambahan alat berupa kipas motor
listrik untuk mendesak segera serangga yang terjerat masuk ke bak pembunuh (killing Jar). Jenis
perangkat ini terutama digunakan untuk serangga-serangga kecil eperti midges dan gnats (Agas).
Tidak dianjurkan menggunakan jenis perangkat ini untuk menjerat ngengat, karena dapat
merusak bagian tubuh ngengat saat jatuh ke bak yang berisi cairan pembunuh. Adapaun cara lain
untuk mencegahnya yaitu dengan memasang kain kasa di atas bak agar serangga yang terjerat
tidak langsung jatuh dan terbenam pada bak pembunuh, perangkat ini lebih dikenal dengan
jenis Minnesota Trap. Perbedaanya, Minnesota Trap tidak menggunakan kipas angin seperti
halnya New Jersey Trap.
Jenis modifikasi perangkap cahaya lainnya yaitu Light sheets (gambar disamping).
secara prinsip tidak berbeda dengan jenis perangkap cahaya sbelumnya, hanya saja pada jenis
perangkat ini menggunakan kain sebagai media penjerat serangga. Kain yang digunakan pada
umunya berwarna cerah terutama putih. Kain dibentangkan tegak lurus terhadap permukaan
tanah, lampu atau sumber cahaya diletakkan di salah satu sisi kain (sebaiknya ditaruh pada
bagian yang tidak terkena angin secara langsung). Kain yang digunakan sebaiknya berbahan
nilon karena ringan, mudah dicuci, dan mudah kering. Perangkat jebakan ini sering dipakai untuk
menjerat jenis-jenis ngengat. Biasanya, serangga-serangga yang terjerat akan menempel pada
permukaan kain yang seolah-olah menyala akibat modifikasi pencahayaan dari lampu.
c. Melacak Jejak
Jejak mamalia merupakan cetakan kaki atau kuku dari hewan mamalia pada substrat
tertentu sesuai dengan kebiasaan atau prilaku yang dimaksud misalnya aktivitas
kehidupan, seperti sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan,cara mencari makanan, cara
membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara dan lain-lain (Djuanda,1983).
Tempat terbaik untuk melacak jejak dan menemukan jejak adalah pada tanah bersih atau
berlumpur, pada turunan muara sungai, di sungai, tepi danau, tempat berkubang atau tempat
minum, tempat-tempat lorong antara bambu dan tanah terluar yang merupakan tempat-tempat
yang sering dilalui hewan untuk mendapatkan air atau berkubang. Berdasarkan struktur kakinya,
cetakan kaki dapat dibedakan 2 golongan, yaitu jejak kaki yang dibuat oleh hewan yang
mempunyai cakar dan kuku, dan jejak kaki hewan ungulata.
Tipe jejak dari hewan harus dikenal dan juga umur jejak harus dikenal apakah sudah
lama atau baru. Kebenaran ukuran jejak diperiksa dengan membuat cetakan kaki dengan
menggunakan gips (Rahmat, 1995). Jejak-jejak ataupun tanda lainnya yang ada dilapangan dapat
dipergunakan sebagai indikator ada atau tidaknya satwa liar yang bersangkutan,antara lain tapak
kaki.Bekas tapak kaki dipermukaan tanah penting untuk diketahui bentuk,ukuran dan
umurnya.Tempat-tempat untuk menemukan jejak antara lain ditepi sungai,tempat
berkubang,pantai,tempat-tempat istirahat dan lorong-lorong diantara tumbuhan bamboo dan
semak belukar (Jasin, 1992).
Dalam penelitian, perlu diperhatikan dan dikenali posisi kaki depan kaki belakang dan
untuk mempermudah mengetahui hewan apa yang terdapat pada bekas kaki hewan tersebut.
Jejak kaki yang ditinggal di atas permukaan tanah juga dibantu ukuran dengan membuat gambar
pada kertas milimeter ataupun dicetak dengan menggunakan gips tadi. Cetakan kaki di
permukaan tanah penting untuk diketahui bentuk, ukuran, dan umurnya (Prawihartono,1995).
Feses biasanya menunjukkan keadaan yang khas.Penemuan feses sangat penting apakah masih
baru atau sudah lama.Dari analisa feses dapat dikenali jenis makanan mereka berdasarkan
keadaan bulu-bulu,rambut,gigi/taring maupun tulang tengkorak yang terdapat pada feses tersebut
(Van Strien,1983).
Diantara beberapa jenis satwa liar ada yang mempunyai kebiasaan untuk meninggalkan
atau melepaskan bagian-bagian seperti tanduk,tulang,bulu-bulu rambut,kulit dan duri.Dari bagian
ini dapat diketahui wilayah penyebarannya.Cara lain adalah dengan suara dan bunyi-
bunyianya,yang dimaksud dengan suara adalah sesuatu yang kita dengar sebagai akibat dari
tingkah laku (Jasin,1992). Melacak jejak juga dapat dilakukan dengan acuan bau.Bau yang khas
dan mencolok yang ditimbulkan oleh suatu jenis satwa liar yang dapat dicium oleh manusia.Bau
tersebut berasal dari suatu kelenjar yang dimilikinya seperti trenggiling, musang, rusa, kalelawar,
dan badak (Brotowidjoyo, 1989).
Dari pengamatan jejak morfologi dan ekologi yang mungkin diperoleh adalah karakter
seperti spesies,jenis kelamin,ukuran tubuh dan berat,gaya atau tipe jejak yang terbagi atas
walking track,berjalan cepat dengan tipe jejak yang simetris,Galloping track,berlari cepat dengan
tipe jejak yang non simetris.Data berikutnya berupa kajian populasi dan tingkah laku
(Djuanda,1983). Identifikasi terutama pada melacak jejak dilakukan untuk jejak kaki satwa liar
untuk golongan mamalia besar.Identifikasi pengukuran yang normal. Dalam penelitian jejak
perlu dikenal posisi kaki depan dan kaki belakang serta bentuk ujung jari kaki depan dan jari
kaki belakang (Van Strien,1983).
Kondisi jejak yang ditinggalkan sangat tergantung pada kondisi keadaan permukaan
tanah apakah pasir,liat ataupun batu karang.Pada umumnya diatas tanah dapat diperoleh jejak
yang baik dan mudah untuk dicetak.Kelemahan dalam melacak jejak lainnya adalah
kemungkinannya keadaan jejak berubah maupun ukurannya dan bentuk ataupun tercuci oleh air
hujan yang besar (Van Strien,1983). Ada kesulitan untuk menentukan identifikasi individu-
individu suatu kumpulan jejak yang ditinggalkan.Penyebaran jejak lebih erat hubungannya
dengan kondisi dan pergerakan,kurang erat hubunganya dengan ukuran populasi.Hal-hal yang
disebutkan diatas juga merupakan kelemahan dalam melacak jejak (Djuanda,1983).
1. Kendeigh, S.C. 1980. Ecology With Special Reference to Animal & Man. Prentice Hall,
New Jersey.
2. Krebs, C. 1978. Ecology of the Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
Harper Pub. New York.
3. Odum, EP. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Sounders, Tokyo, Japan.
4. Odum, EP. 1983. Basic Ecology. Sounders, Philadelphia.
5. Brotowidjoyo, D. M. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
6. Djuanda, 1983. Anatomi Struktur Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.
7. Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
8. Prawirohartono, S. 1995. Biologi 2 b. Bumi Aksara. Jakarta.
9. Rahmat. 1995. Jejak Kaki Hewan Liar. Erlangga. Jakarta.
10. Van, Strien. 1983. Menghitung Populasi Berdasarkan Jejak. Bina Cipta. Bandung.