ekologi ji
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Bagaimanakah tipe-tipe interaksi yang terjadi antar dua jenis organisme di
lingkungan ?
2. Apakah yang dimaksud dengan kompetisi interspesifik dan koeksistensi ?
3. Apakah perbedaan dari herbivora, parasitisme, allelopati, dan predasi ?
4. Bagaimana interaksi-interaksi positif yang terdiri atas komensalisme,
kooperasi mutualisme ?
5. Apakah yang dimaksud dengan konsep habitat, Niche dan guild ?
C. Metode Penulisan
Dari banyak metode yang kami–tim penyusun–ketahui, penulisan makalah
ini menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode
kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan guna mencari bahan dan
materi makalah tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet
(warnet). Kami menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien,
murah serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data–data tentang topik
ataupun materi yang kami gunakan untuk makalah ini.

D. Ruang Lingkup
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami–tim penyusun–
miliki serta sesuai rujukan materi yang harus dibahasa dalam makalah ini yang
diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Ekologi yang juga sebagai pemberi
tugas, maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan komunitas dan
populasi serta interaksi yang terjadi di dalamnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipe-tipe Interaksi Antar Dua Jenis Organisme
Secara teori, spesies-spesies anggota populasi saling berinterkasi satu dengan
lainnya dan membentuk interaksi yang positif, negatif, netral, atau kombinasi yang
bentuk interkasi itu dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu neutralisme,
kompetisi, amensalisme, parasitime, predasi (pemangsaan), komensalisme,
protokooperasi, dan mutualisme.
1. Simbiosis Mutualisme adalah hubungan timbal balik antara 2 spesies yang
dimana kedua spesies tersebut saling menguntungkan antara keduanya.
Contohnya:
Ikan Hiu dan ikan Remora, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil kacang-
kacangan, bunga Sepatu dan Lebah, burung Jalak dengan Kerbau, Bunga dan
Kupu – Kupu.
2. Simbiosis Komensalisme adalah hubungan antara 2 organisme yang berbeda
spesies dalam satu bentuk kehidupan bersama dalam berbagi sumber makanan.
Contoh:
Bunga Anggrek dan pohon yang ditumpanginya, ikan Badut dengan dengan
Anemon laut, keladi tikus dengan semut angrang, pohon mangga dengan
tumbuhan merambat, pohon Angsana dengan tumbuhan Paku.

3. Simbiosis Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies,
satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari
inangnya yang dimana sebagai bersifat merugikan.
Contoh: Tanaman Benalu dan Inangnya, Tali Putri dengan Inangnya, Tanaman
dengan Bekicot, Palem dan Gulma, ikan Mutiara dan Teripang.
4. Simbiosis protokooperasi: yakni cara hidup bersama atau timbal balik antara
duamakhluk hidup yang berbeda spesies, di mana jika kedua makhluk hidup
bersimbiosisatau bersatu akan menjadi lebih baik. Namun, tanpa melakukan
simbiosis pun keduamakhluk hidup ini tetap dapat hidup normal. Simbiosis tipe
ini umumnya akanmembentuk spesies yang baru dan lebih unggul dari pada
individu pembentuknya.
Contoh:
Lumut kerak yang merupakan perpaduan antara simbiosis jamur danganggang.
5. Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa. Hubungan ini
sangaterat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator
juga berfungsisebagai pengontrol populasi mangsa.
Contoh:
Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa, dan burung hantu dengan tikus,
Cicak dan Nyamuk, Ayam dan Ulat.
6. Kompetisi adalah hasil dari pembagian, sumber daya yang terbatas. Pembagian
menunjukkan bahwa spesies berbagi sumber daya yang sangat penting
untuk menunjang keberhasilan ekologis. Tidak semua individu spesies yang
berkompetisi akan mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk
memaksimalkan kelangsungan hidup (survival) dan reproduksinya (maka
digunakan istilah limiting atau terbatas). Bahwa spesies yang berkompetisi

tidak akan mati secara langsung, hanya performance secara keseluruhan akan
berkurang. Dalam ringkasannya bahwa, di mana kedua pihak saling merugikan.
Contoh:
Populasi Kambing dan populasi Sapi di padang rumput.
7. Amensalisme: interaksi yang terjadi antara dua spesies dimana satu spesies
rugisedangkan spesies yang lain tidak mendapatkan keuntungan.
Contoh:
Saat babi liar mencari makan, akan merusak lapisan teratas tanah, dan
beberapaorganisme akan keluar dari liangnya dan lebih mudah dimakan oleh
predatornya,walaupun hewan penggali lubang rugi, babi tidak mendapatkan
keuntungan dari situasitersebut.
8. Netralisasi adalah suatu bentuk hubungan antara makhluk hidup yang tidak
salingmerugikan atau diuntungkan.
Contoh:
Burung bangau yang memakan siput, ikandengan burung pipit yang memakan
padi di sawah.
9. Antibiosis adalah suatu bentuk hubungan antara makhluk hidup yang berbeda
jenis atau berseda spesies di mana makhluk hidup yang satu menghambat dalam
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup yang lain.
Contoh:
Hubungan antara jamur yang mengeluarkan racun sehingga menghambat
pertumbuhan organisme lain disekitarnya.

B. Kompetisi Interspesifik dan Koeksistensi
1. Kompetisi Interspesifik
Kompetisi adalah interakksi antar individu yang muncul akibat kesamaan
kebutuhan akan sumberdaya yang bersifat terbatas, sehingga membatasi
kemampuan bertahan (survival), pertumbuhan dan reproduksi individu penyaing
(Begon et al .1990), sedangkan Molles (2002) kompettisi didefinisikan sebagai
interaksi antar individu yang berakibat pada pengurangan kemampuan hidup
mereka. Kompetisi yang terjadi antara individu sejenis disebut sebagai kompetisi
intraspesifik. Contoh kompetisi intraspesifik pada pot 1 ditanam biji2 kacang hijau
saja pada pot 2 ditanam kacang hijau + jagung Terjadi kompetisi intraspesifik
antar kacang hijau yang mengakibatkan berat kecambah kacang hijau lebih sedikit
dibandingkan kacang hijau yang ditanam dengan jagung. Sedangakan interaksi
antara individu yang tidak sejenis disebut interaksi interspesifik. Contoh,
persaingan antara kambing dan kerbau di padang rumput dan persaingan rumput
teki dan ilalang dalam memperebutkan sinar matahari atau lahan. Kompetisi dapat
terjadi antar individu dalam satu populasi dan individu dari populasi lain yang
berbeda. Sumber daya yang diperebutkan dalam kompetisi ini dapat berupa
makanan, energi, tempat tinggal, bahkan pasangan kawin. Persingan dalam hal
sumber daya runga atau tempat tinggal terjadi jika terjadi ledakan populasi
sehingga hewan berdesak-desakan di suatu tempat tertentu. Dalam kondisi ini
hewan –hewan yang kuat mengusir hewan lemah untuk pindah dari kelompoknya
atau meninggalkan tepatnya.
Beberapa factor-faktor yang berpengaruh terhadap persaingan intraspesifik
dan interspesifik pada tumbuhan, yaitu :

1) Jenis tanaman
Factor ini meliputi sifat biologi tumbuhan, system perakaran, bentuk
pertumbuhan secara fisiologis. Misalnya adalah pada tanaman ilalang yang
memiliki system perakaran yang menyebar luas sehingga menyebabkan
persaingan dalam memperebutkan unsure hara. Bentuk daun yang lebar pada
daun talas menyebabkan laju transpirasi yang tinggi sehingga menimbulkan
persaingan dalam memperebutkan air.
2) Kepadatan tumbuhan
Jarak yang sempit antar tanaman pada suatu lahan dapat menyebabkan
persaingan terhadap zat-zat makanan hal ini karena zat hara yang tersedia
tidak mencukupi bagi pertumbuhan tanaman.
3) Penyebaran tanaman
Untuk menyebarkan tanaman dapat dilakukan dengan penyebaran biji
atau melalui rimpang (akar tunas). Tanaman yang penyebarannya dengan biji
mempunyai kemampuan bersaing yang lebih tinggi daripada tanaman yang
menyebar dengan rimpang. Namun persaingan yang terjadi karena factor
penyebaran tanaman sangat dipengaruhi factor-faktor lingkungan lain seperti
suhu, cahaya, oksigen, dan air.
4) Waktu
Dalam hal ini waktu adalah lamanya tanaman sejenis hidup bersama.
Periode 25-30% pertama dari daur tanaman merupakan periode yang paling
peka terhadap kerugian yang disebabkan oleh persaingan.

Berikut adalah tabel pengaruh interaksi populasi A vs B terhadap
kelangsungan kehidupan pertumbuhan populasi
No Tipe interaksi
Tidak
berinteraksi
Apabila
berinteraksiHasil interaksi
A B A B
1 Netralisme 0 0 0 0Tidak ada yang
terpengaruh
2 Kompetisi 0 0 - -Yang paling terpengaruh
punah
3 Mutualisme - - + +Obligatori bagi kedua
populasi
4 Protokooperasi 0 0 + +
Menguntungkan
keduabelah pihak namun
tidak obligatori
5 Komensalisme - 0 + 0Obligatori bagi A, B tidak
terpengaruh
6 Amensalisme 0 0 - 0A tuan rumah, B tak
terpengaruh
7 Parasitisme - 0 + - Obligatori bagi A, B tuan

rumah
8 Predasi - 0 + -Obligatori bagi A, B tuan
rumah
Keterangan : + Populasi tumbuh
- Populasi menurun
0 Pertumbuhan populasi tidak terpengaruh
2. Koeksistensi
Karena kelompok-kelompok spesies dalam komunitas itu tidak berdiri
sendiri-sendiri maka mereka harus dapat hidup bersama dengan saling mengatur.
Di dalam hidup bersama itu interaksi di dalam spesies bisa bersifat searah atau dua
arah.
Contoh: Tumbuhan yang hidup di lapisan atas tidak dapat hidup tanpa ada
tumbuhan yang ada dibawahnya, atau sebaliknya sehingga terjadi saling mengatur.
Di dalam hidup bersamaam terjadi bermacam-macam interaksi seperti:
- Mutualisme : Hidup bersama saling menguntungkan
- Eksploitasi : Suatu spesies hidup atas jerih payah spesies lain
- Parasit : Menempel pada tanaman lain dan merugikan
- Komensalisme : Menempel pada tanaman lain, tidak merugikan
- Kompetisi : Persaingan antara dua atau lebih makhluk hidup

C. Herbivora, Parasitisme, Alelopati, dan Predasi
1. Herbivora
Herbivora (dalam zoologi adalah hewan yang hanya makan tumbuhan dan
tidak memakan daging. Manusia bukanlah herbivora. Akan tetapi, orang yang
memilih untuk tidak memakan daging disebut nabatiwan. Dalam praktiknya,
banyak lataboga memakan telur dan kadang-kadang memakan protein hewan
lainnya. Dalam pengertian singkat, Herbivora adalah organisme memakan
tumbuhan atau protein dari tumbuhan (Pemakan Tumbuhan)
2. Parasitisme
Simbiosis parasitisme adalah hubungan yang menguntungkan 1 pihak,
sedangkan pihak yang lain dirugikan. Contohnya Bunga Raflesia dan tumbuhan
inangnya. Bunga Raflesia beruntung mengisap makanan yang dibuat inangnya
sehingga tumbuhan inangnya rugi dan lama kelamaan mati. Bunga Raflesia
termasuk tumbuhan parasit. Nyamuk dan manusia. Nyamuk beruntung mengisap
darah manusia,yang bisa menyebabkan manusia terkena penyakit malaria dan
demam berdarah. Jadi manusia dirugikan oleh nyamuk. Nyamuk termasuk hewan
parasit.
o Ektoparasit berkembang dari makhluk yang hidup bebas artinya makhluk
bukan sebagai parasit.
o Endoparasit mengalami perkembangan langsung dari ektoparasit atau
komensal. Endoparasit mempunyai adaptasi untuk hidup dalam kadar oksigen
yang rendah.

3. Alelopati
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti "satu sama lain"
dan pathos yang berarti "menderita". Alelopati didefinisikan sebagai suatu
fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu
senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut
memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya.
Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di
sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati
adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan
kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karen itu,
alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi
penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati
di dalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan
senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya.
4. Predasi
Predasi merupakan hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator),
hubungan ini sangat erat sebabtanpa mangsa perdator tidak bisa hidup.Proses interaksi
yang terjadi bisa berupa antar hewan, hewan dengan tumbuhan dan
tumbuha predator dengan mangsanya. Jumlah populasi predator dengan mangsa
berbanding lurus. Contoh: Singa memangsa rusa, kuda memangsa rumput, bunga Dionaea
muscipula yang memangsa serangga yang hinggap dijebakannya.
D. Interaksi-interaksi Positif
Interaksi positif dimulai dengan komensalisme yang kemudian berkembang
menjadi mutualisme dimana kedua spesies saling bergantung.

Komensalisme merupakan tipe sederhan dari interaksi positif dan mungkin
nlangkah awal menuju ke hubungan saling menguntungkan (epefit, anemon pada
karang). Kepiting dan coelenterata sering saling mengadakan hubungan kerja sama
saling menguntungkan misalnya colenterata hidup dipunggung kepiting, dalam
hubungan ini coelenterata tidak saling bergantung.
Langkah selanjutnya adalah kerja sama saling menguntungkan dan keduanya
saling bergantung, keadaan ini disebut mutualisme atau simbiosis obligat. Simbiosis
jenis ini biasanya antara ototrof dengan hterotrof, (jamur dan algae), bakteri pengikat
N dengan leguminoceae, rayap dengan flagellata dan binatang memamah biak dengan
bakteri dalam rumen.
Simbiosis obligat antara mikroorganisme pencerna selulosa dan hewan, penting
untuk rantai makanan detrritus. Pada simbiosis rayap dengan flagellata (ordo
hypermastigina), rayap akan mati tanpa kerja sama dengan flagellata, karna rayap
tidak bisa mencerna selulosa sehingga akhirnya akan kelaparan. Koordinasi antara
rayap dengan flagellata sangat baik, misalnya flagellata sangat tanggap pada hormon
ganti kulit (pengaruh hormon), flagellata akan membentuk cyste, sehingga akan
menjamin transmisi dan reinfeksi setelah ganti kulit.
Simbiosis antara jamur dengan semut attine. Semut attine akan merawat jamur
dengan memupuk, menanam dan merawat jamur. Pada peristiwa ini, rayap
mengadakan endosimbiotik dengan flagellata, sedangkan semut mengadakan
eksosimbiotik dengan jamur.
Fungsi jamur disini adalah menguraikan selulosa yang tidak dapat dicerna oleh
semutsedangkan kotoran semut mengandung enzim proteolitik yang tidak dipunyai
oleh jamur untuk membantu metabolisme protein.
Seperti halnya bakteri pengikat N pada leguminoceae , jamur berintraksi
dengan jaringan akar membentuk organ yang dapat meningkatkan kemampuan

tanaman untuk menghisap mineral dari dalam tanah, sebagai imbalan jamur akan
mendapat makanan dari tanaman.
E. Konsep Habitat Niche, Guild
1. Pengertian Habitat
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat
kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat
banyak digunakan , tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada
umumnya istilah ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.
Contohnya habitat Notonecta (sejenis binatang air) adalah daerah-daerah
kolam, danau dan perairan yang dangkal yang penuh ditumbuhi vegetasi. Habitat ikan
mas (Cyprinus carpio) adalah di perairan tawar, habitat pohon durian (Durio
zibhetinus) adalah di tanah darat dataran rendah. Pohon enau tumbuh di tanah darat
dataran rendah sampai pegunungan, dan habitat eceng gondok di perairan terbuka.
Menurut Sambas Wirakusumah dalam Dasar-Dasar Ekologi, habitat adalah
toleransi dalam orbit dimana suatu spesies hiduptermasuk faktor lingkungan yang
cocok dengan syarat hidupnya. Orbit adalah ruang kehidupan spesies lingkungan
geografi yang luas, sedangkan habitat menyatakan ruang kehidupan lingkungan
lokasinya.
Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang
ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat
merupakan organism-specific: ini menghubungkan kehadiran species, populasi, atau
idndividu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik
biologi. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi; merupakan
jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu species. Dimanapun suatu organisme

diberi sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah
yang disebut dengan habitat.
Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat merupakan sebuah istilah
yang dikemukakan oleh Doubenmire (1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe
asosiasi vegetasi dalam suatu kawasan atau potensi vegetasi yang mencapai suatu
tingkat klimaks. Habitat lebih dari sekedar sebuah kawasan vegetasi (seperti hutan
pinus). Istilah tipe habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan
antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan vegetasi yang
digunakan oleh satwa liar, kita dapat mengatakan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi
didalamnya.
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi
yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya
menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat
tersebut (Wiens 1984:402). Secara teori kita dapat menghitung jumlah dan jenis
sumberdaya yang tersedia untuk satwa; secara praktek, merupakan hal yang hampir
tidak mungkin untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut pandang satwa
(Litvaitis et al., 1994). Kita dapat menghitung kelimpahan species prey untuk suatu
predator tertentu, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa semua prey yang ada di
dalam habitat dapat dimangsa karena adanya beberapa batasan, seperti ketersediaan
cover yang banyak yang membatasi aksesibilitas predator untuk memangsa prey. Hal
yang sama juga terjadi pada vegetasi yang berada di luar jangkauan suatu satwa
sehingga susah untuk dikonsumsi, walaupun vegetasi itu merupakan kesukaan satwa
tersebut. Meskipun menghitung ketersediaan sumber daya aktual merupakan hal yang
penting untuk memahami hubungan antara satwa liar dan habitatnya, dalam praktek
jarang dilakukan karena sulitnya dalam menentukan apa yang sebenarnya tersedia
dan apa yang tidak tersedia (Wiens 1984:406). Sebagai konsekuensinya,
mengkuantifikasi ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada

penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan sesudah digunakan oleh satwa
dalam suatu kawasan, daripada ketersediaan aktual. Ketika aksesibilitas sumber daya
dapat ditentukan terhadap suatu satwa, analisis untuk menaksir kesukaan habitat
dengan membandingkan penggunan dan ketersediaan merupakan hal yang penting.
2. Makrohabitat dan Mikrohabitat
Beberapa istilah seperti makrohabitat dan mikrohabitat penggunaannya
tergantung dan merujuk pada skala apa studi yang akan dilakukan terhadap satwa
menjadi pertanyaan. (Johnson, 1980). Dengan demikian makrohabitat dan
mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing studi yang berkenaan dengan
spesies spesifik. Secara umum, macrohabitat merujuk pada ciri khas dengan skala
yang luas seperti zona asosiasi vegetasi (Block and Brennan, 1993) yang biasanya
disamakan dengan level pertama seleksi habitat menurut Johnson. Mikrohabitat
biasanya menunjukkan kondisi habitat yang sesuai, yang merupakan faktor penting
pada level 2-4 dalam hierarkhi Johnson. Oleh sebab itu merupakan hal yang tepat
untuk menggunakan istilah mikrohabitat dan makrohabitat dalam sebuah pandangan
relatif, dan pada skala penerapan yang ditetapkan secara eksplisit.
Batas antara mikrohabitat yang satu dengan mikrohabitat yang lain tidaklah
nyata, namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting dalam menentukan
keanekaragaman jenis yang mempengaruhi habitat itu.
Contoh makrohabitat dan mikrohabitat : Organisme penghancur (pembusuk)
daun hanya hidup pada lingkungan sel-sel daun lapisan atas fotosintesis, sedangkan
spesies organisme penghancur lainnya hidup pada sel-sel daun bawah pada lembar
daun yang sama hingga mereka hidup bebas tidak saling mengganggu. Lingkungan
sel-sel dalam selembar daun di atas disebut mikrohabitat sedangkan keseluruhan daun
dalam lingkungan makro disebut makrohabitat.

Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan makhluk hidup yang
menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas
atas disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Ketiga
titik itu yaitu titik minimum, titik maksimum dan titik optimum disebut titik cardinal.
Apabila sifat habitat berubah sampai diluar titik minimum atau maksimum,
makhluk hidup itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain. Misalnya jika terjadi
arus terus-menerus di pantai habitat bakau, dapat dipastikan bakau tersebut tidak akan
bertahan hidup . Apabila perubahannya lambat, misalnya terjadi selama beberapa
generasi, makhluk hidup umumnya dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru di
luar batas semula.Melalui proses adaptasi itu sebenarnya telah terbentuk makhluk
hidup yang mempunyai sifat lain yang disebut varietas baru atau ras baru
bahkan dapat terbentuk jenis baru.
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu dibagi menjadi 4 macam
(Kramadibrata,1996) yaitu :
a. Habitat yang konstan
Yaitu habitat yang kondisinya terus-menerus relatif baik atau kurang baik.
b. Habitat yang bersifat memusim
Yaitu habitat yang kondisinya relatif teratur berganti-ganti antara baik dan kurang
baik.
c. Habitat yang tidak menentu
Yaitu habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi baik yang lamanya
bervariasi diselang-selingi oleh periode dengan kondisi kurang baik yang lamanya
juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat diramal.

d. Habitat yang ephemeral
Yaitu habitat yang mengalami periode dengan kondisi baik yang berlangsung relatif
singkat diikuti oleh suatu periode dengan kondisi yang kurang baik yang
berlangsungnya lama sekali. ( Kramadibrata, 1996 ).
Habitat sebagai fungsi dari ruang dapat dikenal dengan :
a. Habitat yang berkesinambungan : meliputi area dengan kondisi baik luas sekali,
melebihi daerah yang dapat dijelajahi hewan.
b. Habitat yang terputus-putus : menunjukan area yang berkodisi baik dan tidak
berselang seling serta hewan dengan mudah dapat menyebar dari area baik yang satu
ke yang lainnya.
c. Habitat yang terisolasi : area yang terbatas dan terpisah jauh dari area lainnya
sehingga hewan tidak dapat mencapainya kecuali bila didukung factor kebetulan.
Habitat makhluk hidup dapat lebih dari satu, misalnya burung pipit, habitat
untuk mencari makannya adalah di sawah dan habitat untuk bertelur adalah pohon-
pohonan di kampung. Ikan salem yang terkenal di Eropa dan Amerika utara, waktu
dewasa mempunyai habitat di laut. Waktu akan bertelur ikan itu berenang ke sungai
sampai ke hulu. Di daerah hulu ikan bertelur. Anak ikan untuk beberapa tahun tinggal
di sungai. Kemudian pergi ke laut untuk menjadi dewasa sampai saatnya ikan akan
bertelur.
Istilah habitat dapat dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok
organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas. Misalnya, kita boleh
mengunakan istilah habitat padang rumput, habitat hutan mangrove, dan sebagainya.
Dalam hal ini habitat sekelompok organisme mencakup lingkungan abiotik dan
lingkungan biotik.

3. RELUNG ( Niche )
Relung ekologi suatu hewan ( individu, populasi) adalah status fungsional
hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi-adaptasi
fisiologi, structural dan pola prilakunya (Sukarsono, 2009).
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan
Inggris, dengan pengertian relung adalah “status fungsional suatu organisme dalam
komunitas tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui
kegiatannya, terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme
dan tumbuhnya, pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau
bersentuhan, dan sampai seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu
mempengaruhi atau mampu mengubah berbagai proses dalam ekosistem.
Berdasarkan uraian diatas relung ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang
meliputi tidak saja ruang secara fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga
peranan fungsional dalam komunitas serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi
lingkungan yang berbeda (Odum, 1993). Relung ekologi merupakan gabungan
khusus antara faktor fisik (mikrohabitat) dan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan
oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang berkesinambungan dalam
komunitas (Soetjipto, 1992).
Niche (relung) ekologi mencakup ruang fisik yang diduduki
organisme , peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misal: posisi trofik)
serta posisinya dalam kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari
keberadaannya itu. Ketiga aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung
atau ruangan habitat, relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh
karena itu relung ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana dia
hidup tetapi juga apa yang dia perbuat (bagaimana dia merubah energi, bersikap atau
berkelakuan, tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan

bagaimana jenis lain menjadi kendala baginya. Hutchinson (1957) telah membedakan
antara niche pokok (fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized
niche). Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang
memungkinkan populasi masih dapat hidup. Sedangkan niche sesungguhnya
didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh
organisme-organisme tertentu secara bersamaan.
Dimensi-dimensi pada niche pokok menentukan kondisi-kondisi yang
menyebabkan organisme-organisme dapat berinteraksi tetapi tidak menentukan
bentuk, kekuatan atau arah interaksi. Dua faktor utama yang menetukan bentuk
interaksi dalam populasi adalah kebutuhan fisiologis tiap-tiap individu dan ukuran
relatifnya. Empat tipe pokok dari interaksi diantara populasi sudah diketahui yaitu:
kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis.
Agar terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi,
parasitisme dan simbiosis harusnya ada tumpang tindih dalam niche. Pada kasus
simbion, satu atau semua partisipan mengubah lingkungan dengan cara membuat
kondisi dalam kisaran kritis dari kisaran-kisaran kritis partisipan yang lain. Untuk
kompetitor, predator dan mangsanya harus mempunyai kecocokan dengan parameter
niche agar terjadi interaksi antar organisme, sedikitnya selama waktu interaksi.
Menurut Odum (1993) tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik sama
antara satu dengan yang lainnya, dan spesies yang memperlihatkan adaptasi yang
lebih baik dan lebih agresif akan memenangkan persaingan. Spesies yang menang
dalam persaingan akan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara optimal sehingga
mampu mempertahankan eksistensinya dengan baik. Spesies yang kalah dalam
persaingan bila tidak berhasil mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumber
daya yang diperlukannya dapat mengalami kepunahan local.

Berjenis makhluk hidup dapat hidup bersama dalam satu habitat . Akan tetapi
apabila dua jenis makhluk hidup mempunyai relung yang sama, akan terjadi
persaingan. Makin besar tumpang tindih relung kedua jenis makhluk hidup, makin
intensif persaingannya. Dalam keadaan itu masing-masing jenis akan mempertinggi
efisiensi cara hidup atau profesinya.Masing-masing akan menjadi lebih spesialis,
yaitu relungnya menyempit. Jadi efek persaingan antar jenis adalah menyempitnya
relung jenis makhluk hidup yang bersaing, sehingga terjadi spesialisasi.
Akan tetapi bila populasi semakin meningkat, maka persaingan antar individu
di dalam jenis tersebut akan terjadi pula. Dalam persaingan ini individu yang lemah
akan terdesak ke bagian niche yang marginal. Sebagai efeknya ialah melebarnya
relung, dan jenis tersebut akan menjadi lebih generalis. Ini berarti jenis tersebut
semakin lemah atau kuat. Makin spesialis suatu jenis semakin rentan makhluk
tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Rangkuman Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=492
diakses pada tanggal 9 April 2013 pukul 11.00 WITA
Block, W. M., and L. A. Brennan. 1993. The Habitat Concept in Ornithology: Theory
and Applications in J. Verner, M. L. Morrison, and C. J. Ralph, eds. Wildlife
1991: Modeling Habitat Relationships of Terrestrial Vertebrate. Univ.
Winconsin Press, Madison.
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi (diterjemahkanTjahjono, S. dan Srigandono,
B) Yogyakarta: Penerbit Universitas Gajah Mada.
Wiens, J. A. 1984. Resource System, Population, and Communities.