ekologi bioenergi
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah ekologi bioenergiTRANSCRIPT

MAKALAH EKOLOGI
BIOENERGI DAN LIMBAH
Disusun Oleh :
NAMA NIM
1. Adelina Ramba S 1009035016
2. Erlin Abdullah 1009035056
3. Syarifah Aulia Firda 1009035007
4. Septian Hadi S
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2010

BAB 1
1.1 Latar Belakang
Bumi kita semakin lama semakin berubah karena perubahan iklim, ada
juga yang rusak dikarenakan adanya global warming yang bisa dibilang sudah
semakin parah. Namun tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan bumi kita
ini dan mencegah yang akan terjadi asalkan kita sudah ada usaha. Disaat kalian
menaiki mobil, bahan bakar apa yang dipakai oleh mobil kalian? Bahan bakar
minyak bumi bukan? Ya, kebanyakan di Indonesia ini orang-orang masih
memakai bahan bakar minyak, padahal bahan bakar minyak juga menjadi salah
satu masalah di global warming ini.
Kebutuhan energi di dunia hingga detik ini cenderung dipenuhi dengan bahan
bakar fosil. Masih banyaknya penggunaan mesin industri dan transportasi
penunjang perekonomian dunia yang umumnya masih memerlukan minyak bumi
sebagai bahan bakar penggeraknya. Energy Information Administration (EIA)
memperkirakan pemakaian energi dunia hingga tahun 2025 akan masih
didominasi bahan bakar fosil yakni minyak, gas alam dan batubara.
Pemakaian bahan bakar minyak dapat menyebabkan global warming,mari kita
ambil contoh, kalo saat kita menaiki mobil asap dari knalpot bukankah sangat
hitam dan sangat menggangu dengan lingkungan luar? Karena itulah, bahan bakar
minyak belum ramah lingkungan.
Akhirnya ditemukan alternatif untuk mengurangi asap kendaraan yang berlebihan.
Para peneliti menemukan alternatif nya yaitu Bahan Bakar Bio energi.
Pernahkah kalian mendengar bahan bakar Bio Energi? Apakah kalian mengerti
apa yang dimaksud bahan bakar Bioenergi dan penggunaan bahannya? Bio energi
adalah energi yang berasal dari biomassa yang merupakan bahan organik sepertii
kayu,tumbuhan, atau limbah hewan. Sementara Biomassa adalah masalah
tanaman dan kotoran hewan yang dapat dipanen untuk membuat bioenergi dalam

bentuk listrik, panas, uap dan bahan bakar. Jadi, bioenergi dapat menghasilkan
listrik,panas,uap dan sebagainya. Perlu kalian tau,bahwa bahan bakar bio energi
adalah salah satu sumber energi tertua.
Bioenergi memiliki keuntungan contohnya, bioenergi sangat cocok untuk pasokan
listrik, proses panas, panas suhu rendah dan bahan bakar transportasi.- jadi kamu
tidak perlu menunggu matahari bersinar atau angin bertiup. Nah kita akan
tunjukan gambar seperti siklus nya penggunaan atau pemakaian bioenergi.
Diberbagai negara seperti Amerika, Kanada, Selandia Baru, atau pun Australia bio
energi pun sudah ada di negara-negara masing-masing. Di Indonesia sebenarnya
ada keterbatasan dengan bahan bakar minyak yang ada, jadi perlu di strategi untuk
menjadikan itu sebagai cadangan di tahun nanti. Kampanye hemat energi udah
lama dilakukan, ya namun kesadaran dari kita sendiri aja kurang, sehingga
bersamaan dengan kampanye hemat energi yang terus dilakukan, pemerintah juga
mengupayakan penggunaan bahan bakar bio energi sudah diberlakukan ya
mungkin baru beberapa orang yang memakai bahan bakar tersebut. Biogas,
semisal, salah satu jenis bioenergi dari kotoran hewan yang diubah menjadi gas.
Selain dapat digunakan untuk memasak, penerangan, dengan sedikit teknologi
dapat pula menggerakkan generator listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Energi ini di beberapa tempat seperti di wilayah Dieng telah berhasil
menggerakkan aktivitas ekonomi rakyat.Dan berbagai macam bioenergi sudah
diupayakan di Indonesia ini.
Perlu diketahui bahwa bahan bakar bioenergi sangat ramah lingkungan. Dengan
adanya bioenergi seperti ini, kita dapat mengurangi ketergantungan bahan bakar
minyak yang dapat menyebabkan pemanasan global. Sudah cukup banyak
perusahan di Indonesia yang sudah berlakukan bioenergi tersebut. Kalian mau
mengganti bahan bakar mobil kalian dengan bahan bakar bio energi? Tentu saja
itu sangat bagus, harganya juga relatif murah. Dengan adanya niat dan usaha dari
kita untuk menjaga baik bumi kita secara perlahan tapi pasti, kita bisa kok
mencegah terjadinya global warming yang semakin parah.

1.2 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami
tentang bebagai macam limbah dan cara pembuatan bioenergi dari limbah.
1.3 Rumusan Masalah
1. Pengertian bioenergi
2. Latar belakang munculnya energy alternatif
3. Macam-macam bioenergi
4. Pengertian limbah dan macam-macamnya
5. Limbah apa saja yang bisa dipakai untuk bionergi
6. Bagaimana mengolah limbah menjadi bioenergi
7. Pengembangan bioenergi di Indonesia
8. Bagaimana aplikasinya bagi kehidupan sehari-hari dan fungsinya bagi
jurusan teknik lingkungan

BAB 2
DASAR TEORI
BAB 3
PEMBAHASAN
Kualitas energi yang baik dan penggunaan energi secara benar ini dapat
dipelajari oleh manusia, siapa saja, melalui Bioenergi. Bioenergi adalah satu daya
yang kebanyakan dari kita belum mengenalnya. Secara singkat, Bioenergi dapat
didefinisikan sebagai “suatu daya intensitas yang menyusupi struktur-struktur
anatomis dari semua benda termasuk atmosfir di sekitarnya”.
Memasyarakatkan Bioenergi dan Biodiesel pada tahun 1970-an dunia
mengalami krisis energi, pada saat itulah muncul gagasan mengenai energi
alternatif.

Bioenergi yang merupakan energi alternatif pengganti bahan bakar minyak
dianggap sebagai penyelamat dunia karena sifatnya yang non polutif dan dapat
terbaharui. Bumi yang semakin tua makin diselimuti udara kotor yang merusak
lingkungan menuntut manusia untuk mencari solusi akan hal tersebut, sehingga
dalam perjalanannya muncul Protokol Kyoto sebagai wadah bagi negara-negara
maju untuk memecahkan masalah lingkungan akibat dari pembuangan emisi gas
buang bahan bakar minyak.
Amerika Serikat pernah menggulirkan proyek raksasa dengan
memanfaatkan bioenergi sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak.
Ketika itu pada tahun 2006 Presiden George W Bush membuat proposal untuk
mengganti pengunaan 30 persen penggunaan BBM dengan bioenergi. Jagung
yang saat itu menjadi primadona digunakan untuk memproduksi bioenergi.
Indonesia dengan keterbatasan Sumber Daya Alamnya tidak mungkin bisa
keluar dari ketergantungan penggunaan Bahan Bakar Minyak selama masih
menganggap minyak bumi sebagai satu-satunya sumber energi yang dipakai.
Sebaliknya, dengan memanfaatkan lahan subur yang masih menganggur untuk
diolah menjadi lahan produktif sehingga bisa ditanami berbagai sumber energi
alternatif. Sangat disayangkan sekali apa yang terjadi di negeri ini, walaupun data-
data statistik menyebutkan bahwa kekayaan Sumber Daya Alam berlimpah, tetapi
belum mampu mengeksplorasi kekayaan tersebut dengan maksimal sehingga
menjadi andalan pendapatan negara.
Setiap manusia dengan sendirinya memiliki dan berhak mendapatkan
Bioenergi, karena ia adalah satu pemberian agung dari kaidah hukum universal
yang mutlak itu. Jadi sumber Bioenergi ini adalah satu, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa, yang memberi dan memiliki hak dan kuasa tunggal terhadap hukum universal
mutlak itu. Dari pengertian ini maka dapat kita simpulkan bahwa: “Bioenergi
merupakan energi kehidupan di alam ini yang menyusupi dan menggerakkan
seluruh aktifitas kehidupan di mana sumber tertinggi adalah Tuhan Maha Esa.”
Bioenergi mempunyai sifat kecerdasannya sendiri yang mengalir dan
bergerak secara alamiah mengikuti tatanan hukum universal. Dalam kehidupan
manusia, Bioenergi dapat dipengaruhi, baik secara sadar atau tidak, oleh arah

pikiran dan hati seseorang yang dapat berpengaruh pada pola hidup yang positif
atau negatif. Untuk itulah setiap orang perlu memahami Bioenergi yang cerdas.
Ini agar dapat memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Tuhan
kepada kita.
Adapun macam – macam dari bioenergi yaitu
1. Biomassa
Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap sebagai
sampah dan sering dimusnahkan dengan cara di bakar. Terkadang kita tidak tahu
bahwa banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari sisa-sisa makanan atau barang
yang kita anggap sebagai sampah. Biomassa tersebut dapat diolah menjadi
bioarang, yang merupakan bahan bakar yang memiliki nilai kalor yang cukup
tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, saat ini
sedang digencarkan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku dalam teknologi
biomassa untuk diolah sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Atau
batok kelapa sawit yang dijadikan briket yang saat ini pengembangannya mulai
dilirik oleh para peneliti.
2. Biodiesel
Penelitian di bidang biodiesel sejauh ini terus berkembang dengan
memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar
hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Biodiesel merupakan bahan
bakar yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Bahan bakar ini ramah
lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke
number) yang rendah, memiliki cetane number yang lebih tinggi, pembakaran
lebih sempurna, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic).
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi
trigliserida (komponen utama minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak,
dengan memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/esterifikasi. Di Indonesia,
potensi bahan baku biodiesel sangat melimpah. Saat ini Indonesia adalah negara

penghasil minyak nabati terbesar di dunia, bahan baku minyak nabati meliputi
asam lemak dari kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, sirsak, srikaya, kapuk, dan
alga.
3. Bioetanol
Untuk menganti premium, alternatifnya adalah gasohol (gasoline-alkohol) yang
merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Bioetanol bersumber dari
karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar,
sagu, dan tebu. Dari beberapa bahan baku tersebut, diketahui bahwa tanaman
jagung merupakan pakan unggulan untuk bahan utama bioetanol karena selain
dari segi ekonomis tergolong murah, jumlah hasil bioetanol yang dihasilkan
jagung ternyata lebih besar diantara tanaman lain.
Setelah bahan baku diatas melalui proses fermentasi, dihasilkanlah etanol. Dan
dari etanol dapat dibuat etanol 99,5% atau fuel grade ethanol yang bisa digunakan
untuk campuran gasohol. Di dalam etanol, terdapat 35% oksigen yang dapat
meningkatkan efisiensi pembakaran mesin dan juga meningkatkan angka oktan
seperti zat aditif Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead
(TEL). Selain itu, etanol juga bisa terurai sehingga dapat mengurangi emisi gas
buang berbahaya
4. Biogas
Peluang pengembangan bioenergi khususnya biogas, juga dimungkinkan
untuk berkembang di Indonesia baik untuk aplikasi industri skala kecil dan
menengah. Berbagai sampah organik dan limbah-limbah agroindustri merupakan
bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi biogas melalui pemanfaatan
teknologi anaerobik. Pada prinsipnya, teknologi anaerobik adalah proses
dekomposisi biomassa secara mikrobiologis dalam kondisi anaerobik (tanpa
oksigen).

Secara garis besar bahan baku yang diperlukan adalah biomassa (residu
mahluk hidup), mikroorganisme, dan air. Produk utama dari biogas ini adalah gas
metana dan pupuk organik. Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku
ramah lingkungan, karena dapat terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan
asap yang bepengaruh buruk terhadap kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas
metana merupakan gas yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan mulai dari memasak, hingga penggerak turbin
pembangkit listrik tenaga uap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah
didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia.
Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif terhadap
masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Air limbah industri maupun rumah
tangga (domestik) apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan.
Pengelompokan limbah berdasarkan jenis senyawa antara lain
limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan. Contohnya limbah
bahan atau sisa tumbuhan dan hewan. Sedangkan
Limbah anorganik adalah limbah yang berasal dari sumber alam.
Limbah dapat dikelopokkan berdasarkan wujudnya menjadi 3 antara lain:
Limbah cair
Limbah padat
Limbah gas.
1. Limbah cair

Limbah cair adalah segala jenis limbah yang berwujud cairan berupa air
beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun
terlarut dalam air.
2. Limbah padat
Limbah padat adalah limbah yang terbanyak lingkungan . biasanya limbah
padat disebut sebagai sampah.
3. Limbah gas
Limbah gas yang berada di udara terdiri dari bermacam-macam senyawa kimia.
Misalnya karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2), nitrogenoksida (NOx),
asam klorida (HCl), sulfurdioksida (SOx), metan (CH4), ammonia (NH3), klorin
(Cl2). Limbah gas yang dibuang ke udara biasanya mengandung partikel-partikel
bahan padatan, disebut materi partikulat.
Dan pengelompokan limbah berdasarkan sumber adalah limbah domestic,
limbah industri, limbah pertanian dan limbah pertambangan. Limbah domestic
merupakan limbah yang berasal dari kegiatan pemukiman penduduk. Limbah
industry adalah buangan hasil proses industry. Limbah pertanian berasal ddari
daerah pertanian atau perkebunan. Limbah pertambangan berasal dari kegiatan
pertambangan.
Bioenergi limbah peternakan sapi
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya
menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari
biomassa yang lain. Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama
dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas
metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua
Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa
yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan
traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah
pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Tetapi, di
negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu

tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus
dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti
China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset
dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi
biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan
proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa
udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007).
Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari
reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahanorganik oleh aktivitas bakteri
metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara
alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran
binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah gas yang
mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas
metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas.
Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah
sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-
potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang
cukup banyak.
Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N,
temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum
yaitu pada temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 – 55°C dan pH antara 6,8 – 8 .
Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air
menjadi energi gas.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan
beberapa keuntungan lain yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid,
volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan patogen
lainnya, telur insek, parasit, dan bau.

Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor biogas
yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan
bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang,
manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Menurut Haryati (2006), pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses
yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah
larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana
dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk
monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula
sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan
makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan
gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas
metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan
mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry)
dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal
dan pebandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah
cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K
(0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos
(referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K (1,10%) (Widodo dkk., 2006).
Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih sedikit
bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama untuk
konsumsi segar (Widodo dkk., 2006).

Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah
dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis,
jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan dan proses pengolahan dan
pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass
atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Biogas dengan
ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar
dalam Seri Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian tahun
2009 sebagai berikut :
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan
biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet)
hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui
lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi
biogas di dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah
cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan
plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras
karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan
sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu
sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan
biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran
(outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil
pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk
kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau
digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik,
patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainya.
Untuk memanfaatkan kotoran ternak sapi menjadi biogas, diperlukan
beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan
sumber daya manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan
kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi di pedesaan dapat
berjalan dengan optimal.
Menurut Sulaeman (2008), terdapat sepuluh faktor yang dapat
mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi
pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan
memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses
menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti
sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas. Jenis ternak mempengaruhi
jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas skala
individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi,
atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis
dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas
rumah tangga terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal
dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 400 ekor ayam. Bila ternak yang
dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan
kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa
biogas skala rumah tangga.
3. Pola Pemeliharaan Ternak

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi
optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara
dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang
luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang
dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga)
adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan
lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari
peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat
berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan
dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.Banyak kasus
mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan
karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut;
kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara
ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair
kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi
pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke
dalam raktor.
Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang
komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi
perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun
pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya
menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau
setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan

sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan
secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan
menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian,
kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah
satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa listrik,
minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di
lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak
menarik untuk dimanfaatkan.Bila energi dari sumber lain tersedia,
peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi
kompos atau kompos cacing (kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk
memasak, menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin
penghangat telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat
digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak,
reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih
memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara
umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk
memasak dan keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya
menjadi pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif
sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan
penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan
untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi
kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk
yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada

kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi
peternak.
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran
air/drainase, air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah
operasional dan perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan
untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga
kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk
membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat
komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan
kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan
instalasi biogas.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan limbah ternak
yang tepat antara lain:
Menciptakan kondisi kegiatan atau usaha budidaya sapi perah dan
produksi susu berjalan secara optimal.
Meniadakan unsur pencemar di dalam lokasi kegiatan.
Menghasilkan produk susu yang lebih berkualitas karena lingkungan usaha
bersih dan sehat.
Menghindari gangguan lingkungan berupa pencemaran di lokasi
peternakan dan lingkungan sekitar.
Menciptakan kondisi yang harmonis dengan masyarakat sekitar.
Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai Bahan Pengawet
Kayu Ramah Lingkungan
Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan yang umumnya
diekspor dalam bentuk beku. Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke
tahun terus meningkat. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat
sebesar 7,4 persen per tahun. (per persen 7,4 sebesar meningkat rata-rata

Indonesia udang potensi ini Selama meningkat. terus tahun ke dari di produksi
Potensi beku. bentuk dalam diekspor umumnya yang perikanan sektor andalan
komoditas)
Data tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan
asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang
diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor,
60-70 persen dari berat udang menjadi limbah (bagian kulit dan kepala) sehingga
diperkirakan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton.
Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan, karena selama ini pemanfaatan limbah
cangkang udang hanya terbatas untuk pakan ternak saja seperti itik, bahkan sering
dibiarkan membusuk.
Cangkang udang mengandung zat khitin sekitar 99,1 persen. Jika diproses
lebih lanjut dengan melalui beberapa tahap, akan dihasilkan khitosan, yaitu:
1. Dimineralisasi
Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir, dikeringkan di bawah
sinar Matahari sampai kering, lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran
40-60 mesh. Kemudian dicampur asam klorida 1,25 N dengan
perbandingan 10:1 untuk pelarut dibanding kulit udang, lalu dipanaskan
pada suhu 90°C selama satu jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air
sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C
selama 24 jam.
2. Deproteinisasi
Limbah udang yang telah dimineralisasi kemudian dicampur dengan
larutan sodium hidroksida 3,5 persen dengan perbandingan antara pelarut
dan cangkang udang 6:1. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90°C selama
satu jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehingga diperoleh residu

padatan yang kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan
dikeringkan pada suhu 80°C selama 24 jam.
3. Deasetilisasi khitin menjadi khitosan
Khitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (60 persen)
dengan perbandingan 20:1 (pelarut dibanding khitin), lalu dipanaskan
selama 90 menit dengan suhu 140°C. Larutan kemudian disaring untuk
mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian dengan air
sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70°C selama
24 jam.
Khitosan memiliki sifat larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak
larut dalam pelarut organik lainnya seperti dimetil sulfoksida dan juga tidak larut
pada pH 6,5. Sedangkan pelarut khitosan yang baik adalah asam asetat.
Pada saat ini khitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang industri,
perikanan, dan kesehatan di luar negeri, seperti untuk bahan pelapis, perekat,
penstabil, serta sebagai polimer dalam bidang teknologi polimer.
Setelah khitosan diperoleh, pada dasarnya semua metode pengawetan kayu,
yaitu metode pengawetan tanpa tekanan, metode pengawetan dengan tekanan,
metode difusi, dan sap replacement method, bisa dipakai.
Aplikasi khitosan sebagai bahan pengawet kayu terbukti efektif untuk
menghambat pertumbuhan jamur pelapuk kayu dan beberapa jenis jamur lain,
seperti Fusarium oxysporum dan Rhizoctania solani, serta meningkatkan derajat
proteksi kayu terhadap rayap kayu kering dan rayap tanah. Bahkan, kayu yang
diawetkan dengan khitosan dengan metode perendaman teksturnya menjadi lebih
halus.
Ini sesuai dengan sifat khitosan yang dapat membentuk lapisan film yang
licin dan transparan. Hal tersebut menunjukkan bahwa khitosan memiliki potensi
sebagah bahan finishing yang mampu meningkatkan tekstur permukaan kayu.

Untuk kayu-kayu berwarna terang, seperti nyatoh kuning, sengon, ramin,
dan pinus, pengawetan dengan khitosan dapat meningkatkan penampilan kayu
dalam hal warna kayu menjadi lebih terang. Perubahan warna tersebut disebabkan
oleh zat warna karotenoid yang terdapat pada udang. Namun, untuk mendapatkan
hasil yang bagus, dalam proses pengawetan harus diperhatikan mengenai kondisi
kayu, metode pengawetan, jenis bahan pengawet, perlakuan sebelum pengawetan
terhadap kayu, dan konsentrasi bahan pengawet.
Dari segi lingkungan, penggunaan khitosan sebagai bahan pengawet kayu
relatif aman karena sifatnya yang non toxic dan biodegradable. Sebab, selama ini
bahan pengawet yang sering digunakan merupakan bahan kimia beracun yang
kurang ramah lingkungan dan unbiodegradable.
Dari sisi ekonomi, pemanfaatan khitosan dari limbah cangkang udang untuk
bahan pengawet kayu sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa
limbah dan berasal dari sumber daya lokal (local content).
Untuk ekstrasi khitin dari limbah cangkang udang rendemennya sebesar 20
persen, sedangkan rendemen khitosan dari khitin yang diperoleh adalah sekitar 80
persen. Maka dari itu, dengan mengekstrak limbah cangkang udang sebanyak
510.266 ton, akan diperoleh khitosan sebesar 81.642,56 ton.
Jumlah yang sangat besar mengingat sebagian besar bahan pengawet kayu
yang digunakan selama ini masih diimpor sehingga akan menghemat devisa
negara. Untuk ke depannya, apabila limbah cangkang udang ini dikelola dengan
teknologi yang tepat, akan menjadi alternatif bahan pengawet murah, alami,
ramah lingkungan, dan bisa mendatangkan devisa negara jika diekspor ke luar
negeri.
Karena pengawetan kayu dengan bahan pengawet alami, selain ramah
lingkungan, juga menambah masa pakai kayu yang nantinya akan dapat
menghemat penggunaan kayu secara nasional sehingga dapat mencegah terjadinya

peningkatan kerusakan hutan dan membantu merealisasikan asas pelestarian
hutan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Muhammad Zainal. 2010. Pengertian Dan Pengelompokan limbah
lingkungan. http://meetabied.wordpress.com (akses pada 11 Desember
2010).