efektivitas perencanaan pengajaran dengan model...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS PERENCANAAN PENGAJARAN DENGAN MODEL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Yohanes Baptis Sutarno
NIM: 031124023
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
kedua orang tuaku yang kucintai, kakak, adik, sahabat, para donatur, mudika
Kotabaru dan para guru Agama Katolik di Sekolah Menengah Atas, Yogyakarta.
v
MOTTO
“Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus,
Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh
Kristus”
(Flp 3:8)
vi
vii
ABSTRAK
Judul skripsi EFEKTIVITAS PERENCANAAN PENGAJARAN DENGAN MODEL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA dipilih berdasarkan fakta, bahwa perencanaan pengajaran dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu PAK. Adapun bentuk perencanaan pengajaran yang ada di Indonesia, disusun dalam kurikulum pendidikan.
Istilah efektivitas yang digunakan dalam rumusan judul skripsi ini mengandung arti sejauh mana hasil suatu proses pengajaran dapat lebih maksimal dengan sumber daya yang minimal. Persoalan mendasar yang dibahas dalam skripsi ini adalah profesionalitas guru agama dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Profesionalitas guru dalam situasi bangsa Indonesia dewasa ini mengalami penurunan kualitas. Salah satu bentuk penurunan itu adalah bahwa para guru memiliki kecenderungan untuk tidak membuat perencanaan pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku secara maksimal.
Penulis menyadari betapa pentingnya pendidikan, hendaknya tidak hanya berorientasi pada bidang ekonomi dan politik saja, tetapi pendidikan agama begitu penting dan berpengaruh besar terhadap perubahan. Terutama perubahan perilaku manusia yang utuh dan berwibawa. Maka dari itu hendaknya kurikulum pendidikan agama memberi nuansa yang khas dan sungguh melihat realita yang terjadi di masyarakat. Peserta didik yang cenderung dipengaruhi oleh berbagai macam tuntutan hidup yang akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam lembah kegelapan. Pemberlakukan KTSP oleh pemerintah, pihak sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki kesempatan untuk mengekspresikan ide dan gagasannya masing-masing dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.
Persoalan yang sangat mendasar dalam skripsi ini adalah bahwa seseorang tidak selalu sukses dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya tanpa mengkombinasikan ilmu tersebut dengan hati dan tindakan (Afektif dan Psikomotorik). Kedua hal ini penting bagi guru dan peserta didik, maka sangat tepat jika PAK ditempatkan dalam perspektif perencanaan pengajaran dan pendidikan iman yang baik, sehingga siswa dapat melihat permasalahan dengan kesadaran dan tindakan reflektif, dengan demikian efektivitas perencanaan pengajaran PAK di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta hendaknya diarahkan dalam rangka membantu siswa mencapai kematang pribadi dan kedewasaan iman.
Maka dari itu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang saat ini diberlakukan tidak lagi berorientasi pada materi, melainkan segala segi yang ada kaitanya dengan kehidupan siswa yang termuat didalamnya. Dengan demikian efektivitas perencanaan pengajaran dengan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mampu meningkatkan mutu pendidikan agama Katolik di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang indikasinya membawa siswa menjadi pribadi yang utuh dan bertanggungjawab.
viii
ABSTRACT
This thesis entitled THE EFFECTIVENESS OF LESSON-PLAN BY USING KTSP MODEL TO INCREASE THE QUALITY OF CATHOLIC EDUCATION AT PANGUDI LUHUR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA was chosen based on the fact that lesson-plan is done in order to increase the quality of Catholic Education. The term effectiveness is related to the efforts to obtain maximal outcomes in teaching-learning process with minimal resources. This research aims at describing the religion teacher’s professionalism in implementing their duties as educators at school. At present, the decreasing of teacher’s professionalism is caused by the fact that many teachers do not make an appropriate lesson-plan in accordance with the curriculum. The researcher realizes the importance of education which is not oriented on economic and politic aspects but also on religious education. It is important here to make change, especially in behaviour. Religion education gives different atmosphere for real transformation. The students, who are affected by various cases, tend to have bad behaviour. By applying the KTSP as emphasized by government, the school as a unity of educators will have a chance to apply their ideas in increasing the quality of the school. The basic concern on this study is the fact that people would succeed not only from their knowledge but also from their affective and psychomotor aspects. Both of them are important for learners, in order to have effective learning and teaching. Catholic education concerns in religious education as well as teaching plan. It may help the students to face the problem in a deep awareness and thus they will be able to reflect and do correctly. The application of KTSP is not only oriented on materials but also on real transformation. Thus, the effectiveness of teaching-learning process may increase the quality of Catholic education in building a holistic transformation and responsibility.
ix
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasihNya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul EFEKTIVITAS PERENCANAAN
PENGAJARAN DENGAN MODEL KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMA PANGUDI LUHUR
YOGYAKARTA. Selama proses penulisan skripsi ini, banyak perasaan yang
dirasakan yaitu; gembira, sedih dan putus asa. Semua bercampur aduk menjadi
satu karena berbagai hambatan dan kesulitan selalu datang dalam menyusun
penulisan skripsi ini. Dengan rasa syukur berkat dukungan dan dorongan berbagai
pihak, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan harapan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan
penghormatan kepada:
1. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing penulis dengan kesabaran dan memberi masukan-masukan dan
kritikan-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan
gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membantu memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing
penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-
kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan
gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
xi
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si. selaku Dosen penguji yang selalu memberikan
perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh
kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga
penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari
awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
4. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah membimbing
penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5. Br. Herman Yoseph., FIC., yang mendukung dan memberikan semangat dan
dukungan doa selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
6. Drs. B. Sumarno, yang telah memberi waktu untuk wawancara, pengambilan
gambar dan mengadakan penelitian.
7. Br. Priyarso., S.J., yang mendukung, mendoakan, mencintai, menemani dan
membimbing khususnya dalam mencarikan beasiswa dalam penulisan skripsi
ini hingga selesai.
8. Br. M. Hadi Prayitno., S.J., yang mendukung, memarahi, memberikan cinta,
dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
9. Ignatius Heri Nugraha Kusuma, Paulus Sukiyo, Antonius Sunarto, Karunia
Idaharvina Damayanti, R.S. Sunar Hupadi, Veronika Yuniarita, Sara Lea,
Anrianus, Br. Eduardus Slamet Susanto, Andre Pepe, Anggoro Budi Waluyo,
Fr. Herwanto., SJ, Che Regi, Sulasmi dan Fusca Atomitta yang mendukung
doa-doa, cinta untuk penulisan skripsi ini hingga selesai.
xii
xiii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Penulisan .................................................................. 1
B. Rumusan Permasalahan ..................................................................... 8
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 8
D. Metode Penulisan ............................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 9
BAB II. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU MODEL PERENCANAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS ................................................................................................. 12
A. Perencanaan Pengajaran pada Umumnya .......................................... 12
1. Pengertian Perencanaan Pengajaran ............................................. 12
2. Tujuan Perencanaan Pengajaran .................................................. 14
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .............................................. 18
1. Landasan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 18
2. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ..................... 24
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan ..................... 24
b. Struktur dan Muatan Kurikulum ............................................ 25
1) Mata Pelajaran .................................................................. 25
xiv
2) Muatan Lokal ................................................................... 25
3) Pengembangan Diri .......................................................... 26
4) Beban Belajar ................................................................... 27
5) Ketuntasan Belajar ........................................................... 28
6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan ........................................ 29
7) Pendidikan Kecakapan Hidup .......................................... 29
8) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global ....... 30
C. Pendidikan Agama Katolik (PAK) ..................................................... 30
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik ........................................ 30
2. Ciri Khas Pendidikan Agama Katolik .......................................... 36
3. Kedudukan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ..................... 38
BAB III. SILABUS PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS BERDASARKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ............................................. 39
A. Pengembangan Silabus Pendidikan Agama Katolik .......................... 40
1. Pengertian Silabus ........................................................................ 40 2. Pengembangan Silabus ................................................................ 41 3. Petunjuk Pelaksanaan Silabus ...................................................... 42
B. Silabus Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................................... 43 1. Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................ 43 2. Komponen Silabus Model KTSP ................................................ 44
a. Komponen Identifikasi ........................................................... 44 b. Komponen Standar Kompetensi ............................................ 45 c. Kompetensi Dasar .................................................................. 45 d. Komponen Materi Pokok ....................................................... 45 e. Komponen Pengalaman Belajar ............................................. 46 f. Komponen Indikator .............................................................. 47 g. Komponen Jenis Penilaian ..................................................... 48 h. Komponen Alokasi Waktu ..................................................... 49 i. Komponen Sumber Belajar .................................................... 50 J. Contoh RPP Model KTSP di SMA Pangudi Luhur ................ 51
xv
BAB IV. EFEKTIVITAS PERENCANAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK MODEL KTSP DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA ............................................ 53
A. Gambaran Umum SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ......................... 53
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMA Pangudi Luhur ..... 54
2. Visi Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur ......................... 56
a. Visi SMA Pangudi Luhur ...................................................... 56
b. Misi SMA Pangudi Luhur ...................................................... 56
B. Penelitian Efektivitas Perencanaan Pengajaran PAK dengan Model KTSP Di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ....................................... 57
1. Manfaat Penulisan ...................................................................... 57
2. Metodologi Penelitian ................................................................ 58
a. Survei ..................................................................................... 58
b. Observasi dan Pengamatan .................................................... 58
3. Pemilihan Tempat dan Waktu .................................................... 58
4. Populasi dan Sampel .................................................................. 58
5. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 60
a. Wawancara ............................................................................. 60
b. Kuesioner ............................................................................... 60
6. Variabel Penelitian ..................................................................... 60
C. Hasil Penelitian .................................................................................. 61
1. Laporan Penelitian ....................................................................... 62
2. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 65
BAB V. USULAN PROGRAM PERENCANAAN PENGAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH ATAS PANGUDI LUHUR DENGAN MODEL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ...... 68
A. Program Pendidikan Agama Katolik SMA PL Kelas XI ................... 68
1. Arti Program ................................................................................. 69
2. Tujuan Program ............................................................................ 69
3. Latar Belakang Pembuatan Program ............................................ 70
xvi
4. Usulan Program Semester SMA PL Untuk Kelas XI ................... 71
5. Petunjuk Pelaksanaan Program Semester SMA PL ..................... 83
B. Perencanaan Satuan Pembelajaran ..................................................... 83
1. Arti Perencanaan .......................................................................... 83
2. Tujuan Perencanaan ..................................................................... 84
3. Persiapan Mengajar ...................................................................... 84
4. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik Untuk SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ........................ 89
BAB VI. PENUTUP ......................................................................................... 92
A. Kesimpulan ........................................................................................ 92
B. Saran ................................................................................................... 95
1. Untuk SMA Pangudi Luhur ......................................................... 95
2. Untuk Kampus IPPAK-USD ....................................................... 95
3. Untuk Guru-guru .......................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 97
LAMPIRAN ..................................................................................................... 99
Lampiran 1: Surat Permohonan Penelitian ................................................. (1)
Lampiran 2: Daftar Wawancara dengan Guru Agama Katolik .................... (2)
Lampiran 3 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Guru Agama Katolik: .. (3)
Lampiran 4: Daftar Pertanyaan untuk Penelitian Siswa ............................... (4)
Lampiran 5: Rangkuman Hasil Pertanyaan untuk Penelitian Siswa ............ (8)
Lampiran 6: VCD Film Tentang SMA Pangudi Luhur dan Proses PBM .... (10)
Lampiran 7: CD Rekaman Hasil Wawancara dengan Guru ........................ (11)
Lampiran 8: Gambar Denah Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta...... (12)
Lampiran 9: Keterangan Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ........... (13)
Lampiran 10: Foto-foto Proses Belajar Mengajar ....................................... (14)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka
PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan
Awam, 7 Desember 1965.
GE : Gravissimun Educationis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan
Kristen, 18 November 1965.
C. Singkatan Lain
APP : Aksi Puasa Pembangunan
Art : Artikel
BK : Bimbingan Konseling
BNSP : Badan Standar Nasional Pendidikan
CBSA : Cara Belajar Siswa Aktif
FIC : Fraterum Immaculatum Conceptionnis
HAM : Hak Azasi Manusia
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
xviii
JPL : Jam Pelajaran
KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBS : Kurikulum Berbasis Sekolah
KD : Kompetensi Dasar
KIR : Karya Ilmiah Remaja
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
MA : Madrasah Aliyah
MAK : Madrasah Aliyah Kejuruan
MP : Mata Pelajaran
OSIS : Organisasi Siswa Intra Sekolah
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa
PBM : Proses Belajar Mengajar
PKG : Kelompok Kerja Guru
PPD : Penilaian Pengembangan Diri
PT : Penugasan Terstruktur
PTT : Penugasan Tidak Terstruktur
RI : Republik Indonesia
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
SCP : Shared Christian Praxis
xix
SD : Sekolah Dasar
SDM : Sumber Daya Manusia
SGAK : Sekolah Guru Agama Katolik
SK : Standar Kompetensi
SKL : Standar Kelulusan
SKS : Sistem Kredit Semester
SMA : Sekolah Menengah Atas.
SMALB : Sekolah Menengah Atas Luar biasa
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMPLB : Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
TIK : Tujuan Intruksional Khusus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Proyek pembangunan manusia Indonesia sedang mengalami penurunan
konsentrasi. Proyek, yang seharusnya mampu memberikan andil besar bagi
pembangunan negara, menjadi sumber masalah yang semakin hari semakin kompleks.
Proyek pembangunan manusia Indonesia, yang dipelopori dan dikembangkan oleh para
ahli pendidikan, kurang mendapat dukungan yang optimal dari berbagai pihak yang
terkait. Pembangunan manusia berjalan sendiri-sendiri dan berusaha menonjolkan diri
dengan cara yang kurang sehat. Tiga sektor utama pembangunan yang ada di negara
Indonesia meliputi bidang: ekonomi, politik dan pendidikan. Ketiga sektor saat ini
sangat memberikan pengaruh besar bagi perkembangan bangsa Indonesia.
Dalam pencarian solusi atas persoalan yang kompleks dihadapi oleh sektor
ekonomi dan politik ternyata telah menyita waktu dan tenaga dari para pembesar negara
ini. Ironisnya persoalan pendidikan tidak menjadi prioritas utama. Padahal, dalam
kenyataannya, proyek pembangunan manusia Indonesia tidak hanya ditopang oleh
sektor ekonomi dan politik saja. Semua sektor pembangunan mestinya mendapat fokus
perhatian yang seimbang. Sektor pendidikan semakin dianggap sebagai sektor prioritas,
dan dipandang sebagai aset yang baik. Budaya bangsa sangat dipengaruhi oleh budaya
instan. Segala sesuatu harus cepat, siap pakai dan tujuan yang hendak dicapai harus
segera bisa dinikmati. Dalam situasi peralihan budaya semacam itu, pendidikan menjadi
suatu upaya untuk mengintegrasikan kembali peradaban bangsa Indonesia. Dalam
proses integrasi, pendidikan dalam proyek pembangunan manusia memerlukan sebuah
perencanaan yang sangat matang dan dilakukan secara maksimal demi hasil yang
mampu memberikan kontribusi yang berarti (Mudji Sutrisno, 2006: 44-45).
2
Dalam kesempatan ini, penulis hendak mengajak para pembaca untuk melihat
sektor yang selama ini kurang mendapat perhatian secara maksimal, baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat sendiri, yakni sektor pendidikan. Sebuah fenomena
pendidikan telah terjadi di Indonesia, yakni setiap pergantian kabinet pemerintahan
mengakibatkan perubahan nama untuk kurikulum pendidikan di Indonesia. Model
kurikulum senantiasa mengalami ganti kulit seperti ular dalam musim yang telah
terpola. Hal ini menunjukkan bahwa para pejabat pemerintah yang memiliki peran
dalam bidang pendidikan adalah orang-orang yang kreatif, inovatif tetapi kurang
bijaksana.
Bermacam-macam kurikulum yang pernah ada di dunia pendidikan Indonesia di
antaranya adalah kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pada
dasarnya, inti dari masing-masing kurikulum di atas adalah sama. Seperti halnya seekor
ular yang berganti kulit, pada dasarnya tetap saja ular juga. Dari fenomena ini,
pendidikan di Indonesia telah menjadi proyek yang berorientasi pada egoisme pribadi.
Hal ini telah menjadi rahasia umum dalam bangsa ini, hanya saja belum ada satu orang
pun yang berani tampil untuk menghancurkan tembok-tembok egoisme semacam itu.
Sekolah yang mestinya menjadi rukun hidup, saat ini kurang bergema. Sekolah
menjadi tempat pelarian anak-anak yang bermasalah, kurang mendapat perhatian dari
orang tua. Yang paling parah adalah sekolah menjadi tempat bisnis. Banyak sekolah
yang saat ini berorientasi bisnis. Indikasinya adalah mahalnya uang sekolah dan buku-
buku serta minimnya gaji guru, dalam prakteknya hukum ekonomi bermain di
dalamnya. Sekolah berusaha agar pendapatannya semakin tinggi, pengeluaran semakin
rendah, konsekuensinya mutu pendidikan menjadi rendah. Dalam sebuah proyek
pembangunan manusia, hal ini wajar terjadi, seperti halnya sebuah proyek pembangunan
pada umumnya yang selalu menggunakan hukum ekonomi (Harefa, 2003: 31-37)
3
Pada kesempatan ini, penulis berusaha menggali permasalahan pendidikan di
Indonesia yang kompleks ini. Usaha penulis ini berawal dari sebuah pemikiran yang
sederhana bahwa proses pendidikan hendaknya dilakukan secara maksimal dan dengan
tujuan yang jelas. Sebuah proses akan berjalan baik jika ada persiapan yang baik juga.
Berkaitan dengan hal ini, penulis mengajak para pembaca untuk melihat kembali cara-
cara membuat persiapan untuk sebuah pembelajaran. Hal ini menjadi penting untuk
dibahas mengingat perencanaan pengajaran akhir-akhir ini terkesan disingkirkan dan
dianggap tidak mendesak untuk dipersiapkan karena hanya sebagai pemenuhan syarat
administrasi. Kenyataan itu membutakan mata kebanyakan orang, bahwa perencanaan
pengajaran tidak ada hubungannya dengan realitas dan kondisi awal siswa. Kita sadar
bahwa perencanaan pengajaran dalam jangka panjang maupun jangka pendek sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas karena telah disadari juga bahwa
intelektual tidak menjadi jaminan berhasilnya siswa dalam proses belajar mengajar di
kelas. Tujuan perencanaan pengajaran yang matang dan dipersiapkan sungguh-sungguh
merupakan hal yang sangat penting (Gagne & Briggs, 1983: 31).
Kemampuan guru dalam proses perencanaan pengajaran akhir-akhir ini banyak
mendapat kritik dari pakar dan praktisi pendidikan. Kritik itu menyangkut segi
pengolahan bahan-bahan yang termasuk dalam kurikulum yang berlaku, yaitu segi
proses belajar mengajar, katakanlah kurikulum yang berlaku sekarang adalah KTSP,
harapan dari para ahli pendidikan yang berusaha menyusun kurikulum ini adalah agar
siswa menjadi subjek pendidikan. Tetapi, karena kurangnya kebiasaan dari para guru
sendiri untuk secara konsisten membuat berbagai perencanaan pembelajaran tertulis,
harapan itupun masih jauh dari kenyataannya. Para guru masih melakukan proses
pembelajaran yang sifatnya transfer ilmu. Siswa dipandang semacam botol kosong yang
harus diisi sampai penuh dengan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Siswa tidak diberi
4 kesempatan untuk bersikap kritis terhadap apa yang diterima, karena sikap kritis
cenderung dikategorikan sebagai kenakalan yang merepotkan guru. Pokok
permasalahan yang terutama bukan hanya materi pengajaran dari buku panduan guru
saja, melainkan model transfer pengetahuan yang masih mendominasi pendidikan di
sekolah dengan mengandaikan bahwa siswa belum tahu apa-apa dan guru-lah yang
maha tahu. Para guru seolah-olah menutup mata terhadap hakekat pendidikan bahwa
“Keberhasilan sebuah proses pembelajaran pertama-tama terletak pada guru. Merekalah
yang menjadi ujung tombak, dalam tangan merekalah sebenarnya pelaksanaan
pendidikan di Indonesia akan berjalan baik atau tidak” (Suparno, 2003: 35).
Dalam proses pengajaran, cara dan wewenang yang dipakai dan dimiliki guru
merupakan syarat mutlak agar proses belajar mengajar dapat berhasil. Faktor ekstern
datang dari pribadi seorang guru yang bertugas mewartakan iman, menyuburkan dan
menggerakkan hati umat beriman agar hidup dan bertindak seturut imannya. Tugas dan
tanggung jawab guru tidak dapat mengajar tentang segala sesuatu, melainkan selalu
mengajar tentang sesuatu tertentu (segi material) atau dalam rangka mengaktifkan
sesuatu daya manusia tertentu (segi formal dan segi material) pengajaran mau
memberikan himpunan pengetahuan. Dalam perencanaan pengajaran, mutlak perlu
dilakukan agar materi atau bahan yang diberikan, meskipun sedikit dan terbatas, mampu
memberikan kontribusi terhadap proyek pembangunan manusia yang penuh dengan
berbagai permasalahan yang kompleks. Dalam merencanakan tujuan pengajaran guru,
sebagai perancang pengajaran menghadapi kebutuhan untuk menggambarkan tujuan
sebagai bagian dari tiap pelajaran. Perencanaan tujuan dapat menggambarkan
kecakapan-kecakapan yang diperlukan, misalnya: informasi, kecakapan intelektual
dalam salah satu variasinya, strategi kognitif, sikap atau kecakapan motorik. Dalam
pembelajaran perencanaan pengajaran menjadi sebuah dasar bagi guru untuk dapat
membuat keputusan (Telaumbanua, 1999: 97-98).
5
Dalam merencanakan tujuan pengajaran, perancangan pengajaran atau team
perancang menghadapi kebutuhan untuk menggambarkan tujuan sebagai bagian dari
tiap pelajaran. Tujuan perencanaan dipakai untuk menjawab pertanyaan hasil belajar
yang bagaimana yang diharapkan oleh tujuan. Tujuan dikategorikan menurut
kesanggupan manusia yang akan dipelajari. Tujuan perencanaan menggambarkan
kecakapan-kecakapan. Tujuan perencanaan pengajaran yang efektif, sangatlah penting
bagi guru untuk menentukan kecakapan yang diharapkan. Deskripsi tujuan adalah
gambaran mengenai apa yang harus diamati untuk memeriksa bahwa pelajaran yang
diinginkan telah tercapai. Akibatnya pernyataan tujuan mempunyai pengertian secara
langsung untuk menilai tingkah laku belajar siswa. Jadi, guru dapat merancang
perencanaan pengajaran melalui situasi yang memungkinkan pengamatan terhadap
tingkah laku siswa. Hal ini dilakukan untuk memeriksa bahwa kesanggupan khusus
yang diinginkan telah terjadi. Pernyataan tujuan dapat menjadi dasar bagi
pengembangan tes yang dibuat oleh guru. Tes digunakan untuk menilai perbuatan siswa
jika dipandang perlu oleh guru atau dapat digunakan sebagai self test ketika anak belajar
sendiri (Gagne & Briggs, 1983: 31).
Dewasa ini begitu banyak pemahaman tentang arti pendidikan, dalam arti
sesungguhnya pendidikan adalah “pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan
terakhirnya dan demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat”. Pendidikan
Agama Katolik seharusnya mendapat perhatian serius baik dari sekolah maupun para
siswa sendiri. Konsekuensinya PAK perlu dipersiapkan secara maksimal yaitu dengan
cara guru agama membuat suatu perencanaan pengajaran tertulis (GE, art. 1).
Perencanaan pengajaran pendidikan agama Katolik tidak lagi menitik beratkan
pada materi. Perencanaan pengajaran, PAK mempunyai arah dan tujuan pembinaan
6 spiritualitas yang mengolah kehidupan rohani dalam merefleksikan imannya dengan
mengintegrasikan, menganalisa dan membuat sintesa. Sintesa dipertanggungjawabkan
sehingga mampu membangun sikap dasar untuk berperilaku dan berkembang dalam
kepribadian, serta dapat hidup menjemaat dan bermasyarakat sesuai ajaran imannya.
Konsekuensinya, Pendidikan Agama Katolik perlu diorientasikan dalam rangka proses
pembinaan spiritualitas. Pembinaan spiritualitas dalam mewartakan Kerajaan Allah
merupakan hal yang mutlak demi pengembangan Gereja karena tugas pembinaan
spiritualitas merupakan pewartaan Kerajaan Allah. Pembinaan spiritualitas bukanlah
semata-mata tanggung jawab imam, guru agama dan biarawan-biarawati saja. Seluruh
warga Gereja berkewajiban untuk mewartakan Kerajaan Allah. Dalam melaksanakan
tugas pembinaan spiritualitas, diperlukan adanya kesinambungan dalam rangka
pembinaan spiritualitas yang berkelanjutan, melalui Pendidikan Agama Katolik (PAK)
(AA, art. 2).
Berdasarkan uraian di atas, perencanaan pengajaran Pendidikan Agama Katolik
perlu diarahkan sesuai dengan tujuannya, agar siswa-siswi mampu menggunakan ilmu
pengetahuan yang diperoleh secara tepat dan berdaya guna. Ketika mereka terjun di
tengah masyarakat, mereka tidak ragu dan sungkan dalam hidup bermasyrakat.
Kerangka ilmu yang diperoleh di sekolah menjadi dasar dan bekal untuk dapat hidup
dengan lebih baik dan layak. Dalam mengikuti perkembangan pendidikan dengan
berbagai macam kurikulum yang senantiasa berubah, Pendidikan Agama Katolik (PAK)
perlu melakukan suatu terobosan baru yang signifikan bagi perkembangan Pendidikan
Agama Katolik (PAK) itu sendiri Apostolicam Actuositatem (AA, art. 2).
7
Peningkatan mutu Pendidikan Agama Katolik (PAK) tidak hanya diukur dari
kemampuan kognitif, atau afektif dan psikomotorik belaka. Tetapi ketiganya harus
bersinergis sehingga mampu membentuk manusia yang bermoral, adil dan bijaksana
sebagaimana layaknya anak-anak Allah. Dalam penulisan skripsi ini, secara khusus
penulis memfokuskan diri pada penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
di tingkat sekolah menengah atas. Berkaitan dengan hal itu, dalam bab IV skripsi ini
penulis akan memaparkan hasil suatu penelitian sederhana guna menggali realitas di
lapangan perihal penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan, khususnya dalam
mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK). Sample yang akan digunakan dalam
penelitian itu adalah guru dan siswa-siswi kelas XI IPS 2 dan IPS 3 SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta. Penulis mengadakan penelitian di sekolah Pangudi Luhur
berdasarkan pengalaman langsung dan informasi yang diterima dari para guru agama
Pendidikan Agama Katolik (PAK) SMA yang ada di Yogyakarta. Sekolah ini cukup
representatif untuk dijadikan lahan studi, baik dari suasana belajarnya yang kondusif,
mekanisme pengelolaan sekolah, konsistensinya dalam menerapkan perencanaan
pengajaran model kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam setiap mata
pelajaran. Selain melakukan kajian studi pustaka, penulis juga mengadakan penelitian
sederhana yang kiranya menunjang skripsi yang berjudul: EFEKTIVITAS
PERENCANAAN PENGAJARAN DENGAN MODEL KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMA PANGUDI LUHUR
YOGYAKARTA.
8
B. Rumusan Permasalahan
1. Macam-macam model perencanaan pengajaran manakah yang pernah diterapkan di
Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta?
2. Bagaimana sikap pihak SMA Pangudi Luhur terhadap setiap perubahan kurikulum
pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah?
3. Bagaimana proses kurikulum tingkat satuan pendidikan diterapkan di SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta?
4. Apakah konsekuensi logis KTSP, sebagai salah satu model perencanaan pengajaran,
mampu meningkatkan mutu PAK di sekolah menengah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui macam-macam model perencanaan pengajaran yang pernah diterapkan di
Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta.
2. Mengetahui sikap Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur terhadap setiap perubahan
kurikulum pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun
daerah.
3. Mengetahui proses kurikulum tingkat satuan pendidikan diterapkan di Sekolah
Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta.
4. Mengetahui konsekuensi logis KTSP sebagai salah satu model perencanaan
pengajaran dalam meningkatkan mutu PAK di Sekolah Menengah Atas.
5. Memenuhi syarat kelulusan sarjana strata 1 (S1) di IPPAK-USD.
9
D. Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif (descriptive research). Penelitian
deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu
keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti (SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta). Penelitian deskriptif mempunyai ciri berhubungan dengan
keadaan yang terjadi saat ini, menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel
namun diuraikan satu persatu, dan variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak
ada perlakuan (treatment). Penelitian deskriptif pada umumnya menggunakan survei
sebagai metode pengumpulan data (Kountur, 2005: 105-106).
E. Sistematika Penulisan
Berdasarkan judul skripsi yang dipilih, penulis menyusun sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, yang mengungkapkan beberapa pertimbangan
penulisan judul skripsi, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan dan metode penulisan. Dalam akhir bab I ini, penulis menampilkan garis besar
sistematika penulisan, yang merangkum keseluruhan isi skripsi.
Bab II memaparkan kenyataan dan pengalaman yang menyangkut kurikulum
tingkat satuan pendidikan sebagai salah satu model perencanaan pengajaran PAK SMA
Dalam bab ini, penulis membahas tiga bagian besar, yaitu: perencanaan pengajaran,
Pendidikan Agama Katolik (PAK) bagi siswa SMA, ciri khas dan kedudukan PAK di
sekolah dan kurikulum KTSP.
10 Bab III berisi silabus Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Atas
berdasarkan KTSP. Bab ini membahas dua bagian besar, yaitu: prinsip-prinsip
pengembangan silabus Pendidikan Agama Katolik berkaitan dengan arti silabus, prinsip
pengembangan silabus, petunjuk pelaksanaan silabus. Sub Bab kedua membahas silabus
rencana pelaksanaan pembelajaran, format rencana pelaksanaan pembelajaran,
komponen silabus model kurikulum tingkat satuan pendidikan. Sub bagian kedua
contoh persiapan mengajar berkaitan dengan komponen identifikasi, komponen standar
kompetensi, kompetensi dasar, komponen materi pokok, komponen pengalaman belajar,
komponen indikator, komponen jenis penilaian, komponen alokasi waktu, komponen
sumber belajar, contoh rencana pelaksanaan pembelajaran model kurikulum tingkat
satuan pendidikan.
Bab IV merupakan penerapan teori dan pandangan gereja tentang efektifitas
perencanaan pengajaran Pendidikan Agama Katolik dengan model KTSP di SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta. Bab ini membahas mengenai gambaran umum SMA
Pangudi Luhur, penelitian efektifitas perencanaan pengajaran PAK dengan model KTSP
dalam rangka meningkatkan mutu PAK, yang meliputi: metodologi penelitian dan
pembahasan hasil penelitian di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
Bab V berisikan usulan program perencanaan pengajaran Pendidikan Agama
Katolik sekolah menengah atas dengan model kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bab
ini membahas mengenai program tahunan Pendidikan Agama Katolik Sekolah
Menengah Atas, arti program tahunan, tujuan program latar belakang pembuatan
program, petunjuk pelaksanaan program, program tahunan semester genap untuk kelas
XI SMA Pangudi Luhur, persiapan mengajar Pendidikan Agama Katolik SMA. Sub bab
kedua berisikan: hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum proses pembelajaran, tujuan
11 pembelajaran, indikator, bahan kajian, metode, sarana, waktu, rencana pelaksanaan
pembelajaran PAK SMA dan contoh rencana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik SMA Pangudi Luhur.
Bab VI adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Bab V ini
menguraikan kesimpulan penulis tentang efektivitas perencanaan pengajaran PAK
dengan model KTSP dalam rangka meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
BAB II
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU
MODEL PERENCANAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
SEKOLAH MENENGAH ATAS
A. Perencanaan Pengajaran pada Umumnya
Dalam kerangka proses pendidikan, perencanaan pendidikan (educational planning)
merupakan suatu “disiplin” baru yang berkembang disekitar tahun 1950-an, yang
dewasa ini semakin lama mempunyai peranan penting bagi pembangunan pendidikan.
Perencanaan pendidikan, dalam arti yang seluas-luasnya, adalah pembangunan analisa
yang bersifat rasional dan sistematik terhadap proses pembangunan pendidikan
menjadikan lebih efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan para
siswa (Vembriarto, 1972: 43-44).
1. Pengertian Perencanaan Pengajaran
Setiap kegiatan jika direncanakan dan dipersiapkan secara serius dan maskimal
tentu saja akan memberikan hasil yang maksimal pula. Demikian juga dengan kegiatan
perencanaan pengajaran yang dilakukan oleh para guru, baik di dalam maupun di luar
kelas. Pembuatan perencanaan pengajaran secara tertulis, dalam situasi dan kondisi
pendidikan di Indonesia dewasa ini, tidak lagi merupakan kepentingan administrasi
sekolah yang sifatnya sering jatuh pada formalitas belaka melainkan menjadi kebutuhan
dari para guru sendiri. Dalam membatu proses pengajaran di dalam kelas, pembuatan
perencanaan pengajaran secara tertulis juga dapat digunakan sebagai alat ukur
profesionalitas seorang guru. Dengan adanya perencanaan tertulis yang disusun secara
13 baik dan rapi. Selain guru pengajar, pihak sekolah pun sangat terbantu manakala ada
proses akreditasi sekolah. Perencanaan ini dapat dijadikan sebagai arsip sekolah yang
selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu dari sekian banyak dokumen penting
sekolah.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai fungsi dan kegunaan perencanaan
pengajaran, terlebih dahulu harus dimengerti mengenai pengertian perencanaan
pengajaran. Perencanaan pengajaran menurut Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs
adalah sebuah pengajaran itu harus direncanakan sedemikian rupa agar tujuan
pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam proses tujuan pengajaran pada
hakekatnya adalah membantu setiap individu untuk menggunakan secara optimal bakat-
bakatnya, menikmati hidupnya dan mengadakan integrasi dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisiknya. Tujuan pengajaran bukanlah membentuk manusia-manusia
menjadi lebih seragam, sebaliknya perbedaan individual lebih ditonjolkan (Gagne &
Briggs, 1983: 1).
Perencanaan adalah suatu kegiatan persiapan awal, sebelum melaksanakan proses
pembelajaran. Persiapan tersebut meliputi perencanaan program tahunan dan persiapan
mengajar. Mengingat pelaksanaan proses pembelajaran untuk mengkoordinasikan
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu proses pembelajaran, maka dalam
rangka membuat perencanaan juga perlu menyusun, mengatur dan memantapkan
komponen-komponen tersebut. Dalam membuat persiapan perlu dipikirkan dan
menetapkan ke mana siswa hendak dibawa, apa yang akan diberikan, bagaimana cara
menyampaikan materi dan sejauhmana tujuan yang hendak dicapai. Dalam buku KTSP
Dasar Pemahaman dan pengembangan dikemukakan bahwa “perencanaan kegiatan
pengajaran meliputi: perencanaan tahunan, perencanaan semesteran dan persiapan yang
14 dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar”. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
dipastikan proses pembelajaran PAK di SMA berjalan dengan baik apabila ada ketiga
hal tersebut, ditambah dengan adanya perencanaan pengajaran yang baik dan sistematis
(Masnur Muslich, 2007: 30-45).
2. Tujuan Perencanaan Pengajaran
Pembuatan perencanaan pengajaran yang baik dan sistematis untuk sebagian besar
guru, mungkin telah menjadi kebiasaan sehingga karena sudah menjadi kebiasaan maka
kegiatan ini dianggap sudah berada di luar kepala atau hafal dan tidak perlu ditulis,
cukup ada dalam kepala saja. Menurut hemat penulis, sikap semacam ini bukanlah
karakter seorang guru yang profesional. Guru yang profesional senantiasa belajar dari
setiap tindakannya baik di dalam maupun di luar kelas. Guru yang menganggap sepele
hal-hal yang sederhana seperti membuat perencanaan pengajaran secara tertulis dengan
baik dan sistematis, tidak pernah belajar dari kekurangan dan kelebihannya sendiri.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa pembuatan perencanaan pengajaran
secara tertulis dengan baik dan sistematis selain membantu dirinya sendiri juga
membantu pihak sekolah dan terutama siswa sendiri.
Dalam prosesnya bagi para guru yang menjalankan perencanaan pengajarannya
sendiri akan menemukan beberapa hal yang pernah dikemukakan oleh Gagne & Briggs
(1983: 1) dan dirumuskan sebagai berikut:
a. Pengajaran yang dilakukannya di dalam kelas senantiasa akan berorientasi pada manusia secara individual dalam perkembangan dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa.
b. Seorang guru akan mampu melihat secara lebih jelas tujuan-tujuan dari proses pengajaran yang dibuatnya sendiri, baik untuk jangka waktu yang pendek maupun jangka waktu yang panjang.
15
c. Yang terpenting adalah bahwa dengan perencanaan yang dibuat secara sistematis dapat mempengaruhi perkembangan manusia (siswa) secara individual.
d. Dalam merancang pengajaran seorang guru tidak akan melepaskan diri dari prinsip-prinsip belajar, terutama kondisi-kondisi yang mempengaruhi belajar sehingga dapat diperoleh hasil yang diinginkan.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa tujuan perencanaan pengajaran tidak
melulu bersifat demi kepentingan pribadi seorang guru dan formalitas akademis, tetapi
mengandung tujuan yang jauh lebih mulia yakni demi profesionalitas seorang guru.
Dalam situasi tertentu yang akhir-akhir ini kerap dirasakan oleh para guru dan mungkin
oleh masyarakat sendiri bahwa pekerjaan sebagi seorang guru bukanlah suatu jenis
pekerjaan yang populer, tidak seperti jaman Romo Van Lith, S.J ketika berkarya di
tanah misi Hindia Belanda (Indonesia: tanah Jawa) yakni sekitar tahun 1863-1926. Pada
waktu itu menjadi seorang guru adalah cita-cita yang paling mulia dan hampir semua
orang ingin menyandang tugas ini. Perlu diakui dan disadari bahwa jaman telah berubah
seiring dengan hal itu, pola pikir dan orientasi hidup manusia Indonesia lambat laun
mengalami evolusi. Guru perlu mengajar sesuai dengan inteligensi siswa, bukan dengan
inteligensi dirinya sendiri yang tidak cocok dengan inteligensi siswa (Suparno, 2003:
58).
Realitas saat ini menunjukkan bahwa menjadi seorang pengusaha, artis atau publik
figur yang lainnya telah mampu mengalahkan pamor pekerjaan guru. Guru bukanlah
figur yang mampu menarik perhatian kaum muda. Hal ini semakin terasa ketika kita
melihat perkembangan guru agama. Dalam prakteknya tidak banyak orang-orang muda
yang bercita-cita sebagai guru agama. Karena prospek guru agama dianggap kurang
menjanjikan dimasa depan. Hal ini semakin diperparah dengan perhatian dari pihak-
pihak lembaga keagamaan yang kurang memberikan perhatian yang cukup mendalam
terhadap eksistensi seorang guru agama (Kartono, 2003: 68).
16
Bagi mereka yang terlanjur telah menjadi seorang guru, khususnya guru agama
tidak memiliki banyak pilihan kecuali dengan memberikan diri sepenuhnya terhadap
penyelenggaraan Ilahi. Sikap semacam ini memang mengandung nilai-nilai yang positif,
dalam arti bagi para guru agama yang berusaha memupuk totalitas dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya, mereka memiliki iman pada Tuhan yang diyakininya mampu
memberikan keselamtan hidup (Kartono, 2003: 68).
Dalam proses tidak sedikit guru yang masih berada dalam situasi dan kondisi
keluarga yang tergolong ekonomi kelas bawah. Bagi mereka, hanya pengabdian pada
Tuhanlah yang mampu mengobati ketidaknyamanan dalam menjalankan tugasnya
sebagai guru. Sikap apatis ini nampak dalam sistem kerja serta cara mereka dalam
menyikapi setiap pekerjaannya sebagai guru. Dalam kenyataannya dilapangan dalam
proses membuat persiapan pengajaran guru tidak berusaha meluangkan waktu untuk
fokus, apa lagi dalam mendesain proses pengajaran yang kreatif, inovatif, menarik dan
mampu memotivasi siswa untuk terus-menerus belajar dengan giat. Dalam proses untuk
mencari siapa yang patut disalahkan atau dimintai pertanggungjawaban terhadap situasi
guru di Indonesia jaman sekarang (Suparno, 2003: 32).
Meskipun demikian, masih ada orang-orang yang setelah merasakan situasi yang
tidak nyaman ini, langsung berusaha menemukan solusi yang efektif. Profesional
sebenarnya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjadi semakin reflektif, yakni
dengan membangun sikap serius, konsisten dan beriman pada Tuhan. Sikap-sikap itu
akan semakin nyata jika dituangkan dalam bentuk tindakan-tindakan konkret, salah
satunya adalah selalu membuat persiapan pengajaran secara baik dan sistematis sebelum
dan sesudah proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas (Kartono, 2003:
68).
17
Bagi seorang guru yang mampu membuat perencanaan pengajaran secara baik dan
sistematis, akan mampu merumuskan tujuan pendidikan yang dilakukannya secara baik.
Menurut Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs pekerjaan merencanakan pengajaran
dapat sangat disederhanakan dengan menempatkan tujuan pengajaran ke dalam lima
kategori utama kesanggupan manusia, yaitu: kecakapan intelektual, strategi kognitif,
informal verbal, keterampilan dan sikap. Dengan kata lain kedua ahli pendidikan ini
hendak mengatakan bahwa dengan perencanaan pengajaran seorang guru mampu
mengolah setiap kemampuan yang dimiliki para siswa secara lebih integral (Gagne &
Briggs, 1983: 5).
Secara logika kita dapat melihat bahwa dengan tersedianya waktu persiapan yang
cukup, seorang guru mampu berpikir untuk berusaha membantu para siswanya untuk
semakin berkembang sesuai dengan daya dan kemampuannya masing-masing. Hal ini
tidak mungkin dapat dilakukan jika seorang guru tidak memiliki persiapan yang matang
sebelum menjalankan proses pembelajarannya.
Bagi para guru yang mampu membuat perencanaan pengajarannya secara baik dan
sistematis, mereka tidak akan pernah jatuh pada praktek transfer ilmu. Konsep ini
pernah dikemukakan oleh seorang ahli pendidikan dari Amerika Latin, Paulo Freire.
Dalam prakteknya guru menjelaskan semuanya dan siswa hanya harus menuruti apa
yang dijelaskan guru. Para siswa adalah subjek pendidikan dan bukannya objek yang
bisa diperlakukan sesuka hati oleh para guru. Siswa tidak diaktifkan dalam mencari
bersama nilai baik yang diajarkan itu sehingga nilai itu tidak dirasakan sebagai nilai
baik yang ditemukan sendiri dan menjadi miliknya. Mereka bukanlah kertas kosong
yang perlu diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan yang mungkin selama hidupnya
tidak akan pernah dipakai atau berguna bagi dirinya sendiri. Dalam mengenal siswa
secara lebih dekat dan mengerti akan kebutuhan mereka, merupakan sesuatu yang
dimiliki oleh seorang guru profesional (Suparno, 2003: 32).
18
Guru yang profesional adalah guru yang mampu membuat persiapan,
melaksanakan proses dan membuat evaluasi terhadap kegiatan pengajaran yang telah
dan akan dilakukannya. Idealisme guru yang seperti ini, dalam kenyataannya masih jauh
dari yang diharapkan. Perlu adanya suatu evolusi atau bahkan jika mungkin suatu
revolusi dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama dalam hal pembinaan bagi
guru-guru senior yang telah memiliki pola kerja dan karakter mengajar yang konservatif
(Suparno, 2003: 32).
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Landasan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam setiap jenjang pendidikan,
mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama sampai Sekolah Menengah Atas,
merupakan salah satu upaya pemerintah, khususnya menteri pendidikan untuk
memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang hendak diberlakukan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas
pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Yang artinya, kurikulum baru
yang ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Dalam
prakteknya pemberlakukan KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena
kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa sekolah
yang menjadi pilot project (Masnur Muslich, 2007: 1-16).
Dalam kegiatan sosialisasi mengenai kurikulum tingkat satuan pendidikan
(sekolah), tim sosialisasi berupaya agar para guru yang mengikuti kegiatan ini memiliki
wawasan yang cukup sehingga dapat menyikapi dan melaksanakan pengembangan
19 kurikulum ini di masing-masing sekolahnya. Adapun yang menjadi landasan
dibentuknya KTSP (Masnur Muslich, 2007: 1-9) ini adalah sebagai berikut:
a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional b. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan c. Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi d. Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan e. Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan
23/2006
Dengan landasan-landasan di atas, penerapan kurikulum yang baru ini semakin
mendapat posisinya yang jelas dalam program pengembangan pendidikan bangsa
Indonesia. Berdasarkan landasan tersebut, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dipahami sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan. Dengan kata lain masing-masing sekolah, baik yang berada
didaerah maupun dipusat kota, memiliki kesempatan untuk menyusun dan
melaksanakan program satuan pendidikannya sesuai dengan situasi dan kondisi siswa.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mampu mendorong terwujudnya otonomi
sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, mendorong para guru, kepala sekolah, dan
pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan, memungkinkan bagi setiap sekolah
untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel
bagi kebutuhan siswa, mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan
memberatkan kurang lebih 20%, memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-
sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (Masnur
Muslich, 2007: 1-16).
Sebagai kurikulum yang bersifat operasional, KTSP telah disertai dengan acuan-
acuan operasional yang jelas. Oleh karena itu dalam buku yang berjudul KTSP Dasar
20 Pemahaman dan Pengembangan (Masnur Muslich, 2007: 11-21) dirumuskan antara
lain:
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional e. Tuntutan dunia kerja f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni g. Agama h. Dinamika perkembangan global i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat k. Kesetaraan jender l. Karakteristik satuan pendidikan Acuan-acuan ini dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk pedoman yang harus
diperhatikan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) ketika menyusun
kurikulum sekolahnya masing-masing. Dengan diberlakukannya KTSP, masing-masing
sekolah diberi keleluasaan untuk mengolah setiap satuan pendidikan yang menyangkut
berbagai aspek kehidupan siswa. Misalnya, aspek keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia. Melalui KTSP aspek ini sedemikian rupa diolah sehingga keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik
secara utuh. Konsekuensinya dalam pembentukaan kepribadian, kurikulum disusun
yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia. Hal ini menjadi jelas, bahwa urusan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak yang baik siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran
agama atau bimbingan dan konseling semata, tetapi seluruh guru bidang studi yang lain
turut serta dalam usaha mengembangkan aspek ini dalam setiap pribadi siswa (Masnur
Muslich, 2007: 11-15).
21
Selanjutnya dalam aspek peningkatan potensi, kecerdasan dan minat siswa perlu
disesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum
disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Model pendidikan yang holistik menjadi fokus
perhatian dalam pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Sekolah sedapat mungkin mengembangkan berbagai sarana penunjang pendidikan
sehingga setiap kemampuan, talenta siswa berkembangan sesuai dengan diri mereka
sendiri. Dalam hal ini sekolah menjadi fasilitator bagi siswa dalam mengembangkan
setiap potensi yang dimilikinya. Pihak sekolah tidak bisa memaksa para siswanya untuk
mampu tumbuh dan berkembang hanya semata-mata sesuai dengan visi-misi
sekolahnya. Tingkat perkembangan siswa, baik dalam segi usia maupun kepribadian
perlu dipertimbangkan sehingga proses pendidikan dapat dilakukan secara efektif dan
efisien sesuai dengan kapasistas yang dimiliki (Masnur Muslich, 2007: 11-22).
Dalam KTSP, pihak sekolah juga dituntut untuk mempelajari lingkungan sekolah
dan latar belakang siswa secara lebih cermat. Pemerintah sendiri, dengan
memberlakukan KTSP bermaksud untuk mengembangkan daerah-daerah sehingga
sebagai bentuk partisipasi aktif pihak sekolah terhadap program pemerintah adalah
menyusun kurikulumnya dengan memperhatikan keragaman potensi dan karakteristik
daerah dan lingkungan. keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan ini
merupakan latar belakang siswa yang siap difasilitasi dengan semaksimal mungkin.
Sekolah tidak akan membangun sebuah masyarakat, budaya atau sejarah, melainkan
para siswalah yang siap mengisi setiap ruang bidang-bidang kehidupan yang ada di
dalam masyarakat sehingga semakin hari, masyarakat berkembang dengan lebih baik
(Masnur Muslich, 2007: 11-22).
22
Sekolah bukanlah pelaku pembangunan, melainkan fasilitator pembangunan
daerah. Dengan kata lain kurikulum yang disusun sesuai dengan keragaman potensi,
kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu
kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
Pembangunan daerah yang berhasil akan berdampak positif terhadap
pembangunan nasional. Dengan diberlakukannya KTSP, sekolah-sekolah daerah tidak
bisa melakukannya secara egoistis. Falsafah dan ideologi negara, yakni Pancasila dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap diperhatikan, artinya dalam
pengembangannya, kurikulum sekolah perlu diarahkan pada usaha pengembangan
global dalam tingkatan bangsa. Pengembangan kurikulum harus memperhatikan
keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional (Masnur Muslich, 2007: 11-
22).
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pluralitas agama
yang cukup menonjol di mata dunia. Berkaitan dengan pluralisme agama ini, kurikulum
ini disusun dan dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi dan
kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di
lingkungan sekolah. Di bangku sekolah, para siswa jangan sampai ditanamkan sikap
fanatik yang negatif. Meskipun dalam teori atau dalih setiap sekolah senantiasa
menghindari hal ini, namun dalam kenyataannya tidak sedikit sekolah yang
mengarahkan para siswanya untuk bersikap fanatik dan meremehkan penganut agama
lain (Suparno, 2003: 36).
23
Dalam prakteknya bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Indonesia, tetapi bangsa Indoensia adalah bangsa yang beragama, sehingga aturan
negara tidak bisa dicampuri dengan urusan agama. Dalam aturan agama tidak boleh
menjadi aturan negara. karena akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang plural dalam hal agama, budaya, suku dan bahasa.
Yang terpenting dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan KTSP adalah
kurikulum memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia
kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja,
khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (Masnur
Muslich, 2007: 11-22).
Dalam proses persaingan global dalam pendidikan perlu ada ciri khas dari
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yakni memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada satuan-satuan pendidikan untuk mengembangkan diri, maka
kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas
satuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan memiliki orientasi, visi dan spiritualitasnya
masing-masing. Dalam pelaksanaan satuan pendidikan di Indonesia harus memiliki visi,
spiritualitas dan orientasi pendidikan ke arah yang positif. Dalam pemberlakuanya
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedapat mungkin dapat terus dihidupkan
dan dikembangkan. Dalam praktek kehidupan sehari-hari sering dijumpai penggunaan
sikap oleh orang muda untuk menunjuk suatu tingkah laku atau tindakan seseorang.
Sehingga generasi muda dapat meneruskan tradisi dan budaya yang semakin berpihak
pada kesejahteraan masyarakat. Dalam prakteknya kurikulum harus dikembangkan
sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan (Kristianto,
2005: 4).
24 2. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dalam rangka memenuhi
amanat yang tertuang dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam penyusunan, KTSP
jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah, peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentanag
standar kompetensi. Dalam proses pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan senantiasa disesuaikan dengan
empat hal dasar sebagai berikut (Masnur Muslich, 2007: 1-16).
1) Jenjang Satuan Pendidikan 2) Visi Sekolah 3) Misi Sekolah 4) Tujuan Sekolah Dalam prakteknya rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
mengacu pada tujuan umum pendidikan. Tujuan pendidikan menengah adalah
meningkatkan kecerdasaan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Masnur muslich, 2007: 12).
Tujuan penyusununan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar
berdasarkan sesuai dengan penyusunan visi, misi dan tujuan sekolah yang mengacu
pada pedoman dasar KTSP dan harus dilakukan dalam tiga tahap (Masnur Muslich,
2007: 1-16) sebagai berikut:
Pertama: Hasil belajar siswa. Pada tahap ini pihak sekolah perlu menemukan apa yang harus dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menyelesaikan sekolah.
25
Kedua: Suasana pembelajaran. Selain menemukan apa yang harus dicapai siswa, sekolah juga perlu memperhatikan suasana pembelajaran seperti apa yang dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu.
Ketiga: Suasana sekolah, yang terakhir adalah bahwa dalam menentukan visi, misi dan tujuan, sekolah perlu memiliki pandangan kedepan mengenai suasana sekolah-sebagai lembaga/organisasi pembelajaran-seperti apa yg diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum
Dalam struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
mencakup beberapa komponen-komponen yang harus dipersiapakan dengan sebaik-
baiknya, sehingga proses yang terkandung dalam struktur dan muatan kurikulum
tersampaikan dengan baik, Masnur Muslich (2007: 11-21) merumuskannya sebagai
berikut:
1). Mata Pelajaran
Dalam mata pelajaran berisi struktur kurikulum tingkat sekolah yang disusun
berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian standar
kelulusan (SKL). Dalam proses pengembangan struktur kurikulum dilakukan dengan
cara antara lain (Masnur Muslich, 2007: 11-21):
Memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru.
Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam Struktur kurikulum. Tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam standar isi.
2). Muatan Lokal
Dalam prakteknya muatan lokal berisi tentang jenis, strategi pemilihan dan
pelaksanaan muatan lokal yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam pengembangannya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler
yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi
26 daerah, termasuk keunggulan daerah. Yang menjadi substansi muatan lokal ditentukan
oleh satuan pendidikan.
Dalam substansi yang akan dikembangkan adalah materinya disesuaikan menjadi
bagian dari mata pelajaran lain, atau terlalu luas substansinya sehingga harus
dikembangkan menjadi mata pelajaran tersendiri; merupakan mata pelajaran wajib yang
tercantum dalam struktur kurikulum; bentuk penilaiannya kuantitatif (angka), setiap
sekolah dapat melaksanakan muatan lokal lebih dari satu jenis dalam setiap semester,
mengacu pada: minat dan atau karakteristik program studi yang diselenggarakan di
sekolah. Siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis muatan lokal pada setiap tahun
pelajaran, sesuai dengan minat dan program muatan lokal yang diselenggarakan
sekolah, substansinya dapat berupa program keterampilan produk dan jasa, contoh:
bidang budidaya: tanaman hias, tanaman obat, sayur, pembibitan ikan hias dan
konsumsi, bidang pengolahan: pembuatan abon, kerupuk, ikan asin, bakso. Dalam
bidang tujuan instruksional khusus misalnya: web desain, berkomunkasi sebagai guide,
akuntansi komputer, Kewirausahaan. Dalam prakteknya sekolah harus menyusun
standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD) dan silabus untuk mata pelajaran
muatan lokal yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam proses pembelajarannya dapat
dilakukan oleh guru mata pelajaran atau tenaga ahli dari luar sekolah yang relevan
dengan substansi muatan lokal (Masnur Muslich, 2007: 11-21).
3). Pengembangan Diri
Dalam proses pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik dan kondisi sekolah. Dalam
prakteknya dilapangan yang dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: bimbingan
27 konseling (kehidupan pribadi, sosial, kesulitan belajar, karir), dan ekstrakurikuler,
pengembangan kreativitas, kepribadian siswa, seperti: kepramukaan, kepemimpinan,
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Dalam prakteknya bukan mata pelajaran dan tidak
perlu dibuatkan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan silabus. Dalam
proses silabus dilaksanakan secara terprogram, rutin, spontan dan keteladanan, penilaian
dilakukan secara kualitatif (deskripsi), yang difokuskan pada perubahan sikap dan
perkembangan perilaku peserta didik, setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri
(contoh penilaian pengembangan diri) kegiatan KIR, mencakup penilaian: sikap
kompetitif, kerjasama, percaya diri dan mampu memecahkan masalah). Yang kedua
kegiatan keolahragaan mencakup penilaian sikap sportif, kompetetitif, kerjasama,
disiplin. Yang ketiga kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan dibimbing oleh guru
kelas atau mata pelajaran, konselor atau guru BK atau tenaga kependidikan lain. Dengan
penjabaran alokasi waktu ekuivalen dengan 2 jam pembelajaran per-minggu, diserahkan
kepada masing-masing pembimbing dan sekolah. Dalam prakteknya perlu dibuat
program kerja yang sistematis dan komprehensif sebagai bagian dari program kerja
sekolah dan atau program kerja Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang menjadi
wadah dalam proses pembelajaran siswa (Masnur Muslich, 2007:16).
4). Beban Belajar
Dalam proses beban belajar berisi tentang jumlah beban belajar per-mata
pelajaran, per-minggu per-semester dan per-tahun pelajaran yang dilaksanakan di
sekolah, sesuai dengan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum.
Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran pada semester ganjil
28 dan genap dalam satu tahun pelajaran sesuai dengan kebutuhan, tetapi jumlah beban
belajar per-tahun secara keseluruhan tetap. Alokasi waktu kegiatan praktik
diperhitungkan: jam pelajaran (JPL) praktik di sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka,
dan 4 JPL praktik di luar sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka (bagi Sekolah
Menengah Kejuruan). Sekolah dapat menambah maksimal 4 JPL per-minggu. Dalam
alokasi waktu penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sebanyak 0–
60% untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar
Biasa/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan waktu kegiatan tatap
muka mata pelajaran yang bersangkutan, pemanfaatan alokasi waktu tersebut
mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi
(Masnur Muslich, 2007: 18).
5). Ketuntasan Belajar
Dalam proses pelaksanaan ketuntasan belajar yang berhububungan dengan
ketuntasan belajar yang berisi tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) per-mata
pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah sebagai satuan pendidikan. Ketuntasan belajar
harus berani mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: ketuntasan belajar ideal untuk
setiap indikator adalah 0–100%, dengan batas kriteria ideal minimum 75%. Dalam hal
ini sekolah harus menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) per-mata pelajaran
dengan mempertimbangkan: kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas, dan
Sumber Daya Manusia (SDM). Sekolah dapat menetapkan kriteria kelulusan minimal
dibawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria
ketuntasan ideal sesuai dengan kriteria setiap satuan pelajaran yang dilaksanakan oleh
sekolah dalam rangka ketuntasan belajar yang maksimal (Masnur Muslich, 2007: 16).
29 6). Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Dalam prakteknya kenaikan kelas dan kelulusan berisi tentang kriteria dan
mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan, serta strategi penanganan siswa yang tidak
naik atau tidak lulus yang diberlakukan oleh sekolah. Program disusun mengacu pada
hal-hal sebagai berikut: Panduan kenaikan kelas yang akan disusun. Pembinaan terkait
Sedangkan ketentuan kelulusan akan diatur secara khusus dalam peraturan tersendiri
(Masnur Muslich, 2007:16).
7). Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup bukan mata pelajaran tetapi substansinya merupakan
bagian integral dari semua mata pelajaran. Dalam struktur kurikulum secara khusus,
dapat disajikan secara terintegrasi dan atau berupa paket/modul yang direncanakan
secara khusus. Substansi kecakapan hidup meliputi: Kecakapan personal, sosial,
akademik dan atau vokasional.
Dalam kecakapan vokasional, dapat diperoleh dari satuan pendidikan, antara lain
melalui mata pelajaran keterampilan. Dalam proses standar kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran keterampilan tidak sesuai dengan
kebutuhan siswa dan sekolah, maka sekolah dapat mengembangkan Standar Kompetensi
(SK), Kompetensi Dasar (KD) dan silabus keterampilan lain sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Pembelajaran mata pelajaran keterampilan dimaksud dilaksanakan secara
komprehensif melalui intra kurikuler. Dalam pengembangan Standar Kompetensi (SK),
Kompetensi Dasar (KD), silabus, rancangan program pembelajaran (RPP) dan bahan
ajar dan penyelenggaraan pembelajaran keterampilan vokasional dapat dilakukan
melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal atau non formal lain (Masnur
Muslich, 2007: 16).
30 8). Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Program pendidikan yang dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal
dan kebutuhan daya saing global. Substansinya mencakup aspek: ekonomi, budaya,
bahasa, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan
kompetensi peserta didik. Dalam bagian dari semua mata pelajaran yang terintegrasi,
atau menjadi mata pelajaran muatan lokal. Dalam proses dapat diperoleh peserta didik
dari satuan pendidikan formal lain dan atau satuan pendidikan nonformal (Masnur
Muslich, 2007: 16).
C. Pendidikan Agama Katolik (PAK)
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah adalah salah satu bidang studi yang
diajarkan di sekolah, yang mempunyai kedudukan sama dengan bidang studi lainnya
seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Sejarah, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial
dan lain-lain. Berhubung memiliki kedudukan yang sama dengan bidang studi yang
lainnya, maka PAK di sekolah terikat pada kurikulum dan waktu yang tersedia serta
patuh pada aturan main sekolah.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah sungguh disadari sebagai salah satu bagian
dari tugas pastoral Gereja terhadap peserta didik yang bertujuan agar peserta didik
mampu menggumuli hidup dari segi pandang Katolik dan dengan demikian mudah-
mudahan berkembang terus menjadi manusia paripurna.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam dokumen Konsili Vatikan II
Gravissimum Educationis art I menguraikan bahwa hak bagi anak-anak sekolah untuk
mendapatkan hak atas pendidikan. Secara khusus dapat pula dinyatakan bahwa semua
31 orang Kristiani berhak atas pendidikan Kristiani. Dalam proses Pendidikan Agama
Katolik atau pendidikan Kristiani bertujuan untuk membantu orang yang dipermandikan
agar dapat memahami misteri penyelamatan, makin menyadari anugerah-anugerah iman
yang diperoleh, menyembah Allah Bapa dalam Roh Kudus dan kebenaran serta dapat
hidup secara Kristiani.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah sekurang-kurangnya memiliki dua
pengertian, yakni PAK sebagai pendidikan iman dan PAK sebagai pembinaan iman.
Pendidikan Agama Katolik sebagai pendidikan iman maksudnya adalah bahwa secara
operasional bidang studi Pendidikan Agama Katolik di sekolah direalisasikan dalam
bentuk Pelajaran Agama Katolik. Seperti telah diketahui bahwa orientasi dari pelajaran
Agama Katolik, baik dalam lingkup keluarga, sekolah maupun paroki adalah pendidikan
iman. Dengan kata lain, pendidikan iman dalam lingkup sekolah terlaksana dalam
bidang studi Pelajaran Agama Katolik.
Sebagai pendidikan iman, PAK di sekolah hendaknya dapat membantu siswa, agar
iman mereka menjadi pusat kepribadiannya, serta dapat membantu proses
perkembangan imannya secara harmonis dalam ketiga aspeknya, yakni pengetahuan,
perayaan, dan penghayatannya. Yang dimaksud dengan membantu proses
perkembangan iman secara harmonis oleh Kristianto, seorang dosen Moral di Program
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma beliau berpendapat
bahwa proses PAK hendaknya mampu menciptakan situasi, lingkungan, iklim serta
kemungkinan-kemungkinan sedemikian rupa, agar iman betul-betul menjadi landasan
sekaligus peneguhan semua aspek kehidupan orang yang bersangkutan (Kristianto,
2005: 9).
32
Sebagai pendidikan iman, PAK tentu saja bukan satu-satunya mata pelajaran yang
paling menentukan perkembangan kepribadian seorang siswa dalam konteks relasinya
dengan Allah. PAK juga bukan hanya sebagai pelengkap atau bahkan tambahan bidang
studi yang tidak memiliki fungsi konstruktif dalam proses perkembangan hidup seorang
siswa. PAK lebih-lebih merupakan salah satu elemen pokok dalam proses pendidikan.
Sebagai salah satu elemen pokok, tentu saja PAK memiliki tugas ekstra, yakni
mensinergiskan diri dengan bidang studi yang lain dan mensinergiskan bidang studi
yang lain dengan dirinya sendiri, sehingga proses pendidikan yang dilakukan di sekolah
dapat dilakukan secara integral. Dengan demikian, PAK tidak perlu dipandang secara
eksklusif atau bahkan ditempatkan dalam posisi penentu kebijakan sekolah dalam
mengambil keputusan berhasil tidaknya seorang siswa melewati tingkatan kelas
(Kristianto, 2005: 9).
Dalam prakteknya tidak sedikit kasus yang terjadi berkaitan dengan hal ini,
misalnya ada siswa yang dalam beberapa bidang studi eksakta sangat menguasai dan
mendapatkan nilai-nilai yang sangat baik tetapi nilai PAK yang diperolehnya sangat
kurang. Siswa tidak naik kelas atau naik kelas, kepala sekolah dengan guru agama
membuat suatu kompromi dengan cara memanipulasi nilai. Atau kasus yang lain adalah
nilai agama ditentukan oleh sekolah minimal enam atau tujuh. Guru agama dituntut
untuk melakukan hal itu meskipun dalam realitasnya, siswa yang didiknya itu tidak
mampu mencapai nilai standar. Jika seluruh pihak yang saling terkait dalam lembaga
pendidikan bersikap konsisten, maka hal ini tidak perlu terjadi (Kristianto, 2005: 9).
Pendidikan Agama Katolik atau pendidikan agama yang lain, tidak perlu
dipandang sebelah mata sekaligus penentu kenaikan kelas atau kelulusan seorang siswa.
Dalam prakteknya PAK seharusnya tidak perlu dinilai dengan point. Dengan demikian,
33 PAK tidak perlu dipahami sebagai pendidikan iman, cukup sebagai pembinaan iman.
PAK sebagai Pembinaan Iman akan dibahas dalam pembahasan berikut ini. Sebagai
pembinaan iman, PAK benar-benar memposisikan para siswa sebagai subjek pendidikan
yang telah memiliki sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang telah dimilikinya itu perlu
mendapat pembinaan sehingga memberikan pengaruh yang positif terhadap
perkembangan hidupnya sendiri. Siswa tidak lagi merupakan kertas kosong yang siap
dan harus diisi oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan. PAK lebih harus diarahkan
pada segi perkembangan religiositas siswa. Segi religiositas yang dimaksud adalah
seperti yang telah dikatakan oleh (Kristianto, 2005: 10).
Segi religiositas lebih menyangkut segi-segi kehidupan yang mengandung nilai-nilai yang mendasar dalam hidup ini, seperti: cinta, harapan, kebahagiaan, pengampunan, kecemasan, ketakutan, kejahatan, putus asa, dst. Segi religiositas bukanlah lebih-lebih menyangkut pengertian mengenai kebiasaan praktek religius dan keagamaan atau sejumlah pengetahuan mengenai agama-agama. Pembinaan iman seorang siswa yang secara konkret dibidani oleh guru PAK
memiliki orientasi studi yang jauh lebih bermakna dibanding dengan usaha lembaga
pendidikan, dalam hal ini bidang keagamaan untuk manciptakan manusia beragama
seperti yang terindikasikan dalam proses pendidikan agama di sekolah. Jika perlu,
manusia beragama itu tidak perlu ada, yang paling penting adalah manusia yang
religius, yang mampu menghormati Tuhannya dan sesamanya dalam pluralisme agama.
Sebagai pribadi yang telah dibekali Tuhan dengan segala daya dan kemampuannya,
siswa “diarahkan” untuk menjadi pribadi manusia yang dewasa dan beriman atau
dengan kata lain menjadi manusia yang sempurna. Istilah “diarahkan” mengandung
konsekuensi pengertian yang cukup mendalam. Dalam dinamika hidupnya, manusia
mempunyai hubungan dasar, yakni dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan
sesama dan dengan dunia. Sebagai seorang manusia, siswa cukup diarahkan jalan
34 hidupnya oleh guru. Itulah hakekat dari pembinaan iman. Dalam proses sebagai
makhluk beriman, seorang siswa dengan segala kemampuan, daya kreasi dan berbagai
kelebihan yang telah dianugerahkan Tuhan padanya, dituntun, dibina agar menjadi
seorang manusia yang dewasa. Meskipun hal ini telah dipahami oleh setiap guru atau
pendidik yang lain, tetapi hal ini seringkali dilupakan dan para guru lebih asyik dengan
cara dan model pengajaran yang telah diterimanya selama mereka studi dulu berkaitan
dengan manusia mempunyai hubungan dasar dengan Yang Ilahi dan dengan dunia.
(Ismartono, 1993: 108).
Pendidikan Agama Katolik sebagai pembinaan iman juga memiliki orientasi
memperkembangkan pribadi siswa secara integral. Dalam prakteknya PAK wajib
mengusahakan agar perkembangan kepribadian dan keimanan siswa dapat terjadi secara
harmonis dalam ketiga komponennya, yakni pengetahuan, afeksi dan tindakan. Dalam
proses sikap keberimanan dalam hal ini dapat diartikan sebagai sikap yang didasarkan
pada kesadaran dan penghayatan hubungan antara manusia dengan Allah. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakat, sikap beriman ini lebih dikenal sebagai sikap Kristiani,
yakni sikap yang didasarkan pada hubungan dengan dunia (Ismartono, 1993: 107).
Dalam pengertian sebagai pembinaan iman PAK mampu mengkondisikan para
siswa agar mampu bersikap seperti yang telah diajarkan oleh Yesus pada para
muridNya: “Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap
jiwamu, dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Mat 12:30).
Dalam prakteknya perlu menjadi tujuan PAK yang prioritas karena kasih kepada Allah
merupakan sikap dasar yang perlu dimiliki oleh manusia yang beriman padaNya. Allah
telah mengasihi manusia terlebih dahulu secara total dan tidak terbatas. Hal ini nyata
35 dalam tindakannya yang paling besar yakni mengutus PuteraNya ke dunia untuk
menebus dosa-dosa manusia yang telah berdosa padaNya.
Kehadiran Yesus di tengah-tengah manusia merupakan sikap Allah yang sangat
mencintai manusia, ciptaanNya. Allah tidak ingin ciptaanya direbut oleh kuasa dosa
yang menghancurkan eksistensi manusia sebagai makhluk beriman. Dalam cita-cita
luhur ini, meskipun sangat sulit dilakukan oleh seorang guru agama, tetapi perlu
dilakukan pada para siswa sebagai anak didiknya. Usaha untuk mencapai cita-cita dan
tujuan Pendidikan Agama Katolik yang dilakukan oleh seorang guru agama Katolik ini
perlu didukung oleh sikap iman yang mendalam dari guru agama Katolik sendiri.
Mereka perlu meyakini bahwa Allah telah memulai pekerjaan-Nya dan Dia akan
menyelesaikannya dengan baik (Ismartono, 1993: 107).
Secara praktis, Pendidikan Agama Katolik sebagai pembinaan iman diharapkan
mampu mempunyai kemampuan dasar dan membina para siswa untuk menjadi pribadi
yang kritis, peka dan bijaksana dalam menyikapi segala macam realitas yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Sikap kritis yang dimaksud nyata dalam kemampuan siswa
mengolah segala macam persoalan hidup dengan menggunakan pola pandang kristiani.
Artinya senantiasa mampu membaca situasi yang terjadi, tidak mudah terbawa arus
jaman yang selalu berubah dan cenderung mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Sedangkan sikap peka dan bijaksana nyata dalam perilaku hidup sehari-hari yang selalu
berjaga-jaga, waspada dan berani mengambil keputusan yang tepat manakala mereka
harus memilih jalan hidup yang harus ditempuhnya dimasa yang akan datang. Dengan
kata lain, Pendidikan Agama Katolik mengajak para siswa untuk menjadi anak-anak
terang ditengah-tengah dunia yang gelap, serta menjadi anak manusia yang tidak mudah
terbawa arus negatif yang ada di dunia ini. Dunia merupakan tempat bermain tetapi
36 jangan sampai dunia mempermainkan mereka. Itulah harapan dan tujuan dari
pembinaan iman Katolik atau yang secara lebih formal disebut Pendidikan Agama
Katolik di sekolah (Ismartono, 1993: 105).
2. Ciri khas Pendidikan Agama Katolik
Dalam proses PAK maupun bidang studi yang lain memiliki kesamaan, yakni
membantu para siswa untuk menjadi pribadi manusia yang dewasa, yang mampu hidup
di dunia secara layak dan mampu membantu memperkembangkan dunia ini. Dalam
beberapa hal memang perlu diakui dan disadari bahwa masing-masing bidang studi juga
memiliki kekhasan yang tidak tergantikan oleh bidang studi satu dengan yang lainnya.
Dalam prakteknya yang menjadi kekhasan PAK adalah dalam segi suasana, tujuan,
peran seorang guru PAK itu sendiri. Dalam segi suasana, PAK memiliki kekhasan yakni
mengusung suasana kekeluargaan secara kristiani. Dalam kongregasi suci Pendidikan
Katolik, dengan jelas disebutkan ciri khas sekolah katolik yang dikemukakan oleh
(Sewaka, 1991: 14).
Kongregasi Suci untuk urusan Pendidikan Katolik menyadari, ada masalah-masalah serius yang merupakan bagian terpadu dari pendidikan Kristen di dalam masyarakat yang majemuk. Karena itu, memusatkan segala perhatian kepada sifat dan ciri khas sekolah yang patut menyatakan diri Katolik merupakan suatu tugas utama. Tapi situasi dan sistem perundang-undangan yang berbeda-beda, di mana sekolah Katolik harus menjalankan fungsinya, menuntut agar masalah-masalah setempat dihadapi dan dipecahkan oleh masing-masing Gereja menurut konteks sosial-budayanya.
Dengan belajar dari ciri khas sekolah Katolik ini, penulis dapat melihat bahwa
PAK pun sama halnya dengan sekolah Katolik, yakni senantiasa membangun susana
belajar yang sangat kristiani, yang selalu berpedoman pada nilai-nilai Injili. Dalam
prakteknya, bermacam-macam metode pengajaran dilakukan oleh para guru agama di
sekolah, misalnya metode Audio-Visual, Naratif eksperiensial, metode Shared
37 Christian Praxis (SCP), dan lain sebagainya. Metode-metode ini dilakukan agar para
siswa terbantu untuk masuk dalam suasana yang kondusif untuk mempelajari imannya
sendiri. Seperti halnya Yesus ketika mengajar para muridnya, yang paling diperhatikan
oleh Yesus adalah suasana hati sebagai bentuk menyatunya kemampuan dasar antara
dunia, yang Ilahi, sesama, diri sendiri dan aku (Ismartono, 1993: 107).
Yesus tidak pernah menggunakan sarana-sarana yang tidak pernah diketahui
apalagi disentuh oleh para muridnya. Yesus senantiasa menggunakan sarana-sarana
yang sangat dekat dengan mereka misalnya, biji gandum, gembala, nelayan, ikan,
domba, pohon ara dan lain-lain. Ketika sarana-sarana itu digunakan dalam proses
pengajaranNya, Yesus sebenarnya hendak menciptakan suasana yang nyaman, penuh
gairah dan terutama sesuai dengan dunia para muridnya sehingga apa yang hendak
diajarkan oleh Yesus dengan mudah dipahami. Demikianpun Pendidikan Agama
Katolik yang selama ini dilakukan di sekolah-sekolah. Yesus tidak pernah menuntut
nilai yang bagus dari para murid untuk setiap materi yang diajarkannya. Yang
diharapkan oleh Yesus adalah mereka segera berubah dan bertobat menjadi manusia
yang beriman, Iman menunjukan hubungan Allah dan manusia secara pribadi dan penuh
misteri. Ciri khas PAK yang mestinya terus menerus diperjuangkan oleh para guru
agama di sekolah (Kristianto, 2005: 8).
Pendidikan Agama Katolik tidak bertujuan untuk menciptakan manusia yang
semata-mata beragama dalam arti mampu menghafal seluruh isi dari Kitab Suci,
mengetahui segala macam simbol-simbol liturgi, hafal masa-masa atau tahun-tahun
liturgi, terlibat sangat aktif dalam kegiatan hidup menggereja sehingga melupakan
kegiatan-kegiatan yang lain, mampu membuat rumusan doa-doa yang panjang dan
bagus. Pendidikan Agama Katolik bertujuan agar para siswa mampu mencintai Tuhan,
38 sesama dan dunianya dengan seluruh jiwa, raga, akal dan budinya. Bidang studi
Pendidikan Agama Katolik secara operasional direalisasikan dalam bentuk Pelajaran
Agama Katolik (Kristianto, 2005: 9).
Tujuan PAK, sangat khas dan tidak dimiliki oleh bidang studi yang lain. Jika hal
ini dilakukan secara konsisten maka akhirnya baik guru Pendidikan Agama Katolik
maupun pihak sekolah tidak akan menuntut nilai yang dilakukan secara formal dan
menentukan kenaikan atau kelulusan seorang siswa. Sekali lagi yang perlu disadari
adalah bahwa PAK akan selalu merupakan proses selama seumur hidup. Dalam
prosesnya Pendidikan Agama Katolik tidak akan pernah bisa diuji selama orang atau
siswa yang bersangkutan itu masih hidup. Dengan demikian Pendidikan Agama Katolik
sebenarnya tidak perlu dinilai dengan angka. Berdasarkan pemahaman tersebut maka
PAK dalam lingkup sekolah perlu diarahkan dalam rangka proses pendidikan dan
pembinaan sikap Kristiani, yaitu sikap dasar yang dijiwai oleh terang Injil (Kristianto,
2005: 13).
3. Kedudukan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Pendidikan agama Katolik memiliki kedudukan yang sama dengan bidang studi-
bidang studi yang lainnya. Pendidikan Agama Katolik memiliki kekuatan sebagai
penentu kelulusan atau kenaikan seorang siswa jika bersinergis dengan bidang studi
yang lain. Dengan kata lain, bukan tugas sekolah untuk memberikan posisi atau
kedudukan yang istimewa pada Pendidikan Agama Katolik, melainkan guru Pendidikan
Agama Katolik sendiri. Seorang guru Pendidikan Agama Katolik wajib memandang
Pendidikan Agama Katolik sebagai bentuk pelayanan demi pendidikan iman dan
pembinaan sikap di sekolah, dengan situasi dan kondisinya, kelemahan dan
kelebihannya beserta tuntutannya (Kristianto, 2005: 13).
BAB III
SILABUS PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS
BERDASARKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Dalam buku KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, yang disusun Masnur
Muslich (2007: 23) istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk
pengembangan kurikulum. Berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang ingin dicapai, serta pokok-pokok uraian materi yang perlu
dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam
materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, alokasi waktu dan sumber belajar
dalam implementasinya perencanaan yang dimaksud adalah persiapan awal sebelum
melaksanakan proses pembelajaran. Silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), dilaksanakan dan ditindak lanjuti oleh masing-masing guru dan
sekolah sebagai lembaga evaluasi dan penilai bagi standar guru.
Dalam kerangka proses pembuatan silabus mempunyai manfaat sebagai pedoman
pelaksanaan pengajaran dan pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti
pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan, kegiatan pembelajaran, pengembangan
sistem penilaian. Dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran silabus memiliki
prinsip-prinsip dasar dalam pengembangannya: yakni ilmiah, relevan, sistematis,
konsisten, memadai, aktual, konstektual, fleksibel dan holistik (Masnur Muslich, 2007:
23-30). Berkaitan dengan uraian di atas maka pada bab ini penulis akan membahas dua
bagian besar, yaitu Prinsip-prinsip pengembangan silabus. Dengan sub bagian: Arti
silabus, prinsip pengembangan silabus, dan petunjuk pelaksanaan silabus. Dalam
kerangka proses pada bagian kedua, penulis akan membahas mengenai silabus rencana
pelaksanaan pembelajaran dengan sub bagian format rencana pelaksanaan pembelajaran
dan komponen silabus model KTSP serta contoh Rencana Proses Pembelajaran model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
40 A. Pengembangan Silabus Pendidikan Agama Katolik
Pada bab III ini akan dijelaskan suatu pengembangan silabus Pendidikan Agama
Katolik yang kiranya dapat digunakan oleh para guru, sebagai usaha nyata dalam rangka
menghantar para siswanya kepada proses hidup beriman. Penulis memaparkan
pengembangan silabus Pendidikan Agama Katolik, karena dalam proses PAK
hendaknya komunikatif aktif dan adanya kerja sama yang saling mendukung proses
perencanaan pembelajaran. Hendaknya silabus Pendidikan Agama Katolik ini dapat
menghantar peserta didik pada hidup yang baik dan benar serta tidak salah sasaran dari
tujuan yang diharapkan. Dengan adanya pengembangan silabus Pendidikan Agama
Katolik hendaknya proses PAK yang terjadi betul-betul dapat menghantar peserta didik
pada hidup beriman yang utuh.
1. Pengertian Silabus
Menurut Masnur Muslich (2007: 23) silabus dapat didefinisikan sebagai garis
besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Silabus digunakan
untuk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang
perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
Pengembangan kurikulum dan pembelajaran disesuaikan dengan standar
kompetensi yang berisikan: kebulatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang ingin
dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan
sistem evaluasi. Dalam proses pencapaian standar kompetensi, dalam kerangka
pengembangan kurikulum perlu adanya pembelajaran dengan dasar dan sumber
41 pertanyaan mengenai: apa yang akan diajarkan (standar kompetensi, kompetensi dasar,
dan materi pelajaran), bagaimana cara mengajarkannya (pengalaman belajar, metode,
media), bagaimana cara mengetahui pencapaiannya (evaluasi atau sistem penilaian).
Berdasarkan uraian di atas silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar kedalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dalam
prakteknya silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan,
dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh guru. Dalam proses pembuatan silabus harus dikaji
dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi
hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana
pembelajaran (Masnur Muslich, 2007: 23-24).
2. Pengembangan Silabus
Silabus merupakan salah satu pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang
berisikan garis-garis besar materi pembelajaran. Oleh karena itu untuk mendasari
pengembangan silabus diperlukan prinsip pengembangan silabus secara ilmiah, relevan,
sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, menyeluruh (Masnur
Muslich, 2007: 23-25).
Pada dasarnya pengembangan silabus PAK adalah memperjelas arah dan tujuan
proses pembelajaran serta mempermudah pelaksanaan pembinaan iman peserta didik.
Adapun tujuan pengembangan silabus adalah membantu guru dalam mengelola materi
yang baik dan berbobot, sehingga dalam proses pembelajaran tidak terjadi tumpang
tindih, namun arahnya semakin jelas. Siswa merasa semakin diarahkan kepada
kehidupan beriman karena prosesnya jelas dan tidak meragukan.
42 3. Petunjuk Pelaksanaan Silabus
Dalam kerangka pelaksanaan pengembangan silabus KTSP dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu analisis konteks, mekanisme penyusunan, dan pemberlakuan. Dalam
analisa konteks yang perlu diperhatikan adalah menganalisis potensi dan
kekuatan/kelemahan yang ada di sekolah: peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, biaya dan program-program sekolah. Yang kedua
menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekolah;
komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri
dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya. Yang ketiga, mengidentifikasi
standar isi dan standar kompetensi lulusan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) (Masnur Muslich, 2007: 27).
Berdasarkan kepentingan itulah maka penulis menyusun mekanisme penyusunan
silabus, maka perlu memperhatikan pembentukan tim penyusun dan perencanaan
kegiatan. Dalam kerangka proses tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan
SMA terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan narasumber,
dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas
provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Pemberlakuan kurikulum tingkat
satuan pendidikan SMA dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh
komite sekolah dan dinas kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan (Masnur
Muslich, 2007: 28).
Dalam proses pembuatan silabus Masnur Muslich ( 2007: 39) mengatakan bahwa
dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SMA dinyatakan berlaku oleh kepala
sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas kabupaten/kota yang
43 bertanggungjawab dibidang pendidikan. Dalam prosesnya tahapan pelaksanaan tersebut
divisualisasikan sebagai berikut:
B. Silabus Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam Proses pelaksanaan pembelajaran, silabus menjadi dasar dalam proses
penerapan didalam proses belajar mengajar didalam kelas. Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dalam proses belajar mengajar (PBM) sebagai sebuah rancangan
pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di
dalam kelas. Dengan adanya rencana pelaksanaan pengajaran (RPP). Dalam praktek
persiapan mengajar menjadi lebih terprogram jelas, efektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam proses pelaksanaan pengajaran dapat digunakan untuk
mengetahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya sebagai guru,
sehingga aplikasi rencana pelaksanan pembelajaran berjalan dengan baik dan sesuai
silabus (Masnur Muslich, 2007: 47).
1. Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rancangan pembelajaran mata
pelajaran mata pelajaran per-unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran per-
unit yang akan diterapkan guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang
Analisis: • Kekuatan/kelem
ahan • Peluang/tantang
an • Dokumen
standar isi, SKL, Panduan KTSP
• Pembentukan
Tim • Penyusunan Draf • Revisi dan
finalisasi
Naskah KTSP Diberlakukan
44 bukan) diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram (Masnur Muslich,
2007: 23-25). Oleh karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang
tinggi. Pada sisi lain, melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam
menjalankan profesinya. Masnur Muslich (2007: 47). Merumuskan format rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam model kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) sebagai berikut:
Satuan pendidikan : .............................................................. Mata Pelajaran : .............................................................. : Kelas/Semester : ............................................................. Standar Kompetensi: .............................................................. Kompetensi Dasar : .............................................................. Indikator : ............................................................. Alokasi waktu : .............................................................. A. Tujuan Pembelajaran B. Materi Pembelajaran C. Metode Pembelajaran D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran E. Sumber Pembelajaran F. Penilaian
2. Komponen Silabus Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Berdasarkan langkah-langkah pengembangan silabus, format silabus harus
memuat sembilan komponen, yaitu komponen identifikasi, komponen standar
kompetensi, komponen kompetensi dasar, komponen materi pokok, komponen
pengalaman belajar, komponen indikator, komponen penilaian, komponen alokasi
waktu, komponen sumber bahan dan alat (Masnur Muslich, 2007: 30-31) misalnya:
a. Komponen Identifikasi
Komponen identifikasi yang perlu diisi adalah nama sekolah, nama mata
pelajaran, kelas, dan semester (Masnur Muslich, 2007: 31), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I
45 b. Komponen Standar Kompetensi
Dalam proses komponen standar kompetensi, yang perlu dikaji adalah standar
kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan dengan memperhatikan urutan
berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau kesulitan materi. Keterkaitan antar
standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran (Masnur Muslich, 2007:
31), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
c. Kompetensi Dasar
Dalam komponen kompetensi dasar, yang perlu dikaji dalam kompetensi dasar
mata pelajaran dengan memperhatikan urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu,
keterkaitan antarstandar kompetensi, keterkaitan standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) antar mata pelajaran dalam tingkat satuan pendidikan (Masnur
Muslich, 2007: 33-34), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan
mendengarkan berita. Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
: 1.2 Menuliskan kembali berita
d. Komponen Materi Pokok
Dalam proses pembuatan komponen materi pokok, yang dilakukan adalah
mengidentifikasi materi pokok dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik, manfaatnya bagi peserta didik,
struktur keilmuan, kedalaman dan keluasan materi, relevansi dengan kebutuhan peserta
didik dan tuntutan lingkungan, alokasi waktu (Masnur Muslich, 2007: 32), misalnya:
46
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan dengan mendengarkan berita. Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan melalui
mendengarkan berita. : 1.2 Menuliskan kembali berita.
: a. Penyimpulan Berita. Materi Pokok : b. Penulisan berita (yang didengarkan).
e. Komponen Pengalaman Belajar
Dalam komponen pengalaman belajar, yang perlu diperhatikan adalah
pendekataan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik, pengalaman
belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik, rumusannya
mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik (Masnur Muslich, 2007:
32-33), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan. : 1.2 Menyimpulkan isi berita
Materi Pokok : a. Penyimpulan Berita. : b. Penulisan berita (yang didengarkan). Pengalaman Belajar : a. - Mendengarkan berita.
- Menuliskan pokok-pokok berita. - Memberikan tanggapan terhadap isi berita lewat diskusi. - Menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Menyimpulkan isi berita dalam satu alinea.
b. - Mendengarkan berita yang dibacakan diradio.
- Mendiskusikan pokok-pokok berita. - Menuliskan pokok-pokok berita yang dikembangkan ke dalam beberapa kalimat.
47 f. Komponen Indikator
Dalam komponen indikator, yang perlu diperhatikan adalah indikator yang
merupakan penjabaran dari kompetensi dasar (KD) yang menunjukkan tanda-tanda,
perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan
peserta didik. Dalam membuat rumusan indikator menggunakan kerja operasional yang
terukur. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian (Masnur
Muslich, 2007: 34-35), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan. : 1.2 Menyimpulkan isi berita.
Materi Pokok : a. Penyimpulan berita. : b. Penulisan berita (yang didengarkan). Pengalaman Belajar : a. - Mendengarkan berita.
- Menuliskan pokok-pokok berita. - Memberikan tanggapan terhadap isi berita lewat diskusi. - Menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Menyimpulkan isi berita dalam satu alinea.
b. - Mendengarkan berita yang dibacakan diradio.
- Mendiskusikan pokok-pokok berita. - Menuliskan pokok-pokok berita yang dikembangkan ke dalam beberapa kalimat.
Indikator : a. - Mampu menunjukkan pokok-pokok berita yang didengarkan. - Mampu menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Mampu menyimpulkan isi berita dalam satu alinea. : b. - Mampu menemukan pokok-pokok berita yang didengarkan melalui radio.
48 g. Komponen Jenis Penilaian
Dalam proses penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes dalam
bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kerja, sikap, penilaian hasil karya berupa
proyek atau produk, pengunaan portofolio, dan penilaian diri. Jenis penilaian yang
dipilih bergantung pada rumusan indikator sehingga proses penilaian sesuai dengan
yang diharapkan guru (Masnur Muslich, 2007: 35-36), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan. : 1.2 Menyimpulkan isi berita
Materi Pokok : a. Penyimpulan Berita. : b. Penulisan berita (yang didengarkan). Pengalaman Belajar : a. - Mendengarkan berita.
- Menuliskan pokok-pokok berita. - Memberikan tanggapan terhadap isi berita lewat diskusi. - Menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Menyimpulkan isi berita dalam satu alinea.
b. - Mendengarkan berita yang dibacakan diradio.
- Mendiskusikan pokok-pokok berita. - Menuliskan pokok-pokok berita yang dikembangkan ke dalam beberapa kalimat.
Indikator : a. - Mampu menunjukkan pokok-pokok berita yang didengarkan. - Mampu menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. : b. - Mampu menemukan pokok-pokok berita yang didengarkan melalui
radio. - Mampu menuliskan isi berita Penilaian : a. Tes tertulis (tes uraian).
b. Tes tulis (tugas rumah).
49 h. Komponen Alokasi waktu
Dalam prakteknya komponen alokasi waktu perlu mempertimbangkan dalam
hal: penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar. Berdasarkan pada jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu, maka mata pelajaran PAK mempertimbangkan
jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat
kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai
kompetensi dasar (Masnur Muslich, 2007: 36-37), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan. 1.2 Menyimpulkan isi berita
Materi Pokok : a. Penyimpulan Berita. : b. Penulisan berita (yang didengarkan). Pengalaman Belajar : a. - Mendengarkan berita.
- Menuliskan pokok-pokok berita. - Memberikan tanggapan terhadap isi berita lewat diskusi. - Menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Menyimpulkan isi berita dalam satu alinea.
b. - Mendengarkan berita yang dibacakan diradio.
- Mendiskusikan pokok-pokok berita. - Menuliskan pokok-pokok berita yang dikembangkan ke dalam beberapa kalimat.
Indikator : a. - Mampu menunjukkan pokok-pokok berita yang didengarkan. - Mampu menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. : b. - Mampu menemukan pokok-pokok berita yang didengarkan melalui radio. - Mampu menuliskan isi berita yang Penilaian : a. Tes tertulis (tes uraian).
b. Tes tulis (tugas rumah). Alokasi waktu : a. 2 x 40 Menit
: b. 2 x 40 Menit.
50 i. Komponen Sumber Belajar
Dalam kerangka proses pada komponen sumber belajar, hal-hal berikut yang
perlu dipertimbangkan: sumber belajar adalah rujukan, objek atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan
elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan
sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi
pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi (Masnur Muslich,
2007: 37-38), misalnya:
Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Semester/Th. Pelajaran : VII/I Standar Kompetensi : Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita.
Kompetensi Dasar : 1.1 Memahami wacana lisan. : 1.2 Menyimpulkan isi berita
Materi Pokok : a. Penyimpulan Berita. : b. Penulisan berita (yang didengarkan). Pengalaman Belajar : a. - Mendengarkan berita.
- Menuliskan pokok-pokok berita. - Memberikan tanggapan terhadap isi berita lewat diskusi. - Menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. - Menyimpulkan isi berita dalam satu alinia.
b. - Mendengarkan berita yang dibacakan diradio.
- Mendiskusikan pokok-pokok berita. - Menuliskan pokok-pokok berita yang dikembangkan ke dalam beberapa kalimat.
Indikator : a. - Mampu menunjukkan pokok-pokok berita yang didengarkan. - Mampu menyarikan pokok-pokok berita menjadi isi berita. : b. - Mampu menemukan pokok-pokok berita yang didengarkan melalui radio. - Mampu menuliskan isi berita.
51
Penilaian : a. Tes tertulis (tes uraian). b. Tes tulis (tugas rumah).
Alokasi waktu : a. 2 x 40 Menit : b. 2 x 40 Menit. .
Sumber belajar : a. - TV/radio - Kaset/CD berita
- Teks Berita b. - TV/radio - Kaset/CD berita - Teks berita.
J. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model KTSP di SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta
Pihak SMA Pangudi Luhur Yogyakarta memberikan contoh rencana
pelaksanaan pembelajaran dengan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Dalam contohnya mengacu pada keseluruhan komponen dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran baik dari komponen identifikasi, komponen standar
kompetensi, komponen kompetensi dasar, komponen materi pokok, komponen
pengalaman belajar, komponen indikator, komponen penilaian, komponen alokasi
waktu, komponen sumber bahan dan alat. Yang diuraikan secara lengkap bentuk
rencana pelaksanan pembelajaran (RPP) sebagai berikut:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA Mata Pelajaran : Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas/Semester : II / 4 P.Bahasan/Konsep : Mengidentifikasi paket paket program grafis dan multimedia 1. KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi program membuat grafis
2. MATERI POKOK Aplikasi Grafis dan multi media
3. INDIKATOR • Mengidentifikasi perbedaan grafis berbasis vector dan berbasis bitmap
52
• Menggunakan program aplikasi grafis berbasis vector dua dimensi dan tiga dimensi
• Mengunakan program aplikasi grafis berbasis bitmap dua dimensi dan tiga dimensi
• Membuat desain gambar untuk keperluan media cetak 4. TUJUAN:
Setelah pembelajaran ini, siswadapat: • Mengidentifikasi perbedaan grafis berbasis vector dan berbasis bitmap • Menggunakan program aplikasi grafis berbasis vector dua dimensi dan tiga
dimensi • Mengunakan program aplikasi grafis berbasis bitmap dua dimensi dan tiga
dimensi • Membuat desain gambar untuk keperluan media cetak
5. PROSES KEGIATAN PENGALAMAN PEMBELAJARAN :
No Macam Kegiatan Waktu Media Pembelajaran Keterangan
1. Kegiatan awal 5 menit
Apersepsi: Tanya jawab tentang program grafis dan multi media
2. Kegiatan Inti
80 menit
Menerangkan perangkat lunak yang berbais desain grafis.
Memberikan contoh program yang berbasis grafis
Latihan menggunakan program grafs secara sederhana
Latihan mandiri program grafis.
3. Kegiatan Akhir / Penutup
5 menit
Evaluasi tentang perangkat yang dibutuhkan untuk menjalankan program grafis dan multi media
6. SUMBER BELAJAR :
• Buku Panduan Tehnologi Informasi dan Komunikasi jilid 2 terbitan Yudistira • Buku Panduan Tehnologi Informasi dan Komunikasi jilid 2 terbitan Erlangga
7. PENILAIAN: • Tes Tertulis tentang : sarana hardware dan soft ware untuk program grafis dan
multi media Yogyakarta, 1 Juli 2008
Mengetahui Kepala SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, Guru Mata Pelajaran
BAB IV
EFEKTIFITAS PERENCANAAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK MODEL KTSP DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah, latar belakang dan visi-misi SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta. Penulis akan memaparkan efektivitas penerapan
perencanaan pengajaran Pendidikan Agama Katolik dengan model KTSP. Adapun hal-
hal yang dipaparkan dalam penelitian ini antara lain: tujuan penelitian, metodologi
pengambilan sampel, teknik pengumpulan data wawancara dan kuesioner, variabel
penelitian. Berkaitan dengan metodologi penelitian, penulis akan memaparkan beberapa
hal, yakni: jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data. Selanjutnya penulis akan memaparkan hasil penelitian dan
pembahasannya.
A. Gambaran Umum SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Sekolah SMA Pangudi Luhur mempunyai ciri khas yang membedakan sekolah
tersebut dengan sekolah-sekolah lain [Lampiran 6:10)]. Hal itu disampaikan juga oleh
para guru serta siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Dalam data sekolah (2008)
disebutkan beberapa ciri sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta sebagai berikut
[Lampiran 7: (11)]:
Setiap pagi ada pendarasan mazmur dan renungan yang dipimpin seorang guru
maupun siswa secara bergantian.
Pada jam 12.00 WIB adalah kebiasaan sekolah SMA Pangudi Luhur untuk
mendoakan malaikat Tuhan
Doa mengakhiri jam pelajaran ketika hendak pulang sekolah.
54
Selain itu setiap bulan ada misa kudus di Gereja Kidul Loji maupun di sekolah, misa
kudus awal dan akhir tahun ajaran, perayaan Natal dan Tahun baru, Paskah, serta
pada saat pesta pelindung
Pendalaman iman dan Kitab Suci setiap hari Jumat
Kemudian kelas X dan XI ada kegiatan rekoleksi setelah mid-semester dan UAS
Dan untuk kelas XII ada kegiatan Retret selama 4 hari di tempat yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Sarana pra-sarana yang mendukung untuk kegiatan keagamaaan atau pendalaman
iman misalnya ruang doa yang dilengkapi dengan meja altar dan perlengkapannya,
organ, Kitab Suci, dan buku ibadat lainnya.
Sekolah SMA Pangudi Luhur juga mempunyai kebiasaan mengadakan kegiatan
saling mengoreksi satu sama lain. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan seminggu sekali,
dalam kesempatan ini membicarakan hal-hal yang terkadang membuat ganjil suasana
kebersamaan. Sehingga dengan pemecahan yang ditempuh melalui kegiatan itu,
semakin membantu untuk memperlancar komunikasi satu sama lain [Lampiran 7: (11].
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Dilatar belakangi oleh harapan gereja terhadap peranan pendidikan di Indonesia.
Maka dewan provinsi kongregasi Bruder FIC menyelengggarakan pendidikan secara
intensif kepada generasi muda dengan tujuan untuk kemajuan gereja masyarakat dan
bangsa. Wujud yang ditampilkan adalah hadirnya sekolah SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta yang berdomisili di JL. P. Senopati No. 18 Yogyakarta [Lampiran 7: (11].
Sebagai cikal bakal berdirinya sekolah SMA Pangudi Luhur St. Yusuf adalah
SGAK (Sekolah Guru Agama Katolik) yang berdiri pada bulan April 1942, sekolah ini
dikelola oleh para Pastor Jesuit. Sepuluh tahun kemudian tepatnya tanggal 9 Agustus
55 1952 sekolah ini diserahkan kepada para Bruder FIC yang berpusat di Jl. Sutomo 4
Semarang (Slamet Susanto, 2006: 8).
Pada awal mulanya proses pembelajaran sekolah ini dilaksanakan di gedung yang
kini digunakan untuk SD Pangudi Luhur, kemudian menempati gedung SMP Pangudi
Luhur, selanjutnya demi pertumbuhan dan perkembangan baik SD, SMP dan SMA,
maka lokasi SMP Pangudi Luhur dipindahkan di Jl. Timoho, Baciro Yogyakarta. Secara
kronologis perubahan-perubahannya sebagai berikut: tahun 1942 sekolah berdiri,
dengan nama SGAK (Putra) yang dikelola oleh para Pater Jesuit. Tahun 1952 SGAK
menempati gedung di Jl. Senopati 16 dikelola oleh para Bruder FIC (St. Maria Yang
Dikandung Tak Bernoda). Tahun 1965 pengelolaan oleh Yayasan Pangudi Luhur secara
resmi Tahun 1973 mulai kelas satu menerima siswa putri dan kemudian namanya
diubah menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Tahun 1983 menempati gedung di Jl.
Senopati 18 dan yang sekarang menjadi SMA Pangudi Luhur St. Yusuf (Slamet
Susanto, 2006: 7).
Tahun 1987 memperoleh status disamakan. Tahun 1989 SPG beralih fungsi
menjadi SMA Pangudi Luhur, seperti kebanyakan sekolah milik Yayasan Pangudi
Luhur misalnya: Don Bosco Semarang, St. Paulus Sedayu dan Van Lith Muntilan.
Tahun 1992 SMA Pangudi Luhur St Yusuf memperoleh status disamakan dengan SK
no. 476/C/Kep/i/1991 (akreditasi I). Tahun 1992 SMA PL memperoleh status
Disamakan dengan SK no. 237/C/07/Kep./MN/1999 (akreditasi II). Tahun 1997 secara
resmi nama SMA menjadi SMU Pangudi Luhur dan karena menteri pendidikan selalu
ganti dengan kurikulum baru maka berubah lagi kembali menjadi SMA hingga sekarang
ini. Tahun 2005 SMA PL memperoleh akreditasi dengan nilai A (92,65) sesuai SK no.
9.1 BAS DIY/III/2005 (Slamet Susanto, 2006: 8).
56 2. Visi Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur
a. Visi SMA Pangudi Luhur
Dalam mengelola sebuah sekolah visi sangat menentukan arah dasar, sasaran
yang ingin dicapai serta tujuan kegiatan-kegiatan dan kebijakan yang akan diputuskan.
Visi juga diharapkan dapat berfungsi sebagai dasar teologis, legitimasi dan bahkan
perutusan yang tidak hanya membenarkan dan menugaskan tetapi menuju arah dasar
yang harus ditempuh. Maka sebuah visi mutlak penting dan jelas sehingga memberi
persepsi dan deskripsi yang membantu mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Demikianpun dengan sekolah SMA Pangudi Luhur, visi menjadi penunjuk untuk
mencapai sasaran yang hendak dicapai sekolah. Visi sekolah SMA Pangudi Luhur
adalah mewujudkan komunitas iman dengan cara menempatkan Tuhan Sang Guru
sebagai pusat hidup dalam upaya mengembangkan persaudaraan sejati serta
menanggung karya bersama dalam pendampingan kaum muda menuju pribadi yang
dewasa, beriman, berpengetahuan, terampil, bermartabat, berbudi luhur dan terbuka
menghadapi tantangan zaman (Slamet Susanto, 2006: 8).
b. Misi SMA Pangudi Luhur
Misi sebuah sekolah merupakan implementasi dari visi sekolah yang hendak
dicapai. Maka untuk mencapai visi sekolah, seperti yang diungkapkan dalam visi,
sekolah SMA Pangudi Luhur mengupayakan usaha-usaha kongkret dengan merumuskan
misi sebagai berikut: membantu, mendampingi, siswa menemukan potensi yang dimiliki
untuk dikembangkan secara optimal serta melatih siswa mandiri, bertanggungjawab,
bermartabat dan berbudi luhur, menghargai, menghormati sesamanya dan menerima diri
sebagai pribadi yang unik sehingga menjadi pribadi dewasa. Dalam prakteknya proses
pewartaan SMA Pangudi Luhur dengan berani masuk kedalam diri orang muda dengan
57 membawa misinya untuk membantu, mendampingi siswa menemukan potensi yang
dimiliki untuk dikembangkan secara optimal serta melatih siswa mandiri,
bertanggungjawab, bermartabat dan berbudi pekerti luhur, menghargai, menghormati
sesamanya dan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang unik sehingga menjadi
pribadi dewasa (Slamet Susanto, 2006: 9).
B. Penelitian Efektivitas Perencanaan Pengajaran Pendidikan Agama Katolik
(PAK) Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta
Untuk mengetahui efektivitas perencanaan pengajaran Pendidikan Agama
Katolik PAK di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur, penulis mengadakan
penelitian sederhana:
1. Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui macam-macam model pembelajaran pengajaran yang pernah
diterapkan di Sekolah Menengah Atas SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
Untuk mengetahui sejauh mana Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur
Yogyakarta menyikapi setiap perubahan kurikulum pendidikan yang ditawarkan
oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Untuk mengetahui proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Yogyakarta.
Untuk mengetahui konsekuensi logis kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu Pendidikan
Agama Katolik di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
58 2. Metodologi Penelitian
a. Survei
Survei adalah sarana atau alat sebagai pengumpulan data dengan melalui beberapa
pertanyaan (Kountur, 2005: 106). Survei pada umumnya digunakan dalam penelitian
deskriptif yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, informasi diperoleh dari
sekumpulan orang, informasi yang diperoleh dari sekumpulan orang tersebut merupakan
sample, dan informasi diperoleh dengan melalui beberapa pertanyaan yang ada
[Lampiran 6: (10)].
b. Observasi atau Pengamatan
Observasi atau pengamatan adalah merupakan suatu metode atau cara untuk
mengamati gejala dan peristiwa dengan mencatat secara sistematis dengan cara menatap
atau mengamati secara langsung [Lampiran 6: (10)]. Dengan pengamatan dan
pencatatan secara objektif terhadap hal yang akan diamati dapat diperoleh data atau
informasi yang sebenarnya (Warkitri, 1990:10).
3. Pemilihan Tempat dan Waktu
Tempat penelitian ini adalah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Sedangkan
waktu pelaksanaanya adalah ada bulan Februari 2008 [Lampiran 1: (1)]. Penelitian ini
dilaksanakan pada pukul 10.00-13.00 WIB, disesuaikan dengan jadual di SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta dan dilaksanakan di ruang kelas dan ruang guru.
4. Populasi dan Sampel
Populasi adalah Suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan
perhatian peneliti. Dalam prakteknya obyek penelitian dapat berupa mahluk hidup,
59 benda-benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain. Sedangkan Sampel adalah
bagian dari populasi (Kountur, 2005: 139).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur
tahun pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 151 orang yang terdiri dari lima kelas
paralel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dibuat berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Cara pengambilan subyek yang dilakukan adalah teknik
sampling purposive atau sampel bertujuan dengan kriteria sampel berasal dari latar
belakang keluarga yang berbeda antara lain: keluarga petani, pedagang, pegawai negeri,
pegawai swasta, dan ABRI (Kountur, 2005: 139).
Dengan melihat keragaman latar belakang di atas, maka peneliti menentukan
kelas XI IPS 2 dan kelas XI IPS 3 sebagai sampel dalam penelitian ini dengan jumlah
sampel sebanyak 50 orang siswa. Kelas sampel ini dianggap representatif dari segi latar
belakang dari jumlah keseluruhan yang ada. Siswa-siswi yang akan mengisi kuesioner
rincian jumlah siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel: 1. Jumlah siswa kelas XI IPS 2 dan kelas XI IPS 3
SISWA KELAS XI
IPS 2
KELAS XI IPS JUMLAH
Laki-laki 12 15 27
Perempuan 13 10 23
Jumlah 25 25 50 Orang
60 5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara (interview) adalah bentuk teknik komunikasi langsung antara dua
orang, misalnya antara guru dan siswa, peneliti dan yang diteliti. Pendekatan langsung
yang dilaksanakan dengan tatap muka antara dua orang dapat diperlancar bila keduanya
memiliki bahasa dan pengertian yang sama. Dengan mengunakan bahasa yang dipahami
keduanya mereka dapat menyampaikan dan menerima sesuatu pertanyaan atau pendapat
dengan jelas serta dalam keadaan biasa tanpa tekanan, bujukan, ganguan dari luar
(Warkitri, 1990: 5-12).
Dengan bertanya langsung pada subyek yang diwawancarai dalam memilih
responden yang sesuai dengam kriteria sampel, yaitu guru Pendidikan Agama Katolik
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan [Lampiran 3: (3)]
b. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus dijawab atau daftar isian yang
harus diisi oleh subjek, kemudian penilai mengambil kesimpulan tentang subjek yang
dikenai angket (Warkitri, 1990: 5-12). Dalam proses memperoleh data yang dibutuhkan,
menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara membuat daftar pertanyaan yang
kemudian dibagikan kepada responden untuk dijawab. Adapun daftar pertanyaan
sebagai berikut: [Lampiran 4: (7)]
6. Variabel Penelitian
Dalam penelitian tentang efektivitas perencanaan pembelajaran dengan model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam usaha meningkatkan mutu
61 Pendidikan Agama Katolik (PAK) akan digali dari keempat permasalahan dimuka,
sebagai berikut:
Tabel 2. Variabel yang diungkap
No Variabel No. Item Jumlah
1 Model-model Perencanaan Pengajaran 1 1
2 Sikap Pihak SMA Pangudi Luhur 2 1
3 Proses Kurikulum KTSP 3 1
4 Konsekuensi Logis 4 1
Jumlah Item - 4
C. Hasil Penelitian
Model-model Perencanaan Pengajaran
No Keterangan Jumlah siswa yang menjawab
Presentase
1 Sangat Baik 5 Siswa 10% 2 Baik 45 Siswa 90% 3 Kurang Baik - - Jumlah Total 50 Siswa 100%
Sikap-sikap Pihak SMA PL
No Keterangan Jumlah siswa yang
menjawab Presentase
1 Sangat Baik 40 Siswa 80% 2 Baik 20 Siswa 20% 3 Kurang Baik - - Jumlah Total 50 Siswa 100%
Proses Kurikulum KTSP
No Keterangan Jumlah siswa yang
menjawab Presentase
1 Sangat Baik 5 Siswa 10% 2 Baik 45 Siswa 90% 3 Kurang Baik - - Jumlah Total 50 Siswa 100%
62
Konsekuensi Logis No Keterangan Jumlah siswa yang
menjawab Presentase
1 Sangat Baik 5 Siswa 10% 2 Baik 45 Siswa 90% 3 Kurang Baik - - Jumlah Total 50 Siswa 100%
Keterangan: Jumlah Keseluruhan Responden 50 Orang Siswa
D. Laporan Penelitian
Menurut siswa-siswi yang mengisi pertanyaan evaluasi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Pendidikan Agama Katolik SMA Pangudi Luhur mengenai macam
kurikulum yang diterapkan di SMA Pangudi luhur, dari 50 responden 45 siswa
menjawab bahwa RPP PAK itu baik (90%). Sedangkan siswa yang menjawab RPP
PAK sangat baik sebanyak 5 siswa (10%). Menurut siswa-siswi SMA PL perubahan
kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah sama dalam artian tidak ada perubahan
yang signifikan (mencolok), perubahan itu terjadi hanya sebatas perubahan sampul buku
saja. Dalam hal proses kegiatan belajar mengajar, siswa-siswi SMA Pangudi Luhur
selalu siap menghadapi setiap perubahan kurikulum.
Sedangkan menurut guru pengampu mata pelajaran PAK di SMA Pangudi Luhur
mengungkapkan bahwa pelaksanaan dalam menggunakan kurikulum dilakukan dengan
seksama. Hal ini dapat dilihat pada bentuk silabus yang digunakan, antara lain:
Kurikulum PPSI yang khas adalah memiliki istilah instruksional umum dan
instruksional khusus.
Kurikulum PPSI berlaku tahun 1984.
Pada Tahun 1989 mulai berlaku Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Pada 1994 berlaku kurikulum ‘94.
Tahun 2004 berlaku Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
63
Mulai tahun 2008 di SMA Pangudi Luhur mempergunakan Kurikukulum Tingkat
Satuan Pendidikann (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004
(KBK). Dalam operasional kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan/sekolah.
SMA Pangudi Luhur dengan cepat mengikuti perubahan tersebut sehingga
dalam pelaksanaannya di sekolah, tidak terlalu mengelami banyak kesulitan. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh kinerja yayasan yang selalu berusaha mengikuti setiap
perubahan yang dilakukan oleh pemerintah.
Menurut siswa-siswi yang mengisi pertanyaan evaluasi RPP guru Pendidikan
Agama Katolik SMA Pangudi Luhur, dalam menyikapi perubahan kurikulum yang
ditawarkan oleh pihak pemerintah baik pusat maupun daerah. Dari 50 responden 40
siswa menjawab baik (80%), sedangkan siswa yang menjawab sangat baik sebanyak 10
siswa (20%).
Sedangkan menurut guru PAK bahwa pihak SMA PL dalam menyikapi setiap
perubahan kurikulum dengan sangat baik dan selalu siap melakukan perubahan. Bahkan
sebelum sebuah kurikulum diresmikan pihak yayasan, dalam hal ini pengelola sekolah,
sudah mulai mencari darimana sumbernya dan dalam bentuk drafpun mulai ‘disadap’
dan ditawarkan dalam bentuk penataran untuk para gurunya. Inisiatif datang dari pihak
yayasan dan inisiatif itu diwujudkan dalam bentuk penataran-penataran. Ketika akan
terjadi perubahan dari KBK menjadi KTSP, isu-isu yang berkaitan dengan hal itu sudah
mulai dibicarakan dan ketika hal itu benar-benar-benar terjadi pihak yayasan dan
sekolah tidak kaget dan sudah merasa siap.
Siswa-siswi yang menjawab pertanyaan mengenai penerapan KTSP, khususnya
untuk mata pelajaran PAK di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, dari 50 responden 45
64 siswa menjawab baik (90%). Sedangkan siswa yang menjawab sangat baik sebanyak 5
siswa (10%).
Dalam rangka proses kegiatan belajar mengajar dengan mempergunakan kurikulum
KTSP diterapkan dengan baik di SMA Pangudi Luhur diterapkan dengan baik, karena
dalam proses pembelajaran dikelas bahan dan materi yang ada dalam silabus
dilaksanakan sepenuhnya. Maka dari itu penerapan kurikulum KTSP yang secara resmi
ditetapkan oleh pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik di SMA Pangudi Luhur
Adapun hasil wawancara dengan guru PAK, berkaitan dengan penerapan KTSP
di sekolah Pangudi Luhur selalu disikapi dengan cepat dan tanggap terhadap setiap
perubahan kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah. Demikian juga ketika
pemberlakuan KTSP mulai disosialiaasikan. Jauh sebelum ada perubahan kurikulum
yang baru, sudah ada isu bahwa KBK yang sebenarnya baru berjalan 2 tahun, akan
segera diganti dengan kurikulum yang baru Yaitu KTSP. Dalam hal ini pihak sekolah
sudah mengatisipasi dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut; pertama
mengundang para pengawas propinsi DIY yang memiliki kompetensi tentang KTSP
dengan tujuan untuk memberikan penataran. Kedua pihak SMA Pangudi Luhur
mengajak pihak SMP Pangudi Luhur untuk menghadiri penataran dengan tema KTSP.
Langkah ketiga SMA Pangudi Luhur membuat KTSP sendiri.
Hasil dari penataran itu adalah KTSP SMA Pangudi Luhur dengan format-
format yang telah disesuaikan dengan tuntutan dari pemerintah. Setelah draf KTSP
sekolah itu jadi, selanjutnya, sekolah mencoba untuk konsultasi ke dinas, pengawas
pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentu saja, hasilnya adalah revisi-revisi dan
pengembangan-pengembangan yang semakin menyempurnakan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) SMA Pangudi Luhur.
65 Menurut siswa-siswi yang mengisi pertanyaan evaluasi RPP guru Pendidikan
Agama Katolik SMA Pangudi Luhur, berkaitan dengan konsekuensi logis diterapkannya
KTSP terhadap peningkatan mutu PAK di SMA Pangudi Luhur, dari jumlah 50
responden sebanyak 45 menjawab baik (90%). Sedangkan siswa yang menjawab sangat
baik sebanyak 5 siswa (10%). Menurut siswa-siswi SMA PL bahwa konsekuensi logis
PAK dengan memakai model KTSP, menjadikan para peserta didik menjadi semakin
aktif, dimana para peserta didik diberi tanggung jawab untuk mencari sumber bahan
yang mendukung. Demikian juga menurut siswa, fasilitas yang tersedia dapat digunakan
secara optimal demi meningkatkan mutu PAK: misalnya sekolah telah menyediakan
ruang khusus untuk doa, ruang laboratorium PAK, ruang sanggar dan lain-lain.
Menurut hasil wawancara dengan guru PAK sederhananya saja konsekuensi
logis diterapkannya KTSP bagi peningkatan mutu PAK SMA, bahwa dengan KTSP ini,
guru agama diminta untuk memasukkan hal-hal yang dianggap penting oleh sekolah
namun belum termuat dalam silabus yang dibuat oleh pemerintah. Dalam prakteknya
pendidik sering melakukan penambahan materi-materi yang lain. Misalnya: materi
tentang aksi puasa pembangunan (APP), Advent, rekoleksi, bulan Kitab Suci, bulan
Maria dan retret. Maka kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) selalu
memberikan kebebasan pada setiap guru pelajaran.
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil kuisioner yang disebarkan dan hasil wawancara mengenai macam-
macam kurikulum yang pernah diterapkan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa, pihak SMA Pangudi Luhur senantiasa menangapinya
dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan tanggapan siswa sebesar 90% menyatakan baik.
66
Sedangkan pihak SMA Pangudi Luhur dalam menyikapi perubahan kurikulum
yang ditawarkan oleh pihak pemerintah baik pusat maupun daerah cukup positif, hal ini
ditunjukan adanya siswa-siswi yang menjawab baik, pada pertanyaan: menurutmu,
sikap pihak SMA Pangudi Luhur menyikapi perubahan kurikulum pendidikan yang
ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah sebanyak (80%)
menjawab baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, dalam setiap perubahan
kurikulum yang terjadi, SMA Pangudi luhur dapat mengantisipasinya dengan baik.
Sehingga tidak sampai menimbulkan suatu permasalahan yang serius.
Adapun penerapan KTSP, khususnya untuk mata pelajaran PAK di SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta sangat baik, hal ini ditunjukan (90%) siswa-siswi
menanggapinya dengan sangat positif. Karena dengan penerapan KTSP proses
pembelajaran dikelas bahan dan materi yang ada dalam silabus dilaksanakan
sepenuhnya.
Sebagai konsekuensi logis diterapkannya KTSP terhadap peningkatan mutu
PAK di SMA Pangudi Luhur, ditanggapinya cukup positif. Dalam hal ini dapat
ditunjukkan dengan adanya tanggapan siswa sebesar 90% yang mengatakan baik dalam
evaluasi RPP guru Pendidikan Agama Katolik SMA Pangudi Luhur.
Maka dari itu dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa efektivitas perenencanaan
pembelajaran dengan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam
usaha meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik (PAK) di SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta berjalan dengan sangat baik seperti dalam dugaan awal penelti bahwa
dengan diberlakukannya model KTSP PAK semakin diberi kebebasan dalam
meningkatkan mutu PAK itu sendiri.
Dengan diterapkannya KTSP, pihak sekolah menjadi lebih tertantang untuk
memajukan sekolahnya sesuai dengan visi misi, situasi dan kondisi yang terjadi di
67 sekolah yang bersangkutan. Peluang untuk mandiri dan semakin berkembang menjadi
jauh lebih besar dibandingkan ketika setiap sekolah berada dalam pengawasan dan
tuntunan dari pemerintah saja.
BAB V
USULAN PROGRAM PERENCANAAN PENGAJARAN DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS PANGUDI LUHUR DENGAN MODEL KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam bentuk wawancara yang dilakukan terhadap
guru dan siswa-siswi SMA Pangudi Luhur mengenai perencanaan pengajaran dengan
model KTSP, penulis mengusulkan program perencanaan PAK dengan tujuan
membandingkan antara perencanaan pengajaran dari guru kelas dengan penulis.
Sehingga dapat membuktikan bahwa metode KTSP terbukti mampu dipahami siswa
dalam meningkatkan mutu pendidikan Agama Katolik.
Program perencanaan pengajaran ini merupakan rencana pelaksanaan
pembelajaran dikelas dalam bentuk membuat RPP dan Silabus. Usulan rencana
pelaksanaan pembelajaran akan terlebih dahulu diterangkan arti program tahunan,
tujuan program, tujuan program, latar belakang pembuatan program, petunjuk
pelaksanaan program, program tahunan semester genap untuk kelas XI Sekolah
Menengah Atas Pangudi Luhur (SMA-PL), dan contoh rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) Pendidikan Agama Katolik model kurikulum tingkat satuan
pendidikan.
A. Program Pendidikan Agama Katolik untuk Kelas XI SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta
Pada bab V ini akan diusulkan suatu program yang kiranya dapat digunakan oleh
para guru, sebagai usaha konkret dalam rangka menghantar para siswanya kepada hidup
beriman dewasa. Penulis mengusulkan program ini karena dalam proses PAK
69 hendaknya komunikatif aktif dan adanya kerja sama yang saling mendukung proses
pembelajaran. Hendaknya program ini dapat menghantar peserta didik pada hidup yang
baik dan benar serta tidak salah sasaran dari tujuan yang diharapkan. Dengan adanya
program hendaknya proses PAK yang terjadi betul-betul dapat menghantar peserta didik
pada hidup beriman dewasa.
1. Arti Program
Program adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan
urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Dalam hubungannya dengan
pelaksanaan PAK di sekolah untuk menghantar siswa kepada hidup beriman yang baik.
Program berarti pedoman yang dibuat dan dijadikan dasar untuk menentukan tema,
tujuan isi dan urutan proses pembelajaran. Program ini disusun untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan (Mangunhardjana, 1986: 16).
2. Tujuan Program
Tujuan pembuatan program PAK secara umum adalah memperjelas arah dan
tujuan proses pembelajaran serta mempermudah pelaksanaan pembinaan iman peserta
didik. Adapun tujuan pembuatan program ini adalah membantu guru dalam mengelola
materi yang baik dan berbobot, sehingga dalam proses pembelajaran tidak terjadi
tumpang tindih, namun arahnya semakin jelas. Demikianpun dengan siswa merasa
semakin diarahkan kepada kehidupan beriman karena prosesnya jelas dan tidak
meragukan. Melalui pelaksanaan program ini siswa dapat berproses untuk menghayati
Misteri Ilahi dan merenungkan peristiwa-peristiwa serta memahami peran dirinya
sebagai warga gereja dan masyarakat, sehingga siswa dihantar sampai pada pertobatan,
70 menemukan nilai-nilai yang bisa memperbaharui hidup mereka dan mewujudkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan informatif, Informative approach,
pada dasarnya guru menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada
peserta (Mangunhardjana, 1986: 17).
3. Latar Belakang Pembuatan Program
Kurikulum pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) disusun untuk
mencapai tujuan pendidikan SMA. Kurikulum pendidikan SMA merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Mengingat program
pembelajaran yang betul-betul teruji seluruh bahan pelajaran yang terdapat didalamnya.
Mengingat PAK bukan hanya mengejar segi intelektual peserta didik saja, melainkan
unsur afektif dan psikomotorik juga menjadi perhatian. Jadi, PAK harus sungguh-
sungguh dipersiapkan dengan matang dan baik. Mengingat program ini penting
hendaknya semua guru yang akan mengajar mempersiapkan program pembelajaran
secara sistematis, demi tujuan yang akan dicapai (Kristianto, 2006: 30).
Berdasarkan kepentingan itulah maka penulis menyusun program pembelajaran
ini untuk membantu para guru SMA, khususnya guru bidang studi PAK yang hendak
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa sebagai usaha meningkatkan penghayatan
iman mereka sendiri. Penulis membuat program ini sebagai usaha bantuan, mengingat
PAK tidak sama persis dengan mata pelajaran yang lain, meskipun dalam beberapa hal
mengandung kesamaan. Maka dari itu hendaklah program ini berguna bagi guru dalam
rangka membantu siswa mengembangkan nilai-nilai kehidupan dan iman yang hidup di
tengah masyarakatnya. Dengan usulan program ini juga, penulis berharap semoga para
71 siswa terbantu untuk semakin mampu menghayati kehidupan imannya melalui proses
pembelajaran PAK di dalam maupun di luar kelas dalam kehidupan kehidupannya
sehari-hari.
4. Usulan Program Semester Untuk Kelas XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Nama Sekolah : SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik
Kelas : XI/2
Standar Kompetensi : Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah
dan penerusannya oleh Gereja sehingga dapat mengembangkan
hidup bersama dan menggereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan
Allah
MATERI
POKOK/PEMBELAJA
RAN
KEGIATAN
PEMBELAJARAN INDIKATOR ALOKASI
(1) (2) (3) (4)
11. Gereja dan dunia • Doa Pembukaan
• Membaca cerita
tentang keterbukaan
Gereja, misalnya
artikel “Membuka
Jendela-Jendela
Vatikan”.
• Tanya jawab
mengenai:
Komentar atas
cerita; pesan cerita
• Menjelaskan
pandangan Gereja
tentang dunia.
• Menjelaskan alasan
perlunya Gereja
terlibat dengan
persoalan-persoalan
dunia.
• Menjelaskan
masalah-masalah
dunia yang
2x45 Menit
72
pandangan Konsili
Vatikan II tentang
dunia; pendapat
siswa tentang
hubungan Gereja
dan Dunia.
• Rangkuman dan
informasi mengenai
hubungan Gereja
dan dunia.
• Mendiskusikan:
persoalan mendesak
di dunia, tugas
Gereja dalam
menangani
masalah-masalah
dunia
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Merangkum dan
menambah
informasi jika
diperlukan.
• Doa penutup.
mendesak dan
memprihatinkan
untuk segera
ditangani.
• Menjelaskan
masalah-masalah
pokok bangsa
Indonesia yang
membutuhkan
perhatian dan
penangan Gereja.
1.2 Ajaran Sosial
Gereja (ASG).
• Doa Pembukaan.
• Menganalisis
masalah-masalah
yang
memperihatinkan
untuk melihat
• Menjelaskan latar
belakang sejarah
munculnya ASG.
• Menjelaskan salah
satu Ensiklik ASG
serta fokus
2x45 Menit
73
sejauh mana tidak
sesuai dengan
ajaran Gereja.
• Tanyajawab arti
ASG, Ensiklik-
Ensiklik yang
memuat tetang
ASG dan isinya.
• Rangkuman dan
informasi.
• Merefleksikan
persoalan
kemiskinan sebagai
bagian sasaran
ASG.
• Pleno dan
rangkuman.
• Tugas mengadakan
wawancara dengan
tokoh-tokoh paroki
(Pastor, Dewan
Paroki, Tokoh
uman dan
sebagainya).
Mengenai sejauh
mana ASG hendak
diterapkan.
• Doa Penutup.
perhatian Gereja
yang terdapat
didalamnya.
• Menjelaskan alasan
ASG kurang
bergema di
Indonesia.
• Mengumpulkan
informasi tentang
implementasi
(penerapan) ASG di
Paroki.
1.3 Keterlibatan Gereja
dalam membangun Dunia
yang Damai dan Sejahtera
• Doa Pembukaan
• Membaca cerita
tentang keterbukaan
Gereja, misalnya
• Menjelaskan
pandangan Gereja
tentang dunia.
• Menjelaskan alasan
2x45 Menit
74
artikel “Membuka
Jendela-Jendela
Vatikan”.
• Tanya jawab
mengenai:
Komentar atas
cerita; pesan cerita
pandangan Konsili
Vatikan II tentang
dunia; pendapat
siswa tentang
hubungan Gereja
dan Dunia.
• Rangkuman dan
informasi mengenai
hubungan Gereja
dan dunia.
• Mendiskusikan:
persoalan mendesak
di dunia, tugas
Gereja dalam
menangani
masalah-masalah
dunia
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Merangkum dan
menambah
informasi.
• Doa penutup.
perlunya Gereja
terlibat dengan
persoalan-persoalan
dunia.
• Menjelaskan
masalah-masalah
dunia yang
mendesak dan
memprihatinkan
untuk segera
ditangani.
• Menjelaskan
masalah-masalah
pokok bangsa
Indonesia yang
membutuhkan
perhatian dan
penangan Gereja.
75
1.4 Hak Asasi Manusia • Doa Pembukaan
• Menganalisa contoh
kasus pelanggaran
hak asasi manusia,
misalnya kasus:
“Ribuan Wanita
Kongo Diperkosa”,
dengan
mengemukakan:
betulkah kasus
HAM, hak apa
yang dilanggar.
• Mengiventarisir
berbagai contoh
pelanggaran HAM
yang cukup
mendapat sorotan
masyarakat dunia.
• Rangkuman dan
informasi.
• Merumuskan kaitan
pesan teks-Kitab
Suci dan Dokumen
Gereja Gaudium et
Spes dengan
pemahaman n
tentang HAM.
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Tugas:
• Menceritakan dan
menganalisis salah
satu kasus
pelanggaran HAM.
• Menjelaskan
pengertian HAM.
• Menjelaskan
landasan Kitab Suci
dan Ajaran Gereja
tentang pelanggaran
HAM yang paling
sering dilakukan di
lingkungannya.
2x45 Menit
76
Mengumpulkan
berbagai informasi
dari berbagai
sumber tentang
hak-hak asasi
manusia yang
sering dilanggar di
lingkungannnya.
• Doa penutup.
1.5 Perjuangan menegakank
Hak asasi Manusia di
Indonesia
• Doa Pembukaan
• Menyajikan hasil
observasi tentang
pelanggaran HAM
di lingkunganya.
• Mempelajari cerita
tentang pelanggaran
HAM oleh Negara.
• Menginventarisasi
berbagai bentuk
pelanggaran HAM
di Indonesia,
akibat, dan
penyebabnya.
• Merangkum dan
menambah
informasi.
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Rangkuman.
• Tugas: Membuat
• Menjelaskan makna
tindakan Yesus
dalam penegakan
HAM kepada kaum
miskin dan lemah
dan kaum
perempuan.
• Menjelaskan hasil
penilaian tentang
usaha pemerintah
dan Gereja dalam
penegakan HAM di
Indonesia.
• Menyebutkan
kegiatan-kegiatan
yang dapat
dilakukan untuk
berpartisipasi
menegakan HAM
di Indonesia.
• Menyusun doa
untuk orang
tertindas atau
menjadi korban
2x45 Menit
77
doa bagi orang
tertindas, atau
orang yang menjadi
korban pelanggaran
HAM.
• Doa penutup.
pelanggaran HAM.
1.6 Kekerasan dan Budaya K• Doa Pembukaan
• Membaca
artikel/cerita
tentang konflik dan
kekerasan,
misalnya cerita
“Berlaga Tiada
Akhir”.
• Berdiskusi untuk
membicarakan:
beberapa contoh
konflik dan
kekerasan di Tanah
Air,
akibat/dampaknya,
penyebab
terjadinya.
• Rangkuman dan
informasi.
• Informasi tentang
berbagai rupa dan
wajah kekerasan
serta penyebab
terjadinya
kekerasan/konflik
dalam masyarakat.
• Merumuskan pesan
kutipan Mat 26:47-
56 untuk melihat
sikap Yesus
menghindari
kekerasan/konflik,
melalui pertanyaan:
jelaskan maksud
ayat 52-56,
bandingkan
pernyataan Yesus
tersebut dengan
Luk 6: 27-36, apa
yang melandasi
sikap iman seperti
itu? Contoh
tindakan Yesus
yang berjuang demi
Kerajaan Allah
tanpa kekerasan.
• Menjelaskan
beberapa peristiwa
yang menunjukan
Yesus berjuang
tanpa kekerasan.
Menjelaskan
landasan iman
2x45 Menit
78
• Rangkuman dan
informasi sejauh
diperlukan.
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Merangkum dan
menambah
informasi jika
diperlukan.
• Doa penutup.
Kristiani yang
mendasari ajaran
non violence.
• Menyebutkan
tindakan-tindakan
untuk
mengembangkan
budayakasih dan
non-violence (tanpa
kekerasan).
• Menyusun
renungan tertulis
sebagai ungkapan
untuk
mengembangkan
budaya kasih.
1.7 Menghargai Hidup • Doa Pembukaan
• Mengungkapkan
kesan atas peristiwa
yang menunjukan
tindakan kurang
menghargai hidup,
misalnya artikel
“Harga Suatu
Kehidupan”.
• Berdiskusi untuk
merumuskan
erbagai peristiwa
tindakan kurang
mengharagai hidup
(diri sendiri
maupun orang
lain); hal yang
• Menjelaskan faktor
yang mendorong
sikap kurang
menghargai
kehidupan
• Menyebutkan
contoh tindakan
kurang menghargai
kehidupan, baik diri
sendiri maupun
orang lain.
• Menjelaskan alasan
perlunya membela
kehidupan
berdasarkan Kel
20:13.
2x45 Menit
79
mendorong
berkembangnya
sikap tersebut.
• Rangkuman dan
informasi.
• Mencari teks-teks
Kitab Suci yang
berkaitan dengan
ajakan untuk
menghargai hidup
dan menjelaskan
maknanya.
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Doa penutup.
• Menjelaskan usaha-
usaha untuk
menghargai hidup
manusia.
1.8 Aborsi • Doa Pembukaan
• Membaca artikel
tentang
pengguguran,
dengan membahas:
hal yang
mendorong orang
melakukan aborsi,
akibat/dampak
penguguran.
• Rangkuman dan
informasi tentang
berbagai cara
pengguguran
kandungan.
• Menjelaskan faktor
yang sering
mendorong
seseorang
melakukan aborsi.
• Menjelaskan sikap
dan pandangan
Kitab Suci, Gereja
tentang
pengguguran.
• Menyebutkan
langkah-langkah
preventif mencegah
pengguguran
kandungan.
2x45 Menit
80
• Merangkum dan
menambah
informasi tentang
mengugurkan
kandungan.
• Mendiskusikan
tentang langkah-
langkah preventif
untuk mencegah
tindakan
pengguguran.
• Menyimpulkan
bersama dan jika
menambah
informasi.
• Merangkum dan
menambah
informasi jika
diperlukan.
• Doa penutup.
• Menganalisa dan
mengemukakan
pandangannya
tentang boleh
tidaknya seorang
gadis hamil karena
diperkosa
melakukan aborsi.
1.9 Bunuh Diri dan
Euthanasia
• Doa Pembukaan
• Membaca kasus-
kasus bunuh diri
dan euthanasia,
misalnya kisah
“Ibu Dua Anak
Bunuh Diri di
Kolam Buaya”.
• Mendiskusikan
berbagai alasan
seseorang
melakukan bunuh
• Menjelaskan faktor
pendorong
seseorang
melakukan bunuh
diri dan euthanasia.
• Menjelaskan jenis-
jenis euthanasia.
• Menjelaskan ajaran
moral Kristiani
mengenai bunuh
diri dan Euthanasia.
2x45 Menit
81
diri atau melakukan
eutanasia;
pandangan
masyarakat tentang
bunuh diri dan
euthanasia;
pandangan agama-
agama tentang
bunuh diri dan
euthanasia.
• Rangkuman dan
informasi mengenai
hubungan Gereja
euthanasia dan
dunia.
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Merangkum dan
menambah
informasi jika
diperlukan.
• Doa penutup.
1.10 Narkoba dan
HIV/AIDS
• Doa Pembukaan
• Mengamati dan
mendalami kasus
remaja, yang
kecanduan narkoba,
melalui VCD,
artikel atau gambar.
• Mendiskusikan
• Menjelaskan usaha-
usaha negara untuk
menangani Narkoba
dan HIV/AIDS dan
Usaha-usaha Gereja
dalam menangani
narkoba dan
HIV/AIDS.
2x45 Menit
82
mengenai
perasannya setelah
melihat gambar dan
membaca
pengakuan; narkoba
dan jenis-jenisnya;
alasan orang
menggunakan
narkoba; gejala
orang narkoba dan
akibatnya.
• Merangkum dan
menambah
masukan.
• Mencermati:
penyakit HIV/AIDS
dengan
mendiskusikan
kaitanya antara
narkoba dengan
HIV/AIDS:
• Merangkum hasil
pleno dan
menambah
informasi.
• Merangkum
mengenai
perasannya setelah
melihat gambar dan
membaca
pengakuan; narkoba
dan jenis-jenisnya;
• Doa penutup.
• Menjelaskan sikap
kita terhadap
mereka yang
terlibat dalam
Narkoba dan
HIV/AIDS.
83 5. Petunjuk Pelaksanaan Program Perencanaan Pengajaran di kelas XI SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta
Program pembelajaran ini ditujukan bagi guru agama Katolik kelas XI. Program
pembelajaran ini tersusun dalam sepuluh tema yang dibagi dalam sepuluh sub tema
yang masing-masing sub tema dirinci dalam satu sampai tiga judul pertemuan. Tema
dan sub tema ini dipilih untuk membantu proses pembelajaran dan sub tema ini dipilih
untuk membantu proses pembelajaran dan mencapai tujuan penulisan skripsi seperti
terdapat dalam bab I skripsi ini. Berikut ini akan dituliskan Pendidikan Agama Katolik
(PAK) Kelas XI SMA. Program ini hanya sebagai acuan, akan lebih baik
dikembangkan sendiri sesuai dengan kreativitas masing-masing guru yang
melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
B. Perencanaan Satuan Pembelajaran
1. Arti Perencanaan
Perencanaan yang dimaksud adalah persiapan awal, sebelum melaksanakan
proses pembelajaran. Persiapan tersebut meliputi perencanaan program tahunan seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, serta persiapan mengajar. Mengingat pelaksanaan
proses pembelajaran adalah untuk mengkoordinasi komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu proses pembelajaran, maka dalam rangka membuat perencanaan juga perlu
menyusun, mengatur dan memantapkan komponen-komponen tersebut. Artinya dalam
membuat persiapan perlu dipikirkan dan menetapkan ke mana siswa hendak diarahkan,
apa yang akan diberikan, bagaimana cara menyampaikan materi dan sejauhmana tujuan
yang hendak dicapai (Mangunharjana, 1986: 16).
84 2. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah sebagai rancangan awal suatu kegiatan pembelajaran
di kelas yang dimaksud lebih bertujuan agar guru dapat mempersiapkan proses
pembelajaran dengan baik dan tidak tumpang tindih. Kemudian bagi siswa yang
menerima materi tersebut dapat menangkap isi dan maksud materi secara mendalam,
dengan demikian tujuan pembelajaran akan tercapai (Supriyati, 2007:19).
3. Persiapan Mengajar
Persiapan awal yang hendak dilakukan oleh guru sebelum berhadapan dengan
siswa di depan kelas, adalah sebagai berikut: mempersiapkan bahan yang mau
diajarkan; mempersiapkan alat-alat/praktikum yang akan digunakan; mempersiapkan
pertanyaan dan arah untuk merangsang siswa aktif belajar; mempelajari keadaan siswa,
mengerti kelemahan dan kelebihan siswa; serta mempelajari pengetahuan awal siswa
(Suparno, 2002: 45).
Beberapa persiapan tersebut dibuat dalam bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang memuat kerangka pokok materi yaitu: standar kompetensi
(SK), kompetensi dasar (KD), tujuan pembelajaran, bahan kajian, sumber bahan,
metode, sarana, waktu. Dapat dilihat serta akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan secara operasional hasil pembelajaran
dengan mengandaikan akan dicapai melalui suatu proses pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu yang telah ditentukan. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK)
85 pada dasarnya bertujuan untuk memampukan siswa untuk membangun hidup yang
semakin beriman. Sehingga dapat membangun hidup beriman Kristiani berarti
membangun kesetiaan pada injil Yesus Kristus yang harus dihidupi dalam terang kasih
Allah (Kristianto, 2006: 34).
b. Indikator
Indikator merupakan kemampuan spesifik dan rinci yang diharapkan dapat
dikuasai siswa dan merupakan penjabaran dari kemampuan dasar. Indikator merupakan
penjabaran dari kemampuan dasar (KD). Indikator merupakan target pencapaian
pembelajaran sekaligus menjadi ukuran keberhasilan proses pembelajaran untuk
mencapai kemampuan operasionalnya, sehingga pembelajaran untuk mencapai
kemampuan operasionalnya dan tingkat ketercapaiannya dapat diukurn serta dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan yang diharapkan. Karakteristik, ciri-ciri, tanda-
tanda, perbuatan, atau respon merupakan proses yang harus ditampilkan oleh peserta
didik, untuk menunjukkan bahwa siswa yang bersangkutan telah mencapai kompetensi
dasar tertentu sesuai dengan karakteristik peserta didik (Kristianto, 2005: 33).
c. Bahan Kajian
Bahan kajian merupakan seperangkat materi pokok pembelajaran yang diangkat
dari hasil refleksi pemikiran dasar. Bahan kajian ini dikumpulkan dan siap diolah
dengan tujuan membantu guru untuk memahami lebih lanjut mengenai isi pokok
pembelajaran yang bersifat pengetahuan, sekaligus membantu dalam menyusun evaluasi
hasil proses pembelajaran (Kristianto, 2005: 35).
86 d. Sumber Bahan
Sumber bahan merupakan materi nyata yang dipergunakan dalam pemikiran
dasar. Dalam kaitannya dengan proses kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik, tentu saja sumber bahan yang paling utama adalah Kitab Suci, baik Perjanjian
Lama maupun Perjanjian Baru, tradisi Gereja dan ajaran Gereja, cerita-cerita rakyat atau
cerita kehidupan manusia yang berisi tentang suatu kabar gembira atau nilai-nilai
Kerajaan Allah serta didukung dengan pengalaman konkret siswa sendiri. Dalam
komponen sumber belajar perlu dipertimbangkan: sumber belajar adalah rujukan, objek
atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa
media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi
(Kristianto, 2005: 35).
e. Metode
Metode merupakan cara-cara yang dipakai dalam proses kegiatan pembelajaran
untuk mempermudah proses dialog atau komunikasi iman antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa. Sehingga mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran secara
lebih efektif. Metode pembelajaran ini dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang
teratur, jelas dan sistematis. Guru bebas menggunakan metode pembelajaran sejauh itu
membantu dirinya dan siswa dalam memahami setiap materi, tetapi tentu saja untuk
PAK sendiri yang terpenting adalah bahwa kegiatan belajar tetap memperhatikan proses
komunikasi iman. Yang perlu diperhatikan adalah pendekataan pembelajaran yang
87 bervariasi dan mengaktifkan peserta didik, pengalaman belajar memuat kecakapan
hidup yang perlu dikuasai peserta didik, rumusannya mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar peserta didik (Kristianto, 2005: 35).
f. Sarana
Sarana merupakan salah satu materi yang dipakai untuk menunjang proses
pembelajaran dan tujuan khusus pembelajaran. Dalam PAK, sarana-sarana pembelajaran
yang biasa digunakan dalam PAK adalah teks Kitab Suci, tradisi gereja atau ajaran
gereja, teks cerita rakyat dan berbagai sarana audio visual, seperti slide, tape, TV, LCD,
Video, speaker dan lain-lain. Hal-hal berikut yang perlu dipertimbangkan dalam
komponen sumber belajar: rujukan, objek atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber,
serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan
pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi yang merupakan dasar pemikiran
dalam mencapai sebuah proses pembelajaran (Kristianto, 2005: 35).
g. Waktu
Alokasi waktu sangat penting untuk selalu diperhatian, mengingat bahan atau
materi PAK sangat kompleks dan tidak mungkin dalam waktu yang terbatas, seorang
guru dapat menyampaikan sebanyak mungkin materi. Perlu sikap yang bijak dari
seorang guru dalam mengelola waktu, sehingga proses dapat berjalan dengan lebih
efektif (Kristianto, 2005: 35).
Waktu hendaknya dipakai secara proporsional untuk setiap langkah-langkah
komponen alokasi waktu perlu dipertimbangkan dalam hal; penentuan alokasi waktu
88 pada setiap kompetensi dasar, didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu
mata pelajaran perminggu minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu
dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan
dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
menguasai kompetensi dasar (Masnur Muslich, 2007: 36-37).
h. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PAK SMA
Menurut Masnur Muslich (2007: 4) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru
dalam pembelajaran di dalam kelas. Adanya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dalam kegiatan persiapan mengajar seorang menjadi lebih terprogram dan jelas.
Rencana pelaksanaan pembelajaran dapat digunakan untuk mengetahui kadar
kemampuan guru dalam menjalankan profesinya dalam pembuatan RPP yang harus
dilihat dan dapat dikaji lebih dalam khususnya dalam proses pembuatan RPP rencana
pelaksa Menurut Masnur Muslich (2007: 4) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru
dalam pembelajaran di dalam kelas.
Adanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam kegiatan persiapan
mengajar seorang menjadi lebih terprogram dan jelas. Rencana pelaksanaan
pembelajaran dapat digunakan untuk mengetahui kadar kemampuan guru dalam
menjalankan profesinya dalam pembuatan RPP yang harus dilihat dan dapat dikaji lebih
dalam khususnya dalam proses pembuatan RPP rencana pelaksanaan pembelajaran di
sekolah dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta.
89 4. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PAK SMA PL Yogyakarta
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA Pangudi Luhur
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik
Kelas/Semester : XI /2
Standar Kompetensi : Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan
Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup
bersama dan mengereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
1. KOMPETENSI DASAR
Mengenal dan memahami hubungan Gereja dan dunia, sehingga bersedia ikut
terlibat dalam kegembiraan dan keprihatinan dunia.
2. MATERI POKOK
Gereja dan Dunia
3. INDIKATOR
• Menjelaskan pandangan Gereja tentang dunia.
• Menjelaskan alasan perlunya Gereja terlibat dengan persoalan-persoalan
dunia.
• Menjelaskan masalah-masalah dunia yang mendesak dan memperihatinkan
untuk segera ditangani.
• Menjelaskan masalah-masalah dunia yang mendesak dan memprihatinkan
untuk segera ditangani.
• Menjelaskan masalah-masalah pokok bangsa Indonesia yang membutuhkan
perhatian dan penangan Gereja.
90 4. TUJUAN:
Setelah pembelajaran ini, siswa dapat:
• Menjelaskan pandangan Gereja tentang dunia.
• Menjelaskan alasan perlunya Gereja terlibat dengan persoalan-persoalan
dunia.
• Menjelaskan masalah-masalah dunia yang mendesak dan memperihatinkan
untuk segera ditangani.
• Menjelaskan masalah-masalah pokok bangsa Indonesia yang membutuhkan
perhatian dan penanganan Gereja.
5. PROSES KEGIATAN PENGALAMAN PEMBELAJARAN :
No Macam Kegiatan Waktu Media Pembelajaran Keterangan
1. Kegiatan awal 5
menit
• Doa Pembukaan
• Membaca cerita tentang
keterbukaan Gereja, misalnya
artikel “Membuka Jendela-
Jendela Vatikan”.
2. Kegiatan Inti
80
menit
• Tanya jawab arti ASG,
Ensiklik-Ensiklik yang
memuat tentang ASG dan
isinya.
• Rangkuman dan informasi.
• Merefleksikan persoalan
kemiskinan sebagai bagian
sasaran ASG.
• Pleno dan rangkuman.
91
3. Kegiatan Akhir /
Penutup
5
menit
• Tugas mengadakan wawancara
dengan tokoh-tokoh paroki
(Pastor, Dewan Paroki,
Tokoh uman dan sebagainya).
• Doa Penutup.
6. SUMBER BELAJAR :
• Cerita tentang Membuka Jendela-jendela Vatikan I jilid 2 terbitan Yudistira.
• Teks Kitab Suci yang sesuai.
• Komkat KWI, Seri Murid-murid Yesus: Perutusan Murid-murid Yesus,
Pendidikan Agama Katolik untuk SMA, Buku Guru 2 dan Buku Siswa 2B
Kanisius, Yogyakarta, 2004.
7. PENILAIAN:
• Tes Tertulis tentang :
Yogyakarta, 1 Juli 2008
Mengetahui
Guru Mata Pelajaran Guru Praktek
Drs. B. SUMARNO S.Pd Yohanes Baptis Sutarno
BAB VI
PENUTUP
Pada bab terakhir ini, penulis menyampaikan dua pokok uraian. Pertama
kesimpulan yang berisi beberapa poin yang menjadi inti dari penulisan, pokok kedua
adalah saran. Penulis menghaturkan beberapa saran yang dapat memberikan sumbangan
bagi proses implementasi pengembangan dan pendalaman Efektivitas Perencanaan
Pengajaran Model KTSP Dalam Rangka Meningkatkan Mutu PAK di SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta.
A. Kesimpulan
Semakin manusia dapat mengaktualisasikan diri dalam konteks hidupnya dalam
perspektif karya, artinya kepenuhan hidup seseorang menjadi otentik seluruhnya dalam
konteks hidup karya. Dalam proses aktivitas sehari-hari seputar tanggung jawab dan
perananya sebagai guru sekaligus pendidik di lingkungan sekolah menjadi sumber
sekaligus manifestasi dari pembinaan spiritualitas. Sebab dengan melakukan pekerjaan
dengan kualitas yang baik tercapailah tujuan perencanaan pengajaran, yakni kepenuhan
hidup peserta didik. Ini berati pula nilai-nilai Kerajaan Allah terwujud disana.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Yayasan Pangudi Luhur telah
mengupayakan peningakatan kualitas pendidikan. Dalam prakteknya SMA Pangudi
Luhur telah berusaha mengambil langkah-langkah terobosan yang berangkat dari
keadaan riil serta potensi masing-masing sekolah. Proses peningkatan mutu pendidikan
di SMA Pangudi Luhur dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dengan
memperhatikan secara integral seluruh komponen utama yang memiliki peran penting
dalam proses peningkatan kualitas pendidikan. Dalam proses pelaksanaan KTSP penulis
93 memandang pengembangan Pendidik Agama Katolik, bagi guru agama di SMA
Pangudi Luhur. Berdasarkan pengalaman penulis dalam menyusun skripsi ini, sekurang-
kurangnya ada empat point pokok yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menyimpulkan skripsi ini.
Mentalitas dan karakter seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa perlu
semakin ditanamkan dalam setiap pribadi guru, meskipun dalam realitasnya guru pun
juga manusia biasa yang perlu untuk mendapatkan balas jasa yang setimpal dengan
tugas yang telah dilaksanakannya. Salah satu bentuk penghayatan profesionalitas guru,
seorang guru senantiasa perlu belajar untuk semakin berkembang dengan cara belajar
dari setiap pengalaman yang pernah dialminya selama proses mendidik para siswanya.
Kegiatan menyusun persiapan proses perencanaan pengajaran secara si tematis
merupakan salah satu bentuk profesionalitas seorang guru. Pendidikan Agama Katolik
untuk tingkat SMA merupakan bahan ajar bagi para siswa, yang adalah orang-orang
yang sudah mulai dianggap dewasa, agar mereka semakin mampu menghidupi imannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajarannya mestinya dipersiapakan
sedemikian rupa agar tujuan yang hendak dicapai dapat diupayakan secara maksimal.
Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh dinas pendidikan nasional senantiasa
memberikan pelayanannya kepada masyarakat pendidikan untuk terus maju dan
berkembang. Hal ini nampak dalam upayanya dalam mencari bentuk-bentuk kurikulum
yang sesuai dengan karakter dan mentalitas masyarakat pendidikan di negara Indoensia.
KTSP merupakan salah satu bentuk model kurikulum yang saaat ini diyakini mampu
menghantar masyrakat pendidikan pada suatu tatanan pendidikan yang mampu bersaing
dengan bangsa-bangsa lain dalam globalisasi.
Efektifitas perencanaan pengajaran dipilih berdasarkan fakta, bahwa perencanaan
pengajaran dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu PAK. Bentuk perencanaan
94 pengajaran yang ada di Indonesia, disusun dalam kurikulum satuan pendidikan.
Efektivitas perencanaan pengajaran mengandung arti sejauh mana hasil suatu proses
pengajaran dapat lebih maksimal dengan sumber daya yang minimal. Perencanaan
pengajaran berhubungan dengan profesionalitas guru agama dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Penulis menyadari betapa pentingnya pendidikan
yang efektif, yang tidak hanya berorientasi pada bidang ekonomi dan politik saja, tetapi
pendidikan yang mempengaruhi proses perubahan, terutama perubahan perilaku
manusia yang utuh dan berwibawa.
Kurikulum pendidikan agama memberi nuansa yang khas dan sungguh melihat
realita yang terjadi di masyarakat. Peserta didik yang cenderung dipengaruhi oleh
berbagai macam tuntutan hidup yang akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam lembah
kegelapan. Pemberlakukan KTSP oleh pemerintah, pihak sekolah sebagai satuan
pendidikan memiliki kesempatan untuk mengekspresikan ide dan gagasannya masing-
masing dalam rangka meningkatkan efektivitas perencanaan pengajaran dan mutu
sekolah.
Persoalan yang sangat mendasar dalam skripsi ini adalah bahwa seseorang tidak
selalu sukses dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya tanpa mengkombinasikan ilmu
tersebut dengan hati dan tindakan. Kedua hal ini penting bagi guru dan peserta didik,
maka sangat tepat jika PAK ditempatkan dalam perspektif perencanaan pengajaran dan
pendidikan iman yang baik, sehingga siswa dapat melihat permasalahan dengan
kesadaran dan tindakan reflektif, dengan demikian efektivitas perencanaan pengajaran
PAK di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta hendaknya diarahkan dalam rangka membantu
siswa mencapai kematang pribadi dan kedewasaan iman.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang saat ini diberlakukan tidak lagi
berorientasi pada materi, melainkan segala segi yang ada kaitanya dengan kehidupan
95 siswa yang termuat didalamnya. Dengan demikian efektivitas perencanaan pengajaran
dengan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mampu meningkatkan mutu
pendidikan agama Katolik di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang indikasinya
membawa siswa menjadi pribadi yang utuh dan bertanggungjawab.
A. Saran
Dari kesimpulan sebagaimana telah dipaparkan di atas dapat dikemukakan
beberapa saran untuk membantu sekolah sebagai lembaga yang secara langsung terlibat
dalam pendidikan, guru dan siswa agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin
bermutu. Hendaknya kurikulum yang baru ini semakin memberi nilai positif terhadap
dunia pendidikan. Maka dalam rangka menutup seluruh bab ini, penulis memberikan
beberapa saran agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Berikut ini beberapa saran
yang ingin disampaikan penuls, sebagai berikut:
1. Untuk SMA Pangudi Luhur
Penulis menyarankan untuk SMA Pangudi Luhur tidak berhenti untuk terus
berinovasi dan bersikap proaktif dalam usaha mencapai suatu proses pendidikan yang
bermutu, sehingga dapat menjadi teladan bagi sekolah-sekolah lain yang sederajat.
Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para guru untuk berkreasi
dalam menyiapkan proses pengajaran, hal ini berarti KTSP dapat dikatakan telah
dijalankan secara konsisten.
2. Untuk Kampus IPPAK-USD
Dengan memberikan mata kuliah perencaaan pengajaran dan manajemen
pendidikan sekolah, kampus IPPAK USD telah mengambil sikap positif yang mampu
menghantar para calon pendidik pada pemahaman dan pengertian tentang cara-cara
96 mengajar yang baik, konsisten, bertanggungjawab. Semoga melalui mata kuliah ini, para
mahasiswa, yang adalah para calon guru agama atau katekis semakin siap untuk menjadi
pewarta yang bermutu sehingga mutu PAK dalam pendidikan di Yogyakarta khususnya
dan Indonesia pada umumnya, semakin berkembang serta efektiv.
3. Untuk Guru-guru
Guru Pendidikan Agama Katolik perlu berani mengembangkan model
pembelajaran yang berpusatkan pada murid dengan memadukan unsur-unsur
pengalaman dan harta kekayaan iman Gereja. Dalam proses mengajar jangan pernah
berhenti untuk belajar dan terbuka pada pengalaman diri sendiri dan orang lain. Dengan
membuat rencana pelaksanaan pengajaran secara sistematis, sebenarnya telah membantu
para siswa yang dilayani secara maksimal sehingga kelak menginjak masa dewasa
mereka akan menjadi orang-orang yang diharapkan oleh Allah sehingga efektifitas
perencanaan pengajaran menjadi dasar utama sebelum proses pelaksanaan pembelajaran
dikelas serta efektivitas perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik perlu
juga mengembangkan keterampilan dalam penggunaan media dan analisis alat evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, M. (1983). Teknik-teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung: Jemmars. Freire, Paulo. (2000). Pendidikan sebagai proses. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gagne, Robert M. & Briggs, Leslie J. (1983). Prinsip Perancangan Pengajaran. Jakarta: Pusat Penelitian Universitas Atma Jaya. Gilarso, T & Suseno. T.W. (1986). Program Pengalaman Lapangan. Yogyakarta:
Andi Offset. Harefa, Andrias. (2003). Mengasah Paradigma Pembelajar. Yogyakarta: Gradien. Ismartono, I., SJ. (1993). Kuliah Agama Katolik. Jakarta: Obor. Masnur Muslich. (2007). KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kartono, ST. (2003). Dari Mbah Iman, Lewat Yogya dan WTC Sampai
Pendidikan Agama. Basis.h.68. Konsili Vatikan II. (1965). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). ________________. (1979). Gravissimum Educationis. (R. Hardawiryana, SJ,
penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Kountur, Ronny. D.M.S., Ph.D. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: PPM. Kristianto, Y. (2005). Teori PAK-PM. Diktat Mata Kuliah Teori Pendidikan
Agama Katolik untuk Mahasiswa Semester VI, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas sanata Dharma, Yogyakarta.
Mandagi, L. (1994). Identitas Pendidikan Katolik. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Mangunharjana, A. (1986). Pembinaan: Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius.
Mardiatmadja, B.S. (1986). Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. _______________. (2003). UU Sisdiknas Kembar: Etatisme Menjadi Kenyataan.
Yogyakarta. Kanisius. Mudji Sutrisno. (2006). Drijarkara Filsuf yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta:
Galangpress. Sardi, Martin. (1981). Mencari Identitas Pendidikan. Bandung: Offset Alumni. Setyakarjana, J.S., SJ. (1981). Tempat dan Peranan Pelajaran Agama Katolik di
Sekolah. Yogyakarta: PWI Kateketik. Sewaka, A., SJ. (1991). Ajaran dan Pedoman Tentang Pendidikan Katolik.
Jakarta: Grasindo. Slamet, Susanto, B.M. (2006). Laporan Pelaksanaan Program Pengalaman
Lapangan Pendidikan Agama Katolik. Diktat Program Pengalaman Lapangan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Suparno, P. (2003). Pendidikan Agama di Sekolah Model KBK. Basis.h.35.
98
________. (2004). Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.
Supriyati, Y. (2007). Perencanaan Pengajaran. Diktat Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Mahasiswa Semester IV, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas sanata Dharma Yogyakarta.
Telaumbanua, Marinus. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor. Tondowidjojo, JVS.CM. (1985). Kunci Sukses Pendidik. Yogyakarta: Kanisius. Vembriarto, ST. dkk. (1972). Pengantar Perentjanaan Pendidikan. Yogyakarta:
Fakultas Psychologi UGM. Warkitri, H. dkk. (1990). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta: Karunika
Universitas Terbuka.
(1)
Lampiran 1: Surat Permohonan Penelitian
(2)
Lampiran 2: Daftar Wawancara dengan Guru Agama Katolik
1. Apakah macam-macam model pembelajaran pengajaran yang pernah diterapkan di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta?
2. Sejauh mana Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta menyikapi setiap perubahan kurikulum pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah?
3. Bagaimana proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Yogyakarta?
4. Apa konsekuensi logis kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di SMA PL Yogyakarta?
(3)
Lampiran 3: Rangkuman Hasil Wawancara dengan Guru Agama Katolik A. Pelaksanaan 1. Hari dan Tanggal : Rabu, 13 Februari 2008 2. Tempat : Kelas IPS XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta 3. Waktu : 11.00-14.00 WIB 4. Jumlah Peserta : 1 Orang Guru Agama Katolik B. Rangkuman Hasil Wawancara 1. Apakah macam-macam model pembelajaran pengajaran yang pernah
diterapkan di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta? Model-model kurikulum yang dipakai di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta selalu disesuaikan dengan tuntutan, perkembangan dan pembaharuan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Misalnya, ketika masih kurikulum 1978, yaitu kurikulum PPSI (Proses Pengembangan Sistem Instruksional), SMA Pangudi Luhur menggunakannya dengan seksama. Hal ini dampak pada bentuk silabus yang digunakan, yakni dalam kurikulum PPSI yang khas adalah memiliki istilah instruksional umum dan instruksional khusus.
Selanjutnya pada tahun 1984, pemerintah mengubah kurikulum PPSI dengan Kurikulum dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). SMA Pangudi Luhur dengan cepat mengikuti perubahan tersebut sehingga dalam pelaksanaannya di sekolah, tidak terlalu mengelami banyak kesulitan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kinerja yayasan yang selalu berusaha mengikuti perkembangan pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah.
Setelah kurikulum CBSA, pihak dinas pendidikan Indonesia kembali mengubah kurikulum yang berlaku saat itu, tepatnya pada tahun 1994, CBSA diganti dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Untuk pelajaran agama Katolik, Sekolah Pangudi Luhur lebih menerima kurikulum PAK yang ditawarkan oleh pemerintah dari pada pendidikan religiusitas yang dibuat oleh pihak Keuskupan Agung Semarang. Kita tahu bahwa pada masa-masa itu, pendidikan di Indonesia sedang mengalami kekacauan. Kurikulum yang digunakan tidak jelas dan lebih terkesan simpang siur. Dengan kata lain, tidak ada pedoman yang kuat yang dapat dijadikan sebagai acuan. Meskipun demikian, pihak SMA Pangudi Luhur berusaha bersikap bijak. Khususnya dalam pelajran PAK, SMA Pangudi Luhur lebih menggunakan buku-buku PAK dari pada buku religiusitas. Dengan kata lain, Pihak sekolah menggunakan PAK untuk pelajaran Agama Katolik.
Dengan tidak mengesampingkan pendidikan religiusitas, SMA Pangudi Luhur bersikap konsisten dengan terus menggunakan materi-materi yang ada dalam buku PAK, tetapi pendekatannya lebih reflektif. Artinya, bahan ajar yang digunakan adalah dari buku PAK sedangkan metode pendekatannya adalah religiusitas. Hal ini, terlihat dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Di mana guru agama PAK SMA Pangudi Luhur tidak selalu
(4)
membuka pelajaran dengan Kitab Suci, melainkan mengangkat pengalaman-pengalaman manusiawi dari para siswa sendiri, yang selanjutnya dimaknai sedemikian rupa sehingga para siswa mengalami atau merasakan nilai-nilai iman dari pengalamannya sendiri.
SMA PL, dalam menyikapi perubahan kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah sama. Yang terjadi adalah perubahan sampul buku. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap menghadapi perubahan kurikulum. Dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya sama. Dalam proses kurikulum KBK merupakan draft yang belum secara resmi ditandatangani oleh pemerintah, sedangkan kurikulun tingkat satuan pendidikan KTSP ada hasil peresmian draft kurikum berbasis kompetensi KBK oleh pemerintah.
2. Sejauh mana Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta menyikapi
setiap perubahan kurikulum pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah?
Dalam proses SMA Pangudi Luhur selalu mengikuti perubahan kurikulum dengan cepat. Bahkan sebelum sebuah kurikulum diresmikan pihak-pihak yayasan, dalam hal ini pengelola sekolah, sudah mulai mencari dari mana sumbernya dan dalam bentuk draft pun mulai ‘disadap’ dan ditawarkan dalam bentuk penataran untuk para gurunya. Inisiatif datang dari pihak yayasan dan inisiatif itu diwujudkan dalam bentuk penataran-penataran. Ketika akan terjadi perubahan dari KBK menjadi KTSP, isu-isu yang berkaitan dengan hal itu sudah mulai dibicarakan dan ketika hal itu benar-benar terjadi pihak yayasan dan sekolah tidak kaget dan sudah merasa siap.
Dalam menyikapi setiap perubahan kurikulum yang ditawarkan oleh pihak pemerintah baik pusat maupun daerah siswa-siswi menjawab: baik perubahan Menurut guru SMA PL perubahan kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah sama. Yang terjadi adalah perubahan sampul buku. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap menghadapi perubahan kurikulum. Karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus.
3. Bagaimana proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Yogyakarta? Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa sekolah Pangudi Luhur selalu
melakukan bersikap cepat tanggap terhadap setiap perubahan kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah, demikian pun ketika pemberlakuan KTSP mulai disosialisasikan. Jauh sebelum kegiatan sosialisasi itu, katakanlah tahun 2005, ada isu-isu tentang perubahan kurikulum, meskipun KBK sebenarnya baru berjalan 2 tahun, tetapi pihak sekolah langsung mengambil langkah pertama yakni mengundang para pengawas propinsi DIY yang memiliki kompetensi tentang KTSP dengan tujuan untuk memberikan penataran. Pada saat itu SMA Pangudi Luhur juga mengajak SMP Pangudi Luhur untuk hadir dalam penataran itu. Langkah kedua SMA Pangudi Luhur membuat KTSP sendiri. Tentu saja setelah
(5)
kegiatan penataran tersebut, pihak sekolah langsung menindaklanjutinya. Hasil dari penataran itu adalah KTSP SMA Pangudi Luhur dengan format-format yang telah disesuaikan dengan tuntutan dari pemerintah. Setelah draft KTSP sekolah itu jadi, selanjutnya, sekolah mencoba untuk konsultasi ke dinas, pengawas pendidikan DIY. Tentu saja, hasilnya adalah revisi-revisi dan pengembangan-pengembangan yang semakin menyempurnakan KTSP SMA Pangudi Luhur.
Langkah yang diambil selanjutnya adalah mengundang para tokoh yang berhak melegitimasi KTSP. Sekolah mengundang dinas propinsi yang berhak melegitimasi KTSP, ahli bahasa, koordinator pengawas SMA di Propinsi untuk hadir dalam rapat sekolah. Hasil dari rapat tersebut adalah revisi-revisi kembali, terutama dalam hal tata bahasa kalimat.
Langkah keempat, setelah melakukan revisi-revisi, kemudian sekolah meminta pengesahan KTSP baik dari dinas kota maupun propinsi. Setelah disyahkan kemudian sekolah melaksanakan KTSP dengan disertai oleh berbagai modifikasi sesuai dengan situasi yan terjadi.
Khusus dalam pelajaran agama Katolik, SMA Pangudi Luhur tetap menggunakan PAK sebagai acuan pemerintah. Proses pembelajaran PAK SMA dilakukan sesuai dengan format dan aturan standar KTSP yang ditawarkan pemerintah. Guru agama Katolik tidak mengalami banyak kesulitan ketika harus menerapkan PAK dengan model pendekatan KTSP. Selain karena fasilitas yang cukup memadai, juga karena Bapak. Marno, selaku guru agama Katolik di SMA Pangudi Luhur terlibat dalam pembuatan KTSP sekolah. Menurut beliau, sebenarnya tidak sulit menerapkan KTSP, khususnya dalam PAK, karena pada dasarnya sekolah hanya tinggal mengembangkan apa yang sudah ada di sekolah yang bersangkutan dengan format dan aturan yang ditawarkan oleh pemerintah. Guru tidak perlu repot-repot merumuskan Kompetensi Dasar (KD) dan Standar Kompetensi (SK), dalam buku PAK keduanya sudah dirumuskan sedemikian rupa oleh para ahli. Selain itu, silabus PAK dengan model pendekatan KTSP itu sebenarnya sudah dibuatkan oleh MPK-KWI, sekolah hanya tinggal menerapkannya dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Menurut guru SMA PL dalam proses penerapan KTSP di SMA Pangudi Luhur dilaksanakan dengan baik, karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya sama. Dalam proses penerapan kurikulum KTSP yang secara resmi ditandatangani oleh pemerintah.
4. Apa konsekuensi logis kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai salah satu
model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik?
Dengan diberlakukannya KTSP, sekolah sebenarnya diberi kesempatan untuk merumuskan sendiri apa yang ingin disampaikan. Misalnya, silabus, RPP, dan kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan mengandung konsekuensi bahwa setiap sekolah diberi hak untuk merumuskan kurikulumnya sendiri. Hanya
(6)
saja pemerintah, dalam hal ini pihak pengawas sendiri, belum begitu percaya kepada sekolah dengan memberikan standar minimal.
Untuk mengetahui kesesuaian kurikulum sekolah dengan yang dituntut oleh pemerintah, setiap satuan pendidikan untuk setiap pelajaran wajib dilaporkan dan dimasukkan dalam dalam kurikulum. Untuk tugas ini, pemerintah memberikan uang insentif bagi para guru yang membuatnya.
Sebenarnya sederhananya saja konsekuensi logis diterapkannya KTSP bagi peningkatan mutu PAK SMA, bahwa dengan KTSP ini, guru agama diminta untuk memasukkan hal-hal yang dianggap penting oleh sekolah namun belum termuat dalam silabus yang dibuat oleh pemerintah. Dan, yang sering dilakukan adalah menambah materi-materi yang lain. Misalnya: materi tentang APP, Advent, rekoleksi dan retret. Dalam KTSP selalu memberikan kebebasan pada setiap guru pelajaran.
Menurut guru SMA PL konsekuensi logis PAK hanya melalui proses perubahan. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap untuk aktif. Karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya sama.
(7)
Lampiran 4: Daftar Pertanyaan untuk Penelitian Siswa 1. Menurutmu, apakah model pembelajaran pengajaran yang pernah diterapkan
di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta khususnya KTSP sangat mendukung dalam proses pembelajaran PAK? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik)
2. Menurutmu, sikap pihak Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta dalam menyikapi setiap perubahan kurikulum pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah? ? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik).
3. Bagaimana menurut pendapatmu? Proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik).
4. Menurut pendapatmu? Apakah konsekuensi logis kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di SMA PL Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik).
5. Bagaimana menurutmu? Efektivitas perencanaan pengajaran dengan model KTSP dalam rangka meningkatkan mutu PAK di SMA PL Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik).
(8)
Lampiran 5: Rangkuman Hasil Pertanyaan untuk Penelitian Siswa A. Pelaksanaan 1. Hari dan Tanggal : Rabu, 13 Februari 2008 2. Tempat : Kelas IPS XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta 3. Waktu : 11.00-14.00 WIB 4. Jumlah Peserta : 50 Orang B. Rangkuman Hasil Pertanyaan Penelitian Siswa 1. Menurutmu, apakah model pembelajaran pengajaran yang pernah diterapkan
di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta khususnya KTSP sangat mendukung dalam proses pembelajaran PAK? (Baik, Kurang Baik, Sedang, Sangat Baik)
Baik karena dalam Model-model kurikulum yang dipakai di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta selalu disesuaikan dengan tuntutan, perkembangan dan pembaharuan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Untuk pelajaran agama Katolik, menurut siswa SMA Pangudi Luhur lebih menerima kurikulum PAK yang ditawarkan oleh pemerintah dari pada pendidikan religiositas yang dibuat oleh pihak Keuskupan Agung Semarang.
Siswa-siswi SMA PL, dalam menyikapi perubahan kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah sama. Yang terjadi adalah perubahan sampul buku. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap menghadapi perubahan kurikulum. Dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya sama. Dalam proses kurikulum KBK merupakan draft yang belum secara resmi ditandatangani oleh pemerintah, sedangkan kurikulun tingkat satuan pendidikan KTSP ada hasil peresmian draft kurikum berbasis kompetensi KBK oleh pemerintah.
2. Menurutmu, sikap pihak Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Yogyakarta
dalam menyikapi setiap perubahan kurikulum pendidikan yang ditawarkan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah? ? (Baik, Kurang Baik, Sedang, Sangat Baik).
Dalam menyikapi setiap perubahan kurikulum yang ditawarkan oleh pihak pemerintah baik pusat maupun daerah siswa-siswi menjawab: baik! Perubahan Menurut siswa-siswi SMA PL perubahan kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah sama. Yang terjadi adalah perubahan sampul buku. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap menghadapi perubahan kurikulum. Karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus. 3. Bagaimana menurut pendapatmu? Proses Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sedang, Sangat Baik).
Baik, Khusus dalam pelajaran agama Katolik, SMA Pangudi Luhur tetap menggunakan PAK sebagai acuan pemerintah. Proses pembelajaran PAK SMA
(9)
dilakukan sesuai dengan format dan aturan standar KTSP yang ditawarkan pemerintah. SMA PL dalam proses penerapan KTSP di SMA Pangudi Luhur dilaksanakan dengan baik, karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya sama.
4. Menurut pendapatmu? Apakah konsekuensi logis kurikulum tingkat satuan
pendidikan sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di SMA PL Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik, sedang).
Belajar lebih giat agar dapat mencapai prestasi yang dicita-citakan. Dengan diberlakukannya KTSP, sekolah sebenarnya diberi kesempatan untuk merumuskan sendiri apa yang ingin disampaikan. Misalnya, silabus, RPP, dan kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan mengandung konsekuensi bahwa setiap sekolah diberi hak untuk merumuskan kurikulumnya sendiri. Menurut siswa-siswi SMA PL konsekuensi logis PAK hanya melalui proses perubahan. Dalam kerangka proses siswa-siswi SMA Pangudi Luhur, selalu siap untuk aktif. Karena dalam proses pembelajaran di kelas bahan dan materi yang ada dalam silabus sepenuhnya siswa diberi kebebasan untuk berexplorasi.
5. Bagaimana menurutmu? Efektivitas perencanaan pengajaran dengan model
KTSP dalam rangka meningkatkan mutu PAK si SMA PL Yogyakarta? (Baik, Kurang Baik, Sangat Baik, sedang).
Sangat baik karena dengan diberlakukannya KTSP, sekolah sebenarnya diberi kesempatan untuk merumuskan sendiri apa yang ingin disampaikan. Misalnya, silabus, RPP, dan kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan mengandung konsekuensi bahwa setiap sekolah diberi hak untuk merumuskan kurikulumnya sendiri.
(10)
Lampiran 6: VCD Film tentang SMA Pangudi Luhur dan Proses PBM
(11)
Lampiran 7: CD Rekaman Hasil Wawancara dengan Guru
(12)
Lampiran 8: Gambar Denah Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
(13)
Lampiran 9: Keterangan Denah Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
(14)
Lampiran 10: Foto-foto Proses Proses Belajar Mengajar