efek obat kumur yang mengandung temulawak (curcuma
TRANSCRIPT
Efek Obat Kumur yang Mengandung Temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap Gingivitis secara Klinis
Rivanti Irmadela Devina1, Robert Lessang
2, Sri Lelyati C Masulili
2
1Mahasiswa Program Akademik;
2Departemen Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Abstrak. Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak
terhadap gingivitis secara klinis. Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua
kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding
Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai
PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum
berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada
kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T
tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis. Kata kunci: Gingivitis; Obat kumur temulawak; PlI; PBI
Abstract. The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract
temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups:
rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI)
were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after
rinsing in both groups were lower than before rinsing (paired T test; p<0,05). The follow up
PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group
(independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
mouthwash can reduce gingivitis.
Keywords: Gingivitis; Temulawak mouthwash; PlI; PBI
Pendahuluan
Penyakit periodontal sering dialami oleh masyarakat Indonesia, merupakan penyakit
jaringan penyangga gigi yang dipicu oleh bakteri plak.1 Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2004 Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa penyakit periodontal
merupakan masalah yang persentasenya cukup tinggi yaitu mencapai 96,58%.2 Salah satu
contoh yang prevalensinya tinggi adalah gingivitis.
Gingivitis merupakan kondisi inflamasi dari jaringan gingiva.3 Berdasarkan studi
eksperimental yang telah dilakukan, etiologi utama gingivitis adalah adanya akumulasi plak
gigi.4
Plak merupakan deposit lunak biofilm yang melekat pada permukaan gigi dan
permukaan keras lain di dalam rongga mulut.5
Gingivitis bersifat reversibel, oleh karena itu gingivitis dapat dicegah dan diobati.6
Pencegahan dan pengobatan gingivitis dapat dicapai melalui teknik kontrol plak secara
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
mekanis dan kimiawi.7 Kontrol plak secara mekanis seperti menyikat gigi dengan rutin dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme di dalam plak.8 Namun,
membersihkan gigi dengan cara menyikat gigi seringkali tidak sempurna karena tidak dapat
menjangkau seluruh permukaan gigi, yaitu pada bagian gigi yang berjejal dan interproksimal
(sela gigi).9 Kontrol plak secara kimiawi dengan obat kumur dimaksudkan untuk pembersihan
seluruh permukaan gigi, termasuk pada daerah gigi yang berjejal dan bagian interproksimal.
Obat kumur antiseptik yang mengandung bahan kimia seperti khlorheksidin telah
dibuktikan keefektifannya dalam mencegah dan mengontrol terbentuknya plak dan gingivitis.
Khlorheksidin mempunyai efek samping yang tidak menguntungkan, yaitu dapat terjadi
diskolorasi gigi dan perubahan pada indera pengecapan, serta harganya yang relatif mahal.10
Tanaman herbal merupakan salah satu pilihan yang dapat dijadikan alternatif untuk
mensubstitusi obat kumur dengan bahan kimia. Curcuma xanthorrhiza (temulawak) adalah
tanaman obat yang sering digunakan karena khasiatnya yang telah dipercaya oleh masyarakat
luas, yaitu sebagai analgesik, antihepatotoksik, antidiabetik, antibakteri, antijamur,
antiinflamasi, dan lain-lain.11
Penelitian Hwang dkk. (2002) menyatakan bahwa Curcuma
xanthorrhiza secara efektif menghambat aktivitas bakteri spesies Streptococcus yang dapat
menyebabkan karies gigi, dan juga terbukti menghambat aktivitas Actinomycetes viscous dan
Porphyromonas gingivalis yang dipercaya sebagai etiologi penyebab terjadinya penyakit
periodontal.12
Oral administration standardized telah membuktikan ekstrak Curcuma
xanthorrhiza tidak mempunyai efek toksisitas dan kematian pada dosis 5g/kg.13
Beberapa studi sudah dilakukan untuk melihat efektivitas antibakteri Curcuma
xanthorrhiza.14-16
Namun, dalam studi tersebut, mereka tidak melakukan penelitian secara in
vivo, sehingga belum diketahui pengaruh Curcuma xanthorrhiza secara klinis. Oleh karena itu
studi ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis secara klinis efek obat kumur yang
mengandung Curcuma xanthorrhiza terhadap indeks perdarahan atau PBI (Papillary Bleeding
Index) dan indeks plak atau PlI (Plaque Index) pada penderita gingivitis, agar didapatkan obat
kumur tradisional, yang murah, mudah didapatkan, serta efektif untuk mengurangi gingivitis
sehingga dapat digunakan oleh masyarakat luas.
Tinjauan Teoritis
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang disebabkan oleh bakteri plak4, dan tidak
melibatkan kehilangan perlekatan secara klinis.17
Pada gingivitis, junctional epithelium tetap
melekat pada gigi seperti pada keadaan yang normal.3
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Mayoritas masyarakat tidak menyadari bahwa mereka menderita gingivitis karena
jarang dirasakan rasa sakit atau nyeri.1 Gejala umum yang timbul adalah gusi menjadi
kemerahan, membengkak, dan terjadi pendarahan.6 Hal ini dikarenakan adanya peningkatan
vaskularisasi dan penurunan derajat keratinisasi gingiva.18,19
Etiologi utama dari gingivitis adalah plak gigi. Plak gigi terdiri dari kumpulan
mikroorganisme20
, yang merupakan lapisan biofilm yang terdapat pada permukaan gigi.21
Biofilm adalah kumpulan mikroorganisme yang melekat pada suatu permukaan.22
Secara
klinis plak gigi merupakan substansi yang terstruktur, lunak, berwarna kuning keabuan.
Proses pembentukan plak tersebut dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan pelikel,
kolonisasi awal pada permukaan gigi, serta kolonisasi sekunder dan pematangan plak.21
Peran plak gigi sebagai penyebab utama gingivitis telah dibuktikan dalam penelitian
terdahulu.23
Peneliti lain telah membuktikan bahwa ada hubungan langsung antara jumlah
bakteri di dalam plak dengan keparahan inflamasi gingiva.24
Dr. Harold Loe (1960)
melakukan eksperimen mengenai hubungan antara deposit plak dan gingivitis. Hasil dari
penelitian yang dilakukan adalah terdapat hubungan antara akumulasi plak dengan gingivitis.4
Peranan plak sebagai etiologi utama gingivitis, dapat dipengaruhi oleh faktor pemberat
penyebab akumulasi plak. Faktor predisposisi tersebut diantara lain kalkulus, prosedur
perawatan gigi yang inadekuat, kontrol plak yang tidak benar, dan desain gigi tiruan lepasan
yang tidak sesuai. Prosedur perawatan gigi yang inadekuat dapat berupa tambalan yang
mengemper (overhanging), material restorasi yang tidak biokompatibel, dan lain-lain.25
Faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gingiva pada saat gigi berfungsi dapat berupa
maloklusi, traumatik oklusi, gigi hilang tidak diganti, ataupun bruksism. Faktor risiko seperti
usia, gender, ras, merokok, genetik, hormonal, kondisi penyakit sistemik (diabetes mellitus,
defisiensi imun, leukemia, anemia), pendidikan, obat-obatan, stres psikologis juga dapat
berpengaruh.26
Bermacam-macam metode dan teknologi telah dikembangkan untuk mencegah dan
menyembuhkan radang gingiva atau penyakit periodontal. Hal ini ditujukan untuk
mengeliminasi faktor penyebab yang diharapkan dapat menyembuhkan inflamasi dan
menstimulasi jaringan gingiva sehingga dapat menjadi normal kembali.17
Cara terbaik dalam
mencegah dan menyembuhkan gingivitis menurut Carranza (1990) adalah dengan kontrol
plak yang benar secara mekanis (menyikat gigi) dan kimiawi (obat kumur).27
Definisi obat
kumur menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat dan
harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan.28
Syarat obat kumur yang ideal:
membasmi kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan gigi dan mulut; tidak
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
menyebabkan iritasi; tidak mengubah indera perasa; tidak mengganggu keseimbangan flora
mulut; tidak meningkatkan resistensi mikroba; tidak menimbulkan noda pada gigi.26
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah tanaman asli Indonesia yang ditemukan di
hutan-hutan beriklim tropis.29
Temulawak merupakan tanaman yang dikenal mempunyai
banyak khasiat untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, antara lain dapat
dipergunakan sebagai pengobatan gangguan fungsi hati (lever) baik pada hepatitis, maupun
perlemakan hati, menurunkan kadar kolestrol, sebagai antiinflamasi, antijamur, antibakteri,
antitumor, efek analgesik, antidiabetik, antioksidan, dan lain-lain.30-33
Gambar 1. Tanaman Temulawak Sumber : http://www.earthcare.com.au/slides/temulawak.htm
Gambar 2. Rimpang Temulawak Sumber : http://yogyamerah.blogspot.com/2011/07/kunyit-curcuma-domestica-dan-temu-
lawak.html
Rimpang temulawak (Gambar 2.) mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri,
pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral.30
Dari komponen minyak atsiri Curcuma
xanthorrhiza, terdapat komponen khas yang dikandung minyak atsiri, yaitu germakrem,
xanthorrhizol, aromadendren, dan trisiklin.
Studi riset membuktikan bahwa xanthorrhizol merupakan bahan aktif yang efektif
dalam aktivitas antibakteri.34,35
Xanthorrhizol tidak berwarna, sangat pahit, mempunyai bobot
molekul 218,351 g/mol, rumus molekul C15H22O. Kadar xanthorrhizol rata-rata 1,86%.36
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Xanthorrhizol terdiri dari senyawa fenol (hidrokarbon teroksigenasi) dan hidrokarbon.
Menurut Heyne (1987), senyawa-senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi memiliki daya
antibakteri yang kuat. Gugus OH dan hidrokarbon penting untuk aktivitas mikroba.
37 Fenol
dapat berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel bakteri menjadi
lisis. Jadi xanthorrhizol merupakan komponen aktif dari Curcuma xanthorrhiza yang dapat
merusak dinding sel bakteri.33
Gambar 3. Struktur Kimia Xanthorrhizol15
Tabel 1. Aktivitas Antibakteri Xanthorrhizol 15
Bakteri Xanthorrhizol Chlorexidine
KHM KBM KHM KBM
Actinomyces vicous 16 16 4 4
Candida albicans 125 250 32 32
Lactobacilus casei 250 500 32 64
Lactobacilis acidophilus 500 500 32 32
Porphyromonas gingivalis 32 32 8 16
Streptococcus mutans 2 4 1 2
Streptococcus salivarius 4 8 2 2
Streptococcus sabrinus 4 4 4 4
Streptococcus sanguis 4 8 2 4
*KHM dan KBM dalam satuan µg/ml
Keterangan :
KHM : Konsentrasi Hambat Minimal, yaitu konsentrasi minimal suatu zat yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
KBM : Konsentrasi Bunuh Minimal, yaitu konsentrasi minimal suatu zat yang akan
membunuh suatu mikroorganisme.
Saat ini, xanthorrhizol sudah banyak digunakan sebagai zat aktif dalam produk yang
berguna untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.35
Di Korea telah dikembangkan pasta gigi
yang mengandung bahan aktif xanthorrhizol.12
Penelitian mengenai obat kumur yang
mengandung Curcuma xanthorrhiza juga telah dilakukan untuk menguji efeknya terhadap
bakteri Streptococcus mutans. Hasil dari penelitian tersebut adalah obat kumur Curcuma
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
xanthorrhiza dapat membunuh dan mematikan bakteri Streptococcus mutans pada konsentrasi
0,01%.38
Hasil penelitian in vitro menunjukkan bahwa xanthorrhizol dapat mematikan bakteri
secara selektif. Xanthorrhizol hanya mematikan bakteri patogen yang dapat menyebabkan
penyakit gigi dan mulut, sedangkan flora normal di dalam mulut tetap seimbang walaupun
digunakan dalam jangka waktu yang panjang.39
Hal ini yang menarik para peneliti untuk
membuat produk kesehatan oral dari bahan aktif xanthorrhizol.
Xanthorrhizol telah melewati uji toksisitas oral. Oral administration standardized
telah membuktikan tidak ada tanda toksisitas dan kematian pada tikus percobaan dengan dosis
diatas 5g/kg. Pada dosis tersebut, tidak ditemukan adanya toksisitas pada kulit, bulu, dan
mata. Dari aspek perilaku, tidak ditemukan adanya kelainan pola tidur, diare, dan saliva. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa ekstrak Curcuma xanthorrhiza tidak memiliki efek
toksisitas. Dosis yang aman digunakan adalah 300 mg/kg, 2000 mg/kg, dan 5000 mg/kg.13
Metode Penelitian
Jenis penelitian eksperimental klinis, dilakukan di Laboratorium Biologi Oral FKG
UI. Subjek penelitian sebanyak 60 orang penderita gingivitis yang dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu 30 subjek berkumur dengan obat kumur yang mengandung ekstrak
temulawak dan 30 subjek berkumur dengan obat kumur plasebo.
Kriteria inklusi subjek penelitian ini: (1) Pria dan wanita berusia 18-40 tahun; (2)
Kesehatan umum baik; (3) Menderita gingivitis; (4) Mengisi Informed Consent. Kriteria
eksklusi subjek penelitian ini: (1) Memiliki kelainan atau penyakit sistemik; (2) Sedang dalam
perawatan orthodontik; (3) Menggunakan protesa; (4) Sedang dalam perawatan antibiotic dan
antimikroba; (4) Mendapat perlakuan skeling dalam 1 bulan terakhir; (5) Sedang dalam masa
kehamilan, menstruasi, dan menopause.
Alat : (1) Kaca mulut; (2) Pinset; (3) Prob periodontal dengan skala mm; (4) Kapas;
(5) Senter; (6) Masker; (7) Glove. Bahan : (1) Air mineral; (2) Aquades; (3) Betadine; (4)
Alkohol; (5) Obat kumur yang mengandung Curcuma xanthorrhiza 0,01%.
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Tabel 2. Komposisi Obat Kumur Curcuma xanthorrhiza48
No. Bahan Fungsi
1. Ekstrak Curcuma xanthorrhiza Bahan aktif
2. Pewarna biru 0,001% Pewarna
3. Na Benzoat 0,1% Pegawet / buffer
4. Asam Benzoat 0,05% Pengawet / buffer
5. Tween 20 0,05% Surfaktan
6. Na Sakarin 0,3% Pemanis dan perasa
7. Aqua Menthae Piperitae 5% Pemanis dan perasa
8. Aquades Pelarut
Variabel dalam penelitian ini, variabel terikat: indeks plak dan indeks perdarahan;
variabel bebas: obat kumur yang mengandung ekstrak Curcuma xanthorrhiza 0,01%.
Cara kerja dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan PlI dan PBI pada hari 0 dan hari
ke 5.
Pengukuran PlI dilakukan dengan cara memasukkan prob ke sulkus gingiva,
menyusuri permukaan bukal dan lingual gigi secara lateral dari mesial ke distal secara
perlahan-lahan. Gigi yang diperiksa : 16; 12; 11; 21; 22; 24; 26; 36; 32; 31; 41; 42; 44; dan
46. Penilaian skor PlI: 0: tidak ditemukan plak; 1: selapis tipis plak yang hanya bisa dilihat
jika digores dengan prob; 2: akumulasi plak cukup banyak sehingga dapat dilihat dengan mata
telanjang; ruang interdental bebas plak; 3: akumulasi plak yang tebal pada permukaan gigi;
ruang interdental terisi oleh plak. PlI = Jumlah skor/ jumlah permukaan gigi yang diperiksa.
Pengukuran PBI diperoleh dengan cara memasukkan prob ke dalam sulkus gingiva
hingga sedalam ±2mm dari margin gingiva dengan tekanan ringan dilakukan menyusuri
mesial-distal setiap gigi yang diperiksa, baik pada permukaan fasial dan lingual. Skor
perdarahan dinilai setelah 30 detik ketika semua gigi selesai diprobing. Gigi yang diperiksa :
16; 12; 11; 21; 22; 24; 26; 36; 32; 31; 41; 42; 44; dan 46. Penilaian skor PBI : 0 : tidak ada
perdarahan; 1: perdarahan berupa titik; 2 : perdarahan berupa garis; 3 : perdarahan terjadi di
segitiga interdental; 4 : perdarahan yang banyak setelah probing, aliran darah menuju daerah
interdental menutupi bagian gigi/gingiva. PBI = Jumlah skor / jumlah permukaan gigi yang
diperiksa.
Setelah dilakukan pengukuran, subjek mendapatkan obat kumur sesuai kelompok
masing-masing. Subjek diinstruksikan : (1) Memakai obat kumur tiap pagi dan malam selama
empat hari berturut-turut dengan sebelumnya tetap menyikat gigi seperti biasa, dua kali sehari
pagi dan malam sebelum tidur. Berkumur dilakukan 15 menit setelah menyikat gigi; (2)
Kumur-kumur dilakukan selama 30 detik sebanyak 20 ml; (3) Pasien tidak diperbolehkan
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
makan atau minum hingga satu jam setelah berkumur.; (4) Pasien tidak diperbolehkan
menggunakan flossing dan tusuk gigi.
Analisis data menggunakan SPSS Package 17.0. Analisis univariat untuk
mendapatkan distribusi subjek penelitian. Analisis bivariat diawali dengan uji normalitas data
pada tiap kelompok menggunakan uji Saphiro-Wilk. Apabila data berdistribusi normal, maka
dilakukan uji parametrik T berpasangan untuk membandingkan perbedaan sebelum dan
setelah perlakuan dari tiap kelompok. Dilakukan pula uji statistik T tidak berpasangan untuk
membandingkan perbedaan antar kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok uji.
Hasil Penelitian
Analisis Univariat. Hasil analisis univariat menunjukkan rerata indeks plak dan indeks
perdarahan sebelum dan sesudah berkumur (Gambar 4 dan 5). Data ini didukung oleh
diagram yang menggambarkan selisih dari indeks plak dan indeks perdarahan pada kelompok
temulawak dan kelompok plasebo (Gambar 6 dan 7).
Gambar 4. Diagram Batang Rerata Indeks Plak Sebelum dan Setelah Berkumur
Gambar 5. Diagram Batang Rerata Indeks Perdarahan Gingiva
Sebelum dan Setelah Berkumur
Kumur Temulawak Kumur Plasebo
PlI Awal 1.242 0.9158
PlI Akhir 0.7093 0.7279
0.1
0.6
1.1
Kumur Temulawak Kumur Plasebo
PBI Awal 0.729 0.7573
PBI Akhir 0.334 0.629
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Gambar 6. Selisih Rerata Indeks Plak Sebelum dan Setelah Berkumur
Gambar 7. Selisih Rerata Indeks Perdarahan Gingiva Sebelum dan
Setelah Berkumur
Tabel 3. Distribusi Kondisi Perubahan Indeks Plak Setelah Berkumur
Indeks Plak Kumur Temulawak Kumur Plasebo
N N
Turun
Tetap
Naik
30 (100%) 21 (70%)
0 (0%) 4 (13,3%)
0 (0%) 5 (16,7%)
Total (N) 30 (100%) 30 (100%)
Pada Tabel 3 dapat terlihat distribusi kondisi perubahan indeks plak setelah berkumur.
Kelompok temulawak mengalami penurunan indeks plak sebesar 100%, sedangkan pada
kelompok plasebo yang mengalami penurunan indeks plak sebesar 70%, yang tidak
mengalami perubahan sebesar 13,3%, dan yang mengalami kenaikan indeks plak sebesar
16,7%.
Tabel 4. Distribusi Kondisi Perubahan Indeks Perdarahan Gingiva Setelah Berkumur
Indeks Perdarahan Gingiva Kumur Temulawak Kumur Plasebo
N N
Turun
Tetap
Naik
30 (100%) 22 (73,3%)
0 (0%) 3 (10%)
0 (0%) 5 (16,7%)
Total (N) 30 (100%) 30 (100%)
Kumur Temulawak Kumur Plasebo
Selisih PlI 0.5327 0.188
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Selisih PlI Awal dan PlI Akhir
Kumur Temulawak Kumur Plasebo
Selisih PBI 0.395 0.128
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Selisih PBI Awal dan PBI Akhir
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Pada Tabel 4, dapat terlihat bahwa kondisi perubahan indeks perdarahan gingiva pada
kelompok temulawak mengalami penurunan sebesar 100%. Pada kelompok plasebo, sebanyak
73,3% dari subjek penelitian mengalami penurunan indeks perdarahan, 10% tidak mengalami
perubahan, dan 16,7% mengalami kenaikan indeks perdarahan.
Analisis Bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk membandingkan keadaan sebelum dan
setelah berkumur dengan obat kumur temulawak dan plasebo. Uji yang digunakan untuk
membandingkan PlI dan PBI sebelum dan setelah berkumur pada tiap kelompok adalah uji T
berpasangan. Lalu untuk membandingkan kelompok temulawak dan kelompok plasebo, perlu
dilakukan uji T tidak berpasangan. Dibawah ini merupakan hasil dari uji tersebut.
Tabel 5. Perbedaan Indeks Plak dan Indeks Perdarahan Gingiva Sebelum dan Setelah Berkumur
Variabel Berkumur N Rerata ±
simpang baku IK 95%
Nilai p
Indeks Plak Temulawak 30 0,533 ± 0,25 0,439 - 0,626 0,000
Plasebo 30 0,188 ± 0,249 0,095 - 0,281 0,000
Indeks Perdarahan Gingiva Temulawak 30 0,395 ± 0,162 0,335 - 0,455 0,000
Plasebo 30 0,128 ± 0,191 0,057- 0,199 0,001
Keterangan : Uji T berpasangan ; p<0,05 = ada perbedaan bermakna
Tabel 5 memperlihatkan indeks plak dan indeks perdarahan sebelum dan setelah
berkumur pada kelompok uji yang berkumur dengan temulawak dan kelompok kontrol yang
berkumur dengan aquades memiliki perbedaan yang bermakna (p<0,05) dengan rata-rata
indeks plak dan indeks perdarahan awal lebih tinggi dibandingkan rata-rata indeks plak dan
indeks perdarahan akhir.
Tabel 6. Penurunan Indeks Plak antara Obat Kumur Temulawak dengan Plasebo
Kelompok N
Penurunan Indeks Plak
Nilai p Rerata±simpang baku Perbedaan rerata (IK 95%)
Temulawak 30 0,5327±0,25016
0,3447 (0,216-0,474)
0,000
Plasebo 30 0,1880±0,24890
Keterangan: Uji T tidak berpasangan; p<0,05 = ada perbedaan bermakna
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna (p<0,05). Tabel 6
membuktikan bahwa berkumur dengan obat kumur yang mengandung ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan indeks plak lebih besar daripada obat kumur
plasebo.
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Tabel 7. Penurunan Indeks Perdarahan Gingiva antara Obat Kumur Temulawak dengan Plasebo
Penurunan Indeks Perdarahan Gingiva
Berkumur N Rerata±simpang baku Perbedaan rerata (IK 95%) Nilai p
Temulawak 30 0,395±0,16194 0,267 (0,175-0,359) 0,000
Plasebo 30 0,128±0,19123
Keterangan: Uji T tidak berpasangan; p<0,05 = ada perbedaan bermakna
Hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan bermakna (p<0,05). Tabel 7
membuktikan bahwa berkumur dengan obat kumur yang mengandung ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan indeks perdarahan lebih besar daripada obat
kumur plasebo.
Pembahasan
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fine dkk. bahwa berkumur dengan obat
kumur antiseptik dua kali sehari, sebanyak 20 ml, selama 30 detik dapat menurunkan skor
plak pada seluruh subjek penelitian.40
Penelitian tersebut ditunjang oleh bukti bahwa hasilnya
dapat menurunkan bakteri pada plak sebanyak 69,9% dan menurunkan bakteri di dalam saliva
sebanyak 50,8% secara in vitro.40
Markowitz dkk. dengan cara penelitian yang sama, dapat
menurunkan plak supragingiva dan plak subgingiva.41
Pada hasil penelitian Anggraeni (2004),
terbukti bahwa berkumur obat kumur yang mengandung bahan herbal selama empat hari
dapat menurunkan keradangan gingiva.8
Penurunan indeks perdarahan yang bermakna setelah berkumur dengan obat kumur
dimungkinkan karena penurunan jumlah akumulasi plak. Hal ini menunjukkan adanya
korelasi antara akumulasi plak dan gingivitis. Sesuai dengan penelitian Loe bahwa terdapat
hubungan antara akumulasi plak dan gingivitis.4
Berkumur dengan obat kumur yang mengandung ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) dapat menurunkan indeks plak dan indeks perdarahan. Penurunan tersebut
dapat terjadi karena aksi biokimiawi dari temulawak dapat menghambat akumulasi plak yang
merupakan penyebab utama keradangan gingiva. Hal ini didukung oleh penelitian yang
menyatakan bahwa zat aktif yang terkandung di dalam temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
efektif dalam aktivitas antibakteri.35
Zat aktif pada temulawak berperan sebagai antibakteri
dan antiinflamasi adalah xanthorrhizol. Kandungan xanthorrhizol dapat mempenetrasi biofilm
plak dental dan mengurangi viabilitas dari biofilm.42
Kim dkk. dalam penelitiannya menyebutkan bahwa bakteri yang terekspos dalam
pemaparan xanthorrhizol menunjukkan kerusakan lapisan peptidoglikan dan terdapat
peningkatan jumlah kematian dari debris sel.43
Kandungan xanthorrhizol dapat mengurangi
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
jumlah bakteri Gram-positif yang secara teori mengkolonisasi pelikel-pelikel yang melekat
pada permukaan gigi44
, sehingga membantu kinerja kandungan enzim yang terdapat di dalam
obat kumur untuk menghambat metabolisme bakteri.
Apabila dilihat dari konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh
minimum (KBM) bakteri penyebab gingivitis, Hwang dkk. telah membuktikan bahwa KHM
dan KBM bakteri ada pada rentang 2 - 500 µg/ml atau 0,0002% – 0,005% apabila dikonversi
menjadi persentase.15
Angka ini berada jauh dibawah konsentrasi yang dipakai pada penelitian
ini, yaitu 0,01%. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa berkumur dengan obat kumur yang
mengandung ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) 0,01% dapat menurunkan indeks
plak dan indeks perdarahan pada penderita gingivitis.
Penurunan indeks plak dan indeks perdarahan juga terjadi pada kelompok kontrol
yang berkumur dengan aquades, walaupun penurunan tidak sebesar kelompok uji. Hal ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fine dkk. yang berkesimpulan bahwa efek
berkumur-kumur dapat menurunkan skor plak pada seluruh subjek penelitian termasuk subjek
dalam kelompok kontrolnya.40
Pengaruh psikologis dari subjek penelitian juga dapat menyebabkan penurunan indeks
plak dan indeks perdarahan pada kelompok kontrol ini. Para subjek penelitian berusaha
menjaga kebersihan mulutnya agar didapat kondisi yang lebih baik pada waktu pemeriksaan
selanjutnya. Prayitno dkk. menyatakan bahwa peningkatan motivasi secara audiovisual
tentang terjadinya plak, karang gigi, dan gingivitis tanpa pemberian penyuluhan cara
menyikat gigi, terbukti dapat meningkatkan kebersihan mulut dan kesehatan gingiva secara
bermakna pada subjek penelitian.45
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Kemal dan
Syafril bahwa pada kelompok kontrol tanpa perlakuan terjadi penurunan skor plak dan skor
gingivitis.46
Kemungkinan lain penyebab dari penurunan indeks plak dan indeks perdarahan
pada kelompok kontrol adalah pengaruh mekanis dari berkumur-kumur sehingga dapat
mengurangi terbentuknya akumulasi plak. 46
Pada beberapa subjek penelitian, indeks plak dan indeks perdarahan tidak mengalami
perubahan. Hal ini disebabkan oleh adanya kalkulus supragingiva dan subgingiva. Kalkulus
dapat dihilangkan dengan cara skeling. Di dalam penelitian ini, penderita gingivitis tidak
diberi perawatan skeling, sehingga kalkulus yang merupakan faktor predisposisi gingivitis
tetap ada. Greenstein melaporkan bahwa tindakan skeling merupakan perawatan inisial yang
bila dilakukan secara tepat dapat mengurangi mikroorganisme jaringan periodontal, sehingga
dapat mengurangi inflamasi dan perdarahan gingiva saat probing.47
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
Kesimpulan
Obat kumur yang mengandung ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat
menyembuhkan gingivitis secara klinis yang ditandai oleh penurunan indeks plak dan indeks
perdarahan.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti efek obat kumur yang mengandung
ekstrak temulawak terhadap bakteri plak penyebab gingivitis secara in vitro. Juga penelitian
lanjutan untuk membandingkan beberapa konsentrasi obat kumur ekstrak temulawak terhadap
gingivitis.
Kepustakaan
1. Salmiah, S. Gingivitis pada anak. Medan : USU 2009;2.
2. DepKes. SKRT 2004. Jakarta : Badan Litbangkes 2005;3:18-20.
3. Beck JD, Samuel JA. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease. In Carranza
FA, Newman MG, Takei HH, eds. Carranza’s Clinical Periodontology 10th
ed.
Philadelphia: WB. Saunders Co. 2006:110-131.
4. Loe H, Thellade E, Jensen SB. Experimental Gingivitis in a Man. J Periodontol
1965;36:177-187.
5. Quirynen M, Teughels W, Haake SK, Newman MG. Microbiology of Periodontal
Disease. In Carranza FA, Newman MG, Takei HH, eds. Carranza’s Clinical
Periodontology 10th
ed. Philadelphia: WB. Saunders Co. 2006:134-169.
6. Anonim. Gum Disease, Initiative Aims to Raise Awareness in the Hispanic
Community in Gingivitis Prevention. Atlanta : NewsRx 2008. [cited 10 Juni 2008]
Available from : http://www.newsrx.com/newsletters/Disease-Prevention-Week/2008-
06-10/500610200890DP.html
7. Perry DA. Plaque Control for the Periodontal Patient. In Carranza FA, Newman MG,
Takei HH, eds. Carranza’s Clinical Periodontology 10th
ed. Philadelphia: WB.
Saunders Co. 2006:651-671.
8. Anggraeni CH. Efektivitas Berkumur dengan Larutan Sari Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia) 100% terhadap Keradangan Gingiva. Jakarta: Disertasi Universitas
Indonesia 2005:14.
9. Spindel LM, Howard H, Chauney PP. Plaque Reduction Uncompanied by Gingivitis
Reduction. J Periodontol 1986;57:551-561.
10. Marchetti E, Mummolo S, DiMattia J, et al. Efficacy of Essential Oil Mouthwash with
and without Alcohol : A 3 Day Plaque Accumulation Model. Marchetti et al Trials
2001;12:262.
11. Soehardi TJ. Tanaman Obat : Khasiat / Manfaat Temulawak (Curcuma xanthorrhiza).
[cited April 2010].
Available from: http://kiathidupsehat.com/tanaman-obat-khasiat-manfaat-temu-lawak-
curcuma-xanthorrhiza/
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
12. Hwang JK, Rukayadi Y. Challenges and Opportunities in Applying Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) for Industrial Care Products. Korea : Departement of
Biotechnology Yonsei University 2000.
13. Devaras S, Esfahani AS, Ismail S, Ramanathan S, Yam MF. Evaluation of the
Antinociceptive Activity and Acute Oral Toxicity of Standardized Ethanolic Extract of
the Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Molecules 2010;15(2):2925-2934.
14. Rukayadi Y, Hwang JK. In vitro Activity of Xanthorrhizol Against Streptococcus
mutans Biofilms. Lett Appl Microbiol 2006;42:400-404.
15. Hwang JK, Shim JS, Pyun YR. Antibacterial Activity of Xanthorrhizol from Curcuma
Xanthorrhiza Against Oral Pathogens. Fitoterapia 2000;71:321-323.
16. Diananda. Pengaruh Obat Kumur Curcuma xanthorrhiza terhadap Parameter Risiko
Karies : pH Plak, pH Saliva, dan Koloni Streptococcus mutans. Jakarta : Skripsi
Universitas Indonesia 2010:39-48.
17. American Academy of Periodontology. Treatment of Plaque-Induced Gingivitis,
Chronic Periodontitis, and Other Clinical Conditions. J Periodontol 2001;72:1790-
1800.
18. Fiorellini JP, Kim DM, Satoshi OI. Clinical Features of Gingivitis. In Carranza FA,
Newman MG, Takei HH, eds. Carranza’s Clinical Periodontology 10th
ed.
Philadelphia: WB. Saunders Co. 2006:361-372.
19. Arief EM. Gingival Problems. Malaysia : Universiti Sains Malaysia 2007. [cited 13
September 2007]
Available from :
http://www.kck.usm.my/ppsg/notes/Dr%20Erry/Gingival%20Problems_1.pdf
20. Leid JG. Bacterial Biofilms Resist Key Host Defenses. Microbe 2009;4(2):66-70.
21. Marsh PD. Microbiology of Dental Plaque Biofilms and Their Role in Oral Health and
Caries. Dental Clinics of North America 2001;54(3):441-454.
22. O’Toole G, Kaplan HB, Kolter R. Biofilm Formation as Microbial Development.
Annual Review of Microbiology 2000;54:49-79.
23. Busscher HJ, White DJ, Atema-Smit J, et al. Efficacy and Mechanism of Non-
Antibacterial, Chemical Plaque Control of Dentrifices – An in vitro Study. J Dentistry
2007;35:294-301.
24. Al-Jaf VM. Relation between Dental Plaque, Gingivitis, and Dental Caries among 21-
50 Dental Patients. J Bagh Coll Dentistry 2006;18:1.
25. Hinrich JE. The Role of Dental Calculus and Other Predisposing Factors. In Carranza
FA, Newman MG, Takei HH, eds. Carranza’s Clinical Periodontology 10th
ed.
Philadelphia: WB. Saunders Co. 2006:171-190.
26. Klokkevold PR, Mealey Brian L. Influence of Systemic Disorders and Stress on the
Periodontium. In Carranza FA, Newman MG, Takei HH, eds. Carranza’s Clinical
Periodontology 10th
ed. Philadelphia: WB. Saunders Co. 2006:284-290.
27. Carranza FA, Takei HH. The Treatment Plan. In Carranza FA, Newman MG, Takei
HH, eds. Carranza’s Clinical Periodontology 10th
ed. Philadelphia: WB. Saunders Co.
2006:626-629.
28. Pradewa MR. Formulasi Sediaan Obat Kumur Berbahan Dasar Gambir (Uncaria
gambier Roxb). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian 2008:7-8.
29. Sidik. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Fitofarmaka 2006;6(5).
30. Afifah E. Khasiat dan Manfaat temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit.
Jakarta : Agromedia Pustaka 2003;1-73.
31. Primadani, Y.D. Formulasi Salep Minyak Atsiri Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) Basis Salep Lemak dan PEG 400 serta Aktivitas Antifunginya terhadap
Candida Albicans. Surakarta : Universitas Muhammadiyah 2009;3-5.
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012
32. Soehardi T. Tanaman obat : Khasiat / Manfaat Temulawak (Curcuma xanthorrhiza).
[April 2010]. Available from :
http://kiathidupsehat.com/tanaman-obat-khasiat-manfaat-temu-lawak-curcuma-
xanthorrhiza/
33. Husein S, Parhusip A, Romasi EF. Study on Antibacterial Activity from Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) Rhizomes Against Pathogenesis Microbes Cell Destruction. J
Applied and Industrial Biotechnology in Tropical Region 2009;2(1).
34. Said A. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: PT Sinar Wadja Lestari 2007;1-7.
35. Hwang SJ. Gingivitis Suppresion Effect of the de novo dentrifice Containing Curcuma
xanthorrhiza, Bamboo Salt, and Various Additives. J Korean Academy Dental Health
2005;29(4):451-462.
36. Sembiring BB, Ma’mun, Ginting EI. Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama Ekstraksi
terhadap Mutu Ekstrak Temulawak. Bul Littro 2006;17(2):53-58.
37. Parwata, IMOA, Dewi, PFS. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dan
Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia 2008;2(2):100-4.
38. Korea R&D Center. Xanthorrhizol. [cited oktober 2008]. Available from :
www.isnd.co.kr
39. Apriany. Ekstraksi Minyak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Ujung Pandang :
Politeknik negeri Ujung Pandang 2009;3-7.
40. Fine DH, Furgang D, et al. The effect of an Essential Oil-Containing Antiseptic
Mouthrinse on Plaque and Salivary Streptococcus mutans Levels. J Clin Periodontol
2000;27:157-161.
41. Morkowitz K, Fine DH, Furgang D, et al. Effect of an Essential-Oil Containing
Antimicrobial Mouthrinse on Specific Plaque Bacteria in vivo. J Clin Periodontol
2007;34:652-657.
42. Kim MM, Park HK, Kim SN, Kim HO, Kim YH, Rang MJ, et al. Effect of a New
Antibacterial Agent, Xanthorrhizol, on the Viability of Plaque Biofilm. Poster
IADR/AADR/CADR 80th
, San Diego : 3883.
43. Kim JE, Kim HE, Hwang JK, Lee HJ, Kwon HK, Kim BI. Antibacterial
Characteristics of Curcuma xanthorrhiza Extract on Streptococcus mutans Biofilm. J
Microbiol 2008;46(2):228-32.
44. Anonim. Menuju Gigi dan Mulut Sehat : Pencegahan dan Pemeliharaan [cited oktober
2008].
Available from : http://www.scribd.com/doc/31069494/Menuju-Gigi-Dan-Mulut-
Sehat-Pencegahan-Dan-Pemeliharaan-Normal-bab-1
45. Prayitno SW, Prijantojo, Nurul D, Sukardi I. Pemeriksaan Oral Hygiene Ke II di
Bagian Periodontologi FKGUI. Jakarta : FKGUI 1978.
46. Kemal Y, Syafril Y. Pengamatan Klinis Perawatan Skeling Penderita Gingivitis.
Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Ke IV.
Jakarta:FKGUI 1983:22-32.
47. Greenstein G. Periodontal Response to Mechanical Nonsurgical Therapy : A Review.
J Periodontol 1992;63:118-130.
48. Laboratorium Farmasi, Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
Efek obat ..., Rivanti Irmadela Devina, FKG UI, 2012