edisi 2 repro ruptur uteri

Upload: merry-kristin-waruwu

Post on 14-Apr-2018

312 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    1/17

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    1.2 Rumusan Masalah

    1.1.1 Bagaimana Konsep dari rupture uteri?

    1.1.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan rupture uteri?

    1.2 Tujuan

    1.2.1 Tujuan umum

    1. Menjelaskan konsep dari rupture uteri

    2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan rupture uteri

    1.2.2 Tujuan Khusus

    1. Menjelaskan tentang definisi dari rupture uteri

    2. Menjelaskan klasifikasi dari rupture uteri

    3. Menjelaskan etiologi dari rupture uteri

    4. Menjelaskan patofisiologi dari rupture uteri

    5. Menjelaskan manifestasi klinis dari rupture uteri

    6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic dari rupture uteri

    7. Menjelaskan penatalaksanaan dari rupture uteri

    8. Menjelaskan kompliksai dari rupture uteri

    9. Menjelaskan prognosis dari rupture uteri

    10. Menjelaskan WOC rupture uteri

    11. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan rupture uteri

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    2/17

    1.3 Manfaat

    Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan asuhan keperawatan pada

    klien dengan rupture uteri.

    BAB 2

    PEMBAHASAN

    2.1 Definisi

    Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga

    peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah keadaan

    robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan

    rongga peritoneum.Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan

    demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan

    berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.

    Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan

    lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan

    darah. (Joseph, 2010). Ruptur uteri didefinisikan sebagai terpisahnya dinding uterus ibu

    hamil, dengan atau tanpa ekspulsi janin. (Maureen, 2002).

    Ruptur uteri merupakan uterus yang ruptur yang dapat langsung terhubung dengan rongga

    peritoneum (komplet) atau mungkin dipisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang

    menutupi uterus atau oleh ligamentum latum (inkomplet). Perlu dibedakan antara rupture dan

    terlepasnya (dehiscence) jaringan parut seksio sesarea. Rupture mengacu kepada pemisahan

    insisi uterus lama di seluruh panjangnya disertai rupture selaput ketuban sehingga rongga

    uterus dan rongga peritoneum berhubungan. Sebaliknya, pada dehiscence, selaput ketuban

    tidak mengalami dan janin tidak menonjol ke dalam rongga peritoneum. (Obstetric Williams

    vol 1 edisi 21, 2006)

    2.2 Klasifikasi

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    3/17

    A. Menurut waktu terjadinya:

    1. Rupture uteri gravidarum

    Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.

    2. Rupture uteri durante partum

    Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada segmen bawah rahim. Jenis

    inilah yang paling terbanyak.

    B. Menurut lokasinya:

    1. Korpus Uteri

    Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti: SC klasik

    (korporal) atau miomektomi.

    2. Segmen bawah rahim

    Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). Segmen bawah rahim

    tambah lama tambah tegang dan tipis dan akhirnya terjadi ruptur uteri.

    3. Servik uteri

    Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versa dan ekstraksi,

    sedang pembukaan belum lengkap.

    4. Kolpoporeksis-kolporeksi

    Robekan-robekan diantara servik dan vagina. Batas antara korpus uteri dan dan servik

    uteri disebut istmus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah

    kira-kira 20 minggu, di mana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri,

    maka mulailah terbentuk SBR (Segmen Bawah Rahim) istmus ini.

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    4/17

    C. Menurut etiologinya:

    1. Rupture uteri spontanea, menurut etiologi dibagi menjadi 2:a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,

    miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara

    manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas

    interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus

    bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-

    lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.

    b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit

    atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita Diabetes

    Melitus, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara. Juga dapat karena

    kelainan kongenital dari janin misalnya hidrosefalus, monstrum, torakofagus,

    anensefalus dan shoulder dystocia, kelainan letak janin misalnya letak lintang

    dan presentasi rangkap atau malposisi dari kepala yaitu letak defleksi, letak

    tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada

    jalan lahir, rigid cervix misalnya conglumeratio cervicis, hanging cervix,

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    5/17

    retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi, grandemultipara dengan perut gantung

    (pendulum) atau juga pimpinan partus yang salah.

    2. Rupture uteri traumatika, karena tindakan dan trauma lain seperti:

    a. Ekstraksi forsef

    b. Versi dan ekstraksi

    c. Embriotomi

    d. Versi brakston hicks

    e. Sindroma tolakan (Pushing Sindrom)

    f. Manual plasenta

    g. Curetase

    h. Ekspresi kisteler/cred

    i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan

    j. Trauma tumpul dan tajam dari luar

    D. Menurut robeknya peritoneum

    1. Ruptur uteri kompleta: robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya

    (perimetrium), dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan

    rongga uterus dengan bahaya peritonitis.

    2. Ruptur uteri inkompleta: robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya.

    Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamentum latum.

    3. Dehisensi jaringan parut meliputi penipisan atau robekan dinding uterus di sepanjang

    jaringan parut yang sudah lama. Membran janin masih utuh dan janin tidak keluar ke

    dalam rongga peritoneum.

    E. Menurut gejala klinis:

    1. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam): penting untuk diketahui

    2. Rupture uteri sebenarnya

    2.3 Etiologi

    Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya,

    karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Paling sering

    terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika

    pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan

    oksitosin atau sejenisnya. Pasien yang berisiko tinggi antara lain :

    a. persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin atau

    prostaglandin untuk mempercepat persalinan

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    6/17

    b. pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau

    operasi lain pada rahimnya

    c. pernah histerorafi

    d. pelaksanaan trial of laborterutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan sebagainya.

    Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea klasik

    berlaku pepatah Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada keadaan tertentu

    seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan) untuk mencegah ruputura

    uteri dengan syarat janin sudah matang.

    Gambar 1. Klasik dan low transverse insisi pada bedah sesar

    (sumber : www.healthyrecipesdiary.org)

    Ruptur uterus traumatis dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut:

    1. Penatalaksanaan induksi dan augmentasi persalinan yang buruk, meliputi

    penyalahgunaan obat oksitoksik, khususnya pada kasus uterus yang memiliki jaringan

    parut sebelumnya.

    2. Penggunaan obat oksitoksik dalam upaya mengaugmentasi persalinan terhambat yangtidak terdiagnosis.

    3. Pelahiran instrumental, khususnya forsep rongga tinggi dan rotasional.

    4. Manipulasi selama kehamilan atau persalinan untuk mengoreksi letak yang tidak stabil

    atau kelainan presentasi (misalnya, versi sefalik eksternal atau versi podalik internal).

    5. Pelepasan plasenta secara manual.

    6. Distosia bahu

    7. Penggunaan tekanan fundus pada kala dua persalinan.

    8. Trauma tumpul atau langsung (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor).

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    7/17

    Ruptur uterus spontan dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut:

    a. Pembedahan uterus sebelumnya (misalnya, insisi seksio sesaria klasik atau

    miomektomi).

    b. Kontraksi uterus yang kuat tanpa penggunaan obat oksitoksik.

    c. Trauma uterus sebelumnya yang tidak diketahui (misalnya, kelemahan dinding

    uterus saat kuretase).

    d. Persalinan terhambat yang mengakibatkan kontraksi uterus tonik dan penipisan

    segmen bawah uterus yang berlebihan.

    e. Solusio plasenta karena distensi dan abrupsio dinding uterus.

    Faktor yang turut berperan pada7rupture uterus ialah implantasi plasenta di

    atas jaringan parut uterus sebelumnya dan multiparitas karena fibrosis progresif dan

    penipisan otot uterus.

    2.4 Patofisiologi

    Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus

    uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih

    kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke dalam segmen

    bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya

    menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat,

    berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin

    bertambah tinggi.

    Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab

    (misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang bertambah

    mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa rahim ke atas.

    Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat melewati

    batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring van bandl). Ini

    terjadi karena rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi tertahan dibagian

    distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentumligamentum pada sisi

    belakang (ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal) dan

    pada sisi dasar kandung kemih (ligamentum vesikouterina).

    Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga

    terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya

    peritonitis (rupture complete). Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    8/17

    Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum ( Rupture

    incomplete )

    Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak

    kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi dan

    segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat tipis. Ini

    menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saat

    dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya datang, terjadilah

    perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea).

    Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada parut

    pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea profunda.

    Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang tenang pada saat

    nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri

    pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan

    dimulai sedangkan pada bekas seksio profunda lebih sering terjadi saat persalinan. Ruptur

    uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringanjaringan di sekitar luka yang menipis

    kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga

    terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan banyak berkumpul di

    ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.

    Dalam sudut patofisiologi ruptur uteri dapat ditinjau apakah terjadi dalam

    masa hamil atau dalam persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau pada rahim

    yang bercacat, dan sebagainya.

    Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dengan

    demikian dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume

    korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri

    terdorong ke bawah menuju segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih

    lebar dan mengakibatkan dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh

    kontraksi otot korpus uteri sehingga lingkaran retraksi bertambah tinggi. Apabila bagian

    terbawah janin dapat turun tanpa halangan dan jika kapasitas segmen bawah rahim telah

    penuh terpakai untuk ditempati oleh tubuh janin maka pada gilirannya bagian terbawah

    janin terdorong masuk ke dalam vagina melalui pembukaan yang berlangsung baik.

    Sebaliknya apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu sebab

    yang menahannya maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada his harus

    diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran

    retraksi semakin meninggi rahim pusat menjadi patologik yang disebut lingkaran Bandl.

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    9/17

    Lingkaran Bandl terjadi karena segmen bawah rahim terus tertarik ke

    proksimal tetapi tertahan pada ujung distalnya oleh serviks yang terpegang pada

    tempatnya oleh ligamentum sacrouterina di bagian belakang, ligamentum kardinale pada

    kedua belah sisi kanan dan kiri, dan ligamentum vesikouterina pada dasar kandung

    kemih. Jika his berlangsung kuat terus menerus, tetapi bagian terbawah tubuh janin tidak

    kunjung turun ke bawah melalui saluran jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama

    semakin meninggi dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sambil dindingnya

    menjadi amat tipis. Pada saatnya dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan

    pada tempat yang tertipis ketika his berikutnya rahim, dan terjadilah perdarahan yang

    banyak, bergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus.

    Umumnya robekan terjadi pada dinding depan rahim, luka robekan bisa meluas ke luar

    dari segmen bawah rahim secara melintang atau miring. Bila mengenai daerah yang

    ditutupi oleh ligamentum latum, terjadi luka robekan yang memanjang. Kadang-kadang

    robekan meluas ke korpus atau ke serviks atau terus ke vagina dan mengenai kandung

    kemih. Darah yang tumpah sebagian besar mengalir ke dalam rongga perut, sebagian

    kecil melalui pembukaan serviks ke vagina.

    Peristiwa robekan pada segmen bawah rahim yang sudah menipis itu

    dipercepat jika ada manipulasi dari luar, misalnya dorongan pada perut sekalipun tidak

    terlalu kuat sudah cukup untuk menyebabkan robekan. Demikian juga apabila fundus

    uteri didorong-dorong seperti yang banyak dilakukan pada persalinan yang dipaksa atau

    oleh dorongan dari bawah seperti pada pemasangan cunam, dan sebagainya. Oleh karena

    itu, jika terlihat lingkaran Bandl, penolong haruslah sangat berhati-hati.

    Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam

    perutnya, dan his yang terakhir itu sekaligus mendorong tubuh janin. Apabila robekannya

    cukup luas, tubuh janin sebagian atau seluruhnya terdorong ke luar rongga rahim dan

    masuk ke rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut, usus dan omentum terkadang

    masuk ke dalamnya sehingga bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada waktu periksa

    dalam.

    Ruptura uteri yang tidak sampai ikut merobek perimetrium terjadi pada bagian

    rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum yaitu pada bagian samping dan

    dekat kandung kemih. Di sini dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik kadang-

    kadang bisa ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampai melukai pembuluh-

    pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika robekan terjadi

    pada bagian dasar ligamnetum latum, arteria rahim atau cabang-cabangnya bisa terluka

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    10/17

    disertai perdarahan yang banyak dan di dalam parametrium di pihak yang robek, akan

    terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang sering kali fatal. Batas

    antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran Bandl. Lingkaran

    Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat 2-3 jari di atas simphysis, Bila meninggi maka

    kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rahim uteri mengancam.

    Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.

    Sedangkan kalau uterus telah cacat, midah dimengerti karena adanya lokus minoris

    resistans.

    Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:

    R= H+O

    Ket: R: ruptur, H- His kuat (tenaga), O= obstruksi (hambatan)

    Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan kontraksi, sedangkan SBR tetap

    pasif dan servik menjadi lunak (effacementdan pembukaan). Bila oleh suatu sebab partus

    tidak dapat maju (obstruksi), sedang corpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (His

    kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah renggang dan

    tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadi robekan pada SBR

    tadi.

    2.5 Manifestasi Klinis

    Gejala-gejala rupture uteri:

    1. Anamnesis dan infeksi

    a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,

    menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,

    pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

    b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

    c. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum

    d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur

    e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih

    kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan

    lahir.

    f. kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan

    dibahu.

    g. Kontraksi uterus biasanya hilang.

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    11/17

    h. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan

    meteoristis (paralisis khusus).

    2. Palpasi

    a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan

    b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP

    c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka

    teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya

    kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

    d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

    3. Auskultasi

    Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit

    setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga

    perut.

    4. Pemeriksaan dalam

    a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat

    didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak

    banyak

    b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim

    dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba

    usus, omentum dan bagian-bagian janin

    c. Kateterisasi

    hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih

    Gejala yang bisa didapatkan pada pasien dengan ruptur uteri adalah :

    1. Penderita pucat dan perdarahan vaginal;

    2. Pada saat terjadi ruptur penderita kesakitan sekali dan merasa ada robekan di perutnya;

    3. gejala kolaps dan kemudian syok.

    Sedangkan tanda yang bisa kita dapatkan pada pemeriksaan adalah:

    1. Penderita pucat;

    2. Tachicardi;

    3. Perdarahan vaginal;

    4. Dapat diraba jelas bagian-bagian janin langsung di bawah dinding perut;

    5. Perut kembung, kadang-kadang defance musculardan pada keadaan ini janin sukar

    diraba;

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    12/17

    6. Dapat ditemukan uterus sebagai benda sebesar kepala bayi di samping bagian janin;

    7. Denyut jantung janin negatif;

    8. Diantara korpus dan SBR nampak lingkaranBandlsebagai lekukan melintang yang

    bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan

    teregang.

    Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )

    9. Tanda-tanda adanya cairan bebas dalam kavum peritonii;

    10. Pada pemeriksaan vaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi

    dalam jalan lahir. Kadang robekan dapat diraba, demikian pula usus pada

    rongga perut melalui robekan

    2.6 Penatalaksanaan

    Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan

    cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang

    pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus

    diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,

    persalinan harus segera diselesaikan.

    Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan

    efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan

    bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum

    perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan

    tidak akan bisa diterima.

    Bila sudah diagnosa dugaan ruptur uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus

    diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan

    tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang

    lebih lengkap.

    Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila robekan melintang dan tidak mengenai

    daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    13/17

    mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan

    terbaik adalah histerektomi

    Histerektomi dianjurkan pada pasien yang sudah cukup anak, sedangkan yang masih

    ingin hamil dilakukan repair uterus. Pemberian antibiotika diperlukan pada kasus risiko

    infeksi.Tidak disebutkan jenis antibiotika tertentu yang dianjurkan di sini.

    Angka kematian maternal akibat ruptur uteri mencapai 4,2%, sedangkan angka

    kematian perinatal mencapai 46%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: perdarahan, syok,

    infeksi postoperasi, kerusakan ureteral, tromboflebitis, emboli air ketuban, DIC

    (disseminated intravascular coagulation), dan kematian.

    Tindakan pertama adalah mengatsi syok,memperbaiki keadaan umum penderita dengan

    pemberian infuse cairan dan transfuse darah, kardiotonika, antibiotika, dan sebagainya. Bila

    keadan umum mulai membaik tindakan selanjutnya adalah melakukan laparotomi dengan

    jenis tindakan operasi :

    1. Histerektomi, baik total maupun subtotal

    2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksider dan dijahit sebaik baiknya.

    3. Konservatif, hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.

    Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

    1. Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis)

    2. Jenis rupture, inkompleta atau kompleta.

    3. Jenis luka robekan: jelek, terlalu lebar, sudah lama, pinggir tidak rata, dan sudah

    banyak nekrosis.

    4. Tempat luka, apakah serviks, korpus,atau segmen bawah rahim.

    5. Perdarahan dari luka: sedikit atau banyak

    6. Umur dan jumlah anak hidup

    7. Kemampuan dan ketrampilan penolong (Rustam Mochtar, 1998)

    Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyanprevention is better than

    cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di mana pun

    persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya

    berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila

    telah terjadi ruptur uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta

    antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak,

    tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum luas, dan sebagainya.

    Tindakantindakan pada ruptur uteri :

    a. Histerektomi

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    14/17

    Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada

    seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan

    mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau

    melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan,

    jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.

    Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini adalah

    penjelasannya :

    1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat,

    tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih

    dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap

    smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

    2. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat

    secara keseluruhannya.

    3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat

    uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.

    4. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina,

    jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya

    dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan

    nyawa penderita.

    Gambar 4. Macam Histerektomi ( www.medscape.com)

    b. Histerorafi

    Histerorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit

    dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka

    robekan masih bersih dan rapi pasiennya belum punya anak hidup.

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    15/17

    Penatalaksanaan di rumah sakit:

    a. Hentikan infuse oksitosin jika digunakan.

    b. Minta bantuan. Seperti pada semua kedaruratan obstetric akut, bantuan ini harus

    melibatkan ahli obstetric senior dan ahli anestesi obstetric.

    c. Lakukan resusitasi dan atasi syok.

    d. Dapatkan persetujuan dan persiapkan pelahiran melalui pembedahan 15upture15ic.

    Penatalaksanaan di rumah:

    a. Minta bantuan. Panggil paramedic obstetric dan lakukan pemindahan segera ke

    rumah sakit. Beri tahu unit maternitas terdekat yang memiliki konsultan.

    b. Lakukan resusitasi dan atasi syok sementara menunggu bantuan paramedis.

    2.7 Komplikasi

    Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi

    adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi

    bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya

    dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar mempunyai

    kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau

    faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan memngatasi

    koagulopati dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak

    diperlukan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar-

    kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.

    Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptura uteri telah

    terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk

    periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera

    memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis

    yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah. Sayangnya hasil pemeriksaan kultur dan

    resistensi bakteriologik dari sampel darah pasien baru diperoleh beberapa hari kemudian.

    Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya diberikan untuk mengantisipasi

    kejadian sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang

    meninggikan angka kematian maternal dalam obstetrik.

    Meskipun pasien bisa diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi.

    Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak hidup

    meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam. Jalan keluar bagi kasus

    ini untuk mendapatkan keturunan tinggal satu pilihan melalui assisted reproductive

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    16/17

    technology termasuk pemanfaatan surrogate mother yang hanya mungkin dikerjakan

    pada rumah sakit tertentu dengan biaya tinggi dan dengan keberhasilan yang belum

    sepenuhnya menjanjikan serta dilema etik. Kematian maternal dan/atau perinatal yang

    menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

    2.8 Prognosis

    Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh

    atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio sesarea

    atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan

    kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang mempengaruhi adalah

    kecepatan pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan cekatan.

    Ruptur uteri spontan dalam persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh

    mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bisa meluas ke

    lateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterina atau ke dalam ligamentum latum atau

    meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang banyak dengan mortalitas

    maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih tinggi.

    2.9 Pencegahan

    Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan

    dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada

    wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada

    distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda

    seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.

    Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada

    kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan.

    Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan

    cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam

    memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.

    Bila sudah diagnosa dugaan ruptur uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang

    harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan

    persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana

    fasilitas yang lebih lengkap.

    Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila robekan melintang dan tidak

    mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila

  • 7/30/2019 Edisi 2 Repro Ruptur Uteri

    17/17

    robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang

    nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi

    Histerektomi dianjurkan pada pasien yang sudah cukup anak, sedangkan yang

    masih ingin hamil dilakukan repair uterus. Pemberian antibiotika diperlukan pada kasus

    risiko infeksi.Tidak disebutkan jenis antibiotika tertentu yang dianjurkan di sini.

    Angka kematian maternal akibat ruptur uteri mencapai 4,2%, sedangkan angka

    kematian perinatal mencapai 46%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: perdarahan,

    syok, infeksi postoperasi, kerusakan ureteral, tromboflebitis, emboli air ketuban, DIC

    (disseminated intravascular coagulation), dan kematian.

    DAFTAR PUSTAKA

    Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.

    Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi kedua.

    Penerbit Erlangga. Jakarta.

    Winkjosastro, 1999. Ilmu Kebidanan

    Resnik R. High Risk Pregnancy. In: Emedicine journal obstetrics and gynekology. Volume

    99. No: 3. Maret 2003.

    Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM. Dashe JS,

    Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. Edisi 2003. The University of

    Texas Southwestern Medical Centre at Dallas. 2003

    Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, Obstetri patologi. Jakarta: EGC

    Varney, Helen dkk. 2007.Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

    Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga

    Berencana. Jakarta: EGC

    Taber, Benzion. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

    Cunningham, F.Gary, Norman F. Giant, dkk. 2006. Obstetri Williams volume 1 edisi 21.

    Jakarta: EGC