dss

25
SMF I lmu K e s e h a t a n A n a k R S U d r . P i r n g a d i Me d a n 2012 Laporan Kasus ini Melengkapi Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPM Disusun oleh: Rusly Hasrul Akbar Dibimbing oleh: dr. Masyitah, Sp.A Dengue Shock Syndrome i Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Dengue Shock Syndrome”. Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Masyitah, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh jajaran staf pengajar di SMF

Upload: destyanora

Post on 19-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: Dss

SMF I lmu K e s e h a t a n A n a k

R S U d r . P i r n g a d i

Me d a n

2012

Laporan Kasus ini Melengkapi Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPM

Disusun oleh:

Rusly

Hasrul Akbar

Dibimbing oleh:

dr. Masyitah, Sp.A

Dengue Shock Syndrome

i

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus

dengan judul “Dengue Shock Syndrome”.

Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas bantuan dan dorongan serta

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada dr. Masyitah, Sp.A yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh jajaran staf pengajar di SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Pirngadi Medan serta teman- teman di

kepaniteraan klinik.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini

mungkin tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala masukan

Page 2: Dss

baik kritik dan saran yang membangun dalam menyempurnakan laporan kasus ini.

Medan, 1 November 2012

Penulis

ii

Daftar Isi

KATA PENGANTAR……………………………………………………. i

DAFTAR ISI………………………………………………………............ ii

BAB I. PENDAHULUAN...……………………………………………. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………... 3

2.1 Definisi dan Klasifikasi...………………..…………………... 3

2.2 Etiologi………………………………………………………. 4

2.3 Epidemiologi………………………………………………… 5

2.4 Patogenesa………………….................................................... 8

2.5 Diagnosa……...………….…………………………………... 13

2.6 Penatalaksanaan………….…………………………………... 16

2.7 Prognosa……………………………………………………… 18

BAB III. KESIMPULAN………………..……………………….………... 20

DAFTAR PUSTAKA…………...……….………………………………... 21

BAB I

PENDAHULUAN

Dengue (breakbone fever) adalah infeksi virus flavivirus yang ditularkan

oleh nyamuk aedes yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi,

limfadenopati, serta ruam. Bentuk berat penyakit inim demam berdarah dengue/

sindrom syok degue, terutama mengenai anak. 1,2

Masalah serius timbul berhubungan dengan infeksi dengue adalah pola

yang kerap menjadi suatu KLB karena sebagaimana infeksi virus pada umumnya

kerap kali tidak menunjukan gejala atau hanya gejala ringan bagi pejamu yang

Page 3: Dss

ditumpanginya sehingga penderita sering tidak tahu bahwa dirinya sedang

membawa penyakit. Transmisi virus dengue bergantung pada batas wilayah

tertentu dan sanitasi lingkungan yang bersih, hal ini berkaitan dengan vektor yang

membawa virus ini yakni nyamuk aedes. Kasus dengue sering terjadi pada saat

suhu yang panas (28-32oC) dengan kelembapan yang tinggi. Karena kelembapan

tidak sama di setiap tempat, maka pola terjadinya berbeda di setiap tempat. 3,8

Dengue masih menjadi diagnosa diferensial yang penting pada anak yang

menderita demam di negara- negara Asia dan Amerika latin. Di Indonesia sendiri,

dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengeu shock syndrome (DSS) masih

merupakan penyakit infeksi yang menimbulkan masalah kesehatan karena angka

mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 7,9

Sejak tahun 1968 dimana pemeriksaan terhadap dengue pertama kali

dilakukan, penyakit ini terus berkembang dari beberapa kota besar kemudian

meluas hingga seluruh Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Namun dengan

kemajuan diagnostik dan penanggulangannya serta kesadaran masyarakat yang

lebih tinggi, angka kematian semakin menurun dari tahun ke tahun.9

2

Ruang lingkup masalah yang ditimbulkan juga bukan sebatas masalah

kesehatan semata, melainkan terlibatnya sektor ekonomi dan sosial. Dari aspek

ekonomi, selain pendanaan dalam memberantas nyamuk aedes sebagai vektor

virus dengue, infeksi dengeu yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini akan

membatasi usaha pemerintah dalam pengembangan potensi bangsa Indonesia

yang begitu besar. Dari sektor sosial, infeksi dengue yang terjadi epidemik dapat

menimbulkan kecemasan orangtua terhadap anak- anak mereka. Rasa cemas

orang tua yang menimbulkan sikap protektif berlebih terhadap anak- anak mereka

akan membatasi potensi anak tersebut dalam belajar dan bersosialisasi. Akibat

multisektorial penyakit polio bisa menjadi beban bukan hanya bagi penderita

Page 4: Dss

namun keluarganya dan bahkan dalam kontekstual yang lebih luas, masalah ini

merupakan masalah bagi bangsa dan negara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Dengue yang juga dikenal sebagai breakbone fever adalah sebuah penyakit

infeksi tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Gejalanya memiliki spektrum

klinis yang bervariasi meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan tulang dan

ruam kulit yang khas seperti penyakit campak. Dalam kasus yang relatif jarang,

penyakit ini dapat progresif menjadi sebuah penyakit yang mengancam nyawa

akibat dari perdarahan, trombositopenia dan kebocoran plasma dimana membawa

keadaan syok yang dikenal sebagai dengue shock syndrome (DSS). 1,2,4,7

Bagan 1. Spektrum Klinis (Simptomatis) Infeksi Virus Dengue. 9

Infeksi virus dengue dipengaruhi oleh beberapa faktor dari imunitas host

dan virulensi agent. Seperti fenomena gunung es, infeksi virus dengue dapat

menimbulkan gejala dan tidak menimbulkan gejala dimana keadaan yang berat

merupakan ujung/ puncak gunung es yang terlihat sementara yang tanpa gejala

terpendam sebagai dasar gunung es. Gejala yang ditimbulkan mulai dati demam

ringan yang tidak spesifik, demam dengue/ dengue fever (DF) dan keadaan yang

lebih berat yakni DHF dan DSS.3,8,9

4

Pada klasifikasi ini, DF dibedakan dari DHF grade I sampai IV dimana

DSS sama dengan DHF grade III/ IV. Namun demikian, trombositopenia dan

perdarahan spontan/ provokasi dapat terjadi pada demam dengue. Secara

sederhana, klasifikasi ini membagi infeksi dengue menjadi dengue ringan dan

dengue dengan keadaan yang berat. Mungkin perrmeabilitas plasma bukan hal

yang utama dalam keadaan dengue yang berat seperti hemokonsentrasi, efusi

Page 5: Dss

pleura dan asites tetapi penanda gejala dengue yang berat meliputi keadaan syok

(ekstermitas yang dingin, tekanan nadi yang lemah, perpanjangan waktu CRT),

perubahan kesadaran, perdarahan mukosa (hematemesis, melena, atau perdarahan

dari hidung atau gusi) dan manifesatasi berat lainnya (kerusakan hati,

cardiomyopaty, ensephalopaty, dan ensefalitis).9

2.2 Etiologi

Terdapat 3 faktor yang memegang peranan penting dalam penularan

infeksi virus yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes. 2, 3,4

Virus dengue sebagai penyebab DF, DHF dan DSS termasuk kelompok

arbovirus (arthopod borne virus) yang dikenal sebagai genus flavivirus, famili

flaviviridae dan hingga saat ini terdapat 4 jenis serotipe yaitu DEN 1, DEN 2,

DEN 3 dan DEN 4. DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak

menjadi penyebab. DEN 3 merupakan serotipe dominan di Indonesia dan

diasumsikan menjadi penyebab manifestasi klinis yang berat walaupun akhirakhir

ini DEN 2 mulai cenderung mendominasi. DSS cenderung terjadi pada

urutan infeksi serotipe tertentu yakni DEN 1 yang disusul DEN 2 sebanyak 20%

dan DEN 3 yang disusul DEN 2 sebanyak 2%. 3, 5,7

Infeksi salah satu serotipe akan memberikan perlindungan seumur hidup

terhadap serotipe tersebut tetapi proteksi silang antar serotipe hanya berlangsung

singkat bahkan cenderung mengakibatkan penyakit berat (Demam Berdarah

Dengue/ Sindrom Syok Dengue). 3

5

Gambar 1. Nyamuk aedes aegypti.

Virus ini ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis

nyamuk aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes albopictus. Terdapat perbedaan pada

profil kedua nyamuk ini yakni aedes aegypti lebih sering ditemukan dan

Page 6: Dss

merupakan nyamuk daerah tropis yang hidup dan berkembang biak di dalam

rumah, nyamuk ini tampak berlurik dengan bintik putih yang biasanya menggigit

pada pagi dan sore hari sementara aedes albopictus mempunyai daur hidup di luar

rumah, menggigit pada siang hari dan jarak terbang lebih pendek dibandingkan

aedes aegypti. Selain kedua tipe tersebut, spesies seperti aedes albopictus, aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan

dalam transmisi kepada manusia. 3, 5

Nyamuk aedes mendapatkan virus dari darah yang penderita yang

mengalami viremia. Virus berkembang biak di tubuh nyamuk dalam waktu 8- 10

hari (extrinsic incubation periode). Setelah itu virus ditularkan kepada telur- telur

nyamuk (transovarian transmission) tetapi tidak bermakna kepada transmisi

manusia. Virus dapat ditularkan kepada manusia seumur hidup nyamuk. Di tubuh

manusia,virus memerlukan waktu masa tunas 6 hari (intrinsic incubation periode).

Penularan kepada nyamuk hanya dapat terjadi pada saat manusia mengalami

viremia yakni 2 hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Penyakit

ini mudah menjadi endemik karena nyamuk dikatakan sebagai multiple bitters. 2, 3

2.3 Epidemiologi

Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit ini

sering mernyerang kawasan Karibia, Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Tahun

6

1962, penyakit demam berdarah dengue yang mematikan ditemukan di Indonesia

setelah Filipina (1953) dan Muangthai (1958). Pada tahun 1968 barulah dilakukan

pemeriksaan serologis. Walaupun sebenarnya sejak abad ke-18 David Bylon

seorang dokter berkebangsaan Belanda pernah melaporkan penyakit seperti

demam degue sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts) atau demam sendi

(knokkel koorts), tetapi pada saat itu infeksi virus dengue tidak menyebabkan

kematian di Asia Tenggara. Semula penyakit ini ditemukan di beberapa kota besar

Page 7: Dss

kemudian menyebar hampir ke seluruh kota besar di Indonesia bahkan sampai ke

perdesaan dengan penduduk padat dalam waktu yang relatif singkat. Sejak tahun

1968, angka kesakitan rata- rata DHF di Indonesia terus meningkat 1968 (0,05 per

100.000), 1973 (8,1 per 100.000), 1983 (8,65 per 100.000) dan puncaknya pada

tahun 1998 (35,19 per 100.000) 3,5,7

Menurut Laporan tahunan dari WHO, kasus DHF dan DSS meningkat

secara global dari tahun ke tahun. Pertama kali DSS dilaporkan di Filipina pada

tahun 1953 yang kemudian menyebar ke seluruh negara ASEAN lainnya.

Sebelum tahun 1970 hanya 9 negara yang mengalami DSS tetapi angka ini

meningkat 4 kali lipat hingga tahun 1995. 9

Gambar 2. Jumlah Kasus DHF/DSS Tahunan secara Global.9

7

Gambar 3. Persebaran Kasus Dengue secara Global.9

Namun tingkat kefatalatan dari kasus dengue di 3 wilayah WHO; SEAR

(South East Asia Region), WPR (West Pacific Region) dan AMR (American

Region) cenderung menurun tiap tahunnya. 9

Tabel 2. Tingkat Fatalitas Kasus Denggue berdasarkan wilayah WHO.9

Faktor- faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus

infeksi dengue sangat kompleks, yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi

2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali

3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

4. Peningkatan sarana transportasi

Sementara faktor- faktor morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue

dipengaruhi oleh:

8

1. Status imunitas host

Page 8: Dss

2. Kepadatan vektor nyamuk

3. Virulensi agent

4. Environment: kondisi geografis setempat yang dipengaruhi oleh elemen

seperti ilim dan kelembapan udara. Dimana elemen seperti suhu panas dan

kelembapan tinggi membuat nyamuk aedes tetap bertahan hidup untuk

jangka waktu lama.

Di Indonesia, suhu udara dan kelembapan berbeda setiap tempat maka pola waktu

juga bervariasi berdasarkan tempat. Secara umum, penyakit ini terjadi sepanjang

tahun di Indonesia sehingga pengaruh musim tidak begitu jelas. 3,5

2.4 Patogenesa

Patogenesa DHF dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial

dan belum dapat dimengerti sepenuhnya. Dua hipotesis yang banyak dianut antara

lain secondary heterologous infection dan antibody dependent enhancement

(ADE). DSS acapkali dihubungkan dengan infeksi virus dengue yang besifat

heterolog sekunder. Pada infeksi sekunder, antibodi heterolog yang didapat dari

infeksi primer akan membentuk kompleks antigen- antibodi. Fa dan Fb akan

berikatan dengan reseptor antigen pada permukaan virus yang dikenali sementara

Fc akan berikatan dengan makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, virus tidak

dapat dinetralisasikan sehingga virus berkembang biak dalam sel makrofag. Pada

hipotesis ADE, antibodi non-neutralisasi yang terbentuk meningkatkan potensi

virus untuk masuk kedalam sel mononuklear dimana ADE bersifat sitofilik.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga membawa keadaan syok dan

hipovolemia. 1,2,3,7,8

Sebagai infeksi sekunder oleh tipe virus yang berlainan, dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue

Page 9: Dss

dalam sel limfosit yang bertransformasi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya

9

kompleks antigen- antibodi yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi sistem

komplemen, aktivasi koagulasi dan agregrasi trombosit. 3,5,6

Peredaran kompleks antigen- antibodi meningkat dalam kadar tinggi,

penurunan komplemen C3 berkaitan dengan derajat beratnya penyakit. Dari

beberapa penilitan yang dilakukan dari serum ibu manusia yang anaknya

menderita DHF atau anak yang mendapat DHF menunjukan bahwa sirkulasi

antibodi merupakan resiko terkuat yang berkaitan dengan perkembangan penyakit.

Penurunan trombosit, penurunan faktor hageman, penurunan kadar fibrinogen dan

beredarnya pecahan fibrin menandakan koagulasi intravaskular disemata. Oleh

karena vaskulitis merupakan bagian intergral penyakit yang berperan dalam

proses perdarahan. Cedera kapiler akan menyebabkan plasma bocor ke

ekstravaskuler. Bersamaan dengan muntah menimbulkan hemokonsetrasi,

hipovolemia dan kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis metabolik

dan hiponatremia. 1,2,3,6,8

Gambar 4. Keterlibatan Sistem Komplemen dalam Melawan Infeksi

Mikroorganisme (diilustrasikan mikroorganisme sebagai mikroba, hal yang

hampir sama terjadi pada virus hanya saja teraktivasi melalui classical pathway

dan alternative pathway, melalui potein plasma- properdin faktor B dan D).

Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat sistem

komplemen pada kompleks antigen- antibodi, kadar C1q, C3, C4, C5-C9 dan

10

proaktivator C3 mengalami depresi dan kecepatan katabolik C3 naik. Komplemen

dapat diaktivasi melalui jalur klasik yaitu fiksasi C1 terhadap kompleks antigenantibodi.

Pelepasan C3a dan C5a mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah

kapiler. 3,5

Page 10: Dss

Bagan 2. Patogenesa DSS. 3

C3a dan C5a akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan

vasodilatasi dengan menginduksi mast cells untuk melepaskan histamin. Produk

kompleme ini juga disebakan anafilaktosin karena aksi komplemen ini mirip

dengan sel mast yang merupakan reaksi alergi yang parah disebut sebagai

anafilaksis. C5a juga mengaktivasi jalur lipoksigenase pada metabolisme asam

arakidonat pada netrofil da makrofag yang menyebabkan pelepasan mediator

inflamasi; meningkatkan aktivitas leukosit adhesi ke endothel dan bersifat

kemotaksis terhadap netrofil, monosit, eosinofil dan basofil. Komplemen juga

11

merangsang monosit untuk memproduksi berbagai sitokin seperti TNF, IFN

Gamma dan interleukin (IL-2 dan IL-1). 2,7

Bagan 3. Patogenesa Infeksi Dengue hingga Membawa pada Keadaan DHF dan

DSS. 3

Kompleks antigen- antibodi dalam sirkulasi darah dapat mengakibatkan

trombosit kehilangan fungsi agregrasi karena akibat dari perlekatan kompleks

pada membran trombosit dan trombosit juga mengalami perubahan bentuk

sehingga difagositosis oleh sistem retikuloendotelial sehingga terjadi

trombositopenia. Disamping itu, trombosit yang mengalami metamorfosis

mengaktifkan sistem koagulasi. Pada beberapa penilitian yang dilakukan

menunjukan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor pembekuan bukan

hanya karena konsumsi sistem koagulasi tetapi konsumsi sistem fibrinolisis. Pada

stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis. 3,5,6,7

12

Bagan 4. Faktor Hageman dalam kaskade kinin dan kaskade pembekuan.

Akibat dari pembekuan intravaskular yang luas, plasminogen akan berubah

menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktosin dan

Page 11: Dss

penghancuran fibrin sehingga beredarnya pecahan fibrin/ fibrin degradation

product (FDP). Menurunnya fungsi hati akan menambah berat perdarahan. 5,6,7

Lesi patologis berupa perdarahan ringan sampai sedang dapat ditemukan di

salurang cerna atas, perdarahan ptechiae lazim ditemukan di sekat interventrikuler

jantung, perikardium dan permukaan visera major. Pada keadaan yang jarang,

perdarahan terlihat di paru-paru, hati, adrenal dan ruang subaraknoid. Hati biasa

mengalami pembesaran. Efusi bercak kuning dan berdarah pada ¾ penderita.

Secara mikroskopis, edema perivaskuler pada jaringan lunak dan diapedesis sel

darah merah menyebar. Megakariosit banyak ditemukan pada kapiler paru- paru,

glomerulus ginjal dan sinusoid organ RES (reticuloendothelial system). Virus

dengue tidak dapat diisolasi dari jaringan yang mati. 6,7,8

13

2.5 Diagnosa

Syok biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun antara hari

ke-3 sampai hari ke- 7. Pasien mula- mula gelisah kemudian jatuh kedalam syok

yang ditandai dengan kulit dingin- lembab, sianosis sekitarmulut, nadi cepatlemah,

tekanan nadi < 20 mmHg. Dengan diagnosis biasanya teratasi dengan

segera namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat

menjadi syok berat dengan berbagai penyulit seperti asidosis metabolik,

perdarahan hebat saluran cerna hingga memperburuk prognosis. 3

Tabel 3. Derajat Penyakit DHF menurut WHO, 1997. 3

Penegakan diagnosa DSS harus memenuhi 4 kriteria DHF (meliputi

demam, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi) yang harus

dipenuhi seutuhnya ditambah denan kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi

sebagai:

1. Pulsasi nadi yang lemah dan cepat

2. Tekanan nadi yang lemah (<20 mmHg) atau,

Page 12: Dss

3. Hipotensi (Hipotensi disini diartikan sebagai tekanan sistolik lebih kecil

dari 80 mmHg untuk anak yang berusia lebih kecil dari 5 tahun atau

tekanan sistolik yang lebih kecil dari 90 mmHg)

4. Kulit dingin dan kegelisahan

Keadaan kegagalan sirkulasi yang ditandai syok dibagi menjadi 3 tingkatan; syok

berat (profound shock) adalah renjatan yang ditandai dnegan tekanan darah dan

14

nadi tidak terukur, syok sedang adalah tekanan nadi menurun menjadi < 20

mmHg sistolik < 80 mmHg. 3, 5, 9

Gejala klinis diawalai dengan demam mendadak disertai muka kemerahan

(flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri

otot dan sendi, nyeri epigastrium, anoreksia, muntah dan pada beberapa pasien

mengeluhkan nyeri tenggorokan dan ditemukan faring hiperemis. 3,5

Gambar 5. Perjalanan Penyakit Dengue. 8

Penyakit ini didahului demam tinggi mendadak, terus menerus

berlangsung dalam 2-7 hari naik turun dan tidak turun dengan obat anti piretik

maupun surface cooling. Bila hipereksia dapat terjadi kejang demam. Pada saat

dase demam cenderung turun pasien akan tampak sembuh tapi hati- hati karena

fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari

demam. Hari ke 3 sampai ke 5 adalah fase kritis yang harus dicermati karena pada

hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan ketika trombosit

sangat rendah < 20.000 /uL. 1,3

Tanda perdarahan adalah manifestasi dari vaskulopati, trombositopendia

dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh.

Tanda ini dapat muncul pada hari pertama muncul demam atau pada fase kritis.

15

Perdarahan terbagi atas 2 jenis perdarahan yaitu; perdarahan terprovokasi dan

Page 13: Dss

perdarahan spontan. Perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji

torniquet (rumple leede/ uji bendung), ptechiae, purpura dan ekimosis. Perdarahan

lain adalah perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada kasus yang jarang

dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan hematuria. Perdarahan provokasi

yang diuji melalui uji torniquet dikatakan positif jika terdapat lebih dari 10

ptechiae dalam diameter 2,8 cm2 di volar dan fossa cubiti. 3,5

Hepatomegali umumnya ditemukan pada permulaan penyakit dapat diraba

2-4 cm dibawah lengkung iga bawah kanan. Walaupun derajat pembesaran hati

tidak berbanding lurus dengan beratnya penyakit namun proses dari tidak teraba

menjadi teraba dapat meramalkan perjalanan penyakit. Nyeri perut lebih tampak

jelas pada anak besar daripada anak kecil. Nyeri tekan pada tepi hati berhubungan

dengan adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus. 3

Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut, keadaan

pasien amat lemah dan sangat gelisah. Beberapa saat setelah suhu turun, bisa

dijumpai kegagalan sirkulasi; pasien menjadi gelisah, sianosis di sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab pada ujung jari dan kaki, nadi cepat, lemah dan sampai

tak teraba. Keadaan profound shock terjadi pada waktu tekanan darah dan nadi

tidak dapat terukur lagi. 3,5

Dari pemeriksaan darah rutin, jumlah leukosit normal tetapi ada dominasi

netrofilpada awal fase dan limfositosis pada fase demam akhir yang dijumpai pada

hari ketiga sama ketujuh. Trombositopensia terjadi sebelum ada peningkatan

hematokrit dan suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000/ uL biasanya pada hari

ke-3 sampai hari ke-7. Hemokonsentrasi dengan peningkatan diatas 20%

mencerminkan peningkatan permeabilitas plasma dan perembesan plasma.

Pemeriksaan radiologis pada DSS bisa didapati efusi pleura di sebelah hemitoraks

kanan. 3,6

16

Page 14: Dss

Tabel 4. Pemeriksaan laboratorium lain pada DHF. 3

Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dilakukan di laboratorium

dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau

jaringan tubuh dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien. Sementara

diagnosis serologis dapat ditentukan dengan 5 jenis uji yaitu HI test/

Haemaglutination Inhibition test, CF test/ Complement Fixation test, NT test/

Neutralization test, IgM dan IgG Elisa. 3,5,6

2.6 Penatalaksanaan

Terapi bersifat simtomatis dan suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Syok diobat

dengan cara biasa yaitu cairan intravena dan pengembang plasma. Strategi

keberhasilan adalah pemilihan cairan dan jenis cairan serta pengawasan klinis.

Penentuan hematokrit bermanfaat untuk menentukan tanda awal pemekatan darah

yang biasanya mendahului kegagalan persedaran darah. Asidosi metabolik harus

segera dikoreksi. Beberapa pasien sangat gelisah dapat memerlukan sedatif.

Indikasi transfusi hanya bila mengalami perdarahan hebat seperti hematemesis

dan melena. 1,3

17

Bagan 5. Tatalaksana DSS. 3

Tatalaksana DSS adalah penggantian cairan berupa IVFD dengan cairan

resusitasi seperti ringer laktat, ringer asetat dan normal saline 10-20 ml?kgBB

secepatnya dalam waktu 30 menit dan oksigen 2 liter/i. Untuk syok berat langsung

penambahan koloid seperti dekstran, gelatin dan HES (Hydroxyl Ethyl Stratch).

Pemberian HES dan dekstran tidak boleh diberikan pada pasien KID. Observasi

tekanan darah dan nadi tiap 15 menit, trombosit tiap 6 jam. Pemeriksaan elektrolit

18

dan gula darah perlu dilakukan. Kemudian rencanakan apabila syok telah teratasi

Page 15: Dss

atau belum bisa teratasi. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk

mengetahu kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah

urin. 3,5,7

Selain penggantian volume plasma dan pemberian oksigen, koreksi

gangguan metabolik dan elektrolit dilakukan pada syok berat. Apabila tidak

dikoreksi segera akan memacu terjadinya KID sehingga tatalaksana menjadi lebih

kompleks. Pada penderita DSS sering kali menjadi sangat gelisah sehingga

penggunaan sedatif kloral hidrat 12,5- 50 mg / kgBB / IV / supp. (maksimum 1 gr)

dapat menenangkan pasien walaupun keadaan gelisah sebenarnya akibat keadaan

perfusi jaringan yang kurang baik dan akan menghilang dengan penggantian

volume plasma yang adekuat. 7

Selain melakukan pengobatan secara simtomatis dan suportif, pemantauan

juga perlu dilakukan misalnya nadi, tekanan darah, respirasi, temperatur harus

dicatat tiap 15-30 menit sampai syok teratasi, hematokrit juga dipantau tiap 4- 6

jam sampai pasien stabil. Selain itu, balance cairan harus diperhatikan. Salah satu

penanda penggantian volume intravaskular terpenuhi adalah kecukupan diuresis. 7

2.7 Prognosa

Penyembuhan DHF dengan atau tanpa syok sulit diramalkan. Perubahan

keadaan dapat berubah dengan cepat dalam waktu 12-24 jam. Pada masa

penyembuhan biasanya terjadi dalam 2-3 hari jika pengobatan adekuat, kadangkadang

ditemukan bradikardi dan aritmia serta timbul ruam pada kulit.

Kembalinya nafsu makan adalah penanda prognostik yang baik. Kesadaran pasien

bukan penanda penting kesembuhan karena banyak pasien yan masih tetap sadar

meskipun pada stadium akhir. Panas mempunyai nilai prognostik yang tinggi

dimana bila demam > 39,0 o C mempunyai nilai prognostik yang lebih jelek. 3,5

Kematian terjadi pada 40-50% penderita DSS tetapi dengan perawatan yang

intensid kematian kurang dari 2%. Ketahanan hidup secarra langsung terakit

Page 16: Dss

dengan manajemen awal dan intensif. Pasien baru dapat dipulangkan apabila tidak

19

demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan

klinis, hematokrit stabil, trombosit > 50.000 /uL dan cenderung meningkat serta

tidak dijumpai distress pernapasan. Jika syok telah teratasi maka harus ditunggu 3

hari setelah syok hilang. 1,3,7

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk

aedes. Secara sederhana, infeksi dengue diklasifikasikan sebagai keadaan ringan

(asimptomatik, dengue fever/ DF) dan keadaan berat (dengue haemorrhagic fever/

DHF dan dengue shock syndrome/ DSS). Virus dengue ada 4 serotipe; DEN 1,

DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. DEN 3 adalah serotipe yang paling dominan dan

paling sering menyebabkan DHF. Imunitas seumur hidup tetapi bersifat spesifik

terhadap satu serotipe, tidak terhadap serotipe yang lain. Pada urutan serotipe

tertentu infeksi primer dan sekunder membawa keadaan syok.

Angka insidens meningkat setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi

infeksi dengue adalah imunitas pejamu, kepadatan pejamu dan vektor, virulensi

virus dengue dan keadaan geografis. Patogenesa infeksi dengue masih belum jelas

hingga saat ini namun melibatkan imunologis antara komplemen dan kosumtif

trombosit. Manifestasi klinis yang ditimbulkan adalah akibat dari kebocoran

plasma dan pengobatannya bersifat suportif didasarkan atas adanya perubahan

fisiologis berupa perembesan plasma dan perdarahan.

DSS adalah suatu kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama.

Pasien anak akan cepat mengalai syok dan sembuh bila diobati segera dalam 48

jam. Pada pasien DSS berat dengan tekanan darah yang tak terukur / <20 mmHg

segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kgBB/jam selama 30 menit dan

Page 17: Dss

bila teratasi turunkan 10 ml/kgBB.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kleigman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. 15th ed.

Jakarta: EGC; 2005. p. 1134-9.

2. Brooks GeoF, Butel Janet S, Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta: EGC; 2007. p. 536- 537.

3. Hadinegoro Sri Rezeki H, Soegijianto, Wuryadi, Suharyono, Suroso

Thomas. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 3rd ed.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004. p. 1-23, 29.

4. Hay William W, Hayward Anthony R, Levin Myron J, Sondheimer Judith

M. Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 6th ed. New York:

McGraw Hill; 2007.p. 1126-7

5. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 2nd ed. Jakarta: EGC;

2007. p. 122-47

6. Rudolph Abraham M, Hoffman Julien I E, Rudolph Colin D. Buku Ajar

Pediatri Rudolph. Vol 1. 20th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 720-3.

7. Soedarmo Sumarmo S, Garna Herry, Hadinegoro Sri Rezeki S, Satari

Irawan Hindra. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta;

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. p. 155-81

8. Sumarno, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo. Demam Berdarah (Dengue) pada

Anak. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2005. p. 26-45, 91-93.

9. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock

Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood

Illness. Jenewa: WHO; 2005. p. 3- 14.